TESIS
Untuk memenuhi Sebagian persyaratan
Mencapai derajat Magister S-2 Teknik Sipil
Oleh :
I2I016024
Diajukan oleh:
1. Pembimbing Utama
2. Pembimbing Pendamping
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Mataram
Diajukan oleh:
1. Penguji I
2. Penguji II
3. Penguji III
Akmaluddin,S.T., M.Sc(Eng).,PhD.
NIP. 19681231 199412 1 001
v
INTISARI
Bencana Gempa bumi yang terjadi berturut-turut dari Bulan Juli 2018 sampai pada
akhir Agustus 2018 tidak hanya menimbulkan korban harta dan korban jiwa, tetapi
juga menimbulkan kerusakan Bangunan Gedung di banyak tempat. Salah satu
Bangunan Gedung yang mengalami kerusakan adalah Bangunan Gedung Tempat
Evakuasi Sementara (TES) Bangsal yang berada di Kecamatan Pemenang
Kabupaten Lombok Utara. Pasca Gempa Bumi 7.0 SR pada tanggal 5 Agustus
2018, gedung TES mengalami kerusakan sehingga masyarakat tidak bisa
dievakuasi ke gedung tersebut dan memilih untuk evakuasi ke bukit/dataran tinggi
karena adanya peringatan dini tsunami dari BMKG. Oleh sebab adanya kerusakan
tersebut, diperlukan adanya analisa mengenai penyebab terjadinya kerusakan
bangunan akibat gempa bumi. Setelah mendapatkan data-data bangunan Gedung
TES Bangsal dilakukan evaluasi kelaikan struktur bangunan dengan melakukan
pengamatan secara visual (Visual Check), baik dengan mata telanjang maupun
dengan bantuan kamera dan pemeriksaaan kerusakaannya, khususnya retak-retak.
Investigasi cacat struktur yang lain dan dilakukan uji sample Hammer Test di
beberapa titik kolom bangunan. Hasil dari evaluasi kelaikan bangunan didapat
bahwa Gedung TES Bangsal mengalami kerusakan tingkat sedang, dengan adanya
kerusakan berupa retak geser di beberapa kolom dan balok (struktural) dan
rubuhnya tangga, dinding dan ramp (Non Struktural) di Lantai 1 dan Lantai 2
bangunan. Sehingga bangunan Gedung TES Bangsal tidak perlu di runtuhkan dan
di rekomendasikan perbaikan dengan Metode Concrete Jacketing pada kolom
bangunan.Berdasarkan hasil analisa struktur kolom bangunan dengan kondisi
sebelum dan sesudah di jacketing terjadi peningkatan gaya aksial sebesar 12.6 %.
Metode perbaikan jacketing kolom dilakukan dengan menambah jumlah tulangan
dan sengkang di luar kolom beton dengan menambah tulangan 12 mm, sengkang 8
mm, jarak antar tulangan Sengkang 100 mm dan tebal selimut beton 100 mm.
Kata kunci: Gempa Lombok 2018, Evaluasi Kelaikan Struktur, Metode Concrete
Jacketing, Gedung Tempat Evakuasi Sementara, Hammer Test.
vi
ABSTRACT
Earthquakes that occurred consecutively from July 2018 to the end of August 2018
not only caused casualties and fatalities, but also caused damage to buildings in
many places. One of the buildings that was damaged was the Temporary Evacuation
Place (TES) Bangsal building in Pemenang District, North Lombok Regency. After
the 7.0 SR Earthquake on August 5, 2018, the TES building was damaged so that
the community could not be evacuated to the building and chose to evacuate to the
hills / highlands due to a tsunami early warning from BMKG. Because of the
damage, it is necessary to analyze the causes of building damage due to the
earthquake. After obtaining the building data for the TES Bangsal Building, an
evaluation of the feasibility of the building structure was carried out by making a
visual check, either with the naked eye or with the aid of a camera and checking for
damage, especially for cracks. Other structural defect investigations and hammer
test samples were carried out at several points of the building column. The results
of the building feasibility evaluation showed that the TES Bangsal Building
suffered moderate level damage, with damage in the form of shear cracks in several
columns and beams (structural) and the collapse of stairs, walls and ramps (non-
structural) on the 1st and 2nd floor of the building. So that the TES Bangsal building
does not need to be collapsed and it is recommended to repair it with the Concrete
Jacketing Method on the building column. Based on the analysis of the building
column structure with conditions before and after jacketing there is an increase in
axial force by 12.6 %. The repair method of column jacketing is done by increasing
the number of reinforcement and stirrups outside the concrete column by adding 12
mm of reinforcement, 8 mm of stirrup, 100 mm of spacing between stirrups and
100 mm of thick concrete covers.
Keywords: 2018 Lombok Earthquake, Structural Feasibility Evaluation, Concrete
Jacketing Method, Temporary Evacuation Place Building, Hammer Test.
vii
PRAKATA
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan kajian judul tesis ini masih
jauh dari kesempurnaan. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan tesis tersebut.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA PENGUJI .............................. iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ............................................ iv
INTISARI .............................................................................................. v
ABSTRACT ........................................................................................... vi
PRAKATA ............................................................................................ vii
DAFTAR ISI ......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. ix
DAFTAR TABEL ................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Gedung Tempat Evakuasi Sementara (TES)
di Bangsal, Pemenang, Kecamatan Lombok Utara .... 2
Gambar 2.1 Tampak atas Kolom dengan perkuatan
Concrete Jacketing ..................................................... 20
Gambar 3.1 Peta Kabupaten Lombok Utara ................................. 22
Gambar 3.2 Gambar Potongan Memanjang Bangunan Tempat
Evakuasi Sementara (TES) Bangsal, Pemenang,
Lombok Utara ............................................................. 23
Gambar 3.3 Gambar Potongan Melintang Bangunan Tempat
Evakuasi Sementara (TES) Bangsal, Pemenang,
Lombok Utara ............................................................. 24
Gambar 3.4 Site Plan Bangunan Tempat Evakuasi Sementara ...... 25
Gambar 3.5 Diagram Alur Penelitian ............................................. 28
Gambar 3.6 Grafik pembacaan Schmidt Rebound Hammer Test ... 29
Gambar 3.7 Peralatan Schmidt Rebound Hammer Test ................. 30
Gambar 3.8 Variasi ∅ dengan regangan tarik neto dalam baja tarik
terluar, 𝜀t, dan c/dt untuk tulangan Mutu 420
dan untuk baja prategang ............................................ 32
Gambar 3.9 Detail Penjangkaran (Sumber: Okakpu, 2013) ........... 35
Gambar 3.10 Detail Penjangkaran (Sumber: Okakpu, 2013) ........... 36
Gambar 4.1 Kerusakan Struktural yang terlihat pada elemen
kolom lantai I pada bangunan TES Bangsal
(Sumber : Survey lapangan, 2018) ............................. 38
Gambar 4.2 Kerusakan Struktural yang terlihat pada elemen
balok pada bangunan TES Bangsal
(Sumber : Survey lapangan, 2018) ............................. 39
Gambar 4.3 Kerusakan Struktural yang terlihat pada elemen
plat pada bangunan TES Bangsal
(Sumber : Survey lapangan, 2018) ............................. 40
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN
TEORI
1. Tumbukan antar material pada rotasi Nebula (awan, gas, hidrogen, helium,
debu, dan material-material lainnya)
2. Proses memadatnya/menyusutnya bumi karena adanya gaya gravitasi,
sebagaimana diketahui bahwa tekanan batuan akibat gaya gravitasi akan
menimbulkan panas.
3. Reaksi kimia akibat disintegrasi zat-zat radioactive seperti uranium dan
thorium yang ada didalam bumi. Reaksi kimia atas zat-zat radioactive
tersebut telah berlangsung milyaran tahun sehingga mengakibatkan
akumulasi panas.
c. Material Bumi
Material bumi yang besar biasanya cenderung tenggelam dalam inti bumi
dan menyimpan panas yang besar, akibat dari kejadian tersebut adalah
adanya panas yang akan menimbulkan gerakan.
d. Aktifitas meletusnya Gunung Berapi (Volcanic Eruption)
Letusan gunung berapi juga dapat mengakibatkan gempa bumi,
sebagaimana jika pada kedalam lebih dari 250 km suhu batuan sudah
mencapai 1400° C, maka pada suhu tersebut batuan akan meleleh yang akan
terjadi lapisan astherosphere dan lithospher relatif lemah yang
memungkinkan adanya retakan-retakan atau pecahan-pecahan pada daerah
tersebut, peristiwa tersebut magma dapat muncul keatas membuat daerah
retakan-retakan menjadi ikut leleh dan bercampur dengan magma yang
akhirnya mencapai permukaan tanah dan terjadilah lava, aktifitas naiknya
atau munculnya magma kepermukaan secara lambat dan cepat ataupun
dinamik fluktuatif itulah yang akan mengakibatkan getaran tanah sebagai
volcanic earthquake atau gempa vulkanik.
b. Lokasi kejadian tertentu atau random tidak mengenal tempat kejadian, dan
biasanya terjadi diwilayah patahan dan juga jalur sesar tanah.
c. Akibatnya gempa bumi yang berlangsung akan menimbulkan bencana
alam.
d. Gempa bumi berpotensi terulang lagi atau biasa disebut kala ulang dalam
gempa bumi yang menunjukan rentang waktu antara satu gempa dengan
gempa berikutnya yang memiliki skala yang sama.
e. Bencana gempa bumi sampai sekarang belum bisa diprediksi kapan dan
dimana akan terjadi gempa bumi.
f. Bencana gempa bumi tidak dapat dicegah, namun bencana yang timbul
akibat gempa bumi dapat dikurangi.
Dari beberapa kerugian akibat gempa bumi, perlu adanya indikasi dan
konklusi agar meminimalisir banyaknya korban dari bencana gempa bumi. Adanya
perencanaan struktur adalah untuk mengurangi dampak dari keruntuhan struktur
dan dampak dari gempa bumi yang besar seperti kerusakan struktur, kebakaran
struktur, dan kehilangan konstruksi. Untuk mengetahui ukuran gempa bumi
dijelasin dalam skala MMI (Modified Mercalli Intensity), menurut BMKG Skala
MMI adalah satuan untuk mengukur kekuatan gempa bumi. Satuan ini diciptakan
oleh seorang vulkanologis dari Italia yang bernama Giuseppe Mercalli pada tahun
1902. Skala Mercalli terbagi menjadi 12 pecahan berdasarkan informasi dari orang-
orang yang selamat dari gempa tersebut dan juga dengan melihat serta
membandingkan tingkat kerusakan akibat gempa bumi tersebut. Oleh itu skala
Mercalli adalah sangat subjektif dan kurang tepat dibanding dengan perhitungan
magnitudo gempa yang lain. Oleh karena itu, saat ini penggunaan Skala Richter
lebih luas digunakan untuk untuk mengukur kekuatan gempa bumi. Tetapi skala
Mercalli yang dimodifikasi, pada tahun 1931 oleh ahli seismologi Harry Wood dan
Frank Neumann masih sering digunakan terutama apabila tidak terdapat peralatan
seismometer yang dapat mengukur kekuatan gempa bumi di tempat kejadian.
Dalam mengukur gempa diatur dalam Tabel 2.1
Tabel 2.1 Skala intensitas gempa bumi (BMKG, 2016)
Skala MMI Keterangan
jika konstruksi bangunan kurang baik maka bangunan maka terjadi retak-
retak, dinding roboh dan menyebabkan air menjadi keruh.
IX Jika bangunan dengan konstruksi yang kuat kerusakan yang terjadi ringan
jika konstruksi bangunan kurang baik maka bangunan maka terjadi retak-
retak, dinding roboh dan menyebabkan air menjadi keruh. Monumen-
monumen roboh, bisa dirasakan orang yang naik kendaraan.
X Rumah roboh, tetapi masih banyak yang berdiri, kerangka rel kereta api
melengkung, terjadi tanah longsor didaerah sungai-sungai atau ditanah
yang curam.
XI Rumah roboh dan sedikit yang berdiri hanya bangunan yang tahan gempa,
rel melengkung, jembatan bisa roboh atau rusak.
XII Jenis banguna hancur rata, gelombang tsunami kedaratan, barang-barang
akan terlempar, langit gelap.
a. Kerusakan bangunan bawah atau soft story, biasanya terjadi pada bangunan
lebih dari satu lantai, lunaknya bangunan dibagian bawah menyebabkan
bangunan langsung roboh atau bisa dikatakan bangunan lantai bawah lebih
getas dari pada bangunan atasnya yang lebih kaku, banyak peristiwa gempa
bumi yang terjadi kerusakan bangunan atas baik-baik saja, akan tetapi
bangunan bawah rata dengan tanah, namun ada juga kerusakan soft story
pada bagian tengah bangunan dan bagian lantai tiga tetap kaku atau kokoh.
b. Detail bangunan yang kurang tepat, banyak bangunan berlantai lebih dari
satu tidak memahami sejarah terjadinya gempa bumi, misalkan kolom yang
didesign tidak boleh hancur terlebih dahulu dibandingkan dengan bangunan
non-struktur, namun banyak keruntuhan terjadi akibat kolom yang tidak
12
Bab II. Kajian Pustaka dan Landasan Teori
bisa menahan beban terlebih dahulu, seperti yang dikatakan dalam SNI
Beton 2002 yang menyebutkan bahwa diameter minimum suatu tulangan
kolom sengkang bangunan adalah 10 mm, tulangan tersebut haruslah ulir,
walaupun diperboleh polos alangkah baiknya digunakan tulangan ulir.
c. Kerusakan bangunan non-struktur, biasanya dinding bangunan yang roboh
karena tidak terikat dengan baik. Ikatan dinding bata ke kolom beton atau
bangunan beton tidak kuat sehingga bata tidak bisa menahan beban gempa.
d. Kerusakan selanjutnya adalah mutu beton yang kurang pas, dari beberapa
kejadian gempa bumi ada beberapa bangunan yang tulangan utama,
tulangan sengkang masih terlihat masih dalam kondisi baik, namun beton
hancur lebur. Hal ini dilihat dari kualitas mutu beton yang kurang baik atau
jelek.
c. Analisa Model
Dilakukan untuk menguji daya dukung struktur, baik untuk seluruh atau
sebagian bangunan gedung, khusuanya untuk bangunan yang mengalami
perubahan fungsi atau tata letak ruangan, atau setelah terjadi bencana alam,
dengan cara:
• Analisa struktur statis, untuk bangunan dengan konfigurasi beraturan
dan/atau bangunan yang tingginya kurang dari 40 meter.
• Analisa dinamik, untuk bangunan dengan konfigurasi tidak beraturan
dan/atau bangunan yang tingginya lebih dari 40 meter.
d. Uji Beban
• Bilamana analisa model dianggap masih kurang memadai atau diinginkan
mengukur kekuatan dan kekakuan komponen struktur dan/atau keseluruhan
struktur secara langsung, maka dilakukan pemeriksaan dengan metode
pembebanan.
• Beban uji dapat berupa beban titik atau beban merata.
• Rincian tahapan uji beban mengikuti SNI-03-2847-1992 tentang
• Evaluasi Kekuatan dari Struktur yang Telah Berdiri.
15
Bab II. Kajian Pustaka dan Landasan Teori
Tabel 2.3 Form Penilaian Kerusakan Bangunan sesuai Permen PU No16 Tahun
2010
LEMBAR 1
PEMERIKSAAN KERUSAKAN BANGUNAN (Diringkas dari Permen 16/PRT/M/2010)
I NAMA BANGUNAN TGL PEMERIKSAAN TINGKAT KERUSAKAN
1 ALAMAT
2 PEMILIK BANGUNAN
3 FUNGSI BANGUNAN
4 JENIS STRUKTUR
2.3 Kolom
Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame)struktural yang
memikul beban dari balok. Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke
elevasi yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui pondasi.
Karena kolom merupakan komponen tekan, maka keruntuhan pada satu
kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan collapse(runtuh) lantai
yang bersangkutan dan juga runtuh batas total (ultimit total collapse) seluruh
strukturnya. Keruntuhan kolom struktural merupakan hal yang sangat berarti
ditinjau dari segi ekonomis maupun segi manusiawi. Oleh karena itu, dalam
merencanakan kolom perlu lebih waspada, yaitu dengan memberikan
kekuatan cadangan yang lebih tinggi daripada yang dilakukan pada balok
dan elemen struktural horizontal lainnya, terlebih lagi karena keruntuhan
tekan tidak memberikan peringatan awal yang cukup jelas.
Kolom bersengkang merupakan jenis yang paling banyak digunakan karena
murahnya harga pembuatannya. Sekalipun demikian, kolom segiempat maupun
bundar dengan tulangan berbentuk spiral kadang-kadang digunakan juga,
terutama apabila diperlukan daktilitas kolom yang cukup tinggi seperti pada
daerah-daerah gempa. Kemampuan kolom berspiral untuk menahan beban
maksimum pada deformasi besar mencegah terjadinya collapse pada struktur
secara keseluruhan sebelum terjadinya redistribusi total momen dan tegangan
selesai.
pertambahan batas daripada kekuatan dan duktilitas beton, dan keuntungan kedua,
bahwasannya jacket dalam melindungi dari kerusakan fragment dan struktur yang
diperbaiki memiliki kemampuan dalam menerima beban, karena jacket dapat
mengurangi kegagalan geser langsung (direct shear), namun dapat juga
menyediakan peningkatan kapasitas struktur itu sendiri. Agar perkuatan concrete
jacketing ini dapat bekerja secara maksimal, maka ada beberapa spesifikasi
minimum yang harus dipenuhi. Menurut dokumen CED 39 (7428), spesifikasi
minimum yang harus dipenuhi antara lain :
a. Mutu beton pembungkus yang harus lebih besar atau sama dari mutu beton
existing.
b. Untuk kolom yang tulangan longitudinal tambahan tidak dibutuhkan,
minimum harus diberikan tulangan 12 mm di keempat ujungnya dengan
sengkang 8 mm.
c. Minimum tebal jacketing 100 mm
d. Diameter tulangan sengkang minimum 8 mm tidak boleh kurang 1/3
tulangan longitudinal.
e. Jarak maksimal tulangan sengkang pada daerah ¼ bentang adalah 100 mm,
dan jarak vertikal antar tulangan sengkang tidak boleh melebihi 100 mm.
a. Kelebihan
1) Mampu meningkatkan daktalitas struktur dan kekuatan struktur (kapasitas
aksial, kapasitas lentur, dan kemampuan geser).
2) Mampu menambah kekakuan struktur.
3) Mampu meningkatkan stabilitas Struktur.
4) Biaya lebih ekonomis dibandingkan metode perkuatan lainnya.
b. Kekurangan
1) Ukuran kolom setelah dipasang perkuatan akan menjadi lebih besar
sehingga akan mengurangi ruang kosong yang ada.
2) Jika penempatan concrete jacketing ini tidak perhatikan dengan baik maka
dapat menyebabkan kekakuan yang tidak merata.
3) Kemampuan kapasitas dari concrete jacketing lebih rendah dibandingkan
perkuatan dengan steel jacketing, CFRP, GFRP, AFRP.
22
Bab III. Metodologi Penelitian
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi penelitian
Gambar 3.2 Gambar Potongan Memanjang Bangunan Tempat Evakuasi Sementara (TES) Bangsal, Pemenang, Lombok Utara
24
Bab III. Metodologi Penelitian
Gambar 3.4 Site Plan Bangunan Tempat Evakuasi Sementara (TES) Bangsal,
Pemenang, Lombok Utara
maka digunakan juga data condition drawing dan hasil data pengujian
lapangan maupun laboratorium yang didapatkan pada tahapan kegiatan
sebelumnya.
Gambar 3.6 Grafik pembacaan Schmidt Rebound Hammer Test (Sumber : ACI
Committee 228 Report, 2003)
Cara pengujian dengan alat Hammer Test ini telah diatur dalam British
Standart Bab 4 dan SNI 03-4430-1997. Selain dilengkapi dengan jarum penunjuk,
alat ini juga dapat dipasang alat perekam otomatis faktor kekerasan permukaan
beton yang diuji. Perlu diperhatikan, bila pengujian dilakukan dengan sudut
tertentu, maka hasil pembacaan harus diberi faktor koreksi, karena lapangan, seperti
yang diberikan pada Tabel 3.1. berikut ini.
30
Bab III. Metodologi Penelitian
Gambar 3.8 – Variasi ∅ dengan regangan tarik neto dalam baja tarik terluar, 𝜀t,
dan c/dt untuk tulangan Mutu 420 dan untuk baja prategang
• Geser dan torsi = 0.75
• Tumpuan pada beton (kecuali untuk daerah angkur pasca tarik dan
model strat dan pengikat = 0.65
• Daerah angkur pasca Tarik = 0.85
33
Bab III. Metodologi Penelitian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 4.1 Kerusakan structural yang terlihat pada elemen kolom lantai pada
bangunan TES Bangsal. (Sumber: Survey Lapangan, 2018)
B. Balok
Seperti yang terlihat pada gambar 4.2, dari luar bangunan terlihat kolom lantai
II mengalami retak-retak berupa retak geser dipertemuan antara kolom dengan
balok. Seseperti yang terlihat juga pada pada gambar 4.2, bahwa retak geser
berbentuk garis persis dipertemuan dengan kolom bangunan tersebut juga
terlihat dari arah dalam bangunan gedung.
39
Bab IV. Pembahasan
Gambar 4.2 Kerusakan structural yang terlihat pada elemen balok pada bangunan
TES Bangsal. (Sumber:Survey Lapangan, 2018)
C. Plat
Secara visual tidak terjadi kerusakan yang sangat structural pada plat lantai 1,
kondisi plat lantai masih dalam kondisi baik, tidak terjadi pergeseran pada plat
dan tidak ada retakan pada plat. Untuk di lantai 2 dan lantai atap kondisi plat
beton diperkirakan sama seperti di lantai 1.
40
Bab IV. Pembahasan
Gambar 4.3 Kerusakan structural yang terlihat pada elemen plat pada bangunan
TES Bangsal. (Sumber:Survey Lapangan, 2018)
Gambar 4.4 Denah Kolom LT. dasar, yang dilingkari merah merupakan sample
kolom yang dilakukan uji hammer test beton
Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan / Test Uji Beton Dengan Menggunakan Alat
Hammer Test (Sample 1)
PEMBACAAN σ bi
No. SUDUT PERHITUNGAN
2
HORIZONTAL ( KG/cm )
1 22 126
2 20 101 N = 8
3 24 152
2
4 26 180 ∑ X = 1285 kg/cm
5 28 210
6 28 210 σ bm = 160.63 kg/cm2
7 22 126 Kesimpulan :
8 26 180 σ bm 160.63 kg/Cm2 < K 250 kg/cm2
(Tidak Memenuhi syarat mutu yang direncanakan)
Dari sample 1 Kolom beton diperoleh nilai Rata-rata sebesar 160.63 kg/cm2, terjadi
penurunan sebesar 35.75 %.
Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan / Test Uji Beton Dengan Menggunakan Alat
Hammer Test (Sample 2)
PEMBACAAN σ bi
No. SUDUT PERHITUNGAN
HORIZONTAL ( kg/cm2 )
1 26 180
2 34 307 N = 8
3 40 413
2
4 28 210 ∑ X = 2495 kg/cm
5 44 488
6 32 274 σ bm = 311.88 kg/cm2
7 40 413 Kesimpulan :
8 28 210 σ bm 311.88 kg/cm2 > K 250 kg/cm2
( Memenuhi syarat mutu yang direncanakan)
Dari sample Kolom kedua beton diperoleh nilai Rata-rata sebesar 311.88 kg/cm2,
mutu beton memenuhi syarat yang direncanakan.
Tabel 4.3. Hasil Pemeriksaan / Test Uji Beton Dengan Menggunakan Alat
Hammer Test (Sample 3)
43
Bab IV. Pembahasan
PEMBACAAN σ bi
No. SUDUT PERHITUNGAN
HORIZONTAL ( kg/cm2 )
1 24 152
2 22 126 N = 8
3 28 210
2
4 24 152 ∑ X = 1332 kg/cm
5 26 180
6 26 180 σ bm = 166.50 kg/cm2
7 26 180 Kesimpulan :
8 24 152 σ bm 166.50 kg/Cm2 < K 250 kg/cm2
( Tidak Memenuhi syarat mutu yang direncanakan)
Dari sample Kolom ketiga beton diperoleh nilai Rata-rata sebesar 166.50 kg/cm2,
terjadi penurunan sebesar 33.40 %.
Tabel 4.4. Hasil Pemeriksaan / Test Uji Beton Dengan Menggunakan Alat
Hammer Test (Sample 4)
PEMBACAAN σ bi
No. SUDUT PERHITUNGAN
HORIZONTAL ( kg/cm2 )
1 32 274
2 28 210 N = 8
3 28 210
4 24 152 ∑ X = 1352 kg/cm2
5 20 101
6 24 152 σ bm = 169.00 kg/cm2
7 24 152 Kesimpulan :
8 20 101 σ bm 169.0 kg/cm2 < K 250 kg/cm2
(Tidak Memenuhi syarat mutu yang direncanakan)
Dari sample Kolom keempat beton diperoleh nilai Rata-rata sebesar 169.0 kg/cm2,
terjadi penurunan sebesar 32.4 %.
Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan / Test Uji Beton Dengan Menggunakan Alat
Hammer Test (Sample 5)
44
Bab IV. Pembahasan
PEMBACAAN σ bi
No. SUDUT PERHITUNGAN
HORIZONTAL ( kg/cm2 )
1 24 152
2 22 126 N = 8
3 22 126
4 24 152 ∑ X = 1141 kg/cm2
5 26 180
6 24 152 σ bm = 142.63 kg/cm2
7 20 101 Kesimpulan :
8 24 152 σ bm 142.63 kg/cm2 < K 250 kg/cm2
(Tidak Memenuhi syarat mutu yang direncanakan)
Dari sample Kolom kelima beton diperoleh nilai Rata-rata sebesar 142.63 kg/cm2,
terjadi penurunan sebesar 42.95 %.
Gambar 4.6 Gedung Tempat Evakuasi Sementara sebelum rusak akibat gempa
(Sumber ; Dokumentasi lapangan, 2014)
Gambar 4.8 Kerusakan non struktur pada Tangga pada bangunan TES Bangsal.
(Sumber:Survey Lapangan, 2018)
Pada gambar 4.6 diatas, terlihat bahwa elemen tangga mengalami gagal
konstruksi akibat gempa yang diduga karena adanya kesalahan dalam metode
pekerjaan yang tidak sesuai dengan spek yang direncanakan. Hal ini bisa dilihat
pada besi dudukan tangga yang hanya menempel pada balok disebelahnya.
Design Pu Design Mu2 Design Mu3 Minimum M2 Minimum M3 Rebar % Capacity Ratio
kN kN-m kN-m kN-m kN-m % Unitless
1806.944 176.052 209.1966 81.7461 81.7461 2.52 0.171
Diameter tulangan, D= 25 mm
54
Bab IV. Pembahasan
Modulus elastis baja, Es = 2.E+05
f = 0.80 untuk Pn = 0
= 2* / n = 0.157
No Luas masing-masing tulangan Jarak tul. thd. pusat tampang mm Jarak tul.thd.sisi beton mm
1 As1 = 1/n * A s = 491 mm2 x 1 = ( D/2 - ds ) = 400 d1 = D/2 + x 1 = 900.0
2 As2 = 2/n * A s = 982 mm2 x 2 = ( D/2 - ds ) * cos () = 395 d2 = D/2 + x 2 = 895.1
3 As3 = 2/n * A s = 982 mm2 x 3 = ( D/2 - ds ) * cos (2*) = 380 d3 = D/2 + x 3 = 880.4
4 As4 = 2/n * A s = 982 mm2 x 4 = ( D/2 - ds ) * cos (3*) = 356 d4 = D/2 + x 4 = 856.4
5 As5 = 2/n * A s = 982 mm2 x 5 = ( D/2 - ds ) * cos (4*) = 324 d5 = D/2 + x 5 = 823.6
6 As6 = 2/n * A s = 982 mm2 x 6 = ( D/2 - ds ) * cos (5*) = 283 d6 = D/2 + x 6 = 782.8
7 As7 = 2/n * A s = 982 mm2 x 7 = ( D/2 - ds ) * cos (6*) = 235 d7 = D/2 + x 7 = 735.1
8 As8 = 2/n * A s = 982 mm2 x 8 = ( D/2 - ds ) * cos (7*) = 182 d8 = D/2 + x 8 = 681.6
9 As9 = 2/n * A s = 982 mm2 x 9 = ( D/2 - ds ) * cos (8*) = 124 d9 = D/2 + x 9 = 623.6
10 As10 = 1/n * A s = 491 mm2 x 10 = ( D/2 - ds ) * cos (9*) = 63 d10 = D/2 + x 10 = 562.6
As = 8836 mm2
= 7850 mm2
Menghitung luas tulangan longitudinal ekstra (A′s) dengan cara mengurangi luas
tulangan longitudinal kolom yang dibutuhkan dengan luas tulangan longitudinal
kolom eksisting.
= 4521,6 mm2
Ac = (3/2) × A′c
= (3/2) × 7850
As = (4/3) × A′s
= (4/3) × 4521,6
= 6027,3 mm2
57
Bab IV. Pembahasan
DIAGRAM INTERAKSI
DATA KOLOM
Diameter tulangan, D= 25 mm
Dinding dimensi 24 x
4 m dirubuhkan dan
dibangun baru
Berdasarkan hasil dari investigasi visual, maka perilaku perbaikan pada tangga dan
ramp pada bangunan Gedung TES Bangsal dilakukan secara re-build. Sebelum di
rebuild perlu dilakukan kajian ulang dan perhitungan ulang untuk tangga dan ramp.
Hal ini dilakukan karena diindikasi ada kesalahan dalam perencanaan tangga dan
ramp atau kesalahan dalam metode pekerjaannya. Ini dilihat dari runtuhnya
konstruksi tangga dan ramp sehingga membuat bangunan Gedung TES Bangsal
tidak bisa berfungsi.
Setelah tangga dan ramp dibongkar, dilakukan pembangunan ulang tangga dan
ramp dengan dimensi yang sama dari sebelumnya. Pembangunan dilakukan sampai
tahap pengecatan menggunakan bahan epoxy.
BAB V
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Alcocer, S.M. and Jirsa, J.O., Reinforced concrete frame connections rehabilitated
by jacketing. PMFSEL report no. 91-1, 1991, University of Texas at Austin, p. 221
Arifi Soenaryo, M.Taufik H dan Hendra Siswanto, 2009, Perbaikan Kolom Beton
Bertulang menggunakan Concrete Jacketing dengan Prosentase Beban Runtuh
yang Bervariasi. Jurnal Rekayasa Sipil, Volume 3, No.2, 2009. Jurusan Sipil
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang.
ACI 228.1R-03, 2003, “In-Place Methods to Estimate Concrete Strength”, ACI 228
Committee Report.
Hartono, 2003 Perkuatan Struktur Beton Dengan FRP, Concrete Repair &
Maintenance, Jakarta, Yayasan John Hi-tech Iditama, Edisi pertama.
LAMPIRAN
FOTO FOTO KERUSAKAN GEDUNG TES
67
.
68
.
Pembebanan di ETABS
75
.
Pembebanan di ETABS
Pembebanan di ETABS
76
.
Pembebanan di ETABS
77
.
Section Properties
d (mm) h0 (mm) dc (mm) Cover (Torsion) (mm)
1000 935.5 64.5 27.3
Material Properties
Ec (MPa) f'c (MPa) Lt.Wt Factor (Unitless) fy (MPa) fys (MPa)
25742.96 20 1 250 240