Anda di halaman 1dari 23

Prinsip Syari’at

dalam
Penetapan Halal-Haram
PUSAT STUDI HALAL
UNUSIA & BPJPH

KAMIS, 17 NOVEMBER 2022

DR. FUAD THOHARI, MA


KETUA KOMISI FATWA MUI DKI JAKARTA
1. Pendahuluan

Islam datang ketika umat manusia memandang makanan dan


minuman dari dua sudut pandang ekstrem.
Pertama, sebagian manusia menempatkannya sebagai kebutuhan
hidup yang dibutuhkan hanya untuk memenuhi nafsu hayawaniyah
(kehewanan) dengan mengkonsumsinya secara berlebihan dan tidak
mengindahkan ketentuan halal dan haram.
Kedua, disikapi sebaliknya, makanan dan minuman tidak disentuh
(misalnya pada saat puasa Ngebleng) atau dianggap haram hanya
didasarkan imaginasi dan khayalan mereka.
Islam mengajarkan kepada umat manusia, tentang bagaimana
strategi menyikapi makanan, minuman, dan hewan yang halal maupun
yang haram dikonsumsi.
Bagaimana seharusnya makanan, minuman, dan hewan yang
dikonsumsi manusia ditempatkan pada tataran kebutuhan yang
proporsional? Selain untuk mempertahankan kehidupan, makanan atau
minuman yang dikonsumsi tetap dalam semangat spiritualisme (ibadah)
dan memenuhi etika yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.
Secara spesifik, dalam tulisan ini diuraikan hal-hal sebagai berikut:
(1). Standar halal dan jenis makanan atau minuman halal,
(2) manfaat mengkonsumsi makanan atau minuman halal,
(3) standar haram; jenis makanan atau minuman haram,
(4) dampak negative mengkonsumsi makanan atau minuman haram,
(5) harapan terwujudnya negara Indonesia sebagai salah satu destinasi
wisata halal dunia.
2. Pembahasan
Ulama fikih sepakat, urusan penetapan kriteria (standar) halal dan haram
sesungguhnya merupakan otoritas Allah dan Rasul-Nya. Tujuan diundangkannya
syari’at Isalam termasuk dalam pengaturan (regulasi) makanan, minuman, dan
hewan yang halal (boleh) atau haram dikonsumsi, tidak lain untuk mewujudkan
kemashlahatan, menghilangkan kesulitan, dan menghindari kerusakan.
Sandar penetapan halal dan haram bukan berdasarkan khayalan (imaginasi)
manusia sebagaimana dilakukan umat terdahulu, tetapi menjadi otoritas Allah dan
Rasul-Nya.
Hadis Nabi SAW yang menjadi dasar otoritas penetapan halal-haram
misalnya,:
‫عن أبى ثعلبة رضى هللا عنه قال ان هللا فرض فرائض فال تضيعوها وحد حدودا‬
‫فال تعتدوها ونهى عن اشياء فال تنتهكوها وسكت عن اشياء رخصة لكم ليس‬
‫بنسيان فال تبحثوا عنها‬

Lihat, Al-Baihaqî, Abû Bakr Ahmad bin al-Husein, Sunan al-Baihaqi al-Kubrâ, (Makkah: Maktabah Dâr al-Baz, 1994),
Editor: Muhammad Abdul Qâdir 'Atha. juz ke-10, hal.12.
Umat Hindu, Yahudi, Nashrani, dan orang-orang Arab jahiliah sebelum agama Islam
datang, seringkali membuat kriteria halal-haram versi mereka. Orang Hindu mengharamkan
sapi, orang Yahudi mengharamkan sesuatu yang baik (thayyibat), misalnya dinyatakan Al-
Qur’an surat al-Nisa’/4:160-161;
ٍُ‫ع ْن ٍه‬ ِ ٍ ‫) ٍ َوأ َ ْخ ِذ ِه ٍُم‬160( ‫يرا‬
َ ٍ ‫الربَا ٍ َوقَ ٍْد ٍنُ ُهوا‬ ً ِ‫ّللا ٍ َكث‬
ٍَِّ ٍ ‫ل‬
ٍِ ‫س ِبي‬ ٍْ ‫ع‬
َ ٍ‫ن‬ َ ٍ ‫ص ِد ِه ٍْم‬ ٍْ َّ‫ط ِيبَاتٍ ٍأ ُ ِحل‬
َ َ ‫ت ٍلَ ُه ٍْم ٍ َو ِب‬ َ ٍ ‫علَ ْي ِه ٍْم‬ َ ٍ ‫ظ ْلمٍ ٍ ِمنٍَ ٍالَّ ِذينٍَ ٍهَادُوا ٍ َح َّر ْمنَا‬ ُ ‫فَ ِب‬
)161( ‫ع َذابًاٍأ ِلي ًما‬ َ ٍ‫لٍ َوأ َ ْعت َ ْدنَاٍ ِل ْل َكافِ ِرينٍٍَ ِم ْن ُه ٍْم‬ ِ َ‫اسٍ ِب ْالب‬
ٍِ ‫اط‬ ٍ ِ َّ‫لٍالن‬ٍَ ‫َوأ َ ْك ِل ِه ٍْمٍأ َ ْم َوا‬
Sementara itu, orang Arab jahiliyah mengharamkan beberapa jenis onta. Misalnya
dinyatakan Al-Qur’an dalam surat al-Maidah/5:103, sbb.:
ٍَ‫لٍيَ ْع ِقلُون‬ ٍَ ‫ّللاٍ ْال َك ِذ‬
ٍَ ٍ‫بٍ َوأ َ ْكث َ ُر ُه ٍْم‬ َ ٍٍَ‫نٍالَّ ِذينٍٍَ َكفَ ُرواٍيَ ْفت َ ُرون‬
ٍَِّ ٍ‫علَى‬ ٍَّ ‫لٍ َحامٍٍ َولَ ِك‬ ٍَ ‫صيلَةٍٍ َو‬ ِ ‫لٍ َو‬ ٍَ ‫سا ِئبَةٍٍ َو‬ َ ٍ‫ل‬ٍَ ‫يرةٍٍ َو‬ ٍْ ‫ّللاٍُ ِم‬
َ ‫نٍبَ ِح‬ ٍَّ ٍ‫ل‬ ٍَ َ‫َماٍ َجع‬
Bahiirah: unta betina yang telah beranak lima kali dan anak kelima itu jantan, lalu unta
betina itu dibelah telinganya, dilepaskan, tidak boleh ditunggangi dan tidak boleh diambil
air susunya.
Saaibah: unta betina yang dibiarkan pemiliknya pergi ke mana saja karena dijadikan objek
nazar. Orang Arab Jahiliyah ketika akan melakukan sesuatu atau melakukan perjalanan yang
berat, ia biasa bernazar akan menjadikan untanya menjadi “saaibah”, apabila maksud atau
perjalanannya berhasil dengan selamat.
Washiilah: seekor domba betina melahirkan anak kembar (jantan dan betina). Anak domba
jantan disebut washiilah, tidak disembelih dan diserahkan sebagai sesaji kepada berhala.
Haam: unta jantan yang tidak boleh diganggu gugat lagi, karena telah dapat
membuntingkan unta betina sepuluh kali.
Al-Qur’an mengecam umat Yahudi dan Nasrani yang telah
memberikan kekuasaan kepada para Pastur dan Pendeta untuk
menetapkan halal-haram, sbb.:
ٍَ ٍ ‫احدًا‬
ٍ‫ل‬ ٍَّ ِ‫ْن ٍ َم ْريَ ٍَم ٍ َو َما ٍأ ُ ِم ُروا ٍإ‬
ِ ‫ل ٍ ِليَ ْعبُدُوا ٍإِلَ ًها ٍ َو‬ ٍَ ‫ح ٍاب‬ٍَ ‫ّللا ٍ َو ْال َم ِسي‬
ٍَِّ ٍ ‫ُون‬
ٍِ ‫ن ٍد‬ ٍْ ‫ار ُه ٍْم ٍ َو ُر ْهبَانَ ُه ٍْم ٍأ َ ْربَابًا ٍ ِم‬
َ َ‫ات َّ َخذُوا ٍأ َ ْحب‬
)31( ‫ون‬ ٍَ ‫ع َّماٍيُ ْش ِر ُك‬ َ ٍُ‫س ْب َحانَ ٍه‬ُ ٍ‫لٍ ُه ٍَو‬ ٍَّ ‫ِإلَ ٍهٍَ ِإ‬
Umat Yahudi dan Nasrani tidak menyembah (sujud) kepada Pendeta
dan Pastur secara langsung. Tetapi ketika Pendeta dan Pastur menghalalkan
sesuatu, merekapun ikut menghalalkannya. Sebaliknya, apabila Pendeta dan
Pastur mengharamkan sesuatu, mereka pun ikut mengharamkannya.
Al-Qur’an juga mengecam orang-orang musyrik yang berani
mengharamkan atau menghalalkan sesuatu tanpa izin Allah, sebagaimana
dinyatakan dalam Al-Qur’an surat Yunus ayat ke-59 sbb.:
ٍَ ‫ّللاٍت َ ْفت َ ُر‬
‫ون‬ ٍَِّ ٍ‫علَى‬ َ ٍ‫نٍلَ ُك ٍْمٍأ ٍَْم‬
ٍَ ‫آّللٍُأ َ ِذ‬
ٍَّ ٍ‫ل‬ٍْ ُ‫لٍق‬ ًٍ ‫نٍ ِر ْزقٍٍفَ َجعَ ْلت ٍُْمٍ ِم ْن ٍهٍُ َح َرا ًماٍ َو َح ََل‬ ٍْ ‫ّللاٍُلَ ُك ٍْمٍ ِم‬
ٍَّ ٍ‫ل‬ ٍَ َ‫لٍأ َ َرأ َ ْيت ٍُْمٍ َماٍأ َ ْنز‬ ٍْ ُ‫ق‬
Begitu juga firman Allah dalam al-Nahl/16:116, sbb.:
َ ٍ ٍَ‫ن ٍالَّ ِذينٍَ ٍيَ ْفت َ ُرون‬
ٍَِّ ٍ ‫علَى‬
ٍ‫ّللا‬ ٍَ ‫ّللا ٍ ْال َك ِذ‬
ٍَّ ‫ب ٍ ِإ‬ ٍَِّ ٍ ‫علَى‬ ٍَ ‫ف ٍأ َ ْل ِسنَت ُ ُك ٍُم ٍ ْال َك ِذ‬
َ ٍ ‫ب ٍ َه َذا ٍ َح ََللٍ ٍ َو َه َذا ٍ َح َرامٍ ٍ ِلت َ ْفت َ ُروا‬ ِ َ ‫ل ٍتَقُولُوا ٍ ِل َما ٍت‬
ٍُ ‫ص‬ ٍَ ‫َو‬
)116( ٍَ‫لٍيُ ْف ِل ُحون‬ ٍَ ‫ْال َك ِذ‬
ٍَ ٍ‫ب‬
116. Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh
lidahmu secara dusta "ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan
kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan
kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.
Sekali lagi, bukanlah pendeta, kepala suku, dan raja yang berhak
menentukan halal-haram. Siapapun yang bersikap demikian, berarti telah
melanggar batas dan menentang hak Allah dalam menetapkan perundang-
undangan untuk umat manusia. Siapapun yang menerima atau mengikuti sikap
tersebut, berarti telah menjadikan mereka sebagai sekutu Allah.

Surat al-Nahl/16:116. Lihat, Yusuf al_Qardhawi, Halal-Haram dalam Islam, (Solo:


Era Intermedia, 2003), hal. 19-20.
(1) Kriteria Halal dalam Islam: Jenis Makanan dan
Minuman Halal
Term al-halal merupakan kata benda jadian (mashdar), berasal
dari bahasa Arab halla, yahillu, hillan, wa halalan. Dalam terminologi
agama Islam, halalan berarti “diizinkan” atau “diperbolehkan”, lawan
dari term haraman, yang berarti “dilarang” atau “tidak diperbolehkan”.
Dalam terminologi syari’at Islam, halal didefinisikan sebagai
sesuatu yang diperbolehkan atau sesuatu yang diizinkan. Kalau ada
ungkapan, “makanan halal”, berarti jenis makanan yang diizinkan atau
diperbolehkan untuk dikonsumsi. Sebaliknya, kalau ada ungkapan,
“minuman haram”, berarti jenis minuman yang dilarang atau tidak
diperbolehkan untuk dikonsumsi.
Allah menentukan halal dan haram tentu bukan semata-mata
bersifat dogmatis yang harus dipatuhi manusia, tetapi pasti ada alasan
rasional demi menjaga kemashlahatan manusia itu sendiri. Allah tidak
akan menghalalkan sesuatu kecuali yang berdampak baik bagi
kemashlahatan manusia dan tidak akan mengharamkan sesuatu,
kecuali berakibat buruk dan tidak baik bagi kesehatan manusia.
Di Madinah, dahulu sempat muncul sebagian kaum muslimin
yang cenderung berlebih-lebihan dan bahkan mengharamkan dirinya
dalam hal-hal yang naturenya bersifat baik. Untuk itu, Allah
menurunkan ayat-ayat hukum yang bersifat pasti (muhkamat) untuk
menegakkan dan meluruskan perilaku mereka dalam batas ketentuan
Islam. Allah berfirman dalam surat al-Ma’idah/5:87-88, sbb.:
ٍَ ‫ب ٍ ْال ُم ْعت َ ِد‬
‫ين‬ ٍَ ٍ ‫ّللا‬
ٍُّ ‫ل ٍيُ ِح‬ ٍَ ‫ّللاُ ٍلَ ُك ٍْم ٍ َو‬
ٍَّ ‫ل ٍت َ ْعتَدُوا ٍ ِإ‬
ٍََّ ٍ ‫ن‬ ٍَّ ٍ ‫ل‬ ٍَّ ‫ت ٍ َما ٍأ َ َح‬ َ ٍ ‫ل ٍت ُ َح ِر ُموا‬
ٍِ ‫ط ِيبَا‬ ٍَ ٍ ‫ين ٍآ َمنُوا‬ ٍَ ‫• يَا ٍأَيُّ َها ٍالَّ ِذ‬
)88( ‫ون‬ ٍَ ُ‫ّللاٍالَّ ِذيٍأ َ ْنت ٍُْمٍ ِب ٍِهٍ ُمؤْ ِمن‬
ٍََّ ٍ‫ط ِيبًاٍ َواتَّقُوا‬ َ ٍ‫ل‬ ٍَّ ٍ‫)ٍ َو ُكلُواٍ ِم َّماٍ َرزَ قَ ُك ٍُم‬87(
ًٍ ‫ّللاٍُ َح ََل‬
‫‪Standar kehalalan makanan, minuman, dan hewan, dirumuskan dalam‬‬
‫‪kaidah, al-ashlu fi al asyya’i al-ibahatu. Illa idzaa dalla daliilun bitahriimihi.‬‬
‫‪Kaidah Fiqih, “Segala sesuatu asalnya halal atau mubah (boleh)”, merujuk‬‬
‫;‪kepada beberapa ayat al-Qur’an; surat al-Baqarah/2:29, surat al-Jatsiyat/45:13‬‬
‫‪surat Lukman/31:20, dan hadis Nabi saw., sbb.:‬‬
‫ع ِليمٍ‬ ‫ش ْيءٍ ٍ َ‬ ‫لٍ َ‬ ‫س َم َاواتٍ ٍ َو ُه ٍَو ٍ ِب ُك ٍِ‬ ‫س ْب ٍَع ٍ َ‬
‫نٍ َ‬ ‫س َّوا ُه ٍَّ‬ ‫اء ٍفَ َ‬ ‫ض ٍ َج ِميعًا ٍث ٍَُّم ٍا ْست َ َوى ٍ ِإلَى ٍال َّ‬
‫س َم ٍِ‬ ‫ُه ٍَو الَّ ِذي ٍ َخلَقٍَ ٍلَ ُك ٍْم ٍ َما ٍفِي ٍ ْاْل َ ْر ِ ٍ‬
‫(‪)29‬‬
‫كٍ ََليَاتٍٍ ِلقَ ْومٍٍيَتَفَ َّك ُرونٍَ (‪)13‬‬ ‫نٍفِيٍ َذ ِل ٍَ‬ ‫ضٍ َج ِميعًاٍ ِم ْن ٍهٍُ ِإ ٍَّ‬ ‫تٍ َو َماٍفِيٍ ْاْل َ ْر ِ ٍ‬ ‫س َم َاوا ٍِ‬ ‫س َّخ ٍَر لَ ُك ٍْمٍ َماٍفِيٍال َّ‬ ‫َو َ‬
‫نٍ‬ ‫اسٍ َم ٍْ‬ ‫اطنَ ٍةًٍ َو ِمنٍٍَالنَّ ِ ٍ‬ ‫ظا ِه َرٍة ًٍ َوبَ ِ‬ ‫ضٍ َوأ َ ْسبَ ٍَغٍ َ‬
‫علَ ْي ُك ٍْمٍ ِنعَ َم ٍهٍُ َ‬ ‫تٍ َو َماٍفِيٍ ْاْل َ ْر ِ ٍ‬ ‫س َم َاوا ٍِ‬ ‫س َّخ ٍَرٍلَ ُك ٍْمٍ َماٍفِيٍال َّ‬ ‫ّللاٍ َ‬
‫نٍ ٍََّ‬ ‫أَلَ ٍْم ت َ َر ْواٍأ َ ٍَّ‬
‫لٍ ِكتَابٍٍ ُمنِيرٍ (‪20‬‬ ‫لٍ ُهدًىٍ َو ٍَ‬ ‫ْرٍ ِع ْلمٍٍ َو ٍَ‬
‫ّللاٍ ِبغَي ٍِ‬‫لٍفِيٍ ٍَِّ‬ ‫يُ َجا ِد ٍُ‬
‫‪Matan hadis sbb:‬‬
‫علَ ْي ٍِهٍ‬ ‫صلَّىٍ ٍَّ‬
‫ّللاٍُ َ‬ ‫ّللاٍُتَعَالَىٍنَ ِبيَّ ٍهٍُ َ‬ ‫ثٍ ٍَّ‬ ‫لٍ ْال َجا ِه ِليَّ ٍِةٍيَأ ْ ُكلُونٍٍَأ َ ْشيَا ٍَءٍ َويَتْ ُر ُكونٍٍَأ َ ْشيَا ٍَءٍتَقَذُّ ًراٍفَبَعَ ٍَ‬ ‫لٍ َكانٍٍَأ َ ْه ٍُ‬ ‫عبَّاسٍٍقَا ٍَ‬ ‫ْنٍ َ‬ ‫نٍاب ٍِ‬ ‫ع ٍْ‬‫َ‬
‫ع ْن ٍهُ ٍفَ ُه ٍَوٍ‬
‫تٍ َ‬‫س َك ٍَ‬ ‫ل ٍفَ ُه ٍَو ٍ َح ََللٍ ٍ َو َما ٍ َح َّر ٍَم ٍفَ ُه ٍَو ٍ َح َرامٍ ٍ َو َما ٍ َ‬ ‫َ‬
‫ل ٍ َح ََللَ ٍهُ ٍ َو َح َّر ٍَم ٍ َح َرا َم ٍهُ ٍفَ َما ٍأ َح ٍَّ‬ ‫َ‬
‫ل ٍ ِكتَابَ ٍهُ ٍ َوأ َح ٍَّ‬ ‫َ‬
‫سل ٍَم ٍ َوأ ْنزَ ٍَ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬ ‫َو‬
‫يٍ ُم َح َّر ًما }‬ ‫يٍ ِإلَ ٍَّ‬ ‫لٍأ َ ِج ٍُدٍ ِفي َماٍأ ُ ِ‬
‫وح ٍَ‬ ‫لٍ ٍَ‬ ‫َل{ٍقُ ٍْ‬ ‫ع ْفوٍٍ َوت َ َ ٍ‬ ‫َ‬

‫‪Lihat, Abû Dâwud, Sulaiman bin al-Asy’ats al-Sijistani, Sunan Abû Dâwud, (Beirut: Dâr al-Fikr,‬‬
‫‪tth.), editor: Muhammad Muhyiddîn Abdul Hamid, juz ke-2, hal. 265.‬‬
Standar kehalalan dinyatakan Allah dengan ungkapan, “halalalan
thayyibaa” sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Baqarah, sbb.:
َ ٍ‫انٍ ِإنَّ ٍهٍُلَ ُك ٍْم‬
)168(ٍ‫عدُوٍٍ ُم ِبين‬ َ ‫ش ْي‬
ٍِ ‫ط‬ َّ ‫تٍال‬ ُ ‫لٍتَت َّ ِبعُواٍ ُخ‬
ٍِ ‫ط َوا‬ َ ٍ‫ل‬
ٍَ ‫ط ِيبًاٍ َو‬ ًٍ ‫ض َح ََل‬ ٍُ َّ‫يَاأَيُّ َهاٍالن‬
ٍ ِ ‫اسٍ ُكلُواٍ ِم َّماٍفِيٍ ْاْل َ ْر‬
Term halalan dalam ayat ke-168 surat al-Baqarah di atas berarti:
jenis makanan yang boleh dikonsumsi dan tidak diharamkan.
Sedangkan term thayyiban berarti semua jenis makanan yang enak
dan bisa dinikmati, serta memberi manfaat bagi manusia karena telah
memenuhi syarat kesehatan (misalnya: gizi, protein, higienis, dll.), tidak
najis, milik sendiri, tidak memabukkan, tidak membawa pengaruh negatif
bagi kesehatan fisik dan psikis, serta diperoleh dengan cara-cara yang halal.

Ali Musthafa Ya’qub, Ma’ayir al-Halal wa al-Haram, (Jakarta: HATTI, 2010), hal. 32-33.
(3) Standar Haram: Jenis Makanan, Minuman, dan
Hewan Haram
Standar untuk menetapkan keharaman makanan, minuman, atau hewan ditentukan
dengan adanya sifat sbb.:
(1) fakhisyah
(2) khabitsah,
(3) al-dlarar,
(4) Al-najasah,
(5) al-iskar,
(6) juz al-jism al-basyari,
(7) al-maitah
(8) dzi naabin wa dzi mihlabin, (
(9) dzubiha linnusub, dll.
Sebagaian ulama menjelaskan jenis-jenis makanan dan minuman yang dihukumi
haram untuk dikonsumsi dengan membuat dua klasifikasi,
pertama haram lidzatihi dan
kedua, haram lighairihi.
3.1. Haram dengan Sendirinya (‫)حرام لذاته‬
1. Darah
2. Babi
3. Hewan yang Menjijikkan (al-Khabaits)
4. Makanan yang Berpotensi Memabukkan (al-Iskar)
Jenis makanan dan minuman yang dikatagorikan haram lidzatihi
berdasarkan ketentuan hadis Nabi Muhammad saw, antara lain:
1. Hewan Buas
2. Hewan Ampibi (al-Barmawi)
3.2. Haram karena Faktor Eksternal (‫)حرام لعارض‬
1. Bangkai
Bangkai yang haram dimakan, semua hewan darat yang mati dengan sendirinya. Kematiannya
juga bukan karena perbuatan manusia dengan sengaja disembelih dengan tata cara yang dibenarkan
syari’at atau karena berburu.. Misalnya hewan yang mati terlindas roda mobil, ditusuk dengan besi,
dipukul dan tercekik, sebagaimana dirinci dalam surat al-Maidah/5:.

Hewan ternak (kambing, sapi, kerbau, unta, dan ayam) hukumnya halal jika disembelih
menurut syari’at Islam, dengan memenuhi syarat-syarat sbb.:
1. Orang yang menyembelih harus beragama Islam.
2. Ketika menyembelih harus membaca basmalah
3. Alat penyembelih harus tajam.
4. Penyembelihan hewan ternak harus memutuskan saluran pernafasan (trachea/ hulqum), saluran
makanan (oeshophagus/marik), dan dua urat nadi (wadajain)-nya.
-----------------------------------------

Yususf al-Qardlawi, Halal Haram, hal.74-77.


Ibn Rusyd, Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid, (Beirut: Dar al-Fikr, 1999), juz I, hal. 328.
2. Makanan yang Najis Atau Terkena Najis
Semua makanan yang najis atau terkena najis (mutanajjis) adalah
haram dikonsumsi. Misalnya telur yang keluar dari hewan yang haram
dimakan dagingnya, atau keluar dari hewan yang halal dimakan dagingnya
tetapi belum keras. Adapun telur yang keluar dari hewan yang halal
dimakan dagingnya dalam keadaan keras, hukumnya halal, meskipun
hewan tersebut sudah mati. Demikian juga susu yang keluar dari hewan
yang haram dimakan dagingnya. Akan tetapi jika keluar dari hewan yang
halal dimakan dagingnya, hukumnya adalah halal.
---------------------------------------------------------------------
• Ath- Thuraiqy, Ahkam al Ath’imah, 1984, hal. 419.
3. Makanan yang Membahayakan Kesehatan Manusia
Semua jenis makanan yang membahayakan kesehatan manusia, baik
berupa nabati maupun hewani, haram dikonsumsi karena salah satu tujuan
mengkonsumsi adalah untuk menjaga kesehatan. Allah berfirman dalam surat al-
Baqarah/2;195, sbb.:
)195(ٍَ‫بٍ ْال ُم ْح ِسنِين‬
ٍُّ ‫ّللاٍيُ ِح‬ ٍَّ ‫لٍت ُ ْلقُواٍ ِبأ َ ْي ِدي ُك ٍْمٍ ِإلَىٍالت َّ ْهلُ َك ٍِةٍ َوأ َ ْح ِسنُواٍ ِإ‬
ٍََّ ٍ‫ن‬ ٍَ ‫ّللاٍ َو‬
ٍَِّ ٍ‫ل‬ َ ٍ‫َوأ َ ْن ِفقُواٍفِي‬
ٍِ ‫س ِبي‬
Dalam konteks kehidupan modern ini, makanan yang jelas-jelas
mengandung bahan berbahaya dan bisa meracuni kesehatan manusia, misalnya
mengandung; borak, formalin, dan sejenisnya hukumnya haram dikonsumsi.
Bahan berbahaya adalah bahan kimia baik dalam bentuk tunggal maupun
campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara
langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat racun, karsinogenik,
teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi.
---------------------------------------------------
Lihat, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 472/Menkes/Per/V/1996 tentang
Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan.
Sekarang ini setidaknya ada 3 (tiga) jenis bahan kimia berbahaya yang sering
disalahgunakan dengan ditambahkannya bahan tersebut pada produk pangan, yaitu:
(1). Rhodamni B dan Methanil Yellow
Rhodamin B adalah pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal merah keunguan dan dalam
larutan akan berwarna merah terang. Rhodamin B biasa digunakan untuk industri tekstil
dan kertas. Rhodamin B dilarang digunakan untuk pewarna pangan. Selain Rhodamin B,
diketemukan Methanil Yellow (kuning metanil), yaitu zat pewarna sintetis berwarna kuning
kecoklatan dan berbentuk padat atau serbuk yang digunakan untuk pewarna tekstil (kain)
dan cat. Methanil Yellow (kadang disingkat: my) dilarang digunakan untuk pangan.
(2). Formalin
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Formalin
biasanya digunakan sebagai bahan perekat untuk kayu lapis dan desinfektan untuk
peralatan rumah sakit, serta untuk pengawet mayat. Formalin dilarang digunakan untuk
pengawet pangan.
(3). Boraks
Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih tidak berbau dan stabil pada suhu dan
tekanan dan tekanan normal. Boraks merupanan senyawa kimia dengan nama natrium
tetraborat. Jika larut dalam air, akan menjadi hidroksida dan asam borat (H2BO). Salah satu
bentuk turunan borak yang sering disalahgunakan untuk pangan adalah bleng. Boraks atau
asam boraks biasanya digunakan untuk bahan pembuat deterjen, mengurangi kesadahan
air dan antiseptik. Boraks dilarang digunakan untuk pangan.
4. Hewan Disembelih untuk Sesaji (Berhala)
Hewan ternak yang disembelih untuk sesaji atau
dipersembahkan kepada makhluk halus, misalnya kerbau yang
disembelih untuk ditanam kepalanya sebagai sesaji kepada dewa tanah
agar melindungi jembatan atau gedung yang akan dibangun, hewan
ternak yang disembelih untuk persembahan Nyai Roro Kidul, dan
sebagainya adalah haram dimakan dagingnya, karena dapat
menimbulkan syirik dan merusak aqidah, sekalipun ketika disembelih
dibacakan basmalah. Allah berfirman dalam surat al-Maidah/5:3 sbb.:
5. Hewan Yang Disembelih Tanpa Membaca Basmalah
Hewan ternak yang disembelih tanpa membaca basmalah adalah
haram dimakan dagingnya kecuali jika lupa. Allah berfirman dalam surat
Al-An’am/6:121.
.... ٍ‫علَ ْي ٍِهٍ َو ِإنَّ ٍهٍُلَ ِف ْسق‬ ٍَِّ ٍ‫لٍتَأ ْ ُكلُواٍ ِم َّماٍلَ ٍْمٍيُ ْذ َك ٍِرٍا ْس ٍُم‬
َ ٍ‫ّللا‬ ٍَ ‫َو‬
121. Dan janganlah kamu memakan hewan-hewan yang tidak disebut
nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang
semacam itu adalah suatu kefasikan.
6. Hewan Pemangsa Kotoran (Jallalah)
Hewan yang memakan kotoran (tinja), baik berupa kambing, sapi, kerbau, ayam, angsa, dll, jenis hewan
semacam ini dilarang dikonsumsi, ditunggangi, dan diambil susunya. Nabi Muhammad saw mengingatkan dalam salah satu
sabdanya:
‫لٍ ْال َج ََّللَ ٍِةٍ َوأ َ ْلبَا ِن َها‬
ٍِ ‫نٍأ َ ْك‬ َ ٍ‫سلَّ ٍَم‬
ٍْ ‫ع‬ َ ‫علَ ْي ٍِهٍ َو‬ ٍَّ ٍ‫صلَّى‬
َ ٍُ‫ّللا‬ ٍَِّ ٍ‫ل‬
َ ٍ‫ّللا‬ ٍُ ‫سو‬ ٍَ ‫ع َم ٍَرٍقَا‬
ُ ‫لٍنَ َهىٍ َر‬ ُ ٍ‫ْن‬ ٍْ ‫ع‬
ٍِ ‫نٍاب‬ َ
Diriwayatkan dari Ibn Umar, Rasulullah saw melarang mengkonsumsi susu dan hewan pemakan kotoran.

7. Makanan yang Dikonsumsi Berlebihan


Meskipun semua makanan dan minuman yang ada di dunia diperuntukkan manusia, tetapi Allah mengingatkan
mereka agar mengkonsumsi sesuai kebutuhan dan tidak berlebih-lebihan (berfoya-foya). Jika manusia selalu
mengkonsumsi secara berlebih-lebihan, akibatnya dapat merugikan orang lain, di samping menimbulkan pelbagai macam
penyakit. Banyak sekali penyakit yang ditimbulkan makanan dan minuman yang dikonsumsi secara berlebihan.
Sehubungan dengan hal itu, Allah SWT mengharamkan manusia mengkonsumsinya secara berlebihan atau berbuat
mubadzir sebagaimana yang banyak terjadi dalam pesta. Allah menyatakan dalam surat al-A’raf/7:11 dan al-Isra’/17:26.
--------------------------------------------------------

Imam al-Ghazali, Benang Tipis Antara Halal Dan Haram, (Surabaya: Putera Pelajar, 2002), hal. 118-119. Kalau hewan itu
sudah dikurung dan diberi makanan halal, dia berubah menjadi halal untuk dikonsumsi.
Abi Dawud, Sunan Abi Dawud, (Beirut: Dar al-Fikr, 1999), no. 3291.
8. Makanan yang Diperoleh dengan Cara Haram
Pada dasarnya semua makanan yang ada di muka bumi ini halal
dikonsumsi sepanjang tidak berbahaya bagi fisik dan psikis, dimiliki sendiri,
serta diperoleh dengan cara-cara yang halal. Sebaliknya, makanan atau
minuman itu dapat berubah menjadi haram, jika diperoleh dengan cara
yang diharamkan Allah SWT. Misalnya, makanan hasil curian, dibeli dari
uang hasil korupsi, manipulasi, riba (rentenir), perjudian, pelacuran, dan
sebagainya. Allah berfirman dalam surat al-Baqarah/2:188.
ٍ‫اْلثْ ٍِم ٍ َوأ َ ْنت ٍُْم‬
ِ ْ ‫اس ٍ ِب‬ ٍْ ‫ام ٍ ِلتَأ ْ ُكلُوا ٍفَ ِريقًا ٍ ِم‬
ٍِ ‫ن ٍأ َ ْم َوا‬
ٍ ِ َّ‫ل ٍالن‬ ٍِ ‫ل ٍ َوت ُ ْدلُوا ٍ ِب َها ٍإِلَى ٍ ْال ُح َّك‬ ِ َ‫ل ٍتَأ ْ ُكلُوا ٍأ َ ْم َوالَ ُك ٍْم ٍبَ ْينَ ُك ٍْم ٍ ِب ْالب‬
ٍِ ‫اط‬ ٍَ ‫َو‬
)188(‫ون‬ ٍَ ‫ت َ ْعلَ ُم‬
(4). Dampak Negatif Konsumsi Makanan dan
Minuman Haram
Makanan dan minuman haram mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan manusia, baik
di dunia maupun di akhirat, sbb.:
1. Mempengaruhi pertumbuhan fisik dan kecerdasan akal
2. Mempengaruhi sifat dan mendorong perilaku tertentu
3. Mempengaruhi anak-anak yang akan dilahirkan
4. Mempengaruhi ditolaknya amal ibadah dan do’a
5. Mempengaruhi nasib di akhirat.
Nabi Muhammad saw bersabda,
ٍ‫ّللا ٍأ َ َم ٍَر ٍ ْال ُمؤْ ِمنِينٍَ ٍبِ َما ٍأ َ َم ٍَر ٍبِ ٍِه‬ َ ٍ‫ل‬
ٍَّ ‫طيِبًا ٍ َو ِإ‬
ٍََّ ٍ ‫ن‬ ٍُ َ‫ل ٍيَ ْقب‬
ٍَّ ‫ل ٍ ِإ‬ ٍَ ٍ ٍ‫طيِب‬َ ٍ َ‫ّللا‬
ٍَّ ٍ ‫ن‬ ٍُ َّ‫سلَّ ٍَم ٍأَيُّ َها ٍالن‬
ٍَّ ‫اس ٍ ِإ‬ َ ‫علَ ْي ٍِه ٍ َو‬ ٍَّ ٍ ‫صلَّى‬
َ ٍ ُ‫ّللا‬ َ ٍَِّ ٍ ‫ل‬
ٍ ‫ّللا‬ ٍُ ‫سو‬ ُ ‫ل ٍ َر‬ ٍَ ‫ل ٍقَا‬ ٍَ ‫عن ٍأَبِي ٍ ُه َري َْرٍة َ ٍقَا‬ ٍْ
ٍ‫ت ٍ َما‬ ٍِ ‫ط ِيبَا‬ َ ٍ‫ن‬ ٍْ ‫ل ٍيَا ٍأَيُّ َها ٍالَّذِينٍَ ٍآ َمنُوا ٍ ُكلُوا ٍ ِم‬ ٍَ ‫ع ِليمٍ ٍ َوقَا‬ َ ٍ ٍَ‫صا ِل ًحا ٍ ِإنِي ٍ ِب َما ٍت َ ْع َملُون‬َ ٍ ‫ت ٍ َوا ْع َملُوا‬ َّ ٍ ‫ن‬
ٍِ ‫الط ِيبَا‬ ٍْ ‫ل ٍ ُكلُوا ٍ ِم‬ ٍُ ‫س‬ ُّ ٍ ‫ل {يَا ٍأَيُّ َها‬
ُ ‫الر‬ ٍَ ‫س ِلينٍَ ٍفَقَا‬َ ‫ْال ُم ْر‬
ٍ‫ِي‬
ٍَ ‫غذ‬ ُ ‫س ٍهٍُ َح َرامٍٍ َو‬ ُ َ‫طعَ ُم ٍهٍُ َح َرامٍٍ َو َم ْش َربُ ٍهٍُ َح َرامٍٍ َو َم ْلب‬ ْ ‫بٍ َو َم‬ ٍِ ‫بٍيَاٍ َر‬ٍِ ‫اءٍيَاٍ َر‬ َّ ‫ثٍأ َ ْغبَ ٍَرٍيَ ُم ٍُّدٍيَ َد ْي ٍِهٍ ِإلَىٍال‬
ٍِ ‫س َم‬ ٍَ َ‫سفَ ٍَرٍأ َ ْشع‬ َّ ‫لٍال‬ ٍُ ‫لٍيُ ِطي‬ ٍَ ‫الر ُج‬ َّ ٍ‫َرزَ ْقنَا ُك ٍْم} ٍث ٍَُّمٍ َذ َك ٍَر‬
ٍُ ‫امٍفَأَنَّىٍيُ ْست َ َج‬
ٍَ ‫ابٍ ِلذَ ِل‬
‫ك‬ ٍِ ‫ِب ْال َح َر‬
Lihat, Muslim bin Hajjâj, Shahîh Muslim, (Beirut: Dâr Ihyâ’ Turâts ‘Arabi, tth)., juz ke-5, hal.192.

--------------------------------------------------------------
Ma’ruf Amin, Fatwa Produk Halal, (Jakarta:Pustaka Jurnal halal, 2010), hal. 20-32.
3. Penutup
Batasan halal yang luas ini memberikan gambaran betapa
pentingnya konsep halal diterapkan dalam kehidupan. Mengkonsumsi
makanan atau minuman halal adalah suatu keharusan. Standarisasi
halal yang ditetapkan Allah SWT memberi kesan yang besar kepada diri,
keluarga, masyarakat, dan Negara. Individu yang patuh kepada perintah
dan larangan Allah, pasti akan menjadi individu yang amanah kepada
tugasnya. Mereka yang amanah sudah pasti mencapai hasil kerja yang
berkualitas dan mendapatkan ketenangan lahir maupun batin.
• WALLAHU A’LAM

Anda mungkin juga menyukai