Anda di halaman 1dari 216

`

UNIVERSITAS ANDALAS

ANALISIS PELAKSANAAN PENEMUAN PASIEN TUBERKULOSIS

DI PUSKESMAS PAAL V KOTA JAMBI

TAHUN 2022

Oleh :

NAMIRA SALSABILA

No. BP.1811212007

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG, 2022
PERNYATAAN PER SETUJUAN P EMBIM BIN G
PERNYATAAN PER SETUJUAN TIM P ENGUJI
PERNYATAAN PEN GESAHAN

PERNYATAAN TIDA K PLA GIA T


DAFTAR RIWAYAT HIDUP
HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirabbil’alamin Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir
dijenjang strata satu berupa skripsi ini. Shalawat beserta salam tidak lupa saya
sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya kearah
yang benar. Teruntuk orang tua tercinta, banyak terima kasih kepada Papa (Surya)
dan Mama (Ika) atas semua doa-doa dan semua usaha untuk mengupayakan yang
terbaik untuk rara selama studi rara dari kecil sampai saat ini. Terima kasih sudah
banyak sabar akan semua hal yang rara lakukan dan tetap mensupport rara walaupun
banyak kendala dan naik turunnya.
Terima kasih untuk mama yang sudah melakukan semaksimal mungkin untuk
membantu dan mendukung kakak selama tugas akhir kakak, yang sudah jauh-jauh
bolak balik jambi-padang waktu kakak drop, yang sudah selalu kontrol kesehatan
dan keadaan kakak, I’ve never told you before tapi kakak berterima kasih punya ibu
seperti mama. Terima kasih kepada papa yang selalu berusaha terbaik untuk
melengkapi semua kebutuhan kakak, mensupport kakak tanpa tekanan. Terima kasih
sekali lagi untuk papa mama semoga papa mama selalu dalam keadaan sehat dan
terus dapat melihat kakak bertumbuh menjadi anak yang sukses dan dapat
membanggakan keluarga. Aamiin.
Teruntuk Adingku Aulia Nadhifa Azzahra. Terima kasih banyak atas dukungan
dan doanya selama ini, terima kasih selama dirumah sudah sangat bersikap sabar dan
dewasa dan sudah membantu papa dan mama dirumah. Terima kasih selalu meladeni
ke-randoman kakak ditengah-tengah perskripsian kakak. Terima kasih sudah tetap
menjadi adik yang baik walaupun banyak kakak gangguin. Semoga kakak dan adek
selalu dalam keadaan sehat dan dapat membanggakan mama dan papa. Teruntuk
nenek, om, tante dan keluarga besar rara. Terima kasih nenek atas doa-doa nenek,
terima kasih nenek sudah selalu sayang sama rara dan membantu rara kalo rara lagi
butuh sesuatu. Semoga rara bisa menjadi cucu yang membanggakan nenek nantinya.
Terima kasih kepada om dan tante yang telah memberikan dukungan, semangat, do’a
dan supportnya sehingga rara dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik.
Teruntuk Dosen Pembimbing Akademik Terima kasih kepada ibu Christiana Tuty
Ernawati, SKM., M.Kes dan ibu Dr. Syafrawati, SKM., M.CommHealth Sc sekaligus
dosen pembimbing skripsi namira yang telah membimbing namira selama 4 tahun
menjalani pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat. Terima kasih bu telah
meluangkan waktu dalam membimbing namira dengan memberikan saran dan
masukan terbaik dalam membantu namira menyelesaikan skripsi namira. Terima
kasih ibu atas ilmu yang telah ibu berikan, semoga ibu sehat selalu dan semoga
kebaikan ibu dibalas oleh Allah SWT. Aaamin. Teruntuk Dosen Penguji Terima
kasih laras ucapkan kepada Ibu Dr. Adila Kasni Astiena, MARS, Dr. Dra. Sri
Siswati, Apt., SH., M.Kes, Ibu Ayulia Fardila Sari ZA, SKM, MPH yang telah
memberika saran, tanggapan dan masukan dalam penulisan skripsi namira sehingga
skripsi namira menjadi lebih baik.
Teruntuk teman-temanku “Namira Et all” FEBY, by walaupun kayanya aku rada
ngeselin tapi thankyou sudah care dan ngurusin akuu uuu. Thankyou udah ngambilin
surat penelitian aku ditengah badaii thankyou sudah menampung ku ditengah
revisian, thankyou selalu bisa diandelin walau sendirinya ribet dengan per s2annya
dan semua laporannya banyak hal kecil yang aku terima kasih banget yang mu lakuin
yang gabisa aku sebutin satu-satu. MUTE mut aku orangnya rada gengsian mut tapi
banyak terima kasih yang ga kesampean banget buat mu~ thankyou ya mut udah mau
bantuin dan koreksi skripsi-skripsi aku, bantuin diskusi sampe kelar ujian. Bantuin
dari jaman-jaman di akk bersama pejuang akk lainnya. Mu beneran 1000% inspiring
bgt huhuhu. Padahal akutu ragu awalnya mut apakah kita bisa berteman hehehe~.
Lucky to know you bgt bu. NABEL. Yaampun bel lo the best bgtt. Terharu gue ama
lo tuh. Walaupun awalnya kita ngejar ketertinggalan bareng tapi eh tb” gue ternyata
banyak batunyaa jadinya gabisa wisuda bareng, tapi lo beneran selalu bantuin gue,
jawabin chat” gue, ngeringkasin inti masalah penelitian gue, rangkum list to gue
pokonya cinta deh gue ama elu bel<3. Makasih banyak ya bel, semoga kita bisa
nonton enhypen bareng yak. KAMEL. Kaaak kameltu udah beneran kakak bgt vibes
nya buat akuu. Macci ya kaaak udah sering nemenin ke jiwani buat tugas bareng imel
jugaa, udah bantuin diskusi buat bab 5 kuu, udah minjemin motor plus udah sering
riviu makeup skincare n parfum. Cuagain kak. Buat anakondiak cynk
(Kaju,pajia,cicoy,tiara,acawa,kaisa,dina,vikra,pifin,fonda,nifah,dira) makasihh udah
nemenin hari hari kuliahkuu udah seru seruan bareng udah explore bareng di padang,
cinta bgt ma klen walau kelakuannya 11 12 kek nama grup. Kaju makasi ya udah
sering ngurusin aku dari jaman kuliah ampe mau wisuda. Syng bgt kaju. Cicii maaf
yah lo harus tau guetu rada judes ke lo karna gue maunya lo cepet kelar ci. Tq udah
baik bgt ke gue. Paji lo dr dulu rasanya tu udh kaya soulmate gue selama dipadang.
Tq udah mau nemenin gue kemana-mana. Buat disty, farina mute, nindyyy ani
thankyuuu udah sering jawabin chat chat pertanyaankuu lov u para orang orang
baiqq. Thankyou juga buat ayangieq tercintah (Maya, pindut, dinda, ratih, cums, dila,
ilu, mandol, iyam, ekik, cehi, satir, medin) sarangeyow. Special buat maya, me
thankyou yaa sudah nerimo keluh kesah akuu tentang seperfkm-an. Kek aku dak
pernah bilang ke kau sebelumnyo tapi tiap sudden semangat atau doa yang kau blg
ke aku beneran seberhargo itu untuk akuu. Semoga kita sukses bareng yaaa.
Untuk bos farel thankyou banyakkkk udah bawa aku hiling hilung ke harau, ke bukit,
ke padang panjang, ngecamp dan lain lainyaa. Kita baru temenan tapi kamu baiknya
superrr sekalih. Sukses ya buat bos farrrrel.
Last teruntuk roomateq Nadeli makasi sudah selalu accompany ak di masa masa
senank n sulit q. Walaupun ya kau suko ganggu ak tp gpp ak sabar. Kek tq udah push
aku terus, udah kontrol n sometimes ngawani ak selamo ngurus” skripsi, tq sudah
ingatin aku makan obat dan ngawanin berobat, yg terpenting tq suda ajarin ak bw
motorrr <3. walopun kt banyak bertolak belakang tq sudah ngertiin. Tq untuk banyak
hal yang sebenarnyo cant explain one by one gsie wkwkw jjq pi yo yg terpenting aku
tq bgt for your existence selamo perkuliahan aq. Dah bye.
Yang terakhir. Terima kasih sebesar-besarnya untuk sdr Namira Salsabila. Thankyou
for being able to rise again from our anxiety and to get things done. Thankyou for
still having a spirit despite your tired body and mental. Makasih masi bisa semangat
untuk ngelanjuti banyak hal yang dari awal we’re into it. You should be proud for all
of ur efforts to get to this point. For the next step lets do your best too!
Bfore anyone tell u, I need to tell you first, u r doing great. Thank you. Really.
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS

Skripsi, Oktober 2022

Namira Salsabila, No. BP. 1811212007

ANALISIS PELAKSANAAN PENEMUAN PASIEN TUBERKULOSIS DI


PUSKESMAS PAAL V KOTA JAMBI TAHUN 2022
xi+ 112 halaman, 23 tabel, 3 gambar, 13 lampiran

ABSTRAK

Tujuan Penelitian
Puskesmas Paal V di tahun 2021 menjadi puskesmas dengan capaian indikator CDR
terendah 10,6% jauh dari target keberhasilan 70%. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui Pelaksanaan Penemuan Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Paal V Kota
Jambi tahun 2022.

Metode
Desain penelitian ini bersifat kualitatif. Data diperoleh melalui wawancara mendalam,
observasi, dan telaah dokumen. Dipilih 10 informan di Dinkes dan Puskesmas
berdasarkan purposive sampling. Data diolah melalui tahapan reduksi data, penyajian
data dan penarikan kesimpulan dan untuk uji keabsahan data dilakukan triangulasi
sumber dan metode.

Hasil
Pelaksanaan penemuan pasien TB di Puskesmas Paal V sudah dilakukan sesuai
pedoman Permenkes Nomor 67 Tahun 2016 dan SOP puskesmas. Secara kuantitas
SDM sudah mencukupi namun masih ada tugas rangkap yang diterima koordinator TB
sehingga penemuan pasien secara aktif dan penyuluhan belum rutin dilakukan serta
belum melibatkan kader TB puskesmas. Penemuan pasien lebih banyak dilakukan
secara pasif dengan menunggu pasien di puskesmas dan belum ada kontribusi dari
jejaring layanan kesehatan pemerintah maupun swasta dalam penemuan pasien.

Kesimpulan
Pelaksanaan penemuan pasien TB di Puskesmas Paal V sudah terlaksana namun belum
optimal. Diharapkan Puskesmas dapat mengaktifkan kembali kader TB puskesmas
untuk dapat membatu petugas dalam memaksimalkan penemuan pasien secara aktif
dan membantu melakukan penyuluhan TB secara rutin.

Daftar Pustaka : 72 (1994 – 2022)


Kata Kunci : Tuberkulosis, penemuan pasien, CDR (Case Detection
Rate)

i
FACULTY OF PUBLIC HEALTH
ANDALAS UNIVERSITY

Undergraduate Thesis, Oktober 2022

“ANALYSIS IMPLEMENTATION OF TUBERCULOSIS CASE FINDING IN


PAAL V PRIMARY HEALTH CARE JAMBI CITY IN 2022”
xi+ 112 pages, 23 tables, 3 pictures, 13 attachments

ABSTRACT
Objective
The Paal V Health Centre in 2021 has the lowest achievement of CDR indicator with
10.6%, far from the success target 70%. This research aims to determine
implementation of tuberculosis case finding in Paal V primary health care Jambi City
in 2022.

Method
This research design is qualitative. Data were obtained through in-depth interviews,
observation, and document review with 10 informants determined by purposive
sampling. Data processed through data reduction, data presentation and drawing
conclusion and for data validity using source triangulation and method triangulation.

Result
The TB case finding at Paal V Health Centre has been carried out according to Minister
of Health regulations Number 67 of 2016 and the health centre’s SOP. Human
resources are sufficient in quantity, but due to TB coordinator’s dual tasks, the
implemetation of active case finding and TB counseling has not been routinely done.
TB case finding was mostly done passively and there was no contribution from health
service networks in patient discovery.

Conclusion
TB case finding in Paal V health-centre not yet optimally full-implemented. Hoped
TB cadres can be reactivate to be able to assist officers in maximizing case finding and
help carry out routinely TB counseling.

References : 72 (1994 – 2022)


Keywords : Tuberculosis, case findings, CDR (Case Detection Rate)

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga

peneliti dapat menyelesaikan penelitian skripsi yang berjudul “Analisis Pelaksanaan

Penemuan Pasien Tuberkulosis Di Puskesmas Paal V Kota Jambi Tahun 2022”.

Peneliti mendapat banyak bimbingan, petunjuk, dorongan, dan masukan dari berbagai

pihak dalam proses penyusunan skripsi ini. Penulis berterima kasih kepada :

1. Bapak Defriman Djafri, SKM, MKM, PhD selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Andalas.

2. Ibu Dr. dr. Dien Gusta Anggraini Nursal, MKM selaku Ketua Jurusan Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas

3. Ibu Dr. Mery Ramadani, SKM, MKM selaku Ketua Prodi Ilmu Kesehatan

Masyarakat Universitas Andalas

4. Ibu dr. Adila Kasni Astiena, MARS selaku Ketua Bidang Ilmu Administrasi

Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas.

5. Bapak Dr. Masrizal Dt Mangguang, SKM., M.Biomed selaku Pembimbing

Akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan sampai saat

ini.

6. Ibu Ch. Tuty Ernawaty, SKM, M.Kes selaku Pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan, masukan, arahan serta solusi pada peneliti dalam

penulisan skripsi ini.

7. Ibu Dr. Syafrawati, SKM., M.Comm Health Sc. selaku Pembimbing II yang

telah memberikan bimbingan, masukan, arahan serta solusi pada peneliti dalam

penulisan skripsi ini.

iii
8. Pihak dari Dinas Kesehatan Kota Jambi dan Puskesmas Paal V serta semua pihak yang

secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu dalam penyusunan

penulisan skripsi ini.

9. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu mendoakan kelancaran dan

kemudahan penyelesaian skripsi peneliti.

10. Teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan dukungan dan

semangat dalam penulisan skripsi ini sehingga penelitian skripsi ini dapat

diselesaikan.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata kesempurnaan, dalam

segi materi maupun teknik penulisannya. Oleh karena itu, peneliti sangat

mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak. Peneliti

berharap semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca.

Padang, Oktober 2022

Namira Salsabila

iv
DAFTAR ISI

PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING


PERNYATAAN PERSETUJUAN TIM PENGUJI
PERNYATAAN PENGESAHAN
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
HALAMAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK ................................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ iii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................ x
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................................ xi
BAB 1 : PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................................ 6
1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................................................... 6
1.3.2 Tujuan Khusus .......................................................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................................... 7
1.4.1 Bagi Puskesmas ........................................................................................................ 7
1.4.2 Bagi Fakultas ............................................................................................................ 7
1.4.3 Bagi Peneliti ............................................................................................................. 7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................................... 7
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 9
2.1 Tuberkulosis ................................................................................................................ 9
2.1.1 Pengertian Tuberkulosis ........................................................................................... 9
2.1.2 Penularan Tuberkulosis ............................................................................................ 9
2.1.3 Gejala Tuberkulosis ................................................................................................ 10
2.2 Penanggulangan Tuberkulosis .................................................................................. 11
2.3 Penemuan Pasien Tuberkulosis ................................................................................. 12
2.3.1 Penemuan Pasien Secara Pasif (Passive Case Finding) ......................................... 13
2.3.2 Penemuan Pasien Secara Aktif (Active Case Finding) ........................................... 16
2.4 Edukasi Kesehatan .................................................................................................... 19
2.4.1 Konsep Edukasi Kesehatan .................................................................................... 19
2.4.2 Metode dan Media Edukasi Kesehatan .................................................................. 22

v
2.5 Klasifikasi Pasien Tuberkulosis ................................................................................ 23
2.6 Evaluasi Pelaksanaan Program TB ........................................................................... 25
2.7 Indikator Program Tuberkulosis ............................................................................... 26
2.8 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)................................................................ 27
2.8.1 Puskesmas Penanggulangan TB ............................................................................. 28
2.8.2 Kebijakan................................................................................................................ 29
2.9 Sumber Daya Manusia .............................................................................................. 30
2.10 Dana .......................................................................................................................... 31
2.11 Sarana dan Prasarana................................................................................................. 32
2.12 Telaah Sistematis ...................................................................................................... 34
2.13 Kerangka Teori ......................................................................................................... 36
2.14 Alur Pikir Peneliti ..................................................................................................... 38
BAB 3 : METODOLOGI PENELITIAN .............................................................................. 39
3.1 Desain Penelitian....................................................................................................... 39
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................................... 39
3.3 Informan Penelitian ................................................................................................... 39
3.4 Prosedur Penelitian.................................................................................................... 41
3.4.1 Tahapan Persiapan .................................................................................................. 41
3.4.2 Tahapan Pelaksanaan.............................................................................................. 41
3.4.3 Tahapan Pasca Penelitian ....................................................................................... 42
3.5 Instrumen Penelitian.................................................................................................. 42
3.6 Sumber data dan Metode Pengumpulan Data ........................................................... 42
3.7 Pengolahan dan Analisis Data................................................................................... 44
3.8 Validasi Data ............................................................................................................ 45
3.9 Definisi Istilah ........................................................................................................... 46
BAB 4 : HASIL PENELITIAN ............................................................................................. 47
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................................................... 47
4.1.1 Kondisi Geografis ................................................................................................... 47
4.1.2 Tenaga Kesehatan ................................................................................................... 47
4.1.3 Sarana dan Prasarana Kesehatan ............................................................................ 48
4.2 Karakteristik Informan .............................................................................................. 49
4.3 Komponen Input ....................................................................................................... 50
4.3.1 Kebijakan................................................................................................................ 50
4.3.2 SDM ....................................................................................................................... 54
4.3.3 Dana........................................................................................................................ 57
4.3.4 Sarana dan Prasarana .............................................................................................. 61
4.4 Proses ........................................................................................................................ 64

vi
4.4.1 Penemuan pasien secara pasif................................................................................. 64
4.4.2 Penemuan pasien secara Aktif ................................................................................ 69
4.4.3 Edukasi Kesehatan.................................................................................................. 75
4.5 Output........................................................................................................................ 78
BAB 5 : PEMBAHASAN ..................................................................................................... 83
5.1 Keterbatasan Penelitian ............................................................................................. 83
5.2 Komponen Input ....................................................................................................... 83
5.2.1 Kebijakan................................................................................................................ 83
5.2.2 Sumber Daya Manusia ........................................................................................... 84
5.2.2 Dana........................................................................................................................ 89
5.2.3 Sarana dan Prasarana .............................................................................................. 91
5.3 Komponen Process .................................................................................................... 93
5.3.1 Penemuan Pasien Secara Pasif ............................................................................... 93
5.3.2 Penemuan Pasien Secara Aktif ............................................................................... 96
5.3.3 Edukasi Kesehatan.................................................................................................. 98
5.4 Output...................................................................................................................... 101
BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 105
6.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 105
6.1.1 Unsur Input ........................................................................................................... 105
6.1.2 Komponen Proses ................................................................................................. 105
6.1.3 Komponen Output ................................................................................................ 106
6.2 Saran........................................................................................................................ 106
6.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Kota Jambi ....................................................................... 106
6.2.2 Bagi Puskesmas Paal V ........................................................................................ 106
6.2.3 Bagi Pemegang Program TB ................................................................................ 107
6.2.4 Bagi Masyarakat ................................................................................................... 107
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 108
LAMPIRAN......................................................................................................................... 113

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Kerangka Teori ...................................................................................... 37


Gambar 2. 2 Alur Pikir Penelitian .............................................................................. 38
Gambar 4. 1 Grafik Capaian CDR Puskesmas Paal V ............................................... 81

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Telaah Sistematis ...................................................................................... 34


Tabel 3. 1 Matriks Pengumpulan Data………………………………………………40
Tabel 3. 2 Definisi Istilah ........................................................................................... 46
Tabel 4. 1 Jumlah Kelurahan dan Luas Wilayah Kerja Puskesmas Paal Lima.......... 47
Tabel 4. 2 Distribusi Ketenagaan Menurut Profesi dan Status Kepegawaian............ 48
Tabel 4. 3 Karakteristik Informan Wawancara Mendalam ........................................ 50
Tabel 4. 4 Matriks Triangulasi Sumber terkait Kebijakan ......................................... 53
Tabel 4. 5 Matriks Triangulasi Metode terkait Kebijakan ......................................... 53
Tabel 4. 6 Matriks Triangulasi Sumber terkait SDM ................................................. 56
Tabel 4. 7 Matriks Triangulasi Metode terkait SDM ................................................. 57
Tabel 4. 8 Matriks Triangulasi terkait Dana .............................................................. 59
Tabel 4. 9 Rincian BOK Puskesmas Paal V untuk Program TB tahun 2022............. 60
Tabel 4. 10 Matriks Triangulasi Metode terkait Dana ............................................... 60
Tabel 4. 11 Matriks Triangulasi Sumber terkait Sarana Prasarana ............................ 62
Tabel 4. 12 Matriks Triangulasi Metode terkait Sarana dan Prasarana ..................... 63
Tabel 4. 13 Matriks Triangulasi Sumber terkait Penemuan Secara Pasif .................. 68
Tabel 4. 14 Triangulasi Metode terkait Penemuan Pasien Secara Pasif .................... 69
Tabel 4. 15 Matriks Triangulasi Sumber terkait Penemuan Pasien Secara Aktif ...... 73
Tabel 4. 16 Matriks Triangulasi Metode terkait Penemuan Pasien Secara Aktif ...... 73
Tabel 4. 17 Matriks Triangulasi Sumber terkait Edukasi .......................................... 77
Tabel 4. 18 Matriks Triangulasi Metode terkait Edukasi ........................................... 78
Tabel 4. 19 Matriks Triangulasi Sumber terkait Output ............................................ 80
Tabel 4. 20 Matrik Triangulasi Metode terkait Output .............................................. 81

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Persetujuan Pengambilan Data oleh Pembimbing ................................ 114


Lampiran 2 Surat Izin Penelitian.............................................................................. 116
Lampiran 3 Permohonan Menjadi Informan ............................................................ 119
Lampiran 4 Informed Consent ................................................................................. 120
Lampiran 5 Petunjuk Wawancara ............................................................................ 121
Lampiran 6 Pedoman Wawancara ........................................................................... 123
Lampiran 7 Lembar Observasi ................................................................................. 166
Lampiran 8 Pedoman Telaah Dokumen ................................................................... 167
Lampiran 9 Surat Selesai Penelitian ........................................................................ 168
Lampiran 10 Matriks Triangulasi............................................................................. 169
Lampiran 11 Hasil Uji Similarity............................................................................. 177
Lampiran 12 Dokumentasi Penelitian ...................................................................... 178

x
DAFTAR SINGKATAN

BOK : Bantuan Operasional Kesehatan

BTA : Basil Tahan Asam

CDR : Case Detection Rate

CNR : Case Notification Rate

DOTS : Directly Observed Treatment Shortcourse

DPPM : District Public Private Mix

KIE : Komunikasi, Informasi dan Edukasi

Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan

PPM : Public Private Mix

Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat

Promkes : Promosi Kesehatan

Rutan : Rumah Tahanan

SITB : Sistem Informasi Tuberkulosis

SPM : Standar Pelayanan Minimal

TB : Tuberkulosis

TCM : Tes Cepat Molekuler

WHO : World Health Organization

xi
BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yang menjadi

sumber utama penyebab penyakit infeksi Tuberkulosis atau yang dikenal juga sebagai

TB. Gejala pasien TB ditandai dengan batuk berdahak selama dua minggu atau lebih

dan dapat diikuti dengan gejala lain seperti batuk berdarah, berat badan menurun, sesak

nafas, lemas dan demam meriang lebih dari sebulan.(1) Penularan TB umumnya berasal

dari dahak pasien yang mengandung kuman tuberkulosis yang menyebar kepada orang

lain melalui udara ketika pasien batuk atau bersin.(2) Mycobacterium tuberculosis

biasanya menginfeksi organ tubuh bagian paru-paru (TB Paru), TB dapat menyerang

organ tubuh lainnya ketika kuman menyebar melalui aliran darah dan sehingga dapat

menginfeksi pleura, kelenjar limfe, tulang dan organ ekstra paru lainnya (TB Ekstra

Paru).(2)(3)

World Health Organization (WHO) 2021 menyatakan TB masih menjadi salah

satu masalah utama kesehatan dunia dimana TB merupakan penyebab kematian

terbanyak ke-13 di dunia dan pada tahun 2020 TB menjadi penyakit menular penyebab

kematian terbanyak di dunia setelah COVID-19.(5) TB di dunia diperkirakan

menyerang 10 juta orang di dunia setiap tahunnya, namun kasus yang ditemukan di

sepanjang tahun 2020 hanya 5,8 juta kasus (57%) dengan jumlah kematian mencapai

1,5 juta orang. Jumlah penemuan kasus pada tahun 2020 turun 18% jika dibandingkan

dengan penemuan kasus pada tahun 2019 yang mencapai 7,1 juta kasus.(6) Pada tahun

2020, Indonesia menjadi negara penyumbang kasus TB ke-3 paling banyak di dunia

yang menyumbang dua per tiga dari total kasus global dengan beban TB mencapai

8,4% dibawah India (41%) dan China (8,5%).(6) Salah satu target TB di Indonesia yaitu

1
2

eliminasi TB tahun 2030 dengan menurunkan insiden TB menjadi 65 per 100.000

penduduk. Namun data dari Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan 2020

menunjukkan angka insidensi Indonesia pada tahun 2020 tidak berjalan sesuai trek

yaitu naik menjadi 312 per 100.000 penduduk dari yang seharusnya turun menjadi 270

per 100.000 penduduk.(7)

Upaya Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia telah dilakukan sejak 20

tahun lalu namun masih banyak ditemukan masalah dalam upaya penanggulangannya.

Kemenkes RI (2020) dalam Strategi Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di

Indonesia 2020-2024 memaparkan beberapa masalah dalam penanggulangan program

TB yang masih terjadi seperti masih banyaknya orang dengan TB atau gejala TB yang

belum/tidak mengakses layanan kesehatan, cakupan penemuan pasien TB belum

mencapai target, orang yang terdiagnosis Tuberkulosis tetapi tidak memulai

pengobatan, cakupan pengobatan Tuberkulosis belum mencapai target, pasien yang

putus berobat.(8)

Pelaksanaan penemuan pasien TB merupakan ujung tombak dalam tatalaksana

penanggulangan TB. Penemuan pasien TB bertujuan untuk mendapatkan menjaring

penderita TB positif yang dan dilakukan pengobatan guna memutus rantai penularan

TB di masyarakat dan menurunkan angka insidensi TB. Satu orang penderita TB

positif mampu menularkan kuman kepada 5 hingga 10 orang yang berada di

sekitarnya, sehingga penderita TB yang tidak teridentifikasi akan memungkinkan

penyebaran penyakit ke masyarakat luas.(2) Upaya penemuan serta pengobatan

penyakit TB lebih dini akan memiliki dampak besar dalam mengurangi dampak

penularan pada suatu populasi yang tentu juga akan mengurangi biaya pengendalian

TB secara keseluruhan.(9) Tanpa ditemukannya pasien TB maka upaya pemberantasan

kasus TB dan pengobatan pun tidak akan berhasil, sehingga penemuan pasien
3

berpengaruh dalam mencapai dan menentukan indikator keberhasilan. Keberhasilan

penemuan kasus dalam program penanggulangan TB dapat dilihat dari capaian

indikator Case Detection Rate (CDR). CDR merupakan persentase dari jumlah pasien

baru BTA positif yang ditemukan dan diobati dibanding jumlah pasien baru BTA

positif yang diperkirakan dalam wilayah. Kementerian Kesehatan menetapkan target

CDR yang ditetapkan secara nasional yaitu minimal 70%.(2)

Di Indonesia diperkirakan 840.000 orang menderita TB pada tahun 2020,

namun jumlah kasus yang ditemukan tidak sampai setengahnya yaitu 351.936 kasus

dengan CDR sebesar 41,7%, masih jauh dari capaian target nasional 70%. Jumlah

tersebut turun pesat dari temuan kasus pada tahun sebelumnya yakni 568,987 kasus.

Hal ini menunjukkan masih ada sekitar 50% kasus atau hampir 500 ribu orang yang

belum ditemukan dan berisiko menjadi sumber penularan TB di masyarakat.(10)

Rendahnya capaian penemuan kasus di Indonesia sejalan dengan rendahnya capaian

dari 34 provinsi di Indonesia yang belum satupun mencapai target nasional yang

ditetapkan. Provinsi Jambi merupakan provinsi ke-2 dengan cakupan temuan kasus

dan CDR paling rendah dari 34 provinsi lainnya setelah bengkulu. Profil Kesehatan

Provinsi Jambi tahun 2020 menunjukkan jumlah kasus yang ditemukan di Provinsi

Jambi yaitu sebanyak 3.001 kasus dari perkiraan 13.200 kasus dengan CDR (21,94%)

yang masih jauh dari target nasional (70%).(11)

Kota Jambi merupakan ibukota Provinsi Jambi dengan jumlah penduduk

paling padat diantara 8 kabupaten dan 2 kota madya lainnya yaitu sebanyak 606.200

jiwa dengan wilayah hanya seluas 205,4 km2 pada tahun 2020. Hasil penelitian yang

dilakukan Rohman (2020), Penemuan dan penanganan yang cepat terhadap kasus

tuberkulosis sangat diperlukan terutama wilayah padat penduduk karena proses

penyebaran TB dapat berlangsung secara cepat dan dapat meningkatkan angka


4

kejadian TB.(12) Menurut Laporan Dinas Kesehatan Kota Jambi pada tahun 2021 kasus

TB yang tercatat sebanyak 740 kasus yang ditemukan dari total perkiraan 3000 kasus

yang ditargetkan untuk ditangani, dalam artian masih banyak kasus TB yang belum

ditemukan dan berpotensi menularkan TB ke masyarakat. Angka CDR Kota Jambi

tahun 2021 yaitu 21,5% masih jauh dari target nasional (70%). Jumlah temuan tersebut

menurun jika dibandingkan dengan temuan pada tahun sebelumnya yaitu 766 kasus.(13)

Puskesmas Paal V merupakan salah satu puskesmas yang berada di wilayah

Kota Jambi dengan jangkauan penduduk sebesar 50.822 jiwa. Berdasarkan studi awal

dari laporan capaian TB Dinas Kesehatan Kota Jambi diketahui bahwa Puskesmas Paal

V merupakan puskesmas dengan angka temuan kasus paling sedikit diantara 20

puskesmas lainnya di wilayah Kota Jambi. Demikian halnya, jika dilihat dari 3 tahun

terakhir bahwa angka penemuan kasus TB di Puskesmas Paal V belum mencapai

indikator target penemuan kasus (70%). Sepanjang tahun 2021 hanya 31 kasus yang

ditemukan dari target 134 kasus atau CDR hanya sebesar 10,6% atau dari estimasi

target yang harus ditemukan. Sedangkan pada tahun 2019 sebanyak 41 kasus

terlaporkan dengan CDR (16,1%) dan di tahun 2020 yaitu 44 kasus dengan CDR

(17,3%).(14)

Penjaringan pasien terduga TB merupakan salah satu kegiatan yang berperan

dalam besarnya temuan kasus TB, artinya semakin banyak pasien terduga yang

diperiksa oleh tenaga kesehatan maupun kader, maka peluang ditemukannya kasus TB

akan semakin tinggi sehingga indikator CDR akan dapat naik. Berdasarkan Data

capaian TB Puskesmas Paal V pada tahun 2021 dari 725 target temuan pasien terduga

TB yang harus di jaring, hanya ada 57 pasien terduga yang ditemukan dan tercatat.

Penelitian terdahulu oleh Susanto (2019) menyebutkan beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi pelaksanaan penemuan pasien TB di suatu fasilitas kesehatan


5

diantaranya yaitu kurangnya SDM TB, pelatihan yang diadakan belum cukup, adanya

rangkap pekerjaan dan sarana dan prasarana dalam pemeriksaan tidak lengkap.(15)

Hasil penelitian Nugraini, Cahyati dan Farida (2012) mengatakan komponen yang

mempengaruhi angka tinggi rendahnya capaian penemuan kasus TB diantaranya tugas

dan tanggung jawab pemegang program P2TB, petugas laboratorium, dan kepala

puskesmas, pendanaan, penjaringan suspek, diagnosis, dan pelaporan.(16) Penelitian

lain oleh Sumartini (2016) berpendapat bahwa kurangnya pengetahuan masyarakat

tentang gejala-gejala awal TB Paru dan sistem penjaringan penderita di puskesmas

dalam melakukan anamnesa yang belum optimal juga mempengaruhi rendahnya

cakupan suspek yang diperiksa.(17)

Studi awal yang dilakukan berdasarkan wawancara dengan pemegang program

TB Puskesmas Paal V, dalam pelaksanaan penemuan pasien TB masih ditemukan

beberapa kendala di Puskesmas Paal V seperti terbatasnya tenaga kesehatan di

puskesmas yang berdampak pada adanya petugas TB yang memiliki tugas lain selain

program TB, susah untuk turun ke lapangan dan petugas sering kewalahan karena

wilayah kerja yang luas akibatnya hasil kurang maksimal, kader TB yang sudah ada di

Puskesmas Paal V masih belum berjalan. Sehingga, penemuan pasien TB di

Puskesmas Paal V masih banyak dilaksanakan di fasilitas kesehatan saja (passive case

finding). Selain itu masih kurangnya pengetahuan masyarakat akan penyakit TB dan

menganggap gejala penyakit TB merupakan batuk biasa serta adanya masyarakat yang

memiliki stigma buruk terhadap TB.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai “Analisis Pelaksanaan Penemuan Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Paal

V Kota Jambi Tahun 2022” sehingga dapat mengetahui bagaimana pelaksanaan

dalam penemuan pasien TB di Puskesmas Paal V Kota Jambi Tahun 2022.


6

1.2 Rumusan Masalah

Puskesmas Paal V Kota Jambi telah melaksanakan upaya penemuan pasien TB,

namun capaian temuan kasus di Puskesmas Paal V pada tahun 2021 masih sangat

rendah yaitu 31 kasus dengan CDR (10,6%) dan menurun beberapa tahun terakhir yaitu

di tahun 2019 sebanyak 41 kasus (16,1%) dan di tahun 2020 sebanyak 44 kasus dengan

CDR (17,3,%). Capaian temuan kasus TB yang rendah dikarenakan belum optimalnya

pelaksanaan penemuan pasien TB, penemuan kasus TB banyak dilakukan di

puskesmas (Passive Case Finding). Selain itu, kendala seperti masih adanya rangkap

pekerjaan, kader TB yang belum berjalan, belum adanya koordinasi antar lintas sektor

kesehatan dalam penemuan pasien, kurangnya pengetahuan masyarakat dan masih

adanya masyarakat yang memiliki stigma buruk terhadap TB juga menyebabkan

terhambatnya penemuan kasus TB di Puskesmas Paal V Kota Jambi. Berdasarkan latar

belakang masalah yang telah tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian adalah

“Bagaimana Pelaksanaan Penemuan Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Paal V Kota

Jambi tahun 2022.”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimana Pelaksanaan

Penemuan Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Paal V Kota Jambi tahun 2022.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui secara mendalam terkait unsur output capaian penemuan

kasus TB di Puskesmas Paal V Kota Jambi.

2. Untuk mengetahui secara mendalam penyebab rendahnya capaian penemuan

kasus TB di Puskesmas Paal V Kota Jambi dari unsur process yaitu penemuan
7

secara pasif dan penemuan secara aktif dan edukasi kesehatan dalam upaya

penemuan pasien TB di Puskesmas Paal V Kota Jambi.

3. Untuk mengetahui secara mendalam penyebab rendahnya capaian penemuan

kasus TB di Puskesmas Paal V Kota Jambi dari unsur input yaitu kebijakan,

SDM, dana, sarana dan prasarana dalam pelaksanaan penemuan pasien

Tuberkulosis di Puskesmas Paal V Kota Jambi.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Puskesmas

Penelitian ini dapat memberikan informasi berguna sebagai bahan masukan

dan pertimbangan untuk memperbaiki dan mengembangkan kegiatan

pelaksanaan penemuan pasien Tuberkulosis di Puskesmas Paal V Kota Jambi.

1.4.2 Bagi Fakultas

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan tambahan bacaan dan referensi

tambahan bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat dan peneliti selanjutnya

mengenai kegiatan pelaksanaan penemuan pasien.

1.4.3 Bagi Peneliti

Meningkatkan wawasan, kemampuan, dan pengalaman peneliti mengenai

pelaksanaan penemuan pasien TB serta dapat mengaplikasikan ilmu yang

peneliti dapatkan selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Andalas.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada pelaksanaan penemuan pasien TB

di Puskesmas Paal V Kota Jambi tahun 2022. Penelitian ini menggunakan

pendekatan sistem dengan mengamati dari aspek input (Kebijakan, SDM,


8

Dana, Sarana dan Prasarana), process (Penemuan pasien secara pasif,

Penemuan pasien secara aktif, Edukasi kesehatan) dan output (capaian

penemuan kasus TB di Puskesmas Paal V Kota Jambi).


BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis

2.1.1 Pengertian Tuberkulosis

Mycobacterium Tuberculosis merupakan nama latin dari basil atau kuman

penyebab Tuberkulosis (TB). Bakteri berbentuk batang penyebab tuberkulosis ini

ditemukan oleh Robert Koch di tahun 1882. Penyakit TB umumnya menginfeksi paru-

paru, namun dapat juga menginfeksi berbagai organ atau jaringan tubuh lainnya. Ada

beberapa spesies Mycobacterium yang berkaitan erat dengan infeksi TB yaitu:

Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum,

Mycobacterium bovis, Mycobacterium microti dan Mycobacterium cannettii. Velayati

dan Parissa (2016), menyatakan Mycobacterium tuberculosis merupakan patogen yang

paling banyak ditemukan pada manusia dan telah menginfeksi sepertiga dari populasi

manusia di dunia.(18–20)

Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri aerob yang umumnya

menginfeksi jaringan kaya akan kandungan oksigen tinggi. Bakteri ini ramping lurus

atau sedikit bengkok dengan kedua ujungnya yang membulat dan bersifat tahan asam

sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Dinding sel Mycobacterium

tuberculosis terdiri dari lipid dan peptidoglikan tebal yang mengandung asam mikolik

yang menyebabkan pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis menjadi lambat.(21)

2.1.2 Penularan Tuberkulosis

TB merupakan penyakit airborne infection atau penyakit yang penyebarannya

melalui udara. Penularan terjadi ketika pasien TB batuk atau bersin tanpa menutup

mulut dan hidungnya, sehingga percikan dahak pasien (droplet/percik renik) yang

9
10

jatuh akan menyebarkan kuman TB ke udara. Infeksi terjadi apabila droplet tersebut

terhirup oleh seseorang yang rentan melalui mulut atau hidung, saluran pernafasan

atas, bronkus hingga mencapai alveoli dan dapat menyebar kebagian tubuh lain

melalui peredaran darah pembuluh limfe, atau langsung ke organ terdekatnya.(19)(20)

Pasien TB yang infeksius dapat menciptakan 3000 droplet yang mengandung

hingga 3500 Mycobacterium tuberculosis dan ketika satu kali pasien bersin akan

tercipta hampir 1 juta Mycobacterium tuberculosis. Lama waktu kuman dapat bertahan

di udara yaitu 1 sampai 2 jam tergantung pada ada tidaknya sinar ultra-violet, ventilasi

atau perputaran udara yang buruk dan kelembaban. Sinar matahari (ultraviolet) dapat

membunuh kuman TB secara langsung dalam kurun waktu 5-10 menit, namun pada

kondisi yang lembab dan gelap, kuman TB dapat bertahan berhari-hari sampai

berbulan–bulan.(2,22)

Daya penularan seseorang ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan

dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, maka makin

menular pasien tersebut. Faktor risiko seseorang untuk menjadi sakit TB berhubungan

dengan lama dan kualitas paparan dengan sumber infeksi dan tidak berhubungan

dengan faktor genetik dan faktor pejamu lainnya. Apabila sudah terkontaminasi

dengan kuman Mycobacterium tuberculosis (TB) itu sangat berisiko dimana sekitar

10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Riwayat alamiah pasien TB yang tidak

diobati setelah 5 tahun diantaranya 50% akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri

dengan daya tahan tubuh yang tinggi, 25% menjadi kasus kronis yang tetap

menular.(2,22,24)

2.1.3 Gejala Tuberkulosis

Seseorang ditetapkan sebagai tersangka TB apabila ditemukan beberapa gejala

Tuberkulosis. Menurut Andareto (2015) gejala umum yang sering dirasakan pasien TB
11

yaitu:(25)

1. Batuk lebih dari 2 minggu secara terus menerus. Selain dapat disertai dahak,

batuk dapat juga disertai dengan darah.

2. Demam lebih dari sebulan dan kadang disertai meriang pada malam hari.

3. Nafsu makan berkurang. Bila terjadi pada anak, maka dapat mengganggu

pertumbuhan anak dan mengakibatkan pertumbuhannya tidak sesuai dengan

usia anak tersebut.

4. Penurunan berat badan

5. Badan terasa kurang fit/enak (malaise), lemah, dan lesu.

Selain gejala umum yang biasa ditemukan pada pasien TB, menurut Rimbi

(2014) terdapat beberapa gejala khusus yaitu:(26)

1. Suara napas yang melemah disertai sesak napas.

2. Sakit dada

3. Infeksi pada tulang, keluar cairan nanah pada kulit diatasnya.

Jika gejala tersebut ditemukan pada pasien terduga TB yang sebelumnya ada

riwayat kontak dengan penderita TB BTA(+) maka kemungkinan diduga bahwa orang

tersebut juga menderita Tuberkulosis. Gejala pada TB ekstra paru dapat dilihat dari

organ yang terinfeksi. Sedangkan gejala dan tanda pada pasien TB ekstra paru

biasanya yaitu nyeri dada pada Tuberkulosis pleura atau Pleuritis, pembesaran kelenjar

limfe (Limfadenitis tuberculosis), dan pembengkokan tulang belakang (Spondilitis

tuberculosis).(27)

2.2 Penanggulangan Tuberkulosis

Kementerian Kesehatan telah menetapkan kebijakan penanggulangan TB yang

tercantum dalam Permenkes Nomor 67 tahun 2016 sebagai upaya mewujudkan tujuan

program yaitu untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat TB. Sebagai upaya
12

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat perlu adanya kegiatan yang dapat

membantu program penanggulangan TB yang telah ditetapkan pemerintah, antara lain

yaitu penemuan kasus, pengobatan tuberkulosis dan monitoring evaluasi program

tuberkulosis.(10)

Penanggulangan TB dilaksanakan sesuai dengan asas desentralisasi dalam

kerangka otonomi daerah dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen

program, yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta

menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana). Penemuan

dan pengobatan untuk penanggulangan TB dilaksanakan oleh seluruh Fasilitas

Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang meliputi Puskesmas, Klinik, dan Dokter

Praktik Mandiri (DPM) serta Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL)

yang meliputi: Rumah Sakit Pemerintah, non pemerintah dan Swasta, Rumah Sakit

Paru (RSP), Balai Besar/Balai Kesehatan Paru Masyarakat.(2)

2.3 Penemuan Pasien Tuberkulosis

Penemuan pasien TB merupakan upaya awal dalam tatalaksana

penanggulangan TB. Penemuan pasien TB bertujuan untuk mendapatkan penderita TB

positif guna memutus rantai penularan TB di masyarakat. Untuk mngetahui terinfeksi

atau tidaknya pasien TB maka akan dilakukan pemeriksaan klinis dengan

mewawancarai pasien mengenai keluhan yang diderita. Selain keluhan yang ada

pasien juga akan ditanyakan kemungkinan adanya kontak dengan pasien TB, riwayat

penyakit, dan pertanyaan berhubungan lainnya. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan

klinis dilakukan berdasarkan gejala dan tanda TB yang meliputi:

a. Gejala utama pasien tuberkulosis adalah batuk berdahak selama kurang lebih

2 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak

bercampur darah, batuk darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan
13

menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa

kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.

b. Gejala-gejala tersebut dapat dijumpai juga pada penyakit paru selain

tuberkulosis seperti bronkietasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan

lain-lain maka setiap orang yang datang ke fasilitas layanan kesehatan dengan

menunjukkan gejala tersebut dianggap sebagai seorang terduga tuberkulosis

dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

c. Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan pemeriksaan pada orang

dengan faktor risiko, seperti: kontak erat dengan pasien TB, tinggal di daerah

padat penduduk, wilayah kumuh, daerah pengungsian, dan orang yang

bekerja dengan bahan kimia yang berisiko menimbulkan paparan infeksi

paru.

Dengan ditemukannya pasien TB maka akan dapat dilakukan pengobatan

sampai sembuh kepada pasien, sehingga pasien yang didiagnosis positif TB tidak

menularkan penyakitnya kepada orang lain yang merupakan bagian dari kegiatan

pencegahan penularan TB. Penjaringan pasien tuberkulosis harus disertai dengan

promosi yang aktif oleh petugas kesehatan bersama masyarakat, sehingga semua

terduga tuberkulosis dapat ditemukan secara dini.(2)(10)

Menurut Permenkes No. 67 tahun 2016 penemuan pasien TB dapat dilakukan

dilakukan secara pasif dan aktif yaitu:(2)

2.3.1 Penemuan Pasien Secara Pasif (Passive Case Finding)

Penemuan pasien TB secara pasif yaitu merupakan penemuan pasien yang

dilaksanakan di fasilitas kesehatan. Alur pemeriksaan pasien terduga TB paru di

puskesmas yaitu penderita TB paru yang memiliki gejala seperti batuk berdahak

selama kurang lebih satu bulan akan memeriksakan kesehatan di puskesmas,


14

selanjutnya dilakukan pemeriksaan BTA positif dengan mengambil sampel dahak

sebanyak tiga kali selama 2 hari. Bila dari ketiga hasil pemeriksaan ditemukan dua

BTA positif, maka suspek TB paru dinyatakan sebagai penderita TB paru. Dalam

melaksanakan kegiatan penemuannya dibutuhkan pasien yang mengenali dan sadar

akan gejala TB, lalu akses terhadap fasilitas kesehatan yang mendukung dan tenaga

kesehatan yang cakap dalam melakukan pemeriksaan terhadap gejala dan keluhan

tersebut. Dapat dilakukan pemeriksaan tambahan berupa rontgen foto paru-paru

apabila hasil pemeriksaan laboratorium hasilnya negatif, sedangkan gejala TB lainnya

ada. Seorang penderita TB paru harus menjalani pengobatan selama kurang lebih 6

bulan dan membutuhkan seorang PMO.(2)

Dalam penemuan pasien di fasilitas kesehatan dilaksanakan dengan bantuan

jejaring layanan Public Private Mix dengan melakukan kolaborasi-kolaborasi layanan

TB dengan seperti TB-HIV, TB-DM (Diabetes Melitus), TB-Gizi, Pendekatan 24

Praktis Kesehatan paru (PAL), Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), Manajemen

Terpadu Dewasa Sakit (MDTS).(2)

a. Public-Private Mix (PPM)

Public-Private Mix (PPM) merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan akses

layanan TB yang bermutu. Di Indonesia, konsep Public-Private Mix (PPM)

diterapkan berbasis kabupaten/kota sehingga lebih dikenal dengan istilah District-

based Public-Private Mix (DPPM). DPPM merupakan salah satu strategi

peningkatan akses layanan TB yang bermutu dengan prinsip desentralisasi pada

kabupaten/ kota. DPPM melibatkan semua fasilitas pelayanan kesehatan

(fasyankes) baik pemerintah maupun swasta mulai dari puskesmas, rumah sakit

pemerintah, rumah sakit swasta, klinik dan Dokter Praktik Mandiri (DPM), serta

layanan pendukung (apotek dan laboratorium). Penerapan DPPM bertujuan agar


15

semua fasilitas layanan kesehatan yang menangani TB berpartisipasi dalam jejaring

sehingga semua pasien TB dapat ditemukan dan diobati sesuai standar dan tercatat

dalam sistem informasi Program TB Nasional.(10)

Berdasarkan lingkup pelaksanaan, jejaring layanan TB terdiri dari 2 jenis, yaitu

jejaring internal dan jejaring eksternal.(28)

1) Jejaring internal TB adalah jejaring di dalam fasyankes yang meliputi seluruh

unit yang menangani pasien tuberkulosis. Puskesmas merupakan bagian dari

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Tujuan jejaring internal TB di

puskesmas yaitu:

a) Meningkatkan kegiatan kolaborasi layanan antar unit layanan, misalnya

antara unit pelayanan umum, gigi, MTBS, KIA, HIV dan unit lainnya di

dalam puskesmas;

b) Mengurangi terjadinya keterlambatan diagnosis TB (delayed-diagnosis)

dan kasus TB yang tidak terlaporkan (under-reporting);

c) Meningkatkan peran petugas TB dalam penemuan, pencatatan dan

pelaporan kasus TB;

d) Memastikan kasus TB dilaporkan secara berkala melalui sistem informasi

program tuberkulosis.

2) Jejaring eksternal adalah hubungan kerja timbal balik untuk mendapatkan

kemudahan akses layanan sesuai standar yaitu kerjasama antar fasyankes

sehingga penemuan kasus meningkat dan memastikan semua pasien TB di

wilayahnya mendapat pengobatan sesuai standar. Pada tingkat layanan

primer, puskesmas merupakan penanggung jawab di wilayah kerjanya, di

mana wewenangnya untuk mengkoordinasikan dan melaksanakan pembinaan

FKTP. Jejaring layanan di tingkat layanan dasar yaitu Puskesmas dengan


16

DPM, Klinik Pratama, dan masyarakat (organisasi kemasyarakatan).

Puskesmas harus memastikan jejaring internal layanan TB di dalam

puskesmas berjalan optimal, termasuk komunikasi dan koordinasi antar unit

di puskesmas. Puskesmas memastikan koordinasi FKTP di wilayah kerjanya

untuk layanan terkait TB dalam hal penemuan, diagnosis, tatalaksana dan

pelacakan kasus mangkir pasien TB, logistik, kontak investigasi, rujukan

kasus TB dan pencatatan pelaporan kasus TB.

2.3.2 Penemuan Pasien Secara Aktif (Active Case Finding)

Penemuan pasien TB harus dilakukan secara maksimal, tidak hanya menunggu

pasien yang berkunjung ke puskesmas. Penemuan pasien TB secara aktif dapat dibantu

oleh kader dari posyandu, pos TB desa, tokoh masyarakat, tokoh agama dan berbasis

keluarga dan masyarakat dibawah pengawasan kader kesehatan.(29)

Kegiatan penemuan kasus TB secara aktif dilakukan dengan langsung turun ke

lapangan untuk melacak pasien yang memiliki kontak dengan pasien TB maupun

skrining massal pada kelompok tertentu sesuai dengan penyakit yang memiliki risiko

kejadian TB maupun pada sebagai upaya deteksi dini kepada kelompok yang

termasuk. Skrining menurut Webb dalam Najmah (2005) merupakan suatu tes

sederhana yang digunakan untuk mengidentifikasi penyakit pada populasi sehat atau

populasi tanpa gejala penyakit. Kegiatan penemuan pasien secara aktif yaitu:(30)

a. Investigasi pemeriksaan kasus kontak

Investigasi kontak merupakan kegiatan pelacakan yang dilakukan untuk

meningkatkan penemuan kasus TB dengan mendeteksi secara dini dan sistematis

pada orang-orang yang kontak serumah dan kontak erat dengan sumber infeksi

TB. Investigasi kontak dilakukan dengan mengumpulkan 10 - 15 orang minimal

yang memiliki kontak erat dengan pasien TB. Kontak yang terduga TBC akan
17

dirujuk ke layanan untuk pemeriksaan lanjutan dan bila terdiagnosis TBC, akan

diberikan pengobatan yang tepat sesuai standar dan sedini mungkin. Investigasi

kontak memiliki 2 fungsi yaitu meningkatkan penemuan kasus dan mencegah

penularan TB. Investigasi kontak di Indonesia dikembangkan dengan mencari

kasus yang tertular maupun yang merupakan sumber penularan pada kasus TBC

terkonfirmasi bakteriologis dan TBC pada anak. Kegiatan Investigasi kontak

diselenggarakan melalui kolaborasi antara pemberi layanan kesehatan dengan

komunitas yang ada di masyarakat seperti kader kesehatan, PMO, pendidik sebaya

dan sebagainya.

Adapun beberapa istilah kontak yaitu:

1) Kontak adalah orang yang terpajan/berkontak dengan kasus indeks,

misalnya orang serumah, sekamar, satu asrama, satu tempat kerja, satu

kelas, atau satu penitipan/pengasuhan.

2) Kontak serumah adalah orang yang tinggal serumah minimal satu malam

atau sering tinggal serumah pada siang hari dengan dengan pasien

tuberkulosis paru dengan hasil pemeriksaan sputum positif atau

terduga/kasus tuberkulosis resistan obat dalam 3 bulan terakhir sebelum

pasien tuberkulosis paru mendapat obat anti tuberkulosis (OAT). Misalnya:

istri, suami, anak, nenek dan lain-lain.

3) Kontak erat adalah orang yang tidak tinggal serumah, tetapi sering bertemu

dengan kasus indeks dalam waktu yang cukup lama, yang intensitas

pajanan/berkontaknya hampir sama dengan kontak serumah. Misalnya:

tetangga, rekan di tempat kerja, teman sekolah ataupun kontak dengan orang

satu lingkungan (fasilitas umum, rumah sakit, tempat penitipan anak) dalam

waktu yang cukup lama dengan kasus indeks, dalam 3 bulan terakhir
18

sebelum kasus indeks minum OAT.

b. Penemuan di tempat khusus

Penemuan ini dilaksanakan di lingkungan yang berisiko mudah terjadi

penularan dengan cepat contohnya seperti:

1) Lapas/Rutan: Lapas atau lembaga pemasyarakatan merupakan tempat untuk

melaksanakan pembinaan narapidana atau anak didik pemasyarakatan.

Sedangkan rutan adalah tempat ditahannya tersangka atau terdakwa selama

berlangsungnya penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan oleh pengadilan.

Menurut Putri (2018), Narapidana termasuk kelompok khusus yang

memiliki risiko tinggi terhadap penularan TB dikarenakan kondisi lapas

sehingga mudahnya terjadi penyebaran infeksi TB salah satunya akibat

lamanya dan berulang kalinya paparan kuman TB akibat kurangnya maupun

keterlambatan dari upaya deteksi dini pasien.(31)(32)

2) Tempat-tempat rentan penularan lainnya seperti: Asrama, Pondok

Pesantren, Panti Asuhan, dan lain-lain. Pondok pesantren, asrama maupun

panti asuhan merupakan tempat belajar, tempat tinggal, dan tempat

berinteraksi penghuni secara bersama-sama setiap hari. Orang yang tinggal

di asrama maupun pondok pesantren mengharuskan mereka untuk hidup

dalam satu ruangan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan saling

berbagi hal lainnya yang tentu saja menjadi salah satu satu cepatnya

penyebaran TB bila salah satu ada yang terinfeksi Tuberkulosis.(33)

c. Penemuan di populasi berisiko

Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk kegiatan pada kondisi khusus di

masyarakat yang dilakukan kepada orang-orang dengan risiko TB seperti anak

usia <5 tahun, orang dengan gangguan sistem imunitas, malnutrisi, lansia,
19

wanita hamil, perokok dan mantan pasien TB yang mengakses layanan di

UKBM terkait misalnya di Posyandu, Posbindu, Polindes dan Poskesdes.

Kegiatan ini juga dapat diselenggarakan dengan bekerjasama dengan

perkumpulan/ perhimpunan maupun kegiatan-kegiatan rutin yang diikuti oleh

orang dengan kondisi khusus.

2.4 Edukasi Kesehatan


2.4.1 Konsep Edukasi Kesehatan

Edukasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dapat disebut juga

dengan pendidikan, yang adalah proses pengubahan sikap atau tata laku seseorang

maupun suatu kelompok sebagai usaha untuk mematangkan seseorang atau kelompok

tersebut melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Edukasi atau pendidikan secara

umum menurut Notoatmojo (2012) merupakan upaya-upaya yang direncanakan dan

dilakukan guna mempengaruhi kelompok masyarakat maupun individu sasaran agar

mereka melakukan sesuatu sesuai harapan dari pelaku edukasi tersebut. Dalam

pendidikan terdapat pelaku pendidikan, sasaran pendidikan, upaya yang direncanakan

untuk mempengaruhi sasaran pendidikan, dan output yang diharapkan dari pendidikan

yaitu apakah sudah mengikuti apa yang diharapkan dari pelaku pendidikan

tersebut.(34)(35)

Edukasi kesehatan menurut Notoatmodjo (2012) merupakan semua kegiatan

dalam rangka memberikan dan meningkatkan pengetahuan, sikap, praktik baik pada

individu, kelompok maupun masyarakat guna memelihara dan meningkatkan

kesehatan mereka sendiri. Edukasi kesehatan menurut KBBI (2019) merupakan suatu

kegiatan dapat berupa penyuluhan kesehatan umum yang bertujuan untuk membangun

kesadaran masyarakat, mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar mencapai

tingkat kesehatan yang diharapkan. Edukasi kesehatan identik dengan penyuluhan


20

kesehatan karena keduanya berorientasi pada perubahan perilaku yang diharapkan,

yaitu perilaku sehat, sehingga mempunyai kemampuan mengenal masalah kesehatan

dirinya, keluarga dan kelompoknya dalam meningkatkan kesehatannya.(34)(35)

Salah satu pelayanan dasar TB dalam Permenkes No. 4 Tahun 2019 tentang

Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan yaitu edukasi terhadap perilaku

berisiko dan pencegahan penularan. Perilaku yang tidak sesuai dengan prinsip

kesehatan maka dapat berisiko terjadinya gangguan terhadap kesehatan. Oleh karena

itu edukasi kesehatan harus dikuasai oleh petugas kesehatan serta kader di semua

tingkat dan jajaran. Untuk mencapai penguasaan tersebut, maka orang tersebut harus

mengikuti berbagai latihan atau kegiatan yang berguna untuk mengetahui hal yang

mesti dilakukan menjadi sehat.(36)

Secara garis besar tujuan dari edukasi kesehatan atau pendidikan kesehatan

adalah untuk mengubah perilaku belum sehat menjadi perilaku sehat. Sikap dan

perilaku merupakan bagian dari kebudayaan. Susilo (2011) membagi perilaku

kesehatan sebagai tujuan pendidikan kesehatan menjadi 3 macam yaitu:(37)

1) Perilaku yang menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai di masyarakat.

2) Perilaku yang mampu menciptakan sehat bagi dirinya sendiri maupun

menciptakan perilaku sehat di dalam kelompok secara mandiri.

3) Mendorong berkembangnya dan penggunaan sarana pelayanan kesehatan yang

ada secara tepat. Ada kalanya masyarakat memanfaatkan sarana kesehatan yang

ada secara berlebihan. Sebaliknya sudah sakit belum pula menggunakan sarana

kesehatan yang ada sebagaimana mestinya.

Salah satu tantangan utama penemuan kasus adalah rendahnya partisipasi kontak

TB untuk menjalani skrining TB. Maka diperlukan pendidikan komprehensif yang

mencakup aspek kognitif dan psikologis untuk mendorong kontak berpartisipasi dalam
21

skrining TB sampai diagnosis mereka dikonfirmasi. Petugas TB di puskes perlu dilatih

untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam memberikan pendidikan TB,

membangun kepercayaan, dan mewawancarai orang dengan TB untuk melacak lebih

banyak kontak.(38)

Pendidikan seseorang berhubungan terhadap penemuan terduga pasien TB,

pendidikan seseorang akan mempengaruhi keterampilan, pengetahuannya, dan

kecakapan seseorang tersebut dalam bekerja. Petugas TB yang memiliki pendidikan

dan pengetahuan terkait penyakit TB akan memudahkan untuk mendiagnosis pasien

TB dan tersangka penderita dapat ditemukan sedini mungkin, dikarenakan

tuberkulosis merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyebabkan

kematian bila tidak ditangani.(35)(39)

2.3.1 Sasaran Edukasi Kesehatan

Sasaran Edukasi Kesehatan atau pendidikan kesehatan menurut Notoatmojo

(2003) dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:(40)

a. Sasaran Primer (Primary Target)

Sasaran primer dalam pendidikan kesehatan yang menjadi sasaran langsung

segala upaya pendidikan atau promosi kesehatan yaitu masyarakat. Komponen

dari masyarakat dapat berupa pasien, individu sehat dan keluarga. Masyarakat

menjadi sasaran langsung segala upaya pendidikan atau promosi kesehatan.

Sesuai dengan permasalahan kesehatannya, maka sasaran pada penemuan

kasus Tuberkulosis yaitu pasien terduga TB.

b. Sasaran Sekunder (Secondary Target)

Sasaran sekunder merupakan sasaran yang diberikan pendidikan kesehatan

dengan harapan bahwa kelompok sasaran ini dapat memberikan pendidikan

kesehatan kepada masyarakat di sekitarnya. Sasaran sekunder dapat berupa


22

pemuka informal maupun pemuka formal. Pemuka informal seperti tokoh

masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan sebagainya. Sedangkan pemuka

formal seperti petugas kesehatan, pejabat pemerintahan, dan lainnya.

c. Sasaran Tersier

Sasaran tersier yaitu para pembuat/ penentu kebijakan maupun keputusan di

bidang kesehatan atau bidang lain yang bersangkutan baik di tingkat pusat

maupun daerah serta para fasilitator atau menyediakan sumber daya.

2.4.2 Metode dan Media Edukasi Kesehatan

Metode edukasi kesehatan menurut Notoatmodjo (2012) dapat dibagi

menjadi:(35)

a. Metode Individual atau Perorangan, metode ini dapat dilakukan dengan cara

bimbingan, penyuluhan maupun wawancara (interview).

b. Metode Kelompok, metode yang digunakan pada kelompok harus

memperhatikan jumlah sasaran apakah kelompok tersebut besar atau kecil,

karena efektifitas dari metode pun akan tergantung pada besarnya sasaran

pendidikan. Pada kelompok besar dapat menggunakan metode seperti ceramah,

seminar. Sedangkan pada kelompok kecil metode yang dapat digunakan yaitu

diskusi kelompok, curah pendapat (brainstorming), bola salju (Snowballing),

kelompok-kelompok kecil (Buzz Group), dan simulasi.

Media edukasi menurut Maulana (2007) dapat disebut alat peraga karena dapat

membantu memperagakan dan memproyeksikan informasi yang akan disampaikan

dalam proses pendidikan atau pengajaran.(41) Menurut Notoatmojo media pendidikan

kesehatan dapat dibagi menjadi:(35)

a. Media Cetak

Media cetak merupakan suatu media yang terdiri dari lembaran berisikan kata,
23

gambar atau foto dapat berwarna maupun hitam putih yang mengutamakan

pesan pesan visual. Berikut ini contoh media cetak:

1) Booklet, media berbentuk buku berisi tulisan atau gambar berisikan pesan

pesan-pesan kesehatan yang ingin disampaikan.

2) Leaflet, media berbentuk lembaran yang berlipat 2-3 halaman berisikan

informasi dapat berupa tulisan, gambar atau kombinasi.

3) Flyer (selebaran) media berbentuk lembaran seperti leaflet namun tidak

dilipat

4) Flip Chart (lembar balik) media terdiri dari sejumlah kertas besar

menyerupai album atau kalender

b. Media Papan

Media ini biasanya dipakai pada tempat umum dapat berisi pesan-pesan dan

informasi kesehatan, contohnya Billboard.

c. Media Elektronik

Media ini merupakan sarana dalam menyampaikan pesan-pesan kesehatan

seperti televisi, dan radio, video dan film strip

d. Media Audio Visual

Media ini merupakan bentuk media yang berhubungan dengan indra

pendengaran dan penglihatan contohnya gambar bergerak yang disertai suara,

audio kaset, radio.

2.5 Klasifikasi Pasien Tuberkulosis

Klasifikasi TB menurut Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana

Tuberkulosis (2020), TB dengan konfirmasi bakteriologis atau klinis dapat

dikelompokkan berdasarkan:(18)

1. Pengelompokkan berdasarkan lokasi anatomis


24

a. TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau trakeobronkial.

Pasien yang mengalami TB paru dan ekstra paru harus diklasifikasikan sebagai

kasus TB paru.

b. TB ekstra paru adalah kasus TB yang melibatkan organ di luar parenkim paru

seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran genitorurinaria, kulit,

sendi dan tulang, selaput otak.

2. Pengelompokkan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

a. Kasus baru adalah pasien dengan riwayat pengobatan adalah pasien yang

pernah mendapatkan OAT 1 bulan atau lebih (>28 dosis bila memakai obat

program).

b. Kasus kambuh adalah pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan

dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap pada akhir pengobatan dan saat

ini ditegakkan diagnosis TB episode kembali (karena reaktivasi atau episode

baru yang disebabkan reinfeksi).

c. Kasus pengobatan setelah gagal adalah pasien yang sebelumnya pernah

mendapatkan OAT dan dinyatakan gagal pada akhir pengobatan.

d. Kasus setelah loss to follow up adalah pasien yang pernah menelan OAT 1

bulan atau lebih dan tidak meneruskannya selama lebih dari 2 bulan berturut-

turut dan dinyatakan loss to follow up sebagai hasil pengobatan.

e. Kasus lain-lain adalah pasien sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan hasil

akhir pengobatannya tidak diketahui atau tidak didokumentasikan.

f. Kasus dengan riwayat pengobatan tidak diketahui adalah pasien yang tidak

diketahui riwayat pengobatan sebelumnya sehingga tidak dapat dimasukkan

dalam salah satu kategori di atas.

3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat


25

a. Monoresisten

b. Poliresisten

c. Multidrug resistant (TB MDR)

d. Extensive drug resistant (TB XDR)

e. Rifampicin resistant (TB RR).

4. Klasifikasi berdasarkan status HIV

a. Kasus TB dengan HIV positif adalah kasus TB terkonfirmasi bakteriologis atau

terdiagnosis klinis pada pasien yang memiliki hasil tes HIV-positif.

b. Kasus TB dengan HIV negatif adalah kasus TB terkonfirmasi bakteriologis

atau terdiagnosis klinis pada pasien yang memiliki hasil negatif untuk tes HIV

yang dilakukan pada saat ditegakkan diagnosis TB.

c. Kasus TB dengan status HIV tidak diketahui adalah kasus TB terkonfirmasi

bakteriologis atau terdiagnosis klinis yang tidak memiliki hasil tes HIV dan

tidak memiliki bukti dokumentasi telah terdaftar dalam register HIV.

2.6 Evaluasi Pelaksanaan Program TB

Pelaksanaan penemuan pasien TB tidak lepas dari lingkup evaluasi

pelaksanaan. Ruang lingkup tersebut meliputi konteks input, proses dan output yang

dapat berpengaruh pada capaian temuan kasus TB. Evaluasi input dilakukan untuk

mengidentifikasi dan menilai kapabilitas kebijakan, SDM, dana, serta sarana dan

prasarana untuk melaksanakan program yang telah dipilih. Kebijakan, yaitu

mengevaluasi tentang pedoman yang digunakan dalam program TB khususnya

pedoman yang digunakan dalam pelaksanaan penemuan pasien TB, SDM yaitu dengan

melihat jumlah petugas, latar belakang maupun kompetensi apakah telah sesuai

dengan bidang yang dijalani sebagai petugas TB. Selanjutnya yaitu prasarana dan

sarana yang tersedia di puskesmas, apakah telah memadai sehingga dalam


26

pelaksanaannya baik teori maupun praktik dapat berjalan tanpa hambatan.(42)

Evaluasi proses bertujuan untuk mengidentifikasi atau memprediksi hambatan-

hambatan dalam pelaksanaan kegiatan atau implementasi program. Evaluasi dilakukan

dengan mencatat atau mendokumentasikan setiap kejadian dalam pelaksanaan

kegiatan, memonitor kegiatan-kegiatan yang berpotensi menghambat dan

menimbulkan kesulitan yang tidak diharapkan, menemukan informasi khusus yang

berada diluar rencana; menilai dan menjelaskan proses secara aktual. Selama proses

evaluasi, evaluator dituntut berinteraksi dengan staf pelaksana program secara terus

menerus. Evaluasi aspek output, yaitu dengan melihat capaian penemuan kasus TB

dengan melihat indikator Case Detetction Rate (CDR).(42)

2.7 Indikator Program Tuberkulosis

Dalam mengukur kinerja dan kemajuan program (marker of progress)

diperlukan indikator untuk pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB.

Pada program pengendalian tuberkulosis terdapat tiga indikator yang dapat menilai

keberhasilan program yaitu:(2)

1) Angka Penemuan Kasus / Case Detection Rate (CDR)

CDR merupakan persentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan

dibanding jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam

wilayah tersebut. Dengan melihat CDR maka dapat diperkirakan berapa

banyak kasus tuberkulosis yang terjangkau oleh program yang ada.

Adapun rumus perhitungannya :

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝐵𝑇𝐴 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑙𝑎𝑝𝑜𝑟𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙 𝑇𝐵 07


𝑥 100%
𝑃𝑒𝑟𝑘𝑖𝑟𝑎𝑎𝑛 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝐵𝑇𝐴 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓

Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif diperoleh berdasarkan

perhitungan angka insidens kasus TB paru BTA positif dikali dengan jumlah

penduduk. Target CDR Penanggulangan Tuberkulosis Nasional minimal 70%.


27

Jika target CDR tidak terpenuhi maka dapat dianggap kinerja Puskesmas

kurang baik dalam menjaring kasus TB. Salah satu faktor utama dalam CDR

adalah adalah Angka Penjaringan Pasien TB terduga yang berperan dalam

menentukan besarnya peluang untuk ditemukannya penderita TB, artinya

semakin besar pasien terduga yang didapat dan diperiksa maka peluang untuk

ditemukannya penderita TB juga semakin besar sehingga angka CDR dapat

naik.

2) Angka Notifikasi Kasus / Case Notification Rate (CNR)

CNR merupakan perhitungan total semua kasus tuberkulosis yang diobati dan

dilaporkan di antara 100.000 penduduk yang ada di suatu wilayah tertentu.

Adapun rumus perhitungannya :

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝐵𝑇𝐴 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑙𝑎𝑝𝑜𝑟𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑇𝐵 07


𝑥 100%
𝑃𝑒𝑟𝑘𝑖𝑟𝑎𝑎𝑛 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝐵𝑇𝐴 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓

3) Angka Keberhasilan Pengobatan (Succes Rate)

Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan persentase pasien baru

BTA positif yang menyesuaikan pengobatan (baik yang sembuh maupun yang

pengobatan lengkap) diantara pasien baru BTA positif yang tercatat. Dengan

demikian angka ini merupakan penjumlahan dari angka kesembuhan dan angka

pengobatan lengkap.

Adapun rumus perhitungannya :

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑇𝐵 𝐵𝑇𝐴 (𝑆𝑒𝑚𝑏𝑢ℎ + 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝)


𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝐵𝑇𝐴 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓

2.8 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

Puskesmas dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 43 Tahun 2019

merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan berbagai upaya

kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan di tingkat pertama. dengan


28

upaya promotif dan preventif sebagai fokus utama, dalam rangka mencapai derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas

merupakan suatu unit fungsional berperan dalam upaya pembangunan kesehatan,

meningkat keikutsertaan serta masyarakat dalam bidang kesehatan dan sebagai

fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya

secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan pada suatu masyarakat dalam

suatu wilayah tertentu. Puskesmas didapuk sebagai ujung tombak sistem pelayanan

kesehatan di Indonesia. Dalam menunjang kegiatan pelaksanaan program kerja,

puskesmas bertanggung jawab melakukan pelayanan secara pasif dan aktif, tidak

secara pasif saja atau menunggu visit pasien ke puskesmas, puskesmas harus mampu

melakukan pelayanan secara aktif kesehatan kepada masyarakat.(43,44)

2.8.1 Puskesmas Penanggulangan TB

Salah satu program puskesmas yaitu penanggulangan tuberkulosis dalam

penanggulangannya terdapat kelompok puskesmas pelaksana yang terdiri dari:(24)

b. Puskesmas Satelit (PS)

Puskesmas satelit yaitu puskesmas yang tidak memiliki laboratorium sendiri.

Puskesmas ini berfungsi untuk melakukan pengambilan dahak, pembuatan

sediaan sampai fiksasi sediaan dahak. Setelahnya, sediaan dahak tersebut dikirim

ke Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM).

c. Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM)

Puskesmas tipe ini merupakan puskesmas yang memiliki laboratorium sendiri.

Puskesmas ini biasanya dikelilingi oleh 5 puskesmas satelit. Fungsi puskesmas ini

adalah sebagai puskesmas rujukan dalam pemeriksaan sediaan dahak dan

pelaksana pemeriksaan dahak untuk TB.

d. Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM)


29

Puskesmas pelaksana mandiri dibentuk berdasarkan kondisi geografis yang sulit,

dimana fungsi puskesmas ini sama seperti puskesmas rujukan hanya saja

puskesmas ini tidak bekerja sama dengan puskesmas satelit.

2.8.2 Kebijakan

Kebijakan merupakan sebuah rencana di dalam pelaksanaan sebuah pekerjaan,

kepemimpinan dan cara dalam bertindak, prinsip, pernyataan cita-cita dan dalam

memecahkan masalah sebagai garis pedoman. Kebijakan juga digunakan untuk

manajemen di dalam usaha mencapai tujuan atau sasaran. Dengan kata lain, kebijakan

adalah pedoman dalam bertindak bagi pengambilan sebuah keputusan. Kebijakan yang

dijadikan acuan dalam penemuan kasus di program penanggulangan tuberkulosis di

puskesmas diantaranya:

a) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2021 tentang

Penanggulangan Tuberkulosis.

b) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2016

tentang Penanggulangan Tuberkulosis.

c) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

zHK.01.07/MENKES/755/2019 tentang Pedoman Nasional Pelayanan

Kedokteran Tatalaksana Tuberkulosis

d) Petunjuk Teknis Investigasi Kontak Pasien TBC Bagi Petugas Kesehatan dan

Kader oleh Direktorat Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2019

e) Panduan Penerapan Jejaring Layanan Tuberkulosis Di Fasilitas Kesehatan

Pemerintah Dan Swasta Berbasis Kabupaten/Kota oleh Direktorat Jenderal

Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia 2019.
30

2.9 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia menurut Nawawi (2016) adalah anggota dari suatu

organisasi yang disebut personil, pegawai, karyawan, pekerja, tenaga kerja dan lain-

lain. Definisi lain menurut Hasibuan (2021) menyatakan SDM merupakan orang-

orang yang terlibat dalam pelaksanaan organisasi di berbagai level, baik level

pimpinan atau top manajer, midle manajer maupun staf atau karyawan termasuk di

dalamnya investor atau pemodal. SDM dalam penelitian ini yaitu tenaga kesehatan

maupun non kesehatan yang tersedia, status pendidikan, orang –orang yang terlibat

dalam pelaksanaan penemuan pasien TB.(45)

Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Kementerian Kesehatan

2014 menyatakan Tenaga Kesehatan dalam program penanggulangan TB memiliki

standar-standar yang menyangkut kebutuhan minimal (jumlah dan jenis tenaga) untuk

terselenggaranya kegiatan program TB. Standar ketenagaan di tingkat kabupaten/kota

yaitu disetiap Dinas Kesehatan memiliki satu orang pengelola program TB (wasor)

yang membawahi 10-20 fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang aksesnya

mudah. Bagi wilayah yang memiliki lebih dari 20 fasyankes dianjurkan memiliki lebih

dari seorang wasor. Standar pada puskesmas yaitu:(10)

a. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam penemuan kasus tuberkulosis di

Puskesmas Rujukan Mikroskopis dan Puskesmas Pelaksana Mandiri minimal

diantaranya yaitu terdiri atas 1 dokter yang terlatih program TB, 1

perawat/petugas yang terlatih program TB, serta pranata laboratorium yang

terlatih.

b. Untuk Puskesmas Satelit minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri atas 1 dokter

dan 1 perawat/petugas TB.


31

2.10 Dana

Dana dalam KBBI merupakan biaya yang disediakan untu suatu keperluan.

Dana dalam penelitian ini merupakan biaya yang diperlukan untuk mendukung

pelaksanaan penemuan kasus TB. Dana Program Tuberkulosis dapat diidentifikasi dari

berbagai sumber mulai dari anggaran pemerintah dan berbagai sumber lainnya

yaitu:(10)(46)

1) APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)

Alokasi pembiayaan dari APBN digunakan untuk membiayai pelaksanaan

kegiatan program TB nasional, namun dalam upaya meningkatkan kualitas

program di daerah, Kementerian Kesehatan dalam hal ini Sub Direktorat TB

melimpahkan kewenangan untuk mengelola dana APBN dengan melibatkan

pemerintah daerah dengan mekanisme sebagai berikut:

a. Dana dekonsentrasi (dekon) yaitu dana dari pemerintah pusat (APBN) yang

diberikan kepada pemerintah daerah sebagai instansi vertikal yang digunakan

sesuai dengan tugas pokok dan fungsi. Dana dekonsentrasi untuk program

pengendalian TB digunakan untuk memperkuat jejaring kemitraan di daerah

melalui lintas program dan lintas sektor, meningkatkan monitoring dan

evaluasi program pengendalian TB di kabupaten/kota melalui pembinaan

teknis, meningkatkan kompetensi petugas TB melalui pelatihan tatalaksana

program TB.

b. Dana alokasi khusus (DAK) bidang kesehatan adalah dana perimbangan yang

ditujukan untuk menciptakan keseimbangan keuangan antara Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Daerah dalam Pembangunan Kesehatan di Daerah.

Dana ini diserahkan kepada daerah melalui pemerintah daerah

kabupaten/kota untuk menyediakan sarana dan prasarana pelayanan


32

kesehatan seperti alat dan bahan penunjang di laboratorium dalam rangka

diagnosis TB dan perbaikan infrastruktur di kabupaten/kota termasuk gudang

obat,

c. Bantuan operasional kesehatan (BOK) diserahkan kepada fasilitas pelayanan

kesehatan untuk membiayai operasional petugas, dan dapat digunakan

sebagai transport petugas fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka

pelacakan kasus yang mangkir TB, pencarian kontak TB

2) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Alokasi pembiayaan dari APBD digunakan untuk membiayai pelaksanaan

kegiatan program TB di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, berdasarkan tugas,

pokok dan fungsi dari pemerintah daerah.

3) Dana Hibah

Kementerian Kesehatan dalam hal ini Sub Direktorat TB merupakan salah satu

program yang mendapat kepercayaan menerima dana hibah dari luar negeri.

2.11 Sarana dan Prasarana

Sarana menurut Moenir (2006) merupakan segala jenis peralatan yang

memiliki fungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Sedangkan prasarana merupakan

seperangkat alat yang fungsinya secara tidak langsung berguna mencapai tujuan.

Arianto (2008) berpendapat sarana prasarana dapat disebut juga fasilitas dan diartikan

sebagai segala sesuatu yang memudahkan dan memperlancar pelaksanaan sesuatu

usaha. Sarana Prasarana dalam penelitian ini sarana diartikan sebagai alat dan fasilitas

yang digunakan untuk menunjang pelaksanaan penemuan kasus dalam

penanggulangan tuberkulosis.(47)

Sarana dan prasarana yang digunakan untuk menunjang pelaksanaan

penemuan kasus di puskesmas diantaranya:


33

a) Ruang Poli TB, Ruang khusus TB, komputer, meja, kursi, alat tulis serta buku

kunjungan, Daftar atau buku register pasien terduga TB.

b) Ruang pembuangan dahak (pojok dahak), ruang laboratorium.

c) Media promkes seperti poster, leaflet, spanduk, lembar balik.

d) Set alat pelayanan berupa mikroskop, reagensia, pot dahak, kaca slide, oil

imersi, sarung tangan dan masker.


34

2.12 Telaah Sistematis

Tabel 2. 1 Telaah Sistematis


No Nama Peneliti Tahun Judul Desain Hasil Penelitian
1. Deri Zarwita 2018 Analisis Implementasi Penemuan Kualitatif Berdasarkan hasil penelitian pelaksanaan penemuan pasien TB di Puskesmas
Pasien TB Paru Dalam Program Balai Selasa masih belum optimal dan cakupan penemuan penderita juga masih
Penanggulangan TB Di rendah. Kebijakan yang dipakai belum disosialisasikan kepada semua tenaga
Puskesmas Balai Selasa kesehatan. Tenaga pelaksana di puskesmas mencukupi secara kuantitas dan
Kabupaten Pesisir Selatan Tahun kualitas, hanya koordinator TB masih diberikan tugas rangkap, dana penemuan
2018 penderita TB masih kurang untuk kegiatan sweeping, sarana untuk pemeriksaan
dahak belum ada di Puskesmas Balai Selasa. Penemuan penderita TB belum
direncanakan secara terinci di dalam Plan Of Action (POA), pelaksanaan
penemuan penderita TB masih bersifat pasif, monitoring dan evaluasi belum
dilakukan secara maksimal di puskesmas.
2. Farida Arisalah 2020 Evaluasi Pelaksanaan Program Kualitatif Berdasarkan hasil penelitian penemuan kasus TB di Puskesmas Bandarharjo
Putri, Chriswardani Penanggulangan Tuberkulosis belum optimal. Penemuan baru dilakukan secara pasif, untuk penemuan secara
Suryawati, dan Paru (P2TB) di Puskesmas aktif masih belum ada deteksi dini atau skrining masal pada kelompok rentan
Wulan Kusumastuti Bandarharjo Kota Semarang maupun berisiko. Perencanaan, penanggulangan, dan Pengawasan Program TB
telah dilaksanakan cukup baik oleh Puskesmas Bandarhajo. Pada aspek input
SDM di puskesmas Bandarhajo telah mencukupi, namun masih ada tugas ganda
pada tenaga kesehatan dan pelatihan tenaga kesehatan hanya dilakukan 1 kali
setiap tahun. Dana sudah disediakan masih sedikit, Sarana Prasarana serta SOP
peraturan telah sesuai dengan pedoman yang ada.
3. Muhammad Hendri, 2020 Analisa Pelaksanaan Investigasi Mix-Methode Berdasarkan hasil penelitian pelaksanaan investigasi kontak TB belum berjalan
Finny Fitry Yani, Kontak Dan Pemberian Terapi optimal yang disebabkan karena masih lemahnya perenecanaan program TB
Edison Pencegahan Tuberkulosis Pada sehingga tidak adanya anggaran khusus dalam pelaksanaan investigasi kontak.
Anak Di Kota Pariaman Tahun Selain perencanaan yang lemah, penyebab belum optimalnya pelaksanaan
2020 investigasi kontak adalah masih kurangnya koordinasi serta monitoring dan
evaluasi baik dari tingkat Dinas Kesehatan maupun dari pihak Puskesmas.

4. Rista Analisis Pelaksanaan Penemuan Kualitatif Berdasarkan hasil penelitian rendahnya angka penemuan kasus TB di
Kasus TB Di Puskesmas Lapai puskesmas lapai mengakibatkan angka CDR menjadi rendah selama beberapa
Kota Padang Tahun 2020 ahun terakhir. Pelaksanaan penemuan kasus sudah dilakukan sesuai pedoman
Permenkes Nomor. 67 Tahun 2016 serta peraturan ini sudah pernah
35

No Nama Peneliti Tahun Judul Desain Hasil Penelitian


disosialisasikan, namun masih ada petugas yang tidak mengetahui adanya
peraturan saat dilakukan wawancara. Jumlah tenaga kesehatan sudah
mencukupi, namun untuk melibatkan peran aktif dari kader dan masyarakat
belum berjalan optimal. Kegiatan promosi kesehatan terkait TB masih belum
dilakukan secara rutin. Serta untuk kegiatan penjaringan suspek yang dilakukan
lebih fokus secara pasif dengan menunggu pasien di puskesmas.
5. Muhammad Hendri, 2019 Analisis Upaya Penemuan Kasus Kualitatif Berdasarkan hasil penelitian capaian penemuan kasus TB anak di Kabupaten
Rosyfita Rasyid, Tuberkulosis Anak Di Kabupaten Lima Puluh Kota belum mencapai target, masih ada 33,4% (93 kasus) TB anak
Deni Hendra Lima Puluh Kota Tahun 2019 belum ditemukan disebkan oleh masih adanya tenaga pelaksana TB yang belum
Suryadi mendapatkan pelatihan tentang TB anak, belum adanya kebijakan tentang
penanggulangan TB, pemanfaatan sarana penunjang belum maksimal,
pelaksanaan investigasi kontak belum optimal.
6. Ijun Rijwan 2019 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitatif Berdasarkan hasil penelitian faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan
Susanto Rendahnya Tuberkulosis Paru penemuan TB paru BTA positif yaitu kurangnya sumberdaya petugas,
BTA Positif kurangnya pelatihan, adanya petugas yang merangkap lebih dari satu pekerjaan,
kurangnya kelengkapan alat pemeriksaan. Pada faktor proses diantaranya
petugas jarang melakukan penjaringan setiap tahun karena pergantian petugas.
Faktor output yaitu masih kurangnya hasil cakupan dan kekurangtahuan petugas
mengenai penyebab masalah rendahnya hasil cakupan. Pada faktor lingkungan
diketahui terkendala oleh keadaan geografis, jarak, dan tempat karena saling
berjauhan.
7. Marhamah, 2022 Evaluasi Pelaksanaan Program Kualitatif Berdasarkan hasil penelitian Angka Penemuan Kasus (CDR) di Puskesmas Ie
Zakiyuddin, Penanggulangan Tuberculosis Mirah masih sangat rendah yakni dengan percapaian CDR pada tahun 2020
Siti Maisyaroh FS, Paru (P2TB) Di Puskesmas Ie sebesar 56%. Pada Komponen input: Sumber daya manusia masih kurang
Yarmaliza Mirah Kecamatan Babahrot cukup, kurang pelatihan, perdanaan yang rendah, sarana dan prasarana yang
Kabupaten Aceh Barat Daya baik. Pada komponen proses Proses: Belum ada Pemantauan Minum Obat
Tahun 2020 (PMO) dari Puskesmas Ie Mirah, Penemuan kasus TB secara pasif sudah
dilakukan oleh Puskesmas Ie Mirah namun penemuan kasus secara aktif belum
ada deteksi dini atau skrining massal pada kelompok rentan dan kelompok
berisiko, Pemantauan kemajuan pengobatan TB menggunakan kertas kecil
berisi TB.01 sampai TB.03, Pengawasan Minum Obat (PMO) hanya dilakukan
oleh keluarga.
36

2.13 Kerangka Teori

Kerangka teori pada penelitian ini mengacu pada teori pendekatan sistem yang

dikemukakan Azrul Azwar (1996) yang meliputi input (masukan), proses, output

(keluaran). Azwar (1996) berpendapat sistem merupakan satu kesatuan yang utuh

diperkirakan berhubungan, serta satu sama lain saling mempengaruhi, yang ketemunya

dengan sadar dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sistem

menurut Mulyani (2016) merupakan suatu sekumpulan sub sistem, komponen yang

saling bekerja sama dengan tujuan yang sama untuk menghasilkan output yang sudah

ditentukan sebelumnya.(48)(49)

Sistem terbentuk dari beberapa bagian, elemen atau unsur yang saling

berhubungan dan mempengaruhi. Pendekatan sistem merupakan cara berpikir rasional

dan tersusun dalam memecahkan suatu masalah atau kondisi yang sedang dihadapi. (43)

Kerangka teori ini dimodifikasi dengan Permenkes Nomor 67 tahun 2016 tentang

Penanggulangan Tuberkulosis dan Permenkes Nomor 4 Tahun 2019 Standar Teknis

Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Bidang

Kesehatan untuk menganalisa pelaksanan penemuan pasien Tuberkulosis di

Puskesmas.
37

Gambar 2. 1 Kerangka Teori


Sumber: Azrul Azwar (1996), Permenkes Nomor 67 Tahun 2016, dan

Permenkes Nomor 4 tahun 2019


38

2.14 Alur Pikir Peneliti

Azwar (1996) menyatakan, dalam pelaksanaan penemuan pasien TB dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu input, proses dan output. Alur pikir pada

penelitian ini bertujuan untuk mempermudah konsep pemahaman dalam pelaksanaan

penemuan kasus TB di Puskesmas Paal V seperti dibawah berikut:

OUTPUT PROCESS INPUT

Capaian penemuan 1. Penemuan pasien 1. Kebijakan


Kasus TB di secara pasif 2. SDM
Puskesmas Paal V 2. Penemuan pasien 3. Dana
dengan melihat secara aktif 4. Sarana dan
indikator CDR 3. Edukasi Kesehatan Prasarana

Gambar 2. 2 Alur Pikir Penelitian


BAB 3 : METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif deskriptif

dengan pendekatan studi kasus yang bertujuan untuk menggali informasi secara

mendalam dan absah terkait pelaksanaan penemuan pasien tuberkulosis di Puskesmas

Paal V Kota Jambi. Penelitian kualitatif deskriptif merupakan jenis penelitian dimana

data yang peneliti kumpulkan dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi lalu

dideskripsikan dan dibuat kesimpulan berupa kata-kata sehingga mudah dipahami oleh

orang lain. Pendekatan studi kasus yang digunakan pada penelitian berguna untuk

memahami latar belakang persoalan secara mendalam. Desain penelitian studi kasus

pada kualitatif adalah di mana peneliti melakukan eksplorasi secara mendalam

terhadap suatu program, kejadian, ataupun proses aktivitas, terhadap satu orang

(narasumber) atau lebih.(50)

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2022. Lokasi

penelitian yang dipilih peneliti bertempat di Puskesmas Paal V Kota Jambi dengan

pertimbangan bahwa Puskesmas Paal V Kota Jambi merupakan puskesmas dengan

capaian penemuan kasus terendah tahun 2022 di Kota Jambi.

3.3 Informan Penelitian

Penentuan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling. Penentuan

Informan purposive sampling dilakukan berdasarkan pertimbangan karakteristik atau

ciri-ciri tertentu yang di dasarkan pada satu maksud yang telah ditetapkan sebelumnya.

Berikut informan yang dipilih dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Kepala Seksi Bagian P2PM Dinkes Kota Jambi : 1 orang


2. Pengelola Program TB Dinkes Kota Jambi : 1 orang

39
40

3. Kepala Puskesmas Paal V Kota Jambi : 1 orang


4. Pemegang program TB Puskesmas Paal V Kota Jambi : 1 orang
5. Petugas Poli Puskesmas Paal V Kota Jambi : 1 orang
6. Petugas Promkes Puskesmas Paal V Kota Jambi : 1 orang
7. Kader TB Penabulu : 2 orang
8. Pasien TB : 2 orang
Tabel 3. 1 Matriks Pengumpulan Data
No Informan yang Inf- Inf- Inf- Inf- Inf- Inf- Inf- Inf- Inf- Inf-
diperlukan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. Input
a. Kebijakan ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ - -
b. SDM ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ - -
c. Dana ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ - -
d. Sarana dan ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ - -
Prasarana
2. Process
a. Penemuan Kasus ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Pasif
b. Penemuan kasus ✓ ✓ ✓ ✓ - ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Aktif
c. Edukasi Kesehatan ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
3. Output
Capaian penemuan ✓ ✓ ✓ ✓ - - - - - -
Pasien TB di
Puskesmas Paal V
dengan melihat
indikator CDR

Keterangan :

Inf-1 : Kepala Seksi P2M Dinas Kesehatan Kota Jambi

Inf-2 : Pemegang Program TB Dinas Kesehatan Kota Jambi

Inf-3 : Kepala Puskesmas Paal V Kota Jambi

Inf-4 : Pemegang Program TB Puskesmas Paal V Kota Jambi

Inf-5 : Petugas Poli Puskesmas Paal V Kota Jambi

Inf -6 : Petugas Promkes Puskesmas Paal V Kota Jambi

Inf -7 : Kader Penabulu TB 1

Inf-8 : Kader Penabulu TB 2

Inf-9 : Pasien TB di wilayah kerja Puskesmas Paal V Kota Jambi

Inf-10 : Pasien TB di wilayah kerja Puskesmas Paal V Kota Jambi


41

3.4 Prosedur Penelitian

Prosedur Penelitian meliputi beberapa tahapan yaitu tahap persiapan, tahap pra

penelitian, dan tahap pasca penelitian.

3.4.1 Tahapan Persiapan

Yang dilakukan pada tahap persiapan dalam penelitian ini yaitu:

1. Melakukan studi pendahuluan dengan mencari data awal dapat dilakukan

dengan membaca profil kesehatan, dokumen yang berhubungan, maupun

informasi kesehatan.

2. Melanjutkan merumuskan masalah yang diingikan untuk diteliti, lalu membuat

rancangan penelitiannya.

3. Menyusun skripsi penelitian

4. Menyiapkan pedoman lembar wawancara mendalam yang berisi pertanyaan

tentang pelaksanaan penemuan pasien Tuberkulosis.

5. Menyiapkan syarat-syarat perizinan dan melakukan koordinasi dengan petugas

di Dinas Kesehatan Kota Kota Jambi maupun Puskesmas Paal V Kota Jambi.

6. Menyiapkan alat dokumentasi penelitian

3.4.2 Tahapan Pelaksanaan

Selanjutnya pada tahap pelaksanaan dalam penelitian dilakukan:

1. Menyerahkan surat izin penelitian serta melakukan koordinasi dengan pihak

Dinas Kesehatan dan Puskesmas terkait dengan penelitian yang akan

dilakukan.

2. Melakukan proses pengambilan data baik observasi lingkungan penelitian,

wawancara mendalam pada informan, dan mendokumentasikan proses

penelitian yang dilakukan di Dinas Kesehatan Kota Jambi dan Puskesmas Paal

V Kota Jambi.
42

3. Data-data yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan diolah dan dilakukan

analisis data.

3.4.3 Tahapan Pasca Penelitian

Tahap pasca penelitian ini, semua data yang telah didapatkan dari hasil

penelitian maka dilakukan analisis data. Langkah selanjutnya melakukan

penyajian data secara kualitatif menentukan hasil kesimpulan penelitian.

3.5 Instrumen Penelitian

a. Peneliti, merupakan alat utama dalam pengumpulan data penelitian kualitatif

dimana peneliti sendiri yang mengumpulkan data dengan berbagi cara seperti

wawancara, mendengar serta menganalisis,observasi, dan telaah data.

b. Pedoman Wawancara, panduan sejumlah pertanyaan agar wawancara yang

dilakukan tetap on-track dengan objek yang akan diteliti.

c. Alat tulis dan buku catatan, berfungsi untuk mencatat setiap hasil wawancara

yang bersumber dari informan yang berhubungan dengan objek penelitian.

d. Handphone atau Perekam suara, berfungsi untuk merekam hasil wawancara

antara peneliti dengan informan yang berhubungan dengan objek penelitian

dan alat dokumentasi setiap informasi yang berhubungan dengan objek

penelitian.

e. Kamera, berfungsi untuk mengambil gambar saat penelitian sedang dijalankan

dan dapat meningkatkan bukti keabsahan penelitian.

f. Tabel Checklist, berfungsi sebagai crosscheck hasil penelitian yang dilakukan.

3.6 Sumber data dan Metode Pengumpulan Data

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti
43

terkait objek penelitian. Data primer didapatkan melalui wawancara mendalam

dan observasi. Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data

penelitian, yaitu:(50)

1) Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam merupakan metode pengumpulan data dengan

mewawancarai informan terkait objek penelitian menggunakan panduan

wawancara untuk mendapatkan informasi yang mendalam, spesifik dan

jelas. Wawancara mendalam efektif digunakan untuk mendapatkan

informasi terkait perasaan, pandangan, pendapat latar belakang informan

dan topik lainnya terkait objek penelitian. Dengan melakukan wawancara

mendalam peneliti dapat menerima informasi yang tidak bisa didapatkan

hanya dengan observasi dan data.

2) Observasi

Teknik pengumpulan data secara observasi dilakukan dengan mengamati

secara langsung objek penelitian. Observasi merupakan cara guna melihat

secara langsung kondisi di lapangan agar peneliti mendapatkan gambaran

luas terkait permasalahan yang ingin diteliti. Observasi dapat dilakukan

dengan mencatat, merekam peristiwa, perilaku, dan benda-benda di tempat

lokasi penelitian. Aspek yang diamati dapat berupa sarana prasarana

seperti, ruang kerja, alat-alat yang digunakan, obat –obatan, dan

sebagainya.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang tidak didapatkan secara langsung oleh

peneliti melainkan didapatkan melalui dokumen. Pada penelitian ini data

sekunder diperoleh peneliti dari penelusuran dan telaah dokumen yang


44

berkaitan dengan objek penelitian.

1) Telaah Dokumen

Telaah dokumen merupakan teknik pengumpulan data berbagai hal yang

berkaitan dengan objek penelitian yaitu tentang pelaksana penemuan pasien

TB Paru di Puskesmas Paal V Kota Jambi. Dokumen yang ditelaah dapat

berupa dokumen tertulis seperti peraturan, keputusan dan kebijakan. Telaah

dokumen dilakukan sebagai pelengkap dari kegiatan observasi dan

wawancara mendalam sebagai pendukung agar lebih kuat dan dapat

dipercaya.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

Setelah semua data terkumpul maka dapat dilakukan pengolahan data.

pengolahan data dalam penelitian kualitatif dilakukan melalui beberapa cara

diantaranya:(51)

1) Reduksi data (Data Reduction)

Data yang didapatkan dari hasil wawancara selanjutnya akan ditulis dapat

berbentuk seperti laporan atau data terperinci. Selanjutnya data direduksi

dengan merangkum, memilih hal-hal pokok serta memfokuskan pada hal

penting berdasarkan kategori atau yang telah dibuat. Dengan dilakukannya

reduksi dan pengumpulan data maka akan lebih mudah memberikan

gambaran lebih jelas akan yang terjadi di lapangan.

2) Penyajian data (Data Display)

Penyajian data dilakukan agar peneliti lebih mudah dalam mengamati pola-

pola hubungan satu data dengan data lainnya. Penyajian data bisa dalam

bentuk tabel, grafik uraian singkat, alur, bagan dan sebagainya. Penyajian

data akan membuat data lebih terorganisasi sehingga mudah dipahami dan
45

dapat merencakan langkah selanjutnya sesuai yang sudah dipahami.

3) Kesimpulan/Verifikasi (Conclusion/Verification)

Tahapan setelah penyajian data adalah tahap menarik kesimpulan.

Penarikan kesimpulan merupakan usaha memahami arti, keteraturan, pola-

pola maupun alur sebab akibat. Kesimpulan dapat menjawab rumusan

masalah yang dirumuskan di awal namun juga bisa tidak karena sifatnya

yang masih sementara dan nantiya akan berkembang saat peneliti di

lapangan.

3.8 Validasi Data

Data yang sudah dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan pendekatan

analisis isi dengan membandingkan hasil penelitian dengan teori-teori dan

tinjauan pustaka yang ada. Analisis dilakukan dengan cara mengorganisasikan

data kedalam kategori, dikelompokkan yang sejenis, menyusun data tersebut

kedalam suatu pola, memilih data yang penting, dan menarik kesimpulan yang

dapat dengan mudah dipahami. Dalam menjaga keabsahan terdapat metode

validasi yang digunakan peneliti, yaitu:(51)

1. Triangulasi Sumber

Merupakan metode yang dilakukan dengan cara mengecek dan mencari data

melalui sumber-sumber yang berbeda namun saling berkaitan. Implementasi

triangulasi sumber dilakukan dengan menggunakan kelompok informan yang

berbeda pada saat pengumpulan data.

2. Triangulasi Metode

Merupakan metode dilakukan dengan cara mengecek hasil penelitian dengan

metode yang berbeda. Seperti menggunakan metode wawancara mendalam,

observasi dan telaah dokumen.


46

3.9 Definisi Istilah


Tabel 3. 2 Definisi Istilah
Metode
No Istilah Definisi Istilah Triangulasi Data
Pengumpulan Data
1. Kebijakan Pedoman yang dijadikan acuan dalam bertindak bagi pengambilan Wawancara mendalam, Triangulasi Sumber dan
sebuah keputusan penemuan kasus di program penanggulangan Observasi dan Telaah Triangulasi Metode
tuberkulosis puskesmas Dokumen
2. Sumber Daya Sumber daya manusia yang tersedia, status pendidikan, orang –orang Wawancara mendalam, Triangulasi Sumber dan
Manusia yang terlibat dalam pelaksanaan penemuan pasien TB. SDM pada Observasi dan Telaah Triangulasi Metode
Puskesmas seperti dokter, perawat/petugas dan petugas laboratorium Dokumen
terlatih.
3. Dana Biaya yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan penemuan kasus Wawancara mendalam, Triangulasi Sumber dan
TB. Dapat berasal dari APBN, APBD, dan Dana Hibah dan Telaah Dokumen Triangulasi Metode
4. Sarana dan Alat dan fasilitas yang digunakan untuk menunjang pelaksanaan Wawancara mendalam, Triangulasi Sumber dan
Prasarana penemuan pasien TB. Observasi dan Telaah Triangulasi Metode
Dokumen
6. Penemuan Pasien Jalur penemuan pasien TB yang dilakukan melalui pemeriksaan pasien Wawancara mendalam, Triangulasi Sumber dan
Secara Pasif yang datang ke fasilitas kesehatan Observasi dan Telaah Triangulasi Metode
Dokumen
7. Penemuan Pasien Jalur penemuan pasien TB yang dilakukan melalui investigasi kontak, Wawancara mendalam, Triangulasi Sumber dan
Secara Aktif skrining massal pada kelompok rentan, berisiko, dan skrining kondisi Observasi dan Telaah Triangulasi Metode
situasi khusus. Dokumen
8. Edukasi Kesehatan Kegiatan dalam rangka memberikan dan meningkatkan pengetahuan, Wawancara mendalam, Triangulasi Sumber dan
sikap, praktik baik individu, kelompok atau masyarakat guna memelihara Observasi dan Telaah Triangulasi Metode
dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Dokumen
9. Capaian penemuan Pencapaian target penemuan kasus TB di Puskesmas Lapai dilihat dari Wawancara mendalam, Triangulasi Sumber dan
Kasus TB capaian indikator CDR. dan Telaah Dokumen Triangulasi Metode
BAB 4 : HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Kondisi Geografis

Puskesmas Paal Lima berada di Jalan Kolonel M. Kukuh Nomor 38 RT.07

Kelurahan Paal Lima Kecamatan Kota Baru Jambi. Wilayah kerja Puskesmas Paal

Lima terdiri dari 3 (tiga) kelurahan yaitu :

a. Kelurahan Paal Lima

b. Kelurahan Suka Karya

c. Kelurahan Simpang 3 Sipin

Ditilik dari topografinya, wilayah kerja Puskesmas Paal Lima Kota Jambi

berada pada keadan tanah relative datar dengan ketinggian 0-60 m diatas permukaan

laut dengan luas wilayah kerja Puskesmas Paal Lima adalah 15,1 km2. Penduduk di

wilayah kerja Puskesmas Paal Lima menurut data proyeksi sasaran Dinas Kesehatan

Kota Jambi tahun 2021 tercatat sebanyak 45.375 Jiwa dengan kepadatan rata-rata 3005

jiwa/ Km2, dan kepadatan penduduk tertinggi 4664 jiwa/ Km2 di Kelurahan Suka

Karya dengan jumlah penduduk 8.862 Jiwa.

Tabel 4. 1 Jumlah Kelurahan dan Luas Wilayah Kerja Puskesmas Paal Lima
No. Kelurahan Jumlah RT Luas Jumlah
Penduduk
1. Paal Lima 38 7,3 km 15.819 Jiwa
2. Suka Karya 18 1,9 km 8.862 Jiwa
3. Simpang III Sipin 46 5,8 km 20.694 Jiwa
Jumlah 102 15,1 Km 45.375 Jiwa
Sumber: Profil Puskesmas Paal V Kota Jambi

4.1.2 Tenaga Kesehatan

Puskesmas Paal Lima Kota Jambi memiliki sumber daya aparatur sebanyak 51

orang. Dengan rincian tenaga menurut profesinya dapat dilihat dari tabel dibawah ini.

47
48

Tabel 4. 2 Distribusi Ketenagaan Menurut Profesi dan Status Kepegawaian


Tahun 2021
Status Kepegawaian
Jenis Pegawai Jumlah
No TK.
Menurut Profesi PNS TKS Pegawai
Kontrak
1 Dokter 3 - - 3
2 Dokter Gigi 1 - - 1
3 Administrasi Kesehatan 1 - - 1
4 Sarjana Kesehatan Masyarakat 3 - - 3
5 Apoteker - - - 0
6 Perawat 7 1 1 9
7 Bidan 16 4 1 21
8 Perawat Gigi 3 - - 3
9 Tenaga Gizi 1 1 - 2
10 Sanitarian (Kesling) 2 - - 2
11 Analis Kes. 1 - 1 2
12 Ass. Apoteker 2 - 1 3
13 Pekarya Kesehatan (Lcpk) 1 - - 1
JUMLAH 41 6 4 51
Sumber: Data Kepegawaian Puskesmas Paal Lima tahun 2021.

4.1.3 Sarana dan Prasarana Kesehatan

a. Gedung

Dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Puskesmas Paal Lima

menempati 1 (satu) gedung yang terbagi menjadi beberapa ruang pelayanan :

1. Ruang Pemeriksaan Umum dan Usila

2. Ruang Kesehatan Ibu dan Anak

3. Ruang Farmasi dan Gudang Obat

4. Ruang Tindakan dan Persalinan

5. Ruang Laboratorium

6. Ruang MTBS

7. Ruang Pendaftaran dan MR

8. Ruang Pelayanan KB

9. Ruang Promkes dan Sanitasi

10. Ruang Gizi dan Tumbuh Kembang Anak

11. Ruang Pelayanan Imunisasi


49

12. Ruang Pelayanan Kes. Gigi dan Mulut

13. Ruang Kepala Puskesmas, Ka. TU dan SIMPUS

14. Ruang Aset dan Keuangan

15. Ruang AULA

b. Sarana Penunjang

Puskesmas Paal Lima memiliki 2 (dua) unit Kendaraan Pusling Roda Empat

ya ng digunakan sebagai penunjang semua kegiatan Puskesmas terutama kegiatan luar

gedung, juga dipakai sebagai kendaraan rujukan pasien. Serta di tambah 4 (empat)

Unit Kendaraan Dinas Roda Dua.

4.2 Karakteristik Informan

Pengambilan data primer dilakukan dengan wawancara mendalam kepada

informan yang terkait dengan program TB serta melakukan observasi di Puskesmas

Paal V Kota Jambi. Wawancara mendalam dilakukan kepada 10 orang informan yang

terbagi menjadi 2 orang dari Dinas Kesehatan Kota Jambi, 4 orang dari Puskesmas

Paal V Kota Jambi, 2 orang Kader Penabulu, dan 2 orang Pasien TB. Sebelumnya

terdapat pergantian informan dimana kader yang direncakan merupakan kader

bentukan puskesmas, namun dalam implementasinya kader bentukan puskesmas tidak

aktif dan dalam pelaksanaannya petugas program dibantu oleh kader penabulu. Kader

Penabulu merupakan bantuan yang dibentuk oleh Yayasan Penabulu dan Stop TB

Partnerhip Indonesia (STPI) dan didanai oleh Global Fund yang berbasis komunitas

untuk meningkatan penemuan dan keberhasilan pengobatan TB dalam rangka

Eliminasi TB di Indonesia.
50

Tabel 4. 3 Karakteristik Informan Wawancara Mendalam


Kode Jenis
Pekerjaan/Jabatan Umur Pendidikan
Informan Kelamin
Kepala Seksi Dinkes Kota S2 Kesehatan
Inf-1 Laki-laki 49 Th
Jambi Masyarakat
Pemegang Program TB
Inf-2 Perempuan 51 Th D3 Keperawatan
Dinkes Kota Jambi
Inf-3 Perempuan Kepala Puskesmas Paal V 48 Th S1 Kedokteran
Penanggung Jawab
Inf-4 Perempuan Program TB Puskesmas 35 Th D3 Keperawatan
Paal V
Petugas Poli Puskesmas
Inf-5 Perempuan 38 Th 31 Kedokteran
Paal V
Petugas Promkes S1 Kesehatan
Inf-6 Perempuan 37 Th
Puskesmas Paal V Masyarakat
Inf-7 Laki-Laki Kader Penabulu 33 Th S1 Hukum
Inf-8 Perempuan Kader Penabulu 33 Th SMA
Inf-9 Perempuan Pasien TB 55 Th SMA
Inf-10 Laki-Laki Pasien TB 64 Th SMA
Keterangan : Inf = Informan

4.3 Komponen Input

Komponen Input dalam pelaksanaan penemuan pasien TB terdiri atas

kebijakan, SDM, dana, sarana dan prasarana berikut ini :

4.3.1 Kebijakan

Kebijakan yang digunakan dalam kegiatan penemuan kasus secara umum

mengacu kepada kebijakan yang dikeluarkan Kementrian Kesehatan yaitu Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis.

Pedoman khusus seperti SOP sudah terdapat di setiap puskesmas termasuk Puskesmas

Paal V yang didalamnya berisi petunjuk penemuan pasien tuberkulosis. Berikut

kutiapan pernyataannya :

“…Kalau terkait kebijakan itu ada Permenkes 67 tahun 2016 tentang


Penanggulangan Tuberkulosis, UU 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
karna TB masuk Penyakit menular, UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, UU
23 tahun 2014, Perpres 67 tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis,
Surat Keputusan 203/MENKES/SK/3/999/Gerakan Terpadu Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis, KMK No.1389/MENKES/SK/IX/2005/Komite
Ahli Penanggulangan Tuberkulosis. Kalau untuk SOP itu dari masing-masing
puskesmas. Kalau yang dari dinkes khususnya dak ada…”(Inf-1)

“…Kebijakan kita kan sudah ada permenkes tentang TB 67 tahun 2016,


Perpres tentang TB. Semua yang kita turunkan ke puskesmas itu berasal dari
51

turunan peraturan tersebut. Kalo juknis khusus atau peraturan yang


dikeluarkan dari dinkes tidak ada. SOPnya dari puskesmas masing-
masing…(Inf-2)

“…Semuanya ada pedoman nya, dari permenkes itu ada mengenai TB. SOP
nya juga ada, nggak mungkin bekerja tanpa ada peraturan untuk puskesmas
sudah punya ada SOP nya…”(Inf-3)

“ …Ada, permenkes nomor berapa itu, ada permenkes khusus untuk TB nanti
kakak cari, kalau SOP tentu ada…”(Inf-4)

“...Kalau kebijakannya TB nya pasti ada cuman kalau permenkes no berapa


bisa ditanya lebih ke pemegang programnya, Kalo SOP ada…”(Inf-5)

“…Kebijakannya ada, biasanya pelaksanaannya tu ada SOP nya…”(Inf-6)

Implementasi kebijakan Program TB selama ini masih berpedoman kepada

kebijakan pusat, belum ada perwako yang mengatur penanggulangan program

tuberkulosis di Kota Jambi. Saat ini Dinas Kesehatan Kota Jambi sedang

mengupayakan agar adanya peraturan walikota seperti pada pernyataan dibawah ini:

“…Kalau perwako nyo belum ado. Tapi sedang diusahakan…”(Inf-1)

“…Itulah memang harusnya ada perpres ada permekes ada peraturan


daerahnya, perwako nya itu lagi kita upayakan. Karena kan perpres nya juga
baru agustus tahun 2021. Kita sudah ada merencanakan perwal, tapi kita
menunggu adanya pergub dulu…”(Inf-2)

“…Perwakonya ngga ada…”(Inf-3)

“…Kalau untuk perwako dak adosih, dari permenkes yang dipakek…”(Inf-4)

Kebijakan-kebijakan yang digunakan sebagai acuan dalam program

penanggulangan tuberkulosis khususnya dalam pelaksanaan penemuan pasien

tuberkulosis telah disampaikan kepada petugas di puskesmas. Dinas kesehatan dalam

penyampaiannya kepada petugas tidak memiliki jadwal khusus, biasanya disampaikan

melalui kegiatan seperti pertemuan dengan dinas kesehatan, rapat, maupun saat

monitoring dan evaluasi. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh informan:

“…Sudah disosialisakan, kalo sosialisasinyo itu dari puskesmas tu biso setiap


rapat atau sekalian dengan kegiatan-kegiatan lain secara terpadu. Dak harus
jadwal sendiri idak...”(Inf-1)
52

“…Sudah disosialisasikan, sudah tau masing-masing puskesmas, kan kita ada


kegiatan monitoring, supervisi ke puskesmas itu berdasarkan peraturan-
peraturan TBC di Indonesia…”(Inf-2)

“…Pernah disosialisasikan kalo ada kegiatan baru itu ada pertemuannya atau
bisa melalui WA dapat informasinya. Untuk yang datang biasanya tergantung
yang diundang biasanya itu petugas TB, kepala Puskesmas. Pertemuannya
macam-macam bisa di dinas atau puskesmas atau tergantung dari kepala
dinas…”(Inf-3)

“…Sosialisasi dari dinas ada. Kalau sosialisasi dari dinas tu dak menentu,
kadang-kadang kek kemaren bulan berapa itu ada pertemuan. Jadi, dak bisa
kita pastikan tiap sebulan tu ada berapa kali. Kadang dak tentu, tapi kemarin
ada kita. Kek nanti ni ada zoom Jam 10, Sosialisasi dengan petugas lain juga
ada kemaren ada dengan dokter…”(Inf-4)

Pada Puskesmas Paal V kebijakan TB yang disosialisasikan kepada

penanggung jawab program TB pernah disosialisasikan ke petugas lain yang terlibat

di program TB. Kepala puskesmas maupun penanggung jawab TB biasa

menyampaikannya pada saat rapat atau apel. Berikut kutipan pernyataannya :

“…Kebijakan yang sudah disosialisasikan tentu saja kita sampaikan kembali


ke petugas-petugas di puskesmas, ke dokternya perawatnya. Bisa saya yang
sampaikan ketika ada pertemuanrapat atau apel atau pemegang program TB
nya sendiri juga menyampaikan…”(Inf-3)

“…Ada disampaikan, ke perawat di poli atau bidannnya mengenai strategi


DOTS yang dipakai…”(Inf-4)

“…Biasanya yang ke pertemuan itu bu kapus atau dari PJ TB nya sendiri, kalo
kebijakannya kan tertulisnya ada ya nanti juga PJ TB nya kasih tau…”(Inf-5)

Dari hasil wawancara didapatkan petugas yang program terkait program TB

memiliki pemahaman yang cukup dalam pelaksanaan program TB. Petugas

mengetahui terkait indikator penemuan kasus. Hal ini diungkapkan oleh informan

berikut :

“…Dalam pedomannya itu ada gimana indikator-indikatornya, tata cara


penemuan suspeknya tata cara pengambilan dahaknya sampai pengobatannya
ada. Kalau untuk penemuan kasus kita gunakan CDR sebagai
indikatornya…”(Inf-3)

“…Ada di buku permenkes atau pedoman itu yang mengatur program TB nya
53

ya ada indikator-indikator nya juga seperti Case Detection Rate (CDR) atau
Success Rate (SR) bisa dilihat disana lalu seperti pengobatan nya juga diatur
disitu, trus kalau SOP nya juga sudah ada terkait penemuan pasien dan
pencegahan penularannya…”(Inf-4)

“…kalau dari SOP nya sudah ada untuk pemeriksaan pasien disitu bagaimana
gejalanya apasaja seperti batuk berdaahak meriang itu sudah taulah…”(Inf-
5)

Berikut disajikan matriks yang merupakan reduksi dari hasil wawancara

mendalam mengenai kebijakan dalam penemuan pasien TB pada tabel di bawah ini :

Tabel 4. 4 Matriks Triangulasi Sumber terkait Kebijakan


Topik Kode Jawaban Informan Kesimpulan
Kebijakan Inf-1 Permenkes No. 67 Tahun 2016, UU No. 4 Tahun Kebijakan yang
1984, UU 3 6 Tahun 2009, UU No. 23 Tahun digunakan:
2014, Perpres 67 Tahun 2021, Surat Keputusan - Permenkes No.
203/MENKES/SK/3/999/Gerakan Terpadu 67 Tahun 2016
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, KMK tentang
No.1389/MENKES/SK/IX/2005/Komite Ahli Penanggulang-
Penanggulang-an Tuberkulosis. Untuk SOP yaitu an
dari masing-masing puskesmas. Untuk peraturan Tuberkulosis.
daerah seperti perwako belum ada. Kebijakan - Belum ada
yang ada sudah pernah disosialisasikan. kebijakan
Inf-2 Permenkes tentang TB, Perpres tentang TB. SOP daerah yaitu
dari puskesmas masing-masing. Kalau perwako dalam
perwakonya sedang direncanakan. Kebijakan penanggulangan
yang ada sudah pernah disosialisasikan TB
Inf-3,4 Ada Permenkes mengenai TB. SOP ada. - SOP dari
Sosialisasi kebijakan sudah ada. puskesmas
Inf-5,6 Kebijakan TB ada. SOP ada. Ada sosialisasi Kebijakan yang
kebijakan. ada s9udah
disosialisasikan.

Berdasarkan hasil observasi dan telaah dokumen telah ada buku pedoman

penanggulangan TB tahun 2002 dan SOP TB. SOP program tuberkulosis khususnya

dalam pelaksanaan penemuan pasien TB di puskesmas dibuat dengan berpedoman

pada permenkes dan buku pedoman tentang penanggulangan tuberkulosis. Berikut

disajikan matriks hasil wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen pada

tabel di bawah ini :

Tabel 4. 5 Matriks Triangulasi Metode terkait Kebijakan


Aspek Telaah
Wawancara Mendalam Observasi Kesimpulan
penelitian Dokumen
Kebijakan Kebijakan yang SOP disimpan Terdapat SOP TB Kebijakan TB di
dalam digunakan diantaranya: oleh tatalaksana puskesmas
pelaksana- 1. Permenkes RI Nomor pemegang penemuan suspek mengacu pada
an 67 Tahun 2016 program TB di TB Paru, kebijakan pusat
penemuan tentang dalam lemari, Pemeriksaan permenkes 67
54

Aspek Telaah
Wawancara Mendalam Observasi Kesimpulan
penelitian Dokumen
pasien TB Penanggulangan terdapat alur kontak serumah tahun 2016 dan
Tuberkulosis pelaksanaan pasien TB, SOP puskesmas
2. SOP Puskesmas diagnosis TB Tatalaksana mengenai TB.
Kebijakan yang ada Paru yang kolaborasi TB. Belum
sudah pernah ditempel di ditemukan
disosialisasikan. Belum dinding ruang perwako
ditemukannya kebijakan TB.
daerah atau perwako TB.

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan kebijakan yang menjadi pedoman

acuan dalam pelaksanaan penemuan kasus di Puskesmas Paal V adalah Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis TB

yang dan SOP puskesmas mengenai program tuberkulosis.

4.3.2 SDM

Berdasarkan informasi yang didapatkan dari hasil wawancara dengan

informan, didapatkan bahwa di Puskesmas Paal V dalam program TB sudah terdapat

penanggung jawab program TB, petugas poli dan petugas labor yang juga bertanggung

jawab dalam pelaksanaan kegiatan penemuan pasien TB. Petugas yang bertanggung

jawab sudah memiliki SK kerja. Hal ini berdasarkan pernyataan informan :

“…Kalo untuk TB yo langsung ada pengelola program, nanti ada timnya, ada
dokternya dan perawatnyo disitu, kemudian yo didukung lagi dengan tenaga
labor. Untuk Pemegang programnyo biasonyo perawat minimal D3. Semua
puskesmas sudah DOTS…”(Inf-1)

“…Sudah cukup sudah ada tim nya, ada perawat, tenaga medis nya, dan
tenaga labor karna sekarang pelayanan itu harus satu pintu jadi masuk tenaga
farmasinya sudah di SK kan juga…”(Inf-2)

“…Puskesmas mempunyai 1 orang tenaga TB, saya rasa cukup nanti bisa
saling bantu dengan temannya yang lain, misalnya petugasan labor, dokter,
apoteker atau perawat dan SK nya tentu ada…”(Inf-3)

“…Kalau untuk penemuan pasien itu biasanya petugas TB, Kader dan Staff
Puskesmas. Kita kan kerja sama semua tim kan, dari puskesmas bisa
ditemukan pasiennya, dari poli bisa kita dapatkan pasiennya. Untuk petugas
TB sendiri itu cuma 1 orang cuma penanggung jawab programnya saja. SK
nya ada, SK penanggung jawab program TB.”(Inf-4)

“…Untuk pemeriksaaan itu ada dokter, sedangkan anamnesa perawat di poli.


55

untuk mengambil obat dengan petugas Progam TB. Di poli umum itu ada
dokter 1 bidan 1 perawat 2 orang…(Inf-5)

Dalam pelaksanaannya petugas di puskesmas masih ada yang memiliki tugas

rangkap termasuk pemegang program TB. Pemegang Program TB Puskesmas Paal V

memiliki pekerjaan selain program TB yaitu sebagai petugas di IGD. Hal ini

berdasarkan pernyataan oleh informan :

“…Sebenarnya tenaganyo cukup, cuman kadang-kadang ado dari pengelola


program ni dio pegang banyak program ado TB, HIV…(Inf-1)

“…Sebenarnya di puskesmas kalau kita merunut dari kementrian kesehatan


itu untuk 1 orang 1 program, tetapi karna kita keterbatasan tenaga baik di
puskesmas di dinas kesehatan kota, jadi kita memanfaatkan tenaga kesehatan
yang ada. Seperti di puskesmas mungkin PJ TB nya ada pegang UKS juga,
promkes juga…”(Inf-2)

“…Untuk di TB ini kakak sendiri petugasnya. Kalau kakak sendiri sebagai


pemegang program TB juga melayani di IGD, menurut kakak kurang
ya…”(Inf-4)

Selama memegang jabatan Pemegang program TB belum pernah mendapatkan

pelatihan khusus mengenai TB sebelumnya dan mempelajari hal-hal yang

berhubungan dengan program TB secara autodidak atau mandiri. Namun petugas

pernah mendapatkan seminar atau workshop seputar TB. Hal ini berdasarkan

pernyataan oleh informan:

“…Kalau terkait dengan pelatihan khusus TB itu dak ada, pelatihannya diklat
untuk pelaksanaan Tim DOTS itu sudah semua. Nanti kan itu kekmana untuk
ke dokter nanti, pencatatan pelaporannyo tu nanti, trus tuk orang labor nanti,
trus standar pemeriksaannyo gimana…”(Inf-1)

“…Kalau untuk pelatihan kita dakado lagi yo sekarang yang khusus untuk
petugas TB paling pertemuan-pertemuan, workshop, seminar kayak mengenai
cara pengisian TB di SITB. Jadi semuanyo kakak autodidak…”(Inf-4)

Dalam pelaksanaan penemuan pasien TB di Puskesmas Paal V sudah pernah

membentuk kader TB. Namun kader TB yang telah dibentuk puskesmas tidak aktif,

sehingga dalam pelaksanaan penjaringan pasien pemegang program dibantu oleh Kader

Penabulu. Hal ini seperti pada pernyataan oleh informan:


56

“…Biasonyo petugas samo kader. Kalau yang sekarang itu ado namonyo
organisasi macam penabulu. Itu organisasi yang merekrut kader trus dikasih
pelatihan pengetahun tentang tuberkulosis, trus apo-apo tugasnyo.
Istilahnyotu bagaimana kadertu menemukan orang ado TB, dio biso
mengarahkannyo untuk ke layanan...”(Inf-1)

“…Untuk kader ada dibentuk, mereka yang membantu nantinya. Tapi kader
tidak aktif, jadi kader yang menunjukan dapat pasien yang positif belum
ada…”(Inf-3)

“…Kita kemaren sudah bentuk 5 kader untuk penemuan kasus TB, tapi tidak
jalan, tapi kalau kader penabulu jalan. Kalau untuk rutin tidak bisa. Tapi
sekarang ada bantuan kader dari pusat itu kemaren ada 2 orang…”(Inf-4)

Berikut disajikan matriks yang merupakan reduksi dari hasil wawancara

mendalam mengenai SDM dalam penemuan pasien TB pada tabel di bawah ini :

Tabel 4. 6 Matriks Triangulasi Sumber terkait SDM


Topik Kode Jawaban Informan Kesimpulan
SDM yang Inf-1 Sudah ada Tim DOTS yang terdiri dari pengelola SDM puskesmas
terlibat dalam program TB, dokter/perawat, dan Tenaga labor di yang terlibat dalam
pelaksana-an puskesmas. Pemegang program TB biasanya perawat. penemuan pasien
kegiatan Kader Penabulu sudah sesuai secara
penemuan Inf-2 Sudah ada Perawat, tenaga medis, tenaga labor dan kuantitas:
pasien tenaga farmasi di tiap puskesmas. Sifatnya kolaborasi - Pemegang
petugas TB dapat turun dengan program lain Program
tergantung kebutuhan. (Perawat)
Kader Penabulu - Petugas Poli
Inf-3 Seorang pemegang Program TB dan dapat dibantu (Dokter/
oleh dokter/perawat dan petugas lainnya. perawat)
Inf-4 Seorang pemegang program TB, Kader Penabulu, - Tenaga labor
Tenaga Kesehatan lain di puskesmas. - Kader Penabulu
Inf-5 Petugas TB, Untuk pemeriksaan di poli ada - Tenaga
Dokter/perawat/bidan. Kesehatan
Lainnya

Kader dari Inf-3 Sudah ada dibentuk tetapi tidak aktif. Belum keterlibatan
Puskesmas Inf-4 Sudah ada dibentuk sebanyak 5 kader, tapi tidak jalan kader TB
Puskesmas Paal V
dalam penemuan
pasien

Berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui bahwa Jumlah tenaga kesehatan

di Puskesmas Paal V yaitu 51 orang Puskesmas memiliki satu orang

koordinator/penanggung jawab program TB yang berprofesi sebagai perawat dengan

pendidikan terakhir yaitu DIII Keperawatan yang sudah memegang jabatan selama 2

tahun. Sebelumnya penanggung jawab program program TB juga dipegang oleh

perawat. Observasi yang dilakukan ditemukan bahwa pemegang program TB biasanya


57

akan berjaga di ruang IGD dan baru akan keruangan pelayanan TB jika ada pasien TB

yang datang berkunjung untuk konsultasi atau mengambil obat. Berikut disajikan

matriks hasil wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen pada tabel di

bawah ini :

Tabel 4. 7 Matriks Triangulasi Metode terkait SDM


Aspek Wawancara Telaah
Observasi Kesimpulan
penelitian Mendalam Dokumen
SDM Tenaga kesehatan Pemegang Berdasarkan Petugas
sudah mencukupi dari program TB telaah dokumen Kesehatan TB di
segi kuantitas yaitu biasanya laporan puskesmas sudah
penanggung jawab berjaga di Puskesmas Paal sesuai secara
program TB, ruang IGD dan V, Penanggung kuantitas, namun
Dokter/Perawat di Poli, akan bolak- jawab program koordinator TB
dan petugas lainnya dan balik ketika TB merupakan masih memiliki
tenaga labor. ada pelayanan seorang perawat rangkap pekerjaan
Selama menjabat TB. dengan dan belum
Koordinator TB belum pendidikan mendapatkan
pernah mendapatkan terakhir DIII dan pelatihan khusus
pelatihan khusus TB. telah memiliki SK mengenai TB.
Puskesmas pernah Kerja. Tidak Selain itu kader
membuat kader TB terdapat sertifikat puskesmas yang
puskesmas namun saat pelatihan. Untuk telah dibentuk
ini tidak lagi aktif kader puskesmas tidak aktif
berjalan.Namun yang telah berjalan.
terdapat kader penabulu dibentuk belum
yang membantu ada SK nya.
puskesmas dalam
penemuan pasien TB.

Pemegang Program TB sudah memiliki SK kerja program, namun tidak ditemukan SK kader

TB yang telah dibentuk di puskesmas Paal V. Secara kuantitas SDM di Puskesmas Paal V

sudah mencukupi, hanya saja masih ada tugas rangkap yang dibebankan kepada Koordinator

program TB puskesmas Paal V yaitu sebagai petugas HIV dan petugas pelayanan di IGD.

4.3.3 Dana

Berdasarkan informasi yang didapatkan dari hasil wawancara mendalam

dengan informan mengenai sumber dana dalam program TB dana berasal dari BOK

atau Bantuan Operasional Kesehatan. Terdapat beberapa kegiatan yang didanai dari

BOK yaitu untu kegiatan penemuan suspek TB, Kegiatan kontak serumah dan kasus

TB mangkir. Hal ini berdasarkan informasi oleh informan :


58

“...Kalau sekarang kan sudah BLUD, sudahtu di puskesmas untuk penemuan


kasusnyo biso dialokasikan dari dana BOK. Kalo dulu di support dengan
Global Fund sekarang dak lagi…”(Inf-1)

“…Kalau puskesmas mereka punya dana sendiri, dana dari BLUD, Kapitasi,
TB bisa dari BOK....”(Inf-2)

“…Sumber Dana dari ada dari penganggaran APBN dana BOK sudah
dianggarkan...(Inf-3)

“…Dana nya dari BOK. Untuk kontak serumah, untuk penemuan suspek TB,
TB mangkir. Jadi ada 3 kegiatan yang bisa didanai oleh BOK…”(Inf-4)

Pendanaan dana program TB oleh masing-masing puskesmas. Puskesmas

melakukan perencanaan untuk tahun selanjutnya pada akhir tahun. Perencanaan

dilakukan oleh penanggung jawab program, rencana yang telah dibuat akan diajukan

ke bendahara BOK agar dapat disetujui dan dilaksanakan. Berikut informasi yang

didapat dari informan :

“…Jadi pengalokasiannyo langsung dari puskesmasnyo, nanti puskesmas


yang mengatur semua-semuanyo sesua kebutuhan setelah itu baru diajakuan
ke dinkes…(Inf-1)

“…Jadi itu mereka mengolah dana sendiri. jadi kami dinas itu apa kebutuhan
mereka kita tinggal ACC. karena anggaran dari dinkes itu sudah ngga ada.
Karena memang dana langsung turun ke puskesmas masing-masing…”(Inf-2)

“…Kalau pendananaan itu diusulkan dahulu, biasonyo tu diakhir tahun.


Misalnyo untuk dana turun kontak serumah nanti baru diajukan ke
bendaharanya. Perencanaannya bedasarkan kebutuhan dan dilihat dari dana
tahun sebelumnya. Setelah itu nanti dirapatkan, kalau sudah disetujui baru
bisa turun dananya…”(Inf-4)

Berdasarkan hasil wawancara didapatkan informasi bahwa pendanaan untuk

program TB dinilai masih kurang. Menurut Penanggung jawab program TB Dinas

Kesehatan Kota Jambi dana yang telah dianggarkan bukan tidak mencukupi tapi tidak

mampu terserap dengan baik. Dana yang dianggarkan untuk transport hanya dapat

turun 11 kali dalam sebulan. Sementara dalam pelaksanaannya dalam satu hari dana

yang turun untuk satu orang petugas hanya bisa untuk satu kegiatan. Sedangkan

petugas tidak dapat sering turun lapangan dikarenakan adanya tugas rangkap. Hal
59

tersebut menyebabkan terhambatnya pelaksanaan kegiatan penemuan pasien. Hal ini

diungkapkan oleh informan :

“…Kalo kito ngatokan kurang, semuanyo kurang. Dana program TB itu


serempak dengan program lain, sementaro dana nyo kan dak begitu banyak
selamo pandemi ini jugo dana banyak difokuskan untuk Covid samo
vaksin…”(Inf-1)

“…Dana itu ada, mereka sudah menganggarkan namun jadi tidak tercukupi
karena dana tidak terserap. Kenapa tidak terserap? Karna petugas
puskesmasnya hanya itu itu aja. Misalnya, petugasnya sudah turun untuk
investigasi kontak di tanggal sekian. Nah untuk hari itu ngga bisa lagi dipakai
untuk kegiatan posyandu. jadi satu kali pengajuan hanya berlaku untuk satu
hari nggabisa dananya untuk 2 transport. Sedangkan dalam 1 bulan batas
dana transport hanya 11 hari. Kalau sudah lebih 11 hari gabisa lagi
dipakai…”(Inf-2)

“…Dana nya itu kalau untuk TB ada, kalau pas penyuluhan kan juga bisa
berbarengan dengan kegiatan lain. Cuman ya beberapa tahun ini kan masih
masa pandemi jadi dana tu masih anggarannya terpakai..”(Inf-3)

“…Kalau untuk dana jujur kurang yo karno untuk turun bae honor nyo dak
jalan, kalaupun ada dana itupun paling 3 bulan sekali hanya 50 ribu, tidak
sesuai. Untuk kegiatan lain pun kayak penyuluhan itu biasonyo serempak sama
posyandu jadi dana ni emang saling terkait. Cuman untuk kader emang belum
adda lagi, karena kan kita mengharapkan insentif diawal itu jadi motivasi
untuk kader, sebenarnya kan sifat kader itu sukarela…”(Inf-4)

Berikut disajikan matriks yang merupakan reduksi dari hasil wawancara

mendalam mengenai dana dalam penemuan pasien TB di Puskesmas Paal V, dapat

dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4. 8 Matriks Triangulasi terkait Dana


Topik Kode Jawaban Informan Kesimpulan
Sumber dana Inf-1 Sumbernya dari dana BOK Sumber dana:
Inf-2 Dana dari BLUD, kapitasi, dan BOK - BOK
Inf-3 Sumber dana dari APBN dana BOK Puskesmas
Inf-4 Dana dari BOK
Ketersediaan Inf-1 Dana TB yang turun serempak program lain, untuk Dana untuk
dana dana khusus TB kadang-kadang tidak ada. penemuan
Inf-2 Dana tidak terserap, karena kesulitan dalam pasien sudah
menjadwalkan program dan petugas yang memiliki ada namun
tugas rangkap sehingga dana tidak bisa dipakai jika tidak dapat
lebih dari 11 hari. terserap
Inf-3 Dana ada dana kegiatan saling berkaitan dengan dengan baik.
program lain
Inf-4 Dana dari BOK. Dana turun kelapangan masih
kurang.Dana kader TB belum ada kembali
60

Berdasarkan telaah dokumen dapat ditemukan adanya anggaran program TB

di dalam dana BOK Puskesmas. Bukti adanya pelaksanaan program TB dapat dilihat

pada tabel dibawah ini :

Tabel 4. 9 Rincian BOK Puskesmas Paal V untuk Program TB tahun 2022


Rincian Uraian Harga
Satuan Rincian Subtotal
Kegiatan Komponen Satuan
Pelacakan Bantuan
pasien suspek Transport ASN 2 org x 100
orang/hari 60.000 12.000.000
TB Puskesmas kasus x 1 kali

Kunjungan Bantuan
Kontak Transport ASN 2 org x 54
orang/hari 60.000
serumah Puskesmas kasus x 1 kali 6.480.000
penderita TB
Pelacakan Bantuan
2 org x 10
Kasus TB Transport ASN orang/hari 60.000
kasus x 1 kali 1.200.000
mangkir Puskesmas

Dari tabel diatas diketahui bahwa dana transportasi yang diturunkan yaitu

untuk 2 orang petugas dengan satuan perhari. Belum ditemukan dana terkait dan Dana

kader TB. Berikut disajikan matriks hasil wawancara mendalam, observasi, dan telaah

dokumen terkait dana pada tabel di bawah ini :

Tabel 4. 10 Matriks Triangulasi Metode terkait Dana


Telaah
Aspek penelitian Wawancara Mendalam Kesimpulan
Dokumen
Dana dalam Dana yang digunakan Berdasarkan telaah Dana Program
pelaksanaan puskesmas yaitu bersumber dokumen Rencana TB khususnya
penemuan pasien dari dana BOK.Dana masih Anggaran Biaya (RAB) untuk Penemuan
TB dinilai kurang, dana turun Biaya Operasional Pasien sudah
saling terkait dengan Kesehatan (BOK) tersedia dari
program lain. Selama Puskemas Paal V tahun dana BOK.
pandemi dana lebih 2022 telah terdapat alokasi Namun belum
difokuskan COVID. untuk dana untuk Program TB terdapat dana
porgram TB Dana yang di yaitu berupa kegiatan terkait kader TB.
ajukan tidak dapat terserap penemuan suspek kontak
dengan baik, dikarenakan serumah, dan TB mangkir.
jatah uang transportasi Tidak ditemukan dana yang
perbulan hanya 11 hari dan berhubungan dengan
tiap harinya hanya dapat kegiatan kader TB.
untuk 1 kegiatan.

Berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen diketahui jika dalam

Rancangan Anggaran Biaya BOK Puskesmas Paal V sudah ada penganggaran untuk

program TB Paru yaitu berupa kegiatan pelacakan pasien suspek TB, kunjungan
61

kontak serumah penderita TB dan TB mangkir. Namun tidak dapat dana terkait

pengaktifan serta pembinaan kader TB.

4.3.4 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana pada Puskesmas Paal V terkait penemuan pasien TB telah

sesuai dengan standar puskesmas satelit. Berdasarkan hasil wawancara sarana dan

prasarana puskesmas disediakan berdasarkan kebutuhan puskesmas. Puskesmas Paal

V telah memiliki ruang khusus TB, media KIE, pot sputum dan sudah terdapat ruangan

laboratorium mikroskopis namun Puskesmas Paal V belum memiliki alat pemeriksaan

TCM karena bukan merupakan Puskesmas Rujukan Mandiri. Hal ini seperti pada

pernyataan :

“…Sarana prasarana insyAllah sudah cukup karena kebutuhan sesuai


permintaan dari puskesmas. Sekarang ni semua terduga TB diperiksa TCM,
jadi kalo layanan yang tidak ada TCM cepat merujuk ke faskes yang ado
TCM…”(Inf-1)

“…Sarana prasarana nya itu tergantung puskesmas. Seperti pot sputum, udah
tersedia. Udah sesuai dan cukup. Tapi kalau untuk alat TCM nya hanya di
beberapa faskes seperti di simpang kawat, Paal X, Pakuan Baru itu udah
ada…”(Inf-2)

“…Lengkap di fasilitasi oleh dinas Kesehatan. Misal masker dan lain-lain,


kita minta tergantung permintaan,dari dinas telah disiapkan dan telah di
fasilitasi oleh …”(Inf-3)

“…Kayaknya sarana prasarana sudah cukup kalau menurut kakak ya kayak


leaflet sudah ada dari dinas, tempat tidur ada dipinjamin ibu kapus, timbangan
juga, masker sudah ada, ruangan juga ada sendiri, ini ruangan nya gabung
dengan HIV karna gabisa campur dengan orang poli. Kita sudah ada labor
mikrospkopis. Kalau untuk cek sputum nya itu kita kirimkan ke puskesmas
Simpang Kawat atau Paal X untuk pemeriksaannya..”(Inf-4)

“…Kalau untuk di poli sendiri kalau untuk pemeriksaan semuanya sudah


tersedia. Lalu sekarang kta sudah punya tes mantoux. Kita tidak punya tes
TCM sendiri, biasanya akan dirujuk atau dikirim ke puskesmas Simpang
Kawat...(Inf-5)

“…Kalau untuk TB itu ada leaflet atau posternya …”(Inf-6)

Pengecekan dahak/sputum pasien terduga sebelumnya dilakukan di


62

laboratorium mikroskopis puskesmas. Namun untuk saat ini untuk menentukan status

dahak/sputum positif dilakukan dengan alat pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM).

Puskesmas Paal V belum memiliki alat pemeriksaan TCM dan harus mengirimkannya

ke fasyankes lain yang sudah memiliki alatnya. Pasien yang hasilnya positif

selanjutnya akan mendapatkan pengobatan dari pihak puskesmas. Setelah 2 bulan

pasien meminum obat maka dahaknya akan diperiksa kembali di puskesmas. Hal ini

seperti pernyataan informan :

“…Untuk pemeriksaan dahaknya sekarang kita kirimkan ke puskesmas Paal X


atau simpang kawat karna alat TCM itu cuman ada di beberapa tempat belum
ada di semuanya. Nanti setelah didapatkan hasilnya baru pasien akan diobati
lalu nanti 2 bulan kemudian sputumnya akan di cek lagi…”(Inf-4)

“….Kita tidak mempunyai tes PCM sendiri, biasanya akan dirujuk atau dikirim
ke Puskesmas Simpang Kawat. Di Kota Jambi ada 4 Puskesmas ang
mempunyai alat Test TCM, Paal 10, Simpang Kawat, Pakuan Baru dan Payo
Selincah, Sebelumya dikirim ke Puskesmas Paal X karna sudah ada pembagian
wilayah di kiri ke Puskesmas Simpang Kawat dan lebih dekat…”(Inf-5)

Berdasarkan hasil wawancara terkait ruang pemeriksaan penderita TB

dilakukan di poli umum, sedangkan pemeriksaan dahak dilakukan di laboratorium

Puskesmas. Ruangan khusus pengambilan dahak di puskesmas sudah tersedia namun

sudah jarang digunakan dikarenakan pasien di berikan arahan untuk mengambil

sputumnya diruma setelah bangun tidur. Untuk menentukan pasien positif sekarang ini

tidak lagi diperiksa oleh puskesmas langsung, melainkan dikirim ke faskes yang sudah

ada alat TCM. Fasilitas kesehatan di Kota Jambi yang sudah memiliki alat TCM

diantaranya Puskesmas Simpang Kawat, Puskesmas Paal X, Puskesmas Pakuan Baru,

Puskesmas Payo Selincah. Berikut disajikan matriks yang merupakan reduksi dari

hasil wawancara mendalam mengenai sarana dan prasarana dalam penemuan pasien

TB pada tabel di bawah ini :

Tabel 4. 11 Matriks Triangulasi Sumber terkait Sarana Prasarana


Topik Kode Jawaban Informan Kesimpulan
Sarana dan Prasarana Inf-1 Sarana prasarana seperti pot Sarana dan Prasarana
untuk pelaksanaan sputum sudah disediakan oleh berdasarkan permintaan
63

Topik Kode Jawaban Informan Kesimpulan


penemuan pasien TB dinas kesehatan. Sarana puskesmas meliputi
prasarana tergantung permintaan Sarana:
puskesmas - Pot sputum
Inf-2 Sarana prasarana tergantung - Masker
permintaan puskesmas. Sarana - Tempat tidur di ruangan TB
seperti pot sputum sudah - Timbangan
disediakan dan cukup. Namun
untuk alat TCM hanya ada di
beberapa puskesmas. Prasarana :
Inf-3 Lengkap di fasilitasi puskesmas. - Ruang khusus TB
Sarana Prasarana tergantung - Labor Mikroskopis
permintaan puskesmas. Puskesmas belum tersedia alat
Inf-4 Sudah cukup, terdapat ruangan tes TCM
khusus TB, tempat tidur,
timbangan, masker.
Inf-5 Sarana pemeriksaan pasien di
poli sudah tersedia.
Inf-6 Sarana dan prasarana promkes
itu ada sama pemegang program
nya.

Berdasarkan telaah dokumen tidak ditemukan adanya inventarisasi peralatan

penunjang penemuan penderita TB Paru. Dari hasil observasi langsung yang

dilakukan, Puskesmas Paal V sudah memiliki ruangan khusus pelayanan TB yang di

dalamnya sudah terdapat kursi, meja, kasur, dan lemari. Selain itu tersedia juga pot

sputum, masker, timbangan badan, dan pengukur tinggi badan.

Terdapat juga media KIE seperti poster, dan leaflet terkait informasi

tuberkulosis. Kemudian untuk perlatan pendukung di labor, sudah tersedia mikroskop,

reagensia untuk TB, kaca slide, dan oil imersi. Berikut disajikan matriks hasil

wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen terkait sarana dan prasarana

pada tabel di bawah ini :

Tabel 4. 12 Matriks Triangulasi Metode terkait Sarana dan Prasarana


Aspek Telaah
Wawancara Mendalam Observasi Kesimpulan
penelitian Dokumen
Sarana dan Sarana dan prasarana Terdapat Tidak ada Sebagai
Prasarana untuk pelaksanaan laboratorium, inventarisasi puskesmas
untuk kegiatan penemuan ruangan sarana dan satelit TB Paru,
pelaksanaan pasien di puskesmas khusus TB prasarana di sarana dan
penemuan sudah tersedia. Seperti beserta meja, Puskesmas Paal prasarana
pasien TB ruang khusus TB, labor kursi, tempat V. Berdasarkan Puskesmas Paal
mikroskopis, pot sputum, tidur, masker, tanda permintaan V sudah
masker. media KIE sarana-prasarana mencukupi
Kebutuhan disediakan seperti leaflet ke Dinas untuk kegiatan
64

Aspek Telaah
Wawancara Mendalam Observasi Kesimpulan
penelitian Dokumen
sesuai kebutuhan dengan TB dan poster. Kesehatan Kota penemuan
mengajukan permintaan Terdapat Jambi, pengajuan pasien TB.
ke pihak Dinas kesehatan. poster da alur permintaan
Untuk pemeriksaan diagnosis TB tersebut biasanya
sputum dilakukan di yang di dilakukan 2 bulan
puskesmas lain yang gantung di sekali.
memiliki alat TCM. ruangan TB.

Berdasarkan tabel diatas sarana dan prasarana Puskesmas Paal V sudah

mencukupi sebagai Puskesmas satelit. Puskesmas Paal V telah memenuhi sdm sesuai

standar dan dapat menjadi puskesmas PRM jika memiliki alat periksa TCM sendiri.

4.4 Proses

4.4.1 Penemuan pasien secara pasif

Kegiatan penemuan pasien secara pasif dilakukan dengan menunggu pasien TB

datang ke puskesmas. Alur pemeriksaan pasien di puskesmas dimulai dari pasien yang

datang ke puskesmas lalu dianamnesa oleh petugas lalu pasien yang sudah mengalami

gejala batuk selama 2 minggu atau lebih maupun gejala pendukung lainnya akan di

cek sputum nya. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh informan :

“…Pasif ni kan sifatnyo pasien datang kelayananan, jadi pasien yang ado
gejala batuk lebih dari 2 minggu tu nanti bakal dilakukakan pemeriksaan dan
di cek sputumnyo. Sudah itu memang kito bekerjo samola dengan promosi
kesehatan…”(Inf-1)

“…Kalau secara pasif itu dia menunggu pasien datang ke puskesmas.


Biasanya mereka itu datang kalau udah ada gejala batuk lebih dari 2 minggu,
demam, meriang..”(Inf-2)

“…penemuan pasiennya sendiri itu langsung ke poli misalnya pasien sudah


ada batuk kira-kira ada gejala klinisnya yang dicurigai kearah TB paru kalau
dulu dua minggu ya sekarang seminggu pun batuk kalau di lihat klinisnya
kemudian melihat fisiknya juga kita sudah anjurkan untuk periksa
dahak…”(Inf-3)

“…Itu penemuan di puskesmas ya, jadi pasien tu datang ke puskesmas pada


saat dia batuk sapai 2 minggu lebih. Itu terjaring pada saat di poli, nanti di
sana pasien terduga dijelaskan mengenai TB, lalu nanti diarahkan ke labor
65

untuk dilakukan pemeriksaan dahak. Nanti dari labor lah akan dikirimkan
dahaknya ke puskesmas simpang kawat untuk di TCM kan. Setelah hasil keluar
baru pasien dikabarin hasilnya positif atau tidak...”(Inf-4)

“…Jadi pasien tu datang ke puskesmas pada saat dia batuk sampai 2 minggu
lebih, setiap anamnesa dilakukan terlebih dahulu oleh perawat atau bidan
maupun di poli lansia yang selanjutya dilakukan pemeriksan oleh dokter.
Apabila ada pasien yang mengatakan batuk lebih dari 1 bulan kita akan
melakukan pemeriksaan sesuai dengan prosedur,intinya apabila ada yang
batuk lebih dari 2 minggu akan dilakukan pemeriksaan sputum dan
TCM…”(Inf-5)

“…Kalau pasif atau di puskesmas itu bararti saat pasien yang sakit datang ke
puskesmas…”(Inf-6)

Penemuan Pasien secara pasif bergantung pada kunjungan pasien ke

puskesmas. Salah satu kendala yang dihadapi petugas yaitu sedikitnya pasien dengan

gejala yang berkunjung, pasien belum mau datang ke fasilitas kesehatan jika

penyakitnya belum parah. Selain itu berkurangnya pasien yang datang ke puskesmas

beberapa tahun kebelakang ini akibat adanya pandemi COVID-19. Berikut paparan

dari informan:

“…Susahnyo tu dari masyarakat itu masih ado ketakutan sendiri untuk di


diskriminasi, sehingga kalo dak parah-parah nian dakdo ke layanan
kesehatan. Kalo masyarakat nyo sendiri tu yang tahu TB banyak, yang dak tau
jugo banyak…”(Inf-1)

“…Kalau pasif itu ya bergantung dengan pasien yang datang. Apalagi 2 tahun
terakhir penemuan kita rendah ya karna kita bersaing dengan covid. Orang
juga malas ke puskesmas karna takut disangka covid. Jadi orang yang datang
ke faskes kan jadi berkurang…”(Inf-2)

“…Ya kalau penemuan di puskesmas kan ndak seberapa, biasanya pasien itu
ke puskesmas kalau sakitnya udah parah. Jarang mereka yang memang sudah
tau penyakit yang diderita itu gejala TB. Setelah dilakukan pemeriksaan
mereka baru tau. Kadang bingung dari mana dapatnya, padahal mereka dak
ada keluar rumah, keluarga dirumah juga tidak ada yang sakit…”(Inf-4)

“...Pasien itu baru ditemukan di puskesmas waktu penyakitnya sudah berat


karena kurangnya informasi.”(Inf-5)

“…iya biasanya mereka hanya mengira penyakit biasa, jarang yang sakit tu
tahu kalu itu TB…”(Inf-6)

Pernyataan serupa di nyatakan oleh pasien TB yang diwawancarai kedua


66

informan yang merupakan Pasien TB mengaku tidak tahu mengenai penyakitnya dan

baru mengetahui di diagnosis TB ketika penyakit sudah parah saat berobat ke rumah

sakit. Berikut informasi yang disampaikan oleh informan :

“….Taunyo sakit TB pas dirumah sakitlah. Karno sakitnyo dak emergency kan
jadi santai bae. Adolah sampe batuk 3 bulan baru dibawak ke rumah sakit
Abdul Manap. Orang rumah dak ado yang sakit-sakit dari jaman keturunan
nenek, yang batuk jugo dak ado… ”(Inf-9)

“…Daktau sayo sakit dari sejak sebelum puaso, sudah beli obat tapi lantaran
dak sembuh-sembuh baru disuruh rujuk ke RS Abdul Manap dirawat 5 hari 4
malam pas disitu lah baru tau. Sakit tu setelah abis vaksin. Keluargo sayo jugo
sebelumnyo dakpernah tau sakit apo…”(Inf-10)

Telah ada kolaborasi antar unit layanan di Puskesmas Paal V yaitu antar unit

pelayanan umum, TB-HIV, Gizi, Lansia, dan Unit lainnya di puskesmas. Namun

kolaborasi tersebut biasanya dilakukan hanya dilakukan di puskesmas saja petugas lain

tidak dapat sering turun untuk dalam penjaringan pasien. Hal ini berdasarkan

pernyataan informan yaitu :

“…Tentu ada jalan. Karena kan juga dapat meningkatkan penjaringan


terduga ya, misal ada pasien HIV yang di periksa yang ternyata menunjukkan
gejala, pasti di lakukan kolaborasi itu dengan program TB jadi saling
membantu lah. Ada bisa turun itu biasanya sesuai sama pj program nya..(Inf-
3)

“…Ada dengan TB-HIV, Lansia, Gizi dan program lain. Jadi setiap pasien
HIV kita periksakan TB nya. Jadi kalau ada missal pasien anak-anak dengan
kondisi berat badan yang kurang dari normal makan akan kita konsulkan ke
Gizi. Tapi ya kalau untuk turun ke lapangan tidak bisa rutin.karna ya itu
terkendala waktu dan dana…”(Inf-4)

“…Ada contohnya itu di poli lansia atau poli lainnya, kalau untuk alurnya itu
sama aja ya karna kan disana juga ada dokternya, nanti baru keruangan
khusus TB nya…”(Inf-5)

Kendala lain yang ditemukan yaitu belum adanya kontribusi jejaring layanan

kesehatan dalam penemuan pasien TB salah satunya disebabkan karena belum

berjalannya Public Private Mix/PPM atau District Based Public Private Mix/DPPM.

DPPM di Kota Jambi masih baru dibentuk pada tahun 2022. Sehingga koordinasi antar
67

fasilitas layanan kesehatan dalam penemuan pasien belum optimal. Seperti pada

pernyataan informan berikut:

“…Itulah masalahnya belum ada koordinasi antar sektor tu, masih banyak
kasus yang tidak terlaporkan. Klinik mandiri atau rumah sakit swasta belum
ado lagi kerjasmonyo dengan puskesmas wilayahnyo. PPM atau DPPM tu
belum berjalan karno DPPM itu baru dibentuk tahun ini dengan harapan
berjalan dengan dikoordinir dinas kesehatan kota. DPPM itu layanan
tuberkulosis layanan pemerintah dan layanan swasta. Jadi masih belum
berjalan di fasyankesnya…”(Inf-1)

“…PPM atau DPPM itu baru dibentuk 21 maret. SK nya sudah ada juga tapi
belum ditanda tangani wakil walikota. Selama ini sebenarnya sudah ada
instruksi ke RS swasta atau klinik itu untuk melaporkan kasus yang ditemukan,
ya ada yang melaporkan ada yang tidak..”(Inf-2)

“…PPM itu harusnya ada koordinasi, kadang-kadang ada pasien yang diobati
ke rumah sakit tapi kita ngga tahu. Jadi perlu koordinasi kayak ke dokter klinik
gitu supaya melapor…”(Inf-3)

“…Terus terang be dak jalan. Untuk mendapatkan data-datanya dari paktek


dokter mandiri itu susah, karena mereka bilang itu namanya privasi…”(Inf-4)

Selain Public Private Mix (PPM) diketahui ditahun yang sama (2022) telah

terbentuknya Koalisasi Organisasi untuk Penanggulagan Tuberkulosis (KOPI TB).

KOPI TB merupakan gabungan dari beberapa organisasi profesi yang mempunyai

komitmen dalam upaya penanggulangan tuberkulosis.. Hal ini berdasarkan pernyataan

informan berikut :

“…Kemarin baru dibentuk jugo KOPI TB. jadi lingkupnyo profesi-profesi


dalam layanan itu yang biso berkontribusinyo secara optimal kepada
penderita atau terduga tuberkulosis. Jadi dalam situ misalnyo ado bidan,
dokter perawat jadi terkait TB ini dio biso menjelaskan…”(Inf-1)

“..Iya selain itu ada juga KOPI TB..”(Inf-2)

“…Kalau KOPI TB itu organisasi profesi baru dibentuk gitu ya, baru bulan
februari atau Maret kemarin. Kalau itu memang kerjasama dengan dinas
kesehatan tapi masing-masing jadi pengaplikasiannya juga baru. Baru
pertemuan 8 juni kemarin, jadi itu menghimbau anggotanya supaya ini
anggotanya itu aktif melaporkan kalau memang ada kasus TB paru…”(Inf-3)

Kendala lain saat pasien mengambil sputum, banyak pasien yang malu untuk

mengeluarkan dahaknya di puskesmas, sehingga lebih banyak air liur yang keluar
68

dibandingkan dahaknya maka akan menyebabkan eror saat di tes. Puskesmas sudah

memiliki ruang khusus pengambilan dahak, namun saat ini pasien lebih sering

diistruksikan untuk mengambil dahaknya dirumah dengan diberikan pot sputum dan

diantar besok paginya ke puskesmas. Menurut pemegang program TB walaupun tidak

sering tapi masih ada pasien yang tidak mengembalikan pot sputum ke puskesmas.

Berikut disajikan matriks yang merupakan reduksi dari hasil wawancara

mendalam mengenai penemuan pasien secara pasif dalam penemuan pasien TB pada

tabel di bawah ini :

Tabel 4. 13 Matriks Triangulasi Sumber terkait Penemuan Secara Pasif


Topik Kode Jawaban Informan Kesimpulan
Penemuan Inf-1, Penemuan pasien secara pasif dilakukan - Penemuan pasien
Pasien Secara 2-6 di puskesmas dengan memeriksa pasien secara pasif
Pasif yang memiliki gejala selama 2 minggu dilaksanakan di
lebih. puskesmas
- Suspek TB yaitu pasien
dengan batuk 2 minggu
atau lebih.
Jejaring layanan Inf-1,2 DPPM belum berjalan karena baru di - Belum adanya
Tuberkulosis bentuk pada tahun ini. Terdapat jejaring koordinasi antar
lain seperti KOPI TB yang juga baru klinik/dokter praktik
dibentuk di tahun 2022. mandiri dalam
Inf-3 PPM belum jalan. KOPI TB baru menemukan pasien TB,
terbentuk sehingga juga baru jejaring layanan
diaplikasikan. Perlu Koordinasi antar Tuberkulosis seperti
klinik atau dokter praktek mandiri untuk PPM baru di bentuk di
melapor. tahun 2022 sehingga
Inf-4 PPM tidak jalan. Susah untuk belum ada
mendapatkan data pasien TB dari dokter penerapannya di
praktek mandiri. puskesmas.

Berdasarkan telaah dokumen yang dilakukan, terdapat SOP penemuan suspek

TB dan alur pemeriksaan klinis yang terletak di ruangan terdapat dokumen daftar

terduga TB (TB.06) yang berisi daftar suspek yang telah diperiksa dahaknya. Terdapat

dokumen yang menjelaskan unit-unit pelayanan yang berkolaborasi dalam penemuan

suspek TB di Puskesmas Paal DOTS yaitu ruang pemeriksaan umum, ruang

pemeriksaan lansia, ruang pemeriksaan lansia. Namun tidak tercantum siapa

penanggung jawabnya setiap ruangnya. Berikut disajikan matriks hasil wawancara


69

mendalam, observasi, dan telaah dokumen pada tabel di bawah ini :

Tabel 4. 14 Triangulasi Metode terkait Penemuan Pasien Secara Pasif


Aspek Telaah
Wawancara Mendalam Kesimpulan
penelitian Dokumen
Penemuan - Penemuan pasien secara Terdapat SOP Pelaksanaan penemuan
secara Pasif pasif dilaksanakan di pelaksanaan penemuan pasien secara pasif sudah
puskesmas. Kebanyakan suspek, alur diagnosis dilakukan di puskesmas.
tidak datang ke TB Paru, SOP Namun kegiatannya belum
puskesmas bila penyakit tatalaksana kolaborasi optimal. Masih kurangnya
belum parah. Selama TB-HIV, dan Formulir informasi dan kesadaran
pandemi kunjungan TB.06 dan catatan pasien TB, sehingga pasien
pasien ke puskesmas kunjungan pasien. baru berkunjung jika
sangat kurang. penyakitnya sudah parah.
- klinik/dokter praktik Selama pandemi COVID-19
mandiri yang paspenemuan pasien
menemukan kasus TB berkurang, karena pasien TB
tidak melaporkan ke takut ke puskesmas. Belum
puskesmas. Jejaring ada kerja sama antar jejaring
layanan TB seperti PPM layanan kesehatan di kota
dan KOPI TB baru di jambi dalam penemuan
bentuk di tahun 2022. pasien TB.

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pelaksanaan penemuan pasien TB

secara pasif belum maksimal, karena penemuan pasien didasarkan pada pasien yang datang

langsung ke puskesmas. Terdapat pasien yang tidak mau datang ke puskesmas bila

penyakitnya belum parah ataupun pasien yang tidak mau datang karena merasa malu. Peran

jejaring layanan juga belum maksimal dalam berkoordinasi penemuan pasien TB karena tidak

ada laporan ke puskesmas setiap ada pasien TB yang di temukan oleh klinik maupun dokter

praktek mandiri.

4.4.2 Penemuan pasien secara Aktif

Penemuan pasien yang dilakukan di fasilitas kesehatan secara pasif harus

disertai dengan penemuan secara penemuan pasien secara aktif merupakan kegiatan

penemuan kasus TB dilakukan dengan langsung turun ke lapangan untuk melacak

pasien yang memiliki kontak dengan pasien TB maupun skrining massal pada

kelompok tertentu sesuai dengan penyakit yang memiliki risiko kejadian TB. Kegiatan

penemuan pasien secara aktif yang dilakukan yaitu investigasi kontak atau kunjungan

konteak serumah, ketok pintu, dan kunjungan ke panti jompo. Hal ini seperti ini seperti
70

yang diungkapkan oleh informan :

“…Jadi kalo penemuannyo di faskes be dak cukup. Kalau secara aktif kito ado
investigasi kontak atau ketok pintu…”(Inf-1)

“…Penemuan secara aktif itu biasanya dilakukan pada orang-orang berisko


kontak TB. Kalau untuk skrining nya panti jompo pernah dilakukan
skrining…”(Inf-2)

“…Penemuan aktif itu biasanya turun untuk cek kontak serumah, selain kontak
serumah kita juga ada kerjasama dengan panti jompo, kita ada dua kali
seminggu itu turun untuk memantau di sana…”(Inf-3)

“…Penemuan secara aktif itu turun langsung mencari pasiennya, kita yang
datang kerumahnya…”(Inf-4)

Kegiatan investigasi kontak merupakan kegiatan menemukan terduga TB

dengan melakukan penjaringan 10-20 rumah disekitar rumah pasien positif TB.

Puskesmas Paal V sudah memiliki SOP dalam pelaksanaan kunjungan rumah. Pasien

yang akan didatangi kunjungan kerumah oleh petugas TB sebelumnya telah terdata

dan dimintai persetujuan untuk datang kerumahnya. Petugas yang turun untuk

melakukan kunjungan kerumah biasanya adalah penanggung jawab program TB

beserta kader penabulu dan terkadang staff puskesmas. Hal ini seperti yang

diungkapkan oleh informan :

“…Kalo investigasi kontak itu satu orang yang positif TB lalu nanti dicek 10-
15 rumah sekitarnyo untuk melihat siapa kontak eratnya. Yang turun itu
biasanya pj TB nya sama kader atau petugas puskesmas lainnya…”(Inf-1)

“…Misalnya ada 1 pasien BTA positif jadi mereka harus turun di sekitar
rumah pasien. Sebelum turun itu biasanya suspek ditelpon terlebih dahulu oleh
petugas lalu diperiksa dan dibawa sputumnya untuk diperiksa dan diobati bila
positif. Kalau memang ditemukan ada pasien kontak yang negatif maka akan
tetap diberi TPT (Terapi Pencegahan TB) biar tidak jadi TB berat
nantinya…”(Inf-2)

“…Sudah ada dalam SOP nya. Kita turun pas saat ada pasien yang dilaporkan
positif. Nanti turun kerumah-rumah bersama kader penabulu disitu kita
jelaskanlah ke orang rumah nya maksud kita apa nanti baru diperiksa bisa
diberikan edukasi. Kalau petugas program lain bisa kita ajak turun
kelapangan tapi tidak bisa rutin…”(Inf-4)

“…Kalau untuk ke lapangan itu biasanya PJ TB karna kebetulan dia juga


71

perawat sama kadernya, kebetulan kepala puskesmas kita juga dokter jadi
mungkin pernah juga ikut turun. Cuman kalau untuk ibu dan perawat disini itu
bertugasnya di poli...”(Inf-5)

“…Kader membantu penemuan kasus dengan melakukan investigasi kontak.


Karna kontak serumah wajib diperiksa 20 rumah, 5 rumah ke samping,
kedepan dan kebelakang…(Inf-7)

Kegiatan investigasi kontak cek kontak serumah dan skrining, belum memiliki

jadwal dalam pelaksanaannya. Pelaksanaan investigasi kontak ini bersifat kondisional

dimana petugas turun melakukan investigasi kontak saat ada waktu senggang terlepas

dari tugas lainnya di puskesmas. Hal ini berdasarkan pernyataan informan :

“…Kalau untuk jadwal khususnya tu ndak ada. Biasanya kapan ada waktu aja
karna kan kakak ada di IGD juga atau kapan ada dapat telpon dari kader kalo
ada ketemu suspek nanti bisa turun…”(Inf-4)

“…Kalau biasanya diajak kak susi turun, biasanya 2 bulan tu ada sekali.
Paling tunggu dia ada waktu. Tapi kami biasanya siaplah…”(Inf-8)

Setelah wawancara terhadap pasien TB di Puskesmas Paal V ternyata belum

pernah mendapatkan kunjungan rumah oleh petugas TB puskesmas Paal V. Hal ini

seperti yang diungkapkan informan :

“…Dari puskes ini belum ado kesano, mungkin belum sempat gitukan. Dari
kemaren ado dibilang nak datang kerumah, kita bilang datanglah.
Kemungkinan mungkin dilihat nyo semakin membaik jadi belum ado datang-
datang…”(Inf-9)

“...Belum ado datang, tapi mungkin daktau kalo ado dibilang, mungkin ado
dibilang samo anak, soalnyo kemaren yang pertamo yang jemput obat kan
anak…”(Inf-10)

Kegiatan penemuan pasien selama masa pandemi tidak dapat dilaksanakan

dengan optimal dikarenakan selama pandemi COVID-19 karena ketakutan masyarakat

dan adanya diberlakukannya peraturan pembatasan jarak oleh pemerintah. Hal ini

berdasarkan pernyataan informan :

“…Kegiatan sudah ado dilakukan cuman selamo 2020-2021 kemaren itu


mungkin terhambat covid jadi masyarakat pun kito datang jugo takut. Kalo
sekarang sudah mulai lagi jadi diharapkan ado ketemu…”(Inf-1)
72

“…Iya itulah hambatan nya tidak jalan. selama covid investigasi kontak sulid
dilakukan, karna masyarakat pun takut sama nakes. Apalagi kita pakai APDs
segala macam kerumah pasien itukan, jadi penolakan-penolakan seperti itu
yang didapatkan…”(Inf-2)

“…Selama COVID itukan banyak kebijakan pemerintah untu pembatasan


jarak yah, jadi karna ada kebijakan tersebut itu otomatik program yang turun
yang mengumpulkan massa tidak tahun akan datng…”(Inf-3)

“…Selama COVID menunggu saja atau secara pasif, program pun lebih
banyak yang diarahkan ke COVID. Selain itu masyarakat pun takut untuk
didatangi petugas kerumah itu dengan APBD.

Dalam melaksanakan kegiatan penemuan pasien secara aktif penanggung

jawab program TB tidak hanya bertanggung jawab pada program TB saja sehingga

kewalahan untuk menyesuaikan waktu untuk turun. Selain itu dikarenakan luasnya

wilayah kerja puskesmas paal V pemegang program TB masih belum hapal wilayah

sehingga sulit untuk mencari rumah pasien yang ingin didatangi. Hal ini berdasarkan

informasi oleh informan :

“…Kendala sayo tu pertamo sayo dak tau jalan. Sayo biso bawak motor tapi
sayo dak tau wilayah-wilayah nyo RT berapo apolagi paal v besak. Jadi kalo
sayo mau turun sayo ajak ibu-ibu RT yang tau wilayah. Selain itu terkendala
waktu sudah datangi pasien tau-tau dahaknyo dak ado. Berati harus kito
datangi lagi kesano. iyo itu kalo kito gaweannyo cuma satu, ini kito ado 3
gawean merangkap-rangkap...“(Inf-4)

Menurut kader penabulu yang diwawancarai, di wilayah puskesmas Paal V

banyak penduduk dari kalangan menengah keatas sehingga ketika didatangi saat

kunjungan kerumah mereka tidak mau terekspos dan menolak petugas yang ingin

memeriksa. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh informan :

“…Sama dengan rawasari di paal V banyak orang kaya, rumah besar-besar


dan mereka itu tidak mau terekspos. Kadang kita telpon ni kita mau dating gitu
kan, kadang kita ditolaknya. Nyari terduga TB nyo tu susah, kebanyakan orang
tu malu, nanti kalau sudah parah baru mau periksa…”(Inf-8)

Berikut disajikan matriks yang merupakan reduksi dari hasil wawancara

mendalam mengenai penemuan secara aktif dalam penemuan pasien TB pada tabel di

bawah ini :
73

Tabel 4. 15 Matriks Triangulasi Sumber terkait Penemuan Pasien Secara Aktif


Topik Kode Jawaban Informan Kesimpulan
Penemuan Inf- 1 Penemuan pasien secara aktif ada investigasi - Penemuan secara aktif
Pasien Secara kontak, ketok pintu. Kegiatan penemuan aktif yang telah dilakukan di
Aktif terhambat selama pandemi COVID-19 puskesmas Paal V telah
Inf-2 Penemuan secara aktif dilakukan pada orang- yaitu melalui investigasi
orang berisiko kontak TB. Pernah dilakukan kontak, atau cek kontak
skrining di panti jompo. serumah. Sedangkan
Inf-3 Penemuan aktif yang dilakukan yaitu kontak untuk skrining di tempat
serumah, selain kontak serumah kita juga ada khusus yang dilakukan
kerjasama dengan panti jompo yaitu di panti jompo.
Inf-4 Penemuan secara aktif itu turun langsung - Selama pandemi tidak
mencari pasiennya. Penemuan belum optimal berjalan optimal selama
dikarenakan Wilayah kerja Paal V yang luas pandemi COVID-19.
dan terkendala waktu dan rangkap tugas - Belum ada jadwal khusus
untuk kegiatan turun lapangan. untuk kegiatan
Investigasi Inf-1 Investigasi kontak dengan mengecek 10-15 investigasi kontak.
kontak atau cek rumah sekitar pasien TB. - Wilayah kerja
kontak serumah Inf-4 Turun ke lapangan saat ada pasien yang Puskesmas Paal V yang
dilaporkan positif bersama kader penabulu. luas membuat
Belum ada jadwal dalam untuk turun cek koordinator TB
kontak serumah dilakukan kondisional sesuai kewalahan dalam
PJ TB. pelaksanaannya dan juga
Inf-8 Kegiatan cek kontak serumah TB dilakukan terkendala waktu
saat diajak oleh PJ TB puskesmas. Kegiatan dikarenakan adanya
yang dilakukan belum optimal karena banyak tugas rangkap .
penduduk dari menengah keatas sehinngga - Masih ada pasien TB
menola didatangi arena takut terekspos yang belum
1nf- Belum pernah mendapatkan kunjungan mendapatkan kunjungan
9,10 rumah rumah.

Berdasarkan telaah dokumen yang dilakukan sudah terdapat SOP penemuan

pemeriksaan kontak serumah pasien TB paru yang digunakan sebagai acuan penerapan

langkah-langkah penemuan pasien TB. Rincian kegiatan untuk pelaksanaan kontak

serumah sudah terdapat di kerangka acuan kerja namun belum ada jadwal dalam

pelaksanaannya. Koordinator TB memiliki buku tersendiri yang berisikan daftar

nama- nama pasien TB, alamat beserta keterangan lainnya. Namun tidak terdapat

laporan khusus untuk kegiatan turun kontak serumah atau lainnya. Berikut disajikan

matriks hasil wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen terkait sarana dan

prasarana pada tabel di bawah ini :

Tabel 4. 16 Matriks Triangulasi Metode terkait Penemuan Pasien Secara Aktif


74

Aspek Telaah
Wawancara Mendalam Kesimpulan
penelitian Dokumen
Penemuan - Penemuan secara aktif yang Terdapat SOP Penemuan pasien
secara Aktif telah dilakukan di puskesmas pelaksanaan untuk secara aktif dilakukan
Paal V yaitu melalui investigasi pemeriksaan kontak dengan melakukan
kontak, atau cek kontak serumah dan memiliki kunjungan kontak
serumah. Sedangkan untuk rincian kegiatan di serumah dan skrining
skrining di tempat khusus yang KAK, namun tidak pasien namun
dilakukan yaitu di panti jompo. terdapat laporan pelaksanaannya
Belum ada jadwal khusus untuk khusus untuk kontak belum optimal
kegiatan investigasi kontak. serumah. terlebih dimasa
Masih ada pasien TB yang pandemi COVID 19.
belum mendapatkan kunjungan Kegiatan penemuan
rumah. aktif tidak memiliki
- Penemuan pasien secara aktif jadwal khusus dalam
tidak berjalan optimal selama pelaksanaannya.
pandemi COVID-19.
- Wilayah kerja Puskesmas Paal
V yang luas membuat
koordinator TB kewalahan
dalam pelaksanaannya dan juga
terkendala waktu dikarenakan
adanya tugas rangkap.

Berdasarkan tabel diatas diketahui jika pelaksanaan penemuan pasien TB

secara aktif belum maksimal dilakukan. Kegiatan investigasi kontak selama pandemi

belum aktif kembali dilakukan, selain itu petugas TB puskesmas tidak memiliki jadwal

khusus untuk turun ke lapangan. Petugas TB turun lapangan ketika memiliki waktu

luang dikarenakan adanya rangkap 2 pekerjaan hingga. Sehingga masih ada pasien

positif TB yang belum mendapat kunjungan kontak serumah.


75

4.4.3 Edukasi Kesehatan

Edukasi TB diperlukan agar pasien maupun keluarganya mengetahui informasi

yang berhubungan dengan Tuberkulosis masyarakat harus diberikan edukasi secara

luas agar menyadari apabila diri atau anggota keluarganya terjangkit TB dapat segera

ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.

Berdasarkan hasil wawancara sudah ada edukasi mengenai TB yang dilakukan.

Edukasi biasanya dilakukan saat ada pasien TB yang berkunjung oleh petugas TB.

Edukasi biasa dilakukan staff puskesmas yang memiliki pengetahun mengenai

penyakit tuberkulosis seperti penanggung jawab TB, dokter, ataupun petugas promosi

kesehatan. Berdasarkan hasil wawancara sudah ada edukasi mengenai TB yang

dilakukan. Hal ini berdasarkan informasi berikut :

“…Edukasi dari puskesmas ke pasien kapan datang akan di berikan jadi


pasien bisa kapan saja diberikan edukasi. Bisa pas pelayanan ada diberikan
edukasi. Biasanya itu petugas TB pas ada ke posyandu atau ke lansia atau itu
kolaborasi dengan petugas promkesnya…”(Inf-3)

“…Edukasi ke pasien tentu dilakukan, biasanya pas pasien datang berobat itu
kita selalu berikan edukasi atau pas posyandu bisa juga. (Inf-4)

Edukasi biasa dilakukan staff puskesmas yang memiliki pengetahun mengenai

penyakit tuberkulosis seperti penanggung jawab TB, dokter, ataupun petugas promosi

kesehatan. Hal ini berdasarkan informasi berikut :

“…Biasanya yang memberikan edukasi itu yang ada latar belakang


pengetahuannya seperti dokter atau pemegang program TB nya. Biasanya
disini ada rolling petugas, jadi petugas program TB lama pun bisa juga
memberikan edukasi karna dianggap masih kompeten, kalau di lapangan yang
memberikan bisa koordinasi sama petugas promkes, kalau di poli memberikan
edukasinya dokter misalnya kenapa dia harus diperiksa dahaknya, mengenai
etika batuk itu bisa individu sama petugas TB nya…”(Inf-5)

Namun pernyataan berbeda disampaikan oleh petugas promosi kesehatan yang

menyatakan bahwa dalam kegiatan TB belum pernah diikutsertakan. Menurut petugas

promkes puskesmas kegiatan promosi kesehatan sudah direncakan dan diusulkan di


76

RKA sebelumnya. Namun kegiatannya hanya sampai di perencanaanya saja tidak

terlibat dalam pelaksanaannya dikarenakan kurangnya koordinasi antar program. Hal

ini berdasarkan informasi dari informan :

“…Sebelumnya telah diusulkan ke dalam RUK, tetapi kita tidak tau sama
sekali kesinkronan lintas program, di dalam menjalankannya pelaksanaan kita
tidak tahu, dimana tidak diajak, mereka datang ke tempat pasien tetapi kami
tidak di libatkan sama sekali. Waktu itu punya rencana membuat Pos TB,
mencari kontak erat searah jarum jam, ada pengkaderan TB, terus saya
mundur karena tidak banyak keterlibatan lintas program…”(Inf-6)

Materi informasi edukasi yang diberikan biasanya terkait informasi

tuberkulosis secara umum, pencegahan penularan, dan pengobatan TB. Hal ini seperti

paparan informan berikut :

“…Kalau TB itu biasanya ya gimana gejala nya pengobatannya…(Inf-3)

“… Edukasinya ya kayak gimana etika batuk yang benar, kalau dirumah itu
pakai masker, banyak sampai kita menjelaskan untuk minum obatnya harus
rutin karena penyakit ini bukannya ngga bisa sembuh, bisa sembuh tetapi tidak
boleh lepas minum obat...”(Inf-4)

Informasi yang disampaikan saat edukasi biasanya dilakukan dengan

menggunakan media KIE seperti leaflet atau lembar balik. Hal ini seperti yang

diungkapkan oleh informan :

“…Tergantung ya leaflet ada pakai, Lembar balik, bisa juga pakai proyektor
tergantung…”(Inf-3)

“…Kalau untuk sosialisasi penyuluhan biasanya leaflet…”(Inf-4)

Berdasarkan wawancara dengan penanggung jawab TB kegiatan edukasi di

puskesmas mengenai TB belum optimal, belum banyak dilakukan penyuluhan maupun

sosialisasi mengenai TB di diluar gedung atau di ruang lingkup yang lebih banyak

masyarakatnya. Hal ini berdasarkan informasi oleh informan :

“…Spanduk kita munculnya cuman hanya setiap hari TB sedunia 24 maret,


setelah itu gaada lagi muncul. jadi yang seperti itu, spanduk kek leaflet kah,
jadi kalau ada kegiatan tu promosi-promosikan dulu edukasikan dulu penyakit
penyakit menular…”(Inf-2)
77

“…Cuman kan harusnya kita harus sosialisasi juga ke lapangan juga, kalau
posyandu itu sasarannya masih kurang. Sebenarnya kita petugas TB ni cuma
bisa ngobatin da ngasih edukasi. kurang sosialisasi, untuk ningkatkan
kunjungan pasien atau pengetahuan pasien itu harusnyo orang promosi, itulah
tugasnyo orang promosi, promosi kesehatan nya idak jalan. Jangankan di
puskesmas di dinas saja petugas promkesnya bingung apo yg mau
dikerjakan…”(Inf-4)

Setelah dilakukan wawancara terhadap pasien TB di Puskesmas Paal V, Pasien

belum pernah mendapatkan penyuluhan atau sosialisasi mengenai TB dari pihak

puskesmas. Pasien mendapat edukasi mengenai tuberkulosis dari petugas yang

memeriksa. Hal ini diungkapkan oleh irforman :

“…Kalo kayak penyuluhan gitu pernah nyo yang ibu hamil. Kalo dari bu susi
dibilang kalo batuk usahakan tutup, kalo nyapu pakai masker. Jadi dakdo
menularkan ke orang kan. Kalo dari luar belum ado dapat…”(Inf-9)

“…Belum ado. Sebelumnyo belum pernah dengar jugo penyakit apo. Dari RT
jugo dak ado…”(Inf-10)

Berikut disajikan matriks yang merupakan reduksi dari hasil wawancara

mendalam mengenai edukasi dalam penemuan pasien TB pada tabel di bawah ini :

Tabel 4. 17 Matriks Triangulasi Sumber terkait Edukasi


Topik Kode Jawaban Informan Kesimpulan
Edukasi Inf- 3 Edukasi TB dilakukan saat pasien Edukasi kesehatan terkait TB
Kesehatan TB berkunjung ke puskesmas saat telah dilakukan oleh dokter
pelayanan. Penyuluhan biasanya ataupun pemegang program
dilakukan saat posyandu dan TB saat pasien datan untuk
prolanis. pelayanan ke puskesmas
dengan menggunakan leaflet
Inf-4 Edukasi TB dilakukan saat pasien maupun lembar balik.
berkunjung ke puskesmas. Sedangkan penyuluhan Tb
Penyuluhan biasanya saat posyandu. biasanya dilakukan saat ada
Inf-5 Edukasi saat dilapangan dapat posyandu. Penyuluhan di
dibantu oleh petugas promkes, di posyandu belum memiliki
poli dapat dilakukan oleh petugas jadwal tetap pelaksanannya.
TB maupun dokter.
Inf-9,10 Pasien belum pernah mendapat
penyuluhan tapi sudah ada edukasi
dari pemegang program TB

Materi dan media Inf-3 Mengenai gejala sampai Materi edukasi yang
edukasi pengobatannya. Media yang disampaikan mengenai
digunakan tergantus petugas yang informasi umum TB, gejala,
menyiapkan dapat berupa leaflet, maupun pengobatannya.
lembar balik, maupun proyektor. Media yang biasa digunakan
Inf-4 Materi edukasi yang diberikan berupa leaflet dan timbal balik.
78

Topik Kode Jawaban Informan Kesimpulan


kepada pasien yaitu mengenai
pencegahan penularan, kepatuhan
minum obat Leaflet
Kendala/ Inf-2 Promosi kesehatan TB masih kurang Promosi kesehatan di
Hambatan Puskesmas Paal V masih
kurang.
Inf-4 Sosialisasi masih kurang. Promosi
kesehatan masih belum jalan
Inf-6 Dalam pelaksanaan program TB
petugas promkes tidak dilibatkan

Berdasarkan telaah dokumen didapatkan bahwa kegiatan penyuluhan sudah

ada di Kerangka Acuan Kegiatan puseksmas namun tidak terdapat laporan mengenai

terlaksananya penyuluhan. Hasil wawancara mendalam, observasi, dan telaah

dokumen terkait sarana dan prasarana pada tabel di bawah ini.

Tabel 4. 18 Matriks Triangulasi Metode terkait Edukasi


Aspek Telaah
Wawancara Mendalam Kesimpulan
penelitian Dokumen
Edukasi Edukasi TB biasanya Kegiatan penyuluhan Edukasi TB yang
kesehatan diberikan oleh petugas kesehatan sudah ada di dilakukan petugas belum
mengenai TB seperti dokter ataupun Kerangka Acuan Kerja optimal. Edukasi lebih
pemegang program TB puskesmas. Serta tidak ada banyak dilakukan
pasien saat pelayanan laporan mengenai petugas secara personal
menggunakan media KIE penyuluhan yang telah saat pelayanan ketika
seperti leaflet ataupun dilakukan di puskesmas pasien datang ke
lembar balik. Paal V. puskesmas. Penyuluhan
Namun kegiatan ataupun promosi
penyuluhan ataupun kesehatan di luar gedung
sosialisasi mengenai TB di belum atau kepada
tempat umum belum audiensi yang lebih
banyak dilakukan salah banyak masih jarang
satunya dikarenakan dilakukan dilakukan
kurangnya koordinasi karena belum adanya
antara program dan jadwal rutin kegiatan.
petuagas promkes.

Berdasarkan tabel diatas edukasi akan tuberkulosis belum optimal dilakukan,

edukasi yang dilakukan banyak secara individual yaitu saat pasien datang ke

puskesmas. Penyuluhan dengan massa lebih banyak belum banyak dilakukan.

4.5 Output

Terdapat beberapa indikator dalam menilai keberhasilan program TB di

puskesmas. Case Detection Rate (CDR) merupakan salah satu indikator yang
79

digunakan untuk menilai keberhasilan program TB dalam penemuan kasus

tuberkulosis di puskesmas. Target nasional yang ditetapkan untuk keberhasilan CDR

adalah 70%. Kota Jambi belum memiliki target sendiri, target yang digunakan untuk

capaian yaitu target nasional. Puskesmas Paal V belum berhasil mencapai target

penemuan pasien yang ditetapkan. Berikut pernyataan dari informan :

“… Belum ado yang capai target puskesmas. Untuk Kota Jambi target di nyo
tu ado 8785 untuk tahun 2022, sementaro pasien yang ditemukan baru 3435
masih 39,2% dari 70%. Macam SPM kito jg belum nyampe 50%...”(Inf-1)

“…Selama ini belum pernah tercapai. jangankan dinkes, puskesmas pun tidak
pernah tercapai. Karena kan awalnya dari temuan kasus puskesmas
juga…”(Inf-2)

“…Memang belum tercapai…”(Inf-3)

“…Capaian indikator CDR nya masih jauh, dari 134 targetnya baru
ditemukan 14, itu dari januari-mei…”(Inf-4)

Masih adanya petugas program TB yang memiliki beban rangkap kerja,

Luasnya wilayah kerja Puskesmas Paal V, Pasien TB yang malu ataupun masih adanya

stigma pasien TB masyarakat, kurang gencarnya kegiatan penemuan pasien secara

aktif, kurangnya kegiatan penyuluhan maupun sosialisasi mengenai TB, belum

adanya keterlibatan kader bentukan puskesmas dalam penemuan pasien serta masih

kurang nya peran lintas sektor terutama klinik atau dokter praktek mandiri dalam

pelaporan penemuan pasien sehingga capaian penemuan kasus TB di puskesmas masih

rendah. Hal ini berdasarkan pernyataan informan :

“…Memang kendalanyo ni dari masyarakat itu masih ado ketakutan sendiri


untuk di diskriminasi untuk ke layanan kesehatan apolagi kalo ternyato positif
sudah pasti malu. Kalo dari petugasnyo tu sebenarnyo sudah berusaha
semaksimal mungkin cuman tu kalo cuma petugas bae dak telap, memang
harus ado partisipasi dari semua termasuk masyarakat jugo dalam
menemukannyo. Sudahtu jugo peran lintas sektor nyo masih kurang, sehinggo
memang kalo swasta dapat atau dpm segalo macam dio dak terlaporkan ke
puskesmas jadi itu yang perlu ditingkatkan…“(Inf-1)

“…adanya stigma masyarkatnya kalau dia sudah menganggap TB itu aib dan
malu untuk berobat. Juga TB mangkir atau putus berobat, Mangkanya ibu itu
80

pengen menggencarkan dari promosi kesehatannya. Spanduk kita munculnya


cuman hanya setiap hari TB sedunia 24 maret, setelah itu gaada lagi muncul.
Selain itu kasus itu belum semua tercatat dan terlaporkan, belum rata seperti
DPM yang menemukan TB tapi langsung diobati tanpa melaporkan ke
puskesmas…”(Inf-2)

“…Kendalanyo tu itulah harusnyo lebih gencar lagi promosi kesehatannyo


kalau untuk meningkatkan kunjungan pasien. Trus memang dalam
penemuanyo langsung tu belum banyak jugo penemuannyo masih banyak di
puskesmas karno untuk turun tu terkendala waktu, sedangkan kakak ado
megang program lain jugo sudahtu jugo Puskesmas Paal V ni wilayahnyo luas
nian…(Inf-3)

Berikut disajikan matriks yang merupakan reduksi dari hasil wawancara

mendalam output dalam penemuan pasien TB di Puskesmas Paal V Kota Jambi pada

tabel di bawah ini :

Tabel 4. 19 Matriks Triangulasi Sumber terkait Output


Topik Kode Jawaban Informan Kesimpulan
Capaian Target Inf- 1 Puskesmas belum ada yang mencapai target - CDR belum mencapai
CDR CDR yang ditetapkan. SPM TB belum target nasional yang
mencapai 50% yang juga tidak tercapai ditetapkan.
(100%).
Inf-2 Target CDR Dinas Kesehatan Kota Jambi
belum tercapai dikarenakan target puskesmas
belum ada yang tercapai.
Inf-3 Puskesmas belum mencapai target
Inf-4 Capaian CDR puskesmas masih jauh dari
target
Kendala/ Inf-1 Pasien TB takut datang ke puskesmas karena Kendala berasal dari
Hambatan takut akan diskriminasi dari masyarakat. Masarakat dan petugas TB.
Dalam penemuannya masih kurang Penemuan pasien lebih
partisipasi dari masyarakat seperti kader dan banyak dilakukan secara
masih kurangnya peran lintas sektor seperti pasif ketimbang aktif.
DPM dalam melaporkan kasus ke puskesmas.
Inf-2 Masih ada stigma masyarakat pada pasien TB
menyebabkan Pasien TB malu memeriksakan
dirinya ke Puskesmas. Kasus yang ditemukan
DPM tidak dilaporkan puskesmas. Adanya
pasien TB mangkir dan promosi kesehatan
masih belum gencar.
Inf-3 Penemuan secara aktif belum gencar
dilakukan, petugas TB memiliki tugas
rangkap dan terkendala waktu. serta selain
itu kader puskesmas masih belum aktif.
Promosi kesehatan yang dilakukan belum
gencar.
81

Berikut grafik capaian CDR Puskesmas Paal V selama tiga tahun terakhir :

Case Detection Rate (CDR)


20,00%
18,00% 17,30%
16,10%
16,00%
14,00%
12,00% 10,60%
10,00%
8,00%
6,00%
4,00%
2,00%
0,00%

2019 2020 2021

Gambar 4. 1 Grafik Capaian CDR Puskesmas Paal V

Berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui bahwa capaian CDR di puskesmas

Paal V selama 3 tahun terakhir belum mencapai target, dimana CDR sebesar 10,6%

(2021), 17,3% (2020), dan 16,1% (2019). Pada tahun 2021 target penemuan kasus

yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Jambi yaitu sebanyak 134 kasus yang

harus ditemukan, namun jumlah yang terjaring hanyak sebanyak 31 kasus sehingga

angka presentase CDR pada tahun 2021 hanya sebesar 10,6%. Berikut disajikan

matriks hasil wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen terkait sarana dan

prasarana pada tabel di bawah ini :

Tabel 4. 20 Matrik Triangulasi Metode terkait Output


Aspek Telaah
Wawancara Mendalam Kesimpulan
penelitian Dokumen
Capaian CDR Capaian CDR Puskesmas Dokumen laporan pasien Capaian CDR di
Paal V rendah hal tersebut TB tidak memuat hasil Puskesmas Paal V belum
dikarenakan adanya capaian kegiatan TB. mencapai target yang
pandemi COVID-19 Untuk melihat hasil ditetapkan yaitu 70%.
sehingga penemuan pasien capaian kegiatan TB
makin berkurang, adanya puskesmas yaitu melalui
rangkap tugas yang SITB.
dimiliki petugas, belum
adanya kerjasama lintas
sektor dalam penemuan
pasien.
82

Indikator capaian penemuan kasus di Puskesmas Paal V belum mencapai target

yang ditetapkan. Rendahnya angka CDR beberapa tahun terakhir disebabkan masih

marakanya pandemi COVID-19 sehingga penemuan pasien TB hanya dilakukan

secara pasif saja atau menunggu pasien dengan gejala yang berobat ke puskesmas.

Sedangkan kegiatan promosi kesehatan TB di puskesmas Paal V selama pandemi lebih

berfokus ke COVID-19.
BAB 5 : PEMBAHASAN

5.1 Keterbatasan Penelitian

Penelitian berjudul analisis pelaksanaan penemuan pasien tuberkulosis di

Puskesmas Paal V Kota Jambi tahun 2022 ini memiliki beberapa kelemahan

sebagaimana penelitian kualitatif pada umumnya. Berbagai keterbatasan yang peneliti

temui dalam melakukan penelitian ini, adalah sebagai berikut :

a. Beberapa dokumen yang tidak dimiliki oleh Puskesmas karena dokumen

tersebut hilang.

b. Adanya kader TB yang tidak aktif sehingga terdapat pergantian informan

dalam penelitian ini dalam mendapatkan informasi tentang implementasi

penemuan pasien tuberkulosis.

5.2 Komponen Input

5.2.1 Kebijakan

Berdasarkan hasil penelitian bahwa kebijakan dalam pelaksanaan penemuan

pasien TB di Puskesmas Paal V sudah dilaksanakan dengan mengacu pada Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis,

namun belum mengacu kepada Perwako yang mengatur penangulangan progam TB di

Kota Jambi karena belum adanya Perwako tersebut. Puskesmas sudah memiliki SOP

dan buku pedoman penanggulangan TB dan dalam pelaksanaan penemuan pasien TB

dan pelaksanaannya sudah mengacu pada SOP dan buku tersebut. Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian Zaswita (2019) mengenai implementasi penemuan pasien di

puskesmas yang menyatakan bahwa kebijakan di Puskesmas Balai Selasa hanya

mengacu kepada kebijakan pusat. Seharusnya kebijakan yang dikeluarkan oleh

Kementerian Kesehatan dirasa masih perlu diperkuat dengan kebijakan dari

83
84

pemerintah kota dan pimpinan Puskesmas Balai Selasa terkait bagaimana upaya

peningkatan capaian penemuan penderita TB Paru dengan mengacu kepada kebijakan

nasional.(54)

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 dalam mencapai

Strategi Nasional Eliminasi TB tahun 2030 salah satunya diperlukannya penguatan

komitmen dari kepemimpinan pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan

pemerintah daerah kabupaten/kota.(2) Puskesmas Paal V dalam pelaksanaannya belum

memiliki peraturan daerah yang mendukung pelaksanaan program TB. Hal ini

dikarenakan peraturan daerah terkait penanggulangan program TB di Kota Jambi saat

ini dalam proses pembuatan dan pengesahan. Menurut Dinas Kesehatan Kota Jambi,

peraturan daerah mulai dibentuk pada awal tahun 2022 dan di Bulan Mei 2022 sudah

diadakan koordinasi dengan Wakil Wali Kota Kota Jambi terkait perencanaan

pembuatan peraturan wali kota. Peraturan wali kota terkait penanggulangan program

TB dapat disahkan setelah peraturan gubernur keluar.

Oleh karena itu, Dinas Kesehatan Kota Jambi diharapkan segera mengesahkan

kebijakan peraturan daerah Kota Jambi terkait penanggulangan TB agar dapat

diimplementasikan dan disosialisasikan kepada petugas kesehatan dan masyarakat.

Serta sebaiknya SOP penanggulangan TB di Puskesmas, Dapat tersedia di bidang lain

yang berkaitan dengan program penanngulangan TB.

5.2.2 Sumber Daya Manusia

Petugas yang terlibat di program TB di Puskesmas Paal V terdiri dari 1 orang

penanggung jawab program TB, 1 orang dokter dan 2 orang perawat sebagai petugas

poli serta 1 orang petugas labor. Puskesmas Paal V memiliki satu orang

koordinator/penanggung jawab program TB yang berprofesi sebagai perawat dengan

pendidikan terakhir yaitu DIII Keperawatan yang sudah memegang jabatan selama 2
85

tahun. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 tahun 2016 yang

menyatakan sedikitnya tenaga TB yang harus tersedia di puskesmas untuk pelaksanaan

program penanggualangan TB yaitu dokter, perawat dan analis laboratorium terlatih.(2)

Secara kuantitas standar tenaga dalam pelaksanaan penemuan pasien TB di Puskesmas

Paal V sudah sesuai dengan Permenkes Nomor 67 tahun 2016.

Pemegang Program TB memiliki tugas antara lain melakukan penemuan dan

penjaringan pasien TB, mengadakan kunjungan rumah, melakukan penyuluhan

tuberkulosis baik ke individu ataupun masyarakat, serta membuat pencatatan dan

pelaporan yang nantinya akan diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kota Jambi. Selain

menjabat sebagai koordinator TB petugas juga memiliki tugas sebagai perawat di

ruang IGD Puskesmas. Sesuai dengan hasil penelitian Subekti (2019), menyebutkan

bahwa masih banyak petugas di puskesmas yang merangkap tugas dalam memegang

program, sehingga saat pelayanan kesehatan dilakukan 1 orang petugas kesehatan

melakukan dua tugas atau lebih untuk meng-cover tugas yang belum dikerjakan.(54)

Menurut Maryun (2012), petugas puskesmas memiliki beban kerja ganda dikarenakan

adanya tanggung jawab lain diluar tanggung jawabnya sehingga dapat menimbulkan

terbengkalai salah satu tugas.(55)

Adanya rangkap tugas pada penanggung jawab program dapat mengakibatkan

kurangnya perhatian dan fokus petugas terhadap bidangnya, terutama dalam

penemuan pasien TB. Tugas rangkap yang dimiliki pemegang program TB Puskesmas

Paal V mengakibatkan mobilitas petugas menjadi terganggu karena terbagi antara

tanggung jawab kegiatan penemuan pasien TB dan tugas di IGD puskesmas.

Sehingga menyebabkan petugas kesulitan dalam membagi waktu untuk melakukan

penemuan pasien secara aktif. Tugas rangkap yang diberikan harus diukur berdasarkan

kemampuan petuagas menerima rangkap tugas tersebut untuk dapat dijalani sebaik
86

mungkin, sehingga segala tugas dapat terselesaikan seaik mungkin. Oleh karena itu

diharapkan koordinator TB dapat membagi waktu dan jadwal sehingga tugas yang

diterima dapat rutin dilakukan tanpa mngenyampingkan tugas lainnya dan penting

bagi petugas untuk dapat berkolaborasi dengan program lain serta dapat

mengikutsertakan kader untuk turun dalam melakukan kegiatan penemuan pasien TB

agar dapat mengurangi beban kerja yang diterima.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa pada tahun 2017 Puskesmas Paal V telah

membentuk kader kesehatan khusus TB yang terdiri dari 5 orang petugas. Namun

menurut hasil penelitian tidak ditemukan dokumen berupa SK pembentukan kader

sehingga pada pelaksanaannya tidak ada kader yang bertugas dalam penemuan kasus

TB di wilayah kerja Puskesmas Paal V. Sejalan dengan penelitian Tristanti dan

Khoirunnisa (2018) yang menyatakan bahwa tugas menjadi kader terasa kurang

lengkap karena penugasannya hanya secara lisan yaitu diminta oleh bidan desa dan

perangkat desa secara langsung dan tidak memiliki surat penugasan atau pengakuan

sebagai kader kesehatan. Hal ini dikarenakan pengakuan resmi dari pemerintah atau

desa dianggap sebagai suatu bentuk penghargaan bagi kader.(56)

Perilaku kader menurut Fadhilah dkk (2014), salah satunya dipengaruhi oleh

motivasi. Motivasi yang tinggi berdampak terhadap perilaku penemuan suspek yang

baik. Motivasi terbangun dari kesadaran kader untuk membantu masyarakat

mengidentifikasi penemuan suspek yang didasarkan pada pekerjaan sosial atau

kemanusiaan. Namun, diperlukan incentive untuk meningkatkan motivasi kader.

Insetif dapat berupa tersebut antara lain hadiah, pengakuan, promosi atau melibatkan

kader pada kegiatan yang lebih luas.(58)

Adanya kader kesehatan TB dalam pelayanan kesehatan dapat membantu

petugas dalam meningkatkan cakupan pelayanan puskesmas. Kader TB di masyarakat


87

merupakan perpanjangan tangan dari petugas kesehatan dalam kegiatan program TB,

dan dapat membantu petugas dalam penemuan pasien TB. Kader yang dibentuk

memerlukan suatu bentuk pengakuan secara tertulis oleh pihak puskesmas atau daerah

setempat.

Saat ini Kota Jambi mendapatkan bantuan dari pusat dengan adanya Kader

Penabulu yang merupakan bantuan yang dibentuk oleh Yayasan Penabulu dan Stop

TB Partnerhip Indonesia (STPI). Salah satu tujuan kader penabulu adalah untuk

membantu meningkatan penemuan dan keberhasilan pengobatan TB dalam rangka

eliminasi TB di Indonesia. Kader Penabulu memiliki sistem kerja reward, dimana

kader dapat mengajukan pembayaran per kegiatan yang terlaksanakan seperti ketika

menemukan kasus, pasien yang didampingi selesai berobat dan kegiatan lainnya

sehingga kader penabulu tidak memiliki wilayah kerja khusus di masing-masing

puskesmas, semua kader dapat turun ketika ada indeks kasus yang dilaporkan.

Sehingga tidak ada kader khusus yang bertanggung jawab terhadap penemuan kasus

TB di wilayah kerja Puskesmas Paal V.

Oleh karena itu Pimpinan Puskesmas Paal V diharapkan dapat mengaktifkan

kembali kader TB Puskesmas yang telah di bentuk dan dapat bekerja sama dengan

kader penabulu sehingga penemuan pasien tidak hanya bergantung pada petugas dan

kader penabulu saja. Serta diharapkan puskesmas dapat membuat surat keputusan

kerja kader dan dapat diikut sertakan dalam kegiatan penemuan pasien TB di

Puskesmas Paal V.

Berdasarkan hasil wawancara selama penelitian bahwa penanggung jawab

program TB belum pernah mendapatkan pelatihan terkait TB. Pelatihan pernah

diberikan oleh dinas kesehatan kepada penanggung jawab program TB sebelumnya

pada tahun 2018, namun pada awal tahun 2020 terjadi pergantian penanggung jawab
88

program TB di puskesmas dan hingga kini belum ada pelatihan TB baik dari dinas

kesehatan kota maupun provinsi. Selama menjabat sebagai pemegang program TB,

petugas hanya belajar secara mandiri dan mendapatkan bantuan dari pemegang

program TB sebelumnya. Terdapat pemberian informasi terkait program TB yang

diberikan oleh dinkes seperti penggunaan dan pengisian SITB melalui pertemuan atau

workshop.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rosmila dkk (2014) yang

menyatakan bahwa pelatihan TB telah ada diberikan kepada petugas TB di Puskesmas

Kota Semarang, namun pelatihan belum didapatkan oleh petugas baru. Dengan

rendahnya pelatihan yang didapat oleh petugas, maka akan rendah pula peningkatan

pengetahuan, keterampilan dan perilaku petugas dalam program TB Paru yang juga

berdampak pada upaya penemuan pasien TB Paru.(59) Penelitian yang sejalan oleh

Awusi dkk (2012) menyatakan bahwa terdapat pelatihan mengenai strategi DOTS

yang diberikan sebelumnya, namun adanya pergantian staf yang cepat dan

keterbatasan jumlah jumlah tenaga kesehatan sehingga banyak petugas kesehatan yang

telah dilatih dimutasikan ke bagian pelayanan kesehatan lainnya dan diganti oleh

petugas lain yang belum dilatih.(60)

Permenkes 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis menjelaskan

bahwa pelatihan program penanggulangan TB merupakan salah satu upaya

peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan petugas dalam meningkatkan mutu

dan kinerja petugas. Pelatihan merupakan suatu proses meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan seseorang yang telah melalui pendidikan formal agar dapat bekerja

sesuai dengan tugasnya sehingga terjadi peningkatan kualitas kerja. Pelatihan dapat

dilakukan sebelum bertugas maupun saat bertugas.(2)

Terdapat pergantian petugas pemegang program TB di Puskesmas Paal V yang


89

tidak diiringi dengan pelatihan mengenai TB menyebabkan petugas baru tidak

memiliki modal yang setara dengan petugas sebelumnya yang telah diberikan

pelatihan. Pergantian staff yang cepat mengakibatkan materi pelatihan tidak bisa

direalisasikan oleh petugas penanggung jawab sebelumnya. Pelatihan yang diberikan

akan menjadi salah satu faktor untuk meningkatkan pengalaman petugas puskesmas

dalam melaksanakan program TB sehingga dapat mempengaruhi pencapaian dalam

penemuan pasien. Diharapkan Dinas Kesehatan Kota dan Provinsi dapat memberikan

pelatihan kepada semua petugas yang terlibat dalam program TB yang belum pernah

dilatih. Selain itu diharapkan kepada pihak Puskesmas Paal V dapat mengajukan

kepada Dinas Kesehatan Kota maupun Provinsi Jambi untuk diikutsertakan dalam

pelatihan untuk petugas TB terkait.

5.2.2 Dana

Berdasarkan informasi yang didapatkan dari hasil wawancara mendalam

dengan informan mengenai sumber dana dalam program TB khususnya dalam

pelaksananaan penemuan pasien TB, sumber dana untuk program TB umumnya

berasal dari Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang diajukan ke Dinas Kesehatan

Kota dan dikelola oleh puskesmas sendiri. Pengajuan dana dilakukan oleh puskesmas

sesuai dengan kebutuhan dari kegiatan program yang akan dilaksanakan.

Pengalokasisan dana program TB sudah mencakup untuk kegiatan penemuan pasien

TB. Dana BOK digunakan untuk pelacakan pasien suspek TB, kunjungan kontak

serumah penderita TB dan kasus TB mangkir, namun belum terdapat pengalokasian

dana untuk kader TB pada dokumen RAB BOK Puskesmas Paal V.

Sesuai dengan penelitian Indira dkk (2018) yang menyatakan anggaran untuk

program TB Paru di Puskesmas Belong Kota Bogor berasal dari BOK. Sumber dana

Program TB Paru dialokasikan pada setiap kegiatan TB Paru sesuai dengan


90

perencanaan yang dibuat oleh puskesmas.(61) Penelitian lain yang dilakukan Agustina

(2018) menyebutkan bahwa sudah ada dana tersendiri untuk pelaksanaan program TB,

yang berasal dari dana BOK. Namun di Puskesmas Simalingkar tidak ada

pengalokasian dana untuk kader TB dalam pelaksanaan program untuk kegiatan

pengecekan kontak serumah.(62)

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun

2021, BOK atau bantuan operasional kesehatan merupakan subsidi pemerintah dalam

bidang kesehatan. BOK Puskesmas digunakan untuk meningkatkan akses dan mutu

pelayanan kesehatan masyarakat pada kegiatan promotif dan preventif di wilayah kerja

Puskesmas. Kegiatan dana BOK dapat digunakan untuk kegiatan berupa belanja

transpor lokal petugas kesehatan, orientasi kader kesehatan, pemberian obat pencegahan,

dan pengambilan obat.

Tersedianya dana merupakan salah satu faktor yang mendukung kelancaran

suatu program berjalan secara efektif dan efisien. Belum adanya dana yang

dialokasikan untuk kegiatan kader TB menandakan belum ada perencanaan bahwa

Sehingga jika dana tidak cukup dan memadai maka akan menghambat jalannya

kegiatan penemuan pasien. Menurut informan didapatkan informasi bahwa dana untuk

penemuan pasien di puskesmas Paasl V sudah tersedia, namun tidak terserap dengan

baik. Dana transport dalam sebulan dibatasi yaitu 11 hari, dimana dalam satu harinya

hanya dapat satu program yang turun. Artinya dalam satu hari petugas TB yang sudah

mengikuti kegiatan posyandu, dananya tidak dapat lagi turun untuk program

penjaringan TB dalam hari tersebut. Sedangkan untuk kegiatan turun lapangan petugas

puskesmas memiliki kesulitas meyesuaikan kegiatan tersebut dikarenakan

perencanaan belum dibuat dengan baik karena petugas TB belum memiliki jadwal

rutin untuk kegiatan turun penemuan pasien.


91

Menurut Edward (2016), salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya

penyerapan anggaran yaitu karena lemahnya perencanaan. Hal tersebut

mengindikasikan bahwa institusi tersebut tidak punya konsep yang matang, jelas dan

terukur. Tidak adanya konsep perencanan anggaran secara riil tentu akan berdampak

pada munculnya sejumlah kesulitan dalam mengarahkan penggunaan anggaran yang

tepat sasaran. Oleh karena itu, puskesmas perlu menyempurnakan perencanaan dana

yang telah dibuat dengan menganggarkan dana untuk pengaktifan kembali kader TB

yang dan dana insentif kader, serta pemegang program TB dapat mengatur dan

menyesuaikan jadwal kegiatan penemuan pasien TB agar dana dapat tersalurkan

secara efetif dan efisien.

5.2.3 Sarana dan Prasarana

Pelaksanaan program penanggulangan TB khususnya penemuan kasus dan

pemeriksaan dahak tidak terlepas dari tersedianya sarana dan prasarana untuk

mendukung keberhasilan program tersebut. Berdasarkan hasil wawancara mendalam

diketahui bahwa Puskesmas Paal V telah memiliki ruang khusus TB, laboratorium

mikroskopis, masker, pot sputum serta media KIE seperti leaflet dan poster.

Puskesmas Paal V sudah memiliki ruang ruangan khusus pengambilan dahak,

namun sudah jarang digunakan. Saat ini untuk pengambilan dahak pemegang program

TB menginstruksikan pasien untuk mengambil dahaknya sendiri di rumah dengan

memberikan pot sputum, lalu mengantarkannya kembali besok pagi ke puskesmas. Hal

tersebut guna mendapatkan dahak sesuai yang diperlukan, yaitu dahak pasien terduga

pada pagi hari setelah bangun tidur yang belum terkontaminasi. Deswinda (2018)

dalam penelitiannya menyatakan ruangan khusus membuang dahak di puskesmas

penting adanya dikarenakan dapat memudahkan pasien terduga untuk mengeluarkan

dahaknya agar terhindar dari rasa malu. Sebab pasien terduga selama ini biasnya
92

diminta mengeluarkan dahaknya disamping atau di depan puskesmas yang mana dapat

menimbulkan rasa malu dan risih ketika mengeluarkannya. Sehingga banyak pasien

yang hanya memerikan air liurnya saja.(64)

Puskesmas Paal V merupakan puskesmas satelit sehingga belum tersedia alat

pemeriksaan TCM untuk pengecekan dahak. Pemeriksaan dahak dilakukan dengan

mengirimkan sampel ke puskesmas lain yang menyediakan alat TCM. Di Kota Jambi

Puskesmas yang sudah memiliki alat TCM, yaitu Puskesmas Simpang Kawat,

Puskesmas Paal X, Puskesmas Pakuan Baru, Puskesmas Payo Selincah. Puskesmas

Paal V biasanya mengirimkan sampel dahak ke Puskesmas Simpang Kawat ataupun

Puskesmas Paal X untuk diperiksa. Hal ini sejalan dengan penelitian Deri (2019)

tentang analisis implementasi penemuan pasien TB dalam program penanggulangan

TB di Puskesmas Balai Selasa yang menyatakan bahwa sarana dan prasarana dalam

mendukung penemuan TB yaitu adanya ruang pemeriksaan labor, peralatan berupa

masker, pot dahak.(53) Sedangkan Kasim dkk (2012) yang menyebutkan bahwa sarana

dan prasarana yang dimiliki puskesmas Kabupaten Sebrang tidak lengkap, tidak

adanya laboratorium mikroskopis untuk memeriksakan dahak di puskesmas sehingga

menyebabkan terkendalanya dalam penemuan penderita TB di puskesmas Kabupaten

Subang.(65)

Awusi (2012) menyatakan sarana dan prasarana merupakan aspek pendukung

yang sangat penting dalam upaya penemuan pasien TB. Puskesmas yang fasilitas

lengkap akan berdampak pula pada penemuan pasien yang akan dilakukan oleh

petugas. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 tahun 2016 sarana dan

prasarana yang harus ada pada puskesmas yaitu laboratorium beserta alat-alatnya guna

memeriksa sputum pasien TB.(60) Selain itu puskesmas juga harus memiliki sarana

promosi kesehatan terkait TB yang digunkaan untuk edukasi serta promosi kesehatan
93

untuk menemukan pasien TB.

Puskesmas Paal V sudah memenuhi standar sebagai puskesmas satelit. Alat

pemeriksaan Tes Cepat Molekuler belum tersedia di puskesmas. Sesuai dengan

Permenkes 67 Tahun 2016 dan arahan dari dinas kesehatan puskesmas yang belum

memiliki alat TCM pot sputum berisi dahak akan dikirimkan ke fasilitas kesehatan

yang memiliki alat TCM. Oleh karena itu, pimpinan puskesmas Paal V dapat

meningkatkan pelayanan puskesmas Paal V dengan menjadikan Puskesmas Paal V

sebagai puskesmas rujukan mandiri dengan mengusulkan untuk menambah alat TCM

di laboratorium sehingga untuk pemeriksaan dahak tidak perlu mengirimkannya ke

puskesmas lain.

5.3 Komponen Process

5.3.1 Penemuan Pasien Secara Pasif

Berdasarkan hasil penelitian kegiatan penemuan pasien secara pasif di

Puskesmas Paal V dilakukan dengan memeriksa pasien dengan gejala TB yang datang

ke puskesmas. Pelaksanaan penemuan pasien TB di Puskesmas Paal V dilakukan saat

terduga berkunjung ke puskesmas. Petugas akan menanyakan gejala terkait TB kepada

pasien yang dicurigai menderita TB, selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan dahak

terhadap terduga. Selama pemeriksaan petugas akan memberikan edukasi mengenai

TB, jika pasien dinyatakan positif maka akan diberikan edukasi lanjutan terkait

pencegahan dan penularan serta diberikan motivasi kepada pasien TB agar tidak putus

dalam menjalani pengobatan. Petugas akan memantau perkembangan pasien dan

berkoordinasi dengan keluarga pasien sebagai pengawas minum obat. Penemuan

pasien TB di Puskesmas Paal V selama pandemi COVID dalam 2 tahun terakhir hanya

dilakukan secara pasif. Penemuan pasien hanya mengandalkan pasien yang datang

berobat ke puskesmas, sehingga belum banyak pasien terduga TB terjaring.


94

Sejalan dengan penelitian Cory (2017) yang menyatakan pelaksanaan

penemuan kasus di Kabupaten Tanah Datar belum maksimal dan tidak efektif

dikarenakan penjaringan pasien hanya dilakukan di tempat pelayanan kesehatan

sehingga hanya menunggu pasien yang datang serta upaya pelatihan dan pembinaan

petugas TB di puskesmas masih kurang.(66) Permenkes Nomor 67 Tahun 2016 tentang

Penanggulangan Tuberkulosis juga dijelaskan bahwa penemuan pasien dapat

dilakukan secara pasif maupun aktif. Penemuan pasien TB secara pasif merupakan

penemuan pasien yang dilaksanakan di fasilitas kesehatan. Penemuan pasien secara

pasif harus disertai dengan kegiatan promosi aktif.(2)

Penemuan dengan mengandalkan pasien yang datang ke puskesmas tidak

begitu banyak. Masih banyak masyarakat yang belum paham akan penyakit TB, pasien

yang masih beranggapan gejala TB yang diderita merupakan batuk biasa sehingga

pasien belum mau datang ke puskesmas bila penyakitnya belum parah. Pasien

umumnya malu untuk datang berobat ke puskesmas dikarenakan stigma negatif

masyarakat yang menganggap sebagai penyakit yang memalukan sehingga pasien TB

malu untuk mengakses pelayanan kesehatan. Pada penemuan penderita TB secara

pasif diperlukan masyarakat yang sadar, paham akan akan keluhan dan gejala penyakit

Tuberkulosis. Oleh karena itu penemuan pasien TB secara pasif harus disertai promosi

kesehatan yang gencar ke masyarakat seperti menjadwalkan kegiatan penyuluhan rutin

bulanan ke masyarakat.

Dalam meningkatkan penemuan pasien TB di puskesmas diperlukan kerja

sama dan kolaborasi antar program di Puskesmas Paal V dan adanya jejaring layanan

TB yang saling terintegrasi antar semua layanan di kabupaten/ kota seperti Public

Private Mix/PPM atau District Based Public Private Mix/DPPM. Berdasarkan hasil

penelitian sudah dilakukan kolaborasi antar program di Puskesmas Paal V, yaitu


95

dengan program HIV, Gizi, Poli lansia dan program lain yang bersangkutan dalam

penemuan pasien TB. Kolaborasi dilakukan salah satunya apabila petugas gizi ataupun

lansia yang dalam pelayanannya menemukan pasien dengan gejala TB maka akan

diarahkan ke petugas TB untuk dapat melakukan pengecekan dahak.

District Based Public Private Mix (DPPM) Kota Jambi masih belum berjalan

dikarenakan baru terbentuk pada bulan Februari 2022. Belum ada koordinasi antar

fasilitas layanan kesehatan pemerintah dan pelayanan maupun kesehatan swasta dalam

penemuan pasien. Termasuk pasien TB yang ditemukan di dokter praktek mandiri dan

klinik belum ada koordinasi dan pelaporan ke puskesmas di wilayahnya. Sehingga

banyak pasien TB yang tidak terlaporkan ke puskesmas. Hal tersebut berdampak pada

penemuan kasus TB di wilayah Puskesmas Paal V yang tidak mencapai target.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Kurniawati (2018) menyatakan

Penanggulangan TB dalam penemuan kasus di Kota Yogyakarta telah melibatkan

Rumah Sakit swasta dalam Hospital DOTS Linkage, namun Dokter Praktik Mandiri

dan Klinik Pratama swasta belum terlibat. Sehingga pasien yang berobat di klinik

swasta belum ada yang terlaporkan.(67) Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67

Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis, menyatakan penemuan secara

pasif perlu melibatkan fasilitas kesehatan baik dari pemerintah maupun swasta serta

memaksimalkan promosi kesehatan, jejaring layanan TB, serta kolaborasi antar

program untuk penemuan kasus.(2) Jejaring layanan Public Private Mix atau District

Public Private Mix merupakan upaya kolaborasi jejaring pelayanan kesehatan

pemerintah dan swasta untuk menemukan semua pasien TB dan memastikan

pelayanan TB berkualitas sampai sembuh dengan dukungan komunitas dan organisasi

profesi, dibawah koordinasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Pelibatan organisasi swasta memiliki dampak penting terhadap program TB


96

penemuan pasien dan pengobatan TB dan pencegahan meluasnya kasus TB. Dengan

melibatkan praktisi swasta penemuan pasien TB tidak hanya mengandalkan penemuan

puskesmas saja kemitraan DPPM dapat mempercepat penemuan pasien TB dengan

kontribusi berbagai pihak terkait. Selain itu adanya koordinasi antar organisasi dapat

membantu mengatasi kurangnya cakupan penemuan pasien dikarenakan adanya

missing case atau kasus yang hilang. Oleh karena itu, diharapkan setelah disahkannya

DPPM di Kota Jambi, Dinas kesehatan dapat segera melakukan sosialisasi kepada

organisasi-organisasi terkait serta rutin melakukan pertemuan untuk menjaga kerja

sama lintas sektor terkait.

5.3.2 Penemuan Pasien Secara Aktif

Berdasarkan hasil penelitian bahwa penemuan pasien secara aktif dilakukan

dengan langsung turun ke lapangan untuk melacak pasien. Kegiatan penemuan pasien

secara aktif yang dilakukan oleh petugas TB di Puskesmas Paal V, yaitu kegiatan

kunjungan kontak serumah/investigasi kontak. Kegiatan investigasi kontak merupakan

kegiatan pelacakan yang ditujukan kepada orang-orang yang kontak dengan pasien

positif TB. Kegiatan ini dilakukan dengan mendatangi 10-20 rumah sekitar pasien TB

guna mendeteksi kasus baru. Puskesmas Paal V juga melakukan skrining ke populasi

beresiko yaitu ke panti jompo dan skrining pada ibu hamil dan anak saat posyandu.

Penemuan secara aktif belum dilakukan secara optimal di Puskesmas Paal V.

Selama ini kegiatan kunjungan rumah atau investigasi kontak belum memiliki jadwal

rutin dalam pelaksanaannya. Kegiatan cek kontak serumah dilakukan secara

kondisional atau saat penanggung jawab program memiliki waktu senggang. Adanya

tugas rangkap yang dimiliki oleh petugas TB menyebabkan petugas kesulitan dalam

membagi waktu untuk melakukan kunjungan rumah sehingga masih ada pasien TB

positif yang belum mendapatkan kunjungan rumah selama berbulan-bulan. Sedangkan


97

untuk kegiatan skrining populasi beresiko dilaksanakan mengikuti jadwal posyandu.

Akan tetapi, adanya rangkap tugas menyebabkan tidak dapat mengikuti jadwal

posyandu. Adapun selama pandemi COVID-19 penemuan pasien TB hanya dilakukan

secara pasif saja, penemuan kasus secara aktif tidak dilaksanakan karena adanya

kebijakan lockdown atau PPKM yang diterapkan oleh pemerintah.

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rakhmawati dkk (2021)

menyatakan bahwa adanya kebijakan pemerintah dalam penanganan COVID-19 yaitu

physical distancing menyebabkan beberapa kegiatan yang biasa dilakukan menjadi

terhambat salah satunya adalah kegiatan penemuan kasus yang dilakukan oleh kader

kesehatan.(68) Menurut Permenkes 67 Tahun 2016 Penemuan Pasien TB harus

dilakukan secara maksimal, tidak hanya menunggu pasien yang berkunjung ke

puskesmas. Kegiatan penemuan kasus TB secara aktif dilakukan dengan langsung

turun ke lapangan untuk melacak pasien yang memiliki kontak dengan pasien TB

maupun skrining massal pada kelompok tertentu sebagai upaya deteksi dini.(2)

Kementerian Kesehatan RI melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit mengeluarkan Protokol Tata Laksana Pasien TB Dalam Masa Pandemi

COVID-19 yang menyebutkan dalam rangka social distancing kegiatan pengumpulan

massa dan pelibatan komunitas dalam jumlah yang banyak seperti investigasi kontak,

pelacakan kasus, grebek TB diinstruksian untuk ditunda pelaksanaannya dalam rangka

pencegahan penyebaran pandemi.(69)

Adanya kebijakan pemerintah dalam penanganan COVID-19 menyebabkan

pelayanan kesehatan menjadi terbatas, salah satunya dalam penemuan pasien TB.

Selama pandemi hampir seluruh sumber daya yang ada di sektor kesehatan maupun

sektor lainnya dioptimalkan untuk menangani COVID-19, dimana dalam

melaksanakan kegiatan penemuan pasien secara aktif penanggung jawab program TB


98

tidak hanya bertanggung jawab pada program TB saja. Saat ini dengan

diberlakukannya masa New Normal diharapkan program TB dapat kembali

meningkatkan penemuan pasien TB secara aktif sesuai dengan SOP yang telah

disesuaikan di masa pandemi.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi adanya tugas rangkap yang

dimiliki petugas pemegang program TB yang menghambat kegiatan penemuan pasien

TB secara aktif, yaitu dengan mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan penemuan

pasien salah satunya dengan melibatkan kader. Sebab dengan melibatkan kader dari

masyarakat setempat sebagai pelaku dalam penemuan pasien TB dapat menjadi sebuah

strategi dimana dengan adanya kader dari lingkungan yang sama dapat mudah

mengamati secara teratur dan kontinyu akan penyakit TB. Kader TB yang dibentuk

oleh Puskesmas Paal V tidak aktif berjalan sehingga kegiatan penemuan pasien secara

aktif saat ini hanya dilakukan Koordinator TB dan dibantu oleh kader penabulu.

Sementara kader penabulu tidak bertanggung jawab untuk satu wilayah puskesmas,

satu orang kader penabulu dapat mencakup hingga beberapa wilayah puskesmas. Oleh

karena itu, diharapkan Puskesmas Paal V dapat mengaktifkan kembali dan

mengikutsertakan kader dalam penemuan pasien TB secara aktif. Selain itu,

diharapkan penanggung jawab TB dapat merencanakan jadwal khusus untuk kegiatan

kunjungan serumah dan bekerja sama dan menginformasikan jadwal tersebut kepada

kader dan lintas program lain.

5.3.3 Edukasi Kesehatan

Edukasi kesehatan merupakan salah satu rangkaian kegiatan yang menunjang

penemuan pasien dan mencegah penularan TB di masyarakat. Hasil penelitian

didapatkan edukasi kesehatan mengenai TB di Puskesmas Paal V sudah dilaksanakan.

Edukasi TB yang dilaksanakan oleh petugas lebih banyak dilaksanakan secara


99

individual atau perorangan yaitu saat pasien datang ke puskesmas untuk mendapatkan

pelayanan melalui diskusi atau konseling. Kegiatan penyuluhan TB di luar Puskesmas

Paal V masih jarang dilakukan disebabkan belum adanya jadwal rutin kegiatan

penyuluhan yang dibuat petugas, sehingga jadwal pelaksanannya hanya mengikuti

jadwal posyandu. Sedangkan koordinator TB yang juga merupakan perawat di ruang

IGD kesulitan untuk menyesuaikan jadwal pelaksanaan penyuluhan TB dengan

posyandu karena kegiatan edukasi TB baik di puskesmas maupun diluar hanya

mengandalkan pemegang program TB seorang. Pemegang program sudah melakukan

koordinasi antar program dengan mengikutsertakan petugas terkait seperti kesling atau

gizi. Namun petugas yang diajak tidak selalu dapat ikut serta untuk kegiatan

penyuluhan karena adanya tugas di bidang lain.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Aulia dkk (2020) yang

menyebutkan bahwa Puskesmas Pancakkrang memiliki jadwal rutin untuk melakukan

penyuluhan tentang TB terhadap masyarakat di Posyandu. Petugas mengajak

masyarakat setempat agar dapat segera ke puskesmas jika sakit terutama jika memiliki

gejala-gejala penyakit TB.

Penjadwalan yang dijelaskan oleh Heizer & Render (2016), merupakan suatu

aktivitas perencanaan dalam menentukan kapan dan dimana harus dilakukannya suatu

pekerjaan secara keseluruhan pada sumber daya yang terbatas, serta pengalokasian

sumber daya pada suatu waktu tertentu dengan memperhatikan kapasitas sumber daya

yang ada. Penjadwalan berguna untuk menentukan alur kegiatan yang ada dan agar

tidak terdapat waktu yang terbuang sehingga memiliki acuan yang berguna dalam hal

berbagai kegiatan yang dilakukan.

Kegiatan edukasi kesehatan mengenai TB di Puskesmas Paal V masih terbatas

pada pasien TB yang berkunjung ke puskesmas dan belum memiliki jadwal rutin
100

dalam kegiatannya. Seharusnya kegiatan edukasi atau penyuluhan TB secara

individual harus disertai penyuluhan kepada massa yang lebih banyak dan memiliki

penjadwalan yang rutin agar petugas memiliki acuan waktu dalam setiap pelaksanaan

kegiatan, sehingga diharapakan edukasi dapat berjalan efektif dan berkelanjutan.

Diharapkan informasi dapat menjangkau masyarakat luas yang belum berkunjung ke

fasilitas kesehatan dan diharapkan lebih banyak masyarakat yang sadar dan paham

akan penyakit TB dan mau berobat ke puskesmas.

Hasil penelitian lain yang didapatkan bahwa edukasi TB di Puskesmas Paal V

belum melibatkan petugas promosi kesehatan. Masih kurangnya koordinasi antara

petugas TB dengan petugas promkes di puskesmas masih belum optimal, sehingga

dalam pelaksanaanya petugas promkes jarang diikutsertakan dalam kegiatan edukasi

baik di puskesmas ataupun diluar puskesmas. Menurut Boerma dkk (2015), Proses

peningkatan pendidikan dan literasi kesehatan guna meningkatkan perilaku kesehatan

dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya kompetensi pendidikan atau petugas

promosi kesehatan, materi yang disampikan dan media bantu yang digunakan dalam

menyampaikan pesan kesehatan.(70)

Peran petugas promosi kesehatan dapat mempengaruhi hasil program promosi

kesehatan. Petugas promosi kesehatan dapat menyesuaikan metode dan pemilihan

media yang digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan sesuai dengan strategi

yang benar. Oleh karena itu diharapkan kepada pemegang program TB puskesmas

dapat berkoordinasi dengan petugas promosi kesehatan di puskesmas sebelum

melakukan penyuluhan. Daftar jadwal yang telah disusun dapat diberitahukan kepada

penanggung jawab wilayah, petugas promkes, atau petugas lain yang terlibat.

Diharapkan Dinas Kesehatan dapat menggencarkan kegiatan promosi kesehatan

terkait TB seperti melalui pemasangan baliho dalam jangka waktu lama,


101

pemberitahuan melalui media elektronik dan media cetak, melaksanakan kegiatan

sosialisasi TB massal.

5.4 Output

Hasil penelitian didapatkan bahwa indikator capaian penemuan kasus di

Puskesmas Paal V belum mencapai target yang ditetapkan berdasarkan indikator Case

Detection Rate (CDR). Tahun 2021 angka capaian CDR Puskesmas Paal V hanya

mencapai 10,60%, sedangkan target nasional CDR yang ditetapkan yaitu 70%.

Rendahnya angka CDR beberapa tahun terakhir disebabkan oleh banyak faktor, salah

satunya penemuan lebih banyak dilakukan secara pasif saja atau menunggu pasien

dengan gejala yang berobat ke puskesmas, terlebih saat pandemi COVID-19 kegiatan

di puskesmas Paal V lebih berfokus ke COVID-19 sehingga penemuan kasus maupun

prormosi kesehatan tidak optimal dilakukan.

Sejalan dengan penelitian Ramadhani dan Suci (2022) yang menyatakan

bahwa munculnya pandemi COVID-19 membuat rendahnya capaian penemuan kasus

TBC di Indonesia, hal tersebut disebabkan karena sumber daya baik kesehatan maupun

non kesehatan di fokuskan untuk menangani COVID-19. Adanya pemfokusan tersebut

berdampak pada penurunan beberapa program kesehatan yaitu salah satunya

penemuan kasus dan penanganan TB jadi menurun signifikan.(71) Berdasarkan

Protokol Tata Laksana Pasien TB Dalam Masa Pandemi COVID-19 yang dikeluarkan

oleh Kementerian Kesehatan RI melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit menyebutkan bahwa dalam rangka social distancing kegiatan

pengumpulan massa dan pelibatan komunitas dalam jumlah yang banyak seperti

investigasi kontak, pelacakan kasus, grebek TB diinstruksian untuk ditunda

pelaksanaannya dalam rangka pencegahan penyebaran pandemi.(69)

Kendala yang dihadapi petugas TB di Puskesmas paal V dalam keterbatasan


102

dalam penemuan pasien salah satunya disebabkan oleh beban ganda atau kerja rangkap

petugas. Penanggung jawab program TB merupakan seorang perawat yang juga

bertanggung jawab di pelayanan di ruang IGD puskesmas. Petugas belum memiliki

jadwal rutin untuk kegiatan turun menemukan pasien secara aktif maupun kegiatan

penyuluhan. Kegiatan dilakukan kondisional mengikuti waktu yang luang yang

petugas. Hal tersebut menyebabkan kegiatan edukasi maupun temuan pasien TB di

Puskesmas Paal V terkesampingkan. Petugas mengesampingkan pelaksanaan

penemuan pasien TB yang berdampak pada sedikitnya penemuan pasien TB sehingga

tidak tercapainya target penemuan yang sebelumnya telah ditetapkan. Oleh karena itu,

pentingnya petugas mampu membagi jadwal antara program agar kegiatan penemuan

aktif tetap dapat berjalan. Di samping itu, dibutuhkan pula peran aktif masyarakat.

Adanya kader puskesmas yang aktif dapat membantu meringankan kerja petugas baik

dalam penemuan pasien, promosi kesehatan, hingga pengobatan. Oleh karena itu

diharapkan Puskesmas Paal V dapat memaksimalkan sumber daya masyarakat yang

tersedia dengan mengaktifkan kembali kader puskesmas yang telah terbentuk dengan

menerapkan SK kerja serta merencanakan penganggaran untuk kegiatan kader dalam

perencanaan dana BOK puskesmas.

Kendala lain yang dihadapi petugas dalam mencapai target minimal indikator

penemuan kasus TB disebabkan oleh belum adanya partisipasi yang kuat antara

jejaring kesehatan dalam penemuan pasien TB. Tidak semua pasien TB berobat ke

faskes pemerintah, sedangkan pasien yang berobat ke rumah sakit swasta ataupun

praktik doktek mandiri tidak semuanya melaporkan ke puskesmas maupun ke SITB.

Selain itu juga pengisian SITB dilakukan petugas puskesmas tidak dilakukan secara

rutin, yaitu biasanya sekali seminggu. Padahal kewajiban pelaporan kasus

Tuberkulosis oleh fasyankes telah tercantum dalam beberapa dokumen kebijakan yaitu
103

Nomor HK.02.01/MENKES/660/2020 tentang Kewajiban Fasilitas Pelayanan

Kesehatan Dalam Melakukan Pencatatan dan Pelaporan Kasus Tuberkulosis.

Kewajiban pelaporan ini juga harus dilaksanakan pada sektor swasta seperti RS

Swasta, DPM, Klinik swasta baik menggunakan obat program maupun tidak. Oleh

karena itu dalam upaya penemuan pasien TB, kasus yang ditemukan.(72)

Pemerintah Indonesia dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 67 Tahun

2016 Tentang Penanggulangan Tuberkulosis telah mengatur upaya pencegahan dan

pengendalian TB di Indonesia salah satunya dengan menggunakan Sistem Informasi

Tuberkulosis Terpadu (SITT) untuk pencatatan dan pelaporan kejadian TB. SITT

pencatatan dapat digunakan baik secara offline maupun online. Sejak tahun 2020 SITT

berubah nama Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) dimana proses pencatatan dan

pelaporan yang dilakukan berbasis online. Sistem Informasi Tuberkulosis yang

selanjutnya disingkat menjadi SITB adalah aplikasi yang digunakan untuk pencatatan

dan peloparan program Tuberculosis, berbasis website dari Kementerian Kesehatan.

SITB merupakan sistem yang wajib digunakan fasilitas pelayanan kesehatan baik

Puskesmas ataupun RS dalam pengendalian TB. Pencatatan dan pelaporan ke sITB

perlu dilakukan secara rutin agar data dapat terus terupdate di sistem dengan harapan

data yang terupdate rutin di SITB ini akan memudahkan analisis data sehingga terjadi

peningkatan dalam manajemen informasi TB berbasis bukti yang pada akhimya

memberikan dampak positif terhadap program pengendalian TB di Indonesia.

Penanggung jawab TB maupun kader penabulu telah berupaya untuk

mendatangi klinik mandiri di Wilayah puskesmas Paal V untuk mendapatkan data

terkait pasien TB yang dimiliki. Namun, belum ada kerja sama baik dari klinik maupun

dokter praktek mandiri yang didatangi. Petugas tidak dapat memeperoleh data Pasien

TB yang dimiliki dengan alasan privasi. Pemberantasan TB bukan hanya menjadi


104

tanggung jawab sektor kesehatan saja, tetapi semua pihak. Karenanya harus ada kerja

sama dan sinergi lintas sektoral dalam penanganan TB. Oleh karena itu, penting bagi

Dinas Kesehatan Kota Jambi dapat segera mengesahkan dan dapat segara menerapkan

PPM di Kota Jambi agar semua sektor kesehatan dan

seluruh pemangku kepentingan dalam pengendalian TB dapat terlibat aktif dalam

penemuan pasien TB dan pengobatan pasien.

Diharapkan Puskesmas lebih mengoptimalkan lagi edukasi yang diberikan

kepada masyarakat agar masyarakat dengan gejala TB dapat segara berkunjung ke

puskesmas untuk memeriksakan kesehatannnya. Puskesmas sebaiknya melakukan

analisis beban kerja pada petugas TB sehingga dapat dipastikan pemegang program

TB dapat tidak memiliki beban kerja yang berlebihan yang dapat mengganggu kinerja

petugas dalam pelaksanaan program. Diharapkan dinas kesehatan dapat segera

menerapkan PPM di kota jambi serta dapat melakukan pembinaan kepada organisasi

terkait dan memastikan jalannya jejaring PPM di Kota Jambi.


BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

6.1.1 Unsur Input

a. Kebijakan yang digunakan dalam kegiatan penemuan kasus secara umum

mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2016 tentang

Penanggulangan Tuberkulosis serta SOP puskesmas namun belum ada

peraturan berjenjang, dibuktikan belum adanya perwako di kota jambi.

b. Sumber Daya Manusia secara kuantitas sudah mencukupi hanya saja masih ada

tugas rangkap yang dibebankan kepada koordinator program TB, penanggung

jawab program belum mendapatkan pelatihan khusus TB. Selain itu kader yang

sudah dibentuk oleh Puskesmas Paal V tidak aktif berjalan.

c. Dana dalam program TB khususnya dalam pelaksananaan penemuan pasien

TB berasal dari dana BOK Puskesmas, namun belum dtemukan dana yang

mundunkung kegiatan kader TB.

d. Sarana dan prasarana Puskesmas Paal V sebagai puskesmas satelit sudah

mencukupi untuk program penemuan pasien TB.

6.1.2 Komponen Proses

a. Penemuan pasien secara pasif di Puskesmas dilakukan dengan menemukan

pasien yang memiliki gejala TB yang berobat ke puskesmas, namun saat

pandemi COVID-19 pasien yang ditemukan sedikit karena menurunnya

kunjungan pasien ke puskesmas. Belum adanya kontribusi dari sektor

kesehatan lain dalam penemuan pasien TB, salah satunya disebabkan jejaring

layanan TB PPM TB belum aktif di Kota Jambi karena baru terbentuk pada

tahun 2022 dan hingga Mei 2022 belum disahkan.

105
106

b. Selama maraknya pandemi COVID-19 penemuan aktif tidak dilakukan hanya

mengandalkan penemuan pasif. Penemuan secara aktif yang biasa dilakukan

petugas yaitu melalui investigasi kontak, atau cek kontak serumah. Sedangkan

skrining di tempat khusus yang telah dilakukan yaitu pada panti jompo. Petugas

belum memiliki jadwal khusus untuk kegiatan penemuan aktif sehingga

pelaksanaan turun penjaringan pasien belum rutin dilakukan.

c. Edukasi kesehatan khususnya edukasi TB di wilayah kerja Puskesmas masih

banyak dilakukan secara personal atau individual, penyuluhan secara massal

masih jarang dilakukan karena tidak adanya jadwal rutin dan kurangnya

koordinasi antara program dan petugas promkes.

6.1.3 Komponen Output

Puskesmas belum mencapai target CDR yang ditetapkan karena berbagai

kendala diantaranya Kendala berasal dari Masarakat dan petugas TB.

Penemuan pasien lebih banyak dilakukan secara pasif ketimbang aktif. Selain

itu tidak adanya kerjasama dan koordinasi lintas sektor antara puskesmas

dengan kecamatan ataupun dengan tokoh masyarakat.

6.2 Saran

6.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Kota Jambi

a. Diharapkan dapat segera mensosialisasikan perwako yang akan disahkan

kepada seluruh petugas TB di Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang terlibat.

b. Diharapkan dapat memberikan pelatihan secara rutin kepada seluruh petugas

program TB di seluruh Puskesmas Kota Jambi secara teratur.

6.2.2 Bagi Puskesmas Paal V

a. Diharapkan puskesmas dapat mengaktifkan kembali kader TB yang telah


107

dibentuk dan mengoptimalkan peran kader TB dengan memberikan pelatihan

ataupun mengadakan pertemuan dengan kader secara berkelanjutan

b. Diharapkan dapat menganggarkan dana untuk kegiatan kader TB pada BOK

puskesmas agar kader dapat lebih semangat dan termotivasi dalam

melaksanakan kegiatan.

6.2.3 Bagi Pemegang Program TB

a. Diharapkan dapat membuat jadwal khusus untuk kegiatan penemuan pasien

TB secara aktif dan penyuluhan pasien.

b. Diharapkan kepada pemegang program TB untuk menjalin kerjasama dengan

bidang promosi kesehatan puskesmas dalam melakukan penyuluhan secara

aktif dan rutin kepada masyarakat.

6.2.4 Bagi Masyarakat

Masyarakat yang memiliki gejala TB ataupun mengetahui keluarganya yang

memiliki gejala TB, diharapkan dapat sadar akan penyakitnya dan segera

berobat ke puskesmas tanpa menunggu penyakitnya parah dan mencegah

terjadinya penyebaran TB yang lebih luas di masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian


Kesehatan RI Tuberkulosis (Temukan Obat Sampai Sembuh). Kementerian
Kesehatan RI. Jakarta; 2018.

2. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Kementerian
Kesehatan RI. Jakarta; 2016.

3. Kementerian Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.


HK.01.07/MENKES/755/2019 tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis. 2020.

4. Sembiring. Indonesia Bebas Tuberculosis. Awahita R, editor. CV Jejak,


anggota IKAPI. Jakarta; 2019.

5. Chakaya J, Khan M, Ntoumi F. Global Tuberculosis Report 2020 – Reflections


on the Global TB burden, treatment and prevention efforts. Int J Infect Dis.
2021;

6. World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2021. Geneva; 2021.

7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Kinerja Kementrian


Kesehatan Tahun 2020. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta; 2021.

8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Strategi Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis di Indonesia 2020-2024. Kementerian Kesehatan RI Indonesia
2020.

9. Ho J, Fox GJ, Marais BJ, Passive case finding for tuberculosis is not enough.
International Journal Mycobacteriology; 2016.

10. Kemenkes RI Dirjen P2PL. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.


Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2014.

11. Dinas Kesehatan Kota Jambi. Profil Kesehatan Provinsi Jambi Tahun 2020.
Jambi; 2021.

12. Rohman H. Pola Spasial Persebaran Kasus Tuberkulosis Paru Terhadap


Kepadatan Penduduk; 2020.

13. Dinas Kesehatan Kota Jambi. Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Jambi
Tahun 2020. Jambi; 2021.

14. Dinas Kesehatan Kota Jambi. Laporan Capaian Puskesmas 2021. Jambi; 2022.

15. Susanto IR. Profil Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Tuberkulosis Paru
BTA Positif. Jurnal Kesehatan Budi Luhur; 2019.

108
109

16. Nugraini KE, Cahyati WH, Farida E. Evaluasi Input Capaian Case Detection
Rate (CDR) TB Paru Dalam Program Penanggulangan Penyakit TB Paru
(P2TB) Puskesmas Tahun 2012 (Studi Kualitatif Di Kota Semarang). Unnes
Journal Public Health; 2015.

17. Sumartini NP. Peningkatan Peran Petugas Kesehatan Dalam Penemuan Kasus
Tuberkulosis (TB) BTA Positif Melalui Edukasi Dengan Pendekatan Theory Of
Planned Behaviour (TPB). Jurnal Poltekkes Mataram; 2016.

18. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata


Laksanan Tuberkulosis. Jakarta; 2020.

19. Velayati AA, Farnia P. Atlas of Mycobacterium Tuberculosis. London, United


Kingdom: Academic Press; 2016.

20. Aditama TY. Tuberkulosis Paru Masalah dan Penanggulangannya. Jakarta:


Universitas Indonesia Press; 1994.

21. Dewi RRK, Selviana. Analisis Spasial dan Gambaran Kejadian TB Paru pada
Masyarakat di Wilayah Perbatasan. Vol. 5, Jurnal Vokasi Kesehatan; 2019.

22. Widyanto F, Triwibowo C. Trend Disease “Trend Penyakit Saat Ini.” Maftuhin
A, editor. Jakarta: CV. Trans Info Media. 2013;67–80 p.

23. Firdaus KJ. Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Ismail T, editor. Jakarta:
CV. Trans Info Media. 2012;19–36 p.

24. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.


Kementeri Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; 2011.

25. Andareto O. Penyakit Menular Disekitar Anda. Jakarta: Pustaka Ilmu Semesta;
2015.

26. Rimbi N. Buku Cerdik Penyakit-Penyakit Menular : Kenali Penyebab, Gejala,


Penularan, Pengobatan, dan Pencegahannya. Yogyakarta: Diva Press; 2019.

27. Cowin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran; 2009.

28. Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian


Penyakit. Panduan Penerapan Jejaring Layanan Tuberkulosis di fasilitas
Kesehatan Pemerintah dan Swasta berbasis Kabupaten/Kota (District-Based
Public-Private Mix/DPPM); 2019.

29. Novitasari A, Rahingrat A, Tuberkulosis P. Program Skrining pada Kasus


Tuberkulosis. 2019;

30. Noveyani AE, Martini S. Evaluasi Program Pengendalian Tuberkulosis Paru


Dengan Strategi DOTS Di Puskesmas Tanah Kalikedinding Surabaya. J Berk
Epidemioogil. 2014;2(2):251–62.

31. Putri EA, Martini, Saraswati LD, Adi MS. Faktor Risiko Tuberkulosis Paru
110

Pada Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I


Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat; 2018.

32. Kementerian Hukum dan HAM. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor
33 Tahun 2015 tentang Pengamanan Pada Lembaga Pemasyarakatan Dan
Rumah Tahanan Negara. 2015.

33. Sihotang D, Wulandari ISM. Hubungan Tingkat Pengetahuan Mahasiswa


Asrama Putra Universitas Advent Indonesia Tentang TB Paru Terhadap Stigma
Penderita TB Paru. 2020;

34. Kamus Besar Bahasa Indonesia [Internet]. EDUKASI. [cited 2022 Apr 20].
Available from: https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/edukasi

35. Notoadmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta;


2012.

36. Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4


Tahun 2019 Tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. 2019.

37. Susilo R. Pendidikan Kesehatan Dalam Keperawatan. Yogyakarta: Nuha


Medika; 2011.

38. Gede IW, Kurniasari NWG, Eka NPPD, et al. The Implementation of Early
Detection in Tuberculosis Contact Investigation to Improve Case Finding. J
Epidemiol Glob Health. 2019;

39. Maulana H. Promosi Kesehatan. Jakarta: PT. Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2009.

40. Notoadmodjo S. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta: PT.


Rineka Cipta; 2003.

41. Maulana HD. Promosi kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta;
2009.

42. Endang M. Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan. Bandung: CV.


Alfabeta; 2011.

43. Azwar A. Pengantar Administrasi Kesehatan. Tanggerang: Binarupa Aksaratan;


2010.

44. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 43 Tahun 2019 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. 2019.

45. Nawawi H. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Yang Kompetitif.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2016.

46. Kamus Besar Bahasa Indonesia [Internet]. DANA. [cited 2022 May 23].
Available from: https://kbbi.web.id/dana
111

47. Moenir. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara;


2006.

48. Azwar A. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan;
1996.

49. Mulyani S. Metode Analisis dan Perancangan Sistem. Bandung: Abdi


Sistematika;

50. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta C,


editor. Bandung; 2017.

51. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta; 2010.

52. Rista. Analisis Pelaksanaan Penemuan Kasus TB di Puskesmas Lapai Kota


Padang Tahun 2020. 2020;

53. Zaswita D. Analisis Implementasi Penemuan Pasien TB Paru Dalam Program


Penanggulangan TB Di Puskesmas Balai Selasa Kabupaten Pesisir Selatan
Tahun 2018. 2019;

54. Subekti A. Analisis Faktor-Faktor Kendala Di Dalam Penyelenggaraan Standar


Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Upt Puskesmas Palengaan Pada Dinas
Kesehatan Kabupaten Pamekasan. 2019;

55. Maryun Y. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Petugas


Program TB Paru Terhadap Cakupan Penemuan Kasus Baru BTA (+) di Kota
Tasikmalaya.[Skripsi]. Universitas Dipenogoro; 2012;

56. Tristanti I, Khoirunnisa FN. Kinerja Kader Kesehatan Dalam Pelaksanaan


Posyandu Di Kabupaten Kudus. 2018;9:192–9.

57. Fallen R, Dwi B. Catatan Kuliah Keperawatan Komunitas. Nuha Medika;


Yogyakarta; 2010.

58. Fadhilah N, Nuryati E, Duarsa A, Djannatun T, Hadi RS. Perilaku Kader dalam
Penemuan Suspek Tuberkulosis. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional; 2014.

59. Tuharea R, Suparwayi A, Sriatmi A. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan


dengan Implementasi Penemuan Pasien Tb Paru dalam Program
Penanggulangan Tb di Puskesmas Kota Semarang. Jurnal Manajemen
Kesehatan Indonesia. 2014;

60. Awusi, Saleh, Hadiwijoyo. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penemuan


Penderita TB Paru Di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Berita Kedokteran
Masyarakat. 2012;

61. Chotimah I, Oktaviani S, Majid A. Evaluasi Program Tb Paru Di Puskesmas


Belong Kota Bogor Tahun 2018. Jurnal Mhs Kesehat Masy. 2018;1.

62. Agustina Y. Sistem Implementasi Program Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif Di
Puskesmas Simalingkar Medan 2018. 2018;
112

63. Yuniar Isma, Sari K, Yudha H. Analisa Situasi Tuberkulosis (TB) di Kabupaten
Kebumen. J Ilmu Kesehat Keperawatan. 2017;

64. Deswinda, Rasyid R. Evaluasi Penanggulangan Tuberkulosis Paru di


Puskesmas dalam Penemuan Penderita Tuberkulosis Paru di Kabupaten
Sijunjung. 2018;8:211–9.

65. Kasim, Hendranata F, F S. Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan 112 Strategi


Directly Observed Treatment Shortcourse sebagai Upaya Penanggulangan
Tuberculosis di Puskesmas Yang Berada Dalam Lingkup Pembinaan Dinas
Kesehatan Kabupaten Subang. J Kebidanan Kesehat Indones. 2012;1.

66. Febriana C. Analisis Manajemen Kasus TB BTA(+) Di Kabupaten Tanah Datar


Tahun 2013. J Hum Care. 2017;1.

67. Kurniawati A. Analisis Peran Pelibatan Praktisi Swasta (Dokter Praktik Mandiri
dan Klinik Pratama Swasta) dalam Public Private Mix TB di Kota Yogyakarta.
J Kesehat Masy UGM. 2018;

68. Rakhmawati W, Fitri SYR, Sriati A, Hendrawati S. Pengembangan Kapasitas


Kader Kesehatan dalam Penemuan Kasus Tuberkulosis pada Anak di Tengah
Pandemi Covid-19. Media Karya Kesehat. 2021;4.

69. Penyakit KKR melalui DJP dan P. Protokol Tata Laksana Pasien TB Dalam
Masa Pandemi COVID-19. 2020 p. 10.

70. Mather TBC, Chattergi. Health in 2015: From MDGs, Millennium


Development Goals to SDGs, Sustainable Development Goals. 2015;

71. Wahidin R, Suci N. Faktor Yang Mempengaruhi Penemuan Kasus Tuberculosis


Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Kota Palu Tahun 2021. Universitas Tadaluko;
2022.

72. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. SURAT EDARAN NOMOR


HK.02.01/MENKES/660/2020 Tentang Kewajiban Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Dalam Melakukan Pencatatan Dan Pelaporan Kasus Tuberkulosis.
2020.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Persetujuan Pengambilan Data oleh Pembimbing
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian
Lampiran 3 Permohonan Menjadi Informan

PERMOHONAN MENJADI INFORMAN PENELITIAN

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Namira Salsabila

NIM : 1811212007

Adalah Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas,

akan mengadakan penelitian dengan judul “Analisis Pelaksanaan Penemuan Pasien

TB Paru di Puskesmas Paal V Kota Jambi Tahun 2022”.

Peneliti memohon kepada Bapak/Ibu untuk bersedia ikut berpartisipasi sebagai

informan penelitian yang memberikan informasi secara bebas, detail, jujur, umum dan

informative. Peneliti juga memohon untuk dapat merekam audio percakapan selama

proses wawancara. Peneliti menjamin isi informasi yang diberikan dan digunakan

untuk kepentingan penelitian saja. Demikian permohonan ini dibuat , peneliti

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tealh berpartisipasi dalam

penelitian ini.

Peneliti

(Namira Salsabila)
Lampiran 4 Informed Consent

FORMAT PERSETUJUAN

( Informed Consent )

Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Pendidikan :

Jabatan :

Menyatakan bersedia ikut berpartisipasi sebagai informan penelitian yang

dilakukan oleh Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas

yang bernama Namira Salsabila (1811212007) dengan judul “Analisis Pelaksanaan

Penemuan Pasien TB Paru di Puskesmas Paal V Kota Jambi Tahun 2022”.

Demikian persetujuan ini saya tanda tangani dengan sukarela tanpa ada paksaan

dari siapapun

Jambi, 2022
Informan

(…………………..)
Lampiran 5 Petunjuk Wawancara

Petunjuk Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Analisis Pelaksanaan Penemuan Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Paal V

Kota Jambi Tahun 2022

A. Petunjuk Umum

1. Wawancara di awali dengan permohonan izin, membuat kesepakatan mengenai


kontrak waktu, tempat, dan durasi yang diperlukan.
2. Sampaikan ucapan terimakasih karena telah bersedia meluangkan waktu untuk
diwawancarai. Hal ini penting untuk menjalin hubungan baik.
3. Sampaikan ucapan terimakasih karena telah bersedia meluangkan waktu untuk
diwawancarai. Hal ini penting untuk menjalin hubungan baik.
4. Memperkenalkan nama peneliti dan menjelaskan maksud dan tujuan
wawancara.

B. Petunjuk Wawancara Mendalam

1. Pembukaan

a. Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan membawa alat pengumpul data


berupa alat tulis dan buku catatan serta alat perekam.
b. Tampil secara sopan, bangun kesetaraan, perhatikan tutur kata, ramah, dan
tidak seperti orang yang serba menyeramkan.
c. Informan bebas untuk menyampaikan pendapat, pengalaman, saran, dan
komentar.
d. Jawaban tidak ada yang salah atau benar, karena wawancara yang dilakukan
untuk penelitian bukan penilaian.
e. Tunjukan bahwa peneliti berkonsentrasi untuk mendengar dan menyerap
semua fenomena yang terungkap.
f. Dengarkanlah dan catat dengan cermat apa yang dibicarakan dengan
informan.
g. Perlakukan setiap kata atau istilah yang potensial untuk membuka “rahasia”
yang lebih mendalam.
h. Jika dalam wawancara ada yang belum dimengerti, maka izin untuk meminta
penjelasan kembali.
i. Ajukan pertanyaan yang sifatnya “menantang” untuk memancing penjelasan.
j. Jangan menganggap responden yang salah pengertian, tetapi penelitilah yang
kurang memahami.
k. Semua pendapat, pengalaman, saran dan komentar akan dijamin
kerahasiannya.
l. Wawancara ini akan direkam oleh tape recorder untuk membantu pencatatan.

2. Penutup
a. Memberitahu wawancara telah selesai
b. Mengucapkan terima kasih atas ketersediaan memberikan informasi yang
dibutuhkan
c. Menyatakan maaf bila dalam wawancara terdapat hal–hal yang tidak
menyenangkan.
d. Jika kemudian hari dirasa ada hal-hal yang kurang atau ada data-data yang
perlu ditambah, mohon kemudian informan untuk diwawancarai lagi.
Lampiran 6 Pedoman Wawancara

Pedoman Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Analisis Pelaksanaan Penemuan Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Paal V

Kota Jambi Tahun 2022

A. Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Jabatan : Kepala Dinas/Kepala Bidang Kesehatan Kota Jambi
4. Pendidikan terakhir :
5. Kode Informan :
6. Tanggal wawancara :

B. Pertanyaan

a. Input

1) Kebijakan

1. Bagaimana menurut bapak/ibu mengenai kebijakan program penanggulangan

khususnya penemuan pasien TB di Dinas Kesehatan Kota Jambi?

(Probing: Peraturan apa saja yang di gunakan sebagai pedoman dalam

penemuan pasien program TB? Apakah ada perwako?

2. Apakah ada pedoman khusus atau SOP dalam pelaksanaan penemuan pasien

TB ?

(Probing: Jika ada, Siapa yang mengeluarkannya? Kapan dikeluarkannya?)

3. Apakah Dinas Kesehatan Kota Jambi pernah mensosialisasikan tentang

kebijakan program penanggulangan TB paru khususnya dalam upaya

penemuan pasien TB Paru?

(Probing: Jika pernah, kapan dilakukan dan siapa yang menjadi sasaran
sosialisasi?Dimana sosialisasi diadakan? Berapa kali diadakan? Jika belum,

kenapa alasannya dan apa kendalanya? Bagaimana solusinya?)

2) SDM

1. Bagaimana menurut bapak/ibu tentang ketersediaan tenaga pengelola

program TB di dan di Puskesmas?

(Probing: Apakah jumlah nya sudah cukup dan sesuai dengan ketentuan?

Tenaga apa saja yang harus tersedia dalam program TB di puskesmas?)

2. Bagaimana menurut bapak/ibu tentang latar belakang pendidikan tenaga

kesehatan yang berhubungan program TB di Dinkes Kota Jambi maupun di

Puskesmas?

(Probing : Bagaimana kompetensi sdm yang dapat menjadi petugas TB?

apakah sudah sesuai (di dinkes dan puskesmas)? Jika belum sesuai, pada

bagian apa dan upaya yang dilakukan?)

3. Bagaimana menurut Bapak/ibu akan tenaga kesehatan yang terlibat dalam

penemuan pasien TB di puskesmas?

(Probing: Tenaga kesehatan apa saja yang harus terlibat dalam penemuan

pasien TB?)

4. Apakah ada upaya pelatihan yang diberikan kepada petugas yang terlibat pada

program TB di puskesmas oleh Dinas Kesehatan Kota Jambi?

(Probing: Jika ada, pelatihan apa yang diberikan? Kapan saja pelatihan

diberikan? Siapa yang mengadakan? Siapa saja yang mengikuti?)

3) Dana

1. Bagaimana menurut Bapak/Ibu tentang ketersediaan dan kecukupan dana

untuk program penanggulangan TB di Dinkes Kota Jambi?

(Probing: Dari mana sumber dananya? Siapa yang berwenang dalam


pengalokasian dana program TB? Apakah ada dana hibah yang didapatkan?)

2. Bagaimana menurut Bapak/Ibu tentang pendanaan dalam penemuan pasien TB

di puskesmas?

(Probing: Apakah ada dana khusus untuk pelaksanaan penemuan pasien TB di

puskesmas? Jika ada, dana apa saja yang digunakan dalam kegiatan

penemuan pasien TB di puskesmas? Apakah ada dana yang mendukung untuk

pelaksanaan penemuan pasien ke lapangan (seperti: Investigasi kontak,

skrining masal pada tempat- tempat khusus dan berisiko)? Bagaimana

pendanaan jejaring layanan PPM?)

3. Apakah ada hambatan dalam pendanaan untuk program penanggulangan TB

khususnya untuk penemuan pasien TB di Dinkes Kota Jambi?

(Probing: Jika ada, Bagaimana upaya yang dilakukan? )

4) Sarana dan Prasarana

1. Bagaimana menurut Bapak/Ibu ketersediaan sarana dan prasarana yang

menunjang program TB di Puskesmas khususnya dalam pelaksanaan

penemuan pasien TB?

(Probing: Sarana dan prasarana dibutuhkan oleh puskesmas dalam penemuan

pasien TB? Bagaimana ketersedian sarana dan prasarana pada puskesmas

rujukan dan puskesmas satelit? Apakah ada pedoman dalam pengadaan

sarana dan prasarana? Jumlahnya sudah sesuai dan cukup? Jika belum, apa

kendalanya? Bagaimana solusinya?)

b. Proses

1) Penemuan pasien secara pasif

1. Bagaimana menurut Bapak/ Ibu penemuan pasien TB secara Pasif dalam

program penanggulangan TB paru di Puskesmas?


(Probing: Bagaimana bentuk dan alur pemeriksaan pasien TB secara pasif?)

2. Bagaimana menurut Bapak/Ibu mengenai bantuan jejaring layanan Public

Private Mix (PPM) dalam penemuan pasien TB secara Pasif di Puskesmas?

(Probing: Apakah Jejaring layanan program TB (PPM) sudah berjalan?

Apakah semua puskesmas sudah termasuk kedalam jejaring layanan PPM?

Apa fungsi jejaring layanan TB PPM? Bagaimana Peran PPM dalam

penemuan Pasien penanggungan TB? Apakah ada penangung jawab PPM di

tingkat Kota? Bagaimana peran dinkes dalam pelaksanaan Jejaring layanan

PPM? Apakah ada pemberian pelatihan kepada petugas mengenai jejaring

layanan TB? Selain PPM jejaring layanan apa saja yang telah dilakukan

dalam menunjang penemuan pasien TB?)

3. Apakah ada hambatan dalam pelaksanaan penemuan pasien TB secara pasif/

penemuan pasien di fasilitas kesehatan?

(Probing: Jika ada, Bagaimana upaya yang dilakukan? )

2) Penemuan pasien secara aktif

1. Bagaimana menurut bapak/ibu mengenai penemuan pasien TB secara aktif di

Puskesmas?

(Probing: Apakah penemuan pasien yang dilakukan secara aktif/langsung

sudah dilakukan? Bagaimana cara/alur dalam penemuan pasien secara aktif?

Apa saja kegiatan penemuan TB secara Aktif? Apakah Investigasi kontak,

penemuan di tempat khusus, penemuan di tempat berisiko telah dilakukan?

Apakah ada pedoman khusus untuk melakukan penemuan turun langsung ke

lapangan?

3) Edukasi Kesehatan

1. Bagaimana menurut bapak/ibu edukasi TB yang diberikan petugas kesehatan


di puskesmas?

(Probing: Bagaimana metode edukasi yang diberikan? Siapa yang menjadi

sasaran? Apakah ada berupa pelatihan? Jika ada pelatihan apa saja? Kapan

dan dimana dilaksanakan? Siapa yang melaksanakan? Berapa kali telah

dilaksanakan? Apakah semua tenaga kesehatan TB sudah mendapatkan

edukasi tersebut? Apakah pelatihan yang diberikan dapat tersampaikan

dengan baik? Apakah ada referensi pedoman atau peraturan dalam pemberian

edukasi?)

c. Output

1. Bagaimana menurut Bapak/Ibu pencapaian penemuan pasien TB di Kota

Jambi?

(Probing: apakah sudah sesuai dengan target Kota Jambi? Bagaimana

capaian indikator CDR nya? Puskesmas mana dengan cakupan pencapaian

terendah?Apa penyebab rendahnya capaian tersebut)

2. Apakah ada kendala yang dihadapi dalam upaya pencapaian target pelaksanaan

penemuan pasien TB di Kota Jambi?


Pedoman Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Analisis Pelaksanaan Penemuan Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Paal V

Kota Jambi Tahun 2022

2. Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Jabatan : Kepala Seksi P2PM Dinkes Kota Jambi
4. Pendidikan terakhir :
5. Kode Informan :
6. Tanggal wawancara :

3. Pertanyaan

a. Input

1) Kebijakan

1. Bagaimana menurut bapak/ibu mengenai kebijakan program penanggulangan

TB di Dinas Kesehatan Kota Jambi?

(Probing: Peraturan apa saja yang di gunakan sebagai pedoman dalam

program TB? Apakah ada perwako?)

2. Apakah ada pedoman khusus atau SOP dalam pelaksanaan penemuan pasien

TB ?

(Probing: Jika ada, Siapa yang mengeluarkannya? Kapan dikeluarkannya?)

3. Apakah Dinas Kesehatan Kota Jambi pernah mensosialisasikan tentang

kebijakan program penanggulangan TB paru khususnya dalam upaya

penemuan pasien TB Paru?

(Probing: Jika pernah, kapan dilakukan dan siapa yang menjadi sasaran

sosialisasi?Dimana sosialisasi diadakan? Berapa kali diadakan? Jika belum,


kenapa alasannya dan apa kendalanya? Bagaimana solusinya?)

2) SDM

1. Bagaimana menurut bapak/ibu tentang ketersediaan tenaga pengelola program

TB di Puskesmas?

(Probing: Apakah jumlah nya sudah cukup dan sesuai dengan ketentuan?

Tenaga apa saja yang harus tersedia dalam program TB di puskesmas?

2. Bagaimana menurut bapak/ibu tentang latar belakang pendidikan tenaga

kesehatan yang berhubungan program TB di Dinkes Kota Jambi maupun di

Puskesmas?

(Probing : Bagaimana kompetensi SDM yang dapat menjadi petugas TB?

apakah sudah sesuai? Jika belum sesuai, pada bagian apa dan upaya yang

dilakukan?)

3. Bagaimana menurut Bapak/ibu akan tenaga kesehatan yang terlibat dalam

penemuan pasien TB di puskesmas?

(Probing: Tenaga kesehatan apa saja yang harus terlibat dalam penemuan

pasien TB? Apakah tenaga yang dibutuhkan sudah tersedia di puskesmas?)

4. Apakah ada upaya pelatihan yang diberikan kepada petugas yang terlibat pada

program TB di puskesmas oleh Dinas Kesehatan Kota Jambi?

(Probing: Jika ada, pelatihan apa yang diberikan? kapan saja pelatihan

diberikan? Siapa yang mengadakan? Siapa saja yang mengikuti?)

3) Dana

1. Bagaimana menurut Bapak/Ibu tentang ketersediaan dan kecukupan dana

untuk program penanggulangan TB di Dinkes Kota Jambi?

(Probing: Dari mana sumber dananya? Siapa yang berwenang dalam


pengalokasian dana program TB? Apakah ada dana hibah yang didapatkan?

Apakah dana sudah mencukupi dan dapat menunjang pelaksanaan program?)

2. Bagaimana menurut Bapak/Ibu tentang pendanaan dalam penemuan pasien TB

di puskesmas?

(Probing: Apakah ada dana untuk pelaksanaan penemuan pasien TB di

puskesmas? Jika ada, dari mana sumber dananya? Apakah ada dana yang

mendukung untuk pelaksanaan penemuan pasien ke lapangan (seperti:

Investigasi kontak, skrining masal pada tempat- tempat khusus dan berisiko)?

Bagaimana pendanaan jejaring layanan PPM?)

3. Apakah ada hambatan dalam pendanaan untuk program penanggulangan TB

khususnya untuk penemuan pasien TB di Dinkes Kota Jambi?

(Probing: Jika ada, Bagaimana upaya yang dilakukan?)

4) Sarana dan Prasarana

1. Bagaimana menurut Bapak/Ibu ketersediaan sarana dan prasarana yang

menunjang program TB di Puskesmas khususnya dalam pelaksanaan

penemuan pasien TB?

(Probing: Sarana dan prasarana dibutuhkan oleh puskesmas dalam penemuan

pasien TB? Bagaimana ketersedian sarana dan prasarana pada puskesmas

rujukan dan puskesmas satelit? Apakah ada pedoman dalam pengadaan

sarana dan prasarana? Jumlahnya sudah sesuai dan cukup? Jika belum, apa

kendalanya? Bagaimana solusinya?)

b. Proses

1) Penemuan pasien secara pasif

1. Bagaimana cara penemuan pasien TB di puskesmas?

(Probing: Apakah semua puskesmas sudah melaksanakan penemuan pasien


secara pasif maupun aktif?)

2. Bagaimana menurut bapak/ibu mengenai penemuan pasien TB secara Pasif

dalam program penanggulangan TB paru di Puskesmas?

(Probing: Bagaimana bentuk dan alur pemeriksaan pasien TB secara pasif?

Apakah ada pedoman dalam pemeriksaan pasien di fasilitas kesehatan

puskesmas?)

3. Bagaimana menurut Bapak/Ibu mengenai bantuan jejaring layanan Public

Private Mix (PPM) dalam penemuan pasien TB secara Pasif di Puskesmas?

(Probing: Apakah Jejaring layanan program TB (PPM) sudah berjalan?

Apakah semua puskesmas sudah termasuk kedalam jejaring layanan PPM?

Apa fungsi jejaring layanan TB PPM? Bagaimana Peran PPM dalam

penemuan Pasien TB? Apakah ada penangung jawab PPM di tingkat Kota?

Bagaimana peran dinkes dalam pelaksanaan Jejaring layanan PPM? Apakah

ada pemberian pelatihan kepada petugas mengenai jejaring layanan TB?

Selain PPM jejaring layanan apa saja yang telah dilakukan dalam menunjang

penemuan pasien TB?)

4. Apakah ada hambatan dalam pelaksanaan penemuan pasien TB secara pasif/

penemuan pasien di fasilitas kesehatan?

(Probing:Jika ada, Bagaimana upaya yang dilakukan? )

2) Penemuan pasien secara aktif

1. Bagaimana Pelaksanaan penemuan pasien TB secara Aktif dalam program

penanggulangan TB paru di Puskesmas?

2.

(Probing: Apakah penemuan pasien yang dilakukan secara aktif/langsung


sudah dilakukan? Bagaimana cara/alur dalam penemuan pasien secara aktif?

Apa saja kegiatan penemuan TB secara Aktif? Apakah Investigasi kontak,

penemuan di tempat khusus, penemuan di tempat berisiko telah dilakukan?

Apakah ada pedoman khusus untuk melakukan penemuan turun langsung ke

lapangan?)

3) Edukasi Kesehatan

1. Apakah ada kegiatan edukasi kesehatan terkait pelaksanaan penemuan pasien

TB yang diberikan oleh dinkes ke petugas kesehatan di puskesmas?

(Probing: Bagaimana metode edukasi yang diberikan? Siapa yang menjadi

sasaran? Apakah ada berupa pelatihan? Jika ada pelatihan apa saja? Kapan

dan dimana dilaksanakan? Siapa yang melaksanakan? Berapa kali telah

dilaksanakan? Apakah semua tenaga kesehatan TB sudah mendapatkan

edukasi tersebut? Apakah pelatihan yang diberikan dapat tersampaikan

dengan baik? Apakah ada referensi pedoman atau peraturan dalam pemberian

edukasi?)

c. Output

1. Bagaimana menurut Bapak/Ibu pencapaian penemuan pasien TB di Kota

Jambi?

(Probing: apakah sudah sesuai dengan target Kota Jambi? Bagaimana

capaian indikator CDR nya? Puskesmas mana dengan cakupan pencapaian

terendah?Apa penyebab rendahnya capaian tersebut)

2. Apakah ada kendala yang dihadapi dalam upaya pencapaian target

pelaksanaan penemuan pasien TB di Kota Jambi?

(Probing: Jika ada, bagaimana solusi/inovasi mengatasi keu vlndala

tersebut?)
Pedoman Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Analisis Pelaksanaan Penemuan Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Paal V

Kota Jambi Tahun 2022

A. Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Jabatan : Pengelola Program TB Dinkes Kota Jambi
4. Pendidikan terakhir :
5. Kode Informan :
6. Tanggal wawancara :

B. Pertanyaan

a. Input

1) Kebijakan

1. Bagaimana menurut bapak/ibu mengenai kebijakan program penanggulangan

TB di Dinas Kesehatan Kota Jambi?

(Probing: Peraturan apa saja yang di gunakan sebagai pedoman dalam

program TB? Apakah ada perwako?)

2. Apakah ada pedoman khusus atau SOP dalam pelaksanaan penemuan pasien

TB ?

(Probing: Jika ada, Siapa yang mengeluarkannya? Kapan dikeluarkannya?)

3. Apakah Dinas Kesehatan Kota Jambi pernah mensosialisasikan tentang

kebijakan program penanggulangan TB paru khususnya dalam upaya

penemuan pasien TB Paru?

(Probing: Jika pernah, kapan dilakukan dan siapa yang menjadi sasaran

sosialisasi?Dimana sosialisasi diadakan? Berapa kali diadakan? Jika belum,


kenapa alasannya dan apa kendalanya? Bagaimana solusinya?)

2) SDM

1. Bagaimana menurut bapak/ibu tentang ketersediaan tenaga pengelola program

TB di Dinas Kesehatan Kota Jambi dan di Puskesmas?

(Probing: Berapa orang jumlah wasor TB di dinkes? Apakah jumlah nya sudah

cukup dan sesuai dengan ketentuan? Tenaga apa saja yang harus tersedia

dalam program TB di puskesmas?Apakah ada catatan informasi mengenai

petugas TB di puskesmas?)

2. Bagaimana menurut bapak/ibu tentang latar belakang pendidikan tenaga

kesehatan yang berhubungan program TB di Dinkes Kota Jambi maupun di

Puskesmas?

(Probing : Tenaga kesehatan apa saja yang harus terlibat dalam penemuan

pasien TB? Bagaimana kompetensi SDM yang dapat menjadi petugas TB?

apakah sudah sesuai (di dinkes dan puskesmas)? Jika belum sesuai, pada

bagian apa dan upaya yang dilakukan?)

3. Apakah ada upaya pelatihan yang diberikan kepada petugas yang terlibat pada

program TB di puskesmas oleh Dinas Kesehatan Kota Jambi?

(Probing: Jika ada, pelatihan apa yang diberikan? kapan saja pelatihan

diberikan? Siapa yang mengadakan? Siapa saja yang mengikuti? Berapa kali

sudah dilakukan pelatihan? Apakah laporan pelatihan yang sudah diberikan

kepada petugas TB dipuskesmas?)

3) Dana

1. Bagaimana menurut Bapak/Ibu tentang ketersediaan dan kecukupan dana

untuk program penanggulangan TB di Dinkes Kota Jambi?

(Probing: Dari mana sumber dananya? Siapa yang berwenang dalam


pengalokasian dana program TB? Apakah ada dana hibah yang didapatkan?)

2. Bagaimana menurut Bapak/Ibu tentang pendanaan dalam penemuan pasien TB

di puskesmas?

(Probing: Apakah ada dana untuk pelaksanaan penemuan pasien TB di

puskesmas? Jika ada, dari mana sumber dananya? Apakah ada dana yang

mendukung untuk pelaksanaan penemuan pasien ke lapangan (seperti:

Investigasi kontak, skrining masal pada tempat- tempat khusus dan berisiko)?

Bagaimana pendanaan penemuan pasien TB yang berkolaborasi dengan

jejaring layanan PPM?)

3. Apakah ada hambatan dalam pendanaan untuk program penanggulangan TB

khususnya untuk penemuan pasien TB di Dinkes Kota Jambi?

(Probing: Jika ada, Bagaimana upaya yang dilakukan?)

4) Sarana dan Prasarana

1. Bagaimana menurut Bapak/Ibu ketersediaan sarana dan prasarana yang

menunjang program TB di Puskesmas khususnya dalam pelaksanaan

penemuan pasien TB?

(Probing: Sarana dan prasarana dibutuhkan oleh puskesmas dalam penemuan

pasien TB? Bagaimana ketersedian sarana dan prasarana pada puskesmas

rujukan dan puskesmas satelit? Apakah ada pedoman dalam pengadaan

sarana dan prasarana? Jumlahnya sudah sesuai dan cukup? Jika belum, apa

kendalanya? Bagaimana solusinya?)

b. Proses

1) Penemuan pasien secara pasif

1. Bagaimana cara penemuan pasien TB di puskesmas?

(Probing:Apakah semua puskesmas sudah melaksanakan penemuan pasien


secara pasif maupun aktif?)

2. Bagaimana menurut Bapak/Ibu mengenai penemuan pasien TB secara Pasif

dalam program penanggulangan TB paru di Puskesmas?

(Probing: Bagaimana bentuk dan alur pemeriksaan pasien TB secara pasif?

Apakah ada pedoman dalam pemeriksaan pasien di fasilitas kesehatan

puskesmas?)

3. Bagaimana menurut bapak/Ibu mengenai kerja sama dengan jejaring layanan

TB dan kolaborasi dengan kegiatan program lain dalam penemuan pasien TB?

(Probing: Apakah Jejaring layanan program TB (PPM) sudah berjalan?

Apakah semua puskesmas sudah termasuk kedalam jejaring layanan PPM?

Apa fungsi jejaring layanan TB PPM? Bagaimana Peran PPM dalam

penemuan Pasien TB? Apakah ada penangung jawab PPM di tingkat Kota?

Bagaimana peran dinkes dalam pelaksanaan Jejaring layanan PPM? Apakah

ada pemberian pelatihan kepada petugas mengenai jejaring layanan TB?

Selain PPM jejaring layanan apa saja yang telah dilakukan dalam menunjang

penemuan pasien TB? Apakah ada kolaborasi TB-HIV, TB DM, TB-Gizi dll?)

4. Apakah ada hambatan dalam pelaksanaan penemuan pasien TB secara pasif/

penemuan pasien di fasilitas kesehatan?

(Probing:Jika ada, Bagaimana upaya yang dilakukan?)

2) Penemuan pasien secara aktif

1. Bagaimana Pelaksanaan penemuan pasien TB secara Aktif dalam program

penanggulangan TB paru di Puskesmas?

(Probing: Apakah penemuan pasien yang dilakukan secara aktif/langsung

sudah dilakukan? Bagaimana cara/alur dalam penemuan pasien secara aktif?

Apa saja kegiatan penemuan TB secara Aktif? Apakah Investigasi kontak,


penemuan di tempat khusus, penemuan di tempat berisiko telah dilakukan?

Apakah ada pedoman khusus untuk melakukan penemuan turun langsung ke

lapangan?)

2. Bagaimana peran dinkes dalam penemuan pasien TB secara aktif di

Puskesmas?

(Probing: Bagaimana bentuk pelaporannya ke dinkes? Apakah ada bantuan

dari Dinas Kesehatan dalam penemuan pasien secara aktif? Bantuan berupa

apa?)

3. Apakah Dinas Kesehatan telah melakukan kegiatan evaluasi dalam

pelaksanaan penemuan pasien TB ke puskesmas?

(Probing: Bagaimana bentuk evaluasi yang dilakukan?Berapa kali evaluasi

telah dilakukan?Bagaimana teknis pelaporan dari puskesmas ke dinas? Hasil

evaluasi yang telah dilakukan untuk apa? Apakah ada feedback dari dinkes ke

puskesmas setelah dilakukannya evaluasi?)

3) Edukasi Kesehatan

1. Apakah ada kegiatan edukasi kesehatan terkait pelaksanaan penemuan pasien

TB yang diberikan oleh dinkes ke petugas kesehatan di puskesmas?

(Probing: Bagaimana bentuk edukasi yang diberikan?Apakah ada berupa

pelatihan? Jika ada , pelatihan apa? Kapan dan dimana dilaksanakan? Siapa

yang melaksanakan? Siapa yang menjadi sasaran? Apakah semua tenaga

kesehatan TB sudah mendapatkan edukasi tersebut? Apakah kader juga

mendapat pelatihan? Jika iya, berapa banyak kader yang sudah dilatih?

Apakah pelatihan yang diberikan dapat tersampaikan dengan baik? Apakah

ada referensi pedoman atau peraturan dalam pemberian edukasi?)

c. Output
1. Bagaimana menurut Bapak/Ibu pencapaian penemuan pasien TB di Kota

Jambi?

(Probing: apakah sudah sesuai dengan target Kota Jambi? Bagaimana

capaian indikator CDR nya? Puskesmas mana dengan cakupan pencapaian

terendah?Apa penyebab rendahnya capaian tersebut)

2. Apakah ada kendala yang dihadapi dalam upaya pencapaian target pelaksanaan

penemuan pasien TB di Kota Jambi?

(Probing :Jika ada, bagaimana solusi/inovasi mengatasi kendala tersebut?)


Pedoman Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Analisis Pelaksanaan Penemuan Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Paal V

Kota Jambi 2022

A. Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Jabatan : Kepala Puskesmas Paal V Kota Jambi
4. Pendidikan terakhir :
5. Kode Informan :
6. Tanggal wawancara :

B. Pertanyaan

a. Input

1) Kebijakan

1. Bagaimana menurut bapak/ibu mengenai kebijakan program TB dalam

pelaksanaan penemuan pasien di Puskesmas Paal V?

(Probing: Apakah ada undang-undang/permenkes/kepmenkes yang

digunakan? Apakah ada perwako?)

2. Apakah ada pedoman khusus atau petunjuk teknis dalam pelaksanaan

penemuan pasien TB di wilayah kerja Puskesmas Paal V ?

(Probing: Apakah ada SOP dari puskesmas? Siapa yang mengeluarkannya?

Kapan dikeluarkannya? Apakah sudah dilaksanakan?)

3. Apakah ada sosialisasi mengenai peraturan/acuan/pedoman penemuan pasien

TB oleh Dinas Kesehatan Kota Jambi?

(Probing: Jika ada, Pedoman/peraturan apa yang disosialisasikan? Kapan

dilakukan dan siapa yang mengikuti? Berapa kali diadakan oleh Dinkes Kota
Jambi?)

2) SDM

1. Bagaimana menurut Bapak/ibu tentang ketersediaan tenaga kesehatan maupun

non kesehatan dalam penemuan pasien TB di Puskesmas?

(Probing: Tenaga apa saja yang tersedia dalam program TB di puskesmas?

Apakah jumlah tenaga kesehatannya sudah cukup dan sesuai standar?

Apakah ada tenaga non kesehatan tertentu/kader kesehatan? Apakah ada

Surat keputusan yang menetapkan mereka sebagai kader TB?)

2. Jelaskan siapa saja yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan penemuan

pasien TB di tingkat puskesmas?

(Probing: Apakah ada tenaga kesehatan lain yang dapat membantu

pelaksanaan penemuan pasien TB? Bidang dan jabatannya masing-masing?)

3. Apakah ada upaya peningkatan kompetensi atau pelatihan yang diberikan

kepada petugas kesehatan yang terlibat pada program TB terutama dalam

penemuan pasien TB?

(Probing: Jika ada, kapan dilaksanakan? Siapa yang mengadakan? Siapa

saja yang mengikuti? Berapa banyak pelatihan yang diadakan? Apakah ada

pelatihan yang diberikan untuk tenaga non kesehatan di puskesmas/kader

TB?)

4. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu kader TB yang telah terbentuk di puskesmas

Paal V?

(Probing: Berapa jumlah kader TB yang ada? Apakah dapat mencakup

wilayah kerja puskesmas Paal V? Apakah aktif atau tidak dalam pelaksanaan

penemuan pasien?)

5. Apakah ada hambatan yang berkaitan dengan ketenagaan dalam pelaksanaan


penemuan pasien TB di Puskesmas Paal V?

(Probing: Jika ada hambatan, apa upaya yang dilakukan untuk

mengatasinya)

4) Dana

1. Bagaimana menurut Bapak/Ibu tentang ketersediaan dan kecukupan dana

untuk kegiatan penemuan pasien TB dalam program penanggulangan TB paru

Di Puskesmas Paal V?

(Probing: Dari mana sumber dananya? Apakah mencukupi untuk pelaksanaan

program? Bagaimana realisasi dana, apakah sesuai dengan kegiatan?

2. Apakah ada dana khusus untuk pelaksanaan penemuan pasien TB di

puskesmas?

(Probing: Jika ada, dana apa saja yang digunakan dalam kegiatan penemuan

pasien TB di puskesmas? Apakah ada dana khusus yang mendukung untuk

pelaksanaan penemuan pasien ke lapangan (seperti: Investigasi kontak,

skrining masal pada tempat-tempat khusus dan berisiko)? Bagaimana

pendanaan penemuan pasien TB yang berkolaborasi dengan jejaring layanan

PPM?)

3. Apakah ada hambatan dalam pendanaan pelaksanaan penemuan pasien TB di

Puskesmas Paal V?

(Probing: Jika ada, Bagaimana solusi nya?)

5) Sarana dan Prasarana

1. Bagaimana ketersediaan sarana dan prasarana di Puskesmas Paal V dalam

menunjang program TB khususnya dalam pelaksanaan penemuan pasien TB?

(Probing: Sarana dan prasarana apakah yang dibutuhkan puskesmas dalam

penemuan pasien TB? Apakah sudah tersedia dan mencukupi? Apakah sarana
dan prasarana yang tersedia sudah memenuhi standar? Siapa yang

bertanggung jawab atas ketersediaan sarana maupun prasarana TB di

Puskesmas?)

2. Apakah ada kendala yang berkaitan dengan sarana dan prasarana yang

digunakan dalam penemuan pasien TB Program Penanggulangan TB Paru di

Puskesmas Paal V?

3. (Probing: Jika ada, bagaimana upaya mengatasinya?)

b. Proses

1) Penemuan pasien secara pasif

1. Bagaimana menurut Bapak/Ibu mengenai penemuan pasien TB secara Pasif

dalam program penanggulangan TB paru di Puskesmas?

(Probing: Bagaimana alur/cara penemuan pasien secara pasif? Apakah sudah

sesuai dengan pedoman/SOP? Apakah ada target?)

2. Apakah ada kerja sama dengan jejaring layanan TB dan kolaborosi dengan

kegiatan program lain dalam penemuan pasien TB?

(Probing: Apakah jejaring layanan Public-Private Mix (PPM) sudah

berjalan?Jika sudah, Bagaimana Peran PPM dalam penemuan Pasien TB?

Siapa penanggung jawabnya? Apakah ada pemberian pelatihan kepada

petugas mengenai jejaring layanan TB? Jika belum, mengapa belum berjalan?

Apakah sudah ada kerjasama kolaborasi TB-HIV, TB DM, TB-Gizi dll?

Apakah sudah berjalan?)

2) Penemuan pasien secara aktif

1. Apakah penemuan pasien TB secara aktif telah dilakukan di Puskesmas Paal

V?

(Probing: Bagaimana alur/cara penemuan pasien secara aktif? (Investigasi


kontak, penemuan di tempat khusus, penemuan di tempat berisiko)? Apakah

kegiatan penemuan sudah dilakukan di semua tempat tersebut (Investigasi

kontak, penemuan di tempat khusus, penemuan di tempat berisiko)? Apakah

ada bantuan dari Dinas Kesehatan dalam penemuan pasien secara aktif?

Bantuan berupa apa?)

3) Edukasi Kesehatan

1. Apakah petugas TB/kader masyarakat sudah mendapat kegiatan edukasi

mengenai TB?

(Probing: Bagaimana bentuk edukasi yang dilakukan? Kapan dan dimana

dilaksanakan? Siapa yang melaksanakan? Siapa yang menjadi sasaran?

Apakah semua kader sudah mendapat edukasi? Apakah edukasi yang

diberikan dapat tersampaikan dengan baik?)

2. Apakah sudah ada kegiatan edukasi ke masyarakat mengenai TB oleh

Puskesmas Paal V?

(Probing: Kapan dan dimana dilaksanakan? Siapa yang melaksanakan? Siapa

yang menjadi sasaran? Edukasi mengenai apa yang sudah dilakukan?

Bagaimana cara edukasi yang dilakukan?)

c. Output

1. Bagaimana pencapaian penemuan pasien TB di Puskesmas Paal V?

(Probing: apakah sudah sesuai dengan target Kota Jambi? Bagaimana

capaian indikator CDR nya?)

2. Jelaskan kendala yang dihadapi dalam upaya pencapaian target pelaksanaan

penemuan pasien TB di Puskesmas Paal V!

(Probing : Langkah apa yang telah dilaksanakan untuk menyelesaikan kendala

yang ada?)
3. Jika dilihat dari pencapaian temuan kasus tahum-tahun sebelumnya yang

rendah, apakah ada inovasi yang akan dibuat?

(Probing: jika ada, bagaimana caranya?)


Pedoman Wawancara Mendalam (Indepthh Interview)

Analisis Pelaksanaan Penemuan Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Paal V

Kota Jambi 2022

A. Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Jabatan : Pemegang Program TB Puskesmas Paal V
4. Pendidikan terakhir :
5. Kode Informan :
6. Tanggal wawancara :

B. Pertanyaan

a. Input

1) Kebijakan

1. Bagaimana menurut bapak/ibu mengenai kebijakan program TB dalam

pelaksanaan penemuan pasien di Puskesmas Paal V?

(Probing: Pedoman apa yang digunakan? Apakah ada undang-

undang/permenkes/kepmenkes yang digunakan?Apakah ada perwako?)

2. Apakah ada pedoman khusus atau petunjuk teknis dalam pelaksanaan

penemuan pasien TB di wilayah kerja Puskesmas Paal V ?

(Probing: Apakah ada SOP dari puskesmas?Apakah SOP sudah

dilaksanakan?)

3. Apakah ada sosialisasi mengenai peraturan/acuan/pedoman penemuan pasien

TB oleh Dinas Kesehatan Kota Jambi?

(Probing: Jika ada, Pedoman/peraturan apa yang disosialisasikan? Kapan


dilakukan dan siapa yang mengikuti? Berapa kali diadakan oleh Dinkes Kota

Jambi?)

2) SDM

1. Jelaskan siapa saja yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan penemuan

pasien TB di tingkat puskesmas?

(Probing : Apa kompetensi dari pemegang program TB di puskesmas?Apa

jabatannya? Apakah ada tenaga kesehatan lain yang dapat membantu

pelaksanaan penemuan pasien TB? Apa bidang dan jabatannya masing-

masing Apakah ada SK pemegang program TB?)

2. Bagaimana menurut Bapak/ibu tentang ketersediaan tenaga kesehatan maupun

non kesehatan dalam penemuan pasien TB di Puskesmas?

(Probing: Apakah jumlah tenaga kesehatannya sudah cukup dan sesuai

standar? Apakah ada tenaga non kesehatan tertentu/kader kesehatan? Jika

ada, Berapa banyak? Apakah ada Surat keputusan yang menetapkan mereka

sebagai kader TB?)

3. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu kader TB yang telah terbentuk di puskesmas

Paal V?

(Probing: Apakah dapat mencakup wilayah kerja puskesmas Paal V? Apakah

aktif atau tidak dalam pelaksanaan penemuan pasien TB?Bila tidak aktif, apa

sebabnya?)

4. Apakah ada upaya peningkatan kompetensi atau pelatihan yang diberikan

kepada petugas kesehatan dan non kesehatan di puskesmas yang terlibat pada

program TB terutama dalam penemuan pasien TB?

(Probing: Jika ada, kapan dilaksanakan? Siapa yang mengadakan? Siapa saja

yang mengikuti? Berapa banyak pelatihan yang diadakan? Apakah ada


pelatihan yang diberikan untuk kader TB?)

5. Jelaskan hambatan yang berkaitan dengan ketenagaan dalam pelaksanaan


penemuan pasien TB di Puskesmas Paal V?

(Probing: Jika ada hambatan, apa upaya yang dilakukan untuk

mengatasinya?)

3) Dana

1. Bagaimana menurut Bapak/Ibu tentang ketersediaan dan kecukupan dana

untuk kegiatan penemuan pasien TB dalam program penanggulangan TB paru

Di Puskesmas Paal V?

(Probing: Dari mana sumber dananya? Apakah mencukupi untuk pelaksanaan

program? Bagaimana realisasi dana, apakah sesuai dengan kegiatan? Apakah

ada dana khusus untuk pelaksanaan penemuan pasien TB di puskesmas? Jika

ada, dana apa saja yang digunakan dalam kegiatan penemuan pasien TB di

puskesmas?)

2. Apakah ada hambatan dalam pendanaan pelaksanaan penemuan pasien TB di


Puskesmas Paal V?

(Probing: Jika ada, Bagaimana solusi nya?)

4) Sarana dan Prasarana

1. Bagaimana ketersediaan sarana dan prasarana di Puskesmas Paal V dalam

menunjang program TB khususnya dalam pelaksanaan penemuan pasien TB?

(Probing: Sarana dan prasarana apakah yang dibutuhkan puskesmas dalam

penemuan pasien TB? Berapa banyak yang tersedia dan apakah mencukupi?

Apakah sarana dan prasarana yang tersedia sudah memenuhi standar? Siapa

yang bertanggung jawab atas ketersediaan sarana maupun prasarana TB di

Puskesmas? Sarana dan prasarana apa yang dibutuhkan untuk penemuan


langsung dilapangan (investigasi kontak, pada tempat khusus,dan pada

populasi berisiko)? Apakah sarana dan prasarana untuk pemeriksaan pasien

TB yang dilaksanakan di puskesmas sudah lengkap (poli khusus TB)? Apakah

ada pedoman yang mengatur sarana dan prasarana TB di puskesmas?)

2. Apakah ada kendala yang berkaitan dengan sarana dan prasarana yang
digunakan dalam penemuan pasien TB Program Penanggulangan TB Paru di

Puskesmas Paal V?

(Probing: Jika ada, bagaimana upaya mengatasinya?)

d. Proses

1) Penemuan pasien secara pasif

1. Bagaiman penemuan pasien TB secara pasif atau pasien yang datang ke

fasilitas kesehatan di Puskesmas Paal V!

(Probing: Siapa petugas yang terlibat? Bagaimana alur/proses penemuan

pasien di puskesmas?)

2. Bagaimana penemuan pasien TB setiap tahunnya yang datang ke Puskesmas

Paal V?

(Probing: Berapa jumlah pasien yang ditemukan dalam satu tahun? Apakah

ada laporan hasil penemuan pasien TB khusus di fasilitas kesehatan (pasif case

finding) oleh puskesmas? Jika ada, berapa banyak? Apakah sudah mencapai

target?)

3. Apakah ada kerja sama dengan jejaring layanan TB dan kolaborasi dengan

kegiatan program lain dalam penemuan pasien TB?

(Probing: Apakah jejaring layanan Public-Private Mix (PPM) sudah

berjalan? Jika sudah, Bagaimana Peran PPM dalam penemuan Pasien TB?

Siapa penanggung jawabnya? Apakah dengan bantuan jejaring layanan


seperti PPM pelaksanaan penemuan pasien TB dapat lebih banyak ditemukan?

Apakah ada pemberian pelatihan kepada petugas mengenai jejaring layanan

TB? Jika belum, mengapa belum berjalan? Apakah sudah ada kerjasama

kolaborasi dengan program lain seperti (TB-HIV, TB DM, TB-Gizi dll)? Bila

ada, kolaborasi dengan apa? Bagaimana bentuk kerjasamanya? Berapa

banyak pasien TB yang ditemukan melalui jejaring layanan maupun

kolaborasi TB?)

2) Penemuan pasien secara aktif

1. Bagaimana Pelaksanaan penemuan pasien TB secara Aktif dalam program

penanggulangan TB paru di Puskesmas?

(Probing: Apakah penemuan pasien TB secara aktif rutin dilakukan? Apa saja

kegiatan penemuan TB secara Aktif yang dilakukan di Puskesmas Paal V

(Investigasi kontak, penemuan di tempat khusus, penemuan di tempat

berisiko)? Petugas apa saja yang turun dalam penemuan pasien secara aktif?

Apakah ada kader? Apakah ada pedoman dalam pelaksanaan kegiatan?

Bagaimana kriteria pasien yang akan dilakukan investigasi kontak? Apakah

ada daftar untuk pasien terduga TB? Siapa saja yang turun untuk melakukan

investigasi kontak? Apa saja yang dilakukan saat melaksanakan investigasi

kontak?

Apakah puskesmas Paal V ada melakukan penemuan pasien TB pada tempat

seperti lapas/rutan, asrama, rs jiwa atau tempat, daerah pengungsian, daerah

kumuh atau lainnya? Bila ada, Siapa saja yang dilibatkan pada kegiatan

penemuan tersebut? Bagaimana hasil dari upaya penemuan tersebut?)

2. Bagaimana penemuan pasien TB secara aktif setiap tahunnya di Puskesmas

Paal V?
(Probing: Berapa jumlah pasien yang ditemukan dalam satu tahun? Apakah

ada target? Jika ada, berapa banyak? Apakah sudah mencapai target? Jika

belum, apa upaya yang dilakukan?Apakah ada hambatan atau kendala pada

kegiatan penemuan secara aktif?)

3. Apakah Puskesmas telah melaksanakan evaluasi dalam pelaksanaan penemuan

pasien TB ke puskesmas?

(Probing: Kapan evaluasi dilakukan? Bagaimana bentuk evaluasi yang

dilakukan? Apakah cakupan TB yang rendah ada dibahas dalam lokakarya

mini bulanan/ tribulanan/rapat tahunan?Apakah ada tindak lanjut/ langkah”

untuk menignkatkan penemuan kasus? )

3) Edukasi Kesehatan

1. Apakah ada edukasi kesehatan terkait pelaksanaan penemuan pasien TB yang

diberikan oleh dinkes ke petugas kesehatan di puskesmas?

(Probing: Bagaimana bentuk edukasi yang dilakukan? Apakah ada berupa

pelatihan? Jika ada pelatihan apa? Kapan dan dimana dilaksanakan? Siapa

yang melaksanakan? Siapa yang menjadi sasaran? Apakah semua tenaga

kesehatan TB sudah mendapatkan edukasi tersebut? Apakah kader juga

mendapat pelatihan? Jika iya, berapa banyak kader yang sudah dilatih?

Apakah pelatihan yang diberikan dapat tersampaikan dengan baik? Apakah

ada referensi pedoman atau peraturan dalam pemberian edukasi?)

2. Apakah sudah ada kegiatan edukasi ke masyarakat mengenai TB oleh

Puskesmas Paal V Kota Jambi?

(Probing : Apakah petugas TB tersebut telah menyampaikan informasi

mengenai TB ke masyarakat/kelompok/individu sasaran?Edukasi mengenai

apa? Apakah ada edukasi terkait perilaku berisiko dan pencegahan


penularan? Dalam bentuk apa edukasi yang diberikan petugas TB ke

masyarakat? Setiap kapan dilakukannya? Media apa saja yang digunakan

yang digunakan?Siapa sasarannya?)

e. Output

1. Bagaimana pencapaian penemuan pasien TB di Puskesmas Paal V?

(Probing: apakah sudah sesuai dengan target? Bagaimana capaian indikator

CDR nya?)

2. Jelaskan kendala yang dihadapi dalam upaya pencapaian target pelaksanaan

penemuan pasien TB di Puskesmas Paal V!

(Probing : Langkah apa yang telah dilaksanakan untuk menyelesaikan kendala

yang ada?)

3. Jika dilihat dari pencapaian temuan kasus tahun-tahun sebelumnya yang

rendah, apakah ada inovasi yang akan dibuat?

(Probing: jjika ada, bagaimana caranya? siapa saja yang akan menjadi tim

nya?)
Pedoman Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Analisis Pelaksanaan Penemuan Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Paal V

Kota Jambi 2022

A. Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Jabatan : Petugas TB Puskesmas Paal V Kota Jambi
4. Pendidikan terakhir :
5. Kode Informan :
6. Tanggal wawancara :

B. Pertanyaan

a. Input

1) Kebijakan

1. Bagaimana menurut bapak/ibu mengenai kebijakan program TB dalam

pelaksanaan penemuan pasien di Puskesmas Paal V?

(Probing: Pedoman apa yang digunakan? Apakah ada undang-

undang/permenkes/kepmenkes yang digunakan?Apakah ada perwako?)

2. Apakah ada pedoman khusus atau petunjuk teknis dalam pelaksanaan

penemuan pasien TB di wilayah kerja Puskesmas Paal V ?

(Probing: Apakah ada SOP dari puskesmas?Siapa yang membuat SOPnya?

Apakah SOP sudah dilaksanakan?)

3. Apakah ada sosialisasi mengenai peraturan/acuan/pedoman penemuan pasien

TB?

(Probing: Jika ada, Pedoman/peraturan apa yang disosialisasikan? Kapan


dilakukan dan siapa yang mengikuti? Berapa kali diadakan oleh Dinkes Kota

Jambi?)

2) SDM

1. Bagaimana menurut Bapak/ibu tentang ketersediaan tenaga kesehatan maupun

non kesehatan dalam penemuan pasien TB di Puskesmas?

(Probing: Berapa jumlah petugas TB di puskesmas? Apa kompetensi dari

petugas TB di puskesmas Paal V? Apa bidang dan jabatannya?Apakah ada

Surat keputusan yang menetapkan sebagai petugas TB?Apakah jumlah tenaga

kesehatannya sudah cukup dan sesuai standar?)

2. Apakah Bapak/Ibu pernah mendapatkan peningkatan kompetensi atau

pelatihan program TB terutama dalam penemuan pasien TB?

(Probing: Jika ada, kapan dilaksanakan? Siapa yang mengadakan? Siapa saja

yang mengikuti? Berapa banyak pelatihan yang diadakan?)

3) Dana

1. Bagaimana menurut Bapak/Ibu tentang ketersediaan dan kecukupan dana

untuk kegiatan penemuan pasien TB dalam program penanggulangan TB paru

Di Puskesmas Paal V?

(Probing: Apakah ada dana yang membantu dalam pelaksanaan penemuan

pasien TB? Dari mana sumber dananya? Apakah mencukupi untuk

pelaksanaan program? Bagaimana realisasi dana, apakah sesuai dengan

kegiatan? Apakah ada dana khusus untuk pelaksanaan penemuan pasien TB

di puskesmas? Apakah ada dana yang mendukung untuk pelaksanaan

penemuan pasien ke lapangan (seperti: Investigasi kontak, skrining masal

pada tempat-tempat khusus dan berisiko)? Bagaimana pendanaan penemuan

pasien TB yang berkolaborasi dengan jejaring layanan PPM? Apakah ada


kendala dalam pendanaannya?)

4) Sarana dan Prasarana

1. Bagaimana ketersediaan sarana dan prasarana di Puskesmas Paal V dalam

menunjang program TB khususnya dalam pelaksanaan penemuan pasien TB?

(Probing: Sarana dan prasarana apakah yang dibutuhkan dalam penemuan

pasien TB? Apakah sarana yang tersedia mencukupi? Siapa yang bertanggung

jawab atas ketersediaan sarana maupun prasarana TB di Puskesmas? Sarana

dan prasarana apa yang digunakan dan dibutuhkan untuk penemuan langsung

dilapangan seperti investigasi kontak, pada tempat khusus,dan pada populasi

berisiko?)

2. Apakah ada kendala yang berkaitan dengan sarana dan prasarana yang
digunakan dalam penemuan pasien di Puskesmas Paal V?

(Probing: Jika ada, kendala berupa apa )

c. Proses

1) Penemuan pasien secara aktif

1. Bagaimana Pelaksanaan penemuan pasien TB secara Aktif dalam program

penanggulangan TB paru di Puskesmas?

(Probing: Apakah penemuan pasien yang dilakukan secara aktif/langsung

sudah dilakukan? Apakah penemuan pasien TB secara aktif rutin dilakukan?

Apa saja kegiatan penemuan TB secara Aktif yang dilakukan oleh Puskesmas

Paal V (Investigasi kontak, penemuan di tempat khusus, penemuan di tempat

berisiko)? Bagaimana kriteria pasien yang akan dilakukan investigasi kontak?

Apakah ada daftar untuk pasien terduga TB? Siapa saja yang turun untuk

melakukan investigasi kontak? Apa saja yang dilakukan saat melaksanakan

investigasi kontak?
Apakah petugas TB ada melakukan penemuan pasien TB pada tempat seperti

lapas/rutan, asrama, rs jiwa atau tempat, daerah pengungsian, daerah kumuh

atau lainnya? Bila ada, Siapa saja yang dilibatkan pada kegiatan penemuan

tersebut? Bagaimana hasil dari upaya penemuan tersebut?)

2. Apakah penemuan pasien TB secara aktif rutin dilakukan di Puskesmas Paal

V?

(Probing: Berapa kali?Apakah ada pedoman dalam pelaksanaan kegiatan?

Apakah ada kader yang turut membantu dalam penemuan pasien secara aktif?

Bagaimana sistem pencatatan dan pelaporan ke pemegang program TB?)

3. Apakah ada petugas lain selain pemegang program TB yang membantu?

(Probing: Jika ada, siapa saja? Dari bidang mana? Apakah ada kader TB di

puskesmas Paal V? Berapa banyak? Apakah kader aktif dalam membantu

kegiatan penemuan pasien? Apakah ada bantuan dari masyarakat dalam

penemuan pasien?)

4. Bagaimana penemuan pasien TB secara aktif setiap tahunnya di Puskesmas

Paal V?

(Probing: Berapa jumlah pasien yang ditemukan dalam satu tahun? Apakah

ada target? Jika ada, berapa banyak? Apakah sudah mencapai target? Apakah

ada hambatan atau kendala pada kegiatan penemuan secara aktif?)

2) Edukasi Kesehatan

1. Apakah ada edukasi kesehatan atau pelatihan terkait pelaksanaan penemuan

pasien TB yang diberikan oleh dinkes ke petugas TB di puskesmas?

(Probing: Bagaimana bentuk edukasi yang dilakukan? Apakah ada berupa

pelatihan? Jika ada pelatihan apa? Kapan dan dimana dilaksanakan?

Siapa yang melaksanakan? Siapa yang menjadi sasaran?)


2. Apakah sudah ada kegiatan edukasi ke masyarakat mengenai TB oleh

Puskesmas Paal V Kota Jambi?

(Probing : Apakah petugas TB telah menyampaikan informasi mengenai

TB ke masyarakat/kelompok/individu sasaran?Edukasi mengenai apa?

Apakah ada edukasi terkait perilaku berisiko dan pencegahan penularan?

Dalam bentuk apa edukasi ynag diberikan petugas TB ke masyarakat?

Setiap kapan dilakukannya? Media apa saja yang digunakan yang

digunakan?Siapa sasarannya?)
Pedoman Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Analisis Pelaksanaan Penemuan Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Paal V

Kota Jambi 2022

i. Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Jabatan : Petugas Poli Puskesmas Paal V Kota Jambi
4. Pendidikan terakhir :
5. Kode Informan :
6. Tanggal wawancara :

C. Pertanyaan

a. Input

1) Kebijakan

1. Apakah ada pedoman khusus atau SOP dalam pelaksanaan penemuan pasien

khususnya pada pemeriksaan fisik di Puskesmas Paal V Kota Jambi?

(Probing: Jika ada, pedoman apa yang digunakan?)

2. Apakah ada sosialisasi atau pelatihan terkait kebijakan atau isi pedoman

penanggulangan TB?

(Probing: Jika ada, siapa yang mengadakan? Terkait apa saja yang

disosialisasikan?)

2) SDM

1. Bagaimana menurut bapak/ibu mengenai terkait tenaga kesehatan TB di

puskesmas Paal V Kota Jambi?

(Probing: Tenaga kesehatan apa saja yang tersedia di poli? Apakah ada

dokter/ Perawat? Apakah jumlah nya cukup? Apa latar belakang dan
kompetensi petugas poli TB? Apakah ada SK nya? )

3) Dana

1. Bagaimana menurut Bapak/Ibu ketersediaan dana untuk pemeriksaan pasien

TB di poli?

(Probing: apakah pemeriksaan pasien di poli dalam pelaksanaan penemuan

pasien Tb diperlukan dana? Dari mana dana didapatkan? Siapa yang

bertanggung jawab atas dana di poli?)

4) Sarana dan Prasarana

1. Bagaimana menurut Bapak/Ibu ketersediaan sarana dan prasarana di poli

Puskesmas Paal V dalam menunjang program TB khususnya dalam

pelaksanaan penemuan pasien TB?

(Probing: Sarana dan prasarana apa saja yang tersedia? Apakah ada poli

khusus TB Paru di Puskesmas Paal V? Sarana dan prasarana dibutuhkan

untuk melakukan pemeriksaan pasien di poli TB? Apakah tersedia alat

pemeriksa (stetoskop, tensimeter, thermometer, senter)? Apakah sudah

mencukupi dan sesuai dengan pedoman? Apakah ada kendala dalam sarana

prasarana?)

b. Proses

1) Penemuan Secara Pasif

1. Bagaimana alur penemuan pasien TB secara pasif atau pasien yang datang ke

fasilitas kesehatan di Puskesmas Paal V?

(Probing: Bagaimana alur pemeriksaan pasien TB di poli? Siapa yang

bertugas memeriksa pasien? Bagaimana ciri pasien yang terinfeksi TB?

Pemeriksaan apa saja yang dilakukan untuk pasien terduga TB di poli?

Bagaimana pengecekan sputum pada pasien yang memiliki gejala TB? Apakah
dalam pemeriksaan di poli ditemui kendala? Apa saja yang Apakah ada

kendala? Bagaimana solusinya?)

2. Apakah ada kolaborasi saat pemeriksaan pasien dalam pelaksanaan penemuan

pasien TB?

(Probing: Jika ada, bagaimana bentuk kolaborasi dan dengan siapa

kolbaorasi dilakukan?)

2) Edukasi

1. Apakah ada edukasi atau pelatihan terkait Tuberkulosis yang diberikan kepada

petugas poli?

(Probing: Jika ada, bagaimana metode pelatihannya? Berapa kali

dilaksanakan?Siapa yang melaksanakan?Apakah setelah dilakukan

pemeriksaan terhadap pasien petugas melakukan edukasi TB terhadap pasien?

Edukasi mengenai apa?)

2. Apakah rata- rata pasien yang datang melakukan pemeriksaan gejala TB

(seperti batuk 2 minggu, batuk berdarah , demam dan gejala lain) mengetahui

bahwa gejala yang diderita merupakan gejala TB?

(Probing: Jika iya, darimana mereka mengetahuinya? Jika belum, mengapa?)


Pedoman Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Analisis Pelaksanaan Penemuan Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Paal V

Kota Jambi 2022

A. Identitas Informan
1. Nama :
1. Umur :
2. Jabatan : Kader TB
3. Pendidikan terakhir :
4. Kode Informan :
5. Tanggal wawancara :

B. Pertanyaan

a. Input

1) Kebijakan

1. Apakah ada pedoman atau acuan dalam pelaksanaan penemuan pasien TB dari

puskesmas?

(Probing: Jika ada, pedoman apa yang digunakan?Apakah ada SOP dari

puskesmas?)

2. Apakah Bapak/Ibu pernah mendapatkan sosialisasi mengenai

peraturan/acuan/pedoman penemuan pasien TB ?

(Probing: Jika ada, Pedoman/peraturan apa yang disosialisasikan? Kapan

dilakukan? Siapa yang melaksanakan

2) SDM

1. Apakah ada surat keputusan/SK dari pimpinan yang menetapkan bapa/ibu

sebagai Kader TB?


(Probing : siapa yang menetapkan, sejak kapan ditetapkan)

2. Apakah Bapak/Ibu pernah mendapatkan peningkatan kompetensi atau

pelatihan program TB terutama dalam penemuan pasien TB?

(Probing: Jika ada, kapan dilaksanakan? Siapa yang mengadakan? Siapa saja

yang mengikuti? Berapa banyak pelatihan yang diadakan?)

3) Dana

1. Bagaimana menurut Bapak/Ibu tentang ketersediaan dan kecukupan dana

untuk kegiatan penemuan pasien TB dalam program penanggulangan TB

paru Di Puskesmas Paal V?

(Probing: Apakah ada dana yang didapatkan dari puskesmas dalam

pelaksanaan penemuan pasien TB?Apakah dana rutin? Apakah ada dana

yang mendukung untuk pelaksanaan penemuan pasien ke lapangan

(seperti: Investigasi kontak, skrining masal pada tempat-tempat khusus dan

berisiko)? Apakah ada kendala dalam dana untuk pelaksanan penemuan

pasien TB?

4) Sarana dan Prasarana

1. Bagaimana menurut Bapak/Ibu ketersediaan sarana dan prasarana dalam

pelaksanaan penemuan pasien TB?

(Probing: Sarana dan prasarana apa saja yang tersedia? Sarana dan

prasarana dibutuhkan oleh kader dalam penemuan pasien TB? sudah

mencukupi?Apakah ada kendala dalam sarana dan prasarana?)

b. Proses

1) Penemuan Secara Aktif

1. Bagaimana pelaksanaan penemuan pasien TB secara Aktif oleh kader TB

puskesmas paal V?
(Probing:Apakah penemuan pasien yang dilakukan secara aktif/langsung

sudah dilakukan? Apakah penemuan pasien TB secara aktif rutin dilakukan?

Apa saja kegiatan penemuan TB secara Aktif yang dilakukan oleh Puskesmas

Paal V (Investigasi kontak, penemuan di tempat khusus, penemuan di tempat

berisiko)? Apakah ada daftar untuk pasien terduga TB? Siapa saja yang

turun untuk melakukan investigasi kontak? Darimana kader mendapatkan

nama pasien TB yang harus dikunjungi?Apakah ada hambatan kader dalam

pelaksanaan penemuan pasien TB? Apa saja yang dilakukan saat

melaksanakan investigasi kontak?

Apakah petugas TB ada melakukan penemuan pasien TB pada tempat seperti

lapas/rutan, asrama, rs jiwa atau tempat, daerah pengungsian, daerah

kumuh atau lainnya? Bila ada, Siapa saja yang terlibat pada kegiatan

penemuan tersebut? Bagaimana hasil dari upaya penemuan tersebut?)

2. Apakah ada bantuan dari pihak keluarga pasien TB atau masyarakat dalam

menemukan pasien TB?

( Probing : siapa? Apakah ada tokoh masyarakat?

3. Jika ditemukan pasien TB, apakah ada melaporkan ke puskesmas?

(Probing: bagaimana cara pelaporannya? Via Whatsaap/Telepon/Kertas

bukti pelaporan?Adakah kendala dalam pelaporannya?)

c. Edukasi

1. Apakah Kader ada memberikan edukasi mengenai penyakit TB di

masyarakat wilayah kerja Puskesmas Paal V?

(Probing: Edukasi mengenai apa? Dalam bentuk apa edukasi yang

diberikan petugas TB ke masyarakat?Dimana dilakukan? Kapan

dilakukan? Berapa kali? Media apa saja yang digunakan yang


digunakan?Siapa sasarannya?)

2. Apakah ada diberikan arahan oleh pihak puskesmas dalam pemberian

edukasi TB kepada sasaran?

(Probing: Bagaimana bentuk arahannya? Apakah ada berupa pelatihan

Melalui apa? Siapa yang memberikan arahan?)


Pedoman Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Analisis Pelaksanaan Penemuan Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Paal V

Kota Jambi 2022

A. Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Jabatan : Pasien TB
4. Pendidikan terakhir :
5. Kode Informan :
6. Tanggal wawancara :

B. Pertanyaan

a. Proses

1) Penemuan Secara Pasif

1. Apakah Bapak/Ibu pernah mengunjungi puskesmas dengan gejala- penyakit

seperti mengalami batuk selama lebih dari 2 minggu, demam, atau nafsu

makan menurun?

(Probing: Dari gejala yang dirasakan apa yang dilakukan petugas puskesmas?

Apakah ada gejala lain? Siapa petugas yang melakukan pemeriksaan di

puskesmas (perawat/dokter)? Apakah ada dilakukan pengambilan sampel

dahak?Berapa kali sampel dahak diambil? )

2) Penemuan Secara Aktif

1. Apakah Bapak/Ibu pernah mendapatkan kunjungan rumah/skrining ditempat

khusus dari pihak puskesmas untuk dilakukan pendataan kesehatan dan

pengambilan dahak?

(probing: jika pernah, Apa yang dilakukan pihak puskesmas dalam upaya
investigasi kontak/ skrining tersebut?)

c. Edukasi

1. Apakah Bapak/Ibu mengetahui mengenai penyakit Tuberkulosis?

(Probing: Apa saja gejala TB? Bagaimana pandangan terhadap penyakit

TB? )

2. Apakah Bapak/Ibu pernah mendapatkan edukasi tuberkulosis dari petugas

Puskesmas Paal V?

(Probing: Siapa yang memberikan? Apakah ada edukasi dari pihak lain?

Apakah isi dari penyuluhan dapat dipahami? apa saja topik penyuluhan

yang disampaikan? Bagaimana metode penyuluhannya? Berapa kali

mengikuti penyuluhan penyuluhan?)


Lampiran 7 Lembar Observasi

Tabel Checklist Observasi Analisis Pelaksanaan Penemuan Pasien Tuberkulosis


di Puskesmas Paal V Kota Jambi 2022

Penilaian
No. Indikator Keterangan
Ada Tidak
1. Pedoman/ standar √ SOP disimpan oleh pemegang
operasional prosedur program TB di dalam lemari,
terdapat alur diagnosis pasien TB
yang di tempel di ruangan TB.
2. Sumber daya manusia yang √ Pemegang program TB biasanya
terlibat dalam pelaksanaan berjaga di ruang IGD dan akan
penemuan pasien TB bolak-balik ketika ada pelayanan
TB. Kader yang telah tdibentuk
puskesmas tidak aktif.
3. Sarana dan Prasarana
penunjang
1) Ruangan Khusus TB √ Terdapat ruangan khusus
Paru pelayanan TB
√ Terdapat ruang khusus
2) Ruang khusus pengambilan dahak di belakang
pengambilan dahak ruang TB, namun sudah jarang
difungsikan.
3) Meja Kerja, Alat tulis, √ Tersedia di ruang khusus TB,
kasur pemeriksaan, untuk buku kunjungan ada
Buku kunjungan beberapa data yang belum terisi.
pasien TB
√ Belum terdapat komputer di
4) Komputer ruangan TB, petugas menggunakan
laptop pribadi untuk kegiatan
5) Tersedia Media KIE √ -Terdapat leaflet TOSS TB yang
(leaflet, poster, lembar disediakan dinkes kota yang berisi
balik) gejala TB, etika batuk, pcara
pencegahan TB, pentingnya
pengobatan TB, informasi faskes
yang tersedia alat TCM.
- Terdapat poster dan lembar balik
ruangan TB.
6) Alat Pelayanan
a. Mikroskop √ Tersedia 2 unit dan masih
berfungsi baik
b. Pot dahak √ Tersedia 100 Pot
c. Kaca Slide √ Tersedia sesuai kebutuhan
d. Oil Imersi √ Tersedia sesuai kebutuhan
e. Masker √ Tersedia sesuai kebutuhan di ruang
poli umum, ruang TB dan
laboratorium
f.Timbangan √ Tersedia di masing-masing ruang
poli umum dan ruang TB
7) OAT (Obat Anti TB) √ Tersedia sesuai kebutuhan
kategori 1 dan 2
Lampiran 8 Pedoman Telaah Dokumen

Tabel Pedoman Telaah Dokumen Analisis Pelaksanaan Penemuan Pasien


Tuberkulosis di Puskesmas Paal V Kota Jambi 2022

Ketersediaan
Keterangan
No. Dokumen Yang Di Telaah Dokumen
(Isi Dokumen)
Ada Tidak
1 Laporan Penilaian Kerja Dokumen berisi sejarah sejarah
Puskesmas (PKP) puskesmas,gambaran puskesmas,
√ fasilitas puskesmas, dan hasil penilaian
kinerja puskesmas.
3 Standar Operasional (SOP) Terdapat SOP yang menjadi pedoman
pelaksanaan penemuan √ dalm penemuan pasien
pasien TB
4 SK Pemegang Program Terdapat nama serta bidang yang
√ menjadi tanggung jawab petugas
5 SK Kader Tidak ditemuka SK kader TB
√ Puskesmas
6 Dokumen Pelatihan Tidak ditemukan dokumen yang
√ menunjukkan adanya pelatihan
7 Dokumentasi Edukasi Belum ada dokumen laporan dan
Kesehatan/ Penyuluhan √ dokumentasi terkait kegiatan
penyuluhan
8 a. Daftar terduga/suspek Terdapat data pada form TB.06 hingga
(TB.06) februari 2022, data terbaru belum
√ ditambahkan PJ TB dari buku catatan
TB pribadinya.
b. Form pemeriksaan labor Tidak ditemukan form terkait
(TB.05)

c. Form hasil labor (TB.04) √ Tidak ditemukan form terkait
d. Register Pasien TB Adanya data rekap pasien TB di
(TB.03) puskesmas namun belum data terbaru
√ belum ditambahkan PJ TB dari buku
catatan TB pribadinya.
e. Rekapitulasi Investigasi Terdapat Form TB.16 namun belum
kontak TB di fasyankes √ terisi datanya, catatan investigasi
(TB.16) kontak ada di catatan pribadi PJ TB.
9. BOK Puskesmas Terdapat pengalokasian dana untuk
√ penemuan pasien TB
10. Inventaris sarana dan Belum ada dokumen inventaris sarana
prasarana prasarana. Dokumen yangtersedia
√ yaitu not pengajuan sarana-prasarana
kepada dinas kesehatan
Lampiran 9 Surat Selesai Penelitian
Lampiran 10 Matriks Triangulasi

Tabel Matriks Hasil Wawancara Mendalam


Analisis Pelaksanaan Penemuan Pasien Tuberkulosis Di Puskesmas Paal V Jota Jambi Tahun 2022

Pertanyaan Informan Hasil Wawancara Inti


Input
a. Kebijakan
Bagaiamana menurut Bapak/Ibu Inf-1 Permenkes No. 67 Tahun 2016, UU No. 4 Tahun 1984, UU 3 6 Tahun 2009, UU No. Kebijakan yang
mengenai kebijakan yang 23 Tahun 2014, Perpres 67 Tahun 2021, Surat Keputusan dijadikan pedoman
dijadikan pedoman dalam 203/MENKES/SK/3/999/Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, dalam pelaksaan
pelaksanaan penemuan pasien KMK No.1389/MENKES/SK/IX/2005/Komite Ahli Penanggulang-an Tuberkulosis. penemuan kasus TB
TB di Puskesmas Paal V? Untuk SOP yaitu dari masing-masing puskesmas. Untuk peraturan daerah seperti adalah Permenkes
(Probing : peraturan apa saja perwako belum ada. Nomor 67 Tahun 2016
yang digunakan? apakah ada Inf-2 Kebijakan yang dipakai itu ada permenkes tentang TB nomor 67 tahun 2016, Perpres
perwako?) tentang TB. Kalau SOP dari puskesmas masing-masing. Kalau perwakonya sedang
direncanakan.
Inf-3 Dari permenkes itu ada mengenai TB. kalau perwako ngga ada.
Inf- 4 Ada mnurut permenkes nomor berapa itu, ada permenkes khusus untuk TB nanti kakak
cari. Kalau perwako belum ada. Kegiatannya masih menurut permenkes.
Apakah ada pedoman khusus Inf-1 Kalau untuk SOP itu dari masing-masing puskesmas. Kalau yang dari dinkes
atau SOP dalam pelaksanaan khususnya dak ada Terdapat SOP di
penemuan pasien TB ? Inf-2 Kalo juknis khusus atau peraturan yang dikeluarkan dari dinkes tidak ada. SOP nya Puskesmas Paal V yang
dari puskesmas masing-masing digunakan untuk
Inf-3 SOP nya juga ada, nggak mungkin bekerja tanpa ada peraturan untuk puskesmas sudah kegiatan penemuan
punya ada SOP nya pasien TB
Inf-4 Kalau SOP tentu ada
Inf-5 Kalo SOP ada kita punya SOP. Gimana mengkategorikan pasien ini apakah suspek TB,
gimana cek dahaknya itu kita punya SOP nya
Inf-6 Kebijakannya ada. Biasanya pelaksanaannya tu ada SOP nya
Apakah pedoman ataupun acuan Inf-1 Sudah disosialisakan, Kalo sosialisasinyo itu dari puskesmas tu biso setiap rapat atau Pedoman yang
yang digunakan untuk penemuan sekalian dengan kegiatan-kegiatan lain secara terpadu. Dak harus jadwal sendiri idak digunakan sebagai acuan
kasus TB sudah pernah Inf-2 Sudah tau masing-masing puskesmas, kan kita ada kegiatan monitoring, supervisi ke kegiatan penemuan
disosialisasikan ? puskesmas itu berdasarkan peraturan-peraturan TBC di Indonesia. Termasuk peraturan kasus TB sudah pernah
Pertanyaan Informan Hasil Wawancara Inti
terbaru nya juga sudah setiap ada kegiatan-kegiatan tentang TB tentu kita masukkan disosialisasikan.
dulu kebijakannnya kan, nanti disanalah turunan turunannya, apa yang mesti kita
lakukan. Baru nanti kita masuk ke evaluasi
Inf-3 Pernah disosialisasikan kalo ada kegiatan baru itu ada pertemuannya atau bisa melalui
WA untuk disosialisasikan. Kebijakan yang sudah disosialisasikan tentu saja kita
sampaikan kembali ke petugas-petugas di puskesmas
Inf-4 Sosialisasi dari dinas ada. Kalau sosialisasi dari dinas tu dak menentu, kadang-kadang
kek kemaren bulan berapa itu ada pertemuan. .Ada disampaikan, ke perawat di poli
atau bidannnya mengenai strategi DOTS yang dipakai
Inf-5 Biasanya yang ke pertemuan itu bu kapus atau dari PJ TB nya sendiri yang sosialisasi,
kalo kebijakannya kan tertulisnya ada ya nanti juga PJ TB nya kasih tau
b. SDM
Bagaimana menurut bapak/ibu Inf-1 Sebenarnya tenaganyo cukup, kalo untuk TB yo langsung ada pengelola program, nanti Tenaga kesehatan untuk
tentang ketersediaan tenaga ada timnya, ada dokternya disitu, ado perawatnyo disitu, kemudian yo didukung lagi pelaksanaan kegiatan
pengelola program TB di Dinas dengan tenaga labor. Pemegang program nya itu minimal perawat D3. Cuman kadang- penemuan kasus TB di
Kesehatan Kota Jambi dan di kadang ado dari pengelola program ni dio pegang banyak program ado TB, HIV. Puskesmas Paal V sudah
Puskesmas? Inf-2 Sudah cukup sudah ada tim nya, ada perawat, tenaga medis nya, dan tenaga labor. mencukupi. Penanggung
Sebenarnya di puskesmas kalau kita merunut dari kementrian kesehatan itu untuk 1 jawab program TB
orang 1 program, tetapi karna kita keterbatasan tenaga baik di puskesmas, jadi mungkin masih memiliki beban
PJ TB nyaada pegang UKS juga, promkes juga tugas rangkap
Inf-3 Untuk pemeriksaaan itu ada dokter, sedangkan anamnesa perawat di poli. untuk
mengambil obat dengan petugas Progam TB.
Inf-4 Kalau untuk penemuan pasien itu biasanya petugas TB, Kader dan Staff Puskesmas.
Kita kan kerja sama semua tim kan, dari puskesmas bisa ditemukan pasiennya, dari
poli bisa kita dapatkan pasiennya. Untuk petugas TB sendiri itu cuma 1 orang cuma
penanggung jawab programnya saja. Kalau kakak sendiri sebagai pemegang program
TB juga melayani di IGD.
Apakah ada upaya pelatihan Inf-1 Kalau terkait dengan pelatihan khusus TB itu dak ada, pelatihannya diklat untuk Tenaga kesehatan TB
terkait TB yang diberikan kepada pelaksanaan Tim DOTS itu sudah semua. Nanti kan itu kekmana untuk ke dokter nanti, dalam pelaksanaan
petugas yang terlibat? pencatatan pelaporannyo tu nanti, trus tuk orang labor nanti, trus standar kegiatan penemuan
pemeriksaannyo gimana pasien TB di Puskesmas
Inf-4 Kalau untuk pelatihan kita dakado lagi yo sekarang yang khusus untuk petugas TB Paal V sudah sesuai dan
paling pertemuan-pertemuan, workshop, seminar kayak mengenai cara pengisian TB cukup.
di SITB. Jadi semuanyo kakak autodidak
Pertanyaan Informan Hasil Wawancara Inti
Apakah sudah ada dilakukan Inf-1 Kalau yang sekarang itu ado namonyo organisasi macam penabulu. Itu organisasi yang Kader sudah pernah
pemberdayaan kader dalam merekrut kader trus dikasih pelatihan pengetahun tentang tuberkulosis, trus apo-apo dibentuk, namun tidak
keterlibatan penemuan pasien tugasnyo. Istilahnyotu bagaimana kadertu menemukan orang ado TB, dio biso aktif lagi.
TB? mengarahkannyo untuk ke layanan
Inf-3 Untuk kader ada dibentuk, mereka yang membantu nantinya. Tapi kader tidak aktif,
kolaborasi ada kader belum ada, jadi kader yang menunjukan dapat pasien yang positif
belum ada
Inf-4 Kita kemaren sudah bentuk 5 kader untuk penemuan kasus TB, tapi tidak jalan, tapi
kalau kader penabulu jalan.
c. Dana
Bagaimana menurut Bapak/Ibu Inf-1 Kalau sekarang kan sudah BLUD, sudahtu di puskesmas untuk penemuan kasusnyo Dana untuk kegiatan
mengenai ketersediaan dana biso dialokasikan dari dana BOK. Kalo dulu di support dengan Global Fund sekarang penemuan pasien TB
untuk pelaksanaan program TB dak lagi. Kalo kito ngatokan kurang, semuanyo kurang. Kalo puskesmas ini sekarang sudah tersedia dan
khususnya pada pelaksanaan untuk TB khusus untuk TB tu kadang-kadang dak ado. Kalo yang saya tau untuk di bersumber dari dana
penemuan kasus? Probing : puskesmas untuk turunnyo tu serempak dengan program lain. sekarang itukan banyak BOK puskesmas, dana
sumber dari mana? program-program lain yang harus jalan, sementaro dana nyo kan dak begitu banyak yang tersedia tidak dapat
Inf-2 Kalau puskesmas mereka punya dana sendiri, dana dari BLUD, Kapitasi, TB bisa dari terserap dengan baik.
BOK. Dana itu ada, mereka sudah menganggarkan namun jadi tidak tercukupi karena
dana tidak terserap. Tidak terserap karna petugas puskesmasnya hanya itu itu aja.
Misalnya, petugasnya sudah turun untuk investigasi kontak di tanggal sekian. Nah
untuk hari itu ngga bisa lagi dipakai untuk kegiatan posyandu. Jadi satu kali pengajuan
hanya berlaku untuk satu hari nggabisa dananya untuk 2 transport. Sedangkan dalam 1
bulan batas dana transport hanya 11 hari. Kalau sudah lebih 11 hari gabisa lagi dipakai.
Inf-3 Sumber dana dari ada dari penganggaran APBN dana BOK sudah dianggarkan
Inf-4 Dana nya dari BOK. Kalau untuk dana jujur kurang yo karno untuk turun bae honor
nyo dak jalan, kalaupun ada dana itupun paling 3 bulan sekali hanya 50 ribu, tidak
sesuai TB itu bisa dipakai untuk investigasi kontak, TB mangkir, dan Pelacakan suspek
Jadi ada 3 kegiatan yang bisa didanai oleh BOK
d. Sarana Prasarana
Bagaimana menurut Bapak/Ibu Inf-1 Untuk sarana prasarana sesuai kebutuhan sesuai permintaan dari puskesmas. Sarana dan prasarana
ketersediaan sarana dan Tergantung besak puskesmas dan pasien yang dihadapi macam mano. Kalo macam pot Puskesmas Paal V sudah
prasarana di Puskesmas Paal V sputum dari sini semuanyo, catridge TCM itu dari pusat semua. Kan sekarang ni semua mencukupi untuk
dalam mendukung pelaksanaan terduga TB diperiksa TCM. Jadi kalo layanan yang tidak ada TCM cepat merujuk ke kegiatan penemuan
penemuan kasus TB ? Probing : faskes yang ado TCM InsyaAllah untuk sarana prasarana cukup pasien TB. Namun untuk
Pertanyaan Informan Hasil Wawancara Inti
Apa saja yang dibuthkan? Sudah Inf-2 Sarana prasarana nya itu tergantung puskesmas. Seperti pot sputum, udah tersedia. pengecekan dahak
mencukupi? Udah sesuai dan cukup. Tapi kalau untuk alat TCM nya hanya di beberapa faskes menggunakan alat TCM
seperti di simpang kawat, Paal X, Pakuan Baru itu udah ada puskesmas belum
Inf-3 Lengkap di fasilitasi oleh dinas Kesehatan. Misal masker dan lain-lain, kita minta memiliki.
tergantung permintaan,dari dinas telah disiapkan dan telah di fasilitasi
Inf-4 Kayaknya sarana prasarana sudah cukup kalau menurut kakak ya, tapi kalau misalnya
kurang kita ajukan permintaan lagi ke dinkes, jadwal nya untuk pengajuannya biasanya
tergantung kapan mau diajukannya. Kayak leaflet sudah ada dari dinas, tempat tidur
ada dipinjamin ibu kapus, timbangan juga, masker sudah ada, ruangan juga ada sendiri,
ini ruangan nya gabung dengan HIV karna gabisa campur dengan orang poli. Kita
sudah ada labor mikrospkopis. Kalau untuk cek sputum nya itu kita kirimkan ke
puskesmas Simpang Kawat atau Paal X untuk pemeriksaannya.
Inf-5 Kalau untuk di poli sendiri kalau untuk pemeriksaan semuanya sudah tersedia. Lalu
sekarang kta sudah punya tes mantoux. Kita tidak punya tes TCM sendiri, biasanya
akan dirujuk atau dikirim ke puskesmas Simpang Kawat. Kita pakai TCM karna juga
sudah dianjurkan oleh dinas karna kalau BTA itu kadang banyak human error nya.
Inf-6 Kalau untuk TB itu ada leaflet atau posternya
Proses
a. Penemuan Secara Pasif
Bagaimana menurut Bapak/ Ibu Inf-1 Pasif nikan sifatnyo pasien datang kelayananan, jadi pasien yang ado gejala batuk lebih Pelaksanaan penemuan
penemuan pasien TB secara Pasif dari 2 minggu tu nanti bakal dilakukakan pemeriksaan dan di cek sputumnyo. Susahnyo pasien secara pasif sudah
dalam program penanggulangan tu dari masyarakat itu masih ado ketakutan sendiri untuk di diskriminasi, sehingga kalo dilakukan di puskesmas.
TB paru di Puskesmas? dak parah-parah nian dakdo ke layanan kesehatan. Selama danya pandemi
Inf-2 Kalau secara pasif itu dia menunggu pasien datang ke puskesmas. Biasanya mereka itu pasien dengan gejala TB
datang kalau udah ada gejala batuk lebih dari 2 minggu, demam, meriang. Kalau pasif yang datang ke
itu ya bergantung dengan pasien yang datang. Apalagi kalau pasif itu ya bergantung puskesmas berkurang.
dengan pasien yang datang. 2 tahun terakhir penemuan kita rendah ya karna kita Selain itu adanya
bersaing dengan covid. Orang juga malas ke puskesmas karna takut disangka covid. kurangnya informasi dan
Jadi orang yang datang ke faskes kan jadi berkurang adanya stigma
Inf-3 Ya kalau penemuan pasiennya sendiri itu langsung ke poli kalau misalnya pasien sudah masyarakat
ada batuk kira-kira ada gejala klinisnya yang dicurigai kearah TB paru. Ya kalau menyebabkan masyrakat
penemuan di puskesmas kan ndak seberapa, biasanya pasien itu ke puskesmas kalau takut untuk datang ke
sakitnya udah parah. Jarang mereka yang memang sudah tau penyakit yang diderita itu puskesmas.
gejala TB.
Pertanyaan Informan Hasil Wawancara Inti
Inf-4 Itu penemuan di puskesmas ya, jadi pasien tu datang ke puskesmas pada saat dia batuk
sapai 2 minggu lebih. Itu terjaring pada saat di poli, nanti di sana pasien terduga
dijelaskan mengenai TB, lalu nanti diarahkan ke labor untuk dilakukan pemeriksaan
dahak. Nanti dari labor lah akan dikirimkan dahaknya ke puskesmas simpang kawat
untuk di TCM kan. Setelah hasil keluar baru pasien dikabarin hasilnya positif atau tidak
Inf-5 Jadi pasien tu datang ke puskesmas pada saat dia batuk sampai 2 minggu lebih, setiap
anamnesa dilakukan terlebih dahulu oleh perawat atau bidan maupun di poli lansia
yang selanjutya dilakukan pemeriksan oleh dokter.
Inf-6 Kalau pasif atau di puskesmas itu bararti saat pasien yang sakit datang ke puskesmas
Pasien itu baru ditemukan di puskesmas waktu penyakitnya sudah berat karena
kurangnya informasi. iya biasanya mereka hanya mengira penyakit biasa, jarang yang
sakit tu tahu kalu itu TB, makanya ketahuan nya pas sudah parah biasanya.
Bagaimana menurut Bapak/Ibu Inf-3 Tentu ada jalan. Karena kan juga dapat meningkatkan penjaringan terduga ya, misal Sudah ada dilakukan
mengenai kolaborasi antar ada pasien HIV yang di periksa yang ternyata menunjukkan gejala, pasti di lakukan kolaborasi dalam
program di Puskesmas? kolaborasi itu dengan program TB jadi saling membantu lah. Ada bisa turun itu penemuan pasien antar
biasanya sesuai sama pj program nya program TB dan
Inf-4 Ada dengan TB-HIV, Lansia, Gizi dan program lain. Jadi setiap pasien HIV kita program lain di
periksakan TB nya. Jadi kalau ada missal pasien anak-anak dengan kondisi berat badan puskesmas.
yang kurang dari normal makan akan kita konsulkan ke Gizi. Tapi ya kalau untuk turun
ke lapangan tidak bisa rutin.karna ya itu terkendala waktu dan dana
Inf-5 Ada contohnya itu di poli lansia atau poli lainnya, kalau untuk alurnya itu sama aja ya
karna kan disana juga ada dokternya, nanti baru keruangan khusus TB nya
Bagaimana menurut Bapak/Ibu Inf-1 Itulah masalahnya belum ada koordinasi antar sektor tu, masih banyak kasus yang tidak Belum adanya
mengenai bantuan jejaring terlaporkan. Klinik mandiri atau rumah sakit swasta belum ado lagi kerjasmonyo koordinasi antar
layanan Public Private Mix dengan puskesmas wilayahnyo. PPM atau DPPM tu belum berjalan karno DPPM itu klinik/dokter praktik
(PPM) dalam penemuan pasien baru dibentuk tahun ini dengan harapan berjalan dengan dikoordinir dinas kesehatan mandiri dalam
TB secara Pasif di Puskesmas? kota. DPPM itu layanan tuberkulosis layanan pemerintah dan layanan swasta. Jadi menemukan pasien TB,
masih belum berjalan di fasyankesnya jejaring layanan
Inf-2 PPM atau DPPM itu baru dibentuk 21 maret. SK nya sudah ada juga tapi belum ditanda Tuberkulosis seperti
tangani wakil walikota. Dalam penemuan pasien ini iya DPPM bisa membantu karna PPM baru di bentuk di
kan kita dalam DPPM itu ada ruma sakit swasta, organisasi profesi jadi mereka harus tahun 2022 sehingga
saling koordinasi, nah jadi misal dari bidan ada praktek di klinik pemeriksaan ibu hamil belum ada penerapannya
ibu hamilnya ada yang memiliki gejala nanti dirujuk dilaporkan ke puskesmas sesuai di puskesmas.
wilayah, karena selama ini sebenarnya sudah ada instruksi ke RS swasta atau klinik itu
Pertanyaan Informan Hasil Wawancara Inti
untuk melaporkan kasus yang ditemukan, ya ada yang melaporkan ada yang tidak.
Inf-3 PPM itu harusnya ada koordinasi, kadang-kadang ada pasien yang diobati ke rumah
sakit tapi kita ngga tahu. Jadi perlu koordinasi kayak ke dokter klinik gitu supaya
melapor
In-4 Terus terang be dak jalan. Untuk mendapatkan data-datanya dari paktek dokter mandiri
itu susah, karena mereka bilang itu namanya privas
Penemuan Secara Aktif

Bagaimana menurut bapak/ibu Inf-1 Jadi kalo penemuannyo di faskes be dak cukup. Kalau secara aktif kito ado investigasi
mengenai penemuan pasien TB kontak atau ketok pintu. Kegiatan sudah ado dilakukan cuman selamo 2020-2021
secara aktif di Puskesmas? kemaren itu mungkin terhambat covid jadi masyarakat pun kito datang jugo takut
Inf-2 Penemuan secara aktif itu biasanya dilakukan pada orang-orang berisko kontak TB.
Kalau untuk skrining nya panti jompo pernah dilakukan skrining. selama covid
investigasi kontak sulid dilakukan, karna masyarakat pun takut sama nakes. Apalagi
kita pakai APDs segala macam kerumah pasien itukan, jadi penolakan-penolakan
seperti itu yang didapatkan
Inf-3 Penemuan aktif itu biasanya turun untuk cek kontak serumah, selain kontak serumah
kita juga ada kerjasama dengan panti jompo, kita ada dua kali seminggu itu turun untuk
memantau di sanaselama covid investigasi kontak sulid dilakukan, karna masyarakat
pun takut sama nakes. Apalagi kita pakai APDs segala macam kerumah pasien itukan,
jadi penolakan-penolakan seperti itu yang didapatkan
Inf-4 Penemuan secara aktif itu turun langsung mencari pasiennya, kita yang datang
kerumahnya. Kalau untuk jadwal khususnya tu ndak ada. Biasanya kapan ada waktu
aja karna kan kakak ada di IGD juga atau kapan ada dapat telpon dari kader kalo ada
ketemu suspek nanti bisa turun
Edukasi TB
Bagaimana menurut bapak/ibu Inf-3 Edukasi dari puskesmas ke pasien kapan datang akan di berikan jadi pasien bisa kapan Edukasi Kesehatan
edukasi TB yang diberikan saja diberikan edukasi. Bisa pas pelayanan ada diberikan edukasi. Biasanya itu petugas dilakukan oleh petugas
petugas kesehatan di puskesmas? TB pas ada ke posyandu atau ke lansia atau itu kolaborasi dengan petugas promkesnya. biasanya secara personal
Materinya ya kalau TB itu biasanya ya gimana gejala nya pengobatannya. Tergantung saat pelayanan ketika
ya leaflet ada pakai, Lembar balik, bisa juga pakai proyektor tergantung. pasien datang ke
Inf-4 Edukasi ke pasien tentu dilakukan, biasanya pas pasien datang berobat itu kita selalu puskesmas.
berikan edukasi atau pas posyandu bisa juga. Edukasinya ya kayak gimana etika batuk
yang benar, kalau dirumah itu pakai masker, banyak sampai kita menjelaskan untuk
Pertanyaan Informan Hasil Wawancara Inti
minum obatnya harus rutin karena penyakit ini bukannya ngga bisa sembuh, bisa
sembuh tetapi tidak boleh lepas minum obat. Kalau untuk sosialisasi penyuluhan
biasanya leaflet

Inf-5 Biasanya yang memberikan edukasi itu yang ada latar belakang pengetahuannya
seperti dokter atau pemegang program TB nya. Biasanya disini ada rolling petugas,
jadi petugas program TB lama pun bisa juga memberikan edukasi karna dianggap
masih kompeten, kalau di lapangan yang memberikan bisa koordinasi sama petugas
promkes, kalau di poli memberikan edukasinya dokter misalnya kenapa dia harus
diperiksa dahaknya, mengenai etika batuk itu bisa individu sama petugas TB nya
Inf-6 Sebelumnya telah diusulkan ke dalam RUK, tetapi kita tidak tau sama sekali
kesinkronan lintas program, di dalam menjalankannya pelaksanaan kita tidak tahu,
dimana tidak diajak, mereka datang ke tempat pasien tetapi kami tidak di libatkan sama
sekali. Waktu itu punya rencana membuat Pos TB, mencari kontak erat searah jarum
jam, ada pengkaderan TB, terus saya mundur karena tidak banyak keterlibatan lintas
program
Kendala dalam edukasi ke Inf-1 Spanduk kita munculnya cuman hanya setiap hari TB sedunia 24 maret, setelah itu Penyuluhan ataupun
masyarakat gaada lagi muncul. jadi yang seperti itu, spanduk kek leaflet kah, jadi kalau ada promosi kesehatan di
kegiatan tu promosi-promosikan dulu edukasikan dulu penyakit penyakit menular luar gedung belum
Inf-4 Sebenarnya kita petugas TB ni cuma bisa ngobatin da ngasih edukasi. Cuman kan banyak diakukan. Masih
harusnya kita harus sosialisasi juga ke lapangan juga, kalau posyandu itu sasarannya ada pasien TB yang
masih kurang sosialisasi, untuk ningkatkan kunjungan pasien atau pengetahuan pasien belum mendapat
itu harusnyo orang promosi, itulah tugasnyo orang promosi, promosi kesehatan nya penyuluhan mengenai
idak jalan. Jangankan di puskesmas di dinas saja petugas promkesnya bingung apo yg TB.
mau dikerjakan
Inf-9 Kalo kayak penyuluhan gitu pernah nyo yang ibu hamil. Kalo dari bu susi dibilang kalo
batuk usahakan tutup, kalo nyapu pakai masker. Jadi dakdo menularkan ke orang kan.
Kalo dari luar belum ado dapat
Inf-10 Belum tau. Sebelumnyo belum pernah dengar jugo penyakit apo. Dari RT jugo dak ado
Output
Bagaimana menurut Bapak/Ibu Inf-1 Belum ado yang capai target puskesmas. Untuk Kota Jambi target di nyo tu ado 8785 Capaian CDR di
pencapaian penemuan pasien TB untuk tahun 2022, sementaro pasien yang ditemukan baru 3435 masih 39,2% dari 70%. Puskesmas Paal V belum
di Kota Jambi Macam SPM kito jg belum nyampe 50% mencapai target yang
Pertanyaan Informan Hasil Wawancara Inti
Inf-2 Selama ini belum pernah tercapai. jangankan dinkes, puskesmas pun tidak pernah ditetapkan.
tercapai. Karena kan awalnya dari temuan kasus puskesmas juga
Inf-3 Memang belum tercapai
Inf-4 Capaian indikator CDR nya masih jauh, dari 134 targetnya baru ditemukan 14, itu dari
januari-mei
Apakah ada kendala yang Inf-1 Memang kendalanyo ni dari masyarakat itu masih ado ketakutan sendiri untuk di Kendala berasal dari
dihadapi dalam upaya diskriminasi untuk ke layanan kesehatan apolagi kalo ternyato positif sudah pasti malu. Masarakat dan petugas
pencapaian target pelaksanaan Kalo dari petugasnyo tu sebenarnyo sudah berusaha semaksimal mungkin cuman tu TB. Penemuan pasien
penemuan pasien TB di Kota kalo cuma petugas bae dak telap, memang harus ado partisipasi dari semua termasuk lebih banyak dilakukan
Jambi? masyarakat jugo dalam menemukannyo. Sudahtu jugo peran lintas sektor nyo masih secara pasif ketimbang
kurang, sehinggo memang kalo swasta dapat atau dpm segalo macam dio dak aktif, selain itu belum
terlaporkan ke puskesmas jadi itu yang perlu ditingkatkan ada koordinasi layanan
Inf-2 Tau sendiri lah stigma masyarkatnya kalau dia sudah menganggap TB itu aib dan kesehatan swasta dalam
memalukan kita mengajak untuk ke puskesmas untuk pemeriksaan. Trus tu juga TB penemuan pasien
mangkir atau putus beroabat. Jadi itu perlu dipantau. mangkanya ibu itu pengen
menggencarkan dari promosi kesehatannya. Spanduk kita munculnya cuman hanya
setiap hari TB sedunia 24 maret, setelah itu gaada lagi muncul. Selain itu kasus itu
belum semua tercatat dan terlaporkan, belum rata seperti DPM yang menemukan TB
tapi langsung diobati tanpa melaporkan ke puskesmas
Inf-3 Kendalanyo tu itulah harusnyo lebih gencar lagi promosi kesehatannyo kalau untuk
meningkatkan kunjungan pasien. Trus memang dalam penemuanyo langsung tu belum
banyak jugo penemuannyo masih banyak di puskesmas karno untuk turun tu terkendala
waktu, sedangkan kakak ado megang program lain jugo sudahtu jugo Puskesmas Paal
V ni wilayahnyo luas nian
Lampiran 11 Hasil Uji Similarity
Lampiran 12 Dokumentasi Penelitian

A. Wawancara Mendalam

15 Juni 2022, dengan Informan 4 15 Juni 2022, dengan Informan 10

16 Juni 2022, dengan Informan 3

16 Juni 2022, dengan Informan 1

16 Juni 2022, dengan Informan 5

17 Juni 2022, dengan Informan 2


17 Juni 2022, dengan Informan 7 17 Juni 2022, dengan Informan 8

18 Juni 2022, dengan Informan 6

B. Observasi dan Telaah Dokumen

Buku Register Pasien TB (TB.03) Daftar Terduga Tb 2019 (TB.06)


Daftar Terduga TB 2021/2022 (TB.06)

Surat Keputusan Kerja


Puskesmas Paal V

Pedoman Nasional TB
Cetakan ke 8-2002 SOP TB DOTS

SOP kolaborasi TB-HIV SOP Penemuan Suspek TB


Leaflet TB
SOP Kontak serumah TB

Poster TB Meja petugas dan Buku laporan TB


Lampiran 13 MANUSKRIP
ABSTRAK
Tujuan Penelitian. Puskesmas Paal V di tahun 2021 menjadi puskesmas dengan
capaian indikator CDR terendah 10,6% jauh dari target keberhasilan 70%. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui Pelaksanaan Penemuan Pasien Tuberkulosis di
Puskesmas Paal V Kota Jambi tahun 2022. Metode. Desain penelitian ini bersifat
kualitatif. Data diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, dan telaah
dokumen. Dipilih 10 informan di Dinkes dan Puskesmas berdasarkan purposive
sampling. Data diolah melalui tahapan reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan dan untuk uji keabsahan data dilakukan triangulasi sumber dan metode.
Hasil. Pelaksanaan penemuan pasien TB di Puskesmas Paal V sudah dilakukan sesuai
pedoman Permenkes Nomor 67 Tahun 2016 dan SOP puskesmas. Secara kuantitas
SDM sudah mencukupi namun masih ada tugas rangkap yang diterima koordinator TB
sehingga penemuan pasien secara aktif dan penyuluhan belum rutin dilakukan serta
belum melibatkan kader TB puskesmas. Penemuan pasien lebih banyak dilakukan
secara pasif dengan menunggu pasien di puskesmas dan belum ada kontribusi dari
jejaring layanan kesehatan pemerintah maupun swasta dalam penemuan pasien.
Kesimpulan. Pelaksanaan penemuan pasien TB di Puskesmas Paal V sudah terlaksana
namun belum optimal. Diharapkan puskesmas dapat mengaktifkan kembali kader TB
puskesmas untuk dapat membatu petugas dalam memaksimalkan penemuan pasien
secara aktif dan membantu melakukan penyuluhan TB secara rutin.

Kata Kunci : Tuberkulosis, penemuan pasien, CDR (Case Detection Rate)


ABSTRACT
Objective. The Paal V Health Centre in 2021 has the lowest achievement of CDR
indicator with 10.6%, far from the success target 70%. This research aims to determine
implementation of tuberculosis case finding in Paal V primary health care Jambi City
in 2022. Method. This research design is qualitative. Data were obtained through in-
depth interviews, observation, and document review with 10 informants determined
by purposive sampling. Data processed through data reduction, data presentation and
drawing conclusion and for data validity using source triangulation and method
triangulation. Result. The TB case finding at Paal V Health Centre has been carried
out according to Minister of Health regulations Number 67 of 2016 and the health
centre’s SOP. Human resources are sufficient in quantity, but due to TB coordinator’s
dual tasks, the implemetation of active case finding and TB counseling has not been
routinely done. TB case finding was mostly done passively and there was no
contribution from health service networks in patient discovery. Conclusion. TB case
finding in Paal V health-centre not yet optimally full-implemented. Hoped TB cadres
can be reactivate to be able to assist officers in maximizing case finding and help carry
out routinely TB counseling

Keywords : Tuberculosis, case findings, CDR (Case Detection Rate)


Pendahuluan

World Health Organization (WHO) 2021 menyatakan TB masih menjadi salah

satu masalah utama kesehatan dunia dimana TB di dunia yang menyerang 10 juta

orang di dunia setiap tahunnya. Namun, sepanjang tahun 2020 kasus yang ditemukan

hanya 5,8 juta kasus (57%) dengan indeks kematian mencapai 1,5 juta kasus. Di

Indonesia diperkirakan 840.000 orang menderita TB pada tahun 2020, namun jumlah

kasus yang ditemukan tidak sampai setengahnya yaitu 351.936 kasus dengan CDR

sebesar 41,7% masih jauh dari capaian target CDR nasional 70%. Hal ini menunjukkan

masih ada sekitar 50% kasus atau hampir 500 ribu orang yang belum ditemukan dan

berisiko menjadi sumber penularan TB di masyarakat.(1)

Penjaringan pasien terduga TB merupakan salah satu kegiatan yang berperan

dalam besarnya temuan kasus TB, artinya semakin banyak pasien terduga yang

diperiksa oleh tenaga kesehatan maupun kader, maka peluang ditemukannya kasus TB

akan semakin tinggi sehingga indikator CDR akan dapat naik. Profil Kesehatan

Provinsi Jambi tahun 2020 menunjukkan Provinsi Jambi merupakan provinsi ke-2

dengan cakupan temuan kasus dan CDR paling rendah dari 34 provinsi lainnya setelah

Bengkulu dengan temuan kasus sebanyak 3.001 kasus dari perkiraan 13.200 kasus

dengan CDR (21,94%).(2) Kasus TB di Kota Jambi menurut Laporan Dinas Kesehatan

Kota Jambi pada tahun 2021 tercatat sebanyak 740 kasus yang ditemukan dari total

perkiraan target 3000 kasus dan CDR (21,5%) yang juga masih jauh target nasional.

Puskesmas Paal V merupakan salah satu puskesmas yang berada di Kota Jambi yang

diketahui memiliki dengan angka temuan kasus paling sedikit diantara 20 puskesmas

lainnya di wilayah Kota Jambi. Sepanjang tahun 2021 hanya 31 kasus yang ditemukan

dari target 134 kasus atau CDR hanya sebesar 10,6% atau dari estimasi target yang

harus ditemukan. Sedangkan pada tahun 2019 sebanyak 41 kasus terlaporkan dengan
CDR (16,1%) dan di tahun 2020 yaitu 44 kasus dengan CDR (17,3%) dalam artian

masih banyak kasus TB yang belum ditemukan dan berpotensi menularkan TB ke

masyarakat.(3)

Berdasarkan Data capaian TB Puskesmas Paal V pada tahun 2021 dari 725

target temuan pasien terduga TB yang harus di jaring, hanya ada 57 pasien terduga

yang ditemukan dan tercatat. Penelitian terdahulu oleh Susanto (2019) menyebutkan

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pelaksanaan penemuan pasien TB di suatu

fasilitas kesehatan diantaranya yaitu kurangnya SDM TB, pelatihan yang diadakan

belum cukup, adanya rangkap pekerjaan dan sarana dan prasarana dalam pemeriksaan

tidak lengkap.(4) Hasil penelitian Nugraini, Cahyati dan Farida (2012) mengatakan

komponen yang mempengaruhi angka tinggi rendahnya capaian penemuan kasus TB

diantaranya tugas dan tanggung jawab pemegang program P2TB, petugas

laboratorium, dan kepala puskesmas, pendanaan, penjaringan suspek, diagnosis, dan

pelaporan.(5)

Hasil wawancara awal dengan pemegang program TB Puskesmas Paal V,

dalam pelaksanaan penemuan pasien TB masih ditemukan beberapa kendala di

Puskesmas Paal V seperti terbatasnya tenaga kesehatan di puskesmas yang berdampak

pada adanya petugas TB yang memiliki tugas lain selain program TB, susah untuk

turun ke lapangan dan petugas sering kewalahan karena wilayah kerja yang luas

akibatnya hasil kurang maksimal, kader TB yang sudah ada di Puskesmas Paal V

masih belum berjalan. Sehingga, penemuan pasien TB di Puskesmas Paal V masih

banyak dilaksanakan di fasilitas kesehatan saja (passive case finding). Selain itu masih

kurangnya pengetahuan masyarakat akan penyakit TB dan menganggap gejala

penyakit TB merupakan batuk biasa serta adanya masyarakat yang memiliki stigma

buruk terhadap TB. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai “Analisis Pelaksanaan Penemuan Pasien Tuberkulosis di

Puskesmas Paal V Kota Jambi Tahun 2022” sehingga dapat mengetahui bagaimana

pelaksanaan dalam penemuan pasien TB di Puskesmas Paal V Kota Jambi Tahun

2022.

Metode

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif deskriptif

dengan pendekatan studi kasus. Sumber data yaitu berasal dari data primer dan

sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi dan data

sekunder diperoleh melalui telaah dokumen. Wawancara mendalam dilakukan kepada

10 orang informan dari Dinas Kesehatan Kota Jambi dan Puskesmas Paal V yang

dipilih melalui teknik purposive sampling. Beberapa instrumen penelitian yang

digunakan yaitu peneliti sendiri, pedoman wawancara, alat tulis dan buku catatan,

Handphone atau Perekam suara, Kamera dan Tabel checklist. Data diolah melalui

reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Pengecekan keabsahan data

dengan triangulasi. Triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu triangulasi

metode dan triangulasi sumber.

Hasil

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan yang digunakan dalam

kegiatan penemuan kasus secara umum mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis serta SOP puskesmas

namun belum ada peraturan berjenjang, dibuktikan belum adanya perwako di kota

jambi. Kebijakan-kebijakan yang digunakan telah disosialisasikan kepada petugas di

puskesmas melalui kegiatan seperti pertemuan dengan dinas kesehatan, rapat, maupun

saat monitoring dan evaluasi.

Puskesmas Paal V sudah terdapat tenaga program TB di penanggung jawab


program, petugas poli dan petugas labor dan sudah memiliki SK kerja. Dalam

pelaksanaannya petugas di puskesmas masih ada yang memiliki tugas rangkap

termasuk pemegang program TB yang selain memegang program TB juga sebagai

perawat di IGD. Selama memegang jabatan Pemegang program TB belum pernah

mendapatkan pelatihan khusus mengenai TB. Kader TB yang telah dibentuk

puskesmas lagi aktif berjalan, sehingga dalam pelaksanaan penjaringan pasien

pemegang program saat ini dibantu oleh Kader Penabulu.

Sumber dana dalam program TB berasal dari BOK atau Bantuan Operasional

Kesehatan. Dana BOK untuk program TB kegiatan penemuan suspek TB, kegiatan

kontak serumah dan kasus TB mangkir. Dana yang dianggarkan dinilai petugas masih

kurang dikarenakan dana tidak terserap dengan baik. Sehingga dana yang keluar tidak

sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakan.

Puskesmas Paal V telah memiliki ruang khusus TB, media KIE, pot sputum

dan sudah terdapat ruangan laboratorium mikroskopis, namun Puskesmas Paal V

belum memiliki alat pemeriksaan TCM karena bukan merupakan Puskesmas Rujukan

Mandiri. Sehingga untuk pengecekan dahak akan dikirimkan ke Puskesmas Simpang

Kawat atau Puskesmas Paal X. Puskesmas sudah memiliki ruang khusus pengambilan

dahak, namun saat ini sudah jarang digunakan.

Kegiatan penemuan pasien secara pasif di Puskesmas Paal V masih belum

optimal dikarenakan penemuan pasien hanya mengandalkan pasien yang berkunjung

ke puskesmas, sedangkan pasien yang berkunjung tidak terlalu banyak. Selain itu,

selama pandemi COVID-19 penemuan pasien berkurang, karena pasien TB takut

untuk berkunjung ke puskesmas. Kendala lain yang ditemukan yaitu belum adanya

kontribusi jejaring layanan kesehatan dalam penemuan pasien TB salah satunya

disebabkan karena belum berjalannya Public Private Mix (PPM) di Kota Jambi.
Kegiatan penemuan pasien secara aktif yang dilakukan yaitu investigasi kontak

atau kunjungan kontak serumah, ketok pintu, dan kunjungan ke panti jompo. Kegiatan

penemuan pasien secara aktif masih jarang dilakukan dan penemuan pasien lebih

banyak mengandalkan penemuan pasif. Pelaksanaan investigasi kontak belum

memiliki jadwal dalam pelaksanaannya yaitu bersifat kondisional dimana petugas

turun melakukan investigasi kontak saat ada waktu senggang terlepas dari tugas

lainnya di puskesmas. Selama pandemi COVID-19 karena ketakutan masyarakat dan

adanya diberlakukannya peraturan pembatasan jarak oleh pemerintah.

Namun dalam pelaksanaannya belum ada keterlibatan petugas promkes dalam

kegiatan edukasi. Sehingga kegiatan yang dilakukan belum optimal pelaksanaannya.

Belum ada jadwal rutin yang dibuat petugas sehibgga belum banyak dilakukan

penyuluhan maupun sosialisasi mengenai TB di diluar gedung atau di ruang lingkup

yang lebih banyak masyarakatnya, edukasi yang dilakukan banyak secara individual

yaitu saat pasien datang ke puskesmas.

Indikator capaian penemuan kasus di Puskesmas Paal V belum mencapai target

yang ditetapkan target nasional yang ditetapkan untuk keberhasilan CDR adalah 70%.

Rendahnya angka CDR beberapa tahun terakhir disebabkan masih marakanya

pandemi COVID-19 sehingga penemuan pasien TB hanya dilakukan secara pasif saja

atau menunggu pasien dengan gejala yang berobat ke puskesmas. Pasien TB masih

banyak yang malu untuk berobat serta adanya stigma pasien TB masyarakat.

Kurangnya informasi TB ke pasien salah satunya dikarenakan kurang gencarnya

kegiatan penyuluhan maupun sosialisasi mengenai TB. Selain itu adanya petugas

program TB yang memiliki beban rangkap kerja, serta luasnya wilayah kerja

Puskesmas Paal V sehingga petugas kewalahan. Belum adanya keterlibatan kader

bentukan puskesmas dalam penemuan pasien serta masih kurang nya peran lintas
sektor terutama klinik atau dokter praktek mandiri dalam pelaporan penemuan pasien

sehingga capaian penemuan kasus TB di puskesmas masih rendah.

Pembahasan

Kebijakan dalam pelaksanaan penemuan pasien TB di Puskesmas Paal V sudah

dilaksanakan dengan mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun

2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis, SOP dan buku pedoman penanggulangan

TB. Namun belum mengacu kepada peraturan daerah yang mengatur penangulangan

progam TB di Kota Jambi karena belum adanya Perwako tersebut. Hal ini dikarenakan

peraturan daerah terkait penanggulangan program TB di Kota Jambi saat ini dalam

proses pembuatan dan pengesahan. Menurut Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun

2021 dalam mencapai Strategi Nasional Eliminasi TB tahun 2030 salah satunya

diperlukannya penguatan komitmen dari kepemimpinan pemerintah pusat, pemerintah

daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota.(2)

Puskesmas Paal V sudah terdapat tenaga program TB di penanggung jawab

program, petugas poli dan petugas labor dan sudah memiliki SK kerja. Secara kuantitas

standar tenaga dalam pelaksanaan penemuan pasien TB di Puskesmas Paal V sudah

sesuai dengan Permenkes Nomor 67 tahun 2016. Namun, dalam pelaksanaannya

petugas di puskesmas masih ada yang memiliki tugas rangkap termasuk pemegang

program TB yang selain memegang program TB juga sebagai perawat di IGD. Tugas

rangkap yang dimiliki pemegang program TB Puskesmas Paal V mengakibatkan

mobilitas petugas menjadi terganggu karena terbagi antara tanggung jawab kegiatan

penemuan pasien TB dan tugas di IGD puskesmas. Selain itu, Pemegang program TB

belum pernah mendapatkan pelatihan khusus mengenai TB sebelumnya dan

mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan program TB secara autodidak atau

mandiri. Kader TB yang telah dibentuk puskesmas belum memiliki SK kerja dan tidak
lagi aktif berjalan, sehingga dalam pelaksanaan penjaringan pasien pemegang program

saat ini dibantu oleh Kader Penabulu.

Dana untuk penemuan pasien di puskesmas Paal V sudah tersedia yaitu dari

dana BOK, namun dalam pelaksanaaannya dan tidak terserap dengan baik. Dana

transport dalam sebulan dibatasi yaitu 11 hari, dimana dalam satu harinya hanya dapat

satu program yang turun. Artinya dalam satu hari petugas TB yang sudah mengikuti

kegiatan posyandu, dana tidak dapat lagi turun untuk program penjaringan TB di hari

tersebut. Sedangkan kegiatan turun lapangan tidak dapat rutin dilakukan karena

petugas kesulitas meyesuaikan kegiatan karena adanya rangkap kerja yang artinya

perencanaan kegiatan belum dibuat dengan baik karena petugas TB. Menurut Edward

(2016), salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya penyerapan anggaran yaitu

karena lemahnya perencanaan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa institusi tersebut

tidak punya konsep yang matang, jelas dan terukur.(6)

Puskesmas Paal V telah memiliki ruang khusus TB, laboratorium mikroskopis,

masker, pot sputum serta media KIE seperti leaflet dan poster. Sarana dan prasarana

pada Puskesmas Paal V terkait penemuan pasien TB telah sesuai dengan standar

puskesmas satelit. Puskesmas Paal V merupakan puskesmas satelit sehingga belum

tersedia alat pemeriksaan TCM untuk pengecekan dahak. Pemeriksaan dahak

dilakukan dengan mengirimkan sampel ke puskesmas lain yang menyediakan alat

TCM. Awusi (2012) menyatakan sarana dan prasarana merupakan aspek pendukung

yang sangat penting dalam upaya penemuan pasien TB.(7) Puskesmas Paal V sudah

memiliki ruang ruangan khusus pengambilan dahak, namun saat ini untuk

pengambilan dahak pemegang program TB menginstruksikan pasien untuk

mengambil dahaknya sendiri di rumah dengan memberikan pot sputum, lalu

mengantarkannya kembali besok pagi ke puskesmas.


Penemuan pasien secara pasif belum optimal terlaksana. Penemuan pasif

mengandalkan pasien yang datang ke puskesmas, sedangkan pasien TB yang

berkunjung tidak begitu banyak. Sejalan dengan penelitian Cory (2017) yang

menyatakan pelaksanaan penemuan kasus di Kabupaten Tanah Datar belum maksimal

dan tidak efektif dikarenakan penjaringan pasien hanya dilakukan di tempat pelayanan

kesehatan.(8) Masih banyak masyarakat yang belum paham akan penyakit TB, pasien

yang masih beranggapan gejala TB yang diderita merupakan batuk biasa sehingga

pasien belum mau datang ke puskesmas bila penyakitnya belum parah. Pasien

umumnya malu untuk datang berobat ke puskesmas dikarenakan stigma negatif

masyarakat, terutama selama pandemi COVID dalam 2 tahun terakhir, penemuan

pasien yang terjaring tidak banyak dikarenakan menurun drastisnya pasien yang

berkunjung ke puskesmas selama pandemi.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2016 tentang

Penanggulangan Tuberkulosis, menyatakan penemuan secara pasif perlu melibatkan

fasilitas kesehatan baik dari pemerintah maupun swasta serta memaksimalkan promosi

kesehatan, jejaring layanan TB, serta kolaborasi antar program untuk penemuan

kasus.(9) District Based Public Private Mix (DPPM) Kota Jambi masih belum berjalan

dikarenakan baru terbentuk pada bulan Februari 2022. Belum ada koordinasi antar

fasilitas layanan kesehatan pemerintah dan pelayanan maupun kesehatan swasta dalam

penemuan pasien, belum ada koordinasi dan pelaporan dari dokter praktek mandiri dan

klinik ke puskesmas bila ada pasien yang ditemukan. Hal tersebut berdampak pada

penemuan kasus TB di wilayah Puskesmas Paal V yang tidak mencapai target.

Penemuan secara aktif belum dilakukan secara optimal di Puskesmas Paal V.

Petugas memiliki tugas rangkap sehingga kegiatan tidak memiliki jadwal rutin dalam

pelaksanaannya. Kegiatan cek kontak serumah dilakukan secara kondisional atau saat
penanggung jawab program memiliki waktu senggang. sehingga masih ada pasien TB

positif yang belum mendapatkan kunjungan rumah selama berbulan-bulan. Adapun

selama pandemi COVID-19 penemuan pasien TB hanya dilakukan secara pasif saja,

penemuan kasus secara aktif tidak dilaksanakan karena adanya kebijakan lockdown

atau PPKM yang diterapkan oleh pemerintah. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Rakhmawati dkk (2021) menyatakan bahwa adanya kebijakan pemerintah dalam

penanganan COVID-19 yaitu physical distancing menyebabkan beberapa kegiatan

yang biasa dilakukan menjadi terhambat salah satunya adalah kegiatan penemuan

kasus yang dilakukan oleh kader kesehatan.(10)

Kegiatan edukasi kesehatan mengenai TB di Puskesmas Paal V masih terbatas

pada pasien TB yang berkunjung ke puskesmas dan belum memiliki jadwal rutin

dalam kegiatannya. Seharusnya kegiatan edukasi atau penyuluhan TB secara

individual harus disertai penyuluhan kepada massa yang lebih banyak dan memiliki

penjadwalan yang rutin agar petugas memiliki acuan waktu dalam setiap pelaksanaan

kegiatan, sehingga diharapakan edukasi dapat berjalan efektif dan berkelanjutan.

Kegiatan edukasi maupun penyuluhan juga belum melibatkan petugas promosi

kesehatan, sehingga dalam pelaksanaanya petugas promkes jarang diikutsertakan

dalam kegiatan edukasi baik di puskesmas ataupun diluar puskesmas. Hal tersebut

menandakan belum ada koordinasi yang baik antara penanggung jawab TB dan

petugas promkes di puskesmas.

Kesimpulan

Indikator capaian penemuan kasus di Puskesmas Paal V belum mencapai target

yang ditetapkan berdasarkan indikator Case Detection Rate (CDR). Tahun 2021 angka

capaian CDR Puskesmas Paal V hanya mencapai 10,60%, sedangkan target nasional

CDR yang ditetapkan yaitu 70%. Rendahnya angka CDR beberapa tahun terakhir
disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya penemuan lebih banyak dilakukan secara

pasif saja atau menunggu pasien dengan gejala yang berobat ke puskesmas, terlebih

saat pandemi COVID-19 kegiatan di puskesmas Paal V lebih berfokus ke COVID-19

sehingga penemuan kasus maupun prormosi kesehatan tidak optimal dilakukan.

Kendala lain yang dihadapi petugas dalam mencapai target minimal indikator

penemuan kasus TB disebabkan oleh belum adanya partisipasi yang kuat antara

jejaring kesehatan dalam penemuan pasien TB.

Penghargaan/Pengakuan

Studi penelitian ini merupakan bagian dari Skripsi Tugas Akhir Mahasiswa.

Ucapan terimakasih disampaikan kepada Dekan, dosen dan civitas akademik Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas, serta kepada dosen pembimbing atas

bimbingannya dan penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis

dalam penyelesaian penelitian. Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih kepada

seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.


DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2021. Geneva; 2021.

2. Dinas Kesehatan Provinsi Jambi. Profil Kesehatan Provinsi Jambi Tahun 2020.

Jambi; 2021

3. Dinas Kesehatan Kota Jambi. Laporan Capaian TB Puskesmas 2021. Jambi;

2022

4. Susanto IR. Profil Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Tuberkulosis Paru

BTA Positif. J Kesehat Budi Luhur. 2019;

5. Nugraini KE, Cahyati WH, Farida E. Evaluasi Input Capaian Case Detection

Rate (CDR) TB Paru Dalam Program Penanggulangan Penyakit TB Paru

(P2TB) Puskesmas Tahun 2012 (Studi Kualitatif Di Kota Semarang). Unnes J

Public Heal. 2015;

6. Sinaga EJ. Analisis Rendahnya Penyerapan Anggaran Kementrian/Lembaga

(K/L) Dan Pemerintah Daerah. J Rechts Vinding. 2016;5.

7. Awusi, Saleh, Hadiwijoyo. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penemuan

Penderita TB Paru Di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Ber Kedokt Masy.

2012;

8. Febriana C. Analisis Manajemen Kasus TB BTA(+) Di Kabupaten Tanah Datar

Tahun 2013. J Hum Care. 2017;1.

9. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta; 2016.

10. Rakhmawati W, Fitri SYR, Sriati A, Hendrawati S. Pengembangan Kapasitas

Kader Kesehatan dalam Penemuan Kasus Tuberkulosis pada Anak di Tengah

Pandemi Covid-19. Media Karya Kesehat. 2021;4.


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMISI

Sebagai civitas akademik FKM Universitas Andalas, saya bertanda tangan di


bawah ini :
Nama : Namira Salsabila
No. Bp : 1811212007
Peminatan : Administrasi Kebijakan Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan menyetujui untuk memberikan
kepada Universitas Andalas Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-Exclusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
ANALISIS PELAKSANAAN PENEMUAN PASIEN TUBERKULOSIS DI
PUSKESMAS PAAL V KOTA JAMBI TAHUN 2022
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non Ekslusif
ini Universitas Andalas berhak meyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasi tugas akhir saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik
Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Padang
Pada tanggal : Oktober 2022
Yang Menyertakan

Namira Salsabila

Anda mungkin juga menyukai