Modul 5 - Pelatihan Bidan Tahap 2
Modul 5 - Pelatihan Bidan Tahap 2
A. Hasil belajar
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu melakukan asuhan persalinan kala I-IV, nifas,
pasca keguguran, bayi baru lahir, dan neonatus komprehesif pada masa pandemi di Fasilitas
Kesehatan/Tempat Praktik Mandiri Bidan (TPMB) dengan prinsip Respectful Midwifery Care
(RMC).
Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan subpokok bahasan sebagai berikut:
a) Asuhan Persalinan Kala I-IV dan Nifas komprehensif pada Masa Pandemi Covid-19 dengan
Prinsip Respectful Midwifery Care (RMC)
- Asuhan persalinan kala I-II pada Masa Pandemi Covid-19 dengan Prinsip Respectful
Midwifery Care (RMC)
- Asuhan persalinan kala III-IV pada Masa Pandemi Covid-19 dengan Prinsip Respectful
Midwifery Care (RMC)
- Asuhan masa nifas pada Masa Pandemi Covid-19 dengan Prinsip Respectful
Midwifery Care (RMC)
b) Asuhan Bayi Baru Lahir dan Neonatal komprehensif pada Masa Pandemi Covid-19 dengan
Prinsip Respectful Midwifery Care (RMC)
- Asuhan Bayi Baru Lahir pada Masa Pandemi Covid-19 dengan Prinsip Respectful
Midwifery Care (RMC)
- Asuhan Neonatal pada Masa Pandemi Covid-19 dengan Prinsip Respectful Midwifery
Care (RMC)
c) Asuhan pasca keguguran komprehensif pada Masa Pandemi Covid-19 dengan Prinsip
Respectful Midwifery Care (RMC)
- Asuhan Pasca Keguguran Komprehensif
- Asuhan Kebidanan Pasca Keguguran Komprehensif pada Masa Pandemi COVID-19
sesuai prinsip RMC
d) Mekanisme rujukan pada masa pandemi Covid-19 sesuai dengan Prinsip Respectful
Midwifery Care (RMC)
METODE
1. Modul 5
2. Modul RMC
3. Animasi presentasi materi
4. Power poin materi
5. Kumpulan kasus dan video
6. Aplikasi Zoom meeting dengan breakout room
7. Aplikasi polling
8. Laptop
9. WiFi
LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak lima jam pelajaran (T = 2 JPL; P: 3; PL: 2)
@45 menit untuk memudahkan proses pembelajaran. Berikut langkah-langkah kegiatan dalam
proses pembelajaran materi ini (dari setiap sesi/topik).
1. Pembukaan (5 menit)
Fasilitator/pelatih membuka TOPIK dengan menjelaskan alur dan tujuan TOPIK, serta
tatatertib pelatihan secara daring.
2. Presentasi Materi (70 menit)
a. Fasilitator/pelatih seluruh materi sesuai urutan pokok pembahasan dengan
menggunakan powerpoint dan/atau video animasi.
b. Fasilitator/pelatih menyampaikan pertanyaan polling untuk diisi oleh peserta dan
mendiskusikan hasil polling tersebut
c. Fasilitator/pelatih memberikan penekanan khusus pada bagian inti materi/pesan kunci.
3. Diskusi Tanya Jawab (15 menit)
Fasilitator/pelatih memberikan waktu kepada peserta untuk bertanya dan menjawab
pertanyaan dengan mengikut sertakan seluruh peserta untuk berdiskusi.
4. Persiapan Studi Kasus (5 menit)
a. Fasilitator/pelatih membagi kelompok secara acak untuk mendiskusikan kasus dalam
kelompok.
b. Arahkan kelompok ke breakout room.
c. Setiap kelompok diberi studi kasus dan petunjuknya untuk ditelaah bersama.
5. Studi Kasus (45 menit)
a. Kelompok mendiskusikan studi kasus.
b. Fasilitator/pelatih/co-fasilitator melakukan observasi kerja kelompok di setiap breakout
room.
c. Fasilitator/pelatih harus memastikan kelompok memahami tujuannya.
d. Fasilitator dapat memberikan pertanyaan pemantik untuk menstimulasi diskusi atau
membimbing kelompok dalam mencapai tujuan pembelajaran.
6. Pemaparan Hasil Studi Kasus dan Diskusi (80 menit)
a. Setelah berdiskusi, setiap kelompok memaparkan hasil diskusinya.
b. Setiap kelompok mendapatkan alokasi waktu yang sama. Jika dibagi menjadi dua
kelompok maka masing-masing mendapatkan waktu 40 menit, terdiri dari:
- Pemaparan hasil diskusi 15–20 menit
- Tanggapan (diskusi) kelompok besar 20 menit
c. Fasilitator/pelatih harus memastikan diskusi yang terjadi sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
a. Fasilitator/pelatih dapat memberikan pertanyaan stimulus untuk mengarahkan diskusi
kepada tujuan pembelajaran dan memastikan peserta memahami pesan kunci.
7. Penutup (5 menit)
Fasilitator/pelatih menyimpulkan dan menyampaikan pesan kunci.
URAIAN MATERI PEMBELAJARAN
TOPIK I: ASUHAN PERSALINAN KALA I-IV DAN NIFAS
KOMPREHENSIF PADA MASA PANDEMI COVID-19 DENGAN PRINSIP
RESPECTFUL MIDWIFERY CARE (RMC)
Jika terjadi kedaruratan, bidan wajib mempersiapkan diri dengan segera mengenakan
APD dengan skala prioritas melindungi bagian wajah. APD paling utama untuk segera
dikenakan: masker medis dan face shield, sarung tangan dan apron.
3. Selalu mengedepankan prinsip Respecful Midwifery Care (RMC)
Meskipun terdapat keterbatasan (perlu menjaga jarak) dan bidan mengenakan APD
lengkap, namun bidan tetap perlu memperlakukan perempuan/ibu dengan baik serta
memberikan dukungan psiko-sosial dan emosional kepada ibu/perempuan. Selalu
menghormati pasien/klien, tidak bersikap diskriminatif, tidak menghakimi (judgmental),
dan tidak menstigmakan.
Jika memungkinkan:
a. Setiap pasien/klien yang datang dianjurkan menjalani pemeriksaan PCR d atau
swab antigen.
b. Bila terdapat tanda dan gejala mengarah ke COVID-19, anjurkan pasien untuk
melakukan PCR atau swab antigen, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan yang
tidak memungkinkan untuk dilakukan.
2. Pemantauan ibu hamil selama proses persalinan
a. Pemantauan proses persalinan dilakukan sesuai standar nasional dengan
menggunakan partograf
b. Pemantauan dan pemeriksaan selama proses persalinan dilakukan sesuai standar
asuhan persalinan normal
Manajemen nyeri:
a. Bidan memberikan kebebasan terhadap pasien untuk relaksasi
b. Bidan membantu pasien/klien untuk mengurangi rasa nyeri/sakit dengan
pendekatan asuhan kebidanan/gentle birth yang sesuai dengan kondisi pandemi,
seperti:
1) Rebozoo
2) Pilates
3) Memberikan penghangat
4) Lain-lain
Metode persalinan. Sampai saat ini belum ada bukti kuat bahwa salah satu metode
persalinan memiliki luaran yang lebih baik daripada yang lain. Metode persalinan
sebaiknya ditetapkan berdasarkan penilaian secara individual (kasus per kasus),
disertai konseling keluarga dengan mempertimbangkan indikasi obstetri dan keinginan
keluarga, kecuali bagi ibu hamil dengan gejala gangguan respirasi yang memerlukan
persalinan segera (seksio sesarea).
Asuhan persalinan kala I-II pada pasien/klien yang tidak memiliki gejala klinis dan
masih menunggu hasil PCR/swab antigen atau tidak menjalani pemeriksaan
PCR/swab antigen
Asuhan persalinan:
a. Pertolongan persalinan dilakukan sesuai dengan standar asuhan persalinan normal
b. Pertolongan persalinan dilakukan dengan menggunakan APD sebagai
perlindungan terhadap droplet dan aerosol untuk mengurangi risiko paparan pada
tim penolong persalinan
c. Jumlah tim penolong harus dibatasi, maksimal 2 bidan dan 1 pendamping
d. Pastikan kebutuhan rehidrasi terpenuhi
e. Beri pasien/klien pilihan posisi persalinan yang nyaman untuk dirinya
f. Beberapa posisi persalinan yang dapat mengurangi risiko droplet atau aerosol dari
pasien/klien ke bidan:
1) Posisi jongkok
2) Posisi berlutut
3) Posisi miring
4) Posisi hand and knees
5) Posisi berdiri
g. Setelah plasenta lahir, lakukan pembungkusan atau pembersihan seperti biasa
h. Asuhan bayi baru lahir mengikuti protokol dalam modul pembahasan BBL
Asuhan persalinan kala I-II pada pasien/klien yang menunjukkan gejala klinis atau
hasil PCR/swab antigen positif
Jika kondisi pasien/klien masih memungkinkan untuk dirujuk:
a. Informasikan kepada pasien dan pendamping, termasuk informasi rumah sakit
rujukan
b. Persiapkan proses rujukan seperti transportasi, APD sesuai dengan protokol
COVID-19, surat rujukan, dan persiapkan pasien/klien
c. Telekonsultasi:
Bidan perlu menghubungi rumah sakit rujukan yang menerima persalinan
dengan COVID-19 dan menjelaskan kondisi pasien/klien dengan lengkap
1) Lakukan rujukan sesuai standar rujukan yang ada
2) Bidan ikut mendampingi dalam proses rujukan
Asuhan persalinan kala I-II pada pasien/klien yang menunjukkan gejala klinis dan
terkonfirmasi positif COVID-19, namun kondisi pasien/klien sangat tidak
memungkinkan untuk dirujuk
Dalam kondisi seperti ini, maka pertolongan persalinan wajib dilakukan sesuai
dengan standar asuhan persalinan dan protokol COVID-19. Selain itu, bidan perlu
berkolaborasi dengan FKRTL melalui telekonsultasi untuk melakukan
pendampingan.
Asuhan Persalinan:
a. Pertolongan persalinan dilakukan sesuai dengan standar asuhan persalinan
normal dengan memantau secara ketat tanda-tanda bahaya dan/atau
komplikasi.
b. Pertimbangkan pemberian oksigen untuk mencegah terjadinya hipoksia
c. Telekonsultasi:
Menghubungi rumah sakit rujukan melalui telepon atau aplikasi WhatsApp
untuk berkolaborasi sejak awal proses. Dengan demikian, pihak rumah sakit
dapat mendampingi proses persalinan dari jarak jauh dan mempersiapkan
rujukan.
Selain itu, bidan dapat berkonsultasi langsung terkait terapi
pendukung/tambahan yang perlu diberikan selama proses intrapartum, seperti
antibiotik profilaksis atau terapi lainnya.
d. Pertolongan persalinan dilakukan dengan menggunakan APD sebagai
perlindungan terhadap droplet dan aerosol untuk mengurangi risiko paparan
pada tim penolong persalinan.
e. Jumlah tim penolong harus dibatasi, maksimal 2 bidan dan 1 pendamping.
f. Pastikan kebutuhan rehidrasi tercukupi
g. Beri pasien/klien pilihan posisi persalinan yang nyaman untuk dirinya.
h. Beberapa posisi persalinan yang dapat mengurangi risiko droplet atau aerosol
dari pasien/klien ke bidan:
1) Posisi jongkok
2) Posisi berlutut
3) Posisi miring
4) Posisi hand and knees
5) Posisi berdiri
i. Setelah plasenta lahir, lakukan pembungkusan atau pembersihan seperti biasa
j. Asuhan bayi baru lahir tetap dilakukan
k. IMD sebaiknya ditunda (mengikuti protokol BBL pada pembahasan BBL dalam
modul ini)
B. Asuhan Persalinan Kala III-IV pada Masa Pandemi COVID-19
Sesuai Prinsip RMC
2. Asuhan Persalinan Kala III-IV pada pasien/klien yang menunjukkan gejala klinis
dan/atau hasil PCR/swab antigen positif
a. Asuhan pascapersalinan dilakukan sesuai standar
b. Memastikan keadaan ibu dan bayi stabil
c. Plasenta dibersihkan seperti biasa dan langsung dibungkus.
d. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Pada ibu tanpa gejala dan gejala ringan: ibu dapat diberikan pilihan untuk IMD,
karena IMD masih diperbolehkan. Ibu wajib mengikuti protokol covid-19. Bagian
dada dan perut ibu dibersihkan terlebih dahulu dengan sabun dan air hangat, serta
dikeringkan. Membersihkan tangan ibu dengan sabun dan keringkan, serta ibu wajib
menggunakan masker double.
Pada ibu dengan gejala sedang dan gejala berat: IMD ditunda.
e. Pemberian ASI Eksklusif
Pada ibu tanpa gejala dan gejala ringan: Ibu diberikan pilihan untuk menyusui,
karena pada keadaan ini ibu masih boleh menyusui langsung. Namun, harus
mengikuti protokol dengan mencuci tangan, membersihkan bagian dada dan
payudara dengan sabur dan keringkan, serta menggunakan masker.
Pada ibu dengan gejala sedang dan gejala berat: ASI eksklusif tetap diberikan
dengan diperah. Ibu tidak dapat menyusui bayi secara langsung.
f. Melakukan observasi tanda-tanda bahaya dan komplikasi
g. Mempersiapkan rujukan yang sudah direncanakan sebelumnya, yaitu saat
persalinan, melalui telekonsultasi kepada rumah sakit rujukan
h. Memastikan ibu mendapatkan kenyamanan
i. Memberikan waktu kepada ibu untuk melihat bayinya atau menyentuh bayinya
dengan memastikan protokol COVID-19
j. Menginformasikan keadaan ibu dan bayi secara lengkap agar ibu merasa tenang
k. Menjelaskan kemungkinan kebutuhan pemeriksaan terhadap bayi yang baru lahir
l. Mendampingi ibu dalam proses rujukan
m. Jika kondisi ibu stabil dan ibu memilih kontrasepsi AKDR pascaplasenta, maka dapat
dipertimbangkan untuk memasang kontrasepsi AKDR pascaplasenta
n. Jika ibu belum mengambil keputusan mengenai kontrasepsi, maka bidan perlu
memberikan informasi lengkap terkait kebutuhan kontrasepsi kepada ibu dan
pasangan. Hal ini dapat dilakukan saat perjalanan menuju pusat rujukan.
Protokol Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas pada Masa Pandemi COVID-19
1. Asuhan masa nifas pada pasien/klien yang tidak memiliki gejala klinis dan masih
menunggu konfirmasi hasil PCR/swab antigen atau tidak menjalani pemeriksaan
a. Asuhan kebidanan pada masa nifas dilakukan sesuai standar
b. Memberikan informasi dan edukasi untuk tetap mematuhi protokol COVID-19
c. Dengan melibatkan peran aktif pasangan, bidan memberikan informasi dan edukasi
terkait proses menyusui dan perawatan bayi selama masa pandemi. Selain itu,
bidan perlu mengedukasi ibu dan pasangan/suami untuk tidak mencium dan
memegang bayi selama masa pandemi. Memegang bayi dilakukan jika diperlukan
saja.
d. Mengedukasi pasangan untuk berbagi peran
e. Ibu dapat tetap memberikan ASI eksklusif
f. Memberikan informasi dan edukasi proses penyembuhan dan kebutuhan ibu
selama masa nifas, khususnya selama masa pandemi
g. Jika ibu belum menentukan kontrasepsi, maka bidan memberikan informasi
lengkap terkait berbagai jenis kontrasepsi dan melakukan konseling
h. Kontrol ulang ke TPMB dilakukan jika betul-betul dibutuhkan atau jika terdapat
tanda bahaya
i. Kontrol rutin masa nifas dapat dilakukan melalui telekonsultasi
j. Jika ibu memilih kontrasepsi pil, maka bidan bisa mengirimkan pil atau dapat dibeli
di apotek terdekat
k. Jika ibu memilih AKDR atau implan atau suntik, dapat direncanakan kapan akan
mendatangi TPMB dengan memenuhi protokol COVID-19. Konseling dan informasi
pemasangan dapat dilakukan melalui telekonsultasi untuk mempersingkat waktu
pertemuan di TPMB.
l. Setelah tiba di rumah, lakukan isolasi mandiri dan tidak menerima tamu. Perlu
diinformasikan kepada ibu dan pasangan agar menjaga jarak dan membatasi/tidak
menerima tamu terelebih dulu sampai pandemi usai.
m. Mengedukasi ibu dan suami/pasangan untuk tidak mencium, mengusap, dan
memegang bayi, terlebih oleh orang lain, termasuk kakek dan nenek.
n. Keluarga inti (ibu dan suami/pasangan) harus disiplin dalam menerapkan protokol
pencegahan COVID-19 dan dapat memastikan diri mereka negatif dari COVID-19.
2. Asuhan masa nifas pada pasien/klien yang menunjukkan gejala klinis dan/atau hasil
PCR/swab antigen positif
a. Asuhan kebidanan pada masa nifas dilakukan sesuai standar
b. Merujuk ibu ke FKRL khusus rujukan COVID-19
c. Kontrol nifas dapat dilakukan melalui telekonsultasi atau bila keadaan ibu
membutuhkan tindakan
d. Jika ibu membutuhkan informasi proses nifas, menyusui, dan kontrasepsi, bidan
dapat menawarkan konsultasi melalui telekonsultasi
e. Bidan tetap dapat memberikan konseling melalui telekonsultasi sesuai kebutuhan
pasien/klien
f. Edukasi untuk Pemberian ASI Eksklusif
Pada ibu tanpa gejala dan gejala ringan: Ibu diberikan pilihan untuk menyusui,
karena pada keadaan ini ibu masih boleh menyusui langsung. Namun, harus
mengikuti protokol dengan mencuci tangan, membersihkan bagian dada dan
payudara dengan sabur dan keringkan, serta menggunakan masker.
Pada ibu dengan gejala sedang dan gejala berat: ASI eksklusif tetap diberikan
dengan diperah. Ibu tidak dapat menyusui bayi secara langsung.
TOPIK II : ASUHAN PADA BAYI BARU LAHIR DAN NEONATAL
KOMPREHENSIF PADA MASA PANDEMI COVID-19 SESUAI PRINSIP
RESPECTFUL MIDWIFERY CARE (RMC)
Menerapkan 3 Prinsi Utama: Universal Precaution, pertolongan terhadap ibu, baik dalam
keadaan darurat maupun tidak darurat, tetap diutamakan tanpa menunggu hasil tes COVID-
19, menerapkan prinsip-prinsip RMC.
1. Asuhan Bayi baru lahir dari Ibu tanpa gejala klinis dan menunggu hasil PCR/swab
antigen atau tidak menjalani pemeriksaan
a. Asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dilakukan sesuai standar prosedur
Pada asuhan 0–6 jam pertama setelah lahir, bayi tetap mendapatkan:
2. Asuhan Bayi baru lahir dari ibu yang menunjukkan gejala klinis dan/atau hasil
PCR/swab antigen positif
Bila bayi telanjur dilahirkan oleh bidan karena ibu datang dalam kondisi darurat/tidak
memungkinkan untuk dirujuk, maka:
Pada ibu dengan gejala sedang dan gejala berat: ASI eksklusif tetap diberikan
dengan diperah. Ibu tidak dapat menyusui bayi secara langsung.
h. Saat proses merujuk, bidan dapat memberikan edukasi dan informasi lengkap
kepada ibu dan pasangan mengenai perawatan bayi dan proses menyusui dengan
selalu mematuhi protokol COVID -19
i. Saat proses merujuk, bidan dapat memberikan waktu kepada ibu dan pasangan
untuk bersama bayinya
j. Saat proses merujuk, bidan dapat memberikan edukasi dan informasi kepada
pasangan untuk berbagi peran
k. Bayi tidak boleh diciumi atau terlalu sering dipegang
3. Asuhan Bayi baru lahir dari ibu dengan HBsAg reaktif disertai gelaja klinis COVID-19
dan/atau hasil PCR/swab antigen positif
Bila bayi telanjur dilahirkan oleh bidan karena ibu datang dalam kondisi darurat/tidak
memungkinkan untuk dirujuk, maka:
Pada ibu dengan gejala sedang dan gejala berat: ASI eksklusif tetap diberikan
dengan diperah. Ibu tidak dapat menyusui bayi secara langsung.
j. Saat proses merujuk, bidan dapat memberikan edukasi dan informasi lengkap kepada
ibu dan pasangan terkait perawatan bayi dan proses menyusui dengan selalu
mematuhi protokol COVID-19
k. Saat proses merujuk, bidan dapat memberikan waktu kepada ibu dan pasangan
untuk bersama bayinya
l. Saat proses merujuk, bidan dapat memberikan edukasi dan informasi kepada
pasangan untuk berbagi peran
m. Bayi tidak boleh diciumi atau terlalu sering dipegang
Pengetahuan Tambahan:
Bayi baru lahir dari ibu dengan gejala dan/atau terkonfirmasi COVID-19 dirawat sesuai
rekomendasi IDAI:
a. Bayi Baru Lahir harus diperiksa COVID-19 (swab dan periksa darah) pada hari ke-1,
ke-2, dan ke-14
b. Bayi tidak dirawat gabung
c. Jika ibu harus diisolasi, maka dilakukan konseling untuk isolasi terpisah antara ibu
dan bayinya sesuai batas risiko transmisi (14 hari). Pemisahan sementara ini
bertujuan mengurangi kontak antara ibu dan bayi.
d. Bila setelah mendapatkan konseling ternyata ibu tetap ingin merawat sendiri
bayinya:
1) Persiapan harus dilakukan dengan memberikan informasi lengkap dan potensi
risiko terhadap bayi (komunikasi risiko).
2) Ibu dan bayi diisolasi di dalam satu kamar dengan fasilitas en-suite selama dirawat
di rumah sakit,
3) Bayi harus ditempatkan di inkubator tertutup di dalam ruangan.
4) Ibu disarankan mengenakan APD sesuai dengan pedoman PPI dan diajarkan
mengenai etika batuk.
5) Bayi harus dikeluarkan sementara dari ruangan jika ada prosedur yang
menghasilkan aerosol harus dilakukan di dalam ruangan.
ASI Eksklusif:
ASI Eksklusif:
d. Ibu dapat menyusui langsung dengan tetap mematuhi protokol COVID-19 dan jika
RS mengizinkan.
e. Jika RS tidak mengizinkan, ASI eksklusif tetap diberikan dengan diperah. Ibu tidak
dapat menyusui bayi secara langsung.
f. Saat akan menyusui atau memerah, ibu wajib selalu menggunakan masker medis,
face shield serta mencuci tangan dan payudaranya dengan sabun
g. Setelah tiba di rumah, lakukan isolasi mandiri dan tidak menerima tamu. Perlu
diinformasikan kepada ibu dan pasangan agar menjaga jarak dan membatasi/tidak
menerima tamu terelebih dulu sampai pandemi usai.
TOPIK III : ASUHAN PASCA KEGUGURAN KOMPREHENSIF PADA
MASA PANDEMI COVID-19 SESUAI PRINSIP RMC
1. APK adalah rangkaian tindakan yang bertujuan menolong perempuan yang mengalami
aborsi (keguguran), baik aborsi spontan maupun aborsi diinduksi, disertai dengan
komplikasi atau tanpa komplikasi (Ipas, 2013).
2. APK bukanlah asuhan aborsi aman/induksi aborsi.
3. APK yang berpusat pada perempuan adalah suatu pendekatan komprehensif dalam
menangani perempuan yang mengalami aborsi (keguguran), yang mempertimbangkan
faktor fisik, keadaan emosional, kebutuhan psikologis, keamanan dan kenyamanan,
serta kemampuan perempuan tersebut untuk mengakses layanan yang dibutuhkan.
Termasuk di dalamnya adalah perempuan yang mengalami aborsi (keguguran) yang
belum tuntas, missed abortion (janin tidak berkembang), dan aborsi tidak aman.
4. APK yang berpusat pada perempuan adalah komponen penting dalam pelayanan
kesehatan reproduksi komprehensif untuk menyelamatkan jiwa perempuan dan
menurunkan angka kesakitan dan kematian perempuan.
Kompetensi Kewenangan
Tindakan
Spesialis
Dokter
Dokter
Dokter
Obsgin
Umum
Umum
Spesialis
Bidan
Bidan
Obsgin
Dokter
*) untuk Puskesmas dengan akses ke rumah sakit yang sulit atau kondisi gawat darurat
**) dapat diberikan di Puskesmas yang memiliki tenaga psikolog
Tempat Praktik Mandiri Bidan mengikuti FKTP dengan penekanan bahwa evakuasi sisa konsepsi hanya
boleh dilakukan dalam keadaandarurat yang dilakukan dengan digitalis. Karena evakusi segera hasil
konsepsi pada kasus abortus insipient dan perdarahan hebat merupakan Langkah penting dalam
tatalaksana kegewatdarurat. Dan setelah stabil, bidan di TPMB perlu segera merusuk klien/pasien dengan
diikuti pemberian uterotonika dan rehidrasi.
APK Komprehensif Terdiri Dari 5 Elemen Penting:
Kedua hal tersebut adalah sedikit contoh nyata yang dialami perempuan
pascakeguguran. Kondisi-kondisi seperti itulah yang kemudian menyebabkan
perempuan yang mengalami keguguran menjadi stres, cemas, depresi, dan bahkan
melakukan percobaan bunuh diri. Oleh sebab itu, konseling merupakan langkah
yang sangat penting untuk mendukung psikologis dan emosional perempuan, serta
membantu perempuan sehat dan sejahtera.
2. Penatalaksanaan Medis
Memberikan pertolongan medis kepada seluruh perempuan yang mengalami
aborsi, baik aborsi yang belum tuntas, missed abortion (janin tidak berkembang),
dan aborsi tidak aman, baik aborsi tanpa disertai komplikasi maupun aborsi disertai
dengan komplikasi yang dapat membahayakan jiwa perempuan.
Penatalaksaan medis ini terutama untuk membersihkan sisa hasil konsepsi (produk
kehamilan) akibat keguguran yang belum tuntas. Adapun tindakannya harus
menggunakan metode yang aman.
WHO dan perkumpulan dokter spesialis kebidanan dan kandungan sedunia (FIGO)
dan Perkumpulan Obstetri Dan Ginekologi Indonesia (POGI) telah
merekomendasikan metode yang aman untuk melakukan pembersihan rahim dari
sisa hasil konsepsi akibat keguguran, baik keguguran tidak disengaja (aborsi alamiah)
maupun keguguran yang disengaja dengan cara yang tidak aman (aborsi tidak
aman) (Gilman Barber et al., 2014; FIGO; WHO Guideline).
Metode Kuret tajam yang biasa dikenal sebagai kuret sudah usang dan tidak lagi
direkomendasikan oleh WHO dan FIGO untuk evakuasi hasil konsepsi karena risiko
komplikasi prosedural yang mungkin muncul serta menimbulkan rasa nyeri yang
lebih besar dan menyebabkan Asherman’s syndrome atau perlukaan pada bagian
rahim (lihat Gambar 2).
Tindakan medis yang aman harus dilakukan oleh orang yang terampil, seperti dokter
dan bidan. Tindakan medis untuk membersihkan sisa hasil konsepsi yang aman ada
dua:
a. Tidakan dengan medikamentosa: Mengonsumsi obat dengan dosis dan cara yang
benar.
b. Tindakan dengan Aspirasi Vakum Manual (AVM): Menyedot sisa hasil konsepsi
(produk kehamilan) sampai bersih.
Tindakan dengan
Keterangan Tindakan dengan AVM
Medikamentosa
Kebanyakan perempuan
merasa lebih nyaman dengan
proses tindakan
medikamentosa ini.
Keberhasilan tindakan 95% berhasil sampai bersih 98% berhasil sampai bersih
Tindakan medikamentosa dan AVM sama-sama sangat efektif dan aman untuk
pembersihan sisa konsepsi pascakeguguran.
3. Pelayanan Kontrasepsi dan KB (Perencanaan Kehamilan)
Masa subur perempuan dapat langsung kembali pada delapan hari pascakeguguran.
Oleh karena itu, perempuan yang mengalami keguguran perlu segera mendapatkan
akses layanan kontrasepsi agar dapat merencanakan kehamilan selanjutnya.
Perencanaan kehamilan ini penting untuk memastikan pemulihan konsidi kesehatan
fisik maupun kesiapan psikologis dan emosional perempuan pascakeguguran.
Perlu diketahui, tidak semua rujukan selalu berhubungan dengan pertolongan medis.
Beberapa perempuan mengalami kasus kekerasan dalam rumah tangga, paksaan,
bahkan perkosaan. Perempuan yang diketahui mengalami keguguran akibat kekerasan
fisik, pemaksaan aborsi atau perkosaan membutuhkan rujukan ke unit terpadu yang
bertugas sebagai perlindungan anak dan perempuan terhadap kekerasan fisik dan
seksual. Pelayanan APK yang berpusat pada perempuan harus memiliki layanan rujukan
untuk kasus kekerasan fisik dan seksualitas perempuan.
Terdapat Dua Metode Evakuasi Sisa Konsepsi Yang Aman Dalam Asuhan Pascakeguguran
Sesuai Rekomendasi WHO, FIGO, dan POGI:
Keuntungan:
a. Non-invasif
b. Prosesnya lebih alamiah seperti menstruasi
c. Untuk manajemen nyeri dapat menggunakan ibuprofen yang diberikan per oral
d. Tidak membutuhkan rawat inap
Kerugian:
Tabel. Dosis Pemberian Medikamentosa (Misoprostol) untuk Evakuasi Hasil Konsepsi pada
Kasus Pascakeguguran
Pemberian obat antinyeri seperti ibuprofen, ketoprofen, atau golongan non-steroidal anti-
inflammatory drugs (NSAID) sangat direkomendasikan.
Tidak Dibutuhkan Misoprostol Dengan Dosis Yang Berbeda Atau Dosis Tambahan Pada Pasien
Dengan:
a. Obesitas
b. Kehamilan kembar
c. Usia dan/atau nullipara
d. Terdapat luka pascaoperasi (uterine scar)
e. Ibu sedang menyusui
f. Tidak diketahui riwayat: apakah ibu/perempuan telah mengkonsumsi misoprostol
sebelumnya sampai saat ini
Cara Pemberian Misoprostol
Per oral: Langsung diminum dengan air putih
Per sublingual: Obat diletakkan di bawah lidah, kemudian diisap sampai larut sempurna
selama 30 menit. Selama proses tersebut, perempuan/pasien tidak boleh minum atau
makan. Pasien/perempuan boleh mulai minum air putih jika setelah 30 menit obat masih
tersisa. Telan sisa obat seluruhnya bersama air putih.
AKDR (alat
Ditunda. AKDR baru dapat dipasang jika sisa hasil konsepsi
kontrasepsi
sudah benar-benar bersih.
dalam Rahim)
Sterilisasi
Sesegera mungkin setelah yakin bahwa sisa hasil konsepsi telah
(kontrasepsi
ekspulsi sempurna (bersih)
mantap)
Aspirasi Vakum Manual (AVM) adalah alat bantu untuk mengeluarkan isi uterus dengan
metode aspirasi vakum tanpa listrik. Metode aspirasi vakum merupakan sebuah metode
evakuasi hasil konsepsi dengan menggunakan kanula yang disambungkan ke sumber
vakum atau aspirator. Aspirator terdiri dari dua jenis, yaitu aspirator manual dan
elektrik (Ipas, 2020; World Health Organization, 2014; 2018; Kementerian Kesehatan RI,
2020).
Tatalaksana operatif
Tatalaksana operatif yang direkomendasikan untuk evakuasi hasil konsepsi yaitu berupa
aspirasi vakum. Kuretase tajam sebaiknya ditinggalkan karena risiko komplikasi
prosedural yang lebih besar, sehingga tidak lagi direkomendasikan oleh WHO dan FIGO.
Untuk evakuasi hasil konsepsi dengan tata laksana operatif kehamilan ukuran uterus di
bawah 13 minggu, dilakukan aspirasi vakum dengan aspirasi vakum manual (AVM).
Untuk ukuran uterus 13 minggu atau lebih, dilakukan dilatasi dan evakuasi (D&E), yaitu
prosedur evakuasi hasil konsepsi yang juga menggunakan aspirasi vakum manual,
namun lebih kompleks karena melibatkan persiapan serviks dan prosedur lainnya,
sehingga merupakan ranah dokter spesialis obstetri dan ginekologi yang telah terlatih.
Tingkat keberhasilan tata laksana operatif dengan aspirasi vakum adalah sekitar 98%.
a. SANGAT AMAN karena angka kejadian komplikasi berat dari penggunaan AVM
kurang dari 1%.
b. Tidak membutuhkan anestesi umum.
c. Cukup menggunakan anestesi lokal dengan blok parasevikal menggunakan lidokain
1% atau 2%. Selain itu, dapat ditambahkan dengan obat oral seperti ibuprofen,
ketoprofein, atau obat NSAID lainnya.
d. Jika ibu/perempuan mengalami kecemasan sebelum proses AVM, cukup diberikan
anxiolytic oral seperti diazepam dan lainnya.
e. Untuk antibiotik, cukup memberikan antibiotik profilaksis dengan dosis tunggal per
oral seperti doxisicline, metronidazole, atau azihtromicin.
f. Pasien tidak perlu dirawat inap karena singkatnya waktu perawatan.
g. Sangat nyaman dan lebih diterima oleh perempuan.
h. Tidak membutuhkan tenaga listrik.
i. Teknologi tepat guna yang dapat digunakan di daerah dengan keterbatasan sumber
listrik atau di daerah bencana.
j. Hemat biaya; tidak membutuhkan banyak sumber daya (tenaga kesehatan, alat
pendukung yang kompleks, obat-obatan yang sulit diakses), serta mengurangi biaya
perawatan.
k. Bisa dilakukan di klinik rawat jalan.
l. Durasi pelaksanaan sangat singkat sehingga praktis, murah, dan hemat waktu.
m. Rasa sakit yang ditimbulkan lebih sedikit.
n. Pasien kehilangan darah lebih sedikit dibanding penggunaan alat lain.
(Sumber: Bélanger et al., 1989; Smith et al., 1979; Borgatta dan Nickinovich, 1997; Wong
et al., 2002; Micks et al., 2012)
a. Kasus Pascakeguguran:
1) Incomplete
2) Missed abortion
b. Blighted ovum
c. Biopsi endometrium
d. Induksi aborsi aman
Evakuasi hasil konsepsi merupakan komponen penting yang dapat menyelamatkan jiwa
perempuan. Prosedur ini harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan
kompeten.
Menerapkan 3 Prinsip Utama: Universal Precaution, pertolongan terhadap ibu, baik dalam
keadaan darurat maupun tidak darurat, tetap diutamakan tanpa menunggu hasil tes
COVID-19, menerapkan prinsip-prinsip RMC.
1. Asuhan pasca keguguran pada pasien/klien yang tidak memiliki gejala klinis dan
masih menunggu konfirmasi hasil PCR/swab antigen atau tidak menjalani
pemeriksaan
a. Asuhan pascakeguguran dilakukan sesuai protokol, yaitu pedoman nasional APK
Komprehensif
b. Melakukan identifikasi, anamnesa, dan pemeriksaan sesuai standar
c. Menegakkan diagnosis
d. Memastikan kondisi ibu stabil/ tidak membutuhkan pertolongan pertama
e. Bidan melakukan rujukan
f. Sebelum merujuk, bidan berkoordinasi dengan rumah sakit rujukan untuk
melaporkan kondisi pasien/klien dan memastikan rumah sakit dapat menerima
pasien/klien tersebut
g. Bidan perlu memberikan informasi lengkap terkait kondisi pasien/klien, termasuk
tindakan atau terapi yang dibutuhkan
h. Proses konseling bisa dilakukan dengan tetap menjaga jarak dan mematuhi
protokol COVID-19 atau ditunda pascatindakan dan dilakukan melalui
telekonsultasi
i. Sebelum merujuk, bidan perlu berdiskusi dengan pasien/klien dan pendamping
j. Berikan klien/pasien dan pendamping waktu untuk menentukan pilihan
k. Mendampingi proses rujukan
2. Asuhan pasca keguguran pada pasien/klien yang menunjukkan gejala klinis dan/atau
hasil PCR/swab antigen positif
a. Asuhan pascakeguguran dilakukan sesuai protokol
b. Melakukan identifikasi, anamnesa, dan pemeriksaan sesuai standar
c. Menegakkan diagnosis
d. Pastikan kondisi ibu stabil/tidak membutuhkan pertolongan pertama
e. Bidan melakukan rujukan
f. Sebelum merujuk, bidan berkoordinasi dengan rumah sakit rujukan untuk
melaporkan kondisi pasien/klien dan memastikan rumah sakit dapat menerima
pasien/klien dengan COVID-19 tersebut
g. Bidan perlu memberikan informasi lengkap terkait kondisi pasien/klien, termasuk
tindakan atau terapi yang dibutuhkan
h. Proses konseling bisa ditunda pascatindakan dan dilakukan melalui telekonsultasi
3. Asuhan pasca keguguran pada pasien/klien yang menunjukkan gejala klinis dan/atau
hasil PCR/swab antigen positif, namun karena kondisi tertentu tidak dapat segera
dirujuk
Keadaan ini khusus untuk kasus kedaruratan, seperti abortus insipient dengan
perdarahan aktif.
Menerapkan 3 Prinsi Utama: Universal Precaution, pertolongan terhadap ibu, baik dalam
keadaan darurat maupun tidak darurat, tetap diutamakan tanpa menunggu hasil tes COVID-19,
menerapkan prinsip-prinsip RMC.
Dalam proses merujuk, perempuan wajib dirikan informasi lengkap dan pilihan. Meskipun RS
rujukan terbatas, bidan tetap harus menginformasikan dengan baik dan menjelaskan kepada
pasien/klien terkait keterbatasan RS rujukan. Selain itu, bidan harus mendampingi pasien hingga
serah terima dengan tim di RS rujukan. Hal ini merupakan bentuk implementasi prinsip RMC.
Komunikasikan rencana merujuk kepada pasien dan bilamana diperlukan disertai pendamping.
Bila situasi memungkinkan, tenaga kesehatan memberi kesempatan menjawab pertimbangan
dan pertanyaan pasien dan pendampingnya. Beberapa hal yang disampaikan meliputi:
1. Indikasi rujukan
2. Kondisi pasien
3. Rencana terkait prosedur teknis rujukan (termasuk moda transportasi dan kondisi
lingkungan dan cuaca menuju tujuan rujukan)
Informasi yang perlu dicatat oleh pusat pelayanan kesehatan yang akan menerima pasien:
1. Nama pasien
3. Indikasi rujukan
4. Kondisi pasien
Saat berkomunikasi lewat telepon, pastikan hal-hal tersebut telah dicatat dan diketahui oleh
tenaga kesehatan di pusat pelayanan kesehatan yang akan menerima pasien.
Lengkapi dan kirimlah berkas-berkas berikut (secara langsung ataupun elektronik) sesegera
mungkin:
1. Formulir rujukan pasien (minimal berisi identitas pasien, hasil pemeriksaan, diagnosis kerja,
terapi yang telah diberikan, tujuan rujukan serta nama dan tanda tangan tenaga kesehatan
yang memberi pelayanan)
Periksa kelengkapan alat dan perlengkapan yang akan digunakan untuk merujuk dengan
mempertimbangkan juga kemungkinan yang dapat terjadi selama transportasi.
Nilai kembali kondisi pasien sebelum merujuk, meliputi keadaan umum pasien, tanda vital (nadi,
tekanan darah, suhu, pernafasan), dan kondisi medis spesifik lainnya.
Catat dengan jelas semua hasil pemeriksaan berikut nama tenaga kesehatan dan jam
pemeriksaan terakhir. Untuk memudahkan dan meminimalkan risiko dalam perjalanan rujukan,
keperluan untuk merujuk ibu dapat diringkas menjadi BAKSOKU (Bidan/dokter, Alat, Keluarga,
Surat, Obat, Kendaraan, dan Uang) (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
RANGKUMAN
Modul 5 menjelaskan menjelaskan asuhan persalinan kala I-IV, nifas, pasca keguguran, bayi baru
lahir, dan neonatus komprehesif pada masa pandemi di Fasilitas Kesehatan/Tempat Praktik
Mandiri Bidan (TPMB) dengan pendekatan Respectful Midwifery Care (RMC).
Setelah mengikuti pelatihan Modul 5 ini, bidan diharapkan dapat menjalankan asuhan
kebidanan pada masa pandemi sesuai dengan protokol pencegahan COVID-19. Dengan
demikian, pelayanan kesehatan maternal dan reproduksi komprehensif yang merupakan salah
satu pelayanan esensial dapat selalu diakses oleh perempuan di Indonesia, termasuk pada masa
pandemi COVID-19.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bélanger, E., Melzack, R. dan Lauzon, P. (1989). Pain of First-Trimester Abortion: A Study of
Psychosocial and Medical Predictors. Pain, 36(3), pp.339-350.
2. Borgatta, L. dan Nickinovich, D. (1997). Pain during Early Abortion. Journal of Reproductive
Medicine, 42(5).
3. Finlay, J., Moucheraud, C., Goshev, S., Levira, F., Mrema, S., Canning, D., Masanja, H. dan
Yamin, A., 2015. The Effects of Maternal Mortality on Infant and Child Survival in Rural
Tanzania: A Cohort Study. Maternal and Child Health Journal, 19(11), pp.2393-2402.
4. Gilman Barber, A., Rhone, S. dan Fluker, M. (2014). Curettage and Asherman’s Syndrome—
Lessons to (Re-) Learn?. Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada, 36(11), pp.997-
1001.
5. Ipas. (2013). Woman-Centered Postabortion Care: Reference Manual. Edisi ke-2. [PDF]
Chapel Hill, NC: Ipas. <https://www.ipas.org/wp-content/uploads/2020/06/PACREFE13-
WomenCenteredPostabortionCareReferenceManual.pdf>.
6. Ipas. (2020). Clinical Updates in Reproductive Health. Castleman, L. dan Kapp, N. (Eds.).
Chapel Hill, NC: Ipas.
7. Kementerian Kesehatan RI. (2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan.
8. Kementerian Kesehatan RI. (2020). Pedoman Nasional Asuhan Pasca Keguguran yang
Komprehensif.
9. Mallada, P., Díaz-Gómez, N., Romero, M., Martín, L. dan Guiu, C. (2020). Impacto de la
pandemia de Covid-19 en la lactancia y cuidados al nacimiento. Importancia de recuperar
las buenas prácticas [The impact of Covid-19 pandemic on breastfeeding and birth care. The
importance of recovering good practices.]. Revista Española de Salud Pública, 94,
p.e202007083.
10. Micks, E., Edelman, A., Renner, R., Fu, R., Lambert, W., Bednarek, P., Nichols, M., Beckley,
E. dan Jensen, J. (2012). Hydrocodone–Acetaminophen for Pain Control in First-Trimester
Surgical Abortion. Obstetrics & Gynecology, 120(5), pp.1060-1069.
11. Munir, S. (2016). Bidan Praktik Mandiri Bersertifikasi Masih 35 Persen. [daring]
KOMPAS.com.
<https://regional.kompas.com/read/2016/08/08/06275201/bidan.praktik.mandiri.bersert
ifikasi.masih.35.persen#:~:text=UNGARAN%2C%20KOMPAS.com%20%2D%20Ikatan,terakr
editasi%20dan%20bersertifikat%20Bidan%20Delima>.
12. Smith, G., Stubblefield, P., Chirchirillo, L. dan McCarthy, M. (1979). Pain of First-Trimester
Abortion: Its Quantification and Relations with Other Variables. American Journal of
Obstetrics and Gynecology, 133(5), pp.489-498.
13. Wong, C., Ng, E., Ngai, S. dan Ho, P. (2002). A Randomized, Double Blind, Placebo-Controlled
Study to Investigate the Use of Conscious Sedation in Conjunction with Paracervical Block
for Reducing Pain in Termination of First Trimester Pregnancy by Suction
Evacuation. Human Reproduction, 17(5), pp.1222-1225.
14. World Health Organization. (2014). Clinical Practice Handbook for Safe Abortion. Geneva:
World Health Organization.
15. World Health Organization. (2018). Medical Management of Abortion. Geneva: World
Health Organization.
LAMPIRAN
1. Panduan Penugasan
Mata Pelatihan Inti 5
Manajemen pelayanan persalinan, pascapersalinan, nifas, bayi baru lahir, neonatal, dan
pascakeguguran pada masa pandemi COVID-19 untuk bidan
Tujuan
Peserta memahami teori-teori terbaru terkait patofisiolgi dan standar asuhan persalinan
normal, pascapersalinan, nifas, bayi baru lahir dan pascakeguguran.
Petunjuk/Langkah
1. Asuhan Persalinan Normal, Pascapersalinan, Nifas, Bayi Baru Lahir, Neonatus, dan
Pascakeguguran
2. Pedoman Nasional Pascakeguguran Komprehensif
3. Protokol COVID-19 untuk Pelayanan di FKTP, Khususnya TPMB
4. Protokol Persalinan, Nifas, Pascakeguguran, Bayi Baru Lahir, dan Neonatus pada
Masa Pandemi.
5. Pedoman Roda KLOP
6. Pedoman KB (4 corner stone WHO)
Waktu
90 Menit 2 JPL
Manajemen pelayanan persalinan, pascapersalinan, nifas, bayi baru lahir, neonatal, dan
pascakeguguran, serta rujukan pada masa pandemi COVID-19 untuk bidan
Tujuan
Peserta (bidan) mampu memberikan asuhan persalinan, pasca persalinan, nifas, bayi baru
lahir, neonatal, dan pascakeguguran, serta melakukan rujukan pada masa pandemi sesuai
dengan protokol COVID-19.
Petunjuk/Langkah
Setiap kasus saling terintegrasi; 1 kasus merepresentasikan 4 topik dalam Modul 5 ini. Oleh
sebab itu, fasilitator/pelatih perlu memberikan pertanyaan pemantik untuk memastikan
peserta dapat menatalaksana kasus sesuai dengan protokol asuhan kebidanan (respectful
midwifery care).
Jika teknologi atau keadaan tidak mendukung, maka fasilitator dan co-fasilitator dapat
menyampaikan dengan membacakan kasus atau menayangkan dengan PowerPoint
secara bertahap..
8. Beri waktu kepada kelompok untuk mendiskusikan kasus tersebut dan membuat
PowerPoint untuk presentasi kasus.
9. Presentasi kasus menggunakan PowerPoint. Satu kasus harus dapat mencakup 3–4
topik besar sesuai materi dalam modul ini. Setiap topik wajib dipresentasikan oleh
anggota kelompok yang berbeda.
10. Fasilitator melakukan observasi dan mendengarkan proses diskusi kelompok.
11. Jika terdapat kebingungan atau diskusi mulai tidak terarah, fasilitator perlu
memberikan pertanyaan stimulus untuk mengembalikan diskusi agar lebih terarah.
12. Berikut adalah poin-poin pertanyaan pemantik yang dapat ditanyakan:
a. Apa saja prinsip utama dalam menerima pasien/klien?
b. Apa protokol (standar) tata laksana medis?
c. Bagaimana komponen asuhan kebidanan (respectful midwifery care) pada setiap
tahapan tata laksana?
d. Bagaimana tindakan lanjutan dan proses kontrol rutin untuk klien/pasien?
e. Bagaimana mekanisme rujukan? Apa hal utama dan pertama yang harus dilakukan
sebelum merujuk?
f. Bagaimana gambaran proses asuhan dengan telemedicine/telekonsultasi?
Waktu
135 Menit (3 JPL)
SKENARIO KASUS
KASUS 1
❖ Pasien/klien tidak ada gejala klinis dan masih menunggu hasil PCR/swab antigen, atau
tidak dilakukan pemeriksaan
Alur cerita Ny. N usia 27 tahun, G1P0A0 hamil 39 minggu. Ibu mengatakan
mulas-mulas sejak kemarin malam. Kemudian, pagi ini setelah
mandi sekitar jam 07.30 keluar vlek darah. Karena ketakutan
tertular COVID-19, maka ibu dan suami memutuskan untuk
menunda ke TPMB. Menurut ibu dan suami, hal ini dilakukan
supaya tidak berlama-lama di TPMB.
Hasil pemeriksaan:
Informasi tambahan Ibu dan suami tidak pernah melakukan pemeriksaan status
COVID-19.
Bayi:
Alur cerita Ny. T usia 40 tahun, G4P2A1 hamil 38 minggu 5 hari. Ibu mengatakan
mulai merasakan mulas-mulas saat makan siang. Ibu langsung datang ke
TPMB saat merasakan mulas-mulas sesuai hasil konsultasi via telepon.
Ibu mengatakan 2 hari yang lalu sempat demam. Hari ini demam
menurun, tetapi ibu tidak dapat mencium bau dan tidak dapat merasakan
makanan.
Hasil pemeriksaan:
Ibu terlihat berkeringat. Ada batuk dan flu. Suhu 38°C. TFU 31 cm, teraba
lurus seperti papan pada bagian kanan perut ibu, kepala janin sudah
masuk PAP, BJJ 152 x/menit, teratur.
VT: Pembukaan 3 cm, portio tebal lunak, selaput ketuban teraba dan
masih utuh, teraba keras, kepala di hodge 2.
Informasi 1. Ibu merasa sangat ketakutan dan cemas karena kondisi dirinya.
tambahan 2. Ibu kontrol rutin dengan bidan. Selama pandemi, ibu rajin control
dengan konsultasi via telepon dan aplikasi WhatsApp.
Alur cerita nifas Ibu: Nifas hari ke-3 ibu mengabarkan bidan bahwa bayinya sudah lahir
dan neonatus dengan selamat, laki-laki dan sehat. Ibu menjalani perawatan
pascapersalinan dan COVID-19.
Ibu mengatakan pada bidan bahwa dirinya sedih karena tidak dapat
menyusui.
Ibu meminta izin untuk konsultasi dengan bidan (TPMB) selama dirawat
di RS.
● Menyusui
● Perawatan bayi
● Kontrasepsi
● Imunisasi bayi
Alur cerita Ny. Z usia 37 tahun, G4P2A1 hamil 40 minggu 1 hari. Datang dengan mulas-
mulas hebat dan sering. Ibu mengatakan tidak kuat.
Suami mengatakan bahwa sejak kemaren tidak dapat mencium bau dan
tidak dapat merasakan rasa makanan. Dan saat ini suami pun sedang
merasa tidak enak badan seperti mau flu.
Hasil pemeriksaan:
Ibu terlihat kesakitan dan berkeringat. Ada batuk dan flu. Suhu 38,5°C. TFU
33 cm, teraba lurus seperti papan pada bagian kanan perut ibu, kepala janin
sudah masuk PAP, BJJ 150 x/menit, teratur.
Saat akan dilakukan VT ketuban pecah berwarna putih keruh, pembukaan
9 cm, kepala di Hodge 3+.
Alur cerita Ibu: Nifas hari ke-28 ibu menghubungi bidan bahwa keadaannya sudah
nifas dan sehat dan sudah pulang ke rumah. Hasil PCR ibu dan suami negatif (-).
neonatus Namun, ibu membutuhkan informasi terkait:
● Menyusui
● Perawatan bayi
● Kontrasepsi
● Imunisasi bayi
● Tindik bayi
Bayi: Kondisi baik. Belajar menyusui.
Hasil swab ibu pada nifas hari ke-28 dinyatakan negatif.
Arahan untuk 1. Kasus 3 adalah kasus waspada penuh!
fasilitator/ 2. Fasilitator perlu menekankan bahwa kasus 3 ini sebaiknya dihindari
pelatih dengan melakukan pencegahan dan skrining ketat.
3. Tanyakan kepada kelompok bagaimana tanggapan mereka terhadap
kasus 3 ini (pastikan kelompok dan peserta sadar bahwa kasus 3 ini
merupakan waspada penuh dan sebisa mungkin dalam ANC melakukan
skrining ketat agar tidak terjadi kasus 3 di PMB, kecuali pasien tidak
pernah melakukan pemeriksaan sama sekali di PMB.
4. Beberapa informasi perlu ditambahkan oleh fasilitator/pelatih
5. Fasilitator/pelatih perlu memastikan sinkronisasi antara hasil
anamnesa dan keseluruhan pemeriksaan serta diagnose dan tata
laksana.
6. Fasilitator/pelatih perlu memastikan kelanjutan dan sinkronisasi
asuhan pascapersalinan dan bayi baru lahir.
7. Fasilitator perlu memberikan pertanyaan pemantik terkait kebutuhan
rujukan atau pemeriksaan COVID-19 untuk ibu, suami dan bayi.
8. Fasilitator/pelatih perlu memastikan kelanjutan dan sinkronisasi
asuhan masa nifas dan neotatus sesuai standar.
9. Fasilitator/pelatih perlu memastikan poin-poin penting dilakukan oleh
peserta pelatihan seperti:
a. Prinsip utama seperti universal precaution dan RMC
b. Penapisan COVID-19
c. Protokol asuhan yang sesuai dengan standar
d. Kebutuhan akan rujukan atau pemeriksaan pendukung untuk
status COVID-19
e. Kontrol rutin dengan mempertimbangkan melalui telekonsultasi
atau telemedicine, jika keadaan ibu dan bayi baik
f. Informasi penting terkait pencegahan COVID-19 pada keluarga inti
(ibu, suami, bayi yang baru dilahirkan, dan tambahan kakak)
10. Pastikan menerapkan protokol COVID-19 dan sterilisasi ruangan
pascapasien dirujuk.
11. Pastikan bidan melakukan koordinasi dan kolaborasi dari awal dengan
RS/FKRTL rujukan melalui telekonsultasi, sehingga proses rujukan
dapat berjalan dengan lancar.
12. Fasilitator perlu memastikan adanya perencanaan pemeriksaan rutin
kepada tim bidan di TPMB, minimal tes antigen.
KASUS 4:
❖ Pasien/klien menunjukkan tidak ada gejala dan belum sempat periksa antigen/PCR, namun
kondisi pasien/klien sangat tidak memungkinkan untuk dirujuk
Alur cerita Ny. C usia 35 tahun, G4P3A0. Datang dengan mules-mules serta
perdarahan banyak dan aktif.
Hasil pemeriksaan:
Inspekulo:
Informasi tambahan ⇒ Minggu lalu ibu sempat USG dengan dokter di RS, usia
kehamilan tepat seminggu lalu 9 minggu.
⇒ Kehamilan ini tidak direncakan, ibu tidak tidak menambah anak
lagi
⇒ Jarak dari TPMB ke RS 30 menit.
⇒ Ibu dan keluarga takut ke RS
❖ Diagnosa awal:
G1P0A0 hamil 39 minggu inpartu Kala I fase aktif. Janin Tunggal
Hidup Intra Uterin
❖ Diagnosa Bayi:
BBL SMK, LBK, bugar
❖ Diagnosa Nifas:
- Ibu nifas hari ke 6 dengan putting lecet
- Ibu nifas hari ke 14
❖ Diagnosa neonatal:
- Neonatal sehat dengan ASI eksklusif
3. Asuhan kebidanan Kasus 1:
Poin kritis:
-
Memperlakukan pasien dengan hormat
-
Memenuhi kebutuhan pasien
-
Memberikan pilihan
-
Mendengarkan keinginan atau keluhan yang dirasakan
oleh pasien
- Tidak menstikma
- Tidak diskriminatif
- Tidak menghakimi pasien
- Memberikan pertolongan sesuai standar kepada pasien
dalam kondisi apapun, tanpa menunggu hasil
pemeriksaan covid-19
2. Diagnosa Kasus 2:
❖ Diagnosa awal:
G4P2A1 hamil 38 minggu inpartu Kala I fase laten dengan
tanda gejala covid-19 Janin Tunggal Hidup Intra Uterin
4. Asuhan Nifas:
Kritikal poin:
1) Melakukan telekonsultasi
2) Nifas hari-3: dukungan psikososial dan memberikan informasi
terkait untuk pasien/klien, khususnya memerah ASI.
3) Nifas ke-14: Memberikan informasi terkait persiapan
menyusui.
4) Nifas hari ke-40:
- Memberikan informasi menyusui, perawatan bayi,
kontrasepsi, dan jadwal imunisasi bayi.
❖ Diagnosa awal:
G4P2A1 hamil 40 minggu inpartu Kala I fase dilatasi maksimal
dengan gejala covid-19. Janin Tunggal Hidup Intra Uterin
❖ Diagnosa Bayi:
BBL SMK, LBK, bugar
❖ Diagnosa Nifas:
- Ibu nifas hari ke 6 dengan putting lecet
- Ibu nifas hari ke 14
❖ Diagnosa neonatal:
- Neonatal sehat dengan ASI eksklusif
3. Asuhan kebidanan Kasus 1:
Kritikal poin:
❖ Diagnosa awal:
G4P3A0 hamil 9 minggu dengan abortus insipient.
Asuhan kebidanan Kasus 4:
1 2 3 4 5 6
1
2
3
4
5
6
7
8
Keterangan:
Dilakukan score = 1
Tidak dilakukan score = 0
Aspek 1: adalah aspek wajib. Jika peserta tidak berkontribusi dalam diskusi kelompok kecil
maupun kelompok besar, maka harus diberi tugas berupa rangkuman diskusi kelompok sesuai
dengan kasus yang diberikan. Wajib dikumpulkan dalam 24 jam pasca sesi pelatihan.
TIM KONTRIBUTOR