Anda di halaman 1dari 5

CERPEN

LANGKAH KECIL DI JALANAN

Disusun Oleh:

Kelompok 2

Sri Bunga Pratiwi 201828003


Aulia Rahma 201828022
Laila Fajri 201828015
Asmanidar 201828021
Auliana 201828013

Jurusan/Semester/Unit : TBIN/V/1

Dosen Pembimbing : Sahri Nova Yoga, M.Pd.

JURUSAN TADRIS BAHASA INDONESIA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LHOKSEUMAWE
2020
LANGKAH KECIL DI JALANAN

Udara dingin pagi buta menusuk kulit. Rintik-rintik hujan masih tersisa di ujung
ranting pepohonan. Saat kebanyakan orang masih tertidur, bocah yang dengan pakaian lusuh
itu sudah melangkahkan kakinya untuk mencari rezeki. Gama adalah seorang anak berumur
Sembilan tahun. Ia dilahirkan oleh keluarga tidak mampu. Ayah dan ibunya hanya bekerja
sebagai penyapu jalanan yang penghasilannya tidak cukup untuk menghidupi keluarga.
Untuk makan saja mereka harus berbagi, hanya sebungkus nasi yang mampu mereka beli.
Terkadang mereka harus berpuasa saat tak ada selembar uang pun yang didapat. Untung saja
Gama adalah seorang anak yang rajin dan mau bekerja untuk membantu ayah dan ibunya.

Gama dan sahabatnya yang bernama Raka setiap pagi selalu menghampiri kios Pak
Rudi untuk mengambil jatah koran dan minuman yang akan mereka jual. Semenjak tiga bulan
terakhir, kedua sahabat ini menapaki jalanan yang penuh dengan asap kendaraan untuk
berjualan. Setiap pagi mereka menyusuri jalanan yang sibuk dilalui orang berseragam rapi.
Dengan bersemangat mereka menawarkan koran dan minuman pada orang-orang yang lewat.

“Koran….koran…”. Gama menawarkan. “Korannya pak,….buk…”. Satu dua orang membeli


koran pada Gama. Mungkin orang tersebut merasa kasihan melihatnya atau justru sedang
ingin tahu update berita-berita yang sedang terjadi.
Tidak jauh dari Gama, Raka pun menawarkan dagangannya pada orang-orang sekitar.

Hanya beberapa yang laku terjual. Waktu sudah menunjukkan pukul 7. Kedua
sahabat ini mencari tempat untuk beristirahat sambil menghitung dagangan yang terjual.
“Kamu sudah terjual berapa?”. Tanya Gama pada sahabatnya.
“Hanya terjual tiga botol minuman saja, masih belum cukup untuk makan siang nanti”. Sahut
Raka.
“Ya sudah kita kembali ke rumah dulu sekarang sudah pukul 7 saatnya kita berangkat ke
sekolah”. Ujar Gama.

Langkah kaki kedua sahabat ini menuju ke rumah untuk berganti pakaian dan
bersiap-siap berangkat ke sekolah. Walaupun keluarga keduanya tidak mampu, tetapi mereka
tetap bersekolah dan semangat belajar agar nantinya menjadi orang yang sukses dan bisa
mengangkat derajat orang tua.
Sepulangnya dari sekolah, Gama dan Raka melanjutkan berjualan. Apapun akan
mereka lakukan agar mendapatkan uang untuk makan hari ini. Pada siang hari, mereka
menjual minuman dan roti yang didapat dari kios Pak Rudi. Hasil menjual itu dibagi dua,
belum lagi digunakan untuk membayar di kios Pak Rudi. Dengan bersemangat dan suara
lantang mereka menawarkan dagangannya.

“Dik, saya beli rotinya lima bungkus ya..”. Ujar seorang perempuan yang berniat membeli.
“Baik kak, sebentar saya masukkan ke kantong plastik ini dulu ya…”. Gama menyahut.
“Harganya berapa dik?..”. Tanya perempuan itu.
“Harga satu bungkus roti dua ribu rupiah saja kak…”. Raka menjawab pertanyaan perempuan
itu.
“Kalian berdua sudah makan siang dik?”. Tanya perempuan itu lagi.
“Belum kak, kami baru mendapatkan uang lima ribu rupiah. Itu masih belum cukup untuk
membeli sebungkus nasi”. Jawab Gama dengan nada sedih.
“Ayo ikut kakak, ada warung makan di seberang sana. Kalian berdua istirahat dan makan
siang di sana yaa…”. Perempuan itu menarik kedua tangan kurus Gama dan Raka.
“Tidak apa-apa kak, kami sebentar lagi juga akan membeli makan siang. Kami tidak mau
menyusahkan orang lain”. Sontak Gama dan Raka melepaskan gengaman tangan perempuan
itu lalu melangkah mundur sedikit.
Perempuan itu langsung kaget, “Tidak apa-apa dik, anggap saja ini rezeki hari ini untuk
kalian. Tidak baik menolak rezeki dik…”. Perempuan itu membujuk Gama dan Raka.
Dengan terharu dan senang, Gama dan Raka mengangguk ajakan perempuan itu. “Terima
kasih banyak kak…”.

Setelah beristirahat dan makan siang, langkah kaki mereka pun berlanjut menyusuri
jalanan. Tidak peduli peluh keringat mengucur deras di wajah karena matahari sudah
mengambang tepat di atas kepala. Terdengar sayup-sayup suara adzan yang
dikumandangkan. Sontak Gama dan Raka buru-buru mendatangi musholla terdekat untuk
melaksanakan sholat dzuhur berjamaah. Kedua sahabat ini tidak hanya rajin membantu orang
tua, mereka juga rajin beribadah dengan melaksanakan sholat berjamaah di musholla atau
mesjid terdekat.

Jarum jam menunjukkan pukul 5 sore. Jalanan kembali ramai dipenuhi kendaraan.
Asap hitam dan debu menghiasi pandangan. Langkah kaki kedua sahabat itupun tertuju pada
pusat keramaian. Sambil menawarkan dagangan, Gama dan Raka asik melihat kiri-kanan
untuk mengetahui kendaraan manakah yang ingin membeli. Tanpa sengaja tubuh kurus Gama
menyenggol sepeda motor yang melintas di sampingnya. Karena kurang hati-hati sontak saja
seketika pemotor dan Gama terjatuh di aspal yang mengundang perhatian mata kendaraan
lain.
“Heii…tolong bantu mereka!!...”. Teriak orang yang melihat kejadian itu.
Pemotor dan Gama langsung ditolong oleh pengendara yang kebetulan melintas. Sementara
Raka dengan tubuh gemetar langsung memegangi tangan Gama dengan memapahnya ke
pinggir jalan untuk memastikan Gama tidak mengalami luka akibat terbentur sepeda motor
itu.
“Gama…pegang tanganku, kamu tidak terluka kan!..”. Tanya Raka memastikan.
“Aku tidak apa-apa, hanya kakiku yang memar sedikit karena mengenai aspal.”. Sahut Gama
dengan wajah kesakitan. “Ohh iyaa bagaimana dengan pengendara sepeda motor itu? apa aku
harus mengganti kerugian motornya yang rusak?..”. Tanyanya lagi.
Pemotor itupun langsung menepi dan melihat keadaan Gama. Untung saja pemotor tersebut
berbaik hati dengan tidak mempermasalahkan motornya yang lecet karena ia mengetahui
yang menyenggolnya itu seorang anak kecil berbaju lusuh yang sedang berjualan. Pastinya ia
juga tidak akan mampu mengganti kerusakan sepeda motornya itu.
“Bagaimana keadaan kamu dik, kamu tidak apa-apa kan?..”. Tanya si pengendara sepeda
motor itu.
“Saya tidak apa-apa kak, tapi saya takut sepeda motor kakak rusak karena terjatuh tadi”.
Sahut Gama dengan sedikit menangis karena ketakutan.
“Tidak apa-apa dik, kamu tidak usah menangis. Sepeda motor kakak hanya lecet sedikit saja.
Itupun tidak jadi masalah yang besar. Lain kali adik harus berhati-hati saat berjalan di dekat
kendaraan yang sedang melintas agar kejadian ini tidak terulang lagi, kamu harus lebih hati-
hati dik..”. Ucap pengendara itu mengingatkan Gama dan Raka.
“Saya minta maaf kak, saya tadi kurang hati-hati saat berjalan karena mata saya perih terkena
asap kendaraan. Saya akan lebih berhati-hati, maafkan saya kak”. Gama dan Raka pun
meminta maaf dengan suara yang terdengar gemetar.
“Ya sudah, sebaiknya adik pulang ke rumah ya. Adik obati dulu kaki yang memar itu sambil
beristirahat karena hari pun sudah hampir magrib. Kamu jangan menangis lagi, kakak sudah
memaafkan kamu. Sekarang kamu pulang ya jangan melanjutkan berjualan lagi dengan kaki
yang sudah membiru karena memar”. Pinta si pengendara sepeda motor itu.
“Terima kasih banyak kak, kami akan langsung pulang ke rumah sebelum adzan magrib”.
Jawab Raka sembari berjalan dengan memegangi tangan Gama.

Dengan kaki yang masih terasa sakit, mereka pun kembali ke rumah. Saat sampai di
rumah orang tua Gama terkejut melihat anaknya berjalan dengan pincang dan langsung
bertanya pada Raka.
“Ya ampun nak, kaki kamu kenapa..? kamu terjatuh di mana nak?”. Suara ibu Gama
terdengar sangat khawatir pada anaknya.
“Tidak apa-apa ibu, Gama hanya terjatuh dan kakinya mengenai aspal. Hanya sedikit memar.
Untung saja orang-orang tadi menolong kami..”. Sahut Raka yang masih memegangi tangan
Gama.

Sang ibu pun langsung mengobati kaki Gama dengan membalutkan kain dan
memberi obat agar memar itu tidak semakin membiru. Tubuh Gama bersandar di kursi depan
rumah sederhananya. Ia membayangkan betapa lelahnya ia berjualan hari ini. Uang hasil
jualannya bersama Raka sudah diberikan ke kios Pak Rudi. Sisanya dibagi dua dengan
sahabatnya Raka. Ia terus membayangkan kejadian yang baru saja menimpanya itu.
“Aku harus berhati-hati lain kali..”. Gumamnya dalam hati.

.…..-TAMAT-……

Anda mungkin juga menyukai