Pendidikan Kewarganegaraan
Penyidik KPK menunjukkan barang bukti sitaan saat konferensi pers terkait Operasi Tangkap
Tangan terhadap anggota DPR Komisi XI Fraksi Demokrat Amin Santono dapil Jawa Barat X
bersama delapan orang lainnya di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, di Gedung KPK,
Jakarta, Sabtu (5/5/2018). Dalam Operasi tersebut KPK juga menyita barang bukti berupa Logam
Mulia seberat 1,9 Kg, uang Rp1,8445 milyar (termasuk yang 400 juta OTT), SGD 63.000 dan
USD12.500.Uang tersebut diduga suap untuk pemulusan usulan transfer anggaran perimbangan
pusat-daerah dalam APBN Perubahan 2018. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso) Jakarta
(ANTARA News)
KETUA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyatakan pejabat Kementerian
Keuangan berinisial YP sudah dipantau terkait pengurusan anggaran di daerah.
"Terkait AMS (Amin Santono) itu memang Rp400 juta, nah untuk YP (Yaya Purnomo) itu kita
amati sudah lama, jadi banyak orang daerah yang memberi, nanti ada satu kasus OTT sebelum ini
mudah-mudahan juga sangat terkait erat," kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers
di gedung KPK Jakarta, Sabtu malam.
Dalam perkara ini, Yaya Purnomo ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama dengan
anggota Komisi XI DPR dari fraksi Partai Demokrat Amin Santono dan perantara dari pihak
swasta Eka Kamaluddin. Suap berasal dari pengepul yang juga kontraktor proyek yaitu Ahmad
Ghiasti.
Amin menerima suap Rp400 juta yang diberikan secara tunai sedangkan Eka sebagai perantara
mendapat Rp100 juta melalui transfer.
Namun dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Jumat (4/5), KPK juga mengamankan emas
batangan dan uang dalam rupiah maupun mata uang asing yaitu logam mulia seberat 1,9
kilogram; uang Rp 1,844 miliar termasuk Rp400 juta yang diamankan di lokasi OTT di restoran di
kawasan Halim Perdanakusumah; serta uang dalam mata uang asing 63 ribu dolar Singapura dan
12.500 dolar AS.
"Uang (di luar Rp400 juta) tadi ditemukan di apartemen saudara YP, karena yang bersangkutan
menerima uang 100 dolar AS dari daerah lalu diganti menjadi logam mulia. Siapa saja yang
memberi kita punya data, nanti digali lebih lanjut, mudah-mudahan akan ditemukan," ungkap
Agus.
KPK telah melakukan serangkaian penyelidikan kasus sejak Desember 2017 setelah mendapat
informasi dari masyarakat.
"Setelah Desember itu kami mengamati teman di kementerian lalu ada tukang pengumpul dua
wilayah yang kemudian kami dalami di luar OTT hari ini, jadi (uang) ada yang melalui pengumpul
maupun langsung, jadi ini menyangkut beberapa daerah, ada beberapa kabupaten dan kota, jadi
ini masih berkembang tapi kami tidak bisa mendetailkan daerah mana saja," kata Wakil
Ketua KPK, Saut Situmorang.
KPK juga masih mendalami apakah uang Rp.400 juta yang diterima Amin juga terkait dengan
pencalonan anak Amin, Yosa Octora Santono dalam pemilihan bupati Kuningan 2018.
"Kita juga perlu mendalami apakah untuk pembiyaan anaknya, itu belum jelas betul tapi akan
kita dalami. Biasanya kalau sudah di dalam yang bersangkutan menawarkan jadi `justice
collaborator` akan lebih banyak lagi info terbuka," kata Agus.
Pasal yang disangkakan kepada Amin, Eka dan Yaya adalah pasal 12 huruf a atau huruf b atau
pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau
disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20
tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan Ahmad disangkakan pasal pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31
Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi pasal 55 ayat 1 ke-1 jo KUHP.
Pasal itu yang mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara
tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara
dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. (Antara)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Pejabat Kementerian Keuangan Diduga
Terima Berbagai Setoran Uang, https://wartakota.tribunnews.com/2018/05/06/pejabat-
kementerian-keuangan-diduga-terima-berbagai-setoran-uang.
1. Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU
No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 5 ayat (1) ke-1
KUHP.
Pasal 5 UU No.20 Tahun 2001
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang :
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negri atau penyelenggara negara
dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau
tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau
berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak
dilakukan dalam jabatannya.
(2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang
sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Yang dimaksud dengan tindak pidana suap di dalam undang-undang ini adalah tindak pidana
suap di luar ketentuan peraturan perundang-undangan yang sudah ada.
Pasal 2
Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk
membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang
berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum,
dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan denda
sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000,- (lima belasjuta rupiah).
Pasal 3
Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga
bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang
menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara
selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta
rupiah).
Pasal 4
Apabila tindak pidana tersebut dalam Pasal 2 dan Pasal 3 dilakukan di luar wilayah Republik
Indonesia, maka ketentuan dalam undang-undang ini berlaku juga terhadapnya.
Pasal 5
Pasal 6
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Kasus yg dialami oleh pejabat kementrian keuangan yaitu penyuapan .Dalam kasus
ini Yaya Purnomo,Amin Santono dan Eka kamaludin pun menjadi tersangka.Kasus
penyuapan ini diduga untuk pemulusan usulan transfer anggaran pertimbangan
pusat daerah dalam APBN perubahan 2018.Kasus ini telah menyimpang pasal yg
terdapat di UU pasal 55 ayat 1 le 1 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi .
Menurut kami kasus tersebut harus ditindaklanjuti dan harus diberi hukuman yg
berat oleh pihak berwajib agar kejadian itu tidak terulang lagi dan pemerintah
seharusnya memperhatikan dan selalu memantau kegiatan yg berada di kementrian
keuangan
2) Kasus Lembaga Non-Kementrian
Pihaknya tidak segan-segan akan menurunkan jabatan seorang kepala divisi regional
setelah melalui rapat dewan direksi apabila terbukti melakukan penyimpangan. "Kalau
beras itu harus diolah ya diolah, kalau butuh diproses ya diproses dulu," ungkapnya.
Menurut Wahyu, tindak penyimpangan paling rawan terjadi di gudang penyimpanan
beras. Ia bahkan menemukan kasus baru, seorang oknum pengelola menerima
keuntungan dari penjualan beras yang bukan haknya. "Mestinya dia jaga beras tapi
malah berasnya ditilep. Sekarang orangnya sidang di pengadilan dan untuk sementara
kami istirahatkan dulu. Kalau dari tim sudah menentukan bahwa orang itu tidak benar,
kita tidak main-main lagi, langsung berhentikan," katanya. Kasus korupsi lain juga
melanda tubuh Bulog, seperti yang terjadi di ibu kota Jakarta. Kepala Perum Bulog
Regional Jakarta-Banten Agus Dwi Indiarto ditahan setelah ditetapkan sebagai
tersangka kasus beras impor oplosan. Baca juga: Kepala Bulog Jakarta-Banten Jadi
Tersangka Kasus Beras Oplosan Dia diduga mengoplos beras bersubsidi dan
nonsubsidi antara beras impor dari Thailand dengan beras lokal Demak lalu dijual
pelaku ke pasaran sebagai beras premium. Pejabat tersebut ditangkap polisi bersama
empat pelaku lainnya yang terlibat sebagai perusahaan penyalur. Di sisi lain, Wahyu
juga meminta, semua pejabat Bulog di seluruh Indonesia untuk memperhatikan
kualitas beras yang dibeli dari petani. Standar yang digariskan yaitu dengan kadar air
14 persen dan derajat sosok 100 persen. Dengan kualitas ini, maka beras dapat
bertahan meski disimpan 6 bulan lamanya di dalam gudang. "Pencegahan korupsi
dilakukan dengan cara-cara seperti itu. Supaya tidak terjadi, makanya saya minta ikuti
SOP dengan integritas yang baik," tandasnya
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "10 Pejabat Bulog Terlibat Kasus
Penyimpangan
Beras", https://regional.kompas.com/read/2016/10/20/05361671/10.pejabat.bulog.
terlibat.kasus.penyimpangan.beras.
Penulis : Kontributor Magelang, Ika Fitriana
2. Undang-Undang nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan Pasal 110 jo Pasal 36.
Pasal 110 : Setiap Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang dan/atau Jasa yang
ditetapkan sebagai Barang dan/atau Jasa yang dilarang untuk diperdagangkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
Pasal 36 : Setiap Pelaku Usaha dilarang memperdagangkan Barang dan/atau Jasa
yang ditetapkan sebagai Barang dan/atau Jasa yang dilarang untuk diperdagangkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).
(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9,
Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat
(2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana
denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal
12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau
kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
> Pasal 8
(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang
:
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam
hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang
tersebut;
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya;
d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang
dan/atau jasa tersebut;
e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya,
mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau
keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,
iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana
pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;
i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta
keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di
pasang/dibuat;
j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang
dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar
tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau
bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.