Anda di halaman 1dari 8

4.3.

Data dan Perhitungan


4.3.1. Data
• Depth BHT = 5646 m
• Depth yang dianalisa = 4360 m
• ESSP = -42 mV
• GRmax = 277,55 API
• GRmin = 65,3 API
• Rm @Ts = 2 ohm-m
• BHT = 258 o
F
• di = 25,31 inch
• Tebal lapisan = 10 ft
• Ts = 82 o
F
4.3.2. Prosedur Perhitungan
4.3.2.1. Penentuan Rw
1. Menentukan ketebalan lapisan yang akan dianalisa.
2. Menghitung temperatur formasi (Tf ) :
𝐵𝐻𝑇 − 𝑇𝑠
Tf = Ts + (𝐷𝑒𝑝𝑡ℎ 𝐵𝐻𝑇 × 𝐷𝑒𝑝𝑡ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎)

3. Menentukan harga Rm, Rmf, dari log resistivity (SHALLOW


LATEROLOG) kemudian mengoreksi harga Rmf tersebut dengan
formasinya :
𝑅𝑐ℎ𝑎𝑟𝑡 × 𝑇𝑠
Rmf = 𝑇𝑓

Rmf corr = 0,75 × Rmf


4. Menentukan harga Kc :
Kc = 61 + (0,1333 × Tf)
5. Menentukan Rweq :
𝑅𝑚𝑓𝑐
Rweq = 10|𝐸𝑆𝑆𝑃/𝐾𝑐|

6. Menentukan Rw dengan grafik SP 2.


4.3.2.2. Penentuan Sw
1. Menentukan Ri : R (DEEP LATEROLOG)
Rt = Ri (DEEP LATEROLOG) x Faktor Koreksi (Grafik SP 1)
2. Menentukan Rclay (DEEP LATEROLOG pada kedalaman GR max).
3. Menentukan Sw (porositas terkoreksi = 0,3, a =1, Vclay pakai GR log)
1
Sw = Vclay
(1− )
Vclay 2 Φ∗c
√Rt[ + ]
√Rclay √a × Rw

4.3.3. Perhitungan
4.3.3.1. Penentuan Rw
1. Menentukan ketebalan lapisan yang akan dianalisa.
2. Menghitung temperatur formasi (Tf ) :
𝐵𝐻𝑇 − 𝑇𝑠
Tf = Ts + (𝐷𝑒𝑝𝑡ℎ 𝐵𝐻𝑇 × 𝐷𝑒𝑝𝑡ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎)
258 − 82
= 82 + ( × 4360)
5646

= 217,91 °F
3. Menentukan harga Rm, Rmf, dari log resistivity (SHALLOW
LATEROLOG) kemudian mengoreksi harga Rmf tersebut dengan
formasinya :
𝑅𝑐ℎ𝑎𝑟𝑡 × 𝑇𝑠
Rmf = 𝑇𝑓
20 × 82
= 217,91

= 7,52
Rmf corr = 0,75 × Rmf
= 0,75 × 7,52
= 5,64
4. Menentukan harga Kc :
Kc = 61 + (0,1333 × Tf)
= 61 + (0,1333 × 217,91)
= 90,047
5. Menentukan Rweq :
𝑚𝑓𝑐 𝑅
Rweq = 10|𝐸𝑆𝑆𝑃/𝐾𝑐|
5,644
= 10|−42/90,047|

= 1,9
6. Menentukan Rw dengan grafik SP 2.
2

100 0,75422 75

2−X 100 − 75
=
2−3 100 − 0,75422

4.3.3.2. Penentuan Sw
1. Menentukan Ri : R (DEEP LATEROLOG)
Rt = Ri (DEEP LATEROLOG) × Faktor Koreksi (Grafik SP 1)
= 20 × 1,0125
= 20,25 ohm
2. Menentukan Rclay (DEEP LATEROLOG pada kedalaman GR max).

3. Menentukan Sw (porositas terkoreksi = 0,15, a =1,m=n=2


1
Sw = Vclay
(1− )
Vclay 2 Φ∗c
√Rt[ + ]
√Rclay √a × Rw

1
= 0,54
(1− )
0,54 2 0
√20,25[ + ]
√1,8 √1 × 7,7164

= 0,209
4.3.4. Tabulasi Perhitungan
Tabel IV-2.
Tabulasi Hasil Analisis Saturasi Air
Rmf
Depth Rmf Kc Rweq Rw Rt Sw
corr
4335 0,755 0,566 89,943 0,193 0,437 2,025 0,500
4340 2,264 1,698 89,964 0,579 1,369 16,2 0,194
4345 3,771 2,828 89,985 0,965 5,018 16,2 0,325
4350 4,522 3,391 90,006 1,158 5,822 16,2 0,610
4355 3,012 2,259 90,026 0,771 3,284 16,2 0,372
4360 7,525 5,644 90,047 1,928 7,716 20,25 0,209
4365 3,121 2,340 90,068 0,799 3,689 16,2 0,354
4370 1,240 0,930 90,089 0,317 0,444 8,1 0,428
4375 0,938 0,704 90,110 0,240 0,439 2,025 0,955
4380 1,050 0,787 90,130 0,269 0,394 8,1 0,375
4.4 PEMBAHASAN
Pada praktikum minggu ketiga yang berjudul “Penentuan Saturasi Air”.
Tujuan dari pratikum ini adalah untuk untuk mengetahui nilai saturasi air pada
suatu formasi dimana nilai saturasi air dapat digunakan untuk mengetahui
banyaknya fluida pada suatu formasi. Saturasi air adalah perbandingan volume pori
batuan yang diisi fluida dengan volume pori total. Pada praktikum ini digunakan
metode tidak langsung yaitu menginterpretasi data dari Spontaneous Potential Log
dan Gamma Ray Log. Penentuan saturasi air terbagi menjadi beberapa metode
antara lain: metode Archie, metode Simandoux, metode Waxman-Smith, metode
Waxman-Smits-Juhasz, metode Bulk volume water, persamaan indonesia water
saturation.
Pada metode Spontaneous Potential Log didapatkan parameter-parameter
berupa resistivitas air, resistivitas clay, dan resistivitas total, begitu juga pada
Gamma Ray Log juga didapatkan parameter yang akan digunakan dalam penentuan
harga saturasi air. Karena Gamma Ray Log mempunyai prinsip pengukurannya
mendeteksi arus yang ditimbulkan oleh ionisasi yang terjadi karena adanya
interaksi sinar gamma dari formasi dengan gas ideal pada sonde, sehingga dapat
digunakan untuk mengevaluasi kadar kandungan clay yang dapat berkaitan dengan
penilaian produktif suatu lapisan berdasarkan intrepretasi data logging. Sedangkan
Spontaneous Potential Log mempunyai kegunaan untuk menentukan harga
resisitivitas air formasi (Rw) dan membedakan lapisan bersih dan shale sehingga
kegunaan Spontaneous Potential Log dan Gamma Ray log pada penentuan saturasi
air adalah untuk mendapatkan parameter-parameter seperti shale base line,
resistivitas air formasi, maupun volume shale yang berikutnya akan digunakan
pada rumus perhitungan saturasi air.
Metode yang digunakan pada praktikum kali ini untuk mendapatkan harga
saturasi air yaitu dengan menggunakan metode Indonesia Water Saturation.
Metode ini digunakan karena di Indonesia, lapangan-lapangannya mempunyai
harga saturasi yang mendekati dengan metode tersebut. Metode Indonesia Water
Saturation memiliki kelebihan diantaranya adalah, metode ini dapat dengan baik
menentukan nilai saturasi air pada batu pasir yang memiliki kandungan dispersed
shale, selain itu metode ini juga dapat dengan baik menentukan saturasi air pada
batupasir yang memiliki porositas menengah hingga tinggi. Selain memiliki
kelebihan adapula kekurangan diantaranya adalah bahwa pada metode ini cara
persebaran shale dan jenis shale yang belum diperhatikan secara maksimal
sehingga dapat mengurangi nilai keakuratan perhitungan saturasi air.
Percobaan diawali dengan mencatat data parameter-parameter yang akan
digunakan dalam perhitungan yang diberikan seperti Depth BHT, Depth yang akan
dianalisa, Temperature Surface (Ts), Hole Diameter (HD), Invantion Diameter
(di), Bed Thickness, BHT, ESSP, dan faktor koreksi. Parameter-parameter tersebut
digunakan untuk menentukan nilai Rw dan Sw. Dengan menggunakan persamaan
Indonesian Water Saturation untuk menghitung saturasi air, terlebih dahulu kita
menentukan nilai Vclay mana yang digunakan. Pada percobaan ini nilai Vclay
berdasarkan Spontaneous Potential Log dan Gamma Ray Log. Karena Gamma Ray
Log berkerja pada cased hole maupun open hole dan tidak bergantung pada jenis
fluida pemboran yang digunakan, itu membuat Gamma Ray Log lebih baik daripada
Spontaneous Potential Log dalam mengidentifikasi lapisan shale. Sehingga nilai
Vclay yang digunakan merupakan nilai Vclay yang berasal dari perhitungan
Gamma Ray Log.
Dari hasil perhitungan pada kedalaman 4360 ft di dapatkan data berupa nilai
Tf sebesar 217,91 oF. Dari harga Tf tersebut akan didapatkan nilai Rmf sebesar 7,52
Ω. Setelah mendapatkan nilai Rmf, lalu mencari nilai Rmf koreksi dengan cara
dikali dengan 0,15. Mencari nilai Rm@Tf dan didapat hasil sebesar 0,75 Ω,
kemudian dapat diketahui nilai ESSP sebesar -42 mV. Sebelum mendapat nilai Rw,
terlebih dahulu mencari harga Kc dan didapatkan sebesar 90,047. Dari data tersebut
maka kita akan mendapat nilai Rw sebesar 1,9 Ω-meter. Dari data Rm@Tf dan Rw
dapat dikatakan bahwa Rw < Rm@Tf, sehingga menandakan adanya lapisan
impermeabel.
Aplikasi lapangan pada percobaan penentuan saturasi air ini adalah untuk
menentukan saturasi air formasi yang digunakan untuk menentukan OOIP
(Original Oil In Place) dan OGIP (Original Gas In Place) di suatu lapangan migas
serta dengan diketahuinya nilai Sw maka dapat menentukan letak dari perforasi
yang menjauhi dari water oil contact. Perhitungan Sw dilakukan untuk menghitung
saturasi minyak (Sw) ataupun gas (Sg) dengan demikian penentuan nilai saturasi
air (Sw) menjadi kunci untuk mengetahui suatu interval reservoar apakah dominan
mengandung air atau hidrokarbon.
4.4. KESIMPULAN
1. Praktikum penentuan saturasi air bertujuan untuk mengetahui seberapa
banyak atau volume fluida tertentu pada suatu formasi dan untuk
mengetahui batas lapisan formasi yang mengandung minyak atau water oil
contact.
2. Saturasi adalah perbandingan antara pori-pori yang diisi oleh fluida (gas,
minyak, air) dengan volume pori batuan.
3. Penentuan saturasi terbagi menjadi beberapa metode antara lain :
1) Clean Sand
• Archie Method
2) Shaly Sand
• Automatic Compensated Method
• Simandoux Method
• Dispersed Clay Method
• Indonesian Equation Method
4. Dari hasil perhitungan, didapat harga Rw pada kedalaman yang dianalisa,
yaitu sebesar 1,9.
5. Aplikasi lapangan pada penentuan saturasi air adalah untuk menentukan
OOIP (original oil in place) dan OGIP (original gas in place), kemudian
mengkorelasikannya dengan data logging sehingga dapat diperoleh nilai
saturasi yang akurat,

Anda mungkin juga menyukai