Anda di halaman 1dari 23

FORMAT LAPORAN

1. Margin 4-3-3-3
2. Spasi: Before dan after 6 pt, besar spasi 1,15
3. Untuk tabel, spasi before dan afternya 0
4. Tulisan TNR font 12
5. Tulisan keterangan gambar dan tabel diberi font 10
6. Untuk bagian geologi dan sosial, lebih dianjurkan menggunakan kalimat
sendiri, tidak mencontoh kalimat di format.
7. Disarankan untuk mengambil dokumentasi yang bagus.
8. Bersungguh-sungguhlah dalam pembuatan laporan. Seperti typo,
keefektifan kalimat, kata-kata yang lupa diganti dari laporan sebelumnya
tolong diminimalisir. Bagian Geologi tolong dibuat dengan serius.
Sertakan deskripsi batuan, strike dip jika ada, bisa dicontohkan ilustrasi
jenis longsoran yang terjadi, dll agar laporan menjadi berbobot.
9. Laporan segera dikirimkan ke WA Nur Rahmi Amalia (081261028895)
atau email nurrahmiamalia@gmail.com maksimal H+1 selesai kegiatan.
10. Dokumen silahkan di save di MS Word 2013 ke bawah (2013-1998), tidak
menerima MS Word 2013 ke atas (2014-2019).
11. Terima kasih dan selamat bekerja.

1
1.1. Kelurahan Bojongkerta, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa
Barat
Kelurahan Bojongkerta, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat
merupakan salah satu lokasi pemasangan sistem peringatan dini bencana longsor
(LEWS) oleh Tim Mitigasi Bencana UGM. Kegiatan ini dilaksanakan pada
tanggal 25 September 2019 sampai dengan 4 Oktober 2019. Kegiatan dimulai
dengan komunikasi dan koordinasi antara Tim Mitigasi Bencana UGM dengan
BPBD Kota Bogor terkait kegiatan-kegiatan di lokasi pemasangan instrumentasi
LEWS. Selanjutnya, Tim Mitigasi Bencana UGM didampingi oleh staf BPBD
melakukan persiapan untuk survei dan penentuan titik pemasangan instrumentasi
LEWS.
Pemasangan instrumentasi sistem peringatan dini bencana longsor (LEWS)
diawali dengan penilaian risiko meliputi survei geologi, kelembagaan, serta sosial-
ekonomi-budaya. Survei geologi berupa pemetaan daerah rawan longsor dan
penentuan titik pemasangan instrumentasi LEWS. Kegiatan dilanjutkan dengan
sosialiasasi, pembentukan Tim Siaga Bencana, pembuatan peta/denah evakuasi
bencana longsor, pemasangan instrumentasi LEWS, penyusunan prosedur tetap
evakuasi, dan geladi evakuasi. Demi menjamin keberlanjutan sistem peringatan
dini bencana longsor yang telah terpasang, maka dilakukan pembangunan
komitmen terhadap pemerintah daerah, pemerintah kelurahan, Tim Siaga
Bencana, dan masyarkat untuk memelihara/menjaga keamanan instrumentasi
LEWS sehingga bisa berfungsi secara berkelanjutan.
1.1.1. Penilaian Risiko
Penilaian risiko di daerah pemasangan instrumentasi LEWS dapat dibagi menjadi
lima aspek, yaitu geologi, demografi, budaya dan pendidikan, perekonomian, dan
kelembagaan. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing aspek penilaian
risiko:
a. Hasil Survei Geologi
Secara administratif, lokasi survei berada di Kelurahan Bojongkerta, Kecamatan
Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat. Kelurahan Bojongkerta berjarak 2,5 km
dari Kantor Kecamatan Bogor Selatan dengan waktu tempuh ±20 menit. Survei
geologi dilakukan oleh Tim Mitigasi Bencana UGM dan didampingi oleh staf
BPBD, Kepala dan staff Kelurahan Bojongkerta, dan tokoh masyarakat setempat.
Pada survei ini dilakukan pengamatan terhadap kondisi geologi, morfologi, dan
tata guna lahan. Survei juga meliputi pengamatan terhadap daerah pemukiman
yang terpapar ancaman longsor.

2
Masukkan peta geologi
regional yang dilengkapi
dengan legenda

Gambar 1.1 Peta Geologi Regional Lembar Bogor (Kusnama dkk., 1995). Kotak berwarna merah
menunjukkan Kelurahan Bojongkerta

Berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar Bogor (Gambar 1.1), lokasi survei
tersusun oleh Formasi Gunung Pangrango Tua atau Quartenary volcanic
pangrango old (Qvpo). Berdasarkan pengamatan di lapangan, litologi yang
ditemukan adalah endapan lahar dengan tingkat pelapukan tinggi. Endapan ini
berasal dari erupsi Gunung Pangrango. Matriks lahar berukuran halus dan sudah
sangat terlapukan hingga menjadi regolith, sedangkan fragmen lahar berukuran
kerakal-bongkah dengan warna abu-abu, sebagian besar tersusun atas andesit.
Lokasi survei berada pada zona distal dari Gunung Pangrango, dengan
kelerengan bergelombang-sedang. Lokasi berada pada elevasi 400-500 mdpl.
Sebagian besar batuan penyusun lereng di daerah sekitar pemukiman Kelurahan
Bojongkerta bagian matriksnya sudah mengalami pelapukan tingkat lanjur.
Berdasarkan keterangan warga, kelurahan ini mengalami curah hujan yang sangat
intensif pada musim penghujan. Berdasarkan keterangan warga, sudah pernah
terjadi beberapa kali kejadian longsor yang terjadi akibat hujan deras. Umumnya,
longsor yang terjadi pada daerah ini akan membawa pohon-pohon seperti bambu
dan pohon jati yang menumpang di atas lereng. Pada tahun 2017, terjadi longsor
yang menyeret pohon bambu yang mengakibatkan pohon bambu menimpa
beberapa rumah penduduk.

3
Foto survei Foto survei

(a) (b)
Gambar 1.2 (a) Kondisi tebing di dekat pemukiman warga, (b) pohon yang ikut terseret saat
terjadi longsor pada tahun 2017

Berdasarkan hasil penilaian risiko terutama hasil survei geologi, maka ditentukan
titik-titik pemasangan instrumentasi sistem peringatan dini bencana longsor
(LEWS) dengan titik koordinat seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Koordinat pondasi instrumentasi LEWS di Kelurahan Bojongkerta

Koordinat
No Instrumentasi LEWS
Garis Bujur Garis Lintang
1 106°50.535' E 06°40.705' S Ekstensometer 1
2 106°50.572' E 06°40.712' S Ekstensometer 2
3 106°50.535' E 06°40.705' S Tiltmeter
4 106°50.545' E 06°40.723' S Rain Gauge
5 106°50.545' E 06°40.723' S Sirine dan Server

b. Sosial, Budaya, dan Ekonomi


Pemasangan alat Landslide Early Warning System (LEWS) ini secara administratif
masuk dalam wilayah Kecamatan Ciledug, yang mempunyai luas wilayah 1.334
Ha. Dengan kepadatan penduduk 644 jiwa per km2. Kecamatan Ciledug terdapat
10 Desa yang mayoritas terletak pada dataran rendah. Wilayah Kecamatan
Ciledug dilewati banyak sungai kecil dan sungai-sungai yang bercabang dan yang
paling besar adalah sungai Cisanggarung dan Sungai Cijangkelok.
Sementara itu Desa Ciledug Wetan memiliki luas wilayah 138,4 Ha, terdiri dari
dataran rendah dengan curah hujan + 1100 mm, pada suhu rata-rata 23-31 Derajat
Celcius, dan berada di ketinggian dataran 12 mdpl. Desa Ciledug Wetan dipimpin
oleh Kepala Desa atau yang lebih akrab dengan sebutan Kepala Kuwu. Ciledug
Wetan adalah daerah paling timur Kabupaten Cirebon dan berbatasan langsung
dengan Propinsi Jawa Tengah.

4
Gambar 6. Kantor Kuwu Desa Ciledug Wetan.

Desa Ciledug Wetan merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Ciledug
dengan riwayat banjir yang langka. Sudah lama sekali tidak terjadi banjir di
wilayah ini. Namun pada tahun 2018 terjadi banjir yang cukup besar yang terjadi
karena intensitas hujan yang tinggi sehingga tinggi muka air naik dan adanya
pertemuan arus yang besar dari Sungai Ci Sanggarung dan Sungai Ci Jangkelok
yang berada di Desa Ciledug Wetan.
Meski tak banyak memakan korban jiwa, namun telah banyak memakan korban
ternak dan harta benda. Tercatat lebih dari 1000 ekor ternak warga Desa Ciledug
Wetan berupa sapi dan kambing mati karena banjir, yang menurut warga sampai
dengan ketinggian 3.5 meter. Masih banyak lagi kerugian yang disebabkan karena
banjir tahun lalu dan yang paling banyak adalah harta benda warga Desa Ciledug
wetan. Banjir tahun 2018 juga menyisakan trauma yang cukup mendalam bagi
warga masyarakat Desa Ciledug Wetan.
c. Demografi dan Pendidikan
Berdasarkan data statistik Pemerintah Desa Ciledug Wetan, Desa ini mempunyai
penduduk sebanyak 3.642 jiwa dengan rincian jumlah penduduk laki-laki
sebanyak 1.860 jiwa, jumlah penduduk perempuan sebanyak 1.782 jiwa, dan
dengan sex ratio sebesar 104%. Sementara untuk jumlah Kepala Keluarga yang
ada di Desa Ciledug Wetan sebanyak 1.192 Kepala Keluarga.
Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur pada Desa Ciledug Wetan.

No Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah


(Tahun) (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa)
1. 0-5 142 125 267
2. 6 - 15 261 256 517
3. 16 - 65 1.261 1.198 2.459

5
4. 65 - keatas 196 203 399
JUMLAH 1.680 1.782 3.642
.Mayoritas penduduk Desa Ciledug Wetan adalah pemeluk agama Islam dan
beberapa ada pemeluk Kristen, Katholik, dan Budha. Masjid di Desa Ciledug
Wetan berjumlah 3 masjid dan terdapat 5 Musholla. Berikut rincian jumlah
pemeluk agama di Desa Ciledug Wetan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah pemeluk agama Desa Ciledug Wetan.

No Agama Jumlah (Jiwa)


1. Islam 3.585
2. Kristen Protestan 18
3. Katholik 11
4. Budha 28

Gambar 7. Salah satu Masjid di Desa Ciledug Wetan.

Sampai dengan tahun 2018/2019, klasifikasi pendidikan anggota masyarakat Desa


Ciledug Wetan sangat bervariasi mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai
dengan Sarjana (S1) (lihat Tabel 4).
Tabel 4. Tingkat Kualifikasi Pendidikan Desa Ciledug Wetan.
No Jenis Pendidikan Jumlah (Jiwa)
1. Tamat TK 217
2. Sekolah Dasar/Sederajat 1.354
3. SMP 973
4. SMU/SMK 651
5. Akademi / Sarjana (S1) 49
Selain ketersediaan sumberdaya manusia sebagai penggerak pembangunan di
masyarakat, Desa Ciledug Wetan memiliki berbagai sarana dan prasarana
pendidikan baik yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah maupun lembaga
keagamaan/swasta, meliputi; 1 unit Taman Kanak-kanak, 1 unit Sekolah Dasar
(SD), dan 1 unit Madrasah Ibtidaiyah (MI).

6
Gambar 8. Salah satu sarana pendidikan di Desa Ciledug Wetan.

d. Ekonomi
Sebagian besar masyarakat Desa Ciledug Wetan adalah buruh dan petani. Untuk
lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Penduduk menurut mata pencaharian Desa Ciledug wetan.

No Jenis Pekerjaan Jumlah (Jiwa)


1. PNS (Pegawai Negeri Sipil) 21
2. TNI/Polri 6
3. Swasta 540
4. Wiraswasta/Pedagang 49
5. Tukang/Buruh Baangunan 397
6. Buruh Tani 100
7. Jasa 145

Gambar 9. Persawahan di Desa Ciledug Wetan.

Potensi sumberdaya alam pada Desa Ciledug Wetan cukup menjanjikan untuk
dikembangkan bagi kegiatan di bidang pertanian. Sebanyak 70% luas wilayah
Desa Ciledug Wetan merupakan hamparan persawahan yang subur. Untuk
pengairan, Desa Ciledug Wetan dilewati aliran irigasi yang bisa dibuka tutup
sehingga memudahkan petani untuk mengairi sawah. Selain potensi pertanian
Desa Ciledug Wetan sebenarnya mempunyai potensi dibidang pariwisata. Namun
potensi ini belum ada warga maupun pemerintah setempat yang mencoba untuk
mengembangkannya.

e. Budaya
Desa Ciledug Wetan berada 1 Km dari Pasar Ciledug dan 0,5 Km dari Kantor
Kecamatan Ciledug. Hal ini merupakan suatu kebanggaan bagi masyarakat Desa

7
Ciledug Wetan karena masih dekat dengan pusat kota walaupun ada beberapa
wilayah dusun yang masih tertinggal karena sarana pengubung maupun jalan yang
kurang mendukung. Terdapat situs Bale Kabuyutan yang merupakan cagar budaya
yang bernilai tinggi dan mempunyai nilai sejarah yang ada hubungannya dengan
berdirinya Desa Ciledug Wetan.
Pada tahun 1983 Desa Ciledug Wetan terjadi pemekaran wilayah dan
kepedudukan dengan Desa Ciledug Lor. Menurut sejarah, asal usul Desa Ciledug
Wetan yaitu pada jaman dahulu daerah pagedangan merupakan daerah yang
belum sepenuhnya beragama islam, maka untuk mengamankannya Ki Bledug
Jaya atau yang dikenal juga sebagai Ki Malewang atau Raden Layang Kemuning
adalah patih Kerajaan Galuh yang meminta dikirim pasukan atau prajurit tangguh
dari Carubang Larang untuk melatih para pemuda dan orang dewasa penduduk
pagedangan. Disaat itulah penduduk pagedangan mendapatkan pelatihan di suatu
tempat yang berdebu (debu bahasa sundanya ledug) dan air (air bahasa sundanya
cai) untuk mandi, mencuci, dan minum bercampur ledug (abu). Pada akhirnya
tempat latihan itu dikenal dengan sebutan Ciledug yang sampai saat ini dijadikan
Desa Ciledug Wetan.
Penduduk Desa Ciledug Wetan didominasi oleh Suku Sunda dengan Bahasa
keseharian adalah Bahasa Sunda dan beberapa ada yang mengunakan Bahasa
Ngapak Brebe karena Desa Ciledug Wetan berbatasan langsung dengan
Kabupaten Brebes Propinsi Jawa Tengah. Desa Ciledug Wetan adalah desa
dengan budaya yang ramah oleh pendatang baru, termasuk dengan orang yang
sedang tinggal sementara untuk melakukan penelitian ataupun kegiatan yang
bertempat di Desa tersebut.

Gambar 10. Pesanggrahan Bale Kabuyutan Desa Ciledug Wetan.

f. Kelembagaan
Desa Ciledug Wetan memiliki beberapa lembaga kemasyarakatan di tingkat desa
yang mewadahi masyarakatnya dalam kegiatan-kegiatan tertentu, yaitu :
Tabel 6. Jenis kelembagaan yang berada pada Desa Ciledug Wetan.

No Sumber Daya Sosial Budaya Jumlah Satuan


1. BPD (Badan Permusyawarah Desa) 7 Orang
2. LPMD/LKMD 10 Orang

8
3. Karang Taruna 10 Orang
4. PKK 22 Orang
5. Linmas dan Relawan 10 Orang
6. Posyandu 10 Buah
7. MUI Desa 9 Orang

Gambar 11. Struktur pemerintahan Desa Ciledug Wetan

1.1.2. Sosialisasi
Sosialisasi dilakukan oleh Tim Mitigasi Bencana UGM kepada warga masyarakat
kelurahan dengan maksud agar warga masyarakat mengetahui dan memahami
kondisi geografis wilayahnya. Selain itu, dengan adanya sosialisasi ini warga
diharapkan lebih mengetahui tentang ancaman bencana longsor. Sosialisasi di
Kelurahan Bojongkerta dilaksanakan pada tanggal 30 September 2019. Kegiatan
sosialisasi dihadiri oleh perangkat kelurahan, anggota Kelurahan Tangguh
Bencana (KATANA), BPBD Kota Bogor, serta warga setempat.
Pada kegiatan ini, warga diberikan pemahaman dasar mengenai longsor dan
tindakan yang perlu dilakukan bila terjadi tanda-tanda longsor. Selain itu,
dilakukan juga penjelasan mengenai hasil survei dan masing-masing komponen
alat deteksi dini longsor dengan menggunakan foto sehingga masyarakat mengerti
dengan baik.
Secara umum, perwakilan warga menyambut baik kegiatan ini. Mereka sadar akan
pentingnya kegiatan LEWS. Mereka beranggapan bahwa alat-alat yang nantinya
dipasang akan dapat membantu melakukan pengawasan terhadap ancaman
longsor yang ada. Masyarakat juga memberikan beberapa masukan terkait
kejadian longsor kepada Tim Mitigasi Bencana UGM saat sosialisasi.
Terdapat tiga hal penting yang disampaikan pada saat sosialisasi yang dilakukan
oleh tim pendamping kepada warga, hal-hal tersebut dijelaskan sebagai berikut :
a. Sosialisasi Hasil Survei, Pengenalan Fungsi dan Kerja Instrumentasi
LEWS, serta Pembentukan Tim Siaga Bencana

9
Terdapat empat hal penting yang disampaikan pada pertemuan ini. Empat
hal penting tersebut adalah maksud dan tujuan kegiatan, hasil survei,
pengenalan alat peringatan dini longsor dan pembentukan tim siaga
bencana. Semua hal tersebut diterima dengan baik oleh warga yang hadir
dalam acara ini. Warga dengan antusias menyampaikan aspirasi dan
masukan agar rangkaian kegiatan berjalan dengan baik dan lancar.
Hasil survei yang telah dilakukan oleh tim disampaikan kepada warga.
Warga dijelaskan mengenai bahaya longsor yang mengancam keselamatan
mereka, khususnya di daerah terdampak. Tanda-tanda awal terjadinya
bencana longsor dapat dikenali dengan mengamati perubahan cuaca dan
intensitas hujan yang tinggi.
Warga diberikan penjelasan mengenai fungsi dan pengenalan pada tiap
komponen instrumentasi sistem peringatan dini bencana longsor. Foto-foto
alat seperti ekstensometer, tiltmeter, rain gauge, dan server untuk
mempermudah pemahaman akan instrumentasi tersebut. Alat tersebut dapat
memberikan tanda kepada masyarakat apabila terjadi longsor. Masyarakat
juga diberikan pengetahuan yang berkaitan dengan pemeliharaan alat.
Kegiatan selanjutnya adalah pembentukan Tim Siaga Bencana. Tim Siaga
Bencana memiliki tanggung jawab membuat prosedut tetap dan menentukan
jalur evakuasi yang dapat diterapkan langsung di kelurahan mereka. Tim
Siaga Bencana juga bertanggung jawab sepenuhnya saat tanda-tanda longsor
terjadi. Tim pendamping hanya memfasilitasi dan mengarahkan apabila
terjadi kekeliruan. Kegiatan sosialisasi yang telah dilakukan dapat dilihat
pada Gambar.

Gambar 1.6 Sosialisasi kepada warga Kelurahan Bojongkerta mengenai ancaman bencana
longsor

b. Sosialisasi Peta Jalur Evakuasi dan Prosedur Tetap


Pada pertemuan ini, warga dijelaskan mengenai peta evakuasi bencana
longsor dan prosedur tetap. Sosialiasi dilakukan melalui penyampaian
contoh prosedur tetap (protap) dengan memberikan pemahaman kepada
warga mengenai tiga level peringatan, yaitu waspada, siaga dan awas. Tiap
level tersebut memiliki penjelasan mengenai hal-hal yang perlu dan harus

10
dilakukan. Selain itu, warga juga diberikan pengetahuan mengenai cara
menentukan jalur evakuasi titik kumpul dan Tempat Pengungsian
Sementara (TPS). Kegiatan sosialisasi peta jalur evakuasi dan prosedur tetap
dapat dilihat pada Gambar.

Gambar 1.7 Sosialisasi kepada warga Kelurahan Bojongkerta mengenai peta jalur
evakuasi dan penyusunan prosedur tetap

c. Sosialisasi Geladi Evakuasi Mandiri Oleh Warga


Setelah instrumentasi sistem peringatan dini bencana longsor terpasang pada
tempat-tempat yang telah ditentukan, Tim Siaga Bencana bersama seluruh
warga dapat melakukan geladi evakuasi mandiri. Tim Siaga Bencana
diarahkan untuk membagi tugas sesuai dengan bidang masing-masing.
Contoh kegiatan geladi juga diberikan kepada Tim Siaga Bencana melalui
pemutaran video. Dengan semangat, anggota Tim Siaga Bencana
merencanakan dengan matang rencana geladi evakuasi yang dilakukan oleh
warga pada keesokan harinya. Hasil dari pertemuan kali ini adalah berupa
skenario geladi yang merupakan penjabaran dari protap evakuasi.
Pada Gambar berikut ini ditunjukkan beberapa dokumentasi proses
kegiatan sosialisasi yang telah dilakukan.

Gambar 1.8 Sosialisasi kepada warga Kelurahan Bojongkerta mengenai geladi evakuasi
bencana longsor

1.1.3. Tim Siaga Bencana


Pembentukan Tim Siaga Bencana dilakukan dengan melibatkan masyarakat dan
pihak pemerintah kelurahan. Tim ini dipilih oleh masyarakat dan ditetapkan oleh
pihak kelurahan. Anggota dalam tim ini diberikan tugas dan fungsi masing-
masing sesuai dengan posisinya berdasarkan rapat internal dari Tim Siaga

11
Bencana. Struktur Tim Siaga Bencana Kelurahan Bojongkerta terdiri dari Ketua,
Penasehat dan 5 (lima) divisi yaitu Bidang Data & Informasi, Bidang Mobilisasi
Pengungsi, Bidang Keamanan, Bidang P3K dan Bidang Logistik. Jumlah dari
anggota masing-masing bagian disesuaikan kebutuhan, dengan penentuan nama
anggota berdasarkan kesepakatan bersama. Gambar memperlihatkan Struktur
Organisasi Tim Siaga Bencana di Kelurahan Bojongkerta.

Gambar 1.9 Struktur Tim Siaga Bencana Kelurahan Bojongkerta

Tim Siaga Bencana bertanggungjawab dalam pembuatan peta jalur evakuasi,


pembuatan prosedur tetap (protap), dan pelaksanaan geladi evakuasi dengan
arahan dari Tim Mitigasi Bencana UGM. Tim Siaga Bencana khususnya bidang
data dan informasi juga diberikan pelatihan tentang perawatan instrumentasi
LEWS. Dengan terbentuknya Tim Siaga Bencana, diharapkan sistem peringatan
dini gerakan tanah dapat diterapkan dengan baik untuk mengurangi/menghindari
kerugian harta benda dan korban jiwa. Gambar memperlihatkan foto Tim Siaga
Bencana di Kelurahan Bojongkerta.

12
Gambar 1.10 Foto Tim Siaga Bencana Kelurahan Bojongkerta

1.1.4. Peta dan Jalur Evakuasi


Pembuatan peta dan jalur evakuasi di Kelurahan Bojongkerta dibuat bersama
warga dengan mempertimbangkan hasil survei geologi. Setelah itu dilakukan
pembuatan denah rumah penduduk. Berdasarkan survei geologi yang dilakukan
serta diskusi bersama warga, dibuat zonasi ancaman longsor di Kelurahan
Bojongkerta. Hasil pembagian zona bahaya tersebut selanjutnya ditambahkan
dengan denah untuk mengetahui wilayah yang berpotensi terdampak ancaman
longsor. Peta yang telah dibuat oleh Tim Siaga Bencana Kelurahan ini selanjutnya
disempurnakan oleh Tim Mitigasi Bencana UGM dan dijadikan sebagai acuan
evakuasi apabila terjadi bencana longsor. Peta yang telah disempurnakan dapat
dilihat pada Gambar.

Gambar 1.11 Pembuatan peta jalur evakuasi Kelurahan Bojongkerta bersama warga

13
Peta jalur evakuasi memuat wilayah-wilayah yang berpotensi terdampak bencana
longsor di Kelurahan Bojongkerta. Setiap warga dengan mudah dapat mengetahui
posisi rumahnya dan harus lari ke arah mana ketika dilakukan evakuasi. Peta ini
dijadikan sebagai baliho dan dipasang di tempat terbuka yang memungkinkan
bagi seluruh warga untuk melihatnya. Peta jalur evakuasi dipasang di Balai
Kelurahan Bojongkerta, di pos ronda dan terletak di pinggir jalan sehingga mudah
dilihat oleh semua warga. Gambar 1.12 menunjukkan peta jalur evakuasi yang
telah terpasang di Kelurahan Bojongkerta.

Gambar 1.12 Peta jalur evakuasi yang terpasang di Kelurahan Bojongkerta

Gambar 1.13 File asli peta jalur evakuasi Kelurahan Bojongkerta

14
1.1.5. Penyusunan Prosedur Tetap (Protap) Evakuasi
Penyusunan protap dilakukan oleh Tim Siaga Bencana Kelurahan Bojongkerta
bersama warga yang difasilitasi oleh Tim Mitigasi Bencana UGM. Prosedur ini
mencakup beberapa skenario sebagai berikut:
a. Status/level peringatan bahaya longsor (Waspada-Awas) dan kegiatan yang
dilakukan pada masing-masing status.
b. Kapan masyarakat harus mengungsi dan siapa yang berhak memutuskan
mengungsi.
c. Kemana harus mengungsi dan apa yang boleh dibawa saat mengungsi.
a. Penanggung jawab kegiatan pada masing-masing status oleh Tim Siaga
Bencana.
Tim Siaga Bencana Kelurahan Bojongkerta menyusun protap evakuasi dengan
berbekal pengetahuan dari sosialisasi sebelumnya. Sebagai bahan pertimbangan,
Tim Mitigasi Bencana UGM menunjukkan protap evakuasi yang telah diterapkan
di lokasi lain. Protap ini bisa saja berbeda dalam beberapa hal bergantung pada
kondisi daerah tersebut, namun tetap mencakup 4 (empat) level peringatan bahaya
dan kegiatan utama yang tertuang dalam SNI sistem peringatan dini longsor.
Dokumentasi proses penyusunan protap oleh Tim Siaga Bencana dan Tim
Mitigasi Bencana UGM ditunjukkan pada Gambar 1.14 sedangkan protap
evakuasi yang telah disepakati ditunjukkan pada Gambar 1.15

Gambar 1.14 Pembuatan protap oleh Tim Siaga Bencana Kelurahan Bojongkerta

15
Gambar 1.15 Prosedur tetap evakuasi Kelurahan Bojongkerta

16
1.1.6. Pemasangan Instrumentasi LEWS
Lokasi pemasangan instrumentasi sistem peringatan dini bencana longsor (LEWS)
ditentukan oleh Tim Mitigasi Bencana UGM dibantu oleh Tim Siaga Bencana dan
tokoh masyarakat Kelurahan Bojongkerta. Selama pemasangan instrumentasi
LEWS, tim dibantu oleh perwakilan anggota BPBD Kota Bogor. Adapun hasil
pemasangan instrumentasi LEWS adalah sebagai berikut:
a. Ekstensometer 1
Ekstensometer dipasang pada daerah yang kemungkinan mengalami pergerakan
rekahan tanah. Pemasangan Ekstensometer membutuhkan 4 (empat) buah lubang
galian, dimana dipasang 1 (satu) galian untuk tiang penyangga kontrol dan sensor.
3 (tiga) buah galian lainnya untuk tiang penyangga sling, dengan panjang sling
yang digunakan +/- 25 meter. Sensor Ekstensometer akan membaca pergerakan
rekahan tanah, dimana alat akan mengirimkan sinyal warning bila rekahan tanah
bergerak +/- 7 cm. Sensor Ekstensometer dipasang di atas bukit di belakang
rumah warga tepatnya pada koordinat 106°50.535' E dan 06°40.705' S.

(a) (b)
Gambar 1.16 (a) Proses pemasangan ekstensometer di Kelurahan Bojongkerta, (b) ekstensometer
yang sudah terpasang di Kelurahan Bojongkerta

b. Ekstensometer 2
Ekstensometer dipasang pada daerah yang kemungkinan mengalami pergerakan
rekahan tanah. Pemasangan Ekstensometer membutuhkan 4 (empat) buah lubang
galian, dimana dipasang 1 (satu) galian untuk tiang penyangga kontrol dan sensor.
3 (tiga) buah galian lainnya untuk tiang penyangga sling, dengan panjang sling

17
yang digunakan +/- 25 meter. Sensor Ekstensometer akan membaca pergerakan
rekahan tanah, dimana alat akan mengirimkan sinyal warning bila rekahan tanah
bergerak +/- 7 cm. Sensor Ekstensometer dipasang di atas bukit di belakang
rumah warga tepatnya pada koordinat 106°50.572' E dan 06°40.712' S.

(a) (b)
Gambar 1.17 (a) Proses pemasangan ekstensometer 2 di Kelurahan Bojongkerta, (b)
ekstensometer 2 yang sudah terpasang di Kelurahan Bojongkerta

b. Rain Gauge
Sensor penakar curah hujan dipasang di atas ladang warga, sensor ini dipasang
ditempat terbuka, minimal 45o tanpa penghalang, supaya air yang masuk ke
dalam corong memang benar-benar air hujan, bukan air tetesan dari yang lain.
Curah hujan hanya memerlukan 1 (satu) galian untuk ruang penyangga kotak
panel, panel surya, dan antena. Posisi pemasangan sensor penakar curah hujan
berada di depan rumah warga yang aman, terbuka dan tidak terganggu oleh
vegetasi. tepatnya pada koordinat 106°50.545' E dan 06°40.723' S. Proses
pemasangan Rain Gauge dan sirine dapat dilihat pada Gambar .bawah ini.

18
(a) (b)
Gambar 1.18 (a) Proses pemasangan rain gauge di Kelurahan Bojongkerta, (b) Rain gauge yang
sudah terpasang di Kelurahan Bojongkerta

d. Tiltmeter
Tiltmeter dipasang pada bagian yang diperkirakan akan mengalami perubahan
kemiringan lereng yang lebih cepat. Pemasangan tiltmeter ini membutuhkan 2
(dua) buah galian, dimana dipasang 1 (satu) galian untuk tiang penyangga kontrol,
panel surya, dan antena. Sedangkan 1 (satu) galian lainnya untuk sensor yang
ditanam. Jarak antara sensor dengan tiang kontrol sekitar ± 1 meter. Pemasangan
sensor Tiltmeter diberi selongsong selang karet untuk melindungi kabel sensor.
Sensor Tiltmeter ini akan membaca kemiringan secara sumbu X dan sumbu Y.
Sensor Tiltmeter dipasang di atas bukit di belakang rumah warga tepatnya pada
koordinat 106°50.535' E dan 06°40.705' S. Proses pemasangan Tiltmeter dapat
dilihat pada Gambar 1.19.

(a) (b)
Gambar 1.19 (a) Proses pemasangan tiltmeter di Kelurahan Bojongkerta, (b) tiltmeter yang sudah
terpasang di Kelurahan Bojongkerta

e. Sirine dan Server

19
Sirine dan server dipasang di dekat rumah warga dengan elevasi yang cukup
terbuka dan terpantau. Posisi ini memungkinkan warga untuk mendengar dengan
jelas bunyi alarm atau dapat melihat dengan jelas lampu sirine. Pada sirine ini
memerlukan 2 (dua) galian yaitu 1 (satu) galian untuk panel surya dan 1 (satu)
lagi galian untuk kotak panel, lampu sirine, dan alarm. Sinyal dari setiap sensor
diterima oleh sirine, namun sirine akan berbunyi hanya jika menerima sinyal
warning saja. Sirine dan server dipasang di depan rumah warga di RW 02,
Kelurahan Bojongkerta, tepatnya pada koordinat 106°50.545' E dan 06°40.723' S.
Proses pemasangan Sirine dan Server dapat dilihat pada foto 29.

(a) (b)
Gambar 1.20 (a) Proses pemasangan sirine di Kelurahan Bojongkerta, (b) Sirine dan server yang
sudah terpasang di Kelurahan Bojongkerta

1.1.7. Geladi Evakuasi dan Evaluasi


Pelaksanaan geladi evakuasi di Kelurahan Bojongkerta dihadiri oleh Tim Siaga
Bencana dan warga. Geladi evakuasi dilakukan sesuai level bahaya instrumentasi
sistem peringatan dini longsor (LEWS) yang dipasang. Berikut ini dijelaskan
pelaksanaan kegiatan pada masing-masing level dalam geladi evakuasi oleh Tim
Siaga Bencana Kelurahan Bojongkerta beserta warga.
a. Level Waspada
Level waspada ditandai dengan suara sirine dari alat penakar curah hujan
(rain gauge). Pada pelaksanaan sesi ini, koordinasi antara Tim Siaga
Bencana Desa dan warga sudah baik. Bagian Data dan Instrumentasi juga
melakukan tugasnya yaitu mengecek kondisi dan fungsi alat penakar curah
hujan kemudian melaporkannya kepada Koordinator Tim Siaga Bencana.
Bagian Data dan Instrumentasi mendatangi rumah-rumah warga untuk
memperbarui pendataan dan meminta warga untuk mulai menyiapkan
barang-barang penting dalam satu wadah kedap air (surat nikah, ijazah,
surat tanah perhiasan, dan surat lainnya). Selanjutnya warga diminta untuk
mengecek kondisi keamanan rumah (kunci, kompor gas, antena, dan
listrik). Terakhir, Tim Siaga Bencana melakukan koordinasi terkait hasil
pemantauan kondisi terkini yang dipimpin oleh Ketua Tim. Informasi hasil

20
pemantauan ini diteruskan kepada Kepala Desa. Dokumentasi geladi
simulasi level waspada dapat dilihat pada gambar

(a) (b)
Gambar 1.21 (a) Tim data informasi menginformasikan ke warga untuk mempersiapkan
barang-barang penting, (b) Tim data infomasi melaporkan ke ketua tim

b. Level Siaga
Level siaga ditandai dengan bunyi sirine dari alat pemantau kemiringan
lereng yaitu tiltmeter. Level siaga menunjukan sudah mulai terjadi
perubahan kemiringan dari lereng. Pada level ini, Bidang Mobilisasi
Pengungsi dan Keamanan mulai membantu proses pengungsian warga yang
membutuhkan bantuan untuk mengungsi seperti anak-anak, bayi, ibu hamil,
lansia, dan warga dengan kebutuhan khusus. Dokumentasi geladi pada level
siaga dapat dilihat di Gambar.

(a) (b)
Gambar 1.22 (a) Tim siaga mengungsikan anak-anak ketempat pengungsian sementara, (b)
Tim siaga mengungsikan kelompok rentan, salah satunya ibu hamil

c. Level Awas
Level awas ditandai dengan bunyi sirine dari alat pemantau pergeseran
tanah. Warga yang terlibat adalah seluruh warga yang terdampak. Saat
sirine berbunyi, petugas khususnya Bidang Mobilisasi Pengungsi dan
Keamanan langsung memerintahkan seluruh warga untuk dievakuasi.
Setelah semua warga dievakuasi ke TPS, Bidang Data dan Instrumentasi

21
melakukan pendataan ulang ulang warga. Bagian Logistik mempersiapkan
makanan dan minuman untuk para pengungsi. Kemudian Koordinator tim
siaga menghubungi Kepala Desa ke BPBD Kab. Banyuwangi untuk
memberitahu kenaikan status menjadi level awas. Dokumentasi geladi
evaluasi level awas dapat dilihat pada Gambar.

(a) (b)
Gambar 1.23 (a) Tim siaga mengungsikan seluruh warga dari daerah rawan, (b) Tim siaga
melakukan pendataan warga yang berada didaerah rawan bencana longsor

d. Evaluasi
Secara umum, kegiatan geladi sukses dilaksanakan walaupun tidak semua
masyarakat mengikuti karena memiliki kegiatan yang masing-masing.
Partisipasi masyarakat cukup baik pada evakuasi level waspada, level siaga,
maupun level awas. Secara umum, masyarakat sudah memahami 3 (tiga)
level dan tindakan apa yang harus dilakukan apabila terjadi kenaikan
level/status. Geladi evakuasi harus terus dilakukan untuk memantapkan
koordinasi antar anggota tim siaga dan refresh tugas masing-masing
anggota agar tidak lupa dan selalu siap.

Gambar 1.24 Evaluasi geladi evakuasi dengan Tim Siaga Bencana Kelurahan Bojongkerta

22
Pihak pemerintah akan mendukung kegiatan Tim Siaga Bencana
selanjutnya. Tim Siaga Bencana Kelurahan Bojongkerta diharapkan mampu
menularkan wawasan mitigasi bencana longsor ke daerah lainnya.

1.1.8. Pembangunan Komitmen


Sistem Peringatan Dini Longsor merupakan integrasi yang tak terpisahkan antara
instrumentasi sistem peringatan dini bencana longsor (LEWS) dan masyarakat
yang tinggal di lokasi rawan longsor sebagai operatornya. Instrumentasi LEWS
hanya berfungsi sebagai alat bantu peringatan atau tanda ancaman, namun upaya
penanggulangan dan pencegahan ancaman bencana longsor dikembalikan kepada
masyarakat setempata dan pemerintah untuk melaksanakannya. Selain itu
keberadaan pemerintah sebagai pemangku kepentingan juga memiliki peran yang
tidak kalah pentingnya dalam menjaga keberlangsungan sistem peringatan dini
tersebut.
Sistem peringatan dini perlu untuk selalu dipelihara, baik fungsi instrumentasi
maupun kesiapsiagaan masyarakat untuk mencegah bencana. Oleh karena itu,
untuk menjamin keberlanjutan sistem peringatan dini yang telah diterapkan, perlu
adanya komitmen baik dari 3 (tiga) pilar pencegahan bencana, baik itu pihak
pemerintah (pemerintah daerah, pemerintah kelurahan), masyarakat, maupun
pihak dunia usaha untuk memelihara dan menjaga agar sistem peringatan dini
yang ada bisa terus berfungsi secara berkelanjutan. Kesadaran dari masyarakat
perlu ditumbuhkan dan terus dipupuk agar masyarakat dapat merasa turut
memiliki, dan ikut merasa memiliki tanggungjawab terkait pemeliharaan
instrumentasi sistem peringatan dini dan upaya pengurangan risiko bencana
longsor ini. Pembangunan komitmen untuk pemeliharaan sistem peringatan dini
ini diwujudkan dalam proses penandatanganan berita acara pemasangan
instrumentasi sistem peringatan dini longsor yang dapat dilihat pada Gambar.

Foto saat BPBD tandatangan


dokumen2 atau saat penyerahan
kaos tim dan atribut kepada tim
siaga

Gambar 1.25 Pembangunan komitmen untuk bersinergi antara Pemerintah Kelurahan


Bojongkerta, warga (Tim Siaga Bencana), dan BPBD Kota Bogor

23

Anda mungkin juga menyukai