Anda di halaman 1dari 49

KURSUS PRAJABATAN D1

OPERASI & TEKNISI PEMELIHARAAN


PEMBANGKIT THERMAL

MEKANIKA FLUIDA

PT PLN ( Persero )
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

BAB 1
SIFAT-SIFAT FLUIDA
1.1 Pendahuluan

Definisi dari fluida adalah suatu zat yang akan berubah (berdeformasi) secara
terus menerus apabila mengalami suatu tegangan geser, walaupun kecil sekali.
Mekanika fluida adalah subdisiplin dari mekanika kontinum yang mempelajari fluida
(yang dapat berupa cairan dan gas). Mekanika fluida dapat dibagi menjadi fluida statik
dan fluida dinamik. Fluida statis mempelajari fluida pada keadaan diam sementara
fluida dinamis mempelajari fluida yang bergerak. Sedangkan pengertian dari mekanika
fluida itu sendiri adalah kajian mengenai fluida yang bergerak ataupun diam dan akibat
yang ditimbulkan oleh fluida tersebut pada batasnya. Batas itu dapat berupa
permukaan yang padat atau fluida lain. Karena aliran fluida merupakan cabang dari
mekanika, maka ia memenuhi seperangkat asas kekekalan yang telah dikenal dengan
baik sehingga penelaahan teoritisnya pun telah banyak dilakukan. Dua hal yang
merupakan penghalang utama bagi pembangunan teori yang berlaku dalam praktek
ialah geometri dan kekentalan.

1.2 Konsep Fluida


Dari balik kacamata mekanika fluida, semua bahan tampak terdiri atas dua
keadaan saja, yakni fluida dan zat padat. Secara teknis perbedaan antara fluida dan
zat padat terletak pada reaksi kedua zat itu terhadap tegangan geser atau tegangan
singgung yang dialaminya. Zat padat dapat menahan tegangan geser dengan
deformasi statik, sedangkan fluida adalah sebaliknya. Setiap tegangan geser yang
dikenakan pada fluida betapa pun kecilnya, akan menyebabkan fluida itu bergerak.
Fluida bergerak dan berubah bentuk secara terus-menerus selama tegangan tersebut
bekerja. Maka fluida yang diam berada dalam kondisi tegangan geser nol. Dalam
analisis struktur keadaan ini sering disebut kondisi tegangan berubah menjadi titik, dan
tak ada tegangan geser pada sembarang bidang irisan dari bagian yang mengalami
tegangan itu.
Terdapat dua macam fluida yaitu zat cair dan gas. Perbedaan antara keduanya
bersifat teknik, yaitu berhubungan dengan gaya kohesif. Karena terdiri dari atas
molekul-molekul tetap rapat dengan gaya kohesif yang relatif kuat, zat cair cenderung
mempertahankan volumenya dan akan membentuk permukaan bebas dalam medan
gravitasi, jika tertutup dari atas. Pada gas, antara molekul-molekulnya besar dan gaya

YUS/UNJ/08 1
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

kohesifnya terabaikan dan akan memuai dengan bebas sampai tertahan oleh dinding
yang mengungkungnya.

1.3 Fluida Sebagai Suatu Kontinum


Mekanika fluida biasanya dianggap subdisiplin dari mekanika kontinum, seperti
yang diilustrasikan pada tabel berikut:

Elastisitas: menjelaskan material yang kembali ke bentuk


awal setelah diberi tegangan.
Mekanika solid: studi fisika
dari material kontinu Plastisitas: menjelaskan material
Mekanika yang secara permanen Reologi: studi material
dengan bentuk tertentu. yang memiliki
kontinum: studi terdeformasi setelah diberi
fisika dari material tegangan dengan besar tertentu. karakteristik solid dan
kontinu fluida.
Mekanika fluida: studi Fluida non-Newtonian
fisika dari material kontinu
yang bentuknya mengikuti Fluida Newtonian
bentuk wadahnya.

Fluida disusun oleh molekul-molekul yang bertabrakan satu sama lain. Namun
demikian, asumsi kontinum menganggap fluida bersifat kontinu. Dengan kata lain,
properti seperti densitas, tekanan, temperatur, dan kecepatan dianggap terdefinisi
pada titik-titik yang sangat kecil yang mendefinisikan REV (‘’Reference Element of
Volume’’) pada orde geometris jarak antara molekul-molekul yang berlawanan di
fluida. Properti tiap titik diasumsikan berbeda dan dirata-ratakan dalam REV. Dengan
cara ini, kenyataan bahwa fluida terdiri dari molekul diskrit diabaikan.

Hipotesis kontinum pada dasarnya hanyalah pendekatan. Sebagai akibatnya, asumsi


hipotesis kontinum dapat memberikan hasil dengan tingkat akurasi yang tidak
diinginkan. Namun demikian, bila kondisi benar, hipotesis kontinum menghasilkan hasil
yang sangat akurat. Masalah akurasi ini biasa dipecahkan menggunakan mekanika
statistik. Untuk menentukan perlu menggunakan dinamika fluida konvensial atau
mekanika statistik, angka Knudsen permasalahan harus dievaluasi. Angka Knudsen
didefinisikan sebagai rasio dari rata-rata panjang jalur bebas molekular terhadap suatu
skala panjang fisik representatif tertentu. Skala panjang ini dapat berupa radius suatu
benda dalam suatu fluida. Secara sederhana, angka Knudsen adalah berapa kali
panjang diameter suatu partikel akan bergerak sebelum menabrak partikel lain.

YUS/UNJ/08 2
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

1.4 Dimensi dan Satuan


Dimensi adalah ukuran untuk menyatakan peubah fisika secara kuantitatif.
Satuan ialah suatu cara khusus untuk mengaitkan sebuah bilangan dengan dimensi
kuantitatif.
Sistem satuan senantiasa berbeda-beda dari satu negara ke negara lain,
walaupun kesepakatan Internasional telah tercapai. Pada tahun 1872 suatu pertemuan
Internasional di Perancis mengusulkan suatu perjanjian yang disebut Konvensi Metrik,
yang ditandatangani oleh 17 negara termasuk Amerika Serikat. Konferensi Umum
tentang Timbangan dan Ukuran yang dihadiri oleh 40 negara pada tahun 1960
mengusulkan Sistem Satuan Internasional (SI).

1.5 Besaran-Besaran Medan Kecepatan


Dalam suatu keadaan aliran, penentuan besaran-besarannya sebagai fungsi
tempat dan waktu, baik secara eksperimental ataupun secara teoritis, dianggap
sebagai penyelesaian soal aliran fluida tersebut. Dalam hampir semua kasus, distribusi
ruang waktu besaran-besaran fluida itulah yang ditekankan. Lintasan sesungguhnya
dari partikel fluida tertentu jarang ditelusuri. Pemberlakuan sifat atau besaran sebagai
fungsi medan kontinum inilah yang membedakan mekanika fluida dari mekanika zat
padat. Dalam mekanika zat padat kita biasanya lebih tertarik kepada lintasan partikel-
partikel, baik sendiri-sendiri atau sebagai suatu sistem.

YUS/UNJ/08 3
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

BAB 2
STATIKA FLUIDA

2.1 Pendahuluan

Pengetahuan tentang statika fluida mencakup studi mengenai tekanan dan


variasinya pada seluruh bagian fluida dan studi tentang gaya-gaya pada permukaan-
permukaan yang terbatas besarnya. Studi tentang variasi tekanan memungkinkan
perhitungan perbedaan tekanan yang diukur dengan manometer, gaya-gaya pada
bendungan, gaya-gaya pengapungan pada benda-benda yang direndam, dan variasi
tekanan, massa jenis dan temperatur atmosfir akibat perubahan ketinggian. Perlu
diingat bahwa tekanan adalah besaran skalar, karena itu pada tiap titik tekanan
bekerja ke segala arah dan sama besarnya. Luas dan gaya adalah besaran-besaran
vektor. Arah vektor luas adalah tegak lurus bidang yang bersangkutan, dan besarnya
sama dengan harga luasnya.
Jadi gaya tekanan adalah suatu vektor yang besarnya sama dengan produk
antara intensitas tekanan dengan besarnya luas dan arahnya tegak lurus keluar dari
bidang yang bersangkutan. Dalam statika fluida tidak ada gerakan antara lapisan fluida
yang satu terhadap yang lain, karena itu tidak gaya geser di dalam fluida. Jadi semua
benda bebas dalam statika fluida hanya mengalami gaya-gaya normal (tegak lurus
pada bidang).

2.2 Hidrostatika & Hidrodinamika


2.2.1 Hidrostatika
Hidrostatika adalah ilmu yang membahas perihal fluida atau zat alir baik itu zat
cair atau gas yang diam (tidak bergerak). Namun pada pembahasannya, zat cair dan
gas dipisahkan secara eksplisit karena menyangkut sifat air yang tidak termampatkan
(incompressible) dan sifat gas yang termampatkan (compressible). Dalam membahas
fluida dalam konteks hidrostatika, maka tak lepas pada pembahasan mengenai massa
jenis (kerapatan), berat jenis, berat jenis relatif, tekanan dalam fluida, prinsip Pascal
dan azas Archimedes.
a. Massa Jenis
Massa jenis atau kerapatan suatu zat khususnya fluida didefinisikan sebagai
perbandingan massa fluida dengan volume fluida tersebut.

YUS/UNJ/08 4
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

Massa M
ρ= = ............................................. (1)
Volume V
b. Volume jenis
Volume jenis didefinisikan sebagai perbandingan antara volume fluida dengan
massa fluida tersebut.
V 1
v= = (m3/kg) ........................................... (2)
M ρ
c. Berat Jenis
Berat jenis didefinisikan sebagai perbandingan berat fluida dengan volume
fluida tersebut.
Berat W mg
γ= = = = ρ g ........................................ (3)
Volume V V
Dengan g adalah percepatan gravitasi.
Hubungan antara ρ dan γ adalah:
γ = ρ g (N/m3) .......................................................... (4)
d. Berat Jenis Relatif
Berat jenis relatif didefinisikan sebagai perbandingan berat jenis suatu fluida
dengan berat jenis air murni pada suhu 4 0C.
γrelatif = berat jenis benda/berat jenis air pada suhu 4 0C = γ benda/ γ 0
air murni pada 4 C ....(5)
e. Gravitasi Jenis
s = ρcairan,T/ρH2O, 600F = ρcairan,T/62,37 ...................................... (6)
Agar praktis, dalam industri minyak, hidrometer ditera dengan skala gravitasi
yang khusus. The American Petroleum Institue (API) mendefinisikan:
APIgravity (0) = 141,5/sp.gr.60/60 0F – 131,5 ............................. (7)
Dimana sg.gr.60/60 0F adalah perbandingan massa jenis fluida pada 60 0F
dengan massa jenis air pada 60 0F
f. Tekanan Fluida
Pada tekanan di dalam zat cair yang dikenakan pada suatu benda didefinisikan
sebagai fungsi dari posisinya terhadap permukaan fluida dengan konstanta massa jenis
fluida dan percepatan gravitasi ditambah dengan tekanan atmosfir, atau secara
matematis dapat ditulis sebagai berikut:
Pbenda = Patm + Pfluida cair .......................................................... (8)
Karena tekanan fluida:
Pfluida cair = ρ g (y2 – y1) = ρ g h, maka persamaan tekanan di dalam fluida dapat ditulis:

YUS/UNJ/08 5
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

Pbenda = Patm + ρ g h ............................................................... (9)


Sedangkan tekanan pada gas jika diasumsikan gas merupakan gas ideal, maka
persamaan tekanannya diberikan oleh persamaan gas ideal yaitu:
P V = R T ............................................................................... (10)
Dimana:
P = tekanan gas
V = volume gas
R = konstanta gas ideal yaitu 8.314 Joule kg-1 K-1
T = temperatur gas
g. Prinsip Pascal
Prinsip Pascal menyatakan bahwa tekanan yang dikerjakan pada suatu fluida
akan menyebabkan kenaikan tekanan seragam ke segala arah. Dengan prinsip ini,
sebuah gaya yang kecil dapat digunakan untuk menghasilkan gaya yang besar dengan
membuat luas penampang keluaran lebih besar daripada luas penampang masukan.
Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pin = Pout
Fin Fout
=
Ain Aout
Aout Fout
= ......................................................................... (11)
Ain Fin
Dimana:
Fin = gaya yang diberikan pada fluida
Fout = gaya yang diberikan oleh fluida
Ain = luas penampang masukan
Aout = luas penampang keluaran

h. Azas Archimedes
Azas Archimedes menyatakan bahwa gaya apung suatu benda yang dicelupkan
ke dalam suatu fluida sama dengan berat fluida yang dipindahkan oleh benda tersebut.
Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
Fapung benda = Wfluida
Mbenda g = Mfluida g
Ρbenda Vbenda g = Ρfluida Vfluida g .................................................... (12)

YUS/UNJ/08 6
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

i. Kompresibilitas

1 ⎛ ∆v ⎞
β= - ⎜ ⎟ .................................................................. (13)
v ⎜⎝ ∆p ⎟⎠
Volume cairan hanya dapat diubah dengan tekanan yang sangat tinggi. Untuk
hampir semua situasi aliran yang dijumpai dalam teknik volume cairan dianggap
konstan, sehingga dengan demikian cairan disebut inkompresibel, yang secara harfiah
dapat diterjemahkan sebagai hampir tidak ada perubahan volume oleh tekanan, atau
massa jenis cairan dapat dianggap konstan.
Berbeda halnya untuk gas; gas disebut kompresibel karena massa jenis gas
selalu berubah dengan perubahan temperatur (suhu).

2.2.2 Hidrodinamika
Hidrodinamika adalah tentang fluida (zat cair) yang bergerak. Dalam
pembahasan awal, fluida diidealisasikan sebagai fluida sempurna, yaitu fluida yang
tidak termampatkan (incompressible) dan tidak mempunyai gesekan dakhil atau
kekentalan(viskositas). Dalam pembahasan awal ini, gas pun dianggap sebagai fluida
yang tidak termampatkan asal saja mengalir sedemikian rupa sehingga perbedaan
tekanan di semua titik tidak terlalu besar (kecil).
Lintasan yang ditempuh sebuah fluida yang sedang bergerak disebut garis alir.
Pada umunya kecepatan fluida itu berubah besar dan arahnya sepanjang garis alirnya
terutama pada awal, dimana fluida mengalami kondisi tidak tenang tetapi dalam
banyak kejadian selang waktu tertentu, fluida kemudian menjadi tenang. Pada saat
aliran menjadi tenang, kecepatan di semua titik ruang lama kelamaan menjadi
konstan. Aliran fluida dimana kecepatan di semua titik ruang yang konstan ini disebut
aliran stasioner.
Sedang garis arus (stream line) didefinisikan sebagai sebuah kurva yang garis
singgungnya di setiap titik merupakan arah kecepatan fluida yang bersangkutan. Pada
aliran yang tenang (aliran stasioner) garis arus berhimpit dengan garis alir (arah
kecepatan). Untuk hidrodinamika khususnya pada aliran fluida yang stasioner dan tidak
termampatkan (incompressible), ada beberapa acuan yang sering digunakan dalam
proses perekayasaannya, yaitu antara lain:

YUS/UNJ/08 7
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

A. Persamaan Kontinuitas
Persamaan kontinuitas merupakan ungkapan matematis mengenai pembahasan
jumlah netto massa yang mengalir ke dalam sebuah permukaan terbatas (sebuah pipa)
sama dengan pertambahan massa di dalam permukaan tersebut. Untuk fluida yang tak
termampatkan dengan aliran yang tenang (stasioner), persamaan kontinuitasnya
berbentuk sebagai berikut:
ρ A1 v1 dt = ρ A2 v2 dt ................................................................. (14)
Dimana:
ρ = massa jenis fluida
dt = selang waktu pada saat fluida mengalir
A1 = luas penampang pipa masuk fluida
v1 = kecepatan fluida masuk
A2 = luas penampang pipa keluar fluida
v2 = kecepatan fluida keluar
Atau dapat ditulis kembali dengan bentuk sebagai berikut:
A1 v1 = A2 v2 .............................................................................. (15)

B. Persamaan Bernoulli
Bila fluida yang tidak dimampatkan mengalir sepanjang pembuluh aliran yang
penampangnya tidak sama besar, maka kecepatannya dan tekanannya akan berubah
yaitu dapat bertambah atau berkurang yang secara berurutan merupakan faktor dari
energi kinetik dan kerja fluida apabila diterapkan pada penggunaan mekanis. Di sisi
lain elevasi antara penampang masuk (fluida masuk) dan penampang keluar (fluida
keluar) juga mempengaruhi energi potensial fluida yang merupakan hal penting
pengkajiannya pada penggunaan pompa.
Secara matematis persamaan Bernoulli dapat ditulis:
P1 V1 + m1 g y1 + ½ m1 v12 = P2 V2 + m2 g y2 + ½ m2 v22 ........... (16)
Dimana:
m1 = massa fluida pada penampang masuk fluida
V1 = volume fluida pada penampang masuk fluida
y1 = elevasi penampang masuk fluida
m2 = massa fluida pada penampang keluar fluida
V2 = volume fluida pada penampang keluar fluida
y2 = elevasi penampang keluar fluida

YUS/UNJ/08 8
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

Karena m = ρ V dan fluida bersifat tidak termampatkan (incompressible)


dimana V1 = V2 sehingga m1 = m2, maka persamaan Bernoulli dapat ditulis kembali,
yaitu:
P1 + ρ g y1 + ½ ρ v12 = P2 + ρ g y2 + ½ ρ v22 ................................. (17)

2.3 Manometer
Bentuk yang paling sederhana dari manometer adalah barometer, Gbr.1 Yang
digunakan untuk menentukan tekanan atmosfer absolut. Untuk barometer ini
Pv + ρb g hb = Pa

Gbr.1 Barometer
Umumnya sebagai fluida digunakan merkuri (air raksa), karena massa jenisnya
yang besar dan tekanan uapnya yang sangat kecil (dapat diabaikan). Manometer
diferensial digunakan untuk mengukur perbedaan tekanan antara suatu titik dengan
atmosfer, atau antara dua titik yang masing-masing tidak pada tekanan atmosfer.
Contoh 1:
Berapa besarnya tekanan isap pada suatu pompa sentrifugal yang diukur
dengan manometer merkuri seperti terlihat pada Gbr.2

YUS/UNJ/08 9
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

Gbr.2 Pompa Sentrifugal


Jawaban: Dengan menggunakan persamaan hidrostatik antara ujung manometer yang
terbuka dengan pipa masuk, diperoleh:
P1 – pi = ρm g hm + ρ g yi
P2 = Pa , sedangkan P2 = P1, karena terletak pada satu bidang datar di dalam fluida
Jadi: pi = pa - ρm g hm - ρ g yi

2.4 Kesetimbangan Relatif


Dalam statika fluida, variasi tekanan mudah dihitung karena tidak adanya
tegangan geser. Untuk gerak fluida dimana tidak ada gerakan antara lapisan fluida
yang satu relatif terhadap yang lain, tegangan gesernya juga nol pada seluruh fluida.
Fluida yang mengalami translasi pada kecepatan tetap dan seragam masih memenuhi
hukum tekanan yang bervariasi statis. Bila sejumlah massa fluida mengalami gerakan
percepatan tetapi tanpa gerakan relatif antara partikel yang bila fluida bergerak seperti
bila ia bersifat padat, tidak terjadi tegangan geser dan variasi tekanan dapat
ditentukan dengan menuliskan persamaan gerak untuk benda bebas yang sesuai.
Suatu analisa statik dapat dibuat bila gaya inersia diperhitungkan. Ada dua kasus
yang akan dibahas, yaitu percepatan linier seragam dan gerak rotasi dengan kecepatan
sudut seragam terhadap poros yang vertikal. Dalam gerakan ini fluida dikatakan ada
pada keadaan kesetimbangan relatif.

2.5 Gaya-gaya Pada Bidang Datar


Bila ada permukaan benda padat di dalam fluida, maka pada tiap elemen luas
pada permukaan tersebut terdapat gaya akibat tekanan yang bekerja tegak lurus pada
permukaan. Pada Gbr.3 di bawah ini menunjukkan permukaan yang demikian CD

YUS/UNJ/08 10
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

dengan proyeksi C’D’ pada bidang yz. Gaya total F pada permukaan sama dengan Σ∆F,
dimana ∆F adalah hasil kali tekanan p akibat kolom fluida h, dengan elemen luas ∆A.
Jadi:
F = Σ∆F = Σp ∆A
= Σρ g/gc h ∆A .......................................................... (18)

Gbr.3 Gaya Pada Bidang Datar

2.6 Gaya-gaya Pada Permukaan Lengkung


Pada bidang lengkung, seperti pada Gbr.4a analisa di atas tidak dapat langsung
digunakan karena gaya pada elemen bidang tidak sejajar. Akan tetapi, komponen
resultan yang horisonatal dan vertikal dapat ditentukan, dengan titik lengkapnya, jadi
momennya juga dapat ditentukan.

Gbr.4 Gaya Pada Permukaan Lengkung


Perhatikan suatu elemen luas infinitesimal dA pada suatu titik, yang membentuk
sudut θ dengan bidang horisontal. Luas bidang dapat dinyatakan dengan komponen
normal yang menjauhi bidang tersebut. Jadi dAx = -dA dan dAz = dA.k. Gaya pada
permukaan yang disebabkan oleh tekanan dan arahnya menuju permukaan. Jadi dF =
-pdA. Karena itu:

YUS/UNJ/08 11
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

dFx = -p(-dA.i) = p dAx = p dA sin θ ...................... (19)


dFz = -p dA.k = -p dAz = -p dA cos θ ...................... (20)
Gaya total dalam arah x dan z adalah:
Fx = ∫ p dAx ............................................................. (21)
Fz = -∫ p dAz ............................................................ (22)
Proses ini sama dengan penjumlahan terpisah dari gaya pada permukaan
infinitesimal dAx dan dAz, yang diperlihatkan pada Gbr. 4c.
Tekanan pada tiap titik disebabkan oleh tinggi fluida h yang diukur dari
permukaan bebas yaitu p = ρ g h/gc. Jadi:
Fx = ρ g/gc ∫ h dAx ................................................. (23)
Fz = - ρ g/gc ∫ h dAz ............................................... (24)
Disini h dAz = V, volume fluida di atas bidang lengkung yang bersangkutan.
Jadi fz sama dengan berat fluida yang terletak di antara permukaan bebas dengan
bidang lengkung. Garis kerjanya harus melalui centroid dari volume tersebut.

2.7 Pengapungan Dan Gaya Apung


Tinjau suatu benda yang seluruhnya terendam di dalam cairan yang massa
jenisnya tetap yaitu ρf seperti terlihat pada Gbr.5. Kita telah pernah mendengar
tentang hukum Archimedes yang mengatakan bahwa suatu benda yang terendam
mengalami gaya apung yang arahnya vertikal ke atas dan besarnya sama dengan
berat fluida yang dipindahkan oleh benda tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan
hukum statika fluida.

Gbr.5 Benda Yang Terendam

YUS/UNJ/08 12
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

Pada suatu elemen prisma tegak dengan penampang dA, bekerja gaya ke atas
sebesar dFz, akibat tekanan (p2 – p1), jadi:
dFz = (p2 – p1) dA ................................... (25)
Bila p = ρf g h/gc, maka:
dFz = ρf g/gc (h2 – h1) dA ........................ (26)
Penjumlahan semua elemen prisma yang membentuk seluruh benda
menghasilkan:
Fz = ρf g/gc ∫ (h2 – h1) dA = ρf g/gc ∫ dV = ρf g/gc V ................... (27)
Dimana V adalah volume benda. Suku ρf g/gc V menyatakan berat dari fluida
yang dipindahkan oleh benda.
Jadi: Fz = Wf
Yang merupakan hukum Archimedes. Dengan elemen prisma tegak, tekanan pada
sisinya sama, jadi tidak ada gaya resultan horisontal. Jadi Fz = Fb, gaya apung.
Titik tangkap gaya apung disebut titik pusat apung. Untuk menentukan letak titik
ini, dihitung momen sekitar sumbu x dan y.
Bila suatu benda ada dalam keadaan setimbang pada suatu permukaan fluida,
atau muka antara fluida, jadi sebagian saja yang terendam dalam fluida yang satu
sedang sebagian yang lainnya terendam dalam fluida yang lainnya, gaya apung
resultan untuk tiap fluida harus dihitung. Garis kerja gaya resultan harus ditentukan
dari momen gaya yang bekerja. Contoh yang umum adalah benda yang berada pada
muka antara air dan udara, dan dikatakan terapung. Gaya apung akibat udara dapat
diabaikan dibandingkan dengan gaya apung akibat air. Disini timbul persoalan stabilitas
benda yang terapung.
Suatu benda yang terendam sempurna akan stabil bila titik pusat gravitasinya
(titik berat) terletak di bawah titik pusat apung. Gbr.6a menunjukkan bahwa tiap
perpindahan sudut akan menghasilkan momen (kopel) yang berusaha untuk
mengembalikan sistem ke kedudukan semula yang setimbang stabil. Sebailknya
Gbr.6b menunjukkan bahwa walaupun sistem memiliki kesetimbangan, sistem tidak
stabil karena perubahan sudut yang sedikit saja akan menghasilkan kopel yang akan
membalikkan kedudukannya.

YUS/UNJ/08 13
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

Gbr.6 Stabilitas Benda Terendam

YUS/UNJ/08 14
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

BAB 3
DINAMIKA FLUIDA

3.1 Ciri-ciri Jenis Aliran Fluida


Bila fluida mengalir maka berbagai sifat-sifat (properties) fluida menjadi cukup
penting. Sebagaimana diketahui, aliran fluida di alam nyata begitu rumit dan
permasalahan yang ingin diketahui dari aliran fluida ini tidak selalu dapat diselesaikan
secara pasti dengan hanya mengandalkan analisa matematika belaka, sehingga sering
diambil jalan lain yaitu dengan mengadakan eksperimen secara langsung. Meski
demikian, beberapa masalah yang ingin diketahui dalam suatu aliran fluida dapat
diselesaikan secara analisa matematika dengan membuat asumsi-asumsi untuk
menyederhanakan permasalahan yang ada.
Suatu fluida tidak seperti benda padat (solid), fluida adalah kumpulan berbagai
macam partikel yang bergerak dengan berbagai kecepatan dan juga berbagai macam
percepatan. Kecepatan dan percepatan fluida ini dapat berubah-ubah menurut ruang
dan waktu, karena itu mempelajari aliran suatu fluida membutuhkan pengamatan
terhadap gerakan partikel fluida pada berbagai titik dalam ruang dalam waktu sesaat.
Dikenal dua macam metoda untuk menguraikan gerakan aliran suatu fluida,
yaitu dengan metoda Langrangian dan Eulerian. Pada metoda langrangian, setiap
partikel fluida dipilih selanjutnya semua gerak alir partikel ini diikuti dan kelakuannya
selama bergerak dalam ruang diamati. Sedangkan pada metoda Eulerian, suatu titik
dalam ruang aliran fluida diambil lalu fluida ditempatkan dalam titik ini serta diamati
mengenai perubahan kecepatan, density dan tekanan di titik ini.
Aliran fluida dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Aliran steady dan unsteady
2. Aliran uniform dan non uniform
3. Aliran satu, dua dan tiga dimensi
4. Aliran laminar dan turbulen

3.1.1 Aliran steady dan unsteady


3.1.1.1 Aliran steady
Suatu aliran dikatakan steady, jika berbagai karakter seperti kecepatan,
tekanan, kerapatan, temperatur dan lain sebagainya pada tiap titik alirannya tidak
berubah dengan perubahan waktu, meskipun karakternya boleh jadi berbeda-beda

YUS/UNJ/08 15
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

besarnya pada berbagai titik sepanjang aliran. Secara matematis setiap titik pada aliran
steady dapat ditulis sebagai berikut:
δu δv δw δp δρ
( )=0; ( )=0; ( )=0; ( )=0;( )=0
δt δt δt δt δt
3.1.1.2 Aliran Unsteady
Jika salah satu atau seluruh karakter fluida dalam gerakannya berubah dengan
perubahan waktu pada tiap titik dalam fluida atau secara matematika dapat dinyatakan
sebagai:
δv δp
( ) ≠ 0 dan atau ( ) ≠ 0 ; dan karakteristik lainnya.
δt δt
Jelas bahwa aliran steady lebih mudah dianalisa daripada aliran unsteady, dan
umumnya secara praktek persoalan-persoalan engineering melibatkan kondisi aliran
steady sehingga perhatian utama dibatasi pada aliran steady.

3.2 Aliran Uniform


Jika kecepatan fluida baik arah maupun besarnya, tidak berubah dari titik ke
titik sepanjang alirannya dalam waktu singkat, sehingga bentuk persamaan suatu
aliran uniform dinyatakan sebagai:
δv
( )=0
δs

3.3 Aliran Non Uniform


jika kecepatan fluida berubah dari titik ke titik sepanjang alirannya dalam waktu
singkat, maka bentuk persamaan aliran non uniform dinyatakan sebagai:
δv
( )≠0
δs

3.4 Aliran Satu, Dua dan Tiga Dimensi


Berbagai karakteristik aliran massa fluida seperti kecepatan, tekanan,
kerapatan, temperatur dan sebagainya pada umumnya adalah merupakan fungsi ruang
dan waktu dimana hal ini dapat berubah-ubah sesuai arah koordinat pada setiap titik x,
y dan z serta waktu dan kondisi ini dikatakan berada pada aliran tiga dimensi. Bila
setiap karakteristik dari aliran fluida tidak berubah menurut perubahan waktu saja,
maka kondisi ini menjadi aliran steady tiga dimensi.

YUS/UNJ/08 16
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

Suatu aliran fluida dikatakan dua dimensi bila merupakan fungsi dari dua
koordinat saja dan waktu t, sedang karakteristiknya pada salah satu koordinat tidak
berubah. Dan bila kondisi aliran tidak berubah menurut waktu t, maka aliran dikatakan
aliran steady dua dimensi, dan jika karakteristik aliran massa fluida merupakan fungsi
dari satu arah koordinat saja serta waktu, maka aliran berada pada kondisi satu
dimensi dan bila tidak berubah menurut perubahan waktu, maka dikatakan aliran
steady satu dimensi.
Sebagai contoh, bila kita ambil salah satu karakteristik aliran massa fluida
misalnya V, maka dapat dibuat pernyataan sebagai berikut:
Jenis aliran Unsteady Steady
Tiga dimensi V = f (X, Y, Z) V = f (X, Y, Z, t)
Dua dimensi V = f (X, Y, t) V = f (X, Y)
Satu dimensi V = f (X, t) V = f (X )

3.5 Aliran laminar


Jika berbagai partikel fluida mengalir bergerak berlapis-lapis seperti bentuk
lembaran-lembaran tipis, dimana antara lapisan-lapisan partikel fluida ini saling
menggelincir satu sama lian, maka aliran seperti ini dikatakan aliran laminar.
Pada aliran laminar partikel fluida bergerak sepanjang alirannya berupa garis
lurus yang sejajar dalam lapisan-lapisan fluida, sebab itu garis-garis laluannya tidak
akan bersilangan satu dengan lainnya dan ini terjadi pada kecepatan alir yang rendah
dan menyebabkan gaya yang timbul akibat kekentalan (viscosity) fluida ini menjadi
sangat menonjol. Kekentalan suatu fluida menyebabkan terjadinya gerakan relatif pada
alirannya antara lapisan-lapisan fluida yang bergerak dengan kecepatan masing-
masing dan secara bergantian memberikan kenaikan tegangan geser yang timbul.
Besar tegangan geser yang terjadi bervariasi dari titik ke titik pada penampang
aliran dan menjadi maksimum pada batasan fluida dan perlahan-lahan menurun
dengan naiknya jarak lapisan dari boundary layer. Tegangan geser menyebabkan
hambatan pada aliran suatu fluida, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan
tekanan sepanjang penampang aliran (Pressure Drop) sehingga terdapat gradien
tekanan.

YUS/UNJ/08 17
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

3.6 Aliran Turbulen


Suatu aliran massa fluida dikatakan turbulen, bila partikel fluida bergejolak
sedemikian, sehingga kecepatannya berfluktuasi tak menentu dengan aliran yang
bergulung-gulung yang mengembang dengan cepat.

3.7 Fluida Newtonian dan Non Newtonian


Sebagaimana diketahui, fluida digolongkan atas aliran fluida yang mengikuti
hukum Newton tentang aliran fluida dan yang tidak patuh pada hukum ini.

du
τ = µ
dy
Dimana: τ = Tegangan geser pada fluida

du
= Gradien kecepatan fluida
dy

µ = Kekentalan fluida

Banyak jenis fluida mengikuti hukum ini seperti air, beberapa jenis minyak,
berbagai jenis gas, dimana kekentalannya tidak berubah seiring perubahan waktu.
Namun kebanyakan fluida yang terdapat di alam tidak tunduk kepada hukum Newton
ini, misalnya cat, tinta, minyak pelumas, lumpur, bubur kayu, sejumlah produk
makanan cair, maupun obat-obatan cair dan sebagainya. Sebagai contoh pada cairan
cat, bila diaduk atau dicatkan pada suatu permukaan, dengan segera cat ini akan
menurun kekentalannya.
Dari segi tegangan geser, aliran fluida digolongkan atas beberapa golongan,
diantaranya :
1. Aliran fluida yg tegangan gesernya tidak tergantung waktu, seperti

a. Newtonian Fluida du
τ = µ
dy
du
b. Bingham Plastics τ = τy + µ o
dy
n
⎛⎜ du ⎞⎟
c. Pseudo Plastics τ = k ⎝ dy ⎠
,n < 1

n
⎛⎜ du ⎞⎟
d. Dilatant τ = k
⎝ dy ⎠
,n > 1

YUS/UNJ/08 18
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

2 . Aliran fluida yang tegangan gesernya tergantung waktu

a. Thixo tropics menurun dengan perubahan waktu

b. Rheopectic naik dengan perubahan waktu


⎛ du ⎞ ⎛ µo ⎞ dτ
c. Viscoelastic µo⎜⎜ ⎟⎟ = τ + ⎜ ⎟ Dimana λ = rigidity modulus
⎝ dy ⎠ ⎝ λ ⎠ dt

Type aliran fluida dapat diilustrasikan menurut gambar berikut ini.

Visco plastic
Pseudoplastics

Newtonian
Thyxotropic
Rheopectic
Dilatant
Viscoelastic

∂u ∂u
∂y ∂y

Gambar 7 . Tipe aliran fluida

Kurva aliran suatu fluida adalah kurva hubungan antara Shear stress Vs Shear rate
fluida yg menunjukkan kelakuan fluida selama mengalir .
Sebelum membentuk kurva aliran ini , terlebih dahulu diperhitungkan besar Pressure
drop (∆p) yg terjadi dalam pipa kapiler ; Tegangan geser τw sepanjang aliran
(sebagai fungsi massa hasil pengukuran yg selanjutnya dapat dibentuk kurva yang
menghubungkan persamaan :
n
⎛ 8v ⎞
k .⎜
τ = ⎟ . ................................................ (28)
⎝ ⎠
W
D
Pada kondisi steady ,Shear rate suatu aliran fluida dapat diperhitungkan berdasarkan
hubungan persamaan Rabyno – Mooney sebagai berikut ini .

dU 3 .n + 1 8 v
− ( )W = ( ) ................................. (29)
dr 4n D
Dengan mensubsitusi nilai Power law index ( n ) yg diperoleh dr kurva τw Vs 8v/D
kedalam persamaan ( 29 ) , maka nilai shear rate (du/dy)w dapat dihitung pd nilai
8v/D yg bervariasi yg selanjutnya dapat diplot kurva τw Vs (
dU
) .
dy

YUS/UNJ/08 19
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

Aliran fluida yang tergantung pada perubahan waktu, tegangan gesernya


δu
berubah menurut waktu pada yang konstan.
δv
Fluida Bingham plastics merupakan fluida yang gardien velocitynya tidak ada,
sampai tercapai tegangan geser yang besarnya tertentu (τy), setelah itu aliran akan
δu
terjadi dimana tegangan geser merupakan fungsi linear dari gradien kecepatan .
δy
Banyak jenis fluida yang berkelakuan seperti ini, misalnya lumpur, cairan
plastik, dan lain sebagainya.
Pada fluida Thyxotropic, tegangan gesernya berkurang sejalan dengan
perubahan waktu sedangkan fluida Rheopectic, menunjukkan terjadi pemadatan
setelah stressing dalam waktu 2400 detik bila tidak ada gangguan dan hanya dalam
waktu 20 detik fluida jenis ini akan memadat bila dialirkan secara perlahan-lahan.
Fluida Viscoelastic adalah jenis fluida non Newtonian yang menunjukkan sifat-
sifat elastis, seperti sifat-sifat kekentalan. Salah satu demonstrasi untuk
mengetahuinya adalah bila jenis fluida ini disemburkan dari sebuah tube (pipa), maka
fluida ini tidak menunjukkan penciutan penampang sebagaimana akan terjadi pada
fluida Newtonian, tetapi mengembang oleh tegangan normalnya.

3.8 Persamaan Gerak; Persamaan Gerak Euler Untuk Fluida Invisid


Kelakuan dinamis dari gerak fluida diatur oleh satu kelompok persamaan yang
disebut persamaan gerak. Persamaan ini diperoleh dengan menggunakan hukum
Newton dengan cara yang sesuai untuk aliran fluida. Untuk menurunkan persamaan
gerak tersebut dapat ditempuh dengan dua cara yaitu cara diferensial yang merupakan
peninjauan elemen massa fluida infinitesimal, dan cara peninjauan integral dengan
menggunakan volume atur yang besarnya terbatas, masing-masing dengan
selanjutnya menerapkan persamaan mekanika yang sesuai. Dalam mekanika,
persamaan gerak Newton dinyatakan sebagai:
F=ma
Dengan komponen: Fx = m ax
Fy = m ay
Fz = m az
Atau: F = D/Dt (m v)
Dimana F adalah gaya yang dialami oleh benda, m massa benda, a percepatannya dan
v kecepatannya.

YUS/UNJ/08 20
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

Kita tinjau suatu keadaan di mana efek gesekan dapat diabaikan. Gaya yang
bekerja pada elemen massa terdiri dari gaya badan dan gaya permukaan. Gaya badan
misalnya gaya gravitasi, gaya magnetik, gaya Lorentz dan sebagainya. Sedangkan
gaya permukaan misal diakibatkan oleh tekanan pd permukaan elemen massa fluida.
Gaya badan besarnya sebanding dengan massa dari elemen massa fluida.
Komponen gaya badan per satuan massa dalam arah x, y, dan z adalah fx, fy dan fz.
Gaya yang bekerja pada suatu elemen massa yang berbentuk kubus diperlihatkan
pada Gbr.8 dengan elemen kubus yang berdimensi dx, dy, dz.

Gbr.8 Gaya Pada Elemen Fluida Berbentuk Kubus Tanpa Gesekan


Dengan menggunakan persamaan gerak Newton, diperoleh dalam arah x:
M ax = ρ dx dy dz Du/Dt = Fx = - δp/δx dx dy dz + ρ fx dx dz
Atau: Du/Dt = - 1/ρ δp/δx + fx ..................................................................... (30)
Dalam arah y: Dv/Dt = - 1/ρ δp/δy + fy ........................................................... (31)
Dalam arah z: Dw/Dt = - 1/ρ δp/δz + fz ...........................................................(32)
Persamaan (30), (31), (32) menyatakan gerakan suatu fluida sempurna di
dalam suatu sistem koordinat inersial. Tidak ada pemisalan apapun mengenai massa
jenisnya, sehingga persamaan di atas berlaku baik untuk fluida inkompresibel maupun
kompresibel. Persamaan di atas pertama kali diturunkan oleh Euler, oleh karena itu
disebut persamaan Euler.

YUS/UNJ/08 21
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

BAB 4
KINEMATIKA FLUIDA

4.1 Metoda Langrange Dan Metoda Euler


Disini akan diuraikan hubungan antara kedudukan berbagai partikel fluida
dengan waktu, dimana fluida dianggap sebagai kontinuum. Hal ini berlaku selama
ukuran dari partikel yang kita perhatikan jauh lebih besar dari jarak lintasan bebas
rata-rata dari molekul.
Ada dua cara dalam menerangkan gerak fluida atau bentuk persamaan medan
dalam fluida, yaitu metoda Lagrange dan metoda Euler. Perbedaannya terletak pada
cara penentuan kedudukan dalam medan. Yang satu bersangkutan dengan apa yang
terjadi pada partikel fluida dengan identitas tetap selama waktu yang tertentu,
bagaimana lintasannya, berapa besar kecepatan dan percepatannya dan sebagainya.
Metoda yang lain mencoba mengetahui apa yang terjadi pada suatu titik di
dalam ruang yang diisi fluida dan berapa kecepatan, percepatannya dan seterusnya,
pada titik yang berbeda tempat dalam ruang.
Dalam metoda Lagrange, variabel seperti lintasan, kecepatan, percepatan dan
variabel fisika lainnya dituliskan untuk partikel fluida dengan identitas tetap. Cara
demikian biasa dipergunakan pada dinamika partikel dan dinamika benda padat.
Koordinat (x, y, z) adalah koordinat dari elemen fluida, dan karena elemen
fluida yang ditinjau identitasnya tetap dan bergerak pada lintasannya, maka koordinat
tersebut merupakan fungsi dari waktu. Koordinat (x, y, z) dengan demikian merupakan
variabel dependen dalam bentuk Lagrange. Metoda Lagrange jarang dipergunakan
dalam mekanika fluida karena jenis informasi yang diinginkan bukanlah harga variabel
fluida yang dialami oleh suatu partikel fluida sepanjang lintasannya, tetapi hanya
variabel fluida pada suatu titik tetap di dalam ruang.
Metoda Euler membrikan harga variabel fluida pada suatu titik pada suatu
waktu. Dalam bentuk fungsionil, medan kecepatan dapat dituliskan sebagai:
v = v (x, y, z, t) .................................................................... (33)
Dimana x, y, z dan t semuanya merupakan variabel beban. Untuk suatu titik
tertentu (x1, y1, z1) dan waktu t1, persamaan (33) menyatakan kecepatan fluida pada
kedudukan (x1, y1, z1) pada saat t1.
Metoda Lagrange dapat dihubungkan dengan metoda analisa berdasarkan
sistem (sistem adalah sekumpulan partikel yang mempunyai identitas tetap yang

YUS/UNJ/08 22
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

dibatasi oleh suatu permukaan batas sistem, yang dapat berubah bentuk; partikel
dalam sistem tidak dapat menembus batas sistem),sedangkan metoda Euler dapat
dihubungkan dengan metoda analisa dengan volume atur.

4.2 Medan Kecepatan Dan Percepatan Dalam Fluida


Bila r (x, y, z) menyatakan koordinat partikel fluida, maka medan kecepatan
dinyatakan sebagai:
V = v (u, v, w) = dr (x, y, z, t)/dt
Atau: u = dx/dt v = dy/dt w = dz/dt
Selanjutnya percepatan dalam arah x diturunkan sebagai berikut:
du = δu/δx dx + δu/δy dy + δu/δt dt
ax = du/dt = du/dx .dx/dt + du/dy.dy/dt + dudz/dzdt + du/dt
ax = δu/δt = du/dt + u δu/δx + v δu/δy + W δu/δz + δu/δt ........... (34)
Demikian pula:
ay = Dv/Dt = dv/dt = u δv/δx + v δv/δy + w δv/δt + δv/δt ............ (35)
az = Dw/Dt = dw/dt = u δw/δx + v δw/δy + w δw/δz + δw/δt ....... (36)

Gbr.9 Koordinat Partikel fluida


4.3 Sistim Referensi Dalam Menginterpretasikan Bentuk Gerakan
Pemilihan sistem koordinat sebagai referensi terhadap gerakan fluida
mempunyai kegunaan besar. Hal ini akan kita lukiskan dengan contoh. Misalnya kita
perhatikan aliran melalui tiang jembatan dengan sistem referensi (atau pengamat)
diam, atau kita perhatikan aliran melalui hidung pesawat terbang yang terbang dengan
kecepatan tetap seperti dilihat oleh seorang pengamat dalam pesawat terbang. Kedua-
duanya merupakan contoh gerakan stasioner.

YUS/UNJ/08 23
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

Gbr.10 Garis Arus Pada Aliran Stasioner


Gbr.10 menunjukkan garis lintasan yang dalam hal ini berimpitan dengan garis
gores dan garis arus. Benda K dianggap sangat panjang sehingga pengaruh aliran di
bagian belakang benda pada aliran di bagian depan dapat diabaikan. Bila pada titik A
diteteskan suatu cairan berwarna, maka tetesan berwarna tersebut akan terletak pada
garis arus. Bila aliran tidak stasioner, keadaan berbeda. Ini terjadi misalnya bila kita
memperhatikan aliran fluida melalui suatu pesawat terbang dari suatu kedudukan yang
diam terhadap fluida yang masih belum terganggu.

4.4 Aliran Satu, Dua Dan Tiga Dimensi


Suatu garis arus yang merupakan garis matematik mempunyai satu dimensi.
Jadi aliran sepanjang satu garis, walaupun melengkung, merupakan aliran satu
dimensi.
Dalam aliran yang demikian, variasi kecepatan, tekanan dan sebagainya, hanya
mungkin sepanjang garis arus karena dimensi yang melintang terhadap garis arus
tidak didefinisikan. Beberapa aliran dua dan tiga dimensi dapat diperlakukan sebagai
aliran satu dimensi untuk keperluan praktis, bila garis arusnya hampir lurus dan sejajar
satu sama lain. Aliran dua dan tiga dimensi menggambarkan medan aliran, masing-
masing dalam bidang dan ruang.
Contoh aliran dua dimensi adalah aliran melalui sayap pesawat dan tiang
jembatan.

Gbr.11 Aliran Dua Dimensi


Disini kecepatan, tekanan dan sifat-sifat lainnya tidak berubah dalam arah
tegak lurus ke atas dari satu titik ke titik lainnya dalam medan aliran. Perlu
diperhatikan pula bahwa aliran dua dimensi demikian sebenarnya juga merupakan
pendekatan dari keadaan yang sebenarnya, selama pengaruh panjang dari sayap atau

YUS/UNJ/08 24
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

tiang jembatan cukup kecil, yang dijumpai pada sayap-sayap dan tiang jembatan yang
cukup panjang.
Aliran simetris tiga dimensi dilukiskan dalam Gbr.12 berikut:

Gbr.12 Aliran Simetris Tiga Dimensi

Disini garis arus membentuk permukaan arus atau tabung arus yang
berpenampang cincin. Pada bidang yang melalui sumbu aliran demikian, garis arus
dapat digambarkan menyerupai aliran dua dimensi, tetapi tidak menyatakan bahwa
aliran bersifat dua dimensi. Aliran tiga dimensi yang tidak simetrik, seperti aliran pada
rongga masuk dari mesin jet, merupakan medan aliran tiga dimensi yang bersifat
umum.

4.5 Sistem Dan Volume Atur


Suatu sistem yang kadang-kadang juga disebut benda bebas atau benda
terisolasi, didefinisikan sebagai kumpulan zat sebarang yang mempunyai identitas
tetap. Segala sesuatu yang ada di luar sistem disebut lingkungan. Batas dari sistem
didefinisikan sebagai suatu permukaan, yang dapat berbentuk riil atau imaginer yang
memisahkan sistem dari lingkungannya.
Melalui penggunaan gagasan sistem kita memusatkan perhatian kita pada
benda atau zat dan mengamati interaksi antara sistem dan lingkungannya. Sebagai
contoh kita perhatikan hukum Newton yang kedua:
F = m a. Dalam definisi ini F adalah gaya resultan yang diadakan oleh lingkungan pada
sistem, m adalah massa sistem dan a adalah vektor percepatan yang dialami oleh titik
pusat massa sistem. Langkah yang pertama dalam menetapkan hukum kekekalan
massa, kekekalan momentum, kekekalan energi dan hukum termodinamika yang
kedua dalam bentuknya yang elementer adalah dengan mendefinisikan suatu sistem.
Tanpa langkah ini apa yang dinamakan gaya, massa, panas, kerja, dan sebagainya
akan kabur artinya sampai apa yang dinamakan sistem didefinisikan dengan jelas.

YUS/UNJ/08 25
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

Fluida sangat mudah bergerak, dan karena itu agak sukar untuk menganalisa
batas dan sistem fluida untuk waktu yang agak lama. Hal yang demikian kita jumpai
dalam mesin turbo, dimana proses yang rumit berlangsung dan dimana partikel fluida
yang berbeda yang melalui mesin mengalami sejarah yang berbeda. Karena itu, untuk
fluida yang bergerak lebih mudah bila kita menggunakan suatu konsep lain, dimana
yang kita perhatikan adalah suatu volume dalam ruang yang tertentu, yang dilalui oleh
aliran fluida, dan bukan fluida yang mempunyai partikel dengan identitas tetap.

Volume Atur
Dengan pemikiran di atas kita definisikan volume atur sebagai volume yang
sebarang, yang kedudukannya tetap di dalam ruang dan fluida mengalir di dalamnya.
Identitas dari fluida yang memenuhi volume atur berubah dengan waktu. Permukaan
yang mengelilingi volume atur disebut permukaan atur, yang berhubungan tunggal
(singly connected) atau berhubungan majemuk (multiply connected).
Kadang-kadang kita gunakan volume yang ukurannya infinitesimal (kecil
sekali), kadang-kadang volume yang ukurannya tertentu, pemilihan ini didasarkan atas
hasil yang diinginkan.

4.6 Garis Arus Dan Fungsi Arus


Suatu garis yang pada tiap saat menyinggung vektor kecepatan pada tiap
titiknya disebut garis arus. Karena vektor kecepatan pada suatu titik tertentu
menyatakan arah gerak partikel fluida yang melaluinya, suatu garis arus juga
menyinggung lintasan fluida yang terletak padanya. Akan tetapi lintasan suatu partikel
fluida, merupakan tempat kedudukan dari gerakan partikel tersebut selama suatu
waktu tertentu, sedangkan garis arus adalah gambaran sesaat dari gerakan partikel
fluida pada berbagai titik.

Gbr.13 Garis Arus

YUS/UNJ/08 26
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

Walaupun kedua garis akan berimpitan pada kedudukan partikel yang


bersangkutan, pada tempat lain keduanya pada umumnya akan terpisah, karena
kecepatan berubah dengan ruang dan waktu. Hanya bila garis arus tidak berubah
bentuk dan kedudukan, garis tersebut juga merupakan garis lintasan.
Selain garis arus dan garis lintasan, masih ada garis gores yaitu suatu garis
yang menghubungkan semua partikel yang segera berurutan pada suatu waktu melalui
suatu titik tertentu yang kedudukannya dalam ruang tetap.
Definisi matematik dari garis arus (untuk aliran stasioner dan tidak stasioner)
dapat dinyatakan sebagai:
dx/u = dy/v = dz/w ............................................................ (37)
dimana dx, dy, dz adalah elemen dari potongan garis di dalam sistem koordinat
Cartesian dan u, v, w adalah komponen kecepatan. Persamaan (37) ini menyatakan
bahwa titik pada garis arus menyinggung vektor kecepatan pada titik tersebut.
Untuk aliran dua dimensi, persamaan (37) menjadi:
dy/dx = v/u .......................................................................... (38)
Perlu diingat bahwa batas dari permukaan benda padat selalu merupakan garis
arus karena fluida tidak dapat menembus permukaan tersebut.

YUS/UNJ/08 27
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

BAB 5
ANALISA DIMENSIONAL & KESERUPAAN

5.1 Pendahuluan
Beberapa persoalan yang dijumpai dalam mekanika fluida telah dipecahkan
dengan menganalisa persoalan yang sudah diformulasikan secara matematis. Dalam
soal yang demikian, baik variabel yang berpengaruh maupun hubungan antara variabel
tersebut telah diketahui. Seringkali formulasi demikian diperoleh dengan menggunakan
anggapan penyederhanaan. Untuk memperhitungkan efek yang diabaikan, dalam
pendekatan selanjutnya digunakan koefisien yang ditentukan secara eksperimental.
Cara lain yang dapat digunakan sebgai penyelesaian pendekatan diperoleh
dengan cara mencoba menentukan secara umum bagaiamana koefisien yang dapat
ditetapkan secara eksperimental tersebut bergantung pada variabel yang
mempengaruhi persoalan.
Dengan analisa dimensional, gejala fisik dapat diformulasikan sebagai
hubungan antara variabel yang berpengaruh, yang telah dikelompokkan dalam
serangkaian kelompok bilangan yang tak berdimensi. Jumlah kelompok bilangan tak
berdimensi ini jauh lebih sedikit dari jumlah variabel yang semula. Cara ini sangat
berguna dalam metoda analisa persoalan secara eksperimental terutama karena
jumlah eksperimen yang harus dilakukan dapat diperkecil, dan eksperimennya sendiri
dapat lebih disederhanakan.

5.2 Kelompok Tanpa Dimensi


Variabel atau besaran fisik dinyatakan dengan dimensi yang dapat dituliskan
dalam beberapa dimensi dasar. Sebagai contoh, kecepatan secara dimensional
dinyatakan oleh hubungan dimensi (V) = (L)/(t). Beberapa variabel dapat
dikelompokkan sedemikian sehingga tidak berdimensi, dan kelompok tanpa dimensi.
Sebagai contoh, besaran ρVd/µ tidak berdimensi, karena:
(ρVd/µ) = (M/L3) (L/t) (L) = 1 ................................................... (39)
(M/Lt)
yang berarti bahwa ρVd/µ tidak berdimensi. Besaran ini kita kenal sebagai bilangan
Reynolds, salah satu kelompok tanpa dimensi yang pebting dalam mekanika fluida.

YUS/UNJ/08 28
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

5.3 Hukum Keseragaman Dimensi


Suatu persamaan dikatakan memiliki keseragaman dimensi bila bentuk
persamaan tersebut tidak bergantung pada satuan pengukuran dasar. Sebagai contoh,
persamaan untuk perioda ayunan suatu bandul sederhana, yaitu T = 2π √L/g, berlaku
untuk tiap sistem satuan, misalnya apakah L diukur dalam feet, meter, atau mil, dan t
diukur dalam menit, hari atau detik. Jadi persamaan tersebut memiliki keseragaman
dimensi dan dapat dikatakan menyatakan gejala fisik. Hukum tersebut dapat diselami
mengingat bahwa gejala alami berlangsung tanpa dipengaruhi oleh satuan yang dibuat
secara sebarang oleh manusia, dan karena itu persamaan yang menjelaskan gejala
demikian harus berlaku untuk segala sistem satuan, jadi harus memiliki keseragaman
dimensi.
Dari azas keseragaman dimensi ini dapat disimpulkan bahwa suatu persamaan
yang berbentuk: x = a + b + c ..... akan seragam secara dimensional hanya bila x, a,
b, c ....... memiliki dimensi yang sama. Hukum ini sangat bermanfaat untuk
memeriksa, apakah suatu persamaan yang menyatakan gejala fisik dan yang
diturunkan secara analitik, sudah benar dan lengkap.

5.4 Teorema Pi Dari Buckingham


Bila persamaan yang berlaku untuk suatu soal tidak diketahui, diperlukan suatu
cara lain dalam penggunaan analisa dimensional. Pada awalnya, perlu diketahui atau
diduga, variabel bebas yang menentukan kelakuan dari variabel dependen yang ingin
kita ketahui. Rayleigh pertama kali menggunakan metoda ini dan hukum aljabar untuk
menggabungkan variabel yang banyak dalam suatu soal di dalam suatu kelompok yang
tak berdimensi.
Untuk menentukan kelompok tak berdimensi ini, Buckingham mengusulkan
suatu teorema yang dikenal sebagai teorema yang dikenal sebagai teorema pi, yang
secara formil dinyatakan sebagai berikut:
Bila ada n besaran fisik yang penting dan m dimensi dasar, maka terdapat
suatu bilangan n maksimum (r) yang menyatakan jumlah besaran ini yang diantara
mereka sendiri tidak dapat membentuk kelompok tak berdimensi, dimana r ≤ n2. Maka
dengan menggabungkan secara berturut-turut satu dari besaran yang selebihnya
dengan r besaran tadi, dapat dibentuk i kelompok tak berdimensi, dimana i = n-r.
Kelompok tak berdimensi yang dibentuk ini disebut suku-suku π dan dikenali dengan
simbol π1, π2 ...... . πn.

YUS/UNJ/08 29
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

5.5 Keserupaan (Similitude)


Keserupaan dalam pengertian yang umum berarti indikasi adanya hubungan
tertentu yang diketahui antara dua fenomena. Dalam mekanika fluida hubungan ini
merupakan hubungan antara aliran sesungguhnya dengan aliran yang menyangkut
model yang batas-batasnya serupa secara geometris tetapi lebih kecil ukurannya.
Walaupun demikian perlu dijelaskan, bahwa dalam mekanika fluida berlaku pula
hukum keserupaan untuk aliran dengan batas yang tidak serupa. Misalnya, ada
hubungan keserupaan antara aliran subsonik kompresibel (M < 1) sekitar suatu benda
dengan aliran inkompresibel sekitar benda yang kedua yang bentuknya serupa dengan
benda pertama yang dideformasikan menurut cara tertentu, dan ini dikenal sebagai
aturan keserupaan Gothert.
Dua aliran yang mempunyai garis arus yang serupa disebut aliran yang serupa
secara kinematis. Karena batas benda merupakan garis arus, tentunya aliran yang
serupa kinematis harus pula serupa secara geometris. Akan tetapi hal sebaliknya belum
tentu benar, seperti ditunjukkan dalam Gbr.14. Disini digambarkan garis arus sekitar
benda yang berbentuk belah ketupat dalam aliran dua dimensi. Gbr.14a menunjukkan
aliran subsonik M < 1, sedangkan Gbr.14b aliran supersonik M > 1. Dapat dilihat
bahwa garis arusnya tidak serupa.

Gbr.14 (a) Aliran Subsonik (b) Aliran Supersonik


Selanjutnya dua aliran dikatakan serupa secara dinamis, bila distribusi gaya
pada kedua aliran adalah sedemikian sehingga pada titik yang berkorespondensi, gaya
yang sejenis (misalnya gaya geser, tekanan dan sebagainya) saling sejajar, dan
mempunyai perbandingan yang sama dengan pada pasangan titik yang
berkorespondensi lainnya.
Akan ditunjukkan bahwa keserupaan dinamis mensyaratkan dipenuhinya
keserupaan kinematik, dan syarat bahwa distribusi massa adalah sedemikian sehingga
perbandingan massa jenis pada titik dalam aliran yang berkorespondensi mempunyai
harga yang sama untuk setiap pasang titik. Aliran yang memenuhi syarat terakhir ini
disebut aliran dengan distribusi massa yang serupa. Syarat keserupaan kinematis

YUS/UNJ/08 30
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

bahwa kecepatan dan percepatan pada titik yang berkorespondensi adalah sejajar dan
perbandingan besar harga mutlaknya adalah konstan. Aliran yang serupa secara
kinematis dan mempunyai distribusi massa yang serupa, dari hukum Newton, juga
mempunyai gaya resultan yang perbandingan harga mutlaknya sama untuk titik yang
saling berkorespondensi. Selain itu pada titik yang berkorespondensi juga sejajar. Jadi
aliran yang serupa secara kinematis dan distribusi massanya serupa memenuhi syarat
keserupaan dinamik.

YUS/UNJ/08 31
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

BAB 6
ALIRAN FLUIDA DI DALAM PIPA
6.1 Pendahuluan
Pada umumnya aliran dapat dibedakan atas (1) aliran dalam saluran, yaitu
aliran yang dibatasi oleh permukaan-permukaan keras, dan (2) aliran sekitar benda
yang dikelilingi oleh fluida yang selanjutnya tidak terbatas. Perbedaan demikian
hanyalah untuk memudahkan peninjauan saja, karena gejala dasar dari kelakuan fluida
berlaku pada kedua keadaan tersebut.
Selanjutnya pengertian kita tentang kelakuan fluida riil memerlukan pembedaan
antara lapisan batas, dimana efek-efek tegangan geser terkonsentrasikan, dan daerah
aliran potensial, dimana hipotesa aliran ideal dipenuhi.
Pengertian lain yang akan dibahas adalah tentang dua macam aliran yaitu
aliran laminar dan aliran turbulen. Karena aliran-aliran yang umum sifatnya akan lebih
rumit untuk diuraikan, kita akan membatasi tinjauan pada geometri yang sederhana,
terutama tentang aliran-aliran melalui pipa berpenampang lingkaran dan selanjutnya
aliran melalui pelat-pelat datar sejajar arah aliran.

6.2 Aliran laminer dan aliran Turbulen


Koefisien gesek untuk pipa silindris merupakan fungsi dari Re (bilangan
Reynolds). Kenyataan ini ditunjang oleh hasil-hasil eksperimen. Diagram f terhadap Re
untuk pipa-pipa silinder ini menunjukkan karakter yang demikian (Gbr.15):

Gbr.15 Diagram f Terhadap Re Untuk Pipa Silinder

Pada bilangan Reynolds yang rendah f berkurang dengan bertambahnya Re


sebagai kebalikan harganya. Sedangkan di sekitar harga Re yang tertentu (sekitar

YUS/UNJ/08 32
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

3000) terdapat perubahan harga f, yaitu yang menunjukkan ketergantungan f pada Re


yang lebih kecil.
Untuk menyelidiki sebab perubahan tersebut perlu kita periksa alirannya secara
langsung. Untuk tujuan ini kita rencanakan suatu eksperimen dengan mengalirkan air
melalui suatu pipa yang transparan. Bilangan Reynoldsnya dapat diubah-ubah dengan
mengubah laju aliran massa. Untuk membuat aliran terlihat, kita dapat menyuntikkan
cairan warna sepanjang tengah-tengah pipa seperti terlihat pada Gbr.16.

Gbr.16 Penyuntikan Zat Warna Ke Dalam Pipa Untuk Menentukan Apakah


Aliran Laminar Atau Turbulen
Untuk mudahnya akan kita anggap bahwa aliran diamati pada suatu kedudukan
yang cukup jauh dari penampang masuk pipa sedemikian sehingga profil kecepatan
tidak berubah dengan jarak. Aliran demikian dikatakan telah mencapai kesetimbangan,
atau sudah berkembang penuh (fully developed flow).
Bila kita mulai dengan laju aliran mssa yang kecil, maka terlihat bahwa aliran
zat warna akan mengikuti suatu garis lurus yang jelas yang sejajar dengan sumbu
pipa. Goresan zat warna tetap lurus pada waktu laju aliran secara perlahan-lahan
diperbesar.
Akan tetapi, setelah laju aliran massa melebihi suatu harga tertentu, secara
tiba-tiba garis warna yang di atas akan bergelombang, dan bila laju aliran massa
diperbesar lebih lanjut, garis yang tegas akan hilang dan zat warna akan menyebar
secara seragam pada seluruh pipa. Dalam modus yang pertama partikel-partikel fluida
(air) mengikuti garis lurus yang sejajar pipa, akan tetapi dalam modus yang kedua tiap
partikel fluida rupanya mengikuti suatu lintasan yang sebarang di seluruh pipa, hanya
gerakan rata-ratanya yang mengikuti sumbu pipa. Modus pertama disebut aliran
laminar, sedangkan modus yang kedua disebut aliran turbulen.
6.3 Distribusi Tegangan Geser Dalam Pipa Berpenampang Lingkaran
Kita akan menganalisa aliran dalam pipa bulat (berpenampang lingkaran) dan
pertama-tama akan menurunkan persamaan yang umum yang menghubungkan
tegangan geser, penurunan tekanan dan jari-jari, dan tidak menggunakan persamaan

YUS/UNJ/08 33
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

Navier-Stokes secara langsung. Untuk ini kita perhatikan suatu bagian dari pipa bulat
dengan penampang tetap, yang mengalirkan fluida dengan massa jenis yang tetap.
Akan kita anggap bahwa aliran telah mencapai kesetimbangan (fully developed flow)
dan karena itu gradien tekanannya telah mencapai harga yang konstan. Panjang pipa l
dan jari-jari pipa r, sedangkan beda tekanan sepanjang l besarnya ∆p
Tekanan pada tiap penampang bersifat seragam karena pipanya lurus dan
karena itu aliran rata-rata arahnya mengikuti garis-garis sejajar sumbu pipa. Untuk
silinder kecil yang tergambar dengan garis putus-putus, syarat kesetimbangan gaya-
gaya menghasilkan:
∆p. πr2 = 2 π r τ l .......................................................................... (40)
Dimana τ tegangan geser pada kulit silinder yang bersangkutan. Bila ro jari-jari pipa,
maka ( 1) menjadi:
∆p. πro2 = 2 π ro τo l ..................................................................... (41)
Dapat dilihat bahwa dari (40) dan (41) bahwa:
τ = τo r/ro ...................................................................................... (42)
yang menyatakan bahwa tegangan geser harus berubah secara linier dengan jari-jari.
Tegangan geser dinding τo tentu ada hubungannya dengan koefisien gesek f.
Koefisien gesek didefinisikan sebagai:
∆p = f. ½ .ρ v2. l/d ......................................................................... (43)
Jadi, dari (41) dan (43):
2 τo.l/ro = f. ½ . ρ v2. l/d ..................................................................... (44)
atau
τo = ¼. f. ½. ρ v2 ................................................................................ (45)

6.4 Jari-Jari Hidrolik


Untuk saluran dengan penampang yang bukan lingkaran, hubungan antara
tekanan dengan tegangan geser dapat dinyatakan sebagai:
p A – (p + dp)A + τo s d x = 0 ....................................... (46)
Dimana s adalah parameter (keliling penampang), sehingga diperoleh:
τo = A/s ∆p/l ................................................................ (47)
dimana l panjang pipa
Untuk pipa berpenampang lingkaran, dari persamaan (41)&(43)dapat
digabungkan menjadi:
τo = ∆p ro/2 l ......................................................... (48)

YUS/UNJ/08 34
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

= f/4 .l/2 ρ v2
atau
f = 4 τo/1/2 .ρ v2 l .................................................. (49)
Jadi bila harga eksperimental τo atau f diketahui, maka besaran yang lain dapat
dihitung.
Dengan cara yang serupa, untuk saluran berpenampang bukan lingkaran dapat
diturunkan.
∆p = f. s l / 4A . ρ v2/2 .................................................. (50)
Untuk empat persegi panjang dengan sisi-sisi a dan b, de = 4 ab/2(a+b) =
2ab/(a+b). Untuk annulus dengan diameter dalam d1 dan diameter luar d2, de = π (d22
– d12)/ π (d2 + d1) = d2 – d1

6.5 Aliran Laminer Stasioner Dalam Pipa


Untuk aliran laminar, eksperimen Reynolds menunjukkan bahwa tiap partikel
bergerak sepanjang garis lurus yang sejajar dengan sumbu pipa. Persamaan geraknya
dapat disederhanakan sekali, dan dapat ditunjukkan bahwa tegangan gesernya sama
dengan:
τ = µ du/dr .......................................................................... (51)
Dari persamaan ini yang menyatakan hubungan antara gaya-gaya geser
dengan profil kecepatan untuk aliran laminar dalam pipa dan dari persamaan (51)
diperoleh:
du/dr = ∆p r/2 .l. µ ............................................................ (52)
Persamaan ini berlaku terbatas pada aliran laminar karena mencakup anggapan
bahwa aliran bersifat stasioner dan bahwa garis-garis arusnya merupakan garis-garis
lurus yang sejajar dengan sumbu. Setelah integrasi diperoleh:

u = ∆p/2.l. µ . r2/2 + konst ................................................ (53)


Kecepatan fluida pada batas, yaitu dinding pipa (r = ro) sama dengan
kecepatan dinding yaitu nol, karena syarat tidak adanya pergeseran (no slip).
Konstanta integrasinya dengan demikian dapat dihitung sehingga:
u = - ∆p/4.l. µ (ro2 – r2) ................................................... (54)
Tanda negatip di depan ∆p menunjukkan bahwa hanya bila tekanan pada
daerah hulu (kiri) lebih besar dari hilir (kanan), fluida mengalir ke arah hilir (kanan).

YUS/UNJ/08 35
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

Persamaan di atas menyatakan pula bahwa untuk aliran laminar dalam pipa,
distribusi kecepatannya bersifat parabolik.
Dengan menggunakan persamaan (55)laju aliran massa melalui pipa dapat
dihitung yaitu:
Q = - ∆p.π. ro4/8.l. µ .......................................................... (56)
Sedangkan kecepatan rata-ratanya:
v = Q/π. ro2 = - ∆p ro2/ 8.l.µ ............................................. (57)
Persamaan yang terakhir ini dapat dibandingkan dengan persamaan untuk
kerugian gesekan di dalam pipa. Untuk kasus aliran laminar:
f = 64/Re ........................................................................... (58)
yang menunjukkan bahwa f merupakan fungsi sederhana dari bilangan Reynolds.
Eksperimen menunjukkan persamaan dengan hasil di atas. Aliran laminar dengan profil
kecepatan parabolik dalam tabung silindrik ini dikenal sebagai aliran Poiseuille atau
aliran Hagen-Poiseuille.

6.6 Aliran Turbulen Melalui Pipa Licin


Untuk menentukan profil kecepatan turbulen di dalam pipa, kelihatannya
sangat logis bila kita melakukan analisa yang serupa dengan aliran laminar. Tetapi
analisa yang demikian tidak akan berhasil karena aliran tidak lagi stasioner dan lintasan
partikel-partikel fluida sangat sebarang, yang mengakibatkan tidak mungkinnya
peramalan garis-garis arus. Bentuk umum dari profil kecepatan ditunjukkan pada
Gbr.17.

Gbr.17 Bnetuk Umum dari Profil Kecepatan


Eksperimen Reynolds menunjukkan bahwa dalam aliran turbulen, elemen-
elemen fluida bergerak sepanjang pipa secara sebarang. Bila suatu partikel fluida
bergerak tegak lurus pada arah kecepatan rata-rata (misalnya dari A ke B dalam
Gbr.17), ia bergerak dari daerah yang momentum rata-ratanya dalam arah x yang
lebih rendah ke daerah yang momentum (dalam arah x) rata-ratanya lebih tinggi. Oleh
karena itu partikel tersebut akan mengadakan gaya tahanan pada fluida di sekitar B.

YUS/UNJ/08 36
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

Demikian pula, bila suatu partikel bergerak menjauhi sumbu pipa, ia akan
mempercepat fluida di sekitar tempat baru yang didudukinya. Gaya-gaya ini
merupakan hasil dari gerak lintang turbulen dari partikel-partikel fluida dan merupakan
sebab dari gaya-gaya geser dalam fluida.
Yang dimaksudkan dengan pipa licin adalah pipa-pipa dengan permukaan
seperti gelas, plastik atau logam yang dihaluskan. Pipa-pipa kasar mencakup pipa-pipa
lain seperti pipa-pipa baja, pipa-pipa besi dan pipa-pipa beton.
Korelasi tentang koefisien gesek dalam aliran turbulen pertama-tama diajukan
oleh Blasius (1911), dengan melakukan survei secara kritis pada data dan
memformulasikan persamaan empirik sebagai berikut:
f = 0,316/Re1/4 ...................................................................... (59)
yang berlaku untuk pipa licin sampai bilangan Reynolds sebesar 103. Dapat dilihat
bahwa faktor gesek dalam aliran turbulen berubah pelan dengan bilangan Reynolds
dibandingkan dengan pada aliran laminar.
Bila dianggap bahwa pada Re = 2300 baik aliran laminar maupun turbulen
dapat terjadi, maka untuk aliran laminar, f ~ 64/Re~0,0278, sedangkan untuk yang
terakhir, f = 0,0447. Dalam kenyataannya, dalam aliran turbulen Re harus sama
dengan 17.000 supaya faktor geseknya sama kecil dengan faktor gesek aliran laminar
pada Re = 2300. Jadi aliran turbulen menghasilkan kerugian-kerugian yang lebih besar
daripada aliran laminar pada bilangan Reynolds yang ekivalen.
Untuk bilangan Reynolds lebih besar dari 103, persamaan Blasius tidak lagi
sesuai, karena faktor gesek yang diramalkannya lebih rendah. Selain faktor gesek,
distribusi kecepatan pada penampang pipa mempunyai arti yang penting.
Eksperimen menunjukkan bahwa distribusi kecepatan untuk aliran turbulen
lebih datar daripada untuk aliran laminar, akan tetapi gradien kecepatannya lebih
curam daripada aliran laminar.

YUS/UNJ/08 37
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

BAB 7
LAPISAN BATAS
7.1 Teori Lapisan Batas (Boundary Layer)
Konsep lapisan batas pertama kali dikemukakan pada tahun 1904 oleh Ludwig
Prandtl, seorang ahli aerodinamika Jerman. Sebelumnya, analisa aliran fluida terbagi
menjadi dua konsep dasar yaitu aliran tanpa pengaruh gesekan yang dikemukakan
oleh Leonhard Euler seorang ahli hidrodinamika pada tahu 1755. Analisa aliran tanpa
gesekan dinyatakan dalam persamaan Euler. Dengan banyaknya kontradiksi pada hasil
eksperimen aliran fluida, persamaan Euler dijabarkan lebih rinci untuk kondisi aliran
bergesekan oleh Navier pada tahun 1827 dan oleh Stokes pada tahun 1845, yaitu
persamaan Navier-Stokes.
Persamaan Navier-Stokes ini adalah persamaan matematis yang amat sulit
dicari penyelesaiannya. Dengan konsep yang diungkapkan Prandtl ini analisa gerak
aliran fluida umumnya dapat dibagi menjadi dua bagian yang pengaruh gesekannya
besar yaitu di daerah lapisan batas dan di luarnya adalah aliran yang tanpa pengaruh
gesekan.
Pada aliran fluida bergesekan, pengaruh gesekan akan menimbulkan lapisan
batas. Lapisan Batas adalah daerah yang melingkupi permukaan aliran, dimana tepat
di bawah lapisan batas terdapat hambatan akibat pengaruh gesekan fluida dan tepat di
atas lapisan batas aliran fluida adalah tanpa hambatan, sehingga untuk menganalisa
pengaruh gesekan fluida, penting untuk diketahui konsep tentang lapisan batas
tersebut.
Lapisan batas pada aliran internal akan berkembang terbatas sampai dapat
meliputi seluruh penampang aliran fluida dan hanya terjadi pada daerah di sekitar
lubang masuk aliran sehingga pada umumnya dapat diabaikan dan aliran dianggap
seragam. Namun pada aliran eksternal pertumbuhan lapisan batas tidak terbatas
sehingga umumnya pembahasan perkembangan lapisan batas menjadi sangat penting.
Pada Gbr.18 ditampilkan perkembangan lapisan batas pada aliran internal dan aliran
eksternal. Pada gambar tersebut skala sumbu y jauh lebih besar dari sumbu x untuk
memperoleh gambar yang lebih jelas, karena lapisan tersebut sangat tipis.
Dari gambar terlihat bahwa untuk aliran internal, fluida pada saat bergesekan
dengan permukaan solid, akan mulai membentuk lapisan batas. Lapisan batas ini akan
berkembang terus sampai suatu panjang tertentu yang disebut sebagai panjang

YUS/UNJ/08 38
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

masukan (entrance length) kemudian lapisan batas tidak dapat berkembang lagi (Fully
developed flow). Untuk aliran internal dan laminar yaitu dengan Re< 2300 maka
panjang masukan, LE adalah fungsi angka Reynold yaitu:
LE/D ≈ 0,06 ρ v D/µ
LE ≈ 0,06 x Re x D ≈138D
Sedangkan untuk aliran internal turbulen, dari hasil percobaan, panjang
masukannya adalah antara 25D atau 40D.
Pada aliran eksternal, angka Reynold dihitung tidak dari diameter penampang
namun dari panjang karakteristik masukan atau tebal lapisan batasnya. Kondisi aliran
laminar, transisi dari laminar ke turbulen dan aliran turbulen pada aliran eksternal tidak
sejelas pada aliran internal.
Untuk aliran diatas plat datar seperti pada lambung kapal atau kapal selam,
pada sayap pesawat udara ataupun pada dataran, kondisi transisi aliran tercapai pada
angka Reynold Re = 5 x 105. Untuk kondisi udara bakuangka Re ini tercapai pada
kecepatan 30 m/s berkorelasi dengan jarak x ≈ 0,24 m. Sedangkan perkembangan
tebal lapisan batasnya, pada aliran laminar lebih lambat dibandingkan dengan
perkembangan tebal lapisan batas pada aliran turbulen.
Ketebalan lapisan batas pada aliran laminar:
δ = 5x/√Rex ............................................................................. (60)
dimana: δ = tebal lapisan batas
x = jarak dari masukan ke lokasi tebal lapisan batas
Beberapa parameter lapisan batas yang penting adalah:
ƒ Tebal lapisan batas, δ yang didefinisikan sebagai jarak dari permukaan solid ke
lapisan di daerah yang mengalami hambatan karena gesekan. Namun
kenyataannya karena pengaruh gesekan terjadi terus menerus, pada
perhitungan, dipergunakan definisi tebal lapisan batas adalah jarak dari
permukaan penampang ke titik yang u = 0,99 U.
ƒ Tebal perpindahan δ* didefinisikan sebagai tebal aliran tanpa gesekan yang laju
massa alirannya sama dengan pengurangan laju massa aliran fluida
bergesekan. Sehingga perhitungan tebal perpindahan ini didasarkan pada laju
massa aliran sebelum bergesekan dengan permukaan solid dikurangi laju aliran
setelah bergesekan.

YUS/UNJ/08 39
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

Tebal perpindahan ini dinyatakan dalam:

∂ u
1 ∂ (1 − )dy
δ* =
U ∫
0
(U − u )dy = ∫
0
U ......................................................... (61)

Tebal momentum θ, didefinisikan sebagai ketebalan dari lapisan batas dengan


kecepatan µ yang laju perubahan momentumnya sama dengan kekurangan laju
momentum aliran bergesekan yang melalui lapisan batas. Tebal momentum dinyatakan
dalam:

ρθ U = ∫ ρ (U − u )udy ....................................................................... (62)
0


u u
θ= ∫ (1 − U ) U dy
0
........................................................................... (63)

7.2 Lapisan Batas – Konsep-konsep Umum


Kalau pada bab sebelumnya ditinjau aliran pada bagian pipa dimana telah
diperoleh profil kecepatan yang tidak berubah dengan jarak, maka pada bab ini kita
akan meninjau bagian pipa dekat penampang masuk, dimana profil kecepatannya
masih berkembang dengan jarak dari penampang masuk. Disini pola alirannya bukan
merupakan pola aliran yang setimbang atau terkembang penuh. Sebagai contoh, bila
lubang masuk pipa terletak pada suatu tangki atau reservoir, profil kecepatan awal
pada penampang pipa akan terbentuk seragam, dan fluida mengalir ke arah hilir dan
mengalami perubahan profil kecepatan sampai gaya-gaya gesekan telah
memperlambat fluida di dekat dinding dan profil kecepatan akhir (yang terkembang
penuh) dicapai.

Gbr.19 Pola Aliran Terkembang Penuh Di dalam Pipa


Pada daerah masuk, fluida dekat tengah-tengah pipa tampaknya tidak
dipengaruhi oleh gesekan, sedangkan fluida dekat dinding telah dipengaruhi oleh

YUS/UNJ/08 40
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

gesekan. Daerah dimana efek gesekan terlihat dengan jelas disebut lapisan batas.
Sewaktu fluida ke hilir, lapisan batas ini tumbuh dan akhirnya memenuhi seluruh pipa.
Yang akan kita perhatikan selanjutnya adalah lapisan batas yang tumbuh, yang
belum terkembang sempurna. Pada ujung depan (leading edge) dari pelat profil
kecepatan fluida masih seragam, akan tetapi mengalami perubahan dalam arah hilir.
Mula-mula waktu lapisan batas masih tipis, aliran di dalam lapisan ini bersifat laminar.
Tetapi waktu lapisan batas ini telah tumbuh dan mencapai suatu tebal tertentu, maka
aliran dapat bersifat turbulen.
Kriteria transisi adalah bilangan Reynolds yang disini didasarkan atas jarak dari
ujung depan pelat dan kecepatan aliran bebas uo. Setelah transisi berlangsung, aliran
pada sebagian besar lapisan batas bersifat turbulen, akan tetapi harus ada sesuatu sub
lapisan laminar dekat dinding. Analisa lapisan batas pada dasarnyadapat berhasil bila
lapisan tersebut tipis dibandingkan dengan dimensi-dimensi yang penting seperti
misalnya jarak dari ujung depan pelat. Syarat ini umumnya dipenuhi bila bilangan
Reynolds melebihi angka 104. Di luar lapisan batas, aliran dapat dianggap tidak viskos
dan dapat dianalisa berdasarkan anggapan tersebut.

Gbr.20 Pembentukan Lapisan Batas

7.3 Lapisan Batas Laminar – Penyelesaian Eksak Untuk Aliran Dua Dimensi
Suatu kontribusi pada ilmu pengetahuan tentang gerak fluida dilakukan oleh
Ludwig Prandtl dalam tahun 1904, sewaktu ia menjelaskan tentang pengaruh
viskositas yang penting pada bilangan Reynolds yang tinggi dan menunjukkan bahwa
persamaan Navier-Stokes dapat disederhanakan untuk memperoleh penyelesaian
pendekatan.

YUS/UNJ/08 41
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

Lebih dahulu kita tinjau aliran dua dimensi dari fluida dengan viskositas rendah
melalui suatu benda silindris yang langsing, seperti tergambar (Gbr.21)

Gbr.21 Aliran Lapisan Batas Sepanjang Suatu Dinding


Dengan mengecualikan daerah yang sangat dekat dengan permukaan,
kecepatan fluida mempunyai derajat kecepatan yang sama dengan kecepatan aliran
bebas Uo, dan pola dari garis-garis arus dan distribusi kecepatan hanya berbeda sedikit
dengan aliran potensial (tak bergesekan). Perubahan dari kecepatan nol pada dinding
hingga kecepatan yang penuh pada suatu jarak tertentu dari dinding terjadi pada
suatu lapisan tipis yang di atas telah disebut lapisan batas.
Karena pada batas antara lapisan dan aliran potensial gaya-gaya gesekan ini
harus mempunyai orde yang sama dengan gaya-gaya inersia, maka:
µ.U/δ2 ~ ρ U2/l
atau: δ ~ √ µl/ ρU
atau: δ/l ~ √v/U.l = √1/Re ............................................................................. (64)

7.4 Pemecahan Pendekatan Untuk Lapisan Batas


Untuk mempelajari metoda pendekatan untuk menghitung pertumbuhan
lapisan batas melalui pelat datar dan tegangan gesernya pada permukaan, digunakan
suatu model sederhana, yaitu dimana kita anggap bahwa kecepatan mencapai harga
aliran bebas yang tepat pada jarak δ dari pelat. Tebal lapisan batas δ ini berubah
sepanjang pelat, jadi δ = δ (x).

Gbr.22 Volume atur Untuk Pendekatan Untuk Aliran Lapisan Batas

YUS/UNJ/08 42
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

Di luar garis batas yang menyatakan tebal lapisan batas, kecepatan fluida
dianggap sama dengan kecepatan aliran bebas Uo, dan dalam lapisan batas
kecepatannya perlahan-lahan turun dari Uo pada y = δ sampai nol pada dinding.
Selanjutnya kita tinjau suatu elemen volume atur yang dibatasi oleh pelat, garis batas
dan dua garis vertikal sejajar dx. Lebar volume dapat diambil satu satuan.
Hukum momentum untuk aliran stasioner menyatakan bahwa jumlah semua
gaya yang bekerja pada volume atur pada arah tertentu harus sama dengan jumlah
aljabar flux momentum keluar dari volume ini dalam arah yang sama. Jadi:
δ/δx {ρ Uo2 δ 0 ∫1 (1 – u/Uo) u/Uo dy/δ} = τo .................................. (65)

7.5 Lapisan Batas Laminar


Untuk aliran laminar yang sejajar pelat, tegangan gesernya adalah:
τ = µ δu/δy
CD = D/1/2 ρ Uo2 .l = 2 √2 β α .............................................. (66)
√Re.l
Dengan memilih profil kecepatan yang sesuai maka persamaan di atas dapat
diselesaikan dan hasilnya dapat dibandingkan dengan penyelesaian eksak. Hasil-hasil
metoda pendekatan di atas untuk aliran laminar menunjukkan jawaban yang
memenuhi persyaratan teknik.

7.6 Lapisan Batas Turbulen


Dalam menghitung karakteristik lapisan batas turbulen kita dapat menggunakan
prosedur yang serupa untuk aliran laminar. Untuk aliran laminar, kita hitung tegangan
geser fluida permukaan dan gradien kecepatan du/dy, dan untuk itu kita gunakan
suatu profil kecepatan yang kita misalkan. Untuk aliran turbulen dijumpai kesukaran,
salah satu sebabnya adalah karena adanya sub-lapisan laminar dan transisi
CD = 0.118 (α/Re .l )1/5 ........................................................ (67)
α = 0∫1 (1 – u/Uo) u/Uo d(y/δ) ..............................................(68)

YUS/UNJ/08 43
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

BAB 8
ALIRAN MELALUI SALURAN TERBUKA

8.1 Persamaan Sederhana Dalam Aliran Saluran Terbuka Stasioner


Kita perhatikan suatu aliran stasioner di dalam suatu saluran terbuka, seperti
terlihat pada Gbr.23

Gbr.23 Aliran Melalui saluran Terbuka


Distribusi tekanan sebagai fungsi kedalaman saluran memenuhi kondisi
hidrostatik. Anggapan yang pertama menyatakan bahwa V merupakan suatu besaran
rata-rata dari distribusi kecepatan. Dengan menerapkan dalil momentum pada volume
atur yang dibatasi oleh dasar saluran, dinding-dinding samping , permukaan air dan
kedua permukaan yang tegak lurus pada dasar saluran dan dipisahkan sejauh dx.
Persamaan yang diperoleh dengan arah x positip seperti pada Gbr.23 :
d(bh V2) = ghb dx sin θ – d(gbh2/2) cos θ – τo P/ρ dx + gh2/2 db cos θ ....(69)
Suku pada ruas kiri merupakan flux momentum melalui permukaan volume atur, suku
pertama pada ruas kanan merupakan komponen berat dalam arah x. Suku kedua
merupakan komponen tekanan hidrostatik pada kedua dinding tegak melintang dari
elemen volume. Besaran τo adalah tegangan geser dinding dan p adalah keliling
basah. Suku ketiga menyatakan tegangan viskos yang melawan gerak. Dan suku
terakhir menyatakan komponen tegangan hidrostatik pada permukaan-permukaan
tegak dari volume atur dalam arah gerak.
Persamaan momentum menjadi:
dh( 1- Q2/h3 b2 g) – V2/g b db = - dx (τo P/g b h ρ + dz/dx) .................... (70)

YUS/UNJ/08 44
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

Bila (1 - Q2/h3 b2 g) positip, suatu kemiringan yang negatip akan menyebabkan


tinggi h bertambah, sedangkan efek sebaliknya berlangsung bila suku tersebut bernilai
negatip.

8.2 Suku Tegangan Geser


Lebih dahulu akan dibahas metoda-metoda untuk menghitung tegangan geser
pada dinding τo. Karena gejala-gejala yang menyebabkan adanya tegangan geser ini
sama seperti yang dijumpai dalam aliran dalam pipa, tegangan geser pada dinding
dapat ditulis:
τo = Cf ρ V2/2 .................................................................................... (71)
dimana koefisien Cf merupakan fungsi dari bilangan Reynolds dan kekasaran relatip
(untuk aliran dalam pipa Cf = f/4). Pada waktu mempelajari aliran dalam pipa telah kita
lihat bahwa faktor gesekan menjadi tidak tergantung pada bilangan Reynolds bila
bilangan Reynolds cukup besar dan bila permukaan tidak licin sempurna. Karena
syarat-syarat ini umumnya dipenuhi oleh aliran dalam saluran terbuka, pengaruh
bilangan Reynolds pada tegangan geser umumnya diabaikan sedangkan pengaruh
kekasaran dinyatakan secara empirik. Salah satu persamaan empirik adalah persamaan
Manning (1890) yaitu:
τo = Gn2/R1/3 (1.486)2 (ρV2/2) = 29,14 n2/R1/3 ((ρV2/2) ................... (72)
R adalah hasil bagi antara luas penampang dengan keliling yang terbasahi P dari
penampang saluran.

8.3 Aliran Seragam


Bila aliran di dalam saluran terbuka mempunyai kedalaman yang tetap, aliran
disebut seragam. Dapat dilihat dari persamaan (73) bahwa syarat agar aliran bersifat
seragam adalah:
-dz/dx = τo P/ρ g A ........................................................................... (74)
dimana luas penampang bh dari saluran persegi telah diganti dengan A, luas
penampang saluran dengan bentuk sebarang. Bila tidak ada gaya geser, kemiringan
untuk aliran seragam sama dengan nol, seperti juga untuk aliran tanpa gesekan dalam
saluran tertutup, penurunan tahanan sama dengan nol. Bila kemiringan ini sama
dengan Su, maka:

τo = ρg Su A/P = ρg Su R .................................................................. (75)

YUS/UNJ/08 45
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

8.4 Lompatan Hidraulik


Pada Gbr.24 di bawah ini dapat kita lihat fluida dalam suatu saluran dengan
tinggi permukaan h dapat tiba-tiba melompat sehingga tinggi permukaan menjadi h2
dan mengalir selanjutnya dengan ketinggian permukaan ini.

Gbr.24 Lompatan Hidraulik

Dalam menganalisa gejala ini kita anggap bahwa saluran mendatar dan tak
bergesekan. Laju aliran bersifat stasioner dan sifat-sifat aliran datang diketahui. Dari
persamaan momentum diperoleh:
ρV12h1 + ½ h12ρg = ρV22h2 + ½ h22ρg ................................................. (76)
Dengan menggunakan persamaan kontinuitas
Q = b h1 V1 = b h2 V2
Persamaan dapat diubah menjadi:
(h1 – h2) [h1 + h2 – 2Q2/g b2 h1h2] = 0 ................................................. (77)
Persamaan ini mempunyai dua jawaban, karena persamaan ini dapat dipenuhi
bila suku-suku dalam kurung sama dengan nol atau suku-suku diantara kurung persegi
sama dengan nol. Bila suku-suku dalam kurung sama dengan nol, hasilnya adalah
suatu hal yang trivial, yaitu aliran berlangsung tanpa gangguan. Pemecahan yang
kedua, menunjukkan kemungkinan adanya perubahan tinggi permukaan aliran, yaitu:
h2 = -h1/h2 + (h12/4 + (Q2/b2 g h13) 2h12)1/2 ................................. (78)
Pemecahan yang lain yaitu h2 = -h1/h2. Pola aliran inilah yang dikenal sebagai
lompatan hidraulik.

YUS/UNJ/08 46
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

DAFTAR ISI

1. SIFAT-SIFAT FLUIDA
1.1 Pendahuluan
1.2 Konsep Fluida
1.3 Fluida Sebagai Suatu Kontinum
1.4 Dimensi Dan Satuan
1.5 Besaran-besaran Medan Kecepatan

2. STATIKA FLUIDA
2.1 Pendahuluan
2.2 Hidrostatika Dan Hidrodinamika
2.2.1 Hidrostatika
2.2.2 Hidrodinamika
2.3 Manometer
2.4 Kesetimbangan Relatif
2.5 Gaya-gaya Pada Bidang datar
2.6 Gaya-gaya Pada Permukaan Lengkung
2.7 Pengapungan Dan Gaya Apung

3. DINAMIKA FLUIDA
3.1 Ciri-Ciri Jenis Aliran Fluida
3.1.1 Aliran Steady Dan Unsteady
3.2 Aliran Uniform
3.3 Aliran Non Uniform
3.4 Aliran Satu, Dua dan Tiga Dimensi
3.5 Aliran Laminar
3.6 Aliran Turbulen
3.7 Fluida Newtonian Dan Non Newtonian
3.8 Persamaan Gerak Euler; Persamaan Gerak Euler Untuk Fluida Invisid

4. KINEMATIKA FLUIDA
4.1 Metoda Lagrange Dan Metoda Euler
4.2 Medan Kecepatan Dan percepatan Dalam Fluida
4.3 Penggunaan Suatu Sistim Referensi Dalam Menginterpretasikan Bentuk
Gerakan
4.4 Aliran Satu, Dua Dan Tiga Dimensi
4.5 Sistem Dan Volume Atur
4.6 Garis Arus Dan Fungsi Arus

5. ANALISA DIMENSIONAL & KESERUPAAN


5.1 Pendahuluan
5.2 Kelompok Tanpa Dimensi
5.3 Hukum Keseragaman Dimensi
5.4 Teorema Pi Dari Buckingham
5.5 Keserupaan (Similitude)
6. ALIRAN FLUIDA DI DALAM PIPA
6.1 Pendahuluan
6.2 Aliran laminer dan aliran Turbulen
6.3 Distribusi Tegangan Geser Dalam Pipa Berpenampang Lingkaran
6.4 Jari-Jari Hidrolik

YUS/UNJ/08 47
PT PLN (Persero) JASDIK
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA Mekanika Fluida

6.5 Aliran Laminer Stasioner Dalam Pipa


6.6 Aliran Turbulen Melalui Pipa Licin

7. LAPISAN BATAS
7.1 Teori Lapisan Batas
7.2 Lapisan Batas – Konsep-konsep Umum
7.3 Lapisan Batas Laminar – Penyelesaian Eksak Untuk Aliran Dua Dimensi
7.4 Pemecahan Pendekatan Untuk Lapisan Batas
7.5 Lapisan Batas Laminar
7.6 Lapisan Batas Turbulen

8. ALIRAN MELALUI SALURAN TERBUKA


8.1 Persamaan-Persamaan Yang Disederhanakan Dalam Aliran Saluran Terbuka
Yang Stasioner
8.2 Suku Tegangan Geser
8.3 Aliran Seragam
8.4 Lompatan Hidraulik

YUS/UNJ/08 48

Anda mungkin juga menyukai