Anda di halaman 1dari 5

Nama : Fatmawaty Thalib

Nim : 1011419027

Kelas/MK : A / Hukum Acara Tindak Pidana Korupsi

ANALISIS KASUS KORUPSI SETYA NOVANTO

A. Posisi Kasus

Setya Novanto adalah seorang yang dinyatakan sebagai pelaku yang


menyalahgunakan pengadaan dana E-KTP yang ditaksir Rp.2.3 triliun.
Setya sempat lolos dari penetapan tersangka kasus korupsi E-
KTP setelah memenangkan sidang Praperadilan di Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan pada 29 September 2017. Namun, KPK kembali
menetapkannya sebagai tersangka untuk kasus yang sama pada 10
November 2017. 17 Juli 20171

4 September 2017 Setya Novanto mendaftarkan gugatan praperadilan


terhadap KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Setya meminta
penetapan statusnya sebagai tersangka dibatalkan.
29 September 2017 Setelah menjalani serangkaian sidang praperadilan,
hakim tunggal Cepi Iskandar mengabulkan sebagian permohonan Setya.
Penetapan tersangka Setya dianggap tidak sah alias batal. Hakim
meminta KPK untuk menghentikan penyidikan terhadap Setya.
10 November 2017 KPK kembali mengumumkan menetapkan Setya
Novanto menjadi tersangka e-KTP. Setya kembali mengajukan

1
Andika Prasetya Sinaga, “Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Pelaku
Tindak Pidana Korupsi Yang Mengembalikan Kerugian Keuangan Negara ( Studi Kasus Di
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang),” Journal of Chemical Information and Modeling 53,
no. 9 (2013): 1689–99, http://repository.unika.ac.id/20309/2/15.C1.0115 ANDIKA PRASETIA
SINAGA %286.36%29..pdf BAB I.pdf.
praperadilan untuk menuntut hal yang sama, pembatalan status
tersangka.
15 November 2017 KPK menjemput paksa Setya karena sudah tiga kali
mangkir dari pemeriksaan. Enam pegawai KPK menyambangi Setya di
kediamannya, Jalan Wijaya XIII Nomor 19, Melawai, Jakarta Selatan
pada Rabu malam, 15 November 2017. Namun, penyidik tidak
menemukannya. KPK kemudian memasukkan Setya dalam daftar
pencarian orang (DPO).
16 November 2017 Setya dilarikan ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau
setelah mobil yang dia tumpangi mengalami kecelakaan tunggal di
daerah Permata Hijau, Jakarta Barat. Kecelakaan itu berbuntut proses
hukum. Pengacara Setya saat itu, Fredrich Yunadi dan dokter RS Medika
Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK
atas dugaan merintangi penyidikan, 10 Januari 2018. Fredrich dan
Bimanesh diduga memaninipulasi data medis kecelakaan Setya untuk
menghindarkan dari pemeriksaan KPK.
17 November 2017 KPK menahan Setya sebagai tersangka e-KTP. Belum
diperiksa penyidik, Setya kemudian mengaku sakit, hingga diantarkan ke
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
5 Desember 2017 Berkas perkara Setya dinyatakan telah P21 atau
lengkap. Esoknya, berkas berupa dakwaan dan berita acara pemeriksaan
dalam enam buku dengan tinggi mencapai 1 meter itu dilimpahkan ke
pengadilan oleh KPK.
7 Desember 2017 Sidang praperadilan jilid II Setya Novanto digelar di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
13 Desember 2017 Sidang putusan praperadilan Setya Novanto digelar di
Pengadilan Jakarta Selatan. Di hari yang sama, sidang perdana pokok
perkara Setya juga digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Hakim
tunggal sidang praperadilan Setya, Kusno memutuskan gugatan Setya
gugur saat sidang pokok perkara kasus  e-KTP dimulai. Di sidang perdana
pokok perkara, Jaksa mendakwa Setya telah memperkaya diri dengan
menerima aliran dana e-KTP sebesar US$ 7,3 juta. Dalam sidang pokok
perkara itu, Setya beberapa kali diam ketika ditanya oleh hakim. Dia
mengaku diare dan tak diberi obat oleh dokter. Pernyataan Setya
kemudian dibantah oleh jaksa Irene Putri.
20 Desember 2017 Dalam sidang eksepsi, kuasa hukum Setya menilai
dakwaan oleh jaksa tidak cermat. Salah satunya terkait jumlah nilai
kerugian negara. Selain itu, kuasa hukum juga mempermasalahkan
hilangnya sejumlah nama penerima korupsi e-KTP.
4 Januari 2018 Majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi menolak
eksepsi atau keberatan Setya. Hakim menilai materi dakwaan jaksa
terhadap Setya telah memenuhi syarat formil dan materiil.
25 Januari 2018 Dalam sidang agenda pemeriksaan saksi, jaksa
menghadirkan Mirwan Amir, mantan anggota DPR dari Partai Demokrat
periode 2009-2014. Dalam kesaksiannya, Mirwan menyebut nama
mantan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
setelah dicecar beberapa pertanyaan oleh pengacara Setya, Firman
Wijaya. Beberapa hari setelah itu, Partai Demokrat melaporkan Firman
dengan tuduhan mencemarkan nama baik SBY. Pengacara Partai
Demokrat, Ardy Mbalembout mempermasalahkan pernyataan Firman
pasca-sidang kepada awak media. Dia juga menyebut pertanyaan dan
jawaban dari Firman dan Amir dalam persidangan sebagai fitnah.
5 Februari 2018 Sebelum menjalani sidang lanjutan, Setya membuka
buku catatannya yang bersampul hitam. Awak media melihat salah satu
halaman di buku itu tertulis nama Nazaruddin dan Edi Baskoro
Yudhoyono atau Ibas.
22 Maret 2018 Setya menangis saat memberi keterangan dalam lanjutan
sidang. Sambil terisak dan menundukkan kepala, Setya meminta maaf
kepada seluruh rakyat Indonesia atas perbuatannya. Walau menyesal,
Setya tak mengaku melakukan korupsi. Dia mengatakan jabatannya
sebagai Ketua DPR saat itu, telah dimanfaatkan para pengusaha untuk
memperkaya diri. Setya pun resmi mengajukan diri sebagai Justice
Collaborator  (JC) di persidangan. Dalam pengakuannya, Setya
mengatakan ada aliran dana yang diterima oleh politikus Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yakni Puan Maharani dan
Pramono Anung. Masing-masing di antaranya menerima US$ 500 ribu.
29 Maret 2018 Setelah melalui beberapa sidang pemeriksaan saksi yang
didatangkan jaksa maupun pengacara Setya, tuntutan kemudian
dibacakan. Jaksa menuntut Setya dengan hukuman 16 tahun penjara
dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan. Dalam kasus ini,
Setya dinilai menguntungkan diri sendiri dengan menerima aliran dana
sebesar US$ 7,3 juta dan jam tangan Richard Mille senilai US$ 135 ribu
dolar. Dalam sidang itu, KPK juga menolak permohonan JC Setya. Jaksa
menilai Setya belum memenuhi kualifikasi sebagai JC.
13 April 2018 Setya Novanto membacakan nota pembelaan. Dalam
pleidoinya, Setya membantah tuduhan jaksa. Dia bahkan menyebut
mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi punya peran lebih besar
dalam penganggaran proyek bernilai Rp 5,8 triliun itu. Di ujung
pleidoinya, Setya membacakan puisi Di Kolong Meja  karya penyair Linda
Djalil.2

B. Jenis Dakwaan
Dakwaan ALTERNATIF yaitu:
PERTAMA : sebagaimana diatur dan diancam pidana berdasarkan Pasal 2
ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Peberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
2
“Putusan Mahkamah Konstitusi-21-PUUXIV-2016-2016,” n.d.
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP
KEDUA :sebagaimana diatur dan diancam pidana berdasarkan Pasal 3
Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Peberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI.
Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Atas Undang-
Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP3
C. Analisis
Pada kasus Korupsi Pengadaan dana E-KTP yang dilakukan oleh Setya
Novanto yang jatuhkan huukum dengan dakwaan Alternatif. Seharusnya
Pengadilan Negeri Juga menjerat terdakwa dengan dakwaan subsidair
Pasal 4 UU Pemberantasan Tipikor: Pengembalian kerugian
keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan
dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
dan Pasal 3. Jadi Terdakwa harus mengmbakikan uang yang telah
dikorupsi dan membayar denda sesuai dengan putusan yang telah
dibacakan oleh Hakim.

D. Referensi

“Putusan Mahkamah Konstitusi-21-PUUXIV-2016-2016,” n.d.

Sinaga, Andika Prasetya. “Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan


Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Yang Mengembalikan
Kerugian Keuangan Negara ( Studi Kasus Di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi Semarang).” Journal of Chemical Information and Modeling
53, no. 9 (2013): 1689–99.
http://repository.unika.ac.id/20309/2/15.C1.0115 ANDIKA PRASETIA
SINAGA %286.36%29..pdf BAB I.pdf.

3
“Putusan Mahkamah Konstitusi-21-PUUXIV-2016-2016.”

Anda mungkin juga menyukai