Anda di halaman 1dari 3

Legenda – Bunga 

Kemuning

Pada suatu masa, hiduplah sepuluh orang putri raja yang sangat cantik-cantik. Ibu
mereka sudah lama meninggal dan ayah mereka, sang raja, begitu sibuk dengan
urusan kerajaannya sehingga mereka hampir tidak punya waktu untuk berkumpul
bersama. Akibatnya putri-putri ini menjadi nakal dan manja, kecuali sang putri bungsu,
putri Kuning. Ya, mereka memang diberi nama dengan nama warna. Ada putri Jambon,
putri Hijau, putri merah merona, putri nila dan lain-lain. Barangkali dulu sang ibu
berharap anak-anaknya akan memberi banyak warna di kehidupan ini. Sayang, sang
ibu keburu meninggal sehingga tidak sempat mendidik mereka sengan baik.

Kesepuluh putri ini selalu memakai pakaian dan perhiasan yang sewarna dengan nama
mereka. Putri Merah selalu memakai warna merah, demikian juga putri-putri lainnya.

Sementara kakak-kakaknyabermalas-malasan dan membuat keonaran, putri Kuning


menghabiskan waktu dengan membantu inang-inangnya, atau membaca buku, dan
atua merawat kebun bunga kesayangannya. Kakak-kakaknya sering mengejeknya.
“Heh lihat tuh si Kuning! Sepertinya dia pantas ya jadi pelayan. Mana ada seorang putri
yang belepotan lumpur begitu,” kata putri Jambon yang disambut gelak tawa yang lain.
Putri Kuning tidak pernah mengindahkan ejekan mereka. “Biarlah, lama-lama juga capai
sendiri,” pikir putri Kuning.

Suatu hari raja harus pergi ke negeri tetangga di sebrang lautan. Dia sengaja
mengumpulkan putri-putrinya malam itu untuk berpamitan.
“Nak, ayah akan pergi jauh. Mungkin sebulan lagi ayah baru kembali. Kalian mau ayah
belikan apa?” tanyanya.
“Oh, aku mau kalung dan gelang baru ayah! Jangan lupa liontinnya harus rubi yang
besar ya!” kata putri Merah merona. “Aku mau kain sutera yang banyak ayah,” kata
putri Jingga. Semua putri berebut menyebutkan permintaannya, hanya putri Kuning saja
yang tidak berdiam diri dan hanya mendoakan supaya ayahnya pulang dengan
selamat.

Sepeninggal sang raja, kakak-kakak putri kuning semakin malas saja. Kegiatan mereka
sehari-hari hanya bersolek, makan dan bermain. Para dayang dibuatnya sibuk melayani
mereka.

Sementara itu putri Kuning menghabiskan waktunya dengan merawat kebun bunga
istana yang merupakan tempat favorit ayahnya. Memang saking sibuknya para pelayan
istana meladeni kemauan kakak-kakaknya, kebun istana menjadi terbengkalai.
“Wah kita punya pelayan baru tuh!” teriak putri Nila sambil menunjuk putri Kuning.
“Hei pelayan, nanti kalau sudah beres, sekalian sapuin kamar saya ya hahahaha…”
teriak putri hijau. Kesembilan kakaknya tertawa mengejek hingga perut mereka sakit.
“Ah, aku bosan! Lebih asyik kayaknya kalau kita jalan-jalan di luar istana daripada
nonton orang sok baik itu!” ajak putri Nila yang langsung disetujui yang lainnya.
Mereka pun berlalu meninggalkan putri Kuning yang hanya bisa menggeleng-gelengkan
kepalanya melihat kelakuan mereka. Akhirnya sebulan kemudian ayah mereka pulang
membawa oleh-oleh yang mereka tunggu. Mereka sibuk berebut mencari pesanan
mereka, dan hanya putri kuning yang ingat mengucapkanselamat datang dan memeluk
ayahnya. “Anakku, maafkan ayahmu ini nak! Aku tidak bisa menemukan perhiasan
yang berwarna kuning untukmu. Hanya kalung permata hijau ini yang ayah belikan
untukmmu,” kata raja. “Ah sudahlah ayah. Keselamatan ayah jauh lebih penting
daripada oleh-oleh. Lagipula kalung ini juga bagus dan serasi dengan baju kuningku,”
hibur putri Kuning sambil mengecup kening ayahnya dengan sayang.

Esoknya saat kesepuluh putri ini berkumpul. Putri hijau tiba-tiba menyadari bahwa putri
Kuning memakai kalung berwarna hijau. “Hei, kamu kok pakai kalung warna hijau?
Seharusnya kalung itu milikku karena namaku putri Hijau,” katanya.
“Maaf kak, kalung ini ayah sendiri yang berikan, jadi ini kalungku!” ujar putri Kuning.

Putri Hijau tidak senang dan merasa berhak memiliki kalung hijau itu, maka dia
menghasut saudaranya yang lain. “Si Kuning itu sudah keterlaluan, dia pasti sudah
memaksa ayah memberikan kalung hijau itu untuknya. Padahal kalau ayah mau
memberikan hadiah padanya, pasti kalungnya berwarna kuning dong!” katanya.
“Hmm dia memang semakin menyebalkan akhir-akhir ini, lihat saja tingkahnya yang sok
rajin, pasti dia Cuma ingin mengesankan ayah saja, biar lebih disayang,” kata putri
Jambon. “Ayo kita kasih dia pelajaran, biar kapok,” kata putri Jingga.
“Ayo…!” kata yang lain.

Diam-diam mereka menangkap putri Kuning saat berada di kebun istana dan
menyiksanya. Tanpa sengaja salah seorang putri memukul kepala putri Kuning dengan
keras sehingga dia tewas seketika. Mereka semua bingung dan takut. Akhirnya putri
Jambon memutuskan untuk mengubur putri Kuning sebelum kematiannya diketahui
orang lain. Putri Kuning pun dikuburkan di tengah kebun bunga istana. Kalung hijaunya
pun ikut dikuburkan karena ayahnya pasti curiga jika putri Hijau memakainya.

Raja heran, karena seharian ini dia tidak melihat putri Kuning yang biasanya senantiasa
menemaninya jika ia telah selesai dengan tugas kerajaannya. Raja sudah mencari ke
kamarnya, ke kebun istana, ke danau, tapi putri Kuning tetap tidak kelihatan. Dia
menyuruh para pelayan untuk mencarinya. Namun berbulan-bulan putri Kuning tidak
diketemukan. Sementara kakak-kakaknya mengaku tidak tahu menahu soal hilangnya
adik mereka. Raja sangat bersedih kehilangan putri kesayangannya.
Suatu hari saat raja termenung di kebun istana, dilihatnya ada tanaman baru di tengah
kebunnya.
“Oh tanaman apa ini? Alangkah indahnya. Daunnya bulat dan hijau seperti kalung
putriku. Bunganya juga kekuningan dan sangat wangi. Bunga ini mengingatkanku pada
putriku yang hilang. Baiklah aku akan menamai bunga ini bunga Kemuning,” kata raja.

Bunga ini tetap tumbuh di kebun istana dan menemani sang raja hingga akhir hayatnya.
Bunganya yang wangi sering dipakai untuk mengharumkan rambut. Batangnya bisa
dipakai untuk membuat kotak-kotak yang indah dan kulitnya digunakan untuk membuat
bedak. Seperti halnya putri Kuning, bunga kemuning juga selalu memberikan kebaikan
bagi orang-orang di sekitarnya.

(SELESAI)

Anda mungkin juga menyukai