1) Adakah hukum yang sudah tidak relevan di zaman sekarang, alias ketinggalan zaman?
Jelaskan mengapa!
yaitu Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang merupakan peninggalan usang
zaman penjajahan Belanda yang secara historis-filosofis sudah tidak cocok dengan
karakteristik bangsa Indonesia. Selain itu banyak di antara bagian-bagian KUHP yang
sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Alasannya, karena Hukum itu
harus tumbuh sesuai dengan perkembangan kehidupan sosial masyarakat dan juga
teknologi saat ini. Pertimbangan itu memunculkan ide dasar bahwa Indonesia
membutuhkan KUHP yang lebih mencerminkan keseimbangan.
2) Apakah sudah betul, tindakan tidak memberikan hukuman pidana kepada anak di bawah
umur itu sudah betul, walaupun anak tersebut betul2 memiliki niat jahat? Jelaskan!
Pasal 69 ayat 1 menjelaskan bahwa anak hanya dapat dijatuhi pidana atau dikenai
tindakan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana
Anak (SPPA). Ayat 2 menjelaskaskan bahwa anak yang belum berusia 14 (empat
belas) tahun hanya dapat dikenai tindakan.
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat kita simpulkan bahwa anak dibawah umur
tetap mendapatkan tindakan pidana jika melanggar suatu hukum. Akan tetapi pada
dasarnya sanksi pidana yang diberikan kepada anak itu berbeda dengan sanksi pidana
yang diberikan kepada orang dewasa. prinsip keadilan tidak serta-merta harus sesuatu
yang sama persis melainkan bisa melalui perbedaan perbedaan penerapan.
3) Apakah benar hukum di Indonesia itu tumpul di atas, tajam ke bawah? Jelaskan!
Sebenarnya istilah mengenai hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah tidak benar-
benar salah, akan tetapi sedikit kurang tepat untuk kita gaungkan. Hal tersebut
dikarenakan istilah ini membandingkan antara penegakan hukum pada masyarakat
kalangan atas dengan kalangan bawah. Jika memang seseorang mengatakan istilah
tersebut untuk menyatakan keadilan, kita patut mempertanyakan arti dari keadilan
pada orang tersebut. Bagaimana tidak jika ia berkata tentang keadilan akan tetapi
membeda-bedakan antara masyarakat kalangan atas dengan kalangan bawah. Padahal
seharusnya hukum tidak membeda-bedakan siapa pun.
Hukum tajam ke bawah tidaklah salah. Hukum memang seharusnya tajam terhadap
siapa pun tanpa membedakan status sosial, apabila seseorang melakukan tindakan
kejahatan, sudah semestinya orang tersebut dihukum sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang ada. Bahkan hukum yang tajam menunjukkan
bahwa pengadilan pada negara tersebut cukup baik, hukum yang tajam dapat
memberikan efek jera pada seseorang serta menjadi pengimbau untuk masyarakat lain
agar tidak melakukan tindak kejahatan yang serupa. Hukum tumpul ke atas yang
sebenarnya menjadi masalah. Hukum yang baik seharusnya tidak akan membedakan
tindakan kejahatan dengan kondisi yang sama pada orang yang berbeda. Apabila
hukum tumpul ke atas yang memiliki arti bahwa hukum lebih ringan saat menjerat
orang-orang kalangan atas atau pejabat yang lebih banyak memiliki harta, tentu akan
membuat masyarakat bertanya apakah sebenarnya hukum dapat dibeli? Atau apakah
ada kasus suap dalam tindak pidana tersebut sehingga terjadi pengurangan hukuman?
Hal ini justru dapat menandakan bahwa penegakan hukum di negara kita itu salah dan
sarat akan ketidakadilan.
Oleh karena itu seharusnya yang kita gaungkan hanyalah hukum tumpul ke atas
tanpa embel-embel hukum tajam ke bawah. Yang harus diperbaiki pada penegakan
hukum di Indonesia adalah hukum yang tumpul ke atas diubah menjadi hukum yang
adil dan setara.
4) Indonesia dengan negara keamanan cyber terendah sedunia. UU manakah yang mengatur
tentang keamanan cyber? Jelaskan!
Menurut Organization of European Community Development (OECD), cyber
crime adalah semua bentuk akses ilegal terhadap suatu transmisi data. Itu artinya,
semua bentuk kegiatan yang tidak sah dalam suatu sistem komputer termasuk dalam
suatu tindak kejahatan. Sedangkan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Daring (KBBI), peretas memiliki makna, di antaranya, orang yang terobsesi untuk
mengetahui lebih banyak tentang komputer atau orang yang mengakses komputer
orang lain tanpa izin, biasanya dengan bantuan teknologi komunikasi.
Sebelumnya kita harus mengetahui jenis- jenis cybercrime:
Pencurian Data: biasanya dilakukan untuk memenuhi kepentingan komersial
karena ada pihak lain yang menginginkan data rahasia pihak lain. Tindakan ini
tentu bersifat ilegal masuk ke dalam aktivitas kriminal karena bisa
menimbulkan kerugian materil yang berujung pada kebangkrutan suatu
lembaga atau perusahaan.
Cyber Terrorism: Cyber terorism merupakan tindakan cyber crime yang
sedang banyak diperangi oleh negara-negara besar di dunia, termasuk
Indonesia. Pasalnya, aktivitas cyber terorism kerap kali mengancam
keselamatan warga negara atau bahkan stakeholder yang mengatur jalannya
pemerintahan.
Hacking: Tindakan berbahaya yang kerap kali dilakukan oleh para programer
profesional ini biasanya secara khusus mengincar kelemahan atau celah dari
sistem keamanan untuk mendapatkan keuntungan berupa materi atau kepuasan
pribadi. Jika menilik dari kegiatan yang dilakukan, hacking sebenarnya tidak
selalu memiliki konotasi buruk karena ada pula hacker positif yang
menggunakan kemampuannya untuk kegiatan bermanfaat dan tidak
merugikan.
Carding: adalah istilah yang digunakan untuk menyebut penyalahgunaan
informasi kartu kredit milik orang lain. Para carder (pelaku carding) biasanya
menggunakan akses cartu credit orang lain untuk membeli barang belanjaan
secara online. Kemudian, barang gratisan tersebut dijual kembali dengan harga
murah untuk mendapatkan uang.
Oleh karena itu, Cyber crime diatur dalam Undang-Undang Transaksi Elektronik
Nomor 8 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah menjadiUndang- Undang Nomor 19
Tahun 2016, ( “UU ITE”) khususnya pada pasal 27 sampai 30 mengenai perbuatan
yang dilarang.
Lebih lanjut, aturan tentang hacking diatur dalam pasal 30 ayat (1), (2) dan
(3) mengatakan bahwa:
I. Dengan sengaja tanpa hak dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
dan/ atau sistem elektronik orang lain dengan cara apapun.
II. Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer
dan/ atau sistem orang lain dengan cara apapun untuk tujuan memperoleh
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
III. Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer
dan/ atau sistem elektronik dengan tujuan melanggar menerobos,
melampaui, menjebol sistem pengaman
Lebih lanjut sanksi bagi yang melanggar ketentuan pasal 30 UU ITE diatur di
dalam pasal 46 UU ITE berupa:
I. Ayat ( 1): dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
II. Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
III. Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta
rupiah).
Menurut hemat kami, kondisi yang dialami anda bisa dikategorikan sebagai tindak
kejahatan cyber crime, saran kami sebaiknya anda dapat melapor ke Badan Reserse
Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia agar dapat ditindaklanjuti sesuai
dengan peraturan yang berlaku.