Anda di halaman 1dari 18

Hai sahabat Anak Pantai! Lagi cari Cerita Rakyat asal Belu-Atambua yah?

Kebetulan sekali,
kalian tidak salah alamat. Berikut ini merupakan Cerita Rakyat berjudul Batu Ajaib berasal dari
Kabupaten Belu-Atambua. Selamat membaca sahabat....

Dahulu kala hiduplah seorang raja yang tinggal di bawah gunung yang bernama gunung Tata.
Sang raja bernama Sikowai. Raja mempunyai satu buah tifa yang keramat dan sakti. Tifa itu
biasanya dibunyikan untuk memanggil warga atau penduduk untuk mengikuti rapat dan
upacara adat. Penduduk pun antusias datang berbondong-bondong dengan tujuan ingin
melihat tifa keramat milik sang raja. Akan tetapi tifa tersebut hanya bisa dilihat oleh orang-
orang yang mempunyai ilmu atau kekuatan gaib. Raja Sikowai mempunyai seorang Istri yang
bernama Putri Sanoi. Istri sang raja selalu sakit-sakitan karena mendapat kutukan dari moyang
mereka. Kendati demikian, raja Sikowai bersama istrinya mempunyai kekayaan yang sangat
berlimpah dan tanah yang luas yang ditumbuhi berbagai macam tumbuhan seperti keladi,
gerobak, matoa, pisang dan lain sebagainya. Setiap hari warga selalu memanen hasil tanaman
dari sang raja. Akan tetapi karena keseringan mengambil tanaman tersebut, tanaman yang
berada di kebun mulai berkurang dan tidak berbuah lagi.

Melihat hal itu raja Sakowai marah dan melarang warga untuk mengambil semua tanaman
miliknya. Setiap hari raja bekerja di kebun memindahkan tanaman- tanaman itu jauh dari
pemukiman warga. Warga yang melihat Raja yang bekerja sendirian merasa malu dan
ketakutan. Akhirnya, mereka memutuskan untuk pindah ke daerah yang dekat dengan pantai.
tempat itu, bernama Aromarea. Karena warga pindah tanpa sepengetahuan dari raja dan ketika
raja mengetahui hal tersebut raja sangat marah karena merasa tidak dihargai. Timbulah
kemurkaan. Sang raja mengutuk penduduk aromarea dengan cara memukul tifa keramat
selama sepuluh malam yang membuat seluruh warga aromarea jatuh sakit, terkecuali anak
kecil yang beranama Yosep. Yosep yang masih baru berumur 12 tahun itu merasa prihatin
dengan kondisi warga dan keluarganya yang semakin kritis. Pada suatu malam ketika Yosep
sedang tidur bermimpilah ia, dimana dalam mimpi itu ia bertemu dengan bidadari yang sangat
cantik yang datang memberitahu dan memberi petunjuk. Bidadari berkata pada yosep bahwa
ada batu ajaib yang sangat sakti mandraguna yang ukurannya sangat kecil yang berwarna
seperti pelangi dan berukuran kecil seperti kelereng. Letak batu tersebut di tengah hutan rimba
yang sangat angker dan dihuni binatang buas.
Ketika bangun dari tidur, Yosep bingung, bertanya-tanya tentang mimpinya semalam. Tetapi
pada akhirnya Yosep berinisiatif untuk pergi mencari batu ajaib yang di katakan sang bidadari.
Yosep yang masih kecil itu bergegas jalan ke tengah hutan mencari batu itu. Perjalanan yang
sangat jauh, selama tiga hari tiga malam, sehingga menguras tenaga juga ia sering menghadapi
cobaan. Akan tetapi semangat dan tekadnya mengalahkan segala rintangan yang ada. Ketika
tiba di tempat yang beranama Opu ia melihat batu itu mengeluarkan sinar yang berwarna-
warni. Ternyata batu tersebut dijaga oleh ular yang sangat besar.

Lalu, Yosep berbicara kepada ular bahwa ia membutuhkan batu itu untuk menyembuhkan
keluarga dan warganya. Melihat ketulusan Yosep, ular itu mengijinkan Yosep untuk membawa
pulang batu ajaib. Ketika Yosep kembali ke kampungnya Ia segera merendam batu ke dalam
secangkir gelas dan memberikan itu kepada keluarga dan warganya. Batu ajaib itu sangat
terbukti kasiatnya. Hanya sekejap penyakit yang diderita warga Aromarea hilang. Setelah itu,
Yosep segera bertemu raja dan memberikan air hasil rendaman batu ajaib itu kepada istri sang
raja. Hanya beberapa menit penyakit kutukan dari moyang Putri Sanoi hilang. Raja sangat
senang karna istrinya kini telah sehat. Sebagai rasa terima kasih dan bentuk balas budi, sang
Raja memberikan emas dan berlian serta memangil kembali warga Aromarea untuk kembali
tinggal bersama sang Raja.

Autor:

Rian Klau

Menurut cerita orang tua-tua di Belu, pada jaman dahulu kala, seluruh

Pulau Timor masih digenangi air, kecuali puncak Gunung Lakaan, yang letaknya di Kabupaten
Belu, Nusa Tenggara Timur, Indonesia sekarang. Konon gunung ini adalah yang tertinggi di
seluruh Kepulauan Timor. Ia berkibar seperti bintang yang kilang-kemilau. Maka karena
posisinya yang menjadi puncak tertinggi satu-satunya di Timor, ia dijuluki: SA MANE KMESAK,
BAUDINIK KMESAK, LAKA-AN, NAKSINAK-AN: SANG PUTRA TUNGGAL, SANG BINTANG SATU-
SATUNYA, BERCAHAYA SENDIRI, BERSINAR SENDIRI. Ketika air masih menutupi seluruh
permukaan bumi, puncak Gunung Lakaan sendirilah yang muncul pertama kalinya. Sampai ada
sapaan adat Tetun yang mengatakan: Gunung Lakaan ibarat biji mata ayam, bagaikan belahan
pinang, laksana segumpal nasi, seperti pusar uang perak. Atau dalam bahasa Tetunnya: FOIN
NUU MANU MATAN, BUA KLAUT, FOIN NUU ETU KUMUN, FOIN NUU MURAK HUSAR. Dan
sapaan itu dilanjutkan dengan: MAK NAHU, MAK NAMATA, RAI HUSAR, RAI BINAN: Dialah yang
memulai, dialah yang awal, dialah tanah pusat, dialah tanah kaum kerabat, semua saudara-
saudari. Dalam sejarahnya yang panjang, Gunung Lakaan dan keturunannya disapa dengan
julukan: MANUAMAN LAKAAN (AYAM JANTAN LAKAAN) NO NIAN FUNAN KLAUT (DAN SEMUA
KETURUNANNYA).

Walau kemudian nanti di suatu masa, terjadi patahan karena pergeseran dan evolusi bumi,
yang dalam istilah adat Tetun: SABEBEN TI'A, SALULUN TI'A, JATUH MENYAMPING DAN
TERGULUNG. Dan akibat patahan itulah, salah satu bagian puncak Gunung Lakaan kemudian
beralih ke arah timur laut, dan menjadi sebuah anak gunung. Tentu patahan dasyat itu
membuat orang bertanya-tanya: APA YANG TELAH JATUH? Dalam Bahasa Tetun disebut: SA
NEE MONU? Dan disingkat: SANMONU. Kelak anak gunung itu dinamakan SA-MONU. Dan anak
gunung dari Gunung Lakaan itu kini bisa dijumpai di wilayah Sanirin-Balibo, Timor Leste. Konon
rute perjalanan patahan Gunung Lakaan itu berawal dari pusat Gunung Lakaan, melintasi
Leimeri dan akhirnya "mendarat" di Samonu. Leimeri adalah wilayah perbukitan di perbatasan
Indonesia-Timor Leste sekarang yang menghubungkan Lakaan dan Samonu. Maka ada julukan
adat Tetun: SAE LAKAAN, LETEK LEIMERI, TUN SAMONU: MENGGAPAI PUNCAK LAKAAN,
MELINTASI LEIMERI DAN TURUN BERDIAM DI SAMONU.

LAKA LORA KMESAK, PUTRI PERTAMA DI PUNCAK GUNUNG LAKAAN

Pada suatu hari turunlah seorang putri dewata di puncak Gunung Lakaan dan tinggallah ia di
sana. Putri dewata itu bernama LAKA LORA KMESAK (atau kadang disebut LAKA LORO KMESAK)
yang dalam bahasa Tetun berarti Putri Tunggal yang tidak berasal usul. LAKA LORO KMESAK
adalah seorang putri cantik jelita dan luar biasa kesaktiaannya. Karena kesaktiannya yang luar
biasa itu, maka LAKA LORO KMESAK dapat melahirkan anak dengan suami yang tidak pernah
dikenal orang. Itulah sebabnya Laka Loro Kmesak dijuluki dengan nama NAIN BILAK-AN, yang
artinya berbuat sendiri dan menjelma sendiri.

PUTRA-PUTRI LAKA LORO KMESAK


Beberapa tahun kemudian Putri LAKA LORO KMESAK berturut-turut melahirkan dua orang
putra dan dua orang putri. Kedua putranya diberi nama masing-masing, ATOK LAKAAN DAN
TAEK LAKAAN. Sedangkan kedua putrinya masing-masing diberi nama : ELOK LUA LOROK dan
BALOK LUA LOROK.

Setelah keempat putra-putri ini dewasa mereka dikawinkan oleh ibunya karena di Puncak
Gunung Lakaan tidak ada keluarga lain. Julukan adat Tetunnya adalah: KARAS TAKA MUTU,
BELAN RAI LIBUR, artinya Dada dirapatkan, Samping disatukan.

Atok Lakaan kawin dengan Elok Lua Lorok dan Taek Lakaan Kawin dengan Balok Lua Lorok.

Atok Lakaan dan Elok Lua Lorok, sesudah perkawinan mereka, pindah menetap di tempat yang
lebih rendah, karena surutnya air laut. Mereka memilih menetap di Bukit Nanaet Dubesi,
sebelah barat daya Gunung Lakaan.

Dari perkawinan Atok dan Elok, lahirlah lima orang anak, empat laki-laki dan seorang
perempuan.

1) Deu Mauk

2) Timu Mauk

3) Lida Mauk

4) Dilu Mauk

Deu Mauk menetap dan berkuasa di Mandeu (Raimanuk sekarang), Timu Mauk menetap dan
berkuasa di Naetimu (Halilulik sekarang), Lida Mauk menetap dan berkuasa di Lidak (Kota
Atambua sekarang) dan Dilu Mauk menetap dan berkuasa di Dualilu (Atapupu sekarang).
Sedangkan seorang saudari mereka, pergi dan menetap di Selaoan (Silawan sekarang).
Sedangkan Taek Lakaan dan istrinya Balok Lua Lorok, kawin dan terus menetap di sekitar
kawasan puncak Gunung Lakaan. Lahirlah empat orang anak, dua laki-laki dan dua perempuan
dari perkawinan Taek dan Balok, masing-masing:

1) DASI BAU MAUK LOROK (laki-laki)

2) DABA LOROK (perempuan)

3) LAKA LOROK (laki-laki)

4) ALUK LOROK (perempuan).

Dasi Bau Mauk Lorok mengawini saudarinya Daba Lorok sedangkan Laka Lorok mengawini
saudarinya Aluk Lorok.

Sayang sekali bahwa kelak tidak diketahui secara pasti ke mana perginya pasangan Laka Lorok
dan Aluk Lorok beserta keturunannya, karena sesudah perkawinan Laka dan Aluk, keduanya
langsung hijrah ke tempat baru yang juga mulai surut airnya. Kemungkinan mereka memenuhi
kawasan timur Gunung Lakaan, dan sebagian anak-cucu mereka kelak menyeberang ke Sabu
dan Rote (Sabu Mau, Ti Mau).

Dasi Bau Mauk Lorok dan Daba Lorok sebagaimana orangtuanya, mereka pun tetap menetap di
sekitar Puncak Gunung Lakaan.

Bau Mauk dan Daba inilah yang kelak mendirikan Kerajaan Besar di Belu yakni Fehalaran. Bau
Mauk dan Daba Lorok dikaruniai banyak anak.

Anak-anak pasangan ini antara lain:

1. TETI BAUK (hijrah ke Lubarlau-Ramelau, lalu menetap di

Likusaen dengan gelar: Mali Bere Likusaen)

2. BERE BAUK (hijrah ke Lubarlau-Ramelau, lalu ke arah


selatan dan menetap dan berkuasa di Wehali (dengan

gelar Bereliku Wehali).

3. LULUN BAUK (yang kelak dikenal dengan julukan LULUN SAMARA), yang terus melanjutkan
misi kerajaan dari ayahnya Bau Mauk Lorok dan mengembangkan Fehalaran sebagai kerajaan
paling berpengaruh di Timor dan sekitarnya, antara lain karena kepahlawanan LULUN-SAMARA
berkiprah menolong Wehali memenangkan perang Wehali-Likusaen (FUNU NO LEDO LIKUSAEN-
WEHALI).

4. Dasi Tuka Mauk berlayar ke Pulau Flores lalu kawin, menetap dan berkuasa di sana. Dialah
yang mendirikan Kerajaan Larantuka Bauboin.

5. Dasi Boki Mauk menetap di Biboki

6. Dasi San Mauk menetap di Insana

7. Dasi Leku Mauk menetap di Lakekun.

8. Teni Mauk menetap di dataran rendah Fehalaran (Natarmeli Bauho); kelak mengadakan
ekspansi dan perluasan kekuasaan Tetun Fehalaran hingga ke Torilai-Balibo-Diruati-Mauubu-
Bobiknuan-Maubara-Atabae-Leimea.

9. Bere Mauk menetap di Fulur Lamaknen dan mendirikan Suku Hak Por.

MATRILINEAL

Dari rangkaian kisah sejarah di atas: berawal dari sang tokoh leluhur tunggal seorang putri
bernama, LAKA LORO KMESAK, maka kelak muncullah di TANAH BELU, TIMOR, kebudayaan
MATRILINEAL, di mana peran kaum Ibu sangat dijunjung tinggi, dan kalau seandainya, sebuah
perkawinan dilangsungkan, maka secara otomat, anak-anak akan masuk ke dalam klan atau
rumah suku (UMA MANARAN) Ibu.

Matrilinealitas masyarakat Tetun, Timor ini pula, telah mempermudah Gereja Katolik berakar di
seluruh Belu dan devosi kepada Bunda Maria, sebagai Bunda Allah, dengan mudah dan
mendalam, berkembang di tengah umat Katolik Timor.
1. Lekat inur-kabitak warak be warak / Nake lian tan ami warak be warak

Make-an tan ami warak be warak / Make warak nafati inur-kabitak!

Alangkah banyak katak berhidung pesek / Banyak berteriak melawan kami

Biar pun Anda meneriaki kami / Anda tetaplah berhidung pesek.

Artinya: Kita harus punya prinsip: Anjing menggonggong, kafilah berlalu. Sesekali prinsip itu
harus dipakai dalam menghadapi orang yang sebenarnya tidak tahu banyak tetapi selalu
berlagak di depan kita tahu segalanya. Dalam adat Tetun di Pulau Timor, orang demikian
diibaratkan dengan katak berhidung pesek yang cerewetnya minta ampun.

2. Naha Timor nian atu tula ba se? / Tula ba se atu natiu bodik

Bele-bele ita hirak tula ba malu / Naha Timor nian atu hatiu lisuk.

Beban Tanah Timor hendak dipikulkan kepada siapa? / Siapa hendak memikulnya?

Terpaksa kita sendirilah yang harus bersama-sama/ Menanggung dan memikul beban Negeri
Timor.

Syair di atas merupakan ajakan bagi semua anak negeri untuk bahu-membahu
menyumbangkan waktu, pikiran, tenaga dan segenap kekuatan untuk membangun negeri
tercinta, sehingga ringanlah penderitaan rakyat dan kemajuan dapat dicapai bersama.

3. Kukur botu tarutu eman rai ba / Rai neon no laran rai ba se?

Dok ina dok ama keta neon kiki / Rai neon no laran ba Maromak.
Guntur bergemuruh saat merantau jauh di negeri orang / Mau curhat kepada siapa?

Walau jauh ayah-bunda janganlah gentar / Curhatlah kepada Tuhan Penghiburmu.

Hidup di perantauan tidak selamanya berjalan mulus, dan sering membuat hati kita rindu
kampung halaman dan nyaris putus asa. Nah, di saat seperti itu, kita perlu lebih mendekatkan
diri kepada Tuhan.

4. Kiak ema raiklaran kiak be kiak / Funu tadu narahun kiak be kiak

Kiak ita sarani kiak liu dei / Soe hela Maromak kiak liu dei.

Sangatlah miskin dan susah hidup di dunia ini / Musuh datang berperang menghancurkan
segala harta-benda kita /

Namun lebihlah miskin kita umat beriman / Seandainya kita sampai melupakan Tuhan.

Tentu ini pesan moral untuk selalu tunduk dan berserah diri kepada kekuasaan Tuhan
melampaui segalanya di dunia ini.

5. Dalan hirak ne’e no’i diak e lale? / Ami ata haka’as-an atu liu tone

Dalan wa’in be wa’in ida dei di’ak / Inuk Tuan Lale’an di’ak be di’ak.

Semua jalan ini baik atau tidak? Hamba hendak berusaha menembus ke sana

Banyaklah jalan di dunia ini / Hanya jalan surgawi sungguhlah baik.

Ini merupakan inspirasi untuk kita selalu menomorsatukan jalan Tuhan sebagai jalan terbaik
bagi hidup kita di dunia fana ini.

6. Rukut ne’an tan ami manoin lai / Ami ata at liu derak be derak

Totar kelun tan ami manoin netik / Ita tetuk no nesan M(a)romak oan bele!

7. Rai Fehalaran rai diak a nian / Ina-ama tur fatin diak a nian
Rai Fehalaran naran todan a nian / Manu Aman Laka-an leok lema rai.

8. Sa Mane Mesak a Baudinis Mesak / Oa Belu Rai Timur Turu-monu Fatin

Manu Aman Laka-an Foho As Basuk / Laka Naroma Rai Loron no Kalan.

9. Mo matas sia tur mamon-an oda / Ina-ama lia sai o moe lerek

Nakbasak-an ba mai na’i dana-danak / Atu tama la di’ak sai la bele.

10. SILOLE TALIN

Pantun ini menggambarkan Timor dengan segala daya tariknya yang mana mengundang
pelbagai bangsa asing datang untuk berkuasa; Toh akhirnya, kendali kuda, tetaplah di tangan
Anak-anak Timor)

Mane Loro dan Bete Dou – Cerita Rakyat dari Kabupaten Belu
January 4, 2018 Admin 1 belu, Cerita Rakyat, ntt, sastra ntt

Pada zaman dahulu, di salah satu daerah di kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, berdiri
sebuah kerajaan yang teramat megah. Raja yang memerintah di situ memiliki dua orang anak,
laki-laki dan perempuan, yaitu Manek Bot dan Bete Dou.

Bete Dou adalah seorang putri yang cantik jelita, ia sangat dicintai dan dikasihi oleh Raja dan
Permaisuri juga kakak Iaki-lakinya yaitu Manek Bot. Sri Baginda Raja serta permaisuri sangat
berharap Putri Bete Dou akan membawa berkah kesejahteraan, mereka memiliki rencana akan
memingit Bete Dou supaya selalu terjaga kesuciannya.
Sang Raja memerintahkan pada putra sulungnya, Manek Bot, agar membuatkan rumah kecil di
atas pohon beringin yang besar dan rimbun. Manek Bot segera melakukan kehendak
ayahandanya. la pun membangun sebuah sederhana di atas pohon beringin itu dalam waktu
satu minggu. Jika ingin datang ke rumah itu, Manek Bot menyediakan sebuah tangga yang
terdiri dari dua puluh satu buah anak tangga yang terbagi menjadi tujuha besar, tujuh sedang
dan tujuh anak tangga kecil. Bahan yang dipakai untuk membuat Rumah dan tangga adalah
kayu cendana yang harum mewangi. Lalu sang Raja pun meminya putrinya untuk menetap di
atasrumah pohon itu.

Awalnya sang Putri menolaknya, namun, setelah dibujuk oleh ibundanya, akhirnya ia pun mau
menetap ke tempat tinggal barunya yaitu rumah pohon sederhana buatan kakaknya. Mulai saat
itu, Sang Putri melalui kehidupan seorang diri di rumah sederhana diatas pohon.

Ia menjalani hidup sehari-hari dengan menyulam dan mengayam tikar. Hal ini dilakukan untuk
membuang rasa bosan yang sering melandanya. Sedangkan untuk mengisi waktu di malam hari,
Jika malam menyelimuti, ia sering mendendangkan lagu-lagu sendu, untuk menggambarkan
kesedihannya hidup sendirian. Suaranya menggetarkan hati siapapun yang mendengarnya.

Sementara itu di suatu malam, seorang putra raja dari Kerajaan Loro yang bernama Mane Loro
mendengar senandung merdu Putri Bete Dou. Menggunakan ilmu kesaktiannya Mane Loro
terbang ke langit mencoba menemukan sumber nyanyian merdu itu. Tak membutuhkan waktu
yang lama, ia pun sampai di atas pohon beringin dan melihat rumah sederhana Putri Bete Dou
diatasnya. la terkejut setelah tahu ternyata sumber nyanyian berasal dari rumah diatas pohon.
Dengan langkah mengendap, Mane Loro pun berjalan menuju pintu rumah dan melihat ke
dalam melalui sebuah celah kecil. la pun tersentak kaget ketika melihat ada seorang putri cantik
jelita sedang menganyam tikar sambil bernyanyi.

Mane Loro langsung jatuh hati melihat kecantikan gadis itu, ia mengetuk pintu dengan
perlahan-lahan seraya memanggil gadis yang berada di dalam rumah itu.
Di dalam rumah Putri Bete Dou mendengar di luar rumahnya ada orang membutuhkan
pertolongan, Ia pun segera menghentikan nyanyiannya dan berjalan menuju pintu. Dari balik
pintu rumah, Sang Putri melihat ke luar melalui sebuah lubang kecil. Namun karena cahaya
remang-remang, ia tidak dapat melihat wajah laki- laki yang sedang berdiri di depan pintunya
dengan jelas.

“Siapakah kamu? Ada apa datang kemari?” tanya sang putri di balik pintu.

“Namaku Mane Loro dari Kerajaan Lora,” jawab Mane Loro, “Aku sangat kagum dengan suara
merdumu, izinkanlah aku masuk,” pinta Mane Loro.

Putri Bete Dou merasa senang dengan perkataan Pangeran Mane Loro. Tanpa sadar, ia
membuka pintu rumah seperti mempersilahkan masuk. Sang Putri menatap Pangeran Mane
Loro yang ada didepannya tanpa berkedip. Selanjutnya, mereka saling berkenalan lebih jauh
keduanya sudah tampak akrab.

Beberapa hari kemudian, mereka pun menjalin hubungan kasih dan siap untuk melanjutkan
hubungan mereka sampai ke jenjang pernikahan. Akhirnya Mane Loro melamar Bete Dou.
Keduanya pun menikah tanpa sepengetahuan orang tua mereka masing-masing.

Sejak itu, setiap malam Mane Loro tidur bersama Bete Dou di rumah di atas pohon itu. Saat
subuh menjelang, Mane Loro sudah harus kembali ke istananya agar tidak ketahuan oleh
keluarga Bete Dou. Sebulan kemudian, ayah Mane Loro jatuh sakit. Oleh karena itu, malam-
malam selanjutnya Mane Loro tidak bisa mengunjungi istrinya.

Suatu malam, Manek Bot datang mengunjungi adiknya untuk melihat keadaannya. Hal itu
membuat sang Putri menjadi panik, karena belum sempat menyembunyikan sepasang pakaian
Mane Loro yang masih tergantung di dinding. Manek Bot pun tersentak kaget saat melihat ada
pakaian laki-laki di rumah adiknya. la pun langsung marah kepada adiknya dan bertanya
tentang pakaian laki-laki itu, sang putri tak bisa berbuat apa-apa, akhirnya ia mengakui bahwa
dirinya telah menikah secara diam-diam dengan seorang Putra Kerajaan Loro.
Mendengar jawaban adiknya itu, telinga Manek Bot bagai disambar petir, wajahnya penuh
amarah. la benar-benar merasa malu karena perbuatan adik satu-satunya itu. la pun segera
turun dari rumah meniti anak tangga satu per satu dengan tangan terkepal. Saat kakinya
berpijak di tanah, Manek Bot berhenti dan berteriak memanggil adiknya.

“Hai, Bete Dou! Turunlah kamu ke bumi! Kau telah membuat malu Kerajaan!” seru Manek Bot.
Sang Putri sangat takut dan menyesal telah menikah dengan Loro Manek tanpa sepengetahuan
orangtua dan kakaknya. la hanya bisa pasrah untuk menerima hukuman dari kakaknya. Bete
Dou turun dari rumahnya dengan meniti anak tangga satu per satu sambil mendendangkan lagu
derita.

Ketika tiba di anak tangga pertama, ia pun langsung mendapat hukuman dari kakaknya.
Tubuhnya tersungkur ke tanah dan meninggal seketika. Suasana tiba-tiba menjadi hening dan
sepi.

Sementara itu di Kerajaan Loro, Mane Loro yang sedang tertidur di samping ayahnya, tiba-tiba
tersentak dari tidurnya. la Iangsung teringat istrinya. Mane Loro segera terbang melesat
menuju ke rumah istrinya. Namun, kedatangannya sudah terlambat. la mendapati istrinya
sudah tidak bernyawa lagi. Dengan kesaktiannya, ia menyambar tubuh istrinya yang tergelatak
di tanah, kemudian terbang menuju ke istananya. Manek Bot terperangah menyaksikan
peristiwa tersebut.

Sesampainya di istana, Mane Loro segera mengobati istrinya. Dengan kesaktiannya, Putri Bete
Dou pun hidup kembali.

Kemudian mereka menyadari kesalahan mereka karena tidak meminta restu dari orang tua
masing-masing, mereka pun meminta restu pada orang tua Manek Loro dan direstuinya.
Keesokannya, Mane Loro dan istrinya berangkat ke istana Wefulan untuk menemui orang tua
Bete Dou. Setibanya di istana Wefulan mereka disambut raja dan permaisuri Kerajaan Wefulan.

Saat berada di hadapan Raja Wefulan, Putri Bete Dou bersama Mare Loro segera bersujud
memohon ampun atas kesalahan yang telah mereka perbuat selama ini.

“Maafkan Dinda wahai Ayahanda dan lbunda,” ucap sang putri penuh penyesalan, “Restuilah
pernikahanku dengan Mane Loro,” pintanya lagi. Melihat kesungguhan dan ketulusan cinta
Bete Dou dan Mane Loro, akhirnya sang Raja, permaisuri, dan Mane Bot memaafkan dan
merestui pernikahan mereka. Akhirnya sejak itu, Mane Loro dan Bete Dou hidup berbahagia,
selamanya.[]

Cerita disadur dari http://dongengceritarakyat.com

Suri Ikun dan Dua Ekor Burung adalah Cerita Rakyat Nusa Tenggara Timur yang paling
saya suka. Pada Cerita Rakyat Singkat : Suri Ikun dan Dua Burung dikisahkan bahwa kebaikan
akan membawa kesuksesan dan kebahagiaan bagi orang yang melakukannya. Adik-adik
tentunya harus mencontoh Suri Ikun yang baik hati dan berbakti pada orang tuanya. Jangan
pernah meniru saudara-saudara Suri Ikun yang iri dengki juga pemalas.

Cerita Rakyat Nusa Tenggara Timur : Suri Ikun

Cerita Rakyat Nusa Tenggara Timur Suri Ikun

Ayah mengeluh kesal. "Lagi-lagi babi hutan merusak hasil panen kita. Sia-sia semua kerja keras
Ayah selama ini." Suri Ikun yang mendengar keluhan ayahnya memberi usul, "Bagaimana kalau
kita berjaga setiap malam, Yah? Aku dan kakak-kakak akan bergantian menjaga kebun kita."
Keenam kakak Suri Ikun terkejut. Mereka tak suka saran si Bungsu itu.

Mereka adalah anak-anak pemalas dan penakut. Jangankan menghalau babi hutan,
menghadapi tikus kecil saja, mereka lari terbirit-birit.

"Benarkah kalian mau melakukannya? Wah, Ayah bangga pada kalian. Jika kita bergotong-
royong, pasti babi hutan itu akan kapok." Semua anak terdiam, kecuali Suri Ikun.

"Tentu kami mau melakukannya, Yah. Mulai nanti malam, aku akan berjaga di kebun."

Keenam kakak Suri Ikun menggerutu. Ketika sang Ayah tak mendengar, mereka memarahi Suri
Ikun habis-habisan. "Lancang sekali kau, Dik, memberi usul pada Ayah tanpa bertanya dulu
pada kami," kata kakak tertua.

Cerita Rakyat Singkat Suri Ikun dan Dua Burung

"Ya, karena kau yang mengusulkan, maka kau saja yang menjaga kebun tiap maiam. Aku tak
mau melakukannya," kata kakak kedua. Semua menyetujui perkataannya. Suri Ikun tak
keberatan. Ia rela dan ikhlas membantu ayahnya.

Malam itu, Suri Ikun mulai berjaga. Meski mengantuk, ia berusaha keras untuk tetap terjaga.
Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga. Seekor babi hutan yang gemuk datang.
Langkahnya yang cepat membuat ranting-ranting pohon patah dan buah-buah berguguran. Suri
Ikun terkesiap. Dengan sigap ia mengambil anak panahnya dan membidik babi hutan itu.
"Rasakan panahku ini babi hutan nakal!" katanya dalam hati. Bidikannya tepat mengenai
sasaran. Babi hutan itu pun mati. Suri Ikun sangat senang, babi hutan itu besar dan gemuk.

"Ayah pasti senang. Selain kebunnya aman, kami juga mendapat lauk untuk makan," batin Suri
Ikun. Ia membayangkan babi hutan yang akan dimasak ibunya, pasti lezat.

"Wah, kau hebat sekali Suri Ikun," kata ayahnya ketika melihat anaknya pulang membawa babi
hutan gemuk. Kakak-kakaknya semakin iri mendengar pujian ayahnya itu. Mereka beranggapan
bahwa Suri Ikun hanya mencari muka. Saat makan, mereka menghabiskan semua daging babi
hutan itu dan hanya menyisakan kepalanya. Suri Ikun tak diberi secuil daging pun. Namun Suri
Ikun tak keberatan. Kepala babi hutan pun dilahapnya sampai habis. Kakak-kakaknya semakiln
gemas melihatnya.

"Aku punya rencana. Bagaimana jika kita singkirkan saja Suri Ikun? Aku muak melihatnya terus
mencari muka pada Ayah," kata salah seorang kakaknya. "Iya, kita tak pernah dipuji. Tapi Ayah
memujinya terus. Aku setuju, kita harus mencari cara agar ia tak lagi tinggal di sini," jawab yang
lain. Akhirnya mereka membuat rencana. Suri Ikun akan diajak berburu, dan kakak-kakaknya
akan meninggalkannya begitu saja di hutan. Sungguh rencana yang keterlaluan, apalagi hutan
itu terkenal angker dan dihuni oleh para hantu.

Cerita Rakyat Nusa Tenggara Timur

Suri Ikun tak curiga ketika kakak-kakaknya mengajak berburu di hutan. Ia asyik mengejar hewan
buruannya sampai tak menyadari kalau kakak-kakaknya telah meninggalkannya. Hari semakin
sore dan gelap. Suri Ikun bermaksud untuk pulang. Ketika ia menoleh, kakak-kakaknya sudah
tak ada. Ia pun cemas. Ia telah jauh berjalan ke dalam hutan dan tak tahu jalan pulang. Apalagi
langit sudah gelap. "Kakak.... kakak... di mana kalian?" teriaknya. Tapi ia tak mendengar
jawaban. Suasana hutan benar-benar sunyi dan mencekam.
Tiba-tiba, terdengar suara tawa yang mengerikan. "Hiiii.... hi... hi... hiiii...", begitu bunyinya. Suri
Ikun menoleh dengan waswas. Ternyata suara itu berasal dari atas pohon. Alangkah terkejutnya
Suri Ikun ketika melihat betapa bangak hantu di atas pohon itu.

"Ayo teman-teman, kita tangkap anak muda ini," kata salah satu hantu.

"Ya, dagingnya pasti nikmat, tapi sayang ia terlalu kurus," jawab hantu yang lain.

"Jika begitu, kita sekap dulu dalam gua. Kita beri banyak makanan supaya ia cepat gemuk," kata
hantu yang lain lagi. Suri Ikun ketakutan. Namun ia tak berdaya. Hantu-hantu itu dengan mudah
menangkapnya.

Di dalam gua, Suri Ikun tak bisa melihat keluar. Gua itu ditutup dengan batu yang sangat besar.
Hanya ada sedikit celah untuk mengintip. Suri Ikun tak mungkin melarikan diri. Hantu-hantu itu
bergantian menjaga dan memberinga makan supaya ia cepat gemuk. Suatu hari, masuklah dua
ekor burung kecil ke dalam gua. Mereka jatuh dari langit melalui celah batu besar yang
menutupi gua itu. Kedua burung itu tampak sakit. Rupanya sayapnya patah.

"Kasihan sekali kalian ini," kata Suri Ikun. Ia lalu merawat kedua burung tadi. Ia juga selalu
menyisakan makanannya dan memberikannya pada kedua burung itu. Suri Ikun akan
menyembunyikan mereka jika hantu-hantu itu datang.

Berkat Suri Ikun, kedua burung tadi cepat sembuh dan bisa terbang lagi. Burung-burung itu
berterima kasih padanga. "Anak Muda, kami tahu bahwa kau ingin sekali lolos dari gua ini.
Percayalah, kami akan membantumu," kata mereka.

"Bagaimana caranya? Hantu-hantu itu menjagaku dengan ketat. Aku tak mungkin melarikan
diri," jawab Suri Ikun.
"Tenanglah.. kami akan pergi sekarang dan segera kembali untuk membebaskanmu," kata
kedua burung itu lagi.

Tak lama kemudian terdengar suara gaduh. Rupanya kedua burung itu mengajak teman-
temannya. Jumlahnya sangat banyak dan mereka menyerang hantu-hantu yang menjaga gua
Suri Ikun. Hantu-hantu itu kalah. Mereka dipatuk dan dicakar oleh gerombolan burung itu. Suri
Ikun pun bebas.

"Kau sekarang bebas, Anak Muda. Sebagai ucapan terima kasih, kami akan mengajakmu ke
suatu tempat di mana kau bisa tinggal selamanya," kata kedua ekor burung kecil. Suri Ikun
kemudian diajdk terbang dengan menaiki salah satu burung yang besar. Mereka melewati
hutan, gunung, dan bahkan menyeberangi lautan. Suri Ikun sangat takjub. Ia tak pernah terbang
sebelumnya.

Akhirnya mereka sampai. Sebuah istana mungil yang cantik telah disediakan untuk tempat
tinggal Suri Ikun. Istana itu Iengkap dengan para pengawal dan juga rakyat yang ramah. Suri
Ikun pun tinggal di istana itu. Melihat sifat-sifat Suri Ikun yang baik, ia kemudian diangkat
menjadi raja. Sampai akhir hayatnya, Suri Ikun dikenal sebagai raja yang balk hati. Suri Ikun
memimpin kerajaan kecilnya dengan adil dan bijaksana.

Pesan dari Cerita Rakyat Nusa Tenggara Timur : Suri Ikun untukmu adalah Jika kau selalu
berbuat baik pada orang lain, maka orang lain pun akan berbuat baik padamu.

Baca kisah cerita rakyat dari Nusa tenggara Suri ikun sebelumnya pada link berikut Cerita
Rakyat Singkat : Suri Ikun dan Dua BurungProses Kreatif Yanto Gombo, Seniman Muda asal
Papua

January 14, 2018 Admin 2 0

Pengantar redaksi, Yanto Gombo adalah seniman lukis dengan bakat luar biasa. Ia lahir di
Wollo, Papua Barat, tanggal 5 November
Puisi-puisi Dadang Ari Murtono – Kalinyamat

January 10, 2018 0

Menumbuhkan Manusia dengan Metode Berpikir Positif

January 10, 2018 0

Membeli Sarung Tangan di Gibraltar – Cerpen Mark Twain

January 6, 2018 0

Tag

alin letto Allah alor angkot asqa atambua ban oto Cerita Rakyat chairil anwar etgar keret frater
gusty

Anda mungkin juga menyukai