By: @papaoppah
Mitos:
1. Sejarah Ternate
(terkadang disebut juga Jafar Noh).2 Dia naik ke atas sebuah bukit bernama Jore-
jore dan membangun rumahnya di sana. Di kaki bukit itu terdapat sebuah danau
kecil bernama Ake Santosa. Suatu petang, ketika hendak mandi, Jafar Sadek
melihat tujuh bidadari sedang mandi di danau itu. Jafar Sadek menyembunyikan
salah satu sayap ketujuh bidadari itu. Setelah puas mandi, ketujuh bidadari
bersiap-siap pulang, tetapi salah seorang di antaranya, bernama Nur Sifa, tidak
dapat terbang pulang karena sayapnya hilang. Nur Sifa adalah puteri bungsu di
antara ketujuh bersaudara itu. Karena tidak punya sayap, Nur Sifa terpaksa
tinggal di bumi dan kawin dengan Jafar Sadek. Dari perkawinan ini lahirlah tiga
orang anak laki-laki, dan masing-masing diberi nama: yang tertua Buka, yang
Pada suatu hari, ketika Nur Sifa memandikan si bungsu Sahajat, ia melihat
bayangan sayapnya yang terpantul di air mandi Sahajat. Ia melihat ke atas dan
lalu mengambil sayapnya dan mencoba terbang sebanyak tiga kali. Tetapi, setiap
kali terbang, si bungsu Sahajat selalu menangis. Ia lalu menampung air susunya
pada sebuah gelas serta berpesan kepada si sulung Buka agar memberi minum
adiknya bila menangis, dan agar memberitahukan ayahnya kalau pulang, bahwa
ibunya telah kembali ke tempat asalnya. Setelah itu, Nur Sifa terbang tanpa
Ketika Jafar Sadek tiba di rumah dan mendengar pemberitahuan Buka, ia pun
menangis. Tangisan Jafar Sadek didengar seekor burung elang laut (Ternate:
guheba) yang bertanya kepadanya apa yang telah terjadi.3 Setelah Jafar Sadek
bertemu ayah Nur Sifa dan berkata kepadanya: "Isteri saya, anak Anda." Penguasa
Langit (heer van de hemel) itu lalu menghadirkan tujuh bidadari yang secara
lahiriah mirip, baik wajah, postur tubuh maupun perawakannya. Jafar Sadek
diminta menunjuk isterinya, salah seorang di antara ketujuh bidadari yang serupa
itu, dengan syarat bila ia tidak dapat menunjuk secara tepat, ia harus mati. Ia boleh
(Ternate: gufu sang) hinggap di pundaknya dan menawarkan jasa sambil meminta
imbalan. Kepada gufu sang Jafar Sadek menjanjikan semua yang berbau busuk di
muka bumi ini untuknya, dan gufu sang menyetujuinya dengan pesan: "Perhatikan
baik-baik, saya akan terbang mengelilingi semua bidadari itu, tetapi pada siapa
aku hinggap, itulah isterimu." Gufu sang mengenal Nur Sifa dan bau badannya
sebagai seorang yang tengah menyusui. Atas bantuan gufu sang, Jafar Sadek
Selama tinggal di Kayangan, Jafar Sadek dan Nur Sifa dikaruniai seorang
putera yang diberi nama Mashur Malamo. Setelah putera itu berusia setahun,
mereka pamit hendak kembali ke bumi. Tetapi, setiap kali akan kembali, si kecil
selalu menangis. Maka Penguasa Langit itu berkata: "Pasti ia mau penutup
kepalaku" (Ternate: kopiah). Ketika kopiah itu dikenakan di kepala si kecil, ia pun
diam. Maka kembalilah keluarga itu ke bumi, dan Mashur Malamo dengan kopiah
Ketika Jafar Sadek dan Nur Sifa tiba di bumi, mereka bersua kembali
dengan ketiga anaknya yang telah lama ditinggalkan. Nur Sifa memberi tanda-
tanda tertentu sebagai tempat duduk keempat anaknya. Anak pertama, Buka,
Makian dan menjadi cikal-bakal Kerajaan Bacan. Anak kedua, Darajat, mendapat
tempat duduk sepotong kayu terapung (Ternate: ginoti). Ia bertolak ke Moti dan
menjadi cikal bakal Kerajaan Jailolo. Anak ketiga, Sahajat, memperoleh batu
(Ternate: mari) sebagai tempat duduk. Ia pergi keTidore dan menjadi cikal-bakal
Di zaman dahulu kala, Ternate, Tidore, Moti, Makian dan Bacan bersambung
terdapat
sendiri sendiri. Kepala tiap-tiap negeri itu bergelar Ambasoya. Maka terdapatlah
Topa atau Ombi, Sungai Ra, Amasing, Salap dan Samboki. Ambasoya adalah
bahasa Bacan yang bermakna Ngofamanyira atau Datu, yang berarti Kimalaha
atau Sangaji. Syahdan, tiba di tanah Gapi seorang dari tanah Arab bernama Noh
Ibnu Jafar Sadek. Ia memperoleh lima anak, empat laki-laki dan seorang
perempuan, di atas bukit tanah Gapi. Ketika anak-anak itu sudah besar, bapaknya
berkata kepada mereka: "Aku berdoa memohon kepada Allah SWT supaya kamu
dijadikan Raja Moloku di tanah yang berlain-lainan”. Maka Jafar Sadek pun
Tiba-tiba datang gelap-gulita, guntur dan kilat, angin ribut serta hujan lebat
semalam suntuk hingga terbit fajar di pagi hari. Ketika pagi tiba, semenanjung
Maka tiap-tiap anak dari keempat anak laki-laki itu diberi tempat. Anak pertama,
bernama Said Muhammad Bakir atau Said Husin, di atas gunung Makian dan
Komolo Besi Limau Dolik. Anak Kedua menjadi Moloku Jailolo. Anak Ketiga
menjadi Moloku Tidore. Dan anak keempat menjadi Moloku Ternate. Yang
kelima, anak perempuan, pergi ke tanah Gapi di Banggai dan bermukim di sana
Sekitar abad ke-13, empat kerajaan besar eksis di kepulauan Maluku Utara.
memiliki pengaruh yang berbeda. Mereka adalah anak keturunan seorang guru
agama dari tanah Arab yang pada 1204 singgah di Rua Akerica, sebuah kampung
pulau Makian dan mendirikan Kerajaan Kie Besi. Tetapi, lantaran ancaman
gunung berapi, ia kemudian pindah ke pulau Bacan. Anak laki-laki lainnya pergi
ke pulau Moti dan mendirikan Kerajaan Tuanane. Tetapi, karena pulau ini sangat
pulau Tidore dan mendirikan Kerajaan Duku. Sementara anak lakilaki termuda
pergi ke Gapi di pulau Ternate dan mendirikan Kerajaan Gapi, serta bergelar
Sultan Cico. Keempat kerajaan di atas itulah yang dikenal sebagai “Moluku Kie
Raha,” atau Empat Kerajaan Kepulauan. Tetapi, dari keempat kerajaan tersebut,
Dalam legenda-legenda di atas, Jafar Sadek – yang disebut sebagai ayah dari
Arab. Tentang kedatangannya ke Maluku ini, ketika itu bernama Gapi, Kronik
Ketika Jafar Sadek masih di tanah Arab, pada suatu hari ia dalam keadaan sedih
dan bertafakkur. Tiba-tiba datang seorang utusan Tuhan dan berkata kepadanya:
"Wahai Noh Jafar, pergilah ke arah timur. Di sana engkau akan menemukan
empat orang tua." Jafar Sadek lalu bangkit dari renungannya dan langsung
berangkat.
Menurut versi Sejarah Ternate yang ditulis Naidah, Jafar Sadek terdampar di
Ternate karena kapalnya rusak dalam suatu pelayaran dari Jawa. Dalam Sejarah Ternate8
Naidah menulis sebagai berikut: “Toma enage Mashurmalamo ibaba Djafar Sadek odero ngofa
atomodi toma kaha Jawa simara isa toma Ternate”.(Dahulu, ayah Mashurmalamo Djafar
Naidah mencatat Djafar Sadek tiba di Ternate pada hari senin tanggal 6 Muharram
tahun 643 Hijriah.9 Dalam bukunya, Prof. de Graaf dan Th.G.Th.Pigeaud Chinese Muslim
in Java in the 15th and 16th centuries10 menyatakan, bahwa Jafar Sadek adalah seorang dari
Besar Berkuasa penuh) dari kesultanan Mesir Dinasti Abbasiyah. Tetapi menurut
sumber-sumber Cina, Jafar Sadek adalah Ja Tek Su, seorang muslim ahli perkapalan Cina
Menurut sejarah Ternate versi Tidore, Jafar Sadek tidak menikahi Nurul Sifa
puteri bungsu dari kayangan, tetapi ia menjadi suami seorang perempuan bangsawan
Sementara Hikayat Bacan11 menyebutkan bahwa Jafar Sadek tiba di Gapi tanpa
menggunakan alat pelayaran apapun. Ia tiba-tiba saja keluar dari laut dan naik ke pantai
Gapi – ketika itu semua pulau masih bersambung menjadi satu semenanjung bernama
Gapi.
Hikayat Bacan selanjutnya menuturkan bahwa karena Jafar Sadek tiba-tiba keluar dari
laut ke tepi pantai, banyak orang yang berdatangan kepadanya. Orang-orang itu gembira
datang dari tanah Arab serta bernama Noh Bin Jafar Sadek. Ia lalu naik ke gunung dan
Menurut Sejarah Bacan, Jafar Sadek mempunyai empat anak laki-laki dan empat anak
perempuan. Kedelapan putera-puteri Jafar Sadek adalah:
a. Anak laki-laki:
1. Said Muhammad Bakir, yang kemudian mendirikan dan menjadi Raja Bacan;
2. Said Ahmad Sani, yang kemudian mendirikan dan menjadi Raja Jailolo;
3. Said Muhammad Nukil, yang kemudian mendirikan dan menjadi Raja Tidore;
dan
Ternate.
b. Anak Perempuan:
Sementara Raja-raja Tobungku berinduk pada Boki Sadarnawi, raja-raja Banggai pada
Dari berbagai legenda dan mitos di atas, hikayat yang ditulis Naidah paling populer.
Bahkan, di kalangan tertentu rakyat Maluku Utara, mitos versi Naidah itu dipandang
Di samping Sejarah Ternate yang ditulis Naidah, ada juga sebuah naskah yang
disebut sebagai hikayat Ternate, dipublikasikan pada 1938. Sayangnya naskah ini tidak
terdapat dalam koleksi penulis dan tidak berhasil diperoleh. Menurut berita yang penulis
peroleh dari sumber Kedutaan Kerajaan Belanda di Jakarta, apa yang dikenal dengan
hikayat
Ternate tersebut di atas, adalah sebuah naskah tulis tangan yang kini tersimpan pada
halnya dengan Hikayat Bacan, naskah ini tidak sepopuler Sejarah Ternate yang ditulis
Naidah.
Berbagai sebutan alternatif juga diberikan kepada keempat kerajaan (tanah) Maluku
tersebut. Naidah memberikan nama alternatif untuk tanah Bacan sebagai Besi, tanah
Jailolo sebagai Tuanane, tanah Tidore sebagai Duko, dan Ternate sebagai Gapi. Di
samping istilah "tanah" – yang merupakan sinonim dari negeri atau kerajaan – Naidah
juga mengemukakan nama alternatif berupa nama "binatang" sebagai suatu asosiasi
untuk kerajaan-kerajaan tersebut. Bacan disebut sebagai goheka (katak), Jailolo sebagai
bilolo (sejenis siput/keong laut yang lazimnya digunakan untuk memancing ikan), Tidore
sebagai soho (babi), dan Ternate sebagai hai (kaki seribu atau ulat).13
Di samping sebutan untuk empat kerajaan di atas, kerajaan Loloda juga disebut
sebagai Ngara ma-beno, "tembok pintu gerbang," karena letaknya paling utara yang
Menurut Naidah, setelah kembali dari kayangan, isteri Jafar Sadek, Nur Sifa,
Fakta Ternate
Jailolo – ke berbagai pulau di bagian barat pulau tersebut seperti pulau Ternate, Tidore,
Moti dan Makian. Eksodus ini terjadi akibat konflik politik antara Raja Jailolo yang
ada yang mendarat di Ternate dan mendirikan pemukiman mereka di dekat puncak
Gunung Gamalama. Pemilihan tempat ini atas pertimbangan keamanan – yakni untuk
komunitas Tobona inilah yang menandai permulaan masa kekuasaan Momole, sebagai
pelarian politik orangorang Halmahera makin bertambah, para imigran tersebut lalu
Setelah itu, terbentuk pemukiman ketiga yakni Sampala, di bawah otoritas Momole Ciko
(bacaSiko). Berbeda dengan Tobona, kedua pemukiman terakhir dibangun tidak jauh
dari pantai.Bahkan, Sampala terletak di tepi pantai. Hal ini mungkin memperlihatkan
sebagai ancaman. Jarak antara satu pemukiman dengan pemukiman lainnya di masa
awal Ternate ini relatif cukup jauh, sehingga komunikasi di antara kampung-kampung
tersebut relatif sulit dan kurang lancar. Keadaan semacam ini berjalan selama beberapa
tahun. Pada 1257, komunitas Tobona, sebagai komunitas pelopor, mengambil prakarsa
antara ketiga komunitas tersebut, dan akhirnya mengangkat Ciko sebagai pemimpin
namanya juga diubah menjadi Mashur Malamo. Peristiwa ini mengawali era kolano di
Ternate. Setelah beberapa waktu Gunung Gamalama mulai meletus pada 1686.
menjadikan Sampala sebagai pusat kekuasaan, Ciko – yang berkuasa hingga 1272 –
kemudian membangun ibu kota baru di tepi pantai, yang diberi nama Gamlamo (Negeri
Besar).
Pengangkatan Ciko sebagai Kolano pertama Ternate, dituturkan dalam mitos sbb:
Pada suatu hari Momole Guna, Kepala Persekutuan Tobona, menjelajahi hutan mencari pohon
enau untuk menyadap tuaknya. Ia tiba di suatu lintasan jalan dan menemukan sebuah lesung
terbuat dari emas. Momole Guna mengambilnya dan membawa pulang ke rumah. Lesung emas
itu kemudian menjadi tontonan yang aneh bagi warga Tobona. Karena yang ingin melihatnya
makin banyak berdatangan, Momole Guna tidak mau menahannya lebih lama lagi dan
Foramadiahi, yang terletak di bawah Tobona. Mole matiti yang telah menerima lesung aneh itu,
juga mengalami hal yang sama seperti dialami Momole Guna dari Tobona. Karena tidak betah, ia
berikan kepada Ciko dari Sampala. Ciko menerima lesung itu berikut segala keajaibannya dan
dengan demikian ia memperoleh kehormatan menjadi penguasa atas pulau Ternate yang berakhir
dengan penobatannya sebagai Raja pertama pulau itu dengan gelar Kolano.2
Kerajaan Ternate secara beturut-turut: Kaicil Yamin (1272-1284), Kaicil Siale (1284-1298),
Fakta Tidore
Kerajaan besar kedua di Maluku setelah Ternate adalah Tidore. Tidak dapat dipastikan
kapan kerajaan ini didirikan. Valentijn-Keyzer1 mencatat bahwa Kerajaan Tidore pada
mulanya terletak di pegunungan Batu Cina, di sebelah selatan Dodinga. Tetapi, tidak
dapat dipastikan kapan pusat kerajaan itu dipindahkan ke pulau Tidore yang sekarang
Data tentang raja-raja Tidore di masa awal, dalam literatur sejarah, dicatat de Clerq
dalam bentuk kronik singkat.2 Dari buku de Clerq tersebut dapat diprediksi bahwa
ketika Kolano Ternate pertama dilantik pada 1257, Kerajaan Tidore belum berdiri. Antara
1. Busa Muangi
2. Bubu
3. Bali Banga
4. Buku Madoya
5. Kie Matiti
6. Sele.
Para ahli mencatat bahwa kerajaan Tidore mulai eksis pada 1274, tujuh belas tahun
kolano yang bertakhta di Tidore pada paruhan pertama abad ke-14: pertama adalah
Nuruddin, yang berkuasa pada 1334, dan kedua adalah Hasan Syah, pengganti
Nuruddin, yang berkuasa pada 1373. Kedua kolano ini belum menggunakan gelar sultan,
sekalipun dapat dipastikan bahwa agama Islam telah masuk ke dalam lingkungan
Kerajaan Tidore. Gelar sultan baru disandang Caliati, yang berkuasa mulai 1495 hingga
Antara Kolano Hasan Syah dan Sultan Jamaluddin terdapat mata rantai penguasa
yang terputus, karena tidak terdapat rekaman sejarah tentang siapa yang berkuasa di
Apabila ekspansi teritorial yang dilakukan Ternate mengarah ke utara dan bagian barat
kerajaan ini tersebut telah diterjemahkan penulis buku ini, dan diterbitkan oleh IKMU
Makassar, adalah Kie ma-Kolano, "Raja Gunung," yang menjalankan kekuasaannya
Sebutan Kie ma-Kolano bagi Tidore sebenarnya tidak cocok, sebab kerajaan ini berkuasa
tidak terbatas pada pulau itu saja. Dalam sejarah ketatanegaraan dan
ketatapemerintahan Tidore, kerajaan ini menguasai sejumlah pulau dan wilayah yang
dan Timur – Weda, Maba, Patani dan Gebe – Seram Pasir atau Seram Timur, Ambon dan
desadesa lain di bawah Rarakit, Werinamatu, Ulisiwa dan sekitarnya, kepulauan Raja
Ampat dan Papua daratan yang amat luas itu. Sultan Almansur adalah salah satu
penguasa yang paling getol melakukan ekspansi teritorial Kesultanan Tidore. Ia juga
merupakan Sultan Tidore pertama yang menerima Spanyol sebagai mitra asing pertama
Tidore selalu terlibat persaingan ketat dengan Ternate. Persaingan tersebut terutama
terjadi di bidang politik dalam rangka merebut hegemoni Maluku. Untuk itu, masing-
masing
kesultanan selalu siap berebut mitra asing. Ketika berita kedatangan Portugis di Ambon
di bawah pimpinan Francisco Serrao sampai ke Ternate dan Tidore, terjadi perlombaan
kedua kesultanan itu menjemput Serrao. Tetapi, perlombaan ini dimenangkan Ternate.
Tidore kalah cepat. Ketika juanga Tidore tiba di Nusa Telu, Serao telah dalam pelayaran
ke Ternate diboyong Kaicil Vaidua, paman Boleif sendiri. Karena itu, ketika Spanyol
kemitraan antara Tidore dan Spanyol pun digalang, yang berlangsung sekitar satu
setengah abad (1521-1663). Sultan Almansur bergelar Malikiddin Mansur Kaicil Mulako.
Kapan ia naik takhta, tidak dapat dipastikan. Tetapi, Valentijn mencatat bahwa
Almansur naik takhta sekitar 1512.3 Tidak lama setelah ia berkuasa, orang Portugis
pertama, Francisco Serrao, tiba di Ternate atas usaha Sultan Ternate Bayanullah (Boleif).