Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu indikator kesehatan suatu bangsa ialah derajat kesehatan

anak, yang biasa diukur melalui angka kematian anak, cermin dunia

kedokteran Indonesia kali ini menyoroti berbagai masalah kesehatan anak

dari berbagai aspek, masalah diare tentu menjadi fokus utama, disamping

penyakit-penyakit lain seperti pneumonia, campak, malaria dan malnutrisi.

Oleh sebab itu gejala penyakit dan cara penanganannya perlu dikenali.

Penanganan juga bukan hanya membantu penyembuhan, namun juga dapat

mencegah timbulnya komplikasi lebih jauh. Diare sampai saat ini masih

menjadi masalah kesehatan dunia. Besarnya masalah tersebut terlihat dari

tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. (Depkes RI, 2011).

Diare masih merupakan masalah kesehatan nasional karena angka

kejadian dan angka kematiannya yang masih tinggi. Balita di Indonesia rata-

rata akan mengalami diare 2-3 kali pertahun. Dengan dikenalkannya oralit,

angka kematian akibat diare telah turun, yang lain dapat merupakan penyakit

diare pada anak. Berbagai faktor mempengaruhi kejadian diare, diantaranya

adalah faktor lingkungan, gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial

ekonomi dan perilaku masyarakat. (Kusumaningrum, dkk., 2011)

Penyakit diare pada bayi dan anak dapat menimbulkan dampak yang

negatif yaitu menghambat proses tumbuh kembang anak sehingga dapat

menurunkan kualitas hidup anak (Astuti, et al., 2011). Keadaan abnormal

buang air besar dengan frekuensi tiga kali atau lebih dengan konsistensi cair,

1
2

lembek dengan atau tanpa adanya darah lender dalam feses disebut diare

(Rompas, et al., 2013).

Penyakit diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan

bentuk dan konsistensi tinja melembek sampai mencair dan bertambahnya

frekuensi berak lebih dari biasanya (tiga kali dalam sehari). Di Indonesia

penyakit diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat

yang utama, dimana insiden diare pada tahun 2009 yaitu sebesar 301 per

1000 penduduk, secar proporsional 55% dari kejadian. Diare terjadi pada

golongan balita dengan episode diare balita sebesar 1,5-1,5 kali per tahun

(Depkes Ri, 2011)

Beberapa hasil survei mendapatkan bahwa 76 % kematian diare

terjadi pada balita, 15,5 % kematian bayi dan 26,4 % kematian pada balita

disebabkan karena lingkungan. Menurut hasil survei rumah tangga pada

tahun 2011 didapatkan bahwa setiap tahun terdapat 112.000 kematian pada

semua golongan umur, pada balita terjadi kematian 2,5 per 1000 balita.

(Depkes RI, 2011)

Departemen kesehatan Indonesia menyatakan bahwa tingkat

kematian bayi di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan

negara-negara anggota Assosiation South East Nation (ASEAN). Penyebab

utama kesakitan dan kematian pada anak di negara berkembang adalah

diare. Sampai saat ini diare tetap sebagai child killer peringkat pertama di

Indonesia.

Diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya : faktor

infeksi, faktor malabsorbsi, faktor makanan dan faktor psikologis. Secara

umum diare yang terjadi adalah akibat terdapatnya makanan atau zat yang

tidak dapat diserap oleh tubuh. Walaupun angka kematian sudah menurun
3

tetapi angka kesakitan masih cukup tinggi. Lama diare serta frekuensi diare

pada penderita akut belum dapat diturunkan.(Depkes RI, 2010)

Angka kejadian diare pada anak di dunia mencapai 1 miliar kasus

tiap tahun, dengan korban meninggal sekitar 4 juta jiwa. Statistik di Amerika

mencatat tiap tahun terdapat 15–25 juta kasus diare dan 17,5 juta

diantaranya adalah balita. Angka kematian balita di negara berkembang

akibat diare ini sekitar 2,8 juta setiap tahun (5). Data statistik menunjukkan

bahwa setiap tahun diare menyerang 45 juta penduduk Indonesia,

duapertiganya adalah balita dengan korban meninggal sekitar 500.000 jiwa.

(Depkes RI, 2010)

Masih tingginya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit

menular dan tidak menular disebabkan buruknya kondisi kesehatan

lingkungan, perilaku masyarakat yang belum mengikuti pola perilaku hidup

bersih dan sehat (PHBS) dan belum optimalnya upaya-upaya preventif dan

promotif terhadap penyakit. Capaian rumah tangga PHBS tahun 2013 secara

nasional tercatat 61.156.669 rumah tangga, serta pencapaian persentase

PHBS dalam tatanan rumah tangga sebesar 55,46% (Kemenkes RI, 2014).

Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku dari yang

tidak sehat menjadi perilaku sehat dan menciptakan lingkungan sehat di

rumah tangga. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah tangga

adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau

dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan

aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. PHBS di rumah tangga

dilakukan untuk mencapai rumah tangga ber-PHBS (Proverawati &

Rahmawati, 2012).

Berdasarkan 10 indikator PHBS di rumah tangga yang berhubungan

dengan kejadian diare adalah bayi diberi ASI eksklusif, menggunakan air
4

bersih, mencuci tangan pakai sabun, dan menggunakan jamban sehat

(Proverawati & Rahmawati, 2012).

Hasil penelitian Ratna (2015) yaitu bahwa didapatkan Nilai p sebesar

0.001 (p<0,05) artinya terdapat hubungan antara perilaku hidup bersih dan

sehat ibu dengan kejadian diare pada usia 3 bulan- 2 tahun di Desa Pulosari

Kecamatan Kebak kramat Kabupaten Karanganyar. Sedangkan hasil

penelitian Kusumawati, dkk., (2010) menyatakan bahwa terdapat hubungan

antara Perilku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (mencuci tangan dengan air

bersih, penggunaan air bersih dan memiliki jamban sehat) dengan kejadian

diare pada balita desa Tegowanu Wetan Kecamatan Tegowanu Grobogan

dengan p value 0,025.

Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2012, di

Indonesia penyakit diare menempati urutan kedua dari penyakit infeksi.

Angka kesakitan diare di Indonesia pada tahun 2012 adalah 43,2% dari

semua golongan umur dan secara proporsional 55% terjadi pada golongan

balita. Sedangkan jumlah kasus diare terbanyak saat KLB pada 11 provinsi

di Indonesia pada tahun 2012 terdapat 1654 kasus dengan CRF (Crude

Rate Fatality) 2,12.(Depkes RI, 2012)

Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada tahun 2014

terdapat 10 penyakit terbanyak yang diderita oleh balita, antara lain Diare,

ISPA, DHF, Demam Tifoid, Bronchitis, TBC paru, Penyakit Kulit, Asma,

Campak, dan Gastritis. Kejadian diare pada balita tahun 2014 sebanyak

95.666 jiwa.(Dinkes Jabar, 2014)

Kejadian kasus diare di Kabupaten Subang pada tahun 2014 terdapat

diare 46 kasus kematian. Target cakupan penemuan penderita diare pada


5

tahun 2015 adalah 64.264 penderita, sementara yang ditemukan 43.911

penderita (70,32%) yang berasal dari sarana kesehatan dan hasil penemuan

kader, dimana 81,83 % penderita ditemukan di sarana kesehatan dan

19,17% penderita ditemukan dari hasil penemuan kader.(Dinkes Subang,

2014)

RSUD Kelas B Kabupaten Subang adalah sebuah Rumah Sakit

rujukan yang ada di Kabupaten Subang, terdapat kasus diare pada balita

berdasarkan penyebab, adalah sebagai berikut di bawah ini :

Tabel 1.1
10 Besar Penyakit pada Anak Usia di bawah 5 tahun Di Ruang Anggrek
RSUD Kelas B Kabupaten Subang Tahun 2015

No Diagnosa Penyakit Jumlah %


1 DHF 581 31,75
2 Diare 265 14,48
3 Kejang Demam 261 14,26
4 Thypoid Fever 207 11,31
5 Brocho Pneumonia 184 10,05
6 Viral Infection 120 6,56
7 TBC 114 6,23
8 Morbili 50 2,73
9 Epilepsy 33 1,64
10 Asma Brochiale 18 0,98
Jumlah 1833 100
Sumber : Rekam Medik RSUD Subang, 2015

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa kejadian diare pada balita di

Ruang Anak RSUD Subang menjadi urutan 2 dari 10 besar penyakit yang

ada. Sedangkan di Ruang Anak RS AMN PTPN VIII Subang, dari 10 besar

penyakit pada anak selama tahun 2015, DHF merupakan penyakit terbanyak

pada balita yaitu 253 kasus, dan diare 186 kasus, menempati urutan ke 3

setelah Thypoid dengan 201 kasus.


6

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Ruang Anggrek RSUD

Kelas B Kabupaten Subang diperoleh dari 10 orang balita yang terkena

diare, terdapat 7 orang ibu tidak mengetahui tentang penyebab dan tanda

gejala diare, sedangkan 3 orang ibu diantaranya yang mengetahui tentang

tanda dan gejala diare, namun sikap ibu dalam penanggulangan kejadian

diare pada balita tidak sesuai dengan pengetahuannya, seperti membuang

sampah sembarangan, ODF (Open Defecation Free)/ tidak menggunakan

jamban sehat dan membiarkan anak makan tanpa cuci tangan. Berdasarkan

dari data tersebut, maka diperlukannya perilaku ibu dalam mencegah diare

pada balita dengan perilaku hidup bersih dan sehat.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada hakikatnya

merupakan perilaku pencegahan oleh individu atau keluarga dari ber-bagai

penyakit. Salah satu sasaran penerapan program PHBS adalah pada

tatanan rumah tangga, yang bertujuan untuk meningkatkan derajat

kesehatan keluarga dan produktivitas kerja setiap anggota keluarga (Jayanti,

et.al, 2010).

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan diare merupakan salah

satu penyakit berbasis lingkungan yang masih terjadi pada balita menjadi

masalah kesehatan di Kabupaten Subang. Oleh karena masih rendahnya

penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tatanan rumah

tangga yang meliputi perilaku mencuci tangan, perilaku menggunakan

jamban sehat, dan perilaku menggunakan/ memanfaatkan air bersih,

sehingga dibutuhkan adanya suatu penelitian guna mengevaluasi perilaku

masyarakat dalam pencegahan diare, maka peneliti hanya mengambil 3

indikator dari 10 indikator PHBS pada tatanan rumah tangga.


7

Berdasarkan fenomena di atas maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian terkait Hubungan Penerapan Perilaku Hidup Bersih

dan Sehat (PHBS) pada tatanan rumah tangga dengan Kejadian Diare pada

Balita di Ruang Anggrek RSUD Kelas B Kabupaten Subang Tahun 2016.

B. Rumusan Masalah

Dari data yang terurai di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah : “Adakah Hubungan Penerapan Perilaku Hidup Bersih

dan Sehat (PHBS) pada tatanan rumah tangga dengan Kejadian Diare pada

Balita di Ruang Anggrek RSUD Kelas B Kabupaten Subang Tahun 2016?”.

C. Tujuan

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui Hubungan Penerapan Perilaku Hidup Bersih

dan Sehat (PHBS) pada tatanan rumah tangga dengan Kejadian Diare

pada Balita di Ruang Anggrek RSUD Kelas B Kabupaten Subang Tahun

2016.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui gambaran Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat (PHBS) mencuci tangan.

b. Untuk mengetahui gambaran Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat (PHBS) menggunakan / memanfaatkan air bersih

c. Untuk mengetahui gambaran Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat (PHBS) menggunakan jamban sehat

d. Untuk mengetahui gambaran kejadian diare pada balita.


8

e. Untuk mengetahui hubungan Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat (PHBS) mencuci tangan dengan kejadian diare pada balita.

f. Untuk mengetahui hubungan Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat (PHBS) menggunakan / memanfaatkan air bersih dengan

kejadian diare pada balita.

g. Untuk mengetahui hubungan Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat (PHBS) menggunakan jamban sehat dengan kejadian diare

pada balita.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan mahasiswa jurusan keperawatan, yang nantinya akan

bekerja sebagai pemberi pelayanan kepada masyarakat terutama

mengenai penyebab dan pencegahan diare pada balita, khususnya

tentang penerapan PHBS pada tatanan rumah tangga.

2. Bagi RSUD Kelas B Kabupaten Subang

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para

tenaga kesehatan khususnya pada bidang kesling dalam rangka

meningkatkan mutu pelayanan di bidang kesehatan dalam memberikan

penyuluhan kepada masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat

pada tatanan keluarga.

3. Bagi Peneliti lain

Hasil penelitian ini dapat berguna sebagai masukan atau informasi bagi

peneliti lain dalam mengembangkan penelitian dengan variabel-variabel

yang lain.

Anda mungkin juga menyukai