Lampung, Indonesia
Kata kunci:
Tenaga kependidikan merupakan salah satu unsur utama yang menentukan keberhasilan pendidikan tinggi.
Manajemen Kinerja,
Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja tenaga kependidikan adalah penghargaan kinerja berupa
Remunerasi, Metodologi
remunerasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun model manajemen kinerja tenaga kependidikan
Soft System, Tenaga
pada Badan Layanan Umum Universitas Negeri (SUPSA). Pendekatan yang digunakan adalah Soft System
Kependidikan.
Methodology dan Analytic Hierarchy Process. Sampel dalam penelitian ini adalah tenaga kependidikan pada
Badan Layanan Umum Universitas Negeri Provinsi Lampung. Berdasarkan hasil SSM menunjukkan bahwa
banyak pihak yang berkepentingan dengan kinerja tenaga kependidikan yaitu dosen, mahasiswa, pimpinan unit,
Rektor, serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Keuangan. Hasil AHP menunjukkan
bahwa prioritas strategi kinerja tenaga kependidikan didasarkan pada kompetensi dan pengukuran kinerja.
Keterbatasan penelitian ini adalah tahap SSM dilakukan hanya pada tahap keenam dari tujuh tahap. Perlu juga
dilakukan kajian pemetaan aktivitas dan penyusunan proses bisnis sebagai bagian dari pengembangan sistem
aplikasi manajemen kinerja tenaga kependidikan.
* Alamat Korespondensi:
E-mail: habibullah.jimad71@gmail.com p-ISSN 2550-0368
e-ISSN 2549-0303
143
Machine Translated by Google
PENGANTAR
Peran perguruan tinggi dapat berkembang menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk
pengembangan inovasi yang nantinya akan menentukan kemajuan peradaban masyarakat.
Daya saing suatu negara dalam hal ini juga ditentukan oleh pendidikan tinggi, yaitu melalui lulusan yang dihasilkannya.
Penyelenggara pendidikan tinggi adalah universitas. Perguruan tinggi di Indonesia dikelompokkan menjadi Perguruan Tinggi
Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS). PTN dalam hal ini adalah Perguruan Tinggi (PT) yang didirikan dan
diselenggarakan oleh pemerintah, sedangkan PTS adalah oleh masyarakat.
Undang-undang 12/12 dan PP 4/2014 (Kemenhumham, 2014) mengklasifikasikan pola pengelolaan PTN menjadi tiga,
yaitu (1) PTN dengan pola pengelolaan keuangan negara secara umum atau dikenal dengan PTN satuan kerja atau PTN dengan
pola PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). ), (2) PTN dengan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum atau PTN-
BLU, (3) PTN sebagai badan publik atau PTN-BH. PTN BLU merupakan pola pendidikan tinggi yang diharapkan menjadi
Entrepreneurial University. Fleksibilitas di PTN BLU sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum adalah kemudahan dalam mengelola anggaran dan menciptakan peluang
yang dapat digunakan sebagai pendapatan dan digunakan langsung untuk kegiatan operasional (Kemenhumham, 2005). BLU
diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga profesional non-PNS dan kesempatan untuk memberikan remunerasi kepada
pegawai sesuai dengan kontribusinya. Berdasarkan data dari laman Pangkalan Dikti hingga 2018, disebutkan 24 PTN menerapkan
Pola Keuangan Badan Layanan Umum (PTN BLU).
Terdapat 127 Perguruan Tinggi di Provinsi Lampung, berdasarkan data Pangkalan Dikti tahun 2018, terdiri dari Akademi,
Politeknik, Perguruan Tinggi, Institut, dan Perguruan Tinggi yang dibina oleh tiga Kementerian yaitu Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Agama, dan Kementerian Kesehatan (PTDikti, 2020). Perguruan Tinggi
Negeri di Provinsi Lampung yang melaksanakan PK BLU adalah Universitas Lampung (di bawah Kementerian Riset, Teknologi,
dan Pendidikan Tinggi), Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan (di bawah Kementerian Agama), dan Politeknik Kesehatan
(Poltekes). di bawah Kementerian Kesehatan Tanjung Karang.
Tenaga kependidikan termasuk dalam salah satu unsur utama yang menentukan keberhasilan pendidikan tinggi. Kualitas
tenaga kependidikan diukur berdasarkan kinerja yang mereka berikan (Prasteyo, 2014). Tenaga kependidikan yang memiliki
kinerja yang baik akan lebih mudah meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran. Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja
tenaga kependidikan adalah penghargaan atas prestasi atau yang dikenal dengan remunerasi. Semakin banyak organisasi saat ini
yang menerapkan performance-based pay sebagai bagian dari penerapan konsep pay for position, pay for person, pay for
performance (3P) dalam manajemen remunerasi. Bentuk umum penerapannya dapat berupa komisi, insentif, atau bonus kinerja
yang dihitung berdasarkan pencapaian kinerja terhadap target kinerja yang telah disepakati di awal (Ekananta, 2018).
Pemberian remunerasi dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/KMK.05/2017 tentang
Pedoman Remunerasi Badan Layanan Umum (Kemenkeu, 2017). Remunerasi Perguruan Tinggi binaan Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2016 tentang Tunjangan
Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenhumham, 2016). Lebih lanjut
dijelaskan bahwa tenaga kependidikan di bawah Kementerian Agama diatur dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pengusulan dan Pemberian Remunerasi Bagi Pejabat Pengurus, Dewan Pengawas, Sekretaris Badan
Pengawas. Pengurus, dan Pegawai pada Perguruan Tinggi Agama Negeri yang Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum (Kemenhumham, 2016). Sedangkan tunjangan remunerasi bagi pendidik di Kementerian Kesehatan diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2015
144
Machine Translated by Google
Tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes, 2015).
Pelaksanaan remunerasi diatur dalam Peraturan Menteri atau peraturan pimpinan lembaga tentang Pelaksanaan
Pemberian Tunjangan Kinerja.
Tunjangan kinerja diberikan berdasarkan 3 (tiga) komponen yang meliputi (1) target kinerja yang ditetapkan berdasarkan
kategori nilai pencapaian Standar Kinerja Pegawai (SKP); (2) kehadiran sesuai hari dan jam kerja, serta cuti yang dilakukan
oleh karyawan; (3) ketaatan terhadap kode etik dan disiplin PNS. Besarnya tunjangan kinerja atau remunerasi yang akan
diterima tidak sama dengan besaran yang ditentukan menurut tingkatannya karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
jumlah kehadiran (Alawiya, 2013).
Meskipun remunerasi telah ditentukan mengikuti kinerja tenaga kependidikan, namun sebagian besar
remunerasi yang diterima tenaga kependidikan masih dianggap tidak merata karena perbedaan
besaran remunerasi yang diterima ditentukan dengan penempatan tenaga kependidikan dan pengelompokan kelas pada
jenjang yang sama (seperti kelas 6a, 6b). Oleh karena itu, pendidik yang berada di fakultas dengan tanggung jawab besar
seringkali memiliki nilai yang lebih rendah daripada yang berada di kantor pusat (rektorat). Masalah lain terkait remunerasi
adalah pemberian remunerasi masih ditentukan berdasarkan golongan, kelas, dan masa kerja, bukan kinerja tenaga
kependidikan sehingga besaran remunerasi yang diterima tenaga kependidikan yang berprestasi baik dengan tenaga
kependidikan yang biasa-biasa saja. kinerja tidak ada perbedaan (Prasetyo, 2914). Dengan demikian, prinsip keadilan dalam
memberikan remunerasi bagi tenaga kependidikan perlu diperhatikan lebih lanjut mengingat dampaknya terhadap kinerja
pendidik di perguruan tinggi yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan pendidikan tinggi. Menyikapi permasalahan
tersebut, diperlukan suatu model sistem remunerasi yang berbasis kinerja, khususnya bagi tenaga kependidikan.
Penelitian tentang model manajemen kinerja penting dilakukan karena kontribusinya dalam menetapkan regulasi
tentang model dan strategi manajemen kinerja untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan di PTN BLU. Selain itu,
penelitian yang mengintegrasikan model dan strategi manajemen kinerja peningkatan kinerja tenaga kependidikan pada Pola
Keuangan Perguruan Tinggi Badan Layanan Umum (PTN BLU) juga masih sedikit. Secara akademis, penelitian ini juga
akan memberikan manfaat bagi perkembangan teori manajemen kinerja khususnya di perguruan tinggi. Berdasarkan hal
tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang model manajemen kinerja yang tepat bagi tenaga
kependidikan PTN BLU dan merumuskan strategi peningkatan kinerja tenaga kependidikan di PTN BLU.
METODE
Fokus penelitian ini adalah memodelkan manajemen kinerja berbasis remunerasi PTN BLU yang bertujuan untuk
meningkatkan kinerja organisasi secara berkelanjutan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan
partisipatif/PAR. Pendekatan yang digunakan adalah Soft System Methodology/SSM yang dikembangkan oleh (Checkland,
1990). Perbandingan berpasangan yang dikemukakan oleh (Saaty, 1988) digunakan dalam penelitian ini untuk menentukan
prioritas strategi peningkatan kinerja tenaga kependidikan.
Responden dalam penelitian ini adalah para ahli yang memiliki pengalaman dan keahlian dalam menentukan kebijakan
remunerasi di perguruan tinggi yang terdiri dari 10 orang dari 3 perguruan tinggi yaitu Universitas Lampung, Universitas
Islam Negeri Raden Intan Lampung, dan Politeknik Kesehatan Tanjung Karang.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan pendekatan
Soft System Methodology (Checkland, 1990) untuk menentukan pemodelan manajemen kinerja. Untuk menentukan
prioritas strategis digunakan pendekatan analitis hirarki proses (AHP).
Ketujuh tahapan kegiatan Soft System Methodology (Checkland, 1990) meliputi (1) Pengenalan situasi masalah yang
dianggap bermasalah, (2) Mengekspresikan situasi masalah yang dianggap bermasalah dalam bentuk penyajian tertentu yang
umumnya disebut Rich Picture (RP ), (3) Definisi akar dari sistem aktivitas yang bermakna dan relevan, (4) Membuat model
konseptual berdasarkan RD yang telah dipilih dan diberi nama pada tahap sebelumnya, (5) Membandingkan situasi dunia
nyata dengan situasi dunia nyata.
145
Machine Translated by Google
model konseptual, (6) Tahap merumuskan saran tindakan untuk perbaikan, penyempurnaan, dan perubahan situasi dunia nyata,
(7) Tindakan untuk perbaikan, penyempurnaan, dan perubahan situasi bermasalah. Setelah pendekatan SSM dengan memberikan rekomendasi
perubahan yang diinginkan secara sistematis dan layak secara budaya, langkah selanjutnya adalah mengembangkan strategi dan menentukan
prioritas dengan menggunakan pendekatan analitis hirarki proses (AHP). (Eriyanto, 2013) menjelaskan bahwa AHP merupakan sintesis yang
digunakan dalam pengambilan keputusan dengan pendekatan berpikir sistem kritis dimana pengambil keputusan berusaha memahami suatu
kondisi sistem dan membantu memprediksi prioritas dalam pengambilan keputusan. AHP juga menguji konsistensi penilaian. Jika terdapat
penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka penilaian perlu diperbaiki atau hierarki harus direstrukturisasi. Tingkat
inkonsistensi yang dapat diterima adalah kurang dari 10 persen (0,1). Jika nilai Consistency Ratio (RK) 0,1 (10 persen), maka hasil
perbandingan preferensi juga konsisten. Sebaliknya jika RK > 0,1 (10 persen), maka hasil perbandingan preferensi tidak konsisten (Saaty, 1980).
Jika terdapat hasil perbandingan yang tidak konsisten maka akan ada dua pilihan yaitu mengulang perbandingan preferensi atau melakukan
proses autokoreksi.
KERANGKA TEORI
Sumber daya manusia (SDM) memiliki peran yang sangat penting dalam keberhasilan organisasi (Mathis, 2011). SDM merupakan
mitra strategis bagi organisasi (Ekananta, 2018) karena perannya dalam menciptakan nilai ketika nilai yang diberikan kepada organisasi
melebihi nilai yang mereka dapatkan (Mathis, 2011). Sumber daya manusia di perguruan tinggi secara garis besar terbagi menjadi tenaga
akademik (pendidik) dan tenaga administrasi (tenaga kependidikan).
Staf akademik dalam hal ini bertanggung jawab atas kegiatan akademik di perguruan tinggi seperti penelitian, pengajaran, dan pengabdian
kepada masyarakat sedangkan staf administrasi bertanggung jawab atas kegiatan penelitian, pengajaran, dan pengabdian masyarakat yang
dilakukan oleh staf akademik (Küskü, 2003).
Manajemen sumber daya manusia adalah semua kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan hubungan kerja di perusahaan (Bach,
2009). Praktik sumber daya manusia dapat mempengaruhi hasil individu secara berbeda. Praktik SDM terdiri dari tiga dimensi, yaitu: (1)
praktik peningkatan keterampilan, yaitu praktik yang dirancang untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan karyawan melalui program
pengembangan keterampilan karyawan atau mempekerjakan orang dari luar organisasi,
(2) praktik peningkatan motivasi (Motivation-enhancing). praktek) dilakukan
keluar untuk meningkatkan keinginan dan kemampuan karyawan untuk dapat melaksanakan pekerjaan di luar tugas yang diberikan, (3)
Praktik peningkatan pemberdayaan yang dirancang untuk memberikan peluang dan informasi bagi karyawan untuk berkontribusi pada
keberhasilan kelompok dan organisasi (Gardner, 2011). ).
Manajemen kinerja kerja adalah proses berkelanjutan untuk mengidentifikasi, mengukur, dan mengembangkan kinerja individu
dan tim serta menyelaraskan kinerja dengan tujuan strategis organisasi (Aguinis, 2013).
Prestasi kerja individu adalah perilaku atau tindakan yang relevan dengan tujuan organisasi (Koopmans, 2013) dan berfokus pada perilaku atau
tindakan karyawan, bukan pada hasil tindakan tersebut. Beberapa skala dikembangkan untuk mengukur kinerja kerja individu, termasuk
(Williams, 1991) mengembangkan kinerja tugas umum, sedangkan kinerja kontekstual dikembangkan oleh Podsakof dan MacKenzie
(Koopmans, 2013).
146
Machine Translated by Google
(Parmenter, 2015) menyebutkan tiga jenis target kinerja, yaitu: (1) indikator hasil utama (KRI),
menggambarkan keberhasilan dari perspektif; (2) indikator kinerja (PI) yang menjelaskan apa yang harus
dilakukan; (3) indikator kinerja utama (KPI) yang menjelaskan apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kinerja. Beberapa
metode dirancang untuk mengukur kinerja, termasuk matriks pengukuran kinerja, hasil, dan kerangka determinan, balanced
scorecard, piramida pintar, model proses makro organisasi, dan prisma kinerja (Atkinson, 2012).
Remunerasi
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.05/2017 tentang Pedoman Remunerasi Badan Layanan Umum
mendefinisikan remunerasi sebagai bentuk imbalan kerja yang diberikan dalam komponen gaji, honorarium, tunjangan
tetap, insentif, dan tantiem atas prestasi (Kemenkeu, 2017). . Dengan kata lain, remunerasi memiliki arti yang lebih luas
daripada gaji karena mencakup segala bentuk balas jasa, baik berupa uang maupun barang dan diberikan secara langsung
maupun tidak langsung, maupun yang bersifat rutin atau tidak rutin (Prasetyo, 2014). Remunerasi di PTN BLU diberikan
kepada pejabat manajemen, dosen, dan tenaga kependidikan yang dapat mencapai kinerja di atas kinerja minimal. Penilaian
kinerja pejabat pengelola dan tenaga kependidikan berdasarkan pencapaian kontrak kinerja mengacu pada uraian tugas
pokok dan fungsi berdasarkan target kinerja yang ditetapkan oleh atasan langsung.
Nilai insentif yang diberikan dalam hal ini bervariasi dan mengikuti pencapaian kinerja. Besaran insentif remunerasi untuk
setiap PTN BLU ditetapkan oleh pimpinan PTN BLU dan didasarkan pada evaluasi tingkat pencapaian kinerja yang
mencerminkan tingkat dedikasi dalam melaksanakan tugas, hasil kerja yang dihasilkan, dan kontribusinya. terhadap
pencapaian kinerja kelembagaan (Unand, 2020; Unpad, 2014). Sistem manajemen penghargaan yang diberikan organisasi
dalam bentuk remunerasi membuat organisasi mampu mempertahankan dan memotivasi karyawan untuk meningkatkan
kinerjanya (Martono, 2018).
First Analysis (Analisis Intervensi): Dilakukan dengan menentukan pihak-pihak yang berperan dalam studi SSM,
yaitu klien, praktisi, dan pemilik masalah yang ditangani. Klien dalam analisis ini adalah individu atau kelompok orang
yang menyebabkan intervensi terkait dengan situasi problematis yang sedang dihadapi
147
Machine Translated by Google
dipelajari, sedangkan praktisi adalah individu atau kelompok orang yang melakukan penelitian. Selanjutnya yang dimaksud
dengan pemilik masalah yang dimaksud adalah orang-orang yang berkepentingan atau terpengaruh oleh keadaan atau hasil dari
usaha memperbaiki keadaan yang bermasalah. Klien / C: Universitas Lampung, LP2M Unila dan Peneliti; Praktisi / P: Peneliti;
Pemilik terbitan/O : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rektor,
Pimpinan Unit, Tenaga Kependidikan, Dosen dan Mahasiswa.
Analisis atau analisis kedua yang berkaitan dengan analisis sosial: Tiga elemen sosial yang menjadi fokus analisis sosial
meliputi peran, norma, dan nilai (Checkland, 2006). Hasil kajian analisis sosial secara lengkap disajikan pada Tabel 1.
Peran: Melaksanakan tugas sesuai dengan organisasi dan tata kerja lembaga,
menentukan kinerja yang ingin dicapai dosen dan atau tenaga kependidikan
sebagai turunan dari kinerja satuan kerja.
Norma: Konstitusi, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden,
Ketua Satuan
Peraturan Menteri, Peraturan Rektor, dan peraturan terkait
lainnya
Nilai: transparan, akuntabel, bertanggung jawab, mandiri, adil, dan non profit
148
Machine Translated by Google
Penceramah
Nilai; Profesional, jujur, adil, objektif, dan bertanggung jawab
Peran: siswa yang bertugas mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat menjadi modal sosial dalam pengembangan diri dan masy
Norma: Peraturan Menteri, Peraturan Rektor, dan peraturan terkait lainnya
Analisis tiga (Analisis Politik): Analisis politik menitikberatkan pada dua aspek, yaitu penataan atau penyusunan disposisi kekuasaan dan bentuk kewenangan da
149
Machine Translated by Google
Pemilik Masalah
Analisis Tiga
Disposisi Kekuatan: Memiliki kekuatan untuk mendapatkan layanan akademik dan
non akademik dalam mengembangkan potensi diri.
Mahasiswa
Bentuk Wewenang: memiliki kemampuan untuk memberikan dukungan keuangan atau
dukungan lain untuk pengembangan Perguruan Tinggi
150
Machine Translated by Google
Pemilik (O)
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Rektor Pemahaman
manajemen kinerja tenaga kependidikan masih terbatas dan belum
Lingkungan (E)
mendapat dukungan dari stakeholders, masih terdapat kendala birokrasi dan kendala
anggaran.
Khasiat (E1) Tercapainya peningkatan kinerja dan kepuasan pengguna jasa tenaga kependidikan
Proses manajemen kinerja diimplementasikan dengan menggunakan sumber daya dan anggaran yang minimal
Efisiensi (E2)
Peningkatan kinerja tenaga kependidikan berdampak pada pencapaian kinerja
unit dan kinerja organisasi
Efektivitas (E3)
Keandalan sistem aktivitas manusia yang telah dibuat dalam bentuk RD dan diuji serta diselesaikan dengan CATWOE
perlu dilanjutkan dengan menentukan kriteria pengukuran kinerja.
(Checkland, 1990) menyebut kriteria ini sebagai '3Es' yang meliputi Efficacy, bahwa transformasi yang dilakukan dapat berlangsung
dan mendapatkan hasil yang diinginkan; Efisiensi, bahwa transformasi yang dilakukan menggunakan sumber daya yang minimal;
dan Efektivitas, transformasi itu akan membantu mencapai tujuan jangka panjang atau lebih tinggi. Konstruksi RD dari situasi dunia
nyata yang problematis menjadi dasar untuk membentuk model konseptual suatu sistem aktivitas manusia dengan masing-masing
maknanya.
Model konseptual
Model konseptual merupakan gambaran cara berpikir para praktisi dan pemangku kepentingan SSM dengan situasi
problematik di dunia nyata (Hardjosoekarto, 2012). Model konseptual yang dibuat merupakan sarana intelektual bagi para praktisi
SSM untuk melakukan diskusi, debat, dan dialog yang diharapkan dapat membuka peluang munculnya berbagai perspektif dan
mendorong munculnya ide atau gagasan dalam upaya perbaikan, penyempurnaan, dan perubahan terkait permasalahan. situasi di
dunia. sedang diteliti.
Model konseptual yang dibuat dalam penelitian ini terdiri dari 11 kegiatan yang saling terkait yang meliputi (1) penetapan
rencana strategis perguruan tinggi negeri (PTN) dan key performance indicator (KPI) yang ingin dicapai, (2) penetapan milestone
pembangunan dan target kinerja tahunan, ( 3) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Keuangan menetapkan
target kinerja tahunan PT yang ditandatangani oleh Rektor, (4) Rektor menetapkan target kinerja unit dan menandatangani kontrak
kinerja dengan pimpinan unit, (5 ) Pimpinan unit menetapkan target kinerja tahunan untuk setiap individu tenaga kependidikan, (6)
Tenaga kependidikan menyiapkan rencana kinerja dan menandatangani kontrak kinerja, (7) Tenaga kependidikan melaporkan
pencapaian target kinerja secara berkala melalui aplikasi, (8) Memantau pencapaian target kinerja target kinerja secara berkala
melalui aplikasi, (9)
Mengurangi penyimpangan pencapaian target kinerja yang terjadi, (10) Menilai pencapaian target kinerja pada akhir tahun dan
(11) Melakukan evaluasi dan menyusun rencana tindak lanjut pencapaian target kinerja.
151
Machine Translated by Google
SSM merupakan siklus belajar yang akan terus berulang dari tahap pertama hingga tahap ketujuh.
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini hanya sampai pada tahap keenam yaitu mengusulkan tindakan korektif atau saran
tindakan. Tindakan korektif yang diusulkan memiliki dua persyaratan argumentatif yang dapat diterima (bisa dibilang diinginkan)
dan layak secara budaya (Checkland, 2016). Tiga aspek yang menjadi pertimbangan dalam melakukan perbaikan, perbaikan atau
perubahan, yaitu struktur, proses atau prosedur, dan sikap.
Analisis komparatif antara model konseptual dengan dunia nyata dan tindakan perbaikan Sistem Manajemen Kinerja
Tenaga Kependidikan dan saran perbaikannya adalah sebagai berikut:
1. Penetapan Renstra PTN dan KPI yang ingin dicapai. Renstra disusun setiap empat tahun sekali setelah masa
kepemimpinan Rektor dan didasarkan pada analisis situasi internal dan eksternal, isu-isu strategis, dan tantangan masa
depan yang akan dihadapi organisasi. Dokumen rencana strategis juga menetapkan indikator kinerja utama (KPI) yang
akan dicapai selama empat tahun ke depan. Namun yang dirasakan hingga saat ini Renstra masih digunakan sebagai
dokumen pelengkap dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran.
2. Kegiatan model konseptual kedua adalah penetapan tonggak pembangunan dan target kinerja tahunan.
3. Adanya kesesuaian dengan dunia nyata dalam kegiatan model konseptual ketiga, yaitu adanya pakta integritas dan
kontrak kinerja antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kementerian Keuangan dan Rektor.
4. Target kinerja unit telah ditetapkan oleh Rektor dan menandatangani kontrak kinerja dengan kepala unit. Hal ini telah
dilakukan di dunia nyata, hanya di tingkat Wakil Rektor, Fakultas, Lembaga, dan Biro, tidak mencakup tingkat yang
lebih rendah.
5. Pimpinan unit belum menetapkan target kinerja tahunan untuk setiap tenaga kependidikan.
152
Machine Translated by Google
6. Tenaga kependidikan belum menyusun rencana kinerja dan menandatangani kontrak kinerja.
7. Tenaga kependidikan belum melaporkan pencapaian target kinerja secara berkala melalui aplikasi.
8. Belum dilakukan pemantauan pencapaian target kinerja secara berkala
melalui aplikasi.
9. Belum melakukan mitigasi terhadap penyimpangan dalam pencapaian target kinerja yang terjadi.
10. Belum menilai pencapaian target kinerja pada akhir tahun.
11. Belum mengevaluasi dan menyusun rencana tindak lanjut pencapaian target kinerja tenaga kerja.
Tahap kelima hingga kesebelas dari aktivitas model konseptual belum dilakukan di dunia nyata. Pimpinan
unit belum menetapkan target kinerja tahunan untuk setiap tenaga kependidikan, sehingga pengukuran atau
penilaian target kinerja tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya dimana secara keseluruhan tidak
dilakukan secara komprehensif.
153
Machine Translated by Google
Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan dalam mendukung kinerja organisasi.
Perhitungan jawaban responden ahli terhadap kuisioner yang diberikan dilakukan dengan menggunakan expert choice 11.
Kriteria prioritas dari keempat kriteria tersebut adalah kompetensi dengan nilai bobot 0,362. Para ahli menilai kompetensi
sebagai kriteria utama dalam meningkatkan kinerja. Rektor dan pimpinan unit perlu memperhatikan kemampuan tenaga
kependidikan dalam menjalankan tugasnya.
Peningkatan kompetensi dapat dilakukan melalui pelatihan, pendampingan, dan pembinaan yang dilakukan oleh pimpinan
atau dengan melibatkan pihak lain. Kompetensi merupakan aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang menjadi faktor
utama dalam melaksanakan tugas dan fungsi tenaga kependidikan. Keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan fungsi secara
efektif dan efisien merupakan indikator yang digunakan dalam mengukur target kinerja.
Kriteria prioritas kedua adalah pengukuran kinerja dengan nilai pembobotan sebesar 0,336.
Pengukuran kinerja yang objektif, adil dan transparan perlu menjadi aspek yang menjadi perhatian pimpinan unit. Tujuan
pengukuran kinerja adalah untuk menghilangkan unsur subjektifitas dalam pengukuran, seperti indikator kinerja, waktu
pengukuran, dan penilai yang memberikan nilai sesuai dengan capaian kinerja tenaga kependidikan. Pengukuran yang adil
dan transparan adalah tidak adanya diskriminasi dalam menilai target kinerja dimana penilaian dilakukan secara terbuka
dengan bukti pelaksanaan tugas dan pencapaian target kinerja dari tenaga kependidikan.
Nilai rasio konsistensi perhitungan adalah 1 persen (0,01) atau kurang dari 10 persen (0,1).
Jika nilai Consistency Ratio (RK) 0,1 (10 persen), maka hasil perbandingan preferensi dapat dinyatakan konsisten (Saaty,
1980).
Ada empat kriteria alternatif, yaitu pendidikan dan pelatihan, pengembangan karir, kompensasi/remunerasi, dan
peningkatan kinerja secara berkesinambungan. Alternatif yang menjadi prioritas dalam peningkatan kinerja tenaga
kependidikan adalah kompensasi/remunerasi dengan bobot nilai 0,371. Hasil ini menunjukkan bahwa aspek
kompensasi/remunerasi sangat penting bagi tenaga kependidikan. Prioritas kedua dalam penilaian alternatif adalah
pengembangan karir
154
Machine Translated by Google
dengan nilai bobot 0,227. Nilai ini memiliki perbedaan yang tidak signifikan (hanya 0,015) dibandingkan dengan prioritas
ketiga yaitu pendidikan dan pelatihan dengan nilai pembobotan 0,212. Pengembangan karir menjadi orientasi tenaga
kependidikan dalam bekerja selain kompensasi/remunerasi yang diterima.
Promosi dan promosi tenaga kependidikan harus didasarkan pada pencapaian target kinerja selama beberapa periode
pengukuran. Aspek promosi, khususnya, tidak lagi didasarkan pada senioritas atau pertimbangan lain dengan mengabaikan
hasil atau kinerja tenaga kependidikan. Matriks gabungan perbandingan antar alternatif berdasarkan kriteria disajikan pada
Tabel 5.
Penilaian parsial untuk setiap kriteria menunjukkan perbedaan prioritas alternatif. Pada kriteria kompetensi yang
diprioritaskan adalah kompensasi/remunerasi, sedangkan prioritas kedua adalah pendidikan dan pelatihan. Prioritas pada
kriteria motivasi adalah kompensasi/remunerasi, sedangkan prioritas kedua adalah pengembangan karir. Prioritas kriteria
perencanaan kinerja, peningkatan kinerja berkelanjutan, serta pendidikan dan pelatihan sama dengan kriteria pengukuran
kinerja, termasuk kriteria motivasi.
Nilai RK secara parsial pada setiap kriteria menunjukkan tren yang konsisten. Namun pada kriteria motivasi, nilai RK
ditemukan tidak konsisten karena lebih dari 0,1. Namun nilai RK gabungan untuk semua kriteria masih menunjukkan hasil
perbandingan preferensi yang konsisten dengan angka 0,03 (3 persen). Selain itu, hasil penilaian secara keseluruhan juga
menunjukkan bahwa tidak ada kesalahan dalam penilaian, baik sebagian maupun gabungan. Hasil perhitungan AHP dengan
nilai bobot untuk setiap hierarki disajikan pada Gambar 4.
KESIMPULAN
Kajian SSM menunjukkan bahwa banyak pihak yang berkepentingan dengan kinerja tenaga kependidikan seperti
dosen, mahasiswa, pimpinan unit, Rektor, dan terakhir Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Keuangan.
Tenaga kependidikan memiliki peran strategis dalam memberikan dukungan dan pelayanan untuk pencapaian kinerja
organisasi yang telah ditandatangani oleh Rektor dengan
155
Machine Translated by Google
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Keuangan. Tidak adanya perencanaan dan
pengukuran target kinerja tenaga kependidikan yang dilakukan secara bertahap mengakibatkan tidak jelasnya
capaian kinerja dan kontribusi masing-masing tenaga kependidikan. Instrumen pendukung yang dapat merekam
dan mendokumentasikan kinerja tenaga kependidikan dari waktu ke waktu sangat diperlukan. Penting untuk
membuat aplikasi yang mudah digunakan (user-friendly) untuk memantau, mengukur, dan memitigasi kesenjangan
dalam pencapaian target kerja. Penyusunan proses bisnis dan pedoman pelaksanaan manajemen kinerja merupakan
kebutuhan yang mendesak. Proses ini meliputi proses pelaporan, pemantauan, dan evaluasi target kinerja yang
menggambarkan proses, keluaran, dan
hasil yang dicapai dengan melibatkan pimpinan unit atau supervisor secara langsung, termasuk rekan kerja yang terkait deng Hasil
penilaian atau pengukuran target kinerja yang selama ini hanya digunakan untuk pembayaran
remunerasi dapat dikembangkan untuk tujuan lain yang bermanfaat bagi organisasi, seperti pengembangan karir
termasuk manajemen talenta, peningkatan kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan, dan sebagai dasar untuk
peningkatan kinerja yang berkelanjutan
Prioritas strategi peningkatan kinerja tenaga kependidikan dalam mendukung pencapaian kinerja organisasi
dilakukan melalui AHP yang menempatkan kompetisi dan pengukuran kinerja sebagai kriteria prioritas pertama dan
kedua. Kompetensi merupakan syarat penting bagi pelaksanaan tugas tenaga kependidikan, sedangkan pengukuran
kinerja merupakan upaya untuk melihat keberhasilan pelaksanaan tugas sekaligus memastikan seberapa besar
kontribusi tenaga kependidikan dalam pencapaian kinerja satuan dan kinerja organisasi. . Pada hierarki berikutnya,
alternatif prioritas yang dapat ditentukan adalah pertama, kompensasi/remunerasi, kompensasi/remunerasi yang adil
dan objektif berdasarkan hasil pengukuran kinerja penting untuk peningkatan kinerja. Sedangkan prioritas kedua dan
ketiga memiliki bobot nilai yang hampir sama yaitu pengembangan karir serta pendidikan dan pelatihan.
Pengembangan karir merupakan dampak lain yang diharapkan dari pencapaian target kinerja tenaga kependidikan.
Promosi dan promosi merupakan harapan tenaga kependidikan. Pendidikan dan pelatihan sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan kemampuan konseptual, teknis, dan manajerial tenaga kependidikan. Tantangan perubahan lingkungan
menuntut tenaga kependidikan untuk mampu beradaptasi dan memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam menyikapi
dinamika perubahan.
PENGAKUAN
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat (LP2M) Unila beserta berbagai pihak yang telah membantu dalam proses penelitian ini dan dana
yang diberikan melalui skema hibah penelitian terapan.
REFERENSI
Aguinis, H. 2009. Pandangan yang diperluas tentang manajemen kinerja. Manajemen kinerja: Menempatkan penelitian ke dalam
latihan, 1-43.
Alamiya, N., Yuliatiningsih, A., Sudrajat, T., & YurisPS, DP 2013. Kebijakan remunerasi pegawai negeri sipil (Analisis materi membawa nilai
dan kelas jabatan dalam mempersembahkan remunerasi). Jurnal Dinamika Pemerintah, 13 (2), 210-216.
Atkinson, M. 2012. Mengembangkan dan menggunakan kerangka kerja manajemen kinerja: studi kasus. Mengukur bisnis
keunggulan.
Amir, MF 2016. Manajer Kinerja Perguruan Tinggi. Mitra Wacana Media, Bandung.
Bach, S. (Ed.). 2009. Mengelola sumber daya manusia: manajemen personalia dalam transisi. John Wiley & Sons.
Checkland, P., & Scholes, J. 1990. Metodologi sistem lunak dalam tindakan (No. Q295 C51).
Checkland, P., & Poulter, J. 2006. Pembelajaran untuk tindakan: akun definitif singkat metodologi sistem lunak dan penggunaannya untuk
praktisi, guru, dan siswa (Vol. 26). Chichester: Wiley.
Ekananta, A., Maarif, S., Affandi, J., & Sukmawati, A. 2018. Analisis Kinerja Situasional dan Kompetensi Profesi Manajer Sumber Daya Manusia
di Indonesia. MANAJER JURNAL, 10 (1), 67-79.
Eriyatno, LL 2013. Science System: peningkatan integrasi dan koordinasi Manajemen. Guna Widya.
156
Machine Translated by Google
Gardner, TM, Wright, PM, & Moynihan, LM 2011. Dampak Motivasi, Pemberdayaan, dan Keterampilan-
meningkatkan praktik pada pergantian sukarela agregat: Efek mediasi dari komitmen afektif kolektif. Psikologi personalia, 64 (2), 315-
350.
Hardjosoekarto, S. 2012. Hardjosoekarto. Jakarta, Indonesia: Universitas Indonesia.
Hardjosoekarto, S., Yovani, N., & Santiar, L. 2014. Penguatan kelembagaan peran media massa dalam pengurangan risiko bencana di Jepang dan
Indonesia: aplikasi action research berbasis SSM. Penelitian Praktik dan Tindakan Sistemik, 27 (3), 227-246.
KH dan HAM Kemenkumham. 2014. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penyelanggaraan
Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi. hal. 1-37.
KH dan HAM Kemenkumham. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005
Tentang Pengelolaan Badan Layanan Umum. Indonesia. hal. 1–12.
KH dan HAM Kemenkumham. 2016. Peraturan Menteri Agama Nomor 6 2016 Tentang Pengusulan dan Pemberian Remunerasi Bagi Pejabat
Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, dan Pegawai Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri yang Menerapkan
Pola Keuangan Badan Layan Umum.
Indonesia. hal. 1–11.
KH dan HAM Kemenkumham. 2016. Peraturan Presiden Republik Republika Nomor 32 Tahun 2016 Tentang Tunjangan Kinerja di
Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Indonesia. hal. 1-5.
KKRI Kemenkes. 2015. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2015 Tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan
Kinerja Bagi Pegawai Di Lingkungan Kementerian Kesehatan. Indonesia.
hal. 1-103.
KKRI Kemenkeu. 2017. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 176 / PMK.05/2017 Tentang Pedoman Remunerasi Badan
Layanan Umum. Indonesia. hal. 1-23.
KRT dan PT Dikti. 2020. Buku Statistik Pendidikan Tinggi Indonesia Tahun 2018', Jakarta, Indonesia. doi:
10.1002 / kimia.200802548.
Koopmans, L., Bernaards, C., Hildebrandt, V., van Buuren, S., Van der Beek, AJ, & de Vet, HC 2013.
Pengembangan kuesioner kinerja individu. Jurnal internasional produktivitas dan manajemen kinerja. jilid 62, tidak. 1, hal. 6–28.
Küskü, F. 2003. Kepuasan karyawan dalam pendidikan tinggi: kasus staf akademik dan administrasi di Turki. Pengembangan Karir
Internasional. Pengembang Karir. Int., Jil. 8, tidak. 7, hal. 347–356.
Martono, S., Khoiruddin, M., & Wulansari, NA 2018. Sistem manajemen penghargaan remunerasi sebagai faktor pendorong kinerja pegawai.
Jurnal Internasional Bisnis & Masyarakat, 19.
Mathis, LR dan Jackson, HJ Manajemen Sumber Daya Manusia: Manajemen Sumber Daya Manusia Personalia, edisi ke-13., Vol.
13, tidak. Januari 2019. Mason, Ohio, AS: Pembelajaran Souh-Barat Cengage.
Parmenter, D. 2015. Indikator kinerja utama: mengembangkan, menerapkan, dan menggunakan KPI pemenang. John Wiley & Sons.
Prasetyo, HN, Yunarso, EW, & Nugroho, H. 2014. Implementasi Sistem Remunerasi Berbasis Kinerja Di Perguruan Tinggi (Studi Kasus
Fakultas Ilmu Terapan Universitas Telkom D / H Politeknik Telkom).
Dalam Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX (Vol. 1, No. 2, hlm. 20-29).
Saaty, TL 1988. Apakah proses hierarki analitik itu? Dalam model matematika untuk pendukung keputusan (hal. 109-121).
Springer, Berlin, Heidelberg.
Sonnentag, S., & Frese, M. 2002. Konsep kinerja dan teori kinerja. Manajemen psikologis kinerja individu, 23 (1), 3-25.
Unand, UA 2018. 'Peraturan Rektor Perguruan Tinggi Andalas Nomor 14 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pelaksanaan Remunerasi Universitas
Andalas'. http://repo.unand.ac.id/20771/ (diakses 25 Januari 2020).
Unpad, 2014. 'Peraturan Rektor Uniersitas Padjadjaran Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Remunerasi BLU Universitas
Padjadjaran'.
Williams, LJ, & Anderson, SE 1991. Kepuasan kerja dan komitmen organisasi sebagai prediktor kewarganegaraan organisasi dan perilaku dalam
peran. Jurnal Manajemen, 17 (3), 601-617.
Wirawan. 2013. Kepemimpinan, Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi, Aplikasi dan Penelitian. Rajawali Pers, Jakarta,
Indonesia.
157