Anda di halaman 1dari 7

PENEGAKAN HUKUM DAN

PENINDAKAN HUKUM DI
INDONESIA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
NAMA KELOMPOK : - BELLA FEBI KARTIKA

-VIRA AULLIA
-DWI PUTRI AYU
-SHAFA NABILA
-MUHAMMAD VERY
-FEBRI DAHAYANTI
-WAHYU NIDA PUTRI
Kelas : XII-IPA 3

SMA ISTIQLAL DELITUA


TP.2022/2023
Begini Kronologi Kasus Setya Novanto
, Jakarta - Sengkarut kasus proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) dengan
tersangka Setya Novanto terbilang cukup panjang. Setya ditetapkan sebagai tersangka kasus
dugaan korupsi e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 17 Juli 2017. Namun
status tersangka atas dirinya tidak berlangsung lama.
Pada 29 September 2017, status tersangka itu dibatalkan hakim praperadilan Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan Cepi Iskandar. Setya Novanto memenangkan sidang praperadilan dan
putusan hakim menyatakan status tersangka atas dirinya tidak sah.
Tidak selesai di sana, KPK melakukan penyelidikan baru untuk pengembangan perkara e-
KTP edalam proses penyelidikan ini hingga akhirnya menetapkan kembali Setya Novanto
sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP pada 10 November 2017. Setya pun kembali
menggugat keabsahan status tersangka atas dirinya untuk kali kedua.
Pada Rabu, 13 Desember 2017, sidang putusan praperadilan Setya akan digelar. Sidang itu
berpacu dengan sidang perdana pokok perkara Setya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
juga akan digelar di hari yang sama. Ketika hakim mengetok palu memulai sidang perdana
pokok perkara Setya, otomatis sidang praperadilan pun gugur. Berikut perjalanan kasus Setya
Novanto:
17 Juli 2017
KPK mengumumkan penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan e-
KTP. Pengadaan proyek itu terjadi pada kurun waktu 2011-2012, saat Setya menjabat Ketua
Fraksi Partai Golkar di DPR. Ia diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp
5,9 triliun agar disetujui anggota DPR. Selain itu, Novanto diduga telah mengondisikan
pemenang lelang dalam proyek e-KTP. Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi
Narogong, Setya diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.
18 Juli 2017
Setya Novanto menggelar jumpa pers menanggapi penetapannya sebagai tersangka. Setya
mengaku akan mengikuti proses hukum yang berjalan. Namun ia menolak mundur dari Ketua
DPR ataupun Ketua Umum Partai Golkar.
22 Juli 2017
Setya Novanto hadir dalam satu acara dengan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali dalam sidang
terbuka disertasi politikus Partai Golkar Adies Kadir di Universitas 17 Agustus 1945, Surabaya.
Ketua Generasi Muda Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia meyakini kesempatan ini digunakan
Setya Novanto untuk melobi Hatta Ali untuk menenangkannya di praperadilan. Namun, Hatta
menegaskan kehadirannya murni sebagai penguji. Golkar memecat Doli Kurnia atas
tudingannya ini.
4 September 2017
Setelah lebih dari sebulan berstatus tersangka, Setya Novanto resmi mendaftarkan gugatan
praperadilan terhadap KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan terdaftar dalam
nomor 97/Pid.Prap/2017/PN Jak.Sel. Setya meminta penetapan statusnya sebagai tersangka
oleh KPK dibatalkan.
11 September 2017
KPK memanggil Setya Novanto untuk diperiksa sebagai tersangka. Namun, Setya tidak hadir
dengan alasan sakit. Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham bersama tim kuasa
hukum Setya mengantarkan surat dari dokter ke KPK. Menurut Idrus, Novanto saat itu masih
menjalani perawatan di RS Siloam, Semanggi, Jakarta. Hasil pemeriksaan medis, gula darah
Setya naik setelah melakukan olahraga pada Ahad, 10 September 2017.
12 September 2017
Setya Novanto mengirimkan surat ke KPK melalui Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Setya meminta
KPK menunda proses penyidikan terhadap dirinya sampai putusan praperadilan keluar. Surat
itu sempat menuai protes karena dikirim menggunakan kop DPR. Namun, KPK menilai proses
praperadilan adalah hal yang terpisah dari proses penyidikan. Karena itu, KPK tetap akan
menjadwalkan pemeriksaan Setya Novanto sebagai tersangka.
18 September 2017
KPK kembali memanggil Setya Novanto untuk diperiksa sebagai tersangka. Namun, lagi-lagi
Setya tidak hadir karena sakit, bahkan hingga menjalani kateterisasi jantung di Rumah Sakit
Premier Jatinegara, Jakarta Timur.
22 September 2017
Hakim Cepi menolak eksepsi yang diajukan KPK dalam praperadilan Setya Novanto. KPK
menganggap keberatan Setya soal status penyelidik dan penyidik KPK adalah keliru. Kepala
Biro Hukum KPK Setiadi menilai, pengacara Setya sebaiknya mempermasalahkan status
penyelidik dan penyidik melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, bukan praperadilan. Namun,
Hakim Cepi tak sependapat dengan Setiadi. Menurut dia, status penyidik dan penyelidik KPK
yang dipersoalkan pihak Setya bukan merupakan sengketa kepegawaian tata usaha negara.
25 September 2017
Partai Golkar menggelar rapat pleno yang menghasilkan keputusan agar Setya Novanto non-
aktif dari posisi Ketua Umum Golkar. Internal Partai Golkar mulai bergejolak dengan kondisi
Setya yang berstatus tersangka KPK dan tengah sakit.
26 September 2017
Sidang praperadilan Setya Novanto kembali berlanjut. Pihak Setya mengajukan bukti tambahan
berupa laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari BPK terhadap KPK pada tahun 2016. LHP itu
terkait pengangkatan penyidik di KPK. Namun KPK keberatan dengan bukti itu karena
didapatkan dari Pansus Angket terhadap KPK di DPR.
27 September 2017
Hakim Cepi menolak permintaan KPK untuk memutar rekaman di persidangan. Padahal, KPK
yakin rekaman tersebut bisa menunjukkan bukti kuat mengenai keterlibatan Setya Novanto
dalam proyek e-KTP.
29 September 2017
Setelah menjalani serangkaian sidang, hakim tunggal Cepi Iskandar mengabulkan sebagian
permohonan Setya. Penetapan Setya sebagai tersangka oleh KPK dianggap tidak sah alias
batal. Hakim juga meminta KPK untuk menghentikan penyidikan terhadap Setya. Hakim Cepi
beralasan, penetapan tersangka Setya Novanto tidak sah karena dilakukan di awal penyidikan,
bukan di akhir penyidikan. Hakim juga mempermasalahkan alat bukti yang digunakan KPK
untuk menjerat Setya Novanto. Sebab, alat bukti itu sudah digunakan dalam penyidikan
terhadap Irman dan Sugiharto, dua pejabat Kementerian Dalam Negeri yang sudah divonis di
pengadilan.
5 Oktober 2017
KPK melakukan penyelidikan baru untuk pengembangan perkara e-KTP, dalam proses
penyelidikan KPK meminta keterangan sejumlah pihak dan mengumpulkan bukti relevan.
Dalam proses penyelidikan, Setya Novanto dua kali tidak hadir untuk dimintai keterangan, yakni
pada 13 dan 18 Oktober 2017 dengan alasan sedang ada tugas kedinasan.
31 Oktober 2017
KPK menerbitkan sprindik atas nama tersangka Setya Novanto. Di perkara ini, Setya
Novanto disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun
2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
3 November 2017
KPK mengantarkan surat perintah dimulainya penyidikan ke rumah Setya Novanto di Jalan
Wijaya 13, Melawai, Kebayoran Baru.
10 November 2017
KPK kembali menetapkan Setya Novanto menjadi tersangka e-KTP. Pengumuman penetapan
tersebut disampaikan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung KPK di kawasan Kuningan
Jakarta. Sebagai pemenuhan hal tersangka, KPK mengantarkan Surat Pemberitahuan
Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada yang bersangkutan ke kediaman Setya.
15 November 2017
KPK menjemput paksa Setya Novanto karena sudah tiga kali mangkir saat dipanggil KPK untuk
dimintai keterangan. Enam pegawai KPK menyambangi Setya Novanto di kediamannya, Jalan
Wijaya XIII Nomor 19, Melawai, Jakarta Selatan pada Rabu malam, 15 November 2017. Para
penyidik menggeledah rumah Setya hingga dinihari. Namun Setya tidak ada di rumah dan tidak
diketahui keberadaannya hingga ditetapkan sebagai daftar pencarian orang (DPO).
16 November 2017
Setya Novanto dilarikan ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau setelah mobil yang dia
tumpangi mengalami kecelakaan tunggal di daerah Permata Hijau, Jakarta Barat.

17 November 2017
Komisi Pemberantasan Korupsi KPK menahan Setya Novanto sebagai tersangka e-KTP.
Namun, karena sakit, Setya dibantarkan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
20 November 2017
Setya Novanto menjalani pemeriksaan perdana selaku tersangka dan tahanan kasus dugaan
korupsi e-KTP di Gedung KPK, usai dijemput dari RSCM.
5 Desember 2017
KPK menyatakan berkas perkara tersangka kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP Setya
Novanto telah P21 atau lengkap untuk dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
6 Desember 2017
Berkas kasus e-KTP dengan tersangka Setya Novanto dilimpahkan jaksa KPK ke Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Berkas tersebut berupa dakwaan
dan berita acara pemeriksaan dalam enam buku. Tingginya mencapai 1 meter.
7 Desember 2017
Sidang perdana praperadilan Setya Novanto digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
8 Desember 2017
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang lanjutan gugatan praperadilan
Setya Novanto terhadap KPK dengan agenda mendengarkan jawaban dari KPK serta
penyerahan barang bukti surat, dan mendengarkan keterangan saksi dari pihak Setya. Di hari
yang sama, dua pengacara Setya Novanto, Otto Hasibuan dan Fredrich Yunadi, memutuskan
untuk mengundurkan diri sebagai kuasa hukum tersangka kasus dugaan korupsi KTP elektronik
tersebut.
11 Desember 2017
Sidang lanjutan praperadilan Setya Novanto dengan agenda mendengarkan keterangan saksi
digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
13 Desember 2017
Sidang putusan praperadilan Setya Novanto akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan. Di hari yang sama sidang perdana pokok perkara Setya juga akan digelar di
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Hakim tunggal praperadilan Setya Novanto, Kusno
mengatakan gugatan Setya dinyatakan gugur saat hakim mulai memeriksa pokok perkara
kasus e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
Setya Novanto dihukum 15 tahun, denda
Rp 500 juta, dicabut hak politik 5 tahun

SUMBER GAMBAR,BAY ISMOYO/AFP/GETTY IMAGES


Hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) menyatakan Setya Novanto
terbukti bersalah dalam kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara lebih dari
Rp2,3 triliun.
Pengacara mengatakan putusan itu keliru, kendati Setya Novanto sendiri tidak
langsung menyatakan banding melainkan 'pikir-pikir.'
Mantan Ketua DPR dan Ketua Umum Golkar itu dijatuhi hukuman 15 tahun penjara,
denda Rp 500 juta, dan dicabut hak politiknya selama lima tahun.
"Terdakwa juga dihukum membayar uang pengganti sebesar US$7,3 juta dikurangi Rp5
miliar yang sudah dititipkan kepada penyidik KPK," kata Ketua Majelis Hakim, Yanto,
Selasa (24/04), seperti dilaporkan wartawan BBC Abraham Utama dari persidangan.

 Sidang korupsi E-KTP: Setya Novanto minta hakim mencairkan aset-asetnya 'karena
banyak tanggungan'
 Kasus E-KTP: Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara, denda, dan pencabutan hak
politik lima tahun
 Setya Novanto: Puan Maharani dan Pramono Anung 'terima US$500.000', PDIP
membantah

Hukuman penjara yang dijatuhkan, sedikit lebih ringan dibandingkan tuntutan yang
diajukan jaksa penuntut umum, yaitu penjara 16 tahun.
Uang pengganti yang harus dibayarkan, US$7,3 juta dalam kurs terbaru setara dengan
lebih dari 101 miliar. Jika Setya tak membayar uang pengganti itu, kata Ketua Majelis
Hakim, Yanto, harta benda Setya akan disita untuk memenuhi hukuman itu. Yanto
berkata, kalaupun harta Setya tidak cukup, mantan Ketua DPR itu harus menjalani
pidana penjara tambahan selama dua tahun.
Adapun pencabutan hak politik Setya selama lima tahun, artinya selama lima tahun
sejak menyelesaikan masa hukumannya di penjara nanti, Setya Novanto tidak boleh
memilih atau dipilih atau menduduki jabatan publik.
R GAMBAR,BAY
ISMOYO/AFP/GETTY IMAGES

Akhir dari Podcast


Ditanya hakim tentang sikapnya atas putusan itu, Setya Novanto kemudian berunding
dengan pengacaranya yang dipimpin Maqdir Ismail, dan kemudian menyatakan, "Saya
akan berbicara lebih dahulu dengan keluarga saya, dan karenanya saya minta diberi
waktu untuk pikir-pikir dulu," katanya.
Namun kuasa hukumnya, Firman Jaya, menyebut bahwa pengajuan banding sekadar
soal waktu saja. Menurutnya, saat ini Novanto tengah berembuk bersama istri dan
anaknya terkait upaya hukum berikutnya.
"Sebenarnya Pak Novanto bisa saja langsung menyatakan banding, tapi tidak arif kalau
dia tidak mendengar putra-putrinya," tutur Firman.
Menurut Firman, vonis terhadap kliennya didasarkan pada sejumlah pertimbangan yang
tidak tepat. Karenanya Setnov, panggilan populer mantan politikus ini, memilik dasar
yang kuat untuk mengajukan banding.
"Hakim salah satunya menyebut tidak tercapainya target Sucofindo. Itu kan di luar
kompetensi Novanto, tapi malah dibebankan kepadanya," ujar Firman.

 Setya Novanto dan media sosial: dari status tersangka hingga ditahan KPK
 Setya Novanto 'hilang', tagar #IndonesiaMencariPapah pun terbilang
 'Dimana benjolnya?' Reaksi warganet terhadap 'drama Setnov': dari bakpao sampai
tiang listrik

Merujuk pembuktian di persidangan, majelis hakim menyatakan perbuatan Setya


memenuhi unsur menguntungkan atau memperkaya diri sendiri dan orang lain atau
korporasi.
Tindakan Setya dalam proyek KTP elektronik itu juga disebut memenuhi unsur
menyalahgunakan jabatan dan unsur merugikan keuangan negara.
Majelis hakim menyatakan, Setya secara bersama-sama melakukan korupsi seperti
dinyatakan jaksa dalam dakwaan kedua.
BAR,BAY ISMOYO/AFP/GETTY IMAGES
Sebelumnya, dalam kasus yang sama, Pengadilan Tipikor juga telah menjatuhkan vonis
bersalah pada dua eks pejabat Kementerian Dalam Negeri, yaitu Irman dan
Sugiharto.Pengusaha Andi Narogong juga dijatuhi hukuman penjara karena dinyatakan
terlibat patgulipat proyek e-KTP.
Mantan ketua umum Golkar ini dianggap memiliki pengaruh untuk meloloskan jumlah
anggaran KTP Elektronik ketika dibahas di Komisi II DPR RI pada 2011-2012.
Dalam pembelaannya di sidang terdahulu (13/4), baik pembelaan pribadi maupun
pembelaan hukum dari tim pengacara, ia menyatakan diri tidak bersalah, dan
membantah semua dakwaan.
SUMBER GAMBAR,BAY ISMOYO/AFP/GETTY IMAGES
Setya Novanto waktu itu mengaku bertemu sejumlah pengusaha terkait E-KTP,
termasuk Andy Narogong dan Johanes Marliem yang kemudian tewas di Amerika.
Pertemuan pertama berlangsung di sebuah hotel, disusul beberapa pertemuan lain di
rumahnya. Namun ia mengaku tak pernah menindak-lanjuti permintaan mereka untuk
mempengaruhi pengambilan keputusan di DPR terkait proyek e-KTP. Ia mengaku
merasa dijebak dalam kasus itu.
Bahwa ia mengembalikan uang sebesar Rp5 miliar ke KPK, katanya, itu sebagai
tangung jawab atas perbuatan keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi, yang
menerima uang Rp5 miliar dari Andi Narogong dan sebagian diserahkan kepada
sejumlah anggota Komisi II DPR.

Anda mungkin juga menyukai