Pertemuan 1 1
Definisi:
1. Pengertian (definisi) K3 (Keselamatan dan Kesehatan
Kerja) umumnya terbagi menjadi 3 (tiga) versi di
antaranya ialah pengertian K3 menurut Filosofi,
Keilmuan serta menurut standar OHSAS 18001:2007.
2
Pengertian (Definisi) K3 Menurut Keilmuan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah semua
Ilmu dan Penerapannya untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja (PAK),
kebakaran, peledakan dan pencemaran lingkungan.
3
2. Instrumen (Umum)
4
3. Contoh instrumen K3 yang bersifat lembut
4. Permenaker No.03 tahun 1985 Tentang Syarat – Syarat K3 Dalam Penggunaan Asbestos
5. Permenaker No.03 tahun 1986 Tentang Syarat – Syarat K3 di Tempat Kerja yang Mengelola Pestisida
8. Keputusan Menteri Kep.187/Men/1999 Tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja
9. SE.Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. SE.01/MEN/PPK/2012 Tentang Pemenuhan Kewajiban Syarat-
Syarat K3 di Ruang Terbatas;
10. SK Dirjen Binwasnaker No. Kep. 113/DJPPK/IX/2006 Tentang Pedoman dan Pembinaan Teknis Petugas K3 Ruang
Terbatas;
11. SK Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No. Kep. 84/ PPK/X/2012 Tentang Tata Cara Penyusunan
Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya Besar dan Menengah
12. SK Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No. Kep. 64/ PPK/X/2013 Tentang Pedoman Pembinaan K3
Pekerja Penyelam di Dalam Air ( Underwater Diving Work )
13. SE. Dirjen Binwasnaker No. SE.01/DJPPK/I/2011 ndang-Undang No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
14. Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pembinaan Terhadap Ahli, Teknisi dan Petugas Lingkungan Kerja dan Bahan
Berbahaya.
15. SE. Menaker No. SE. 140/Men/PPK-KK/II/2004 Tentang Pemenuhan Kewajiban Syarat K3 di Industri Kimia
Dengan Potensi Bahaya Besar
16. SK Direktur PNK3 No. 001/PPK-PNK3/V/2014 Tentang Petunjuk Teknis Penetapan Potensi Bahaya
Instalasi/Fasilitas Perusahaan.
6
17. 10. SNI -0229 – 1987 E Tentang Keselamatan Kerja di dalam Ruang Tertutup.
3.2. INSTRUMEN PENGAWASAN NORMA KESEHATAN KERJA
1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
2. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
3. Undang-Undang No. 40 tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
4. Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan
5. Permenakertrans No. 03/MEN/1982 Tentang Pelayanan Kesehatan Kerja
6. Permenakertrans No. PER.15/MEN/VIII/2008 Tentang P3K di Tempat Kerja
7. Permen No.08/Men/2010 Tentang Alat Pelindung Diri
8. Permen No.05/Men/2018 Tentang K3 Lingkungan kerja
9. PP No. 50 Tahun 2012 Tentang Penerapan SMK3
10. PermenakertransNo. PER.02/MEN/1980 Tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dlm
Penyelenggaraan Keselamatan kerja
11. Permenakertrans No. PER.01/MEN/1981 Tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja
12. Permenakertrans No. 03/MEN/1982 Tentang Pelayanan Kesehatan Kerja
13. Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Higiene Sanitasi Jasa Boga
14. Permenaker No 04 Tahun 1987 Tentang Panitia Pembina K3 serta Tata Cara Penunjukan Ahli
Keselamatan Kerja
15. Permenaker No 02. Tahun 1992 Tentang Tata Cara Penunjukan Kewajiban dan Wewenang Ahli
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
16. Kepmenakertrans No. 609 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyelesaian Kasus Kecelakaan &
Penyakit Akibat Kerja
17. Keputusan Menteri Kep.187/Men/1999 Tentang Pengendalian bahan Kimia Berbahaya di Tempat
Kerja pasal 3,4
7
3.3. INSTRUMEN K3 KELEMBAGAAN & KEAHLIAN
8
3.4. INSTRUMEN K3 PENGAWASAN SMK3
9
4. Contoh instrument bersifat Solid
1.SOUND LEVEL METER
Kebisingan ditempat kerja pada dasarnya bersumber dari suara mesin, transmisi
atau proses produksi lainnya. Kebisingan selain menimbulkan gangguan konsentrasi
dalam bekerja juga dapat menimbulkan ketulian. Pengukuran kebisingan di tempat
kerja dapat menggunakan SOUND LEVEL METER atau NOISE DOSIMETER.
3. VIBRATION METER
Di perusahaan-perusahaan kadang kala ada pekerja yang lengan atau tangannya
sewaktu mengoprasikan alat kerja bergetar demikian hebat, sebagai contoh
pekerja pengeras jalan, pekerja mesin bor dan sebagainya. Getaran yang memajan
tangan atau lengan pekerja hingga melebihi batas setiap hari kerja, dapat
mengakibatkan gangguan pada tulang sendi serta gangguan syaraf dan pembulu
darah. Untuk mengukur getaran tersebut dapat menggunakan “Vibration Meter”.
10
4. UV RADIOMETER
Di tempat-tempat kerja yang menggunakan dapur pembakar, tanur peleburan
logam atau terdapat pengelasan dengan busur listrik akan terjadi pemajaman
radiasi UV terhadap pekerja yang berada didekatnya. Radiasi UV yang memajan
melebihi batas seorang pekerja dapat mengakibatkan radang salah satunya
selaput mata (conjungtivitis photoelectric). Untuk mengetahui secara pasti
berapa mW/cm2, radiasi UV yang memajan pekerja, maka perlu dilakukan
pengukuran denga UV Radiometer
5. DUST SAMPLER
Konsentrasi debu yang melebihi batas diudara lingkungan kerja juga dapat
menimbulkan berbagai penyakit akibat kerja apabila tidak dilakukan
pengendalian secara cepat. Untuk mengetahui secara pasti berapa bds mg/m3
konsentrasi debu diudara lingkungan kerja, perlu dilakukan pengambilan sampel
debu tersebut dengan menggunakan duts sampler dan selanjutnya hasil sampling
diuji dilabolatorium dengan analitic balance dan sebagainya.
(Satuan Nilai Ambang Batas zat kimia di udara tempat kerja dinyatakan dalam
miligram per meter kubik udara dan bagian dalam sejuta (bds = ppm)).
6. GAS MONITOR
pada perusahaan-perusahaan yang menggunakan bahan kimia tertentu, atau
proses tertentu makan udara dilingkungan kerja mangandung gas-gas tertentu
yang apabila melabihi NAB akan dapat berdampak negative terhadap kesehatan
pekerja. Untuk itu perlu dilakukan pengukuran konsentrasi gas berbahaya diudara
lingkungan kerja. Pengukuran tersebut menggunakan “Gas Monitor”. Hasil
pengukuran selanjutnya dilakukan analisa di labolatorium.
11
4.1. Instrumen Pengukuran dan pengendalian lingkungan kerja
a. Faktor Fisika
Faktor fisika yang harus diukur dan kendalikan berdasarkan Permen 5 tahun
2018, meliputi iklim kerja, kebisingan, getaran, gelombang radio atau
gelombang mikro, sinar ultra violet, medan magnet statis, tekanan udara,
dan pencahayaan. Nilai Ambang Batas (NAB) yang ditetapkan oleh pemerintah
dapat dilihat pada lampiran peraturan tersebut. Silahkan unduh di sini.
b. Faktor Kimia
Pengukuran dan pengendalian faktor kimia harus dilakukan pada tempat
Kerja yang memiliki potensi bahaya bahan kimia. Pengukuran Faktor Kimia
dilakukan terhadap pajanannya dan terhadap pekerja yang terpajan. Hasil
pengukuran terhadap pajanan tersebut, yang mana hasilnya harus
dibandingkan dengan NAB paling singkat selama 6 (enam) jam. Sementara
hasil pengukuran yang hasilnya harus dibandingkan dengan PSD, harus
dilakukan paling singkat selama 15 (lima belas) menit sebanyak 4 (empat)
kali dalam durasi 8 (delapan) jam kerja. Sedangkan hasil pengukuran yang
hasilnya harus dibandingkan dengan KTD, harus dilakukan menggunakan alat
pembacaan langsung untuk memastikan tidak terlampaui.
12
c. Faktor Biologi
Pengukuran, pemantauan dan pengendalian faktor biologi dilakukan pada tempat
kerja yang memiliki potensi bahaya faktor biologi. Faktor biologi yang harus
diukur adalah mikroorganisme dan/atau toksinnya, sementara faktor biologi yang
harus dipantau, meliputi arthopoda dan/atau toksinnya, hewan invertebrata
dan/atau toksinnya, alergen dan toksin dari tumbuhan, binatang berbisa,
binatang buas, serta produk binatang dan tumbuhan yang berbahaya lainnya.
d. Faktor Ergonomi
Pengukuran dan pengendalian Faktor Ergonomi harus dilakukan pada Tempat Kerja
yang memiliki potensi bahaya Faktor Ergonomi. Potensi bahaya Faktor Ergonomi
yang dimaksud, meliputi cara kerja, posisi kerja, dan postur tubuh yang tidak
sesuai saat melakukan pekerjaan, desain alat kerja dan tempat kerja yang tidak
sesuai dengan antropometri tenaga kerja; dan pengangkatan beban yang melebihi
kapasitas kerja.
e. Faktor Psikologi
Pengukuran dan pengendalian Faktor Psikologi harus dilakukan pada Tempat Kerja
yang memiliki potensi bahaya Faktor Psikologi. Potensi bahaya faktor psikologi ini
meliputi: ketidakjelasan/ketaksaan peran, konflik peran, beban kerja berlebih
secara kualitatif, beban kerja berlebih secara kuantitatif, pengembangan karir,
dan/atau tanggung jawab terhadap orang lain. Jika dari hasil pengukuran
terdapat potensi bahaya, maka harus dilakukan pengendalian sesuai standar.
Pengendalian dapat dilakukan setelah penilaian risiko dan didapatkan faktor yang
berkontribusi.
13
5. SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA