Anda di halaman 1dari 11

0

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


PADA ARITMIA

DISUSUN OLEH :

Sri Rusminah
Mth. Dewi Lesmanawati

Nim : 010602041
Nim : 010602018

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKER NGUDI WALUYO UNGARAN
TAHUN 2007

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA ARITMIA


A. Pendahuluan
Abnormalitas irama dan konduksi jantung dapat metaikan (kematian
mendadak akibat jantung), simtomatik (sinkope, near sinkope, mengantuk atau
berdebar-debar) atau asimtomatik. Gangguan ini menyebabkan penurunan cardiac
output sehingga mengganggu perfusi jantung atau miokardium atau cenderung
memburuk menjadi aritmia yang lebih serius dengan konsekuensi serupa.
Takikardia supraventrikuler stabil umumnya dapat ditoleransi dengan baik oleh
pasien tanpa penyakit jantung yang mendasari, tetapi dapat menyebabkan iskemia
miokardium atau gagal jantung kongestif pada pasien dengan gangguan koroner,
abnormalitas katup dan disfungsi miokardium baik sistolik maupu

diastolic.

Takikardia yang berlangsung lama (> dari 10 -30 detik) sering menimbulkan
gangguan hemodinamik dan lebih sering memburuk menjadi fibrilasi ventrikel
(Tierney, et.al, 2002).
B. Pengertian Aritmia
Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung
yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges,
1999). Sinus aritmia adalah gangguan irama, aritmia ini terjadi jika ada interval
RR pada strip EKG bervariasi lebih dari 0,12 detik, dari interval RR terpendek
sampai yang terpanjang (Hudak & Gallo, 1997). Disritmia atrium adalah
gangguan irama jantung yang pada gambaran EKG sering tampak gelombang P
terlihat premature dan bahkan dapat terbenam pada gelombang T terdahulu,
gelombang QRS tampak melebar atau kacau jika dihubungkan (Hudak & Gallo,
1997).
C. Etiologi
Sinus aritmia merupakan fenomena normal, khususnya terlihat pada orang
muda dengan frekuensi jantung yang lebih rendah, ini juga dapat terjadi setelah

peningkatan tonus vagal, misalnya setelah pemberian digitalis atau morfin (Hudak
dan gallo, 1997).
Etiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh :
1. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard
(miokarditis karena infeksi)
2. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri
koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
3. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-obat anti
aritmia lainnya
4. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia)
5. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja
dan irama jantung
6. Ganggguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
7. Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis)
8. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme)
9. Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung
10. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi
jantung)
D. Patofisiologi
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering
terjadi pada infark miokardium. Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi
sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai
perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel (Price,
1994). Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut
jantung tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi (Hanafi,
1996). Disritimia ini karena ketidakteraturan pada muatan nodus sinus, seringkali
berhubungan dengan fase dari siklus pernapasan nodus sinus secara bertahap
dipercepat dengan inspirasi dan secara bertahap melambat dengan ekspirasi. Juga
terdapat bentuk non ekspirasi dari disritmia (Hudak & Gallo, 1997). Disritmia

atrial terjadi ketika terjadi kontraksi atrium premature yaitu ketika impuls atrial
ektopik keluar secara premature dan pada kebanyakan kasus, impuls ini
dikonduksi dalam gaya normal melalui sistem konduksi AV ke ventrikel.
Suatu aritmia jantung adalah percepatan atau perlambatan yang tidak tepat
dalam kecepatan penghantaran listrik pada sistem hantaran khusus jantung,
termasuk nodus sinus, nodus AV, berkas his, sistem purkinje atau pada jaringan
kontraktil miokardium. Takiaritmia terjadi akibat meningkatnya automatisasi dan
reentry, sementara mekanisme bradiaritmia adalah kegagalan pembentukan
impuls di nodus sinus atau kegagalan konduksi impuls dalam nodus AV pada
sistem His- Purkinje. Diagnosis aritmia didasarkan pada hasil rekaman EKG pada
saat istirahat, uji daya tahan latihan atau rekaman pemantauan Holter (Stein,
2001).
E. Manifestasi Klinik
1. Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit
nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit
pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung
menurun berat.
2. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi,
perubahan pupil.
3. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat
antiangina, gelisah
4. Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas
tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi
pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena
tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
5. Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis
siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan

F. Pathways
Intoksikasi digitalis,
ASMI, jantung
reumatik

Takikardi
supraventrikuler
parokismal

Hipertiroidisme, jantung
reumatik, AMI, Gagal
jantung

Pada orang muda dengan


frekuensi jantung yg lebih
rendah

Disritimia artrial

Sinus aritmia

Gelombang P premature
& terbenam dalam
Frekuensi jantung 150
Gelombang T
250 x/mnt, Gelompang
sebelumnya
P mendahului
gelombang QRS

Gambaran EKG Interval RR


lebih dari 0,12 detik

Gangguan pembentukan impuls/otomatisasi, abnormalitas hantaran


impuls, Re-entry, aktivitas yang terpacu
Penurunan kontraktilitas otot jantung &
gangguan konduksi elektrikal
Penurunan Preload &
peningkatan after load

Mk. Resiko Penurunan


cardiac out put

Kurang informasi tentang


mekanisme disritmia & implikasi
gaya hidup

Mk. Kurang Pengetahuan


(mekanisme disritmia &
implikasi gaya hidup
(Swearingen, 2001, Stein, 2001; Hudak & Gallo, 1997)

G. Penatalaksaan Medis
Terapi medis : Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
1. Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker

Kelas 1 A
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk
mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.
Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang
menyertai anestesi.
Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang

Kelas 1 B
Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel
takikardia.
Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT

Kelas 1 C
Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi

2. Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade) : Atenolol, Metoprolol,


Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan hipertensi
3. Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation) : Amiodarone, indikasi VT, SVT
berulang
4. Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker) : Verapamil, indikasi
supraventrikular aritmia
Terapi mekanis
1. Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia
yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
2. Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat
darurat.
3. Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan
mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada
pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.

4. Terapi pacemaker : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik


berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.
H. Pengkajian Gawat Darurat
Pengkajian Primer
1. Airways

Batuk

Bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan


komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau
fenomena tromboembolitik pulmonal

Hemoptisis

2. Breathing

Nafas pendek

Perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan

3. Circulation

Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi )

Nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi

Bunyi jantung iramanya tak teratur

Bunyi ekstra dan denyut menurun

Kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis, berkeringat;


edema

Haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.

Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat
antiangina, gelisah

Dada berdebar debar / palpitasi

Kepala pusing atau sinkope

4. Ability

Kelelahan umum

Pengkajian sekunder
1. Riwayat penyakit

Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi

Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup


jantung, hipertensi

Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya


kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi

2. Kondisi psikososial : Perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut,


menolak,marah, gelisah, menangis.
3. Hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual muntah,
peryubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit
4. Pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan
pupil.
5. Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema
(trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan
I. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi penurunan cardiac out put berhubungan dengan gangguan
konduksi elektrikal dan penurunan kontraktilitas otot jantung
2. Kurang Pengetahuan (mekanisme disritmia & implikasi gaya hidup)
J. Intervensi Keperawatan
1. Resiko penurunan kardiak out put

Kriteria hasil :
a. Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan
oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urin adekuat, nadi teraba
sama, status mental biasa
b. Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya disritmia
c. Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.
Penanganan Primer

Raba nadi (radial, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan,


amplitudo dan simetris.

Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adanya denyut


jantung ekstra, penurunan nadi.

Tentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi; bradikardi; disritmia


atrial; disritmia ventrikel; blok jantung

Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama


fase akut.

Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi

Kolaburasi :
-

Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi

Berikan obat sesuai indikasi : kalium, antidisritmi

Siapkan untuk bantu kardioversi elektif

Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung

Masukkan/pertahankan masukan IV

Penanganan Sekunder

Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan.

Demonstrasikan/dorong penggunaan perilaku pengaturan stres misal


relaksasi nafas dalam, bimbingan imajinasi

Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas dan faktor


penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal contoh wajah
mengkerut, menangis, perubahan tekanan darah

Kolaborasi :
-

Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit

Siapkan untuk prosedur diagnostik invasif

Siapkan untuk pemasangan otomatik kardioverter atau defibrilator

2. Kurang pengetahuan tentang mekanisme disritmia dan implikasi gaya hidup

Kriteria hasil :

Dalam 24 jam sebelum pulang pasien dan orang terdekat menyatakan


pengetahuan tentang penyebab disritmia dan implikasi pada modifikasi gaya
hidup
Penanganan Primer : penanganan Sekunder :

Diskusikan mekanisme penyabab untuk disritmia termasuk gejala yang


ditimbulkan

Beritahu

gejala

disritimia

yang

perlu

perhatian

medis

seperti

palpitasi/dada berdebar-debara dalam waktu yang lama, nyeri dada, sesak


nafas, nadi cepat (>150 x/menit), pusing sinkope

Ajarkan klien dan keluarga cara mengukur frekuensi nadi

Tekankan pentingnya menjalankan hidup normal, produktif dan selalu


minum obat

Anjurkan pasien dan orang terdekat untuk mengikuti latihan RJP

Anjurkan klien untuk melakukan dirt rendah kolesterol

Ajarkan teknik relaksasi untuk mengurangi stres dan memungkinkan


pasien untuk menurunkan tonus simpatis.

K. Referensi
Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I
Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999
Hanafi B. Trisnohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI ; 2001
Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik (terjemahan). Edisi VI.
Jakarta : EGC; 1997
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Alih
bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta : EGC ;
1994.
Swearingen. Seri Pedoman Praktis Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 2.
Jakarta : EGC; 2001
Santoso Karo karo. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 1996

10

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &


Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed.
8. Jakarta : EGC; 2001.
Stein, J. H. Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam (terjemahan). Edisi 3.
Jakarta : EGC; 2001
Tierney, L.M., McPhee, S.J., Papadakis, M.A. Buku satu Diagnosis dan Terapi
Kedokteran Ilmu penyakit Dalam (terjemahan). Edisi Bahasa Indonesai,
Jakarta : Penerbit Salemba Medika, 2005

Anda mungkin juga menyukai