Anda di halaman 1dari 15

TUGAS FARMAKOTERAPI II

ARITMIA

ELSA RAHMADANI
1948201023

INDAH NOVITA DEWI


1948201040

PRODI FARMASI FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS FORT DE KOCK
BUKITTINGGI
202
A. Pengertian

Aritmia adalah hilangnua irama jantung atau ketidak aturan detak jantung

(Dipiro et al., 2020). Gangguan irama jantung (aritmia) adalah pola perubahan

yang cepat dari denyut jantung normal. Hal ini menjadi permasalahan ketika

tidak di atasi dengan baik dan benar karena dapat menyebabkan terganggunya

fungsi jantung tersebut, bahkan dalam kasus yang lebih parah dapat

menyebabkan kematian secara mendadak. Aritmia merupakan gangguan irama

jantung atau pola perubahan yang cepat dari denyut jantung normal

(Hutasuhut et al., 2021).

B. Klasifikasi(Ayuni et al., 2021)

1. Sinus Takikardi

Meningkatnya aktifitas nodus sinus, gambaran yang penting pada ECG

adalah laju gelombang lebih dari 100 X per menit, irama teratur dan ada

gelombang P tegak disandapan I,II dan aVF.

2. Sinus bradikardi

Penurunan laju depolarisasi atrium. Gambaran yang terpenting pada ECG

adalah laju kurang dari 60 permenit, irama teratur, gelombang p tegak

disandapan I,II dan aVF.

3. Komplek atrium premature

Impul listrik yang berasal di atrium tetapi di luar nodus sinus

menyebabkan kompleks atrium prematur, timbulnya sebelum denyut


sinus berikutnya. Gambaran ECG menunjukan irama tidak teratur, terlihat

gelombang P yang berbeda bentuknya dengan gelombang P berikutnya.

4. Takikardi Atrium

Suatu episode takikardi atrium biasanya diawali oleh suatu kompleks

atrium prematur sehingga terjadi reentri pada tingkat nodus AV.

5. Fluter atrium

Kelainan ini karena reentri pada tingkat atrium. Depolarisasi atrium cepat

dan teratur, dan gambarannya terlihat terbalik disandapan II,III dan atau

aVF seperti gambaran gigi gergaji.

6. Fibrilasi atrium

Fibrilasi atrium bisa tibul dari fokus ektopik ganda dan atau daerah reentri

multipel. Aktifitas atrium sangat cepat sindrom sinus sakit.

7. Komplek jungsional premature

8. Irama jungsional

9. Takikardi ventrikuler

C. Etiologi (Chandra & Suwanto, 2021)

Etiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh :

1. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard

(miokarditis karena infeksi)

2. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri

koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.

3. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-obat

anti aritmia lainnya


4. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia)

5. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi

kerja dan irama jantung

6. Ganggguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.

7. Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis)

8. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme)

9. Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung

10. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem

konduksi jantung)

Faktor-faktor tertentu dapat meningkatkan resiko terkena aritmia

jantung atau kelainan irama jantung. Beberapa faktor tersebut diantaranya

adalah:

1. Penyakit Arteri Koroner

Penyempitan arteri jantung, serangan jantung, katup jantung abnormal,

kardiomiopati, dan kerusakan jantung lainnya adalah faktor resiko untuk

hampir semua jenis aritmia jantung.

2. Tekanan Darah Tinggi

Tekanan darah tinggi dapat meningkatkan resiko terkena penyakit arteri

koroner.Hal ini juga menyebabkan dinding ventrikel kiri menjadi kaku

dan tebal, yang dapat mengubah jalur impuls elektrik di jantung.

3. Penyakit Jantung Bawaan

Terlahir dengan kelainan jantung dapat memengaruhi irama jantung.

4. Masalah pada Tiroid


Metabolisme tubuh dipercepat ketika kelenjar tiroid melepaskan hormon

tiroid terlalu banyak.Hal ini dapat menyebabkan denyut jantung menjadi

cepat dan tidak teratur sehingga menyebabkan fibrilasi atrium (atrial

fibrillation). Sebaliknya, metabolisme melambat ketika kelenjar tiroid

tidak cukup melepaskan hormon tiroid, yang dapat menyebabkan

bradikardi (bradycardia).

5. Obat dan Suplemen

Obat batuk dan flu serta obat lain yang mengandung pseudoephedrine

dapat berkontribusi pada terjadinya aritmia.

6. Obesitas

Selain menjadi faktor resiko untuk penyakit jantung koroner, obesitas

dapat meningkatkan resiko terkena aritmia jantung.

7. Diabetes

Resiko terkena penyakit jantung koroner dan tekanan darah tinggi akan

meningkat akibat diabetes yang tidak terkontrol. Selain itu, gula darah

rendah (hypoglycemia) juga dapat memicu terjadinya aritmia.

8. Obstructive Sleep Apnea

Obstructive sleep apnea disebut juga gangguan pernapasan saat

tidur.Napas yang terganggu, misalnya mengalami henti napas saat

tidur dapat memicu aritmia jantung dan fibrilasi atrium.

9. Ketidakseimbangan Elektrolit

Zat dalam darah seperti kalium, natrium, dan magnesium (disebut

elektrolit), membantu memicu dan mengatur impuls elektrik pada jantung.


Tingkat elektrolit yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat

memengaruhi impuls elektrik pada jantung dan memberikan kontribusi

terhadap terjadinya aritmia jantung.

10. Terlalu Banyak Minum Alkohol

Terlalu banyak minum alkohol dapat memengaruhi impuls elektrik di

dalam jantung serta dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya fibrilasi

atrium (atrial fibrillation). Penyalahgunaan alkohol kronis dapat

menyebabkan jantung berdetak kurang efektif dan dapat menyebabkan

cardiomyopathy (kematian otot jantung).

11. Konsumsi Kafein atau Nikotin

Kafein, nikotin, dan stimulan lain dapat menyebabkan jantung berdetak

lebih cepat dan dapat berkontribusi terhadap resiko aritmia jantung yang

lebih serius.

Obat-obatan ilegal, seperti amfetamin dan kokain dapat memengaruhi

jantung dan mengakibatkan beberapa jenis aritmia atau kematian

mendadak akibat fibrilasi ventrikel (ventricular fibrillation).

D. Patofiologi

Dalam keadaan normal, pacu untuk deyut jantung dimulai di denyut

nodus SA dengan irama sinur 70-80 kali per menit, kemudian di nodus AV

dengan 50 kali per menit, yang kemudian di hantarkan pada berkas HIS lalu

ke serabut purkinje.
Sentrum yang tercepat membentuk pacu memberikan pimpinan dan

sentrum yang memimppin ini disebut pacemaker. Dlam keadaan tertentu,

sentrum yang lebih rendah dapat juga bekerja sebagai pacemaker, yaitu :

1. Bila sentrum SA membentuk pacu lebih kecil, atau bila sentrum AV

membentuk pacu lebih besar.

2. Bila pacu di SA tidak sampai ke sentrum AV, dan tidak diteruskan k

BIndel HIS akibat adanya kerusakan pada system hantaran atau penekanan

oleh obt.

Aritmia terjadi karena ganguan pembentukan impuls (otomatisitas

abnormal atau gngguan konduksi). Gangguan dalam pembentukan pacu

antara lain:

1. Gangguan dari irama sinus, seperti takikardi sinus, bradikardi sinus dan

aritmia sinus.

2. Debar ektopik dan irama ektopik:


a. Takikardi sinus fisiologis, yaitu pekerjaan fisik, emosi, waktu makana

sedang dicerna.

b. Takikrdi pada waktu istirahat yang merupakan gejala penyakit,

seperti demam, hipertiroidisme, anemia, lemah miokard, miokarditis,

dan neurosis jantung.

E. Manifestasi Klinis Aritmia (Sebayang, 2018)

1. Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ),nadi mungkin tidak teratur,


defisit nadi, bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut
menurun, kulit pucat, sianosis, berkeringat, edema, haluaran urin menurun
bila curah jantung menurun berat.
2. Sinkop pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi,
perubahan pupil.
3. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat
antiangina, gelisah
4. Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi
nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan
komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau
fenomena tromboembolitik pulmonal, hemoptisis, demam, kemerahan
kulit (reaksi obat), inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial),
kehilangan tonus otot/kekuatan
F. Penatalaksanaan Aritmia

Berikut adalah algoritma aritmia :

(Dipiro et al., 2011)


Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu:

Tabel : Klasifikasi obat-obat aritmia (Dipiro et al., 2020)


Anti aritmia Kelas 1: sodium channel blocker
Kelas 1 A 1. Quinidine adalah obat yang
digunakan dalam terapi
pemeliharaan untuk mencegah
berulangnya atrial fibrilasi atau
flutter.
2. Procainamide untuk ventrikel
ekstra sistol atrial fibrilasi dan
aritmi yang menyertai anestesi.
3. Dysopiramide untuk SVT akut
dan berulang

Kelas 1 B 1. Lignocain untuk aritmia


ventrikel akibat iskemia
miokard, ventrikel takikardia.
2. Mexiletine untuk aritmia entrikel
dan VT
Kelas 1 C 1. Flecainide untuk ventrikel
ektopik dan takikardi

Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)

Kelas 2 1. Atenolol, Metoprolol, Propanolol


: indikasi aritmi jantung, angina
pektoris dan hipertensi

Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)

kelas 3 1. Amiodarone, indikasi VT,


SVT berulang

Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)

kelas 4 1.Verapamil,indikasi
supraventrikular aritmia

Terapi mekanis
a. Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan

disritmia yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur

elektif.

b. Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan

gawat darurat.

c. Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk mendeteksi

dan mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau

pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.

d. Terapi pacemaker : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus

listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.

Pemeriksaan Penunjang (Anggrahini & Trihartanto, 2015)

1. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi.

Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan

elektrolit dan obat jantung.

2. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk

menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien

aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi

pacu jantung/efek obat antidisritmia.

3. Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung

sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup

4. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan

miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu

gerakan dinding dan kemampuan pompa.


5. Tes stres Latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan

yang menyebabkan disritmia.

6. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium

dapat mnenyebabkan disritmia.

7. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya

obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.

8. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum

dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.

9. Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi

akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.

10. GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi

disritmia.

G. Contoh Kasus

Nama Tn.R
Umur 59 Tahun
Riwayat penyakit asam lambung, hipertensi, asma dan jantung

Kasus Seorang laki-laki berusia 59 tahun datAng ke Instalansi


Gawat Darurat di RSUD dr. Sayidiman Magetan dengan
keluhan dada sesak sejak satu minggu yang lalu. Sesak
muncul kadang-kadang, meningkat terutama pada saat
aktifitas dan malam hari. Keluhan membaik pada saat
istirahat. Keluhan pasien juga disertai keringat dingin.
Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini dua bulan
yang lalu. Pasien memiliki riwayat penyakit asam
lambung, hipertensi, asma dan jantung. Sampai sekarang
pasien masih rutin cek kesahatan dan berobat di poli.

Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah


160/120 mmHg, nadi 90x/menit, ireguler, frekuensi
nafas 24x/menit, dan suhu 36 C. Kondisi umum pasien
tampak kesakitan dengan VAS skor yaitu 4.

Pemeriksaan EKG memberikan hasil sinus rthym, irama


ireguler, frekuensi nadi 92x/menit, axis normal, atrial
fibrilasi. Berdasarkan keluhan, pemeriksaan fisik, dan
penunjang tersebut, diagnosis awal pada pasien adalah
atrial fibrilasi. Pasien selanjutnya menjalani rawat inap
di ruang perawatan dengan terapi Inf NS 1 fl, Inj
pantoprazole 1x1, spironolakton 0-25, atorvastatin 0-40,
digoxin 1x1, candesartan 0-80, curcuma 3x1.

S Pasien dada sesak, disertai keringat dingin

O TD = 160/120 mmHg, suhu = 36o C, nadi 90x/menit, ireguler, frekuensi nafas


24x/menit, VAS skor yaitu 4.

A 1.pasien tidak mengalami penyakit kolesterol tetapi diberikan terapi


atorvastatin
2. pasien mengeluh nyeri di bagian dada, tetapi tidak diberikan analgetik
3. Sebaiknya obat diberikan dalam bentuk Subligual atau inhaler karena saat
terjadi rangsangan tidak memungkinkan pasien diberika obat dalam bentuk
tablet oral

P 1. Penghentian pemberian terapi atorvastatin


2. Pemberiannya terapi aspirin sprn
3. Pemberi obat sublingual Isosorbid
DAFTAR PUSTAKA

Anggrahini, N. S., & Trihartanto, M. A. (2015). Laki-Laki Usia 59 Tahun Dengan


Atrial Fibrilasi: Laporan Kasus. Laporan Kasus, 7(April), 89–95.
Ayuni, Q., Cahya Wihandika, R., & Yudistira, N. (2021). Klasifikasi Aritmia Dari
Hasil Elektrokardiogram Menggunakan Metode Support Vector Machine.
Pengembangan Teknologi Informasi Dan Ilmu Komputer, 5(6), 2163–2170.
http://j-ptiik.ub.ac.id
Chandra, E., & Suwanto, D. (2021). Deteksi Dini untuk Mencegah Kematian
Mendadak Akibat Aritmia. Cermin Dunia Kedokteran, 48(6), 303.
https://doi.org/10.55175/cdk.v48i6.1429
Dipiro, J. T., Yee, G. C., Posey, L. M., Haines, S. T., Nolin, T. D., & Ellingrod,
V. (2020). Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 11th Edition. In
Annals of Pharmacotherapy (Vol. 40, Issue 9).
https://doi.org/10.1345/aph.1h160
Hutasuhut, M., Tugiono, T., & Nasyuha, A. H. (2021). Analisis Aritmia
(Gangguan Irama Jantung) Menerapkan Metode Certainty Factor. Jurnal
Media Informatika Budidarma, 5(4), 1386.
https://doi.org/10.30865/mib.v5i4.3289
Sebayang, A. N. O. (2018). Potensi Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan dalam
Deteksi Dini Aritmia Jantung. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran
Indonesia, 6(2), 1–3.
Anggrahini, N. S., & Trihartanto, M. A. (2015). Laki-Laki Usia 59 Tahun Dengan
Atrial Fibrilasi: Laporan Kasus. Laporan Kasus, 7(April), 89–95.
Ayuni, Q., Cahya Wihandika, R., & Yudistira, N. (2021). Klasifikasi Aritmia Dari
Hasil Elektrokardiogram Menggunakan Metode Support Vector Machine.
Pengembangan Teknologi Informasi Dan Ilmu Komputer, 5(6), 2163–2170.
http://j-ptiik.ub.ac.id
Chandra, E., & Suwanto, D. (2021). Deteksi Dini untuk Mencegah Kematian
Mendadak Akibat Aritmia. Cermin Dunia Kedokteran, 48(6), 303.
https://doi.org/10.55175/cdk.v48i6.1429
Dipiro, J. T., Yee, G. C., Posey, L. M., Haines, S. T., Nolin, T. D., & Ellingrod,
V. (2020). Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 11th Edition. In
Annals of Pharmacotherapy (Vol. 40, Issue 9).
https://doi.org/10.1345/aph.1h160
Hutasuhut, M., Tugiono, T., & Nasyuha, A. H. (2021). Analisis Aritmia
(Gangguan Irama Jantung) Menerapkan Metode Certainty Factor. Jurnal
Media Informatika Budidarma, 5(4), 1386.
https://doi.org/10.30865/mib.v5i4.3289
Sebayang, A. N. O. (2018). Potensi Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan dalam
Deteksi Dini Aritmia Jantung. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran
Indonesia, 6(2), 1–3.
DiPiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., & Posey, L.
M. (2011). Pharmacotherapy Handbook (8th ed.). The McGraw-Hill
Companies.
Daindes Tommy, El Rasyid Hauda. (2018). Laporan Kasus Ventrikular
Takikardia Refrakter Pada STEMI & Stroke. Jurnal Fakultas Kesehatan
Universitas Andalas Padang, Halaman 111- 115.

Anda mungkin juga menyukai