Anda di halaman 1dari 7

Pesan Paus Fransiskus

untuk Hari Ciptaan 1/9/23

Pesan Paus Fransiskus untuk Hari Doa Ekumenis Sedunia bagi


Pemeliharaan Ciptaan, 1 September 2023
Saudara dan saudari terkasih!
“Hendaklah Keadilan dan Perdamaian Mengalir” adalah tema
Musim Ciptaan ekumenis tahun ini, yang diilhami oleh kata-kata
Nabi Amos: “Hendaklah keadilan bergulung-gulung seperti
sungai, dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir”
(5:24).
Kiasan menggugah yang digunakan oleh Nabi Amos berbicara
kepada kita tentang apa yang diinginkan Allah, yakni bahwa
keadilan berdaulat. Hal itu sama pentingnya bagi kehidupan kita
sebagai anak-anak Allah yang dibuat menurut gambar-Nya,
seperti air penting bagi kelangsungan hidup fisik kita. Keadilan
ini harus mengalir ke mana pun dibutuhkan. Allah ingin setiap
orang berusaha untuk adil dalam setiap situasi, untuk hidup sesuai
dengan hukum-Nya dan dengan demikian memungkinkan
kehidupan berkembang. Ketika kita “mencari dahulu Kerajaan
Allah dan kebenaran-Nya” (Mat 6:33), menjaga hubungan yang
benar dengan Allah, manusia, dan alam, maka keadilan dan
perdamaian dapat bergulung-gulung seperti sungai air bersih yang
tidak pernah berhenti, dan memelihara umat manusia dan semua
makhluk.
Di saat kita membenamkan diri dalam alam ciptaan, kita bisa
merasakan detak jantung keibuan bumi. Sama seperti jantung bayi
dalam kandungan berdetak selaras dengan jantung ibunya,
demikian pula untuk tumbuh sebagai manusia, kita perlu
menyelaraskan ritme kehidupan kita sendiri dengan irama ciptaan,
yang memberi kita kehidupan.
Selama Musim Ciptaan ini, marilah kita memikirkan detak
jantung itu: detak jantung kita sendiri dan detak jantung ibu dan
nenek moyang kita, detak jantung alam ciptaan dan detak jantung
Allah, yang saat ini tidak berdetak secara harmonis; tidak
diselaraskan dalam keadilan dan perdamaian. Terlalu banyak
saudara dan saudari kita yang dihalangi minum dari sungai besar
itu. Mari kita mengindahkan panggilan kita untuk mendukung
para korban ketidakadilan lingkungan dan iklim, dan mengakhiri
penyerbuan kita yang tidak masuk akal terhadap alam ciptaan.
Dampak dari penyerbuan ini dapat dilihat dari banyaknya sungai
yang mengering. Benediktus XVI pernah mengamati bahwa:
“gurun-gurun lahiriah di dunia sedang meluas, karena gurun
batiniah telah begitu meluas”. Keserakahan konsumeris, yang
dipicu oleh hati yang mementingkan diri sendiri, mengganggu
siklus air planet ini. Penggunaan bahan bakar fosil yang tidak
terkendali dan perusakan hutan mendorong suhu menjadi semakin
tinggi dan menyebabkan kekeringan serius. Kekurangan air yang
mengkhawatirkan semakin berdampak pada masyarakat pedesaan
kecil dan kota-kota besar. Selain itu, industri yang ibarat predator
menguras dan mencemari sumber air tawar kita melalui praktik
ekstrem ekstraksi minyak dan gas, proyek penambangan besar-
besaran yang tidak terkendali, dan peternakan hewan yang masal.
“Saudari Air”, dalam kata-kata Santo Fransiskus dari Assisi,
dijarah dan diubah menjadi “komoditas yang tunduk pada hukum
pasar” (Laudato Si’, 30).
Panel Antarpemerintah PBB tentang Perubahan Iklim telah
menyatakan bahwa harus bertindak sekarang dengan urgensi yang
lebih besar agar kita tidak akan melewatkan kesempatan kita
untuk menciptakan dunia yang lebih berkelanjutan dan adil. Kita
bisa dan kita harus mencegah yang terburuk terjadi. “Sungguh,
banyak yang dapat dilakukan” (ibid., 180), asalkan kita bersatu
seperti begitu banyak batang air, kali, dan anak sungai, yang
akhirnya menyatu menjadi sungai besar untuk mengairi
kehidupan planet indah kita dan kehidupan seluruh umat manusia
untuk generasi-generasi mendatang . Jadi mari kita bergandengan
tangan dan mengambil langkah berani untuk “membiarkan
keadilan dan perdamaian mengalir” di seluruh dunia kita.
Bagaimana kita dapat berkontribusi pada sungai besar keadilan
dan perdamaian di Musim Ciptaan ini? Apa yang dapat kita,
khususnya sebagai komunitas Kristiani, lakukan untuk
memulihkan rumah kita bersama agar dapat dipenuhi kembali
dengan kehidupan? Yang perlu kita lakukan ialah dengan tegas
mengubah hati kita, gaya hidup kita, dan kebijakan publik yang
mengatur masyarakat kita.
Pertama, mari kita menyatu menjadi sungai besar dengan
mengubah hati kita. Ini penting agar transformasi lain akan
terjadi; itulah “pertobatan ekologis” yang didorong oleh Santo
Yohanes Paulus II agar kita membarui hubungan kita dengan
ciptaan sehingga kita tidak lagi melihatnya sebagai objek untuk
dieksploitasi tetapi menghargainya sebagai hadiah suci dari
Pencipta kita. Selanjutnya, kita harus menyadari bahwa
pendekatan integral untuk menghormati lingkungan melibatkan
empat hubungan: dengan Allah, dengan saudara dan saudari kita
hari ini dan besok, dengan seluruh alam, dan dengan diri kita
sendiri.
Mengenai yang pertama dari keempat hubungan ini, Paus
Benediktus XVI berbicara tentang pentingnya dan perlunya kita
mengakui bahwa penciptaan dan penebusan tidak dapat
dipisahkan: “Penebus adalah Sang Pencipta dan jika kita tidak
mewartakan Allah dalam keagungan-Nya yang penuh – sebagai
Pencipta dan sebagai Penebus – kita juga mengurangi nilai
penebusan”. Penciptaan merujuk baik pada tindakan Allah yang
misterius dan luar biasa dalam menciptakan planet dan seluruh
alam semesta yang agung dan indah ini dari ketiadaan maupun
pada buah-buah selanjutnya tindakan itu, yang kita alami sebagai
anugerah yang tidak ada habisnya. Pada saat liturgi dan doa
pribadi di “katedral agung alam ciptaan”, marilah kita mengenang
Seniman agung yang menciptakannya demikian indah, dan
merenungkan misteri kebijakan-Nya yang penuh kasih untuk
menciptakan dunia.
Kedua, mari kita memperbesar aliran sungai yang dahsyat ini
dengan mengubah gaya hidup kita. Berawal dari kekaguman yang
penuh syukur atas Sang Pencipta dan ciptaan-Nya, marilah kita
bertobat dari “dosa-dosa ekologis” kita, seperti yang didesak oleh
saudaraku, Patriark Ekumenis Bartholomeus. Dosa-dosa itu
merugikan dunia alam dan sesama manusia. Dengan pertolongan
rahmat Allah, marilah kita mengenakan gaya hidup yang
mengurangi pemborosan dan konsumsi yang tidak perlu, terutama
di mana proses-proses produksinya merusakkan dan tidak
berkelanjutan. Marilah kita berhati-hati dalam kebiasaan dan
ketetapan ekonomi kita sehingga semua saudara-saudari kita
dapat berkembang di mana pun mereka berada, juga generasi
mendatang. Mari kita bekerja sama dengan karya ciptaan Allah
yang berkelanjutan melalui pilihan-pilihan positif: menggunakan
sumber-sumber daya secara wajar dan dengan keugaharian yang
penuh sukacita, memilah dan mendaur ulang limbah, dan lebih
banyak menggunakan produk dan layanan yang bertanggung
jawab terhadap lingkungan hidup dan masyarakat.
Terakhir, agar sungai yang besar terus mengalir, kita harus
mengubah kebijakan publik yang mengatur masyarakat kita dan
membentuk kehidupan kaum muda hari ini dan besok. Politik
ekonomi yang mempromosikan kekayaan yang memalukan bagi
segelintir orang yang memiliki hak-hak khusus dan
mengakibatkan kemerosotan bagi banyak orang lainnya, berarti
kesudahan perdamaian dan keadilan. Jelaslah bahwa negara-
negara kaya telah menanggung “utang ekologis” yang harus
dibayar (bdk. Laudato Si’, 51). Para pemimpin dunia yang akan
berkumpul untuk KTT COP28 di Dubai dari 30 November hingga
12 Desember 2023 harus mendengarkan hasil penelitian ilmiah
dan menetapkan aturan transisi yang cepat dan adil untuk
mengakhiri era bahan bakar fosil. Menurut komitmen yang dibuat
dalam Perjanjian Paris untuk menahan pemanasan global, tidak
masuk akal untuk mengizinkan eksplorasi lanjutan dan perluasan
infrastruktur bahan bakar fosil. Mari kita angkat suara untuk
menghentikan ketidakadilan terhadap orang miskin dan anak-anak
kita, yang akan menanggung dampak terburuk dari perubahan
iklim. Saya mengimbau semua orang yang berkehendak baik
untuk menyelaraskan tindakan-tindakan mereka dengan
perspektif terhadap masyarakat dan alam ini.

Perspektif sejajar lainnya adalah berkaitan dengan komitmen


Gereja Katolik terhadap sinodalitas. Tahun ini, penutupan Musim
Ciptaan pada 4 Oktober, pesta Santo Fransiskus dari Assisi, akan
bertepatan dengan pembukaan Sidang Sinode tentang Sinodalitas.
Seperti sungai di alam, yang dialiri oleh banyak anak sungai kecil
dan batang air yang lebih besar, proses sinode yang telah dimulai
pada bulan Oktober 2021 mengundang semua orang yang
mengambil bagian di tingkat pribadi atau komunitas, untuk
bersatu dalam sungai refleksi dan pembaharuan yang semarak.
Seluruh Umat Allah diundang untuk memasuki sebuah perjalanan
dialog sinodal dan pertobatan.
Seperti daerah aliran sungai dengan banyak anak sungainya yang
kecil dan besar, demikian juga Gereja adalah suatu persekutuan
Gereja-Gereja lokal yang tak terhitung banyaknya, komunitas-
komunitas religius dan perkumpulan-perkumpulan yang menimba
dari perairan yang sama. Setiap sumber menambahkan
kontribusinya yang unik dan tak tergantikan, hingga semuanya
mengalir bersama ke dalam lautan luas belas kasih Allah. Sama
seperti sungai adalah sumber kehidupan bagi daerah di sekitarnya,
Gereja sinodal kita harus menjadi sumber kehidupan bagi rumah
kita bersama dan semua penghuninya. Seperti sungai memberi
kehidupan bagi semua jenis kehidupan hewan dan tumbuhan,
dengan cara yang sama Gereja sinodal harus memberikan
kehidupan dengan menaburkan keadilan dan perdamaian di setiap
tempat yang dijangkaunya.
Di Laut Galilea Yesus membawa kesembuhan dan penghiburan
bagi banyak orang dan menyerukan “revolusi cinta kasih.” Lautan
dan sungai kita juga merupakan tempat penyembuhan,
penghiburan dan kesatuan kasih, tempat-tempat yang
“mengingatkan kita bahwa persaudaraan itu sungguh-sungguh
jika menyatukan mereka yang berjauhan. Pesan persatuan yang
diturunkan surga ke bumi tidak takut akan perbedaan, tetapi
mengajak kita untuk bersatu dalam persekutuan dengan
perbedaan-perbedaan, untuk bersama-sama mulai kembali dari
awal, karena kita semua adalah peziarah di tengah perjalanan”.
Di Musim Ciptaan ini, sebagai pengikut Kristus dalam perjalanan
sinode kita bersama, marilah kita hidup, bekerja, dan berdoa agar
rumah kita bersama akan dipenuhi kembali dengan kehidupan.
Semoga Roh Kudus sekali lagi melayang di atas pemukaan air
dan membimbing upaya kita untuk “memperbaharui muka bumi”
(bdk. Mzm 104:30).
Roma, Santo Yohanes Lateran, 13 Mei 2023
https://seasonofcreation.org/resources/ (di beberapa alinea sedikit
dipersingkat bila isinya kurang kita kenal; MHR)

Anda mungkin juga menyukai