Anda di halaman 1dari 3

Teks Editorial

Kelompok 3

Anggota Kelompok :
Muhammad Fathurrahman A.Alim

Muhammad Fayiz Fadlurrahman

Muhammad Nur Yaasiin Kusumabaka Rianse

Muhammad Rifky Apriansyah

Muhammad Shafril Rusli

Namira Ika Sasmita

Nasrullah. M

Patricia Aprilia Thedy

Rafly Ahmad Zainur


Hadiah Kemerdekaan Bagi Koruptor

Tesis

Terdakwa kasus tindak pidana suap jaksa Pinangka Sirna Malasari yang mendapat diskon
pemangkasan masa tahanan menjelang hari raya kemerdekaan mendapat sorotan dari
masyarakat. Sebelumnya hakim menjatuhkan vonis hukuman 10 tahun penjara dan denda
sebesar RP.600 juta kepada Pinangki Tjandra. Atas vonis tersebut, Pinangki kemudian
mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan majelis hakim mengabulkan
permohonan banding itu dan memangkas hukuman Pinangki, dari yang mula 10 tahun
penjara menjadi 4 tahun penjara dan denda RP 600 Juta. Hakim menilai Pinangki telah
mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya serta ikhlas di pecat dari profesi sebagai
jaksa. Keputusan hakim tersebut pun banyak menuai kontra dari masyarakat dan
dianggap semakin mencederai nilai keadilan di negeri ini.

Argumentasi

Adanya keputusan tersebut akan semakin mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat


kepada penegak hukum di negeri ini. Masyarakat akan semakin percaya dan
menganggap bahwa hukum di negara ini hanya berpihak pada orang yang memiliki
pengaruh besar dan tentu saja bagi mereka yang memiliki banyak uang dan kekuasaan.”
Tajam ke bawah, tumpul ke atas,” itulah istilah yang tepat untuk menggambarkan
paradigma hukum di negeri ini.

Menurut ICW ( Indonesian Corruption Watch), Pinangki seharusnya menerima hukuman


pidana seumur hidup. Sebab, saat melakukan tindak pidana, Pinangki merupakan seorang
jaksa yang notabene merupakan seorang penegak hukum. Hal tersebut seharusnya
menjadi alasan utama pemberat vonis Pinangki. Selain itu, Pinangki melakukan tiga
kejahatan sekaligus, yakni Pinangki terbukti menerima uang suap US$ 500 ribu dari
Djoko Tjandra. Kedua, Pinangki terbukti melakukan pidana pencucian uang sejumlah
US$ 375.229 atau Rp 5,25 miliar. Selain itu, Pinangki Sirna Malasari dinyatakan terbukti
melakukan pemufakatan jahat bersama Djoko Tjandra, Andi Irfan Jaya, dan mantan kuasa
hukum Djoko Tjandra, Anita Kolopaking. Dengan kombinasi ini saja publik sudah bisa
mengatakan bahwa putusan banding Pinangki telah merusak akal sehat publik.

Hal lain yang menjadi sorotan publik adalah sikap hakim yang dianggap
mengistimewakan Pinangki dengan tidak memecat Pinangki secara tidak hormat tetapi
hanya memberhentikannya sementara waktu sehingga ia tetap mendapatkan gaji pokok
meskipun jumlahnya hanya sekian persen dari gaji totalnya. Padahal, Jika dilihat dan
dicermati perilaku dan tindakan Pinangki sudah jelas merusak moral seorang pejabat
publik dan merugikan negara.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman menyebut,


seharusnya Pinangki diberhentikan secara tidak hormat, sehingga negara tidak
menggaji seorang koruptor."Sampai sekarang Pinangki juga belum dicopot dari PNS-
nya. Mestinya dia karena melakukan tindak pidana korupsi harusnya segera diproses
untuk diberhentikan dengan secara tidak hormat," ujar Boyamin.
Ia pun menyayangkan, sikap Jaksa Agung ST Burhanuddin yang tak langsung memecat
Pinangki. Sesuai ketentuan undang-undang bahwa orang yang melakukan korupsi itu jika
sudah mendapatkan putusan berkekuatan hukum tetap maka ya langsung diberhentikan
dengan tidak hormat. “Copot saja Jaksa Agung," ujar Boyamin.

Menurutnya, jika Jaksa Agung berdalih masih dalam proses, itu hanyalah sekadar
alasan saja. Mestinya, kata dia pemecatan dengan tidak hormat bisa dilakukan
dalam waktu atau hari secara administrasi.

"Saya pernah melihat ada jaksa yang lain juga diberhentikan dengan tidak hormat itu
karena melakukan tindak pidana yang hukumannya bahkan lebih tinggi, dan ini juga ada
jaksa yang lain yang diberhentikan dengan tidak hormat karena diduga melakukan
korupsi, putusan," katanya.

"Jadi saya rasa apa yang terjadi pada Pinangki, memang sesuatu keistimewaan lain yang
didapatkannya karena tidak segera diberhentikan. Karena apapun alasannya, belum
diberhentikannya Pinangki berarti ia masih berhak untuk mendapatkan gaji, meskipun
itu hanya gaji pokok yang jumlahnya sekian persen dari gaji totalnya," lanjutnya.

Ia mengatakan persoalan Pinangki menerima atau tidak gaji tersebut merupakan urusan
lain. Tetapi yang menjadi permasalahan utama adalah negara yang dirugikan karena
tindakannya ini, masih harus menganggarkan gaji untuk Pinangki.

Tentunya dengan melihat fakta tersebut relakah kita jika uang negara dihamburkan
untuk menggaji seorang tikus kotor?.

Penegasan Ulang

Pemangkasan masa tahanan dan pemberian hak istimewa kepada pinangki dengan alasan
terdakwa telah menyesal dan mengaku bersalah tidak bisa ditoleransi sebab jika hanya
dengan alasan seperti itu maka seharusnya semua pelaku kejahatan juga berhak
mendapatkan pemangkasan masa tahanan dan pemberian hak istimewa dengan syarat
mereka menyesali perbuatan mereka.

Kebijakan para penegak hukum tersebut sangatlah mencederai nilai keadilan dalam sila
pertama dan sila kelima Pancasila. Kebijakan tersebut menyebabkan Kurangnya efek
Jera yang dialami oleh para pelaku kejahatan, sehingga mendorong tindak kriminal yang
sama kembali terulang karena hukuman yang ringan.

Jika pemerintah tidak sesegera mungkin mengambil tindakan tegas dalam kasus seperti
ini, maka akan mengakibatkan datangnya kasus yang serupa karena kurangnya efek jera
bagi para pelaku kriminal, sehingga mendorong tingkat kejahatan yang sama kembali
terulang karena hukuman yang ringan.

Anda mungkin juga menyukai