Anda di halaman 1dari 3

ARJUNA DAN SRIKANDI

Keesokan harinya pagi-pagi benar Puntadewa dan Permadi telah berpamitan kepada Prabu
Drupada dan permaisuri. Sementarar Dewi Drupadi dan Srikandi telah bangun lebih pagi
dari mereka karena ingin mempersiapkan bekal untuk mereka berdua pujaan hati masing-
masing. Setelah berpamitan dengan semua orang Puntadewa dan Permadi mulai berangkat
meninggalkan Istana kerajaan Cempalareja.

Setiba di Wanamarta Puntadewa segera menyampaikan segala pesan dari Prabu Drupada
kepada ibunya. Kemudian mereka menunggu hingga 100 hari meninggalnya Raden
Gandamana yang terkena kuku Pancanaka si Bratasena.

Tiba harinya mereka semua berangkat tidak terkecuali para punakawan dan Dewi Arimbi
juga turut serta.

Setibanya di Istana mereka disediakan sebuah pesanggrahan oleh prabu Drupada untuk
tempat beristirahat bagi semuanya. Prabu juga telah menyediakan pakaian-pakaian yang
indah untuk semua pandawa, Ibu Dewi Kunti dan Arimbi untuk dikenakan pada pesta
pernikahan Raden Puntadewa dengan Dewi Drupadi. Tiba hari yang telah ditentukan
mereka semua bersiap ke Istana dan menaiki kereta yang menjemput mereka untuk menuju
Istana. Di jalan yang dilewati oleh Pandawa rakyat bersorak-sorai dan mengelu-elukan calon
suami Putri Dewi Drupadi.

Sampai di Istana semua telah siap dan tertata dengan baik untuk upacara dan pesta
pernikahan Raden Puntadewa dan Dewi Drupadi. Mereka disambut dan dipersilahkan untuk
masuk kedalam istana, Puntadewa memperkenalkan ibunya kepada Prabu Drupada dan
permaisurinya. Setiap orang ditemani oleh penyambutnya dan setelah itu duduk di tempat
yang telah disediakan, sementara musik gending jawa terdengar dengan agung dan merdu
mengiringi langkah kaki mereka. Puntadewa duduk di kursi pelaminan bersama dengan
Dewi Drupadi yang hari itu terlihat sangat cantik dan anggun sedangkan Ibu Dewi Kunti
duduk di sebelah Dewi Drupadi dan Prabu Drupada dan Permaisuri duduk di sebelah kanan
Puntadewa. Ibu Dewi Kunti bercakap-cakap berkenalan sambil mengelus-elus tubuh Dewi
Drupadi. Sementara Prabu Drupada tampak tenang dan duduk dengan Agung
memperhatikan para undangan yang hadir.

Puntadewa sedikit memperhatikan bahwa Dewi Drupadi bercakap-cakap dengan ibunya dan
ia bersyukur karena Dewi Drupadi ternyata dapat cepat akrab dengan ibunya. Tampak
sekali Isterinya itu adalah seorang Puteri raja yang bersahaja dan rendah hati. Hal ini
menenteramkan hatinya, harapannya agar isterinya nanti mau diajak tinggal di hutan Amarta
timbul lagi dan membesar.

Para tamu undangan semakin lama semakin banyak dan semua mengenakan baju yang
serba indah, setiap tamu menyalami Prabu, Permaisuri, Puntadewa, Dewi Drupadi dan
Ibunya Dewi Kunti. Hingga sore hari tamu masih saja banyak. Diluar Istana terdapat
panggung yang diisi oleh para penabuh gamelan serta dipertunjukan aneka hiburan
kesenian, tari-tarian dan wayang kulit dengan lakon Ramayana.

Sementara itu Bratasena dikerumuni oleh banyak orang karena mereka ingin menyaksikan
siapa yang telah mengalahkan Raden Gandamana yang sakti dan kuat itu. Banyak orang
terkagum-kagum dengan tubuh Bratasena yang besar itu, tidak terkecuali istrinya yang
bertubuh besar juga.

Di tempat lain Permadi telah berjalan-jalan berdua dengan Srikandi di sekeliling tempat
pesta sambil sesekali melempar senyum kepada setiap tamu dan undangan. Tampak para
putri bangsawan yang duduk mengumpul bergerombol sambil berbisik-bisik namun mata
mereka tidak lepas dari Permadi.

Demikianlah pesta pernikahan yang agung itu berlangsung meriah dan berjalan hingga tujuh
hari tujuh malam. Semua orang kelelahan namun merasa bahagia. Sedangkan Permadi dan
Srikandi semakin lama semakin akrab saja sehingga para tamu dan undangan yang datang
agak terlambat bahkan mengira merekalah yang sedang menikah.

Setelah pesta pernikahan usai maka para Pendawa mulai berkemas untuk kembali ke Hutan
Amarta. Puntadewa memberanikan diri untuk meminta kesediaan Isterinya Dewi Drupadi
apakah ia tidak berkeberatan apabila diajak tinggal di Hutan? Dewi Drupadi yang sedang
mabuk kepayang dengan Raden Puntadewa tanpa berpikir lagi langsung menjawab
bersedia, karena dia tidak mau berpisah lagi dengan suaminya, setelah beberapa waktu
yang lalu ia begitu tidak sabar harus menunggu berbulan-bulan hingga tiba 100 hari
meninggalnya pamannya Raden Gandamana, kedatangan kekasihnya itu. Raden
Puntadewa merasa lega mendengarkan kesediaan isterinya itu, dan berikutnya ia harus
meminta ijin kepada orang tuanya. Apakah mereka akan mengijinkan?

Sore itu Raden Puntadewa menghadap kepada Prabu Drupada ingin menyampaikan
maksudnya. Prabu Drupada mengira bahwa Puntadewa akan meminta ijin mengantarkan
Ibunya ke Wanamarta dan nanti akan kembali lagi untuk tinggal di Cempalareja menjadi
terkejut ketika Puntadewa berkata “Ampun Prabu Drupada, hamba memberanikan diri
meminta restu dari Prabu untuk memboyong Isteri hamba Dewi Drupadi ke Wanamarta ”
dengan sedikit tersendat Raden Puntadewa berkata.

“Angger apakah tidak lebih baik kalau engkau tinggal disini bersama kami? ” pinta Prabu
Drupada.

“Hamba tidak tega meninggalkan Ibu hamba dan adik-adik hamba di Hutan sementara
hamba enak-enakan disini. Hamba sudah bertekad bahwa kami akan senang dan susah
bersama, maka sudilah Prabu memberi ijin untuk membawa puteri paduka Dewi Drupadi ke
Hutan.” demikan Puntadewa memberi alasan.

“Namun apabila Ibumu bersedia, beliau dan saudara-saudaramu yang lainpun boleh tinggal
disini ” Prabu Drupada memberi usul.

“Ananda mengucapkan terimakasih atas kebaikan prabu, namun sebenarnya kami tinggal di
Hutan Amarta adalah sesuai dengan tugas yang telah diberikan para dewa kepada kami
untuk membuka dan mengembangkan hutan Amarta untuk menjadi kampung, desa, kota
bahkan sebuah kerajaan nantinya.” Puntadewa menolak dengan halus.

Prabu Drupada mengangguk-angguk teringat pada dirinya sendiri ketika pertama kali datang
dari negeri atas angin ke tanah ini berpuluh-puluh tahun yang lalu, betapa sengsaranya dia
dari hidup sebatang kara hingga menjadi raja kerajaan Cempalareja ini.
Prabu Drupada menghela nafas panjang… terasa berat juga ia harus merelakan puteri yang
dikasihinya untuk hidup menderita. Namun dia menyadari bahwa kehidupan memang harus
dimulai dengan benar, dengan pengorbanan dan penderitaan sebelum mencapai
kebahagiaan.

Maka iapun mundur kebelakang memanggil isteri dan puterinya itu serta menyampaikan apa
yang menjadi keinginan Puntadewa menantu mereka. Prabu menanyakan kesediaan Dewi
Drupadi untuk mengikuti suaminya. Dewi Drupadi mengangguk tanda tidak berkeberatan.
Ibunya segera memeluknya seolah akan kehilangan anak sulungnya itu sambil menangis.
Dewi Srikandi dan Raden Drustajumena yang mendengar tangisan ibunya bertanya ada apa
gerangan kepada ayahnya, kemudian Prabu menjelaskan kepada mereka.

“Ayah ijinkan aku ikut mengantar mbakyu Drupadi ke Hutan Amarta ” tiba-tiba Srikandi
bicara.

“Apa yang akan kamu lakukan Srikandi?” bertanya ayahnya

“Aku ingin tahu dan melihat sendiri Hutan Amarta tempat tinggal Pandawa dan mbakyu
Drupadi nantinya, boleh ya Ayah?” rengek Srikandi.

Prabu Drupada yang menyadari watak Srikandi yang keras itu apabila sudah mempunyai
kemauan segera menjawab

“Baiklah, engkau boleh pergi asalkan dengan adikmu Drustajumena ”

“Terima Kasih ayah ” Srikandi menjawab dan segera menyeret adiknya Drustajumena. “Ayo
adikku kita ikut berkemas-kemas ” serunya.

Ibunda permaisuri yang melihatnya menggeleng-gelengkan kepalanya. Begitu kuatnya


pengaruh asmara pada anak gadisnya itu. Kemudian ia segera bersibuk-sibuk untuk
membantu anak-anaknya berkemas-kemas ke hutan Amarta.

Tidak berapa lama telah siaplah Kereta kerajaan dengan kusirnya dalam jumlah yang cukup
untuk mengantarkan Pandawa, Ibunya, Dewi Arimbi, para Punakawan, serta Putra dan Putri
raja Cempalareja. Perlahan-lahan kereta itu bergerak ke arah Hutan Amarta. Namun si
Bratasena tidak ikut naik dalam kereta itu, ia lebih suka berjalan kaki atau berlari untuk
sampai ke Hutan Amarta.

Prabu dan Permaisuri menatap kepergian rombongan pandawa dan putera-puteri mereka
menuju tempat yang jauh. Permaisuri sesenggukan di bahu suaminya Prabu Drupada.

Demikianlah akhirnya Dewi Drupadi akhirnya tinggal di Hutan Amarta bersama para
Pendawa dan Dewi Arimbi isteri dari Bratasena. Dewi Drupadi adalah seorang yang
bersahaja. Ia senantiasa ikut memikirkan gerakan Pandawa, ikut hidup dalam suka maupun
duka bersama mereka.

Anda mungkin juga menyukai