Etimologi[sunting | sunting sumber]
Nama "Dieng" berasal dari turunan kata bahasa Proto-Melayu-Polinesia: di yang berarti "tempat"
dan hyang yang bermakna "leluhur". Dengan demikian, "dihyang" berarti pegunungan tempat
para leluhur atau persemayaman para dewa.[2][3]
Sebuah prasasti mengungkapkan bahwa di dataran tinggi Dieng, orang Jawa Kuno telah
mendiami wilayah tersebut dan digunakan untuk beribadah. Disebutkan dalam Prasasti Gunung
Wule tahun 861 Masehi seseorang diperintahkan memelihara bangunan suci di daerah yang
bernama Dihyang.
Iklim[sunting | sunting sumber]
Dataran tinggi Dieng memiliki iklim sedang tetapi hangat. Berdasarkan klasifikasi iklim Köppen,
Dieng masuk dalam golongan Cwb, dengan musim kemarau yang dingin dan musim hujan yang
relatif lebih hangat. Rata-rata suhu tahunan di Dieng adalah 14,0 °C.[4]
Sumber: [4]
Geologi[sunting | sunting sumber]
Lihat pula: Pegunungan Dieng
Pada dasarnya dataran tinggi Dieng adalah kaldera yang dikelilingi oleh gunung-gunung di
sekitarnya, antara lain Gunung Prahu (2.565 m) di sebelah timur laut kaldera,
Bukit Sikunir (2.463 m), Gunung Pakuwaja (2.595 m), Gunung Bismo (2.365 m) di sebelah
selatan kaldera, serta kompleks Gunung Butak-Dringo-Petarangan (di sebelah barat laut). Di
bawah permukaan kaldera terdapat aktivitas vulkanik, seperti
halnya Yellowstone ataupun dataran tinggi Tengger. Di sini terdapat banyak kawah (crater)
dan rekahan (vent) yang mengeluarkan hasil aktivitas geologi dalam berbagai
wujud: fumarola, solfatara,sumber gas (CO2 maupun CO), dan mata air (panas maupun
dingin), serta danau vulkanik. Beberapa kawah masih sangat aktif, seperti Sileri,
Candradimuka, dan Sikidang, dijadikan objek wisata alam.
Kondisi ini memiliki potensi bahaya bagi penduduk yang menghuni wilayah tersebut. Kasus
terakhir yang merenggut ratusan nyawa adalah bencana letusan gas Kawah Sinila pada
tahun 1979. Tidak hanya gas beracun dan erupsi, tetapi juga dapat dimungkinkan
terjadi gempa bumi (vulkanik), erupsi lumpur, tanah longsor, dan banjir. Selain kawah,
terdapat pula danau-danau vulkanik yang berisi air bercampur belerang sehingga memiliki
warna khas kuning kehijauan.
Dari sisi biologi, aktivitas vulkanik di Dieng menarik karena di air-air panas di dekat kawah
ditemukan beberapa spesies mikroorganisme termofilik ("penyuka panas") yang berpotensi
menyingkap kehidupan awal di Bumi. Dieng juga memiliki beberapa spesies tumbuhan khas
yang jarang dijumpai di tempat lain akibat kombinasi kondisi iklim dan geotermalnya yang
unik.
Kawah-kawah[sunting | sunting sumber]
Sileri
Pagerkandang
Sipandu