Anda di halaman 1dari 6

Mantan jaksa Pinangki divonis 10 tahun

penjara, terbukti terima suap Rp7 miliar


dan lakukan pemufakatan jahat untuk
bebaskan Djoko Tjandra

Mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari divonis 10 tahun penjara karena terbukti
menerima suap US$500.000 (sekitar Rp7 miliar) dari terpidana kasus korupsi
pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko
Tjandra.
Suap tersebut diberikan kepada Pinangki untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung
(MA) yang rencananya akan digunakan Djoko Tjandra untuk dapat kembali ke
Indonesia tanpa perlu menjalani vonis dua tahun penjara kasus Bank Bali.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa (Pinangki) dengan pidana penjara selama 10
tahun dan denda sebesar 600 juta. Apabila tidak dibayar maka diganti pidana kurungan
selama enam bulan," kata Hakim Ketua IG Eko Purwanto di Pengadilan Negeri Tipikor
Jakarta, Senin (08/01).
Pinangki juga terbukti melakukan pencucian uang dari Djoko Tjandra, dan melakukan
pemufakatan jahat dengan menjanjikan uang US$ 10 juta kepada pejabat di Kejaksaan
Agung dan Mahkamah Agung jika fatwa itu diterbitkan.
SUMBER GAMBAR,ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA
Dalam rencana tindakan (action plan) yang tertulis dalam dakwaan Pinangki, tertulis
inisial HA dan BR yang kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus)
Kejagung, Ali Mukartono merujuk pada Hatta Ali (HA - mantan Ketua MA) dan Sanitiar
Burhanuddin (SR -Jaksa Agung).
Namun dalam persidangan, ungkap Majelis Hakim, Pinangki mengaku tidak
membuat action plan dan tidak mengetahui inisial nama tersebut.
Vonis yang diterima Pinangki lebih berat dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum
(JPU) selama empat tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan
penjara.
Pertimbangan hakim adalah "terdakwa adalah seorang aparat penegak hukum dengan
jabatan sebagai jaksa.
Perbuatan terdakwa membantu saksi Djoko Tjandra menghindari pelaksanaakn
putusan PK dalam perkara cessie Bank Bali sebesar Rp904 miliar yang saat itu belum
dijalani. Terdakwa menyangkal atas perbuatannya dan menutupi-nutupi keterlibatan
pihak pihak lain yang terlibat dalam perkara aquo," kata Hakim Eko Purwanto.
Hal yang memberatkan lainnya adalah Pinangki berbelit-belit dalam memberikan
keterangan dan tidak mengakui kesalahannya. "Terdakwa telah menikmati hasil tindak
pidana yang dilakukannya," ujarnya.
"Maka tuntutan yang dimohonkan penuntut umum dipandang terlalu rendah," tambah
Eko.
Sedangkan, hal yang meringkankan vonis Pinangki adalah terdakwa bersikap sopan,
terdakwa adalah tulang punggung keluarga, dan memiliki tanggungan seorang anak
kecil berusia empat tahun dan terdakwa belum pernah dihukum.
Vonis lebih besar dari tuntutan
JPU sebelumnya menuntut Pinangki empat tahun penjara dan denda Rp500 juta
subsider enam bulan penjara.
Dalam tuntutan, Pinangki diyakini menerima uang sebesar US$500 ribu atau sekitar
Rp7 miliar dari Djoko Tjandra sebagai uang muka kepengurusan fatwa MA yang akan
digunakan Djoko Tjandra kembali ke Indonesia tanpa perlu menjalani vonis dua tahun
penjara di kasus cessie Bank Bali.
Jumlah tersebut hanya uang muka dari total US$ 1 juta atau sekitar Rp14 miliar yang
akan diberikan jika Pinangki mampu membuat Djoko Tjandra terlepas dari hukuman.
Rencana Pinangki membebaskan Djoko Tjandra adalah dengan mengurus penerbitan
fatwa MA melalui Kejagung agar pidana penjara Djoko berdasarkan putusan
Peninjauan Kembali Nomor 12 tertanggal 11 Juni 2009, tidak bisa dieksekusi.
"Sebagai realisasi dari janji dan persetujan, Djoko Tjandra pada 25 November 2019,
menghubungi adik iparnya agar memberikan uang [US$ 500 ribu] ke Andi Irfan Jaya
[swasta rekan Pinangki] untuk kemudian diterima oleh Pinangki keesokan harinya di
Senayan City, dan diberikan US$100.000 kepada Anita Kolopaking," kata jaksa saat
membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (23/09).
JPU juga meyakini Pinangki melakukan tindak pidana pencucian uang hasil korupsi dan
melakukan pemufakatan jahat bersama terdakwa Djoko Tjandra dan Andi Irfan Jaya
untuk menjanjikan uang US$10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan MA jika
fatwa tersebut bisa diterbitkan.
Tiga tuntutan JPU tersebut dibantah oleh Pinangki dalam duplik yang disampaikan
dalam persidangan sebelumnya.
Sepuluh rencana aksi Pinangki

SUMBER GAMBAR,ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA


Keterangan gambar,
Tersangka kasus suap pengurusan pengajuan fatwa bebas Mahkamah Agung (MA) untuk
membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari berjalan usai menjalani pemeriksaan di
gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (02/09)
Untuk memuluskan rencana itu, menurut jaksa, Pinangki menyiapkan 10 rencana
tindakan (action plan) yang disetujui oleh Djoko Tjahdra,
Rencana pertama adalah penandatanganan security deposit (uang jaminan) atau akta
kuasa jual, dengan maksud sebagai jaminan apabila yang dijanjikan Djoko tidak
terealisasi.
Kedua, pengiriman surat dari pengacara kepada BR, pejabat Kejagung untuk
diteruskan ke MA. Surat itu adalah permohonan pengurusan fatwa MA.
Ketiga, pejabat Kejagung BR mengirimkan surat ke HA, pejabat di MA, sebagai tindak
lanjut surat dari pengacara tentang permohonan fatwa MA.

 Kasus dugaan suap Djoko Tjandra dan jaksa Pinangki, pengusaha Andi Irfan
Jaya jadi tersangka
 Djoko Tjandra ditangkap di Malaysia dalam rencana yang disusun sejak 20 Juli
 'Dugaan kuat unsur pidana' dan bukti 'open flame' dalam kebakaran gedung
Kejagung

Keempat, pembayaran sebesar 25% atau US$ 250 ribu jasa konsultan kepada
terdakwa Pinangki dari total US$ 1 juta, yang mana sudah dibayarkan sebelumnya
sebagai uang muka sebesar US$ 500 ribu.
Kelima, pembayaran untuk konsultan media sebesar US$ 500 ribu ke Andi Irfan Jaya
untuk mengkondisikan media.
Keenam, HA (pejabat MA), menjawab surat BR (pejabat Kejagung). Maksudnya,
menurut terdakwa, adalah jawaban surat MA atas surat dari Kejagung terkait
permohonan fatwa MA.
Terkait inisial HA dan BR yang ada dalam dakwaan, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana
Khusus (Jampidsus) Kejagung Ali Mukartono menyebut HA adalah Hatta Ali (mantan
Ketua MA) dan BR merujuk pada Sanitiar Burhanuddin (Jaksa Agung).
Ketujuh, BR menerbitkan instruksi terkait surat HA. Maksudnya adalah Kejagung
menginstruksikan kepada bawahannya untuk melaksanakan fatwa MA.
Kedelapan, security deposit yang dijanjikan sebesar US$ 10 juta akan dibayarkan oleh
Joko Tjandra apabila rencana nomor 2, 3, 6, dan 7 berhasil dilaksanakan.
Kesembilan, Joko Tjandra kembali ke Indonesia tanpa menjalani eksekusi pidana
penjara selama dua tahun berdasarkan putusan PK nomor 12 tanggal 12 Juli 2009.
Terakhir adalah pembayaran sisa jasa konsultan fee sebesar 25% atau US$ 250 ribu.
Dijerat pasal berlapis
Atas perbuatan tersebut, Pinangki didakwa pasal berlapis. Pertama adalah Pasal 5 ayat
2 juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a subsider Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi karena Pinangki sebagai pegawai negeri atau penyelenggara
negara diduga menerima pemberian atau janji dengan ancaman penjara paling lama
lima tahun.
SUMBER GAMBAR,ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA
Keterangan gambar,
Tersangka kasus suap pengurusan pengajuan fatwa bebas Mahkamah Agung (MA) untuk
membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari berjalan usai menjalani pemeriksaan di
gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (02/09)
Kemudian, Pinangki didakwa Pasal 3 Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang karena Pinangki
diduga mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, dan membayarkan uang suap
tersebut dengan total lebih dari Rp4,7 miliar.
Pinangki juga diduga melakukan pemufakaan jahat dengan dakwaan Pasal 15 juncto
Pasal 5 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 15 juncto Pasal 13 Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam kasus ini, polisi juga menangkap Djoko Tjandra yang buron selama 11 tahun di
Malaysia dan kasusnya tengah ditangani Mabes Polri.

 Djoko Tjandra kembali ke Indonesia, Kejagung dikritik tak aktif sebar informasi
soal buron
 Setya Novanto pernah disebut 'Sinterklas yang kebal hukum'

Selain itu, polisi juga menetapkan mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan
PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo, tersangka dalam kasus dugaan
pemalsuan surat jalan untuk Djoko Tjandra.
Pengacara Djoko Tjandra, Anita Dewi Kolopaking juga ditetapkan sebagai tersangka
terkait penerbitan surat jalan palsu untuk kliennya.
Kemudian Kejagung menetapkan pengusaha Andi Irfan Jaya sebagai tersangka suap
yang melibatkan Pinangki.

Anda mungkin juga menyukai