Anda di halaman 1dari 10

CATATAN HUKUM ACARA PERDATA

PERTEMUAN 2

Materi Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Acara Perdata


Klasifikasi hukum dibagi menjadi 2 (dua) antara lain, yaitu: hukum publik dan hukum
privat. Hukum Publik atau yang bersifat publik cirikhasnya adalah adanya keterlibatan dari
negara yang besar, contohnya dalam hukum pidana negara memiliki keterlibatan yang sangat
besar (dilihat dari proses peradilan pidana, yang mana dalam menjalankan prosesnnya dilakukan
oleh organ-organ negara (kepolisian, kejaksaan) untuk melakukan penegakan hukum, hal ini
merupakan representasi dari keterlibatan negara dalam penegakan hukum). Sedangkan, Hukum
Privat atau hukum keperdataan adalah keterbalikan dari hukum publik yaitu pada hukum privat
terdapat keterlibatan negara yang tidak sesignifikan hukum publik, hal ini dikarenakan hukum
privat membicarakan hubungan antara perseorangan (baik dalam lapangan hukum perjanjian
maupun waris). Terdapat pembagian dalam hukum privat, yaitu Hukum Formil (mempelajari
mengenai penegakan hukum) dan Hukum Materiil (mempelajari mengenai hak, kewajiban dan
kepentingan). Pengaturan mengenai pemberian hak, pembebanan kewajiban dan perlindungan
kewajiban diatur dalam hukum materiil (substantive law). Sedangkan dalam melaksanakan
penegakan terhadap sengketa yang terjadi didalam hukum materiil diatur dalam hukum formil/
hukum acara (procedure law). Serta dalam perealisasian secara paksa hak dan/atau sanksi
(putusan) diatur dalam hukum eksekusi yang juga merupakan bagian dari hukum acara.

Definisi Hukum Acara Perdata, merupakan kumpulan pengaturan yang mengatur


tentang bagaimana orang bertindak dihadapan pengadilan dan bagaimana pengadilan bertindak
satu sama lain guna menegakkan hukum materiil. Dilihat dari definisinya hukum acara perdata
tidak hanya mengatur terkait pihak-pihak bersidang tetapi juga mengatur bagaimana institusi
pengadilan itu bersikap. Hukum acara perdata juga mengatur bagaimana cara menjamin hukum
perdata materiil ditaati dengan perantaraan hakim; Serta menjalankan atau menegakkan hukum
perdata materiil dengan jalan memaksa ketaatannya. KONKRITnya: Hukum Acara Perdata
mengatur tentang bagaimana cara mengajukan tuntutan hak, memeriksa dan memutus, serta
melaksanakan putusan hakim (Prof. Sudikno Mertokusumo).Dari definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa, hukum acara perdata mengatur 2 (dua) pihak yaitu: pencari keadilan/pihak
berperkara (yustisiabel) dan pengadilan, sebagai pemberi keadilan. (dalam hukum acara perdata
pengaturannya lengkap tidak hanya pihak-pihak berperkaara saja melainka juga institusi
pengadilannya).
Terdapat 2 (dua) fungsi hukum acara perdata yaitu: (1) Menjalankan hukum perdata
materiil jika tidak ada sengketa (Pemohon) dan; (2) Menegakkan hukum perdata materiil jika ada
sengketa (Penggugat dan Tergugat) hukum acara perdata sering disebut HUKUM FORMIL
PERDATA. Pada fungsi yang pertama jika tidak ada sengketa (disebut juga Jurisdictio
Volunteria), hanya melakukan/ bersifat permohonan, hanya satu pihak saja, contohnya dalam
permohonan penggantian nama, permohonan penentapan ahli waris. Pada fungsi keduanya
berarti dalam hal ini ada sengketa (tergugat dan pengugat) disebut juga Jurisdictio Contetiosa.
Contohnya adalah sengketa wanprestasi pada jual beli.
Pihak-Pihak Berperkara (siapa saja yang dapat menjadi pihak dalam perkara perdata
dalam pengadilan?) Pada umumnya yang menjadi pihak berperkara adalah pengugat dan tergugat
(karena pasti terdapat sengketanya), kecuali terdapat insiden masuknya pihak ke 3 karena
perkara, maka pihk perkara menjadi pengugat, tergugat dan pihak ke-3. Dalam hal ini yang dapat
menjadi pihak yang berperkara adalah setiap subjek hukum.
Subjek Hukum terdiri dari: 1. Perseorangan; 2. Perkumpulan / Badan Hukum; 3. Lingkungan
hidup. Perseorangan artinya orang yang cakap dan tidak cakap (batas usia/ tidak sehat).
Perkumpulan dibagi menjadi badan hukum (publik >> negara dan oragannya, privat>> pt dan
yayasan), dan bukan badan hukum (cv, firma, persekutuan perdata).
Noted: Dalam mengugat negara dan para organnya, diperbolehkan namun yang diguguat adalah
jabatannya.

Ruang Lingkup Hukum Acara Perdata, semua hal yang berkaitan dengan menjalankan
dan menegakkan hukum perdata materiil. Berikut merupakan sumber hukum acara perdata yang
berfungsi dan berperan dalam proses pembentukan hukum (mencari dan menemukan hukum)
oleh hakim, meliputi: (1) Peraturan PerUU (UUD 1945, UU Kekuasaan Kehakiman, UU
Mahkamah Agung, UU Peradilan Umum, Het Herziene Indonesiche Reglement (HIR),
Rechtsreglement Buiten Gewesten (Rbg), Reglement Op De Burgerlijke Rechtsvordering (BRv),
KUHPDT Buku IV, Wvk, Peraturan Kepailitan); (2) Yurisprudensi (putusan hakim terdahulu
untuk perkara yang sama) -> Contoh: Putusan MA no. 99K/Sip/1971 yang tidak membedakan
antara permohonan untuk mendapatkan izin guna mengajukan gugatan perceraian dan gugatan
perceraian itu sendiri; (3) Perjanjian Internasional -> Contoh: Kerjasama dengan Thailand dalam
penyampaian dokumen dan bukti pengadilan (Keppres 6/1978); (4) Doktrin -> Tempat bagi
hakim untuk menggali hukum acara perdata; (5) Adat, Kebiasaan (dalam praktek) -> Setiap
Hakim Berbeda; (6) Peraturan, Instruksi, dan Surat Edaran Mahkamah Agung.

PERTEMUAN 3
Pembahasan Tugas 2 >> Pada soal no.1 dinyatakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh tergugat tidak dapat diterima gugatannya karena dalam hal ini tidak ada uu yang mengatur
mengenai hubungan putus cinta, dan pada soal no. 2 sebenarnya sama hanya saja dibedakan oleh
adalah janji menikahi, dalam hal “janji menikahi” jika belum ada pengumuman maka tidak dapat
digugat, tetapi jika sudah ada pengumuman pernikahan (seperti sudah menyebarkan undangan,
sudah memasan wo, sudah melakukan pertunangan) atau perjanjian pernikahan (berhubungan
badan dan si tergugat berjanji ingin menikahi, maka dalam kedua hal ini dapat diterima
gugatannya dengan adanya alasan dan bukti yang jelas.
Materi Sengketa Hukum Perdata dan Gugatan

Yang harus kita pahami dalam bab ini, yaitu:


- Mengapa orang yang berperkara ke pengadilan/ adr (alternative dispute resolution), serta
apa alasan seseorang berpekara?
- Apa yang dimaksud dengan sengketa hukum dan mengapa timbul sengketa hukum?
Didalam sebuah masyarakat kita membutuhkan ketertiban, agar ketertiban terwujud kita
memerlukan norma-norma yang harus dipatuhi. Terdapat 4 (empat) norma yang ada dalam
masyarakat, antara lain (1) Norma Kesusilaan; (2) Norma Kesopanan; (3) Norma Agama dan (4)
Norma Hukum (perbedaan norma hukum dengan norma lainnya adalah dalam norma hukum
sanksinya dapat dipaksakan atau terdapat uu yang mengatur bagaimana norma hukum
dijalankan, serta memiliki sanki yang nyata dan langsung dirasakan). Nilai kesusilaan dan agama
sifatnya sosial kemasyarakatan dan tidak ada penegakan hukumnya di UU. (Namun nilai- nilai
yang tercantum didalam ketiga norma ini (kesusilaan, kesopanan, agama) menjadi inspirasi
norma hukum, contohnya: dalam norma agama yang mengatur tentang perkawinan, hal ini
menginspirasi terbentuknya uu perkawinan yang mengatur bahwa perkawinan itu sah apabila
dilakukan sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Noted: tidak semua nilai-nilai
dalam ketiga norma tersebut menginspirasi pengaturan hukum.
Sengketa adalah peristiwa/ kejadian yang menimbulkan perselisihan antara para pihak.
Sengketa itu dibedakan menjadi 2 jenis sengkata, antara lain adalah sengketa sosial dan sengketa
hukum.Perbedaan antara keduanya, jika sengketa hukum yang dilanggar adalah sumber dari
norma hukum, sedangkan jika sengketa sosial adalah sumber yang dilanggar merupakan 3 norma
selain hukum. Noted: sengketa hukum merupakan sengketa yang dapat diajukan ke peradilan
hukum.
Sengketa Hukum Perdata adalah suatu peristiwa yang menimbulkan perselisihan yang
diatur didalam hukum perdata. Sengketa hukum perdata terjadi apabia ketentuan hukum perdata
materiil dilanggar/ diabaikan/ tidak dipenuhi dalam hal antara lain: subjek hukum tidak
melakukan kewajibannya (wanprestasi); subjek hukum melanggar hak/ kepentingan orang lain
(PMH); subjek hukum yang menimbulkan kerugian terhadap orang lain yang tidak termasuk
kedalam kategori wanprestasi/ pmh tapi merupakan penyalahgunaan kepentingan/keadaan >>
(biasanya cacat kehendak dalam perjanjian, merupakan kondisi dimana salah satu pihak dalam
perjanjian berada dalam kondisi yang lebih dominan dari pihak lawannya baik secara ekonomis
atau psikologi dan dengan kondisi seperti ini pihak yang lemah pasti menyetujui walaupun
merugikannya (karena mungkin pada saat itu pihak yang lemah sangat membutuhkannya
contohnya dalam perjanjian hutang-piutang )
Noted: Terdapat 4 bentuk dalam wanprestasi, yaitu: tidak melakukan prestasi sama sekali;
melaksanakan prestasi tapi terlambat; melaksanakan perbuatan tidak sesuai dengan yang
diperjanjikan; serta melakukan sesuatu yang dilarang oleh oleh perjanjian.
Pebuatan Melawan Hukum merupakan Perbuatan yang dilakukan menimbulkan kerugian
meski tidak ada perjanjian, dasar hukumnya adalah Pasal 1365 KUHPer; Yurisprudensi 1919;
serta akibat hukumnya adalah ganti kerugian berdasarkan kerugian yang nyata-nyata diderita
Wanprestasi merupakan perbuatan yang sebelumnya ada perjanjian dan salah satu pihak
mengingkarinya (baik sebagian/ seluruhnya), dasr hukumnya adalah KUHPer Pasal 1320; serta
akibat hukumnya adalah pihak yang merugi dapat menuntut kerugian yang nyata-nyata diderita
dan sesuatu yang mungkin didapat dikemudian hari.
Terdapat 2 (dua) jalur cara penyelesaian sengketa, yaitu: (1) Jalur Litigasi (adalah jalur yang
berada dibawah MA, yang didalamnya terdapat pengadilan tinggi dan pengadilan negeri) dan (2)
Jalur Non Litigasi (adalah jalur yang penyelesaian sengketanya diluar pengadilan negeri, atau
merupakan alternatif dalam penyelesaian sengketa (arbitase, mediasi, negosiasi, konsiliasi,
konsultasi dan pendapat ahli).

PERTEMUAN 4

Materi Kekuasaan Kehakiman


Pengertian Kekuasaan Kehakiman, tercantum didalam Pasal 1 UU No. 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan bahwa “Kekuasaan Kehakiman adalah
kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
dan keadilan berdasarkan Pancasila dan UUDNRI Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara
Hukum Republik Indonesia”. Dilihat dari defininya dapat dilihat bahwa tugas kekuasaan
kehakiman adalah menyelenggarakan peradilan, guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasar Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia. (intinya kekuasaan
kehakiman adalah kekuasaan negara yang bertugas untuk melakukan peradilan dan menegakan
hukum serta keadilan).
Dalam UUD 1945 dan UUKK (Undang- Undang Kekuasaan Kehakiman) mengatakan
bahwa penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh 2 (dua) organ
negara/lembaga negara, yaitu:
1. Mahkamah Agung dan badan dibawahnya, yang terdiri dari peradilan dalam
lingkungan peradilan: (1) Peradilan Umum; (2) Peradilan Agama; (3) Peradilan Militer;
dan (4) Peradilan Tata Usaha Negara.
2. Mahkamah Konstitusi (UU No. 24 Tahun 2003)

Terdapat tingkatan pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, yaitu:


(1) Pengadilan Negeri: Tingkat Pertama >> sifat pemeriksaan persidangan judex factie;
(2) Pengadilan Tinggi: Tingkat Banding >> sifat pemeriksaan persidangan judex factie; dan
(3) Mahkamah Agung: Tingkat Kasasi >> sifat pemeriksaan persidangan judex juris.
Noted: Judis Factie adalah peradilan itu memeriksa fakta-fakta yang ada didalam sengketa
persidangan, Judis Juris adalah peradilan itu memeriksa penerpan hukum.

Wewenang kekuasaan kehakiman/ pengadilan ada 2 (dua), yaitu:


- Yurisdiksi adalah wewenang pengadilan, sudut pandangnya lembaga, terdiri dari yuridiksi
volunter atau Jurisdictio voluntaria (peradilan sukarela, yang lebih bersifat administratif
diawali dengan permohonan dan putusannya bersifat deklator, konstitutif, disini tidak
terdapat sengketa pengugat dan tergugat) dan Yusidiksi kontensius atau Jurisdictio
contensiosa (peradilan sesungguhnya, didalamnya terdapat sengketa, diawali dengan adanya
gugatan dan putusan hakim bersifat deklator, konstitutif, kondemnator “terdapat putusan
yang menghukum”).

- Kompetensi adalah wewenang mengadili, sudut pandangnya adalah fungsi, terdiri dari
kompetensi absolut (wewenang mutlak) yaitu wewenang mengadili lembaga peradilan
yang dibedakan berdasarkan hirarki atau jenis perkaranya (misalnya jika dilihat dari jenis
perkaranya pada perceraian pasangan beragama muslim maka dilakukan gugatan ke
pengadilan agama sedangkan jika pasangan tersebut beragama nonis dilakukan gugatan ke
pengadilan negeri); dan kompetensi relatif (wewenang nisbi) yaitu wewenang mengadili
lembaga peradilan yang dibedakan berdasarkan wilayah hukum suatu pengadilannya.
Noted: Jika terjadi sengketa pada kompetensi absolut terkait pengadilan tidak berwenang
maka diajukan permohonan ke Mahkamah Agung, sedangkan jika terjadi sengketa pada
kompetensi relatif terkait pengadilan tidak berwenang maka diajukan permohonan kepada
Pengadilan Tinggi.

Asas- Asas Hukum Acara:


1. Hakim bersifat menunggu (pasif), inisiatif mengajukan tuntutan hak sepenuhnya
diserahkan kepada yang berkepentingan;
2. Hakim bersifat aktif ketika masuknya gugatan, Hakim wajib membantu para pencari
keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya
peradilan (memberikan informasi dan petunjuk tahapan-tahapan kepada pihak yang buta
hukum);
3. Sidang terbuka untuk umum (bisa disaksikan oleh siapapun);
4. Mendengar kedua belah pihak/tidak berat sebelah (audi et alteram partem);
5. Putusan disertai alasan-alasannya (ketika wanprestasi dikabulkan harus jelas apa yang
membuat hal tersebut dikabulkan (adanya pembuktian));
6. Beracara dikenakan biaya (tetapi seseorang yang tidak mampu secara ekonomi dapat
melakukan permohonan);
7. Tidak ada keharusan menunjuk kuasa;
8. Hakim harus menunjuk dasar hukum dalam putusannya (dalam melakukan putusannya,
hakum menunjuk dasar hukum yang sesuai dengan perkara yang terjadi);
9. Hakim harus memutus semua tuntutan
Asas-Asas Persidangan:
1) Sidang terbuka untuk umum, kecuali sidang musyawarah;
2) Susunan sidang majelis;
3) Hakim memimpin sidang;
4) Hakim wajib mengundurkan diri (verschonen) -> Pasal 374 HIR (jika konflik yang ditangani
ada hubungannya dengan kepentingannya baik istri, hubungan sedarah garis lurus dan garis
samping sampai derajat ke-4) ;
5) Para pihak dapat menolak hakim yang memeriksa perkara (wraken) -> Pasal 17 UUKK;
6) Para pihak wajib datang.

Materi Pihak Dalam Perkara


Pihak dalam perkara adalah pihak mana yang dapat mengajukan gugatan. Terdapat 2
(dua) pihak yang dapat mengajukan gugatan, yaitu:
1. Pihak Materiil, adalah pihak yang memiliki kepentingan langsung terhadap perkara yang
bersangkutan (kepentingannya tersangkut dalam perkara). Contohnya dalam perjanjian
hutang piutang, A sebagai kreditur dan X sebagai debitur (peminjam uang), kemudian A
menggugat X karena melakukan wanprestasi. Maka A dikatakan pihak materiil karena
kepentingan langsunglah yang bersangkutan dalam perkara itu, X pun merupakan pihak
materiil.
2. Pihak Formil, adalah pihak yang menghadap/ maju ke pegadilan atau pihak yang beracara
ke pengadilan, antara lain: (a) Pihak yang bersangkutan sendiri (in person); (b) Orang
yang punya kedudukan (dalam perkumpulan), misalnya dalam PT jika terdapat perkara di
pengadilan maka harus diwakili direktur; (c) Wali/ Kurator, misalnya bagi pihak yang
belum cakap hukum (dibawah umur) maka yang mewakili adalah wali/ orangtuanya, Kurator
adalah bagi debitor yang telah dinyatakan pailit “kesulitan membayar”; dan (d) Kuasa
Hukum, ketika kita mengajukan gugatan diwakilkan oleh kuasa hukum/lawyer maka ialah
yang menjadi pihak formil.
Perwakilan Secara Kuasa dapat terjadi secara sukarela (misalnya kuasa hukum, secara
sukarela diwakilkan oleh kuasa hukum/ lawyer) atau jika UU yang menentukan (misalnya
wali dan kurator)
Noted:
- Jika pihak A pada contoh diatas tidak mau diwakili advokat dalam mengajukan
gugatannya “ingin mengajukan gugatanya sendiri” artinya pihak A tersebut merupakan
pihak materiil dan pihak formil.
- Kenapa dalam HIR terdapat pihak formil dan materiil? Karena dalam HIR tidak
wajib mengugat menggunakan kuasa hukum, jadi kita dapat hadir sendiri. Sedangkan
dalam BRv jika ingin mengajukan gugatan wajib menggunakan lawyer atau kuasa
hukum. Dalam RBg pun tidak diwajibkan.
Apa yang dapat dilakukan oleh kuasa hukum, antara lain adalah: (a) mendampingi, jika
A materiil hadir dalam sidang; (b) mewakili (sebagai wakil), jika f materiil tidak datang; (c)
menunjuk kuasa limpahan (recht van subtitutie), baik sebagian maupun seluruhnya.
konsekuensi menunjuk kuasa adalah pemberi kuasa terikat pada hal-hal yang dilakukan
oleh kuasanya dan pemberi kuasa dapat melakukan action en dessaveu yaitu membantah
perbuatan kuasanya jika perbuatan itu merugikannya.

Dasar Hukum Pemberian Kuasa:


 Pasal 123 HIR: kuasa khusus (bijzondere schrijftelijke machtiging), dalam dasar hukum
ini kita dapat diwakilkan oleh lawyer didalam persidangan.
 Pasal 157 HIR: kuasa istimewa dengan akta otentik >> Pengangkatan Sumpah
(bijzondere gemolmagtige bij autentice acte).
 Pasal 174 HIR: kuasa istimewa >>Mengangkat Bukti Sumpah dan Membuat Pengakuan
(bijzondere gevolmachtige), pengangkatan bukti sumpah adalah alat bukti dalam hukum
acara perdata (kuasa istimewa digunakan untuk mengangkat sumpah, karena sumpah dan
pengakuan ini seharusnya disampaikan langsung oleh pihak materiil dalam persidangan,
tetapi jika pihak materril berhalang maka kuasa hukum dapat mewakilkan tetapi kuasa
hukum harus membuat kuas baru yaitu kuasa istimewa). HIR mengatur kuasa istimewa
(kuasa mengucap sumpah atau pengakuan). Bedanya sumpah harus dituliskan dalam akta
otentik sedangkan pengakuan tidak harus dituliskan dalam akta otentik, diperbolehkan
akta bawah tangan saja.
Noted:
- Yang paling penting saat mengucap sumpah dan pengakuan harus dituliskan secara rinci
oleh pihak materiil, kuasa hukum hanya membacakan.
- Jika yang digugat/ mengugat oleh negara atau organ dibawahnya maka yang mewakili di
pengadilan jaksa, perwakilan ini terjadi dengan sendirinya (tanpa surat kuasa).

Pertemuan 5

Materi Gugatan
Perkara yang diselesaikan dipengadilan adalah perkara yang mengadung sengketa maupun
perkara yang tidak mengandung sengketa. Membicarakan mengenai gugatan berarti
membicarakan (tuntutan perdata) tuntunan hak yang mengandung sengketa, karena jika tidak
mengandung sengketan tidak terdapat gugatan hanya terdapat permohonan saja.
Seseoarang yang ingin mengajukan gugatan harus memiliki hak gugatan, hak gugatan
merupakan subjek hukum untuk mengajukan gugatan ke pengadilan karena hak atau
kepentingannya dilanggar/diabaikan/tidak dipenuhi. Terdapat aturan dalam mengajukan gugatan
bertujuan agar penyelesaian sengketa hukum perdata dipengadilan berjalan tertib berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Jika tidak ada peraturan yang mengatur maka ditakutkan akan
maraknya main hakim sendiri.
Hak yang dilindungi dalam perkara perdata, berarti tidak semua hak dilindungi oleh hukum
acara perdata, beberapa hak yang dilindungi dalam hukum acara perdata, yaitu:
1) Hak yang Pantas, artinya bukan berasal dari penyalahgunaan hak/ tidak bertentangan
dengan kepentingan umum serta dengan hak-hak orang lain, abus de droit (abose of
right) (tercantum dalam Pasal 570 KUHPer)
2) Hak yang diajukan tepat pada saatnya, artinya hak yang diajukan tidak prematur
“terlalu awal” atau tidak daluwarsa, misalnya merujuk pada Pasal 1967, dikatakan
bahwasannya sengketa perdata diajukan paling lambat 30 tahun diajukan setelah adanya
sengketa, jika lebih dari itu maka sudah daluwarsa.
Syarat mengajukan gugatan, adalah (1) orang yang memiliki hak atau benda/objek tersebut
dan (2) harus orang yang cakap hukum, tercantum didalam pasal 330 KUHPer artinya ketika
seseorang dinyatakan cukup umur yaitu 21 tahun, kemudian jika seseorag itu tidak berada
dibawah pengampuan.
- Apa saja hal-hal apa yang dapat dituntut? -
Yang dapat dituntut dalam gugatan, yaitu digantungkan kepada keinginan si pengugat, yang
terpenting adalah format yang lazim digunakan (tuntutan disusun secara kumulatif dalam salah
satu bagian pada surat gugatan yaitu petitum) Petitum berisikan apa yang diinginkan oleh
pengugat, petitum dibagi menjadi 2(dua) jenis, yaitu:
- Petitum Primair, merupakan tuntutan pokok dalam gugatan, sifatnya riil dan dapat
dilaksanakan, harus dapat dirumuskan secara detail dalam tuntutan. Contohnya si
pengugat mengugat kepada hakim agar menghukum tergugat yang melaksanakan
wanprestasi, dengan membayarganti rugi; meminta maaf kepada pengugat; menyatakan
perjanjian batal; atau mengembalikan dalam keadaan seperti semula.
- Petitum Subsidair, merupakan tuntutan tambahan dalam surat gugatan, sifatnya abstrak.
Contohnya memohon putusan lain yang seadil-adilnya menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
- Bagaimana Cara Mengajukan Gugatan? -
(Menurut HIR dan RBg) cara mengajukan gugatan antara lain adalah sebagi berikut:
1. Pengajuan gugatan bisa dilakukan secara tertulis dengan mengajukan surat permohonan
gugatan/ surat gugatan (Pasal 118 jo. 199 HIR)
2. Pengajuan gugatan bisa juga dilakukan(Pasal 120 HIR) secara lisan nanti gugatan
tersebut akan dicatat gugat oleh panitera atas perintah ketua pengadilan negeri (pemohon
atau pengugat datang ke pengadilan negeri menghadap ketua PN untuk dicatat
gugatannya), hal ini diperbolehkan karena masih banyak orang Indonesia yang buta huruf
(tidak bisa membaca dan menulis), dan juga buta hukum.
3. Tidak ada keharusan menunjuk kuasa hukum, artinya gugatan bisa diajukan sendiri oleh
yang bersangkutan tanpa kuasa hukum/lawyernya (Pasal 123 HIR).
4. Membayar biaya perkara, sifatnya wajib karena biaya ini akan digunakan untuk
melakukan persidangan “pemanggilan para pihak, pemanggilan saksi-saksi, materai,
kepaniteraan” (Pasal 121 HIR >> versekot ditanggung pengugat, Pasal 181 HIR >>
versekot ditanggung pihak yang kalah).
Noted:
o Kecuali untuk orang yang tidak mampu ekonominya dapat melakukan
permohonan beracara secara Prodeo (Pasal 237 HIR).
o Terhadap perkara prodeo (yang diajukan secara cuma-cuma/ gratis), harus
dilakukan permohonan pengajuan prodeo kepada ketua pengadilan negeri,
permohonan tersebut harus disertai surat keterangan tidak mampu dan bukti-bukti
lainnya yang dapat menguatkan permohonan tersebut. Diterima atau tidaknya
tergantung penilaian dari pengadilan.

(Menurut BRv) cara mengajukan gugatan antara lain adalah sebagi berikut:
1. Pengajuan gugatan harus dilakukan secara tertulis.
2. Dalam Pengajuan gugatan harus ada kuasa hukumnya.
3. Terdapat syarat bentuk dan isi gugatan yang diatur secara tegas dalam BRv.
4. Gugatan itu ditujukan kepada pihak lawan dan tebusan pada pengadilan negeri.
5. Hakim dalam hal pemeriksaan bersifat pasif.
6. Prinsip pemerikasaan harus melalui kuasa hukumnya.
7. Biaya perkara sudah termasuk biaya kuasa hukum.

Terdapat 2 (dua) syarat dalam melakukan gugatan, yaitu:


- Syarat Materil, merupakan syarat yang berkaitan dengan materi/ isi gugatan (subtansi
gugatan). Dalam hal ini gugatan harus beralasan dan berdasarkan hukum, sudah tiba
saatnya melakukan gugatan (tidak daluwarsa ataupun prematur), berdasarkan hak yang
pantas bukan penyelahgunaan hak, ketentuan hukum materil yang dilanggar/ tidak
dipenuhi adalah kepentingan yang wajib dihormati.
- Syarat Formil, merupakan syarat yang berkaitan dengan prosedur berbicara dimuka
pengadilan. Dalam hal ini gugatan diajukan oleh yang mempunyai hak, dikatakan
memenuh ketentuan dimana mengugat (diajukan berdasarkan Pasal 118 HIR), gugatan
dapat diajukan secara tertulis (Pasal 118 HIR) maupun lisan (Pasal 120 HIR), kewajiban
membayar ongkos perkara (Pasal 121 Ayat 4 HIR) kecuali prodeo, memenuhi syarat
bentuk dan syarat isi gugatan (tidak diatur secara jelas di HIR, agar tertib kita
menggunakan pengaturan yang berada di BRV yang sekarang berlaku secara umum)
Bentuk Surat Gugatan, terdiri dari 3 (tiga) bagian:
- Identitas para pihak, memuat identitas para pihak (nama, pekerjaan, tempat tinggal)
- Fundamentum petendi, yang menjadi dasar gugatan (menyatakan hubungan hukum
anatara penggugat dan tergugat.
- Petitum, memuat apa yang dituntut oleh pengugat berupa tuntutan pokok dan tuntutan
tambahan.
Noted: Jika syarat dan bentuk gugatan tidak dipenuhi maka gugatan disebut gugatan
gelap/obscuurlibel, maka akibat hukumnya adalah gugatan tidak diterima/ N.O.
a. Indentitas para pihak, terdapat di (ptt hal 14 dan 15)
b. Fundamental pedenti atau kronologis, merupakan uraian fakta peristiwa hukum misalnya.
(ppt hal 16) biasanya ditulis dalam bentuk point-perpoint, terdapat dasar hukum >>
hubungan hukum
c. Petitum, (ppt hal 17)

Bagaimana atau kemana gugatan diajukan?


Tempat gugatan diajukan menurut Pasal 118 HIR, yaitu:
1. Gugatan diajukan ditempat diam/ domisili tergugat (alamat KTP)
2. Gugatan dapat diajukan di pengadilan negeri tidak dialamat KTP (tidak diketahui alamat
KTPnya, hanya mengetahui tempat ia beraktivitas)
3. Bila tergugat banyak, maka dipilih salah satu domisili tergugat
4. Bila ada debitur utama dan penanggung utama, maka gugatan diajukan pada domisili
debitu utama
5. Bila domisili tergugat tidak diketahui dan tempat tinggal tidak dikenal, maka gugatan
bisa diajukan di tempat tinggal penggugat
6. Bila hal mengugat mengenai barang tetap (misalnya tanah), maka gugatan dapat diajukan
dimana letak barang tersebut
7. Bila dengan surat sah telah dipilih oleh masing-masing pihak, maka gugatan diajukan
pada tempat yang telah dipilih tersebut , yang dimaksud dipilih dalam hal ini adalah
dipilih sebelum terjadinya sengketa (dicantumkan dalam bab penyelesaian sengketa
dalam perjanjian) dan dipilih setelah terjadinya sengketa (ada persetujuan antara kedua
pihak)

Anda mungkin juga menyukai