Anda di halaman 1dari 57

BAB IV

KINERJA ALIRAN FLUIDA

4.1. Aliran Dalam Media Berpori


Flui
Fluida
da yang
yang meng
mengal
alir
ir dari
dari form
formas
asii prod
produk
uksi
si ke luba
lubang
ng sumu
sumurr akan
akan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
• Sifat fisik formasi

• Sifat fisik fluida yang mengalir 

• Geometri sumur dan daerah pengurasan

• Perbedaan tekanan antara formasi produktif dan lubang bor saat terjadi aliran
Fluida
Fluida dari
dari reserv
reservoir
oir dapat
dapat berupa
berupa gas, minyak
minyak dan air. Pada
Pada kondis
kondisii
tekanan di atas bubble point, gas masih terlarut dalam minyak sehingga aliran
fluida hanya satu fasa saja (cair). Bila tekanan reservoir sudah berada di bawah
 bubble point, maka gas akan memisahkan diri dan ikut mengalir bersama minyak,
sehingga dengan demikian aliran fluida menjadi dua fasa (gas dan minyak).
Persaman aliran fluida dalam reservoir pertama kali dikemukakan oleh
Henry D’arcy, sebagaimana dinyatakan dalam persamaan berikut ini :

q k  dP 
V  = =− .............................................
..............................................................................
................................. ( 4-1 )
 A  µ dL

dimana :
v = kecepatan aliran fluida, cm/s
q = laju aliran fluida, cm3/s
A = luas penampang batuan, cm2
K = permeabilitas batuan, mD
Μ = viskositas fluida, cp
P = tekanan, atm
L = panjang batuan, cm
Akan tetapi Persaman (4-1) tersebut hanya berlaku untuk aliran linier saja
deng
dengan
an jeni
jeniss alir
aliran
an stead
steady
y stat
statee dan
dan flui
fluida
dany
nyaa satu
satu fasa
fasa inco
incomp
mpres
ressi
sibl
ble.
e.
Sedangkan aliran pada rseervoir dianggap sebagai aliran radial dengan lebih dari
satu fasa, sehingga persamaan di atas perlu dikembangkan lagi untuk perhitungan
aliran di reservoir.
Untuk aliran radial, dikembangkan persamaan berdasarkan persamaan 4-1,
yaitu :

k   A dP 
Q = ............................................
...................................................................
........................................
................. ( 4-2 )
 µ  dr 

Dengan mengintegrasikan persamaan di atas, untuk kondisi aliran steady


state akan diperoleh persamaan :

r 2 dr  r 2 k 


q = ∫r 1 = 2h ∫ r 1 dP  ................................................................ ( 4-3 )
r   µ 

maka untuk k dan μ konstan pada interval tekanan P1 dan P2 :

k  ( P 2 − P 1)
q = 2π  h .............................................
.....................................................................
........................ ( 4-4 )
 µ  Ln
 Ln (re / rw )

Dengan mengatur notasi yang sesuai, maka akan didapat :

k  h ( Pe
 Pe − Pwf   )
q = 0,007082 ..............................................
........................................................
.......... ( 4-5 )
 µ  Ln
 Ln (re / rw )

Untu kondisi di permukaan ditulis sebagai :

k  h ( Pe
 Pe − Pwf   )
q = 0,007082 .............................................
.......................................................
.......... ( 4-6 )
 µ  B  Ln
 Ln (re / rw )

dimana :
Akan tetapi Persaman (4-1) tersebut hanya berlaku untuk aliran linier saja
deng
dengan
an jeni
jeniss alir
aliran
an stead
steady
y stat
statee dan
dan flui
fluida
dany
nyaa satu
satu fasa
fasa inco
incomp
mpres
ressi
sibl
ble.
e.
Sedangkan aliran pada rseervoir dianggap sebagai aliran radial dengan lebih dari
satu fasa, sehingga persamaan di atas perlu dikembangkan lagi untuk perhitungan
aliran di reservoir.
Untuk aliran radial, dikembangkan persamaan berdasarkan persamaan 4-1,
yaitu :

k   A dP 
Q = ............................................
...................................................................
........................................
................. ( 4-2 )
 µ  dr 

Dengan mengintegrasikan persamaan di atas, untuk kondisi aliran steady


state akan diperoleh persamaan :

r 2 dr  r 2 k 


q = ∫r 1 = 2h ∫ r 1 dP  ................................................................ ( 4-3 )
r   µ 

maka untuk k dan μ konstan pada interval tekanan P1 dan P2 :

k  ( P 2 − P 1)
q = 2π  h .............................................
.....................................................................
........................ ( 4-4 )
 µ  Ln
 Ln (re / rw )

Dengan mengatur notasi yang sesuai, maka akan didapat :

k  h ( Pe
 Pe − Pwf   )
q = 0,007082 ..............................................
........................................................
.......... ( 4-5 )
 µ  Ln
 Ln (re / rw )

Untu kondisi di permukaan ditulis sebagai :

k  h ( Pe
 Pe − Pwf   )
q = 0,007082 .............................................
.......................................................
.......... ( 4-6 )
 µ  B  Ln
 Ln (re / rw )

dimana :
B = FVF fluida, bbl/STB
Pe = tekanan res
reservoir pada
ada jarak re
Pwf
Pwf = teka
tekana
nan
n alir
alir dasa
dasarr sumu
sumur,
r, psi
psi
re = jari-jari pengurasan sumur, ft
rw = jari-jari lubang sumur, ft
h = ketebalan lapisan rata-rata, ft

4.1.1. Aliran Fluida Linier


Gambar
Gambar (4.1)
(4.1) menyat
menyataka
akan
n aliran
aliran linier
linier sepanj
sepanjang
ang suatu
suatu benda
benda dengan
dengan
irisan konstanta, dimana kedua ujungnya terbuka keseluruhan untuk aliran dan
tidak terdapat cfrossflow pada tepinya, baik di atas maupun di dasar.

Gambar 4.1
Model aliran linier 6)

Jika aliran yang mengalir


mengalir incompress
incompressible,
ible, maka kecepatan
kecepatan fluida yang
mengalir akan sama untuk stiap titik. Rate aliran (q) disini bukan merupakan
fungsi tekanan. Maka persamaannya menjadi :

 L  p 2
q k 
 A ∫ dx
0
= −
 µ 
∫ dp .............................................
 p1
......................................................................
......................... ( 4-7 )

syarat batas x = 0 → P = P 1
x = L → P = P2
qL k 
= 1 − P 
( P  2 ) ...........................................
...........................................................................
................................ ( 4-8 )
 A  µ 

 KA 1 − P 
 KA ( P  2)
q = ............................................
.....................................................................
......................... .... ( 4-9 )
 µ  L

 K  A ∆ P 
q = ..............................................
.................................................................................
................................... ( 4-10 )
 µ  L

dimana :
q = rate aliran, bbl/day
k = permeabilitas efektif, darcy
μ = viskositas fluida, cp
ΔP = beda tekanan, psi

4.1.2. Aliran Fluida Radial


Pada Gambar 4.2 ialah menyatakan aliran radial dalam system, dimana re
dan rw ialah jari-jari batas luar dari sumur, Pe dan Pw adalah masing-masi
masing-masing
ng
tekana
tekanan
n pada
pada batas
batas luar
luar dan tekanan
tekanan pada
pada sumur
sumur,, sedang
sedangkan
kan h adalah
adalah tinggi
tinggi
system ( tebal lapisan produktif ).

Gambar 4.2
Model aliran Radial 6)

Bila aliran fluida yang mengalir adalah incompressible, maka persamaannya,


v = − K  dP  ............................................
...................................................................
........................................
................. ( 4-11 )
 µ dr 

q =  Av
 Av

luas permukaan silinder A = 2πrh

r w

q µ  ∫ r  dr  = 2
r r 
 µ k  h ( P 
e − P w ) ..............................................
........................................................
.......... ( 4-12 )

2 µ k h ( P e − P w )


q = ...........................................
.....................................................................
.......................... ( 4-13 )
 µ o  Ln
 Ln (r o / r w )

dalam satuan lapangan :

kh ( P e − P w )
q = 7.08 .............................................
.................................................................
.................... ( 4-14 )
 µ o  Ln
 Ln (r o / r w )

dimana :
q = rate aliran fluida, bbl/day
h = tebal lapisan produktif, ft
Pe = tekanan pada jarak r e, psi
Pw = tekanan pada jarak r w, psi
r e = jari-jari pengurasan, ft
r w = jari-jari sumur, ft
k = permeabilitas, darcy
μ = viskositas fluida, cp

4.1.2.1. Aliran Radial Untuk Perlapisan Paralel


Untu
Untuk
k daer
daerah
ah perl
perlap
apis
isan
an yang
yang non
non homo
homoge
gen,
n, nila
nilaii perm
permea
eabi
bili
lita
tass
ditent
ditentuka
ukan
n dengan
dengan permea
permeabil
bilitas
itas rata-rat
rata-rataa untuk
untuk aliran
aliran parale
paralell dari
dari perbed
perbedaan
aan
 permeabilitas. Menurut Darcy permeabilitas dapat diperoleh dengan persamaan :
k 1h1 + k 2 h2
+ k 3h3
k  = .................................................................. ( 4-15 )
h1 + h2 + h3

4.1.2.2. Lapisan Radial Untuk Perlapisan Berseri


Pada lapisan radial untuk perlapisan seri, maka nilai permeabilitas dapat
ditentukan menurut Darcy dengan mencari nilai k rata-rata yaitu :

ln (r e / r w )
 K  =
ln (r 1 / r w ) ln (r 2 / r 1 ) ln (r 3 / r 2 ) ...................................... ( 4-16 )
+ +
k 1 k 2 k 3

4.2. Produktifity Indeks


Produktifitas formasi merupakan kemampuan dari batuan (formasi) untuk 
mengalirkan fluida reservoar ke dalam / dasar sumur yang mempunyai kondisi
tertentu. Untuk mengetahui kemampuan sumur berproduksi pada setiap saat ,
maka digunakan konsep “ Productivity Index “ .
Productivity Index merupakan index yang digunakan untuk menyatakan
kemampuan suatu sumur untuk berproduksi pada kondisi tertentu.
Persamaan aliran darcy merupakan pengembangan dari aliran fluida dari media
 berpori dengan melakukan anggapan sebagai berikut :
 Fluida formasi terdiri dari satu fasa

 Formasi homogen

 Fluida tidak bereaksi terhadap formasi

 Aliran steady state (mantap)

 Fluida incompressible

4.2.1. Pengertian Productivity Index


Karena aliran fluida dari formasi ke dasar sumur disebabkan oleh adanya
 perbedaan tekanan antara tekanan reservoir dengan tekanan dasar sumur sewaktu
terjadi aliran, maka untuk menilai kemampuan sumur dalam berproduksi
didefinisikan Productivity Index yaitu perbandingan antara rate produksi terhadap
drawdown pressure (Ps – Pwf). Pernyataan tersebut dapat ditulis :

q
 PI  =
 P  s − P wf   ................................................................................. ( 4-17 )
dimana :
PI = productivity index, bbl/day/psi
Q = laju produksi cairan total, bbl/day
Ps = tekanan statis reservoir, psi
Pwf  = tekanan dasar sumur sewaktu terjadi aliran, psi
Secara teoritis Persamaan (4-17) dapat didekati oleh persamaan radial dari
darcy untuk fluida homogen, incompressible dan horizontal. Dengan demikian
untuk aliran minyak saja berlaku hubungan :
7.082 x 10 -3 x k x h
PI = ............................................................ ( 4-18 )
Bo x  µ o x ln (re/rw)

7.082 x 10 -3 h  
 ko + kw
PI = .................................... ( 4-19 )
ln (re/rw)   µ o Bo  µ w Bw

dimana :
PI = productivity index, bbl/hari/psi
k = permeabilitas batuan, mD
kw = permeabilitas efektif terhadap sumur, mD
ko = permeabilitas efektif terhadap minyak, mD
µ o = viscositas minyak, cp

µ w = viscositas air, cp
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/STB
Bw = foktar volume formasi air, bbl/STB
re = jari-jari pengurasan sumur, ft
rw = jari-jari sumur, ft
Untuk membandingkan satu sumur dengan sumur yang lainnya pada suatu
lapangan terutama bila tebal lapisan produktifnya berbeda, maka digunakan
Specific  Productivity  Index (SPI) yang merupakan perbandingan antara
 Productivity  Index dengan ketebalan lapisan yang secara matematis dapat
dituliskan :
PI 7.082 x 10 -3 x k 
SPI = Js = = ................................................ ( 4-20 )
h Bo x ln (re/rw)

Pada beberapa sumur harga Productivity Indek akan tetap konstan untuk 
laju aliran yang bervariasi, tetapi pada sumur lainnya untuk laju aliran yang lebih
  besar productivity index tidak lagi linier tetapi justru menurun, hal tersebut
disebabkan karena timbulnya aliran turbulensi sebagai akibat bertambahnya laju
  produksi, berkurangnya laju produksi, berkurangnya permeabilitas terhadap
minyak oleh karena terbentuknya gas bebas sebagi akibat turunnya tekanan pada
lubang bor, kemudian dengan turunnya tekanan di bawah tekanan jenuh maka
viscositas akan bertambah (sebagai akibat terbebasnya gas dari larutan) dan atau
 berkurangannya permeabilitas akibat adanya kompressibilitas batuan.
Dalam praktek di lapangan laju produksi minyak yang melewati batas
maksimum akan merugikan reservoir dikemudian hari, karena akan
mengakibatkan terjadinya water atau gas coning dan kerusakan formasi
(formation demage).
Berdasarkan pengalamannya, Kermitz E Brown (1967) telah mencoba
memberikan batasan terhadap besarnya produktivitas sumur, yaitu sebagai berikut
:
 PI rendah jika besarnya kurang dari 0,5

 PI sedang jika besarnya berkisar antara 0,5 sampai 1,5

 PI tinggi jika lebih dar 1,5


Pengukuran PI selalu didasarkan pada produksi cairan total, karena pada
waktu produksi juga akan terproduksi air, sehingga :

qo + qw
 PI  = ................................................................................. ( 4-21 )
 s − wf  
 P   P 
dimana :
qo = lajuproduksi minyak, bbl/day
qw = laju produksi air, bbl/day

4.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi PI


1). Karakteristik Batuan Reservoar
Permeabilitas
Permeabilitas adalah kemampuan batuan untuk mengalirkan fluida.
Dengan turunnya permeabilitas, maka fluida akan lebih sukar mengalir sehingga
harga PI akan turun.
Saturasi
Saturasi adalah ukuran kejenuhan fluida dalam pori-pori batuan. Dalam
 proses produksi saturasi minyak berkurang dengan naiknya produksi kumulatif 
minyak dan kekosongan tersebut diganti oleh air atau gas bebas. Disamping out
  proses produksi berlangsung terus dengan penurunan tekanan sehingga timbul
fasa gas yang mengakibatkan saturasi gas betambah dan saturasi minyak 
  berkurang. Hal ini akan mengurangi permeabilitas efektif minyak sehingga PI
akan turun.

2). Karakteristik Fluida Reservoar


Kelarutan gas dalam minyak 
Dalam proses produksi, penurunan tekanan di bawah tekanan saturasi
dapat menyebabkan bertambahnya gas yang dibebaskan dati larutan, Hal ini
menyebabkan PI turun karena permeabilitas efektif minyak berkurang dengan
naiknya harga saturasi gas.
Faktor volume formasi minyak 
Di atas tekanan saturasi, penurunan tekanan menyebabkan naiknya harga
factor volume formasi minyak akibat pengembangan munyak. Di bawah tekanan
saturasi, factor volumo formasi minyak turun dengan cepat karena terbebaskannya
gas yang terlarut.
Viscositas
Viscositas adalah ukuran ketahanan fluida untuk mengalir. Bila tekanan
reservoar sudah di bawah tekanan saturasi akan mengakibatkan bertambahnya gas
yang dibebaskan dari larutan, sehingga viscositas akan naik yang akan
menghambat proses produksi dan harga PI akan turun.
Drawdown
Makin besar drawdown, makin besar pula laju alirannya sehingga harga PI
naik. Tetapi dengan makin besar drawdown, yang diakibatkan mengecilnya
tekanan dasar sumur, maka di bawah tekanan saturasi harga PI turun, Hal ini
menyebabkan pressure loss yang besar dalam aliran vertical sehingga tubing head
 pressure (THP) yang dihasilkan akan kecil dan tidak mampu untuk mengalirkan
fluida ke separator. Disamping itu laju produksi minyak akan turun karena
terhambat ole aliran gas. Pada formasi yang kurang kompak, membesarnya
drawdown akan menimbulkan masalah terproduksinya pasir.

3). Ketebalan Lapisan


Makin tebal lapisan zona produktif, makin besar pula harga PI yang berarti
laju produksi juga akan naik. Tetapi bila lapisan tersebut diselingi olehlapisan
tipis dari air atau gas, maka laju produksi minyak akan berkurang. Terproduksinya
air dapat menyebabkan terjadinya scale yang dapat mengurangi kapasitas kerja
dari alat-alat atau terjadi korosi pada alat.

4). Mekanisme Pendorong


Kecepatan perubahan tekanan reservoar akibat proses produksi sangat
dipengaruhi oleh jenis mekanisme pendorong yang dimiliki.

4.2.3. Inflow Performance Relationship


Inflow Performance Relationship (IPR) adalah kelakuan aliran air, minyak 
dan gas dari formasi ke dasar sumur yang dipengaruhi oleh Produktivitas Index.
Pada perencanaan suatu sumur untuk melihat kelakuan sumur yang sedang
 berproduksi, maka PI dinyatakan secara grafis yang disebut grafik IPR.
Untuk membuat grafik IPR diperlukan data laju produksi (qo), tekanan alir 
dasar sumur (Pwf) yang diperoleh dari uji produksi dan tekanan static (Ps) dari uji
tekanan.
4.2.3.1. IPR Aliran Fluida Satu Fasa
Perhitungan aliran fluida satu fasa dari formasi ke dasar sumur pertama
kali dikembangkan oleh Darcy untuk aliran non-turbulen dan dikembangkan oleh
Jones, Blount dan Glaze untuk aliran turbulen. Index Produktivitas untuk aliran
steady state bila digunakan konsep tekanan reservoar rata-rata dapat ditentukan
dengan persamaan berikut :

q
 J  =
 P e − P wf  

dimana :
J = index produktivitas
Q = laju produksi, bbl
Pe = tekanan rata-rata reservoar, psi
Pwf  = tekanan alir dasar sumur, psi
Sedangkan untuk menentukan besarnya laju produksi dapat digunakan
 persamaan Darcy untuk aliran radial, yaitu :

k o h ( P av − P wf   )


q = 0,007082 ................................... ( 4-22 )
 µ o  Bo { Ln (r e / r w ) − 0,5 + S }

Pada kondisi tekanan rata-rata ini PI dinyatakan sebagai :

k o h
q = 0,007082 ................................... ( 4-23 )
 µ o  Bo { Ln ( r e / r w ) − 0,5 + S }

Apabila sudut AOB adalah θ, maka :


OB  P 
 s  x  PI 
tanθ  = = .................................................................... ( 4-24 )
OA  P 
 s

Dengan demikian harga PI menyatakan kemiringan kurva dimana pada


fluida satu fasa IPR berupa garis lurus.

Gambar 4.3
IPR satu fasa 19)

4.2.3.2. IPR untuk Aliran Fluida Dua Fasa


Untuk sumur yang telah berproduksi dimana tekanan dasar sumur telah
turun di bawah tekanan gelembung sehingga gas bebas ikut terproduksi, maka
kurva IPR tidak linier lagi tetapi berupa garis lengkung. Hal ini disebabkan karena
kemiringan kurva IPR akan berubah secara kontinyu untuk setiap harga Pwf.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan Vogel terhadap sumur-sumur 
yang berproduksi dari reservoar dengan mekanisme pendorong solution gas drive,
dibuat kurva IPR yang disebut dimensionless IPR. Untuk tujuan praktis grafis IPR 
tak berdimensi tersebut dinyatakan dalam persamaan berikut :

2
qo   P      P wf    
= 1 − 0,2 wf    
 − 0,8     .................................................... ( 4-25 )
qo max  P 
  r      P r   

dimana :
qo = laju produksi minyak, bbl
qomax = laju produksi minyak maksimum, bbl
Pwf  = tekanan alir dasr sumur, psi
Pr  = tekanan reservoar rata-rata, psi
Persamaan ini digunakan untuk membuat IPR berdasarkan data uji tekanan
dari uji produksi.

Gambar 4.4
IPR dua fasa 8)

4.2.3.3. IPR Untuk Formasi Berlapis


Dalam prakteknya, formasi produktif dari suatu lapangan tidak hanya
terdiri dari satu lapisan melainkan berlapis-lapis, dimana tiap lapisan tersebut
mempunyai permeabilitas yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain.
Adanya perlapisan dengan permeabilitas yang berbeda ini akan
  berpengaruh pada PI dan GOR. Untuk menggambarkan pengaruh perlapisan
terhadap IPR dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5
Pengaruh perlapisan terhadap GOR  19)

Dngan anggapan tidak ada suatu lapisan vertikal pada zona tersebut,
kecuali pada sumurnya sendiri. Produksi formasi demikian akan didapatkan
terutama dari zona dengan permeabilitas terbesar, yaitu : 100 mD, sedangkan
tekanan static pada zona ini akan cepat turun, misalnya tekanan zona ini adalah :
100 psig. Untuk lebih mudahnya ditabulasikan sebagai berikut :

Zona – Permeabilitas (mD) Tekanan (psig)


10 1200
100 100
1 1500

Kemudian dimisalkan bahwa sumur tersebut diuji pada berbagai laju produksi
untuk menentukan IPR-nya, dimana tiap lapisan produktif mempunyai kurva IPR 
sendiri-sendiri. Selanjutnya kurva IPR seluruh zona tersebut sama dengan jumlah
dari ketiga kurva yang ada. Seperti terlihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6
19)
IPR untuk formasi berlapis

4.3. Kinerja Aliran Fluida Dalam Pipa


Faktor yang berpengaruh terhadap aliran fluida dalam pipa adalah
  perkiraan besarnya kehilangan tekanan yang terjadi selama fluida mengalir.
Berikut ini merupakan upaya pemecahan terhadap hal tersebut, mulai dari
  pengembangan persamaan kesetimbangan energi sampai pada perkiraan
kehilangan fluida baik pada aliran fluida satu fasa maupun multi-fasa.

Persamaan Kesetimbangan Energi


Persamaan dasar kehilangan tekanan pada sistem aliran fluida dalam pipa
dikembangkan dari persamaan kesetimbangan energi, yang merupakan
kesetimbangan energi dua titik di dalam satu sistem aliran, sebagaimana terlihat
 pada Gambar 4.6.
T it ik A T it ik B
U A

m vA2 + q
p e n a m b a h aU B n
2 gc p a n a s 2
p a d a f l u i d am v B
m g zA
2 g c
gc Z2
p o m p a m g zB
p A VA
gc
- W
k e r ja d a r i p o m p pV a
t u m Z1 p a d a f lu id a B B
D a

Gambar 4.7
8)
Sistem Aliran Fluida dalam Pipa

Gambar 4.7. menyatakan bahwa besarnya energi yang masuk ke dalam


 pipa pada titik A, ditambah dengan kerja yang dilakukan fluida sepanjang pipa
antara titik A dan titik B, dikurangi dengan energi yang hilang selama fluida
mengalir antara kedua titik tersebut sama dengan besarnya energi yang keluar dari
 pipa pada titik B. Pernyataan tersebut disebut juga hukum konversi energi, yang
secara matematis dapat ditulis dengan persamaan berikut :
2 2
m vA mg zA m vB mg zB
UA + + + p A VA + q − W = U B + + + p B VB
2 gc gc 2 gc gc

.( 4-26 )
dimana :
m = massa, lbm
v = kecepatan, ft/sec
p = tekanan, atm
V = volume, cu ft
q = laju alir, cu ft / sec
g = percepatan gravitasi, ft/sec2
gc = konstanta konversi ( = 32,174 lb m ft / lbf  sec2)
Parameter-parameter yang bekerja pada sistem kesetimbangan tersebut
antara lain adalah :
a. Energi Dalam Fluida ( internal energy , U )
Merupakan energi yang terbawa bersama dengan aliran fluida. Energi ini
dapat berupa akumulasi energi-energi yang timbul akibat adanya pergerakan
molekul fluida, baik itu energi putaran ( rotational ), perpindahan ( translational ),
maupun energi getaran ( vibrational ).
2
mv
  b. Energi Kinetic ( )
2 gc
Merupakan energi yang timbul berkaitan dengan kecepatan aliran fluida.
mgz
c. Energi Potensial ( )
gc
Merupakan energi yang berhubungan dengan perubahan ketinggian aliran
fluida, dimana z merupakan besarnya ketinggian yang dihitung terhadap titik 
tertentu.
d. Energi Ekspansi ( pV )
Sering juga disebut dengan energi kompresi atau energi tekanan, yaitu
energi yang menunjukkan besarnya kerja selama fluida mengalir, atau besarnya
energi potensial jika dihubungkan dengan perubahan tekanan.
e. Perpindahan Panas ( q )
Merupakan parameter yang menyatakan besarnya energi panas yang
masuk maupun yang meninggalkan sistem.
f. Kerja ( work , W )
Menyatakan besarnya kerja yang dilakukan terhadap ataupun oleh sistem.
Parameter W dapat berharga positif ataupun negatif, tergantung dari kedudukan
kerja itu sendiri. Apabila kerja yang ada mengakibatkan aliran fluida, seperti
halnya pada pompa, maka W berharga negatif. Sedangkan W akan berharga
 positif apabila kerja timbul karena adanya aliran fluida, seperti pada sistem turbin.
Persamaan (4-26) merupakan persamaan hukum konversi energi dalam bentuk 
energi alam, sehingga untuk memecahkannya perlu diubah dalam bentuk 
kesetimbangan energi mekanis, dengan menggunakan energi dalam prinsip
thermodinamika, yaitu entalpi dan entropi.
a. Entalpi (H)
Didefinisikan sebagai jumlah antara energi dalam dengan energi ekspansi,
atau secara matematis dapat ditulis :
H = U + p V ......................................................................... ( 4-27 )
b. Entropi (S)
Didefinisikan sebagai perubahan energi yang terjadi dalam sistem, dimana
 perubahan tersebut hanya dilihat dari kondisi awal dan akhir tanpa memperhatikan
 perubahan pada keseluruhan sistem.
Secara matematis entropi dapat ditulis sebagai berikut :
2
S2 − S1 = ∫ ∂q ................................................................. ( 4-28 )
1
T

dimana :
q = jumlah panas yang dipindahkan pada proses reversible
T = temperatur 
Pada kondisi tertentu, dimana perpindahan panas terjadi pada tekanan
yang konstan, maka berlaku hubungan sebagai berikut :
q = m C p ∂T ..................................................................... ( 4-29 )

sehingga Persamaan (4-28) menjadi :


2
S2 − S1 = ∫ m C p
∂T
............................................ ...... ( 4-30 )
T
1

dimana :
m = massa, lbm
C p = kapasitas panas pada tekanan konstan

Hubungan antara entropi dan energi dalam dituliskan dengan persamaan


sebagai berikut :
∆ U = Σ pengaruh (panas, kompresi, kimia, permukaan, lain) ..... ( 4-31 )

dimana :
S2

Pengaruh panas = ∫ Tds


S1
V2
= ∫ 
 p ( −∂v )
V1
Pengaruh kompresi
Dalam pembahasan mengenai aliran fluida dalam pipa, yang dianggap
 berpengaruh adalah pengaruh panas dan kompresi sedangkan pengaruh yang lain
dapat diabaikan, sehingga Persamaan (4-31) menjadi
V2
S2

∫  Tds ∫  p ( −∂V )


V1
∆ U= S1 + ............................................ ...... ( 4-32 )

Persamaan (4-32)   jika dituliskan dalam bentuk persamaan differensial


akan menjadi :
 m v 2  
∆U + ∆   + ∆ 


m g z  
 
 + ∆( pV ) − q + W = 0 ....... ( 4-33 )
2 g   g
  c  
  c  

Substitusi Persamaan (4-32) ke dalam Persamaan (4-33) akan menghasilkan


 persamaan berikut :
S2 V2
 m v 2    m g z   V2 P2

∫ Tds  p ∂V +∆
− ∫   +∆ + ∫ p ∂V + ∫ V ∂ p −q +W =
  0
 2 gc     
S1 V1   g
    c   V1 P1

( 4-34 )

Dari prinsip thermodinamika diketahui bahwa :


S2

∫ Tds
S1
= q + lw ............................................................................ ( 4-35 )

dimana, lw (lost work ) merupakan jumlah energi yang hilang akibat dari proses
irreversible .
Substitusi Persamaan (4-35) ke dalam Persamaan (4-34) akan menghasilkan
 persamaan :
P2
 m v 2    m g z  
∫  V ∂ p + ∆  
 2 g c  +∆  g c  
 + W + lw =
 
0 ................ ( 4-36 )
P1    

Jika fluida yang mengalir dianggap 1 (satu) lb m dan satuannya diubah ke dalam
satuan lapangan (ft lb f  / lbm) maka Persamaan (4-36) akan menjadi :
 g c   g v ∂v
144    V ∂ p +
  ∂z + + ∂W + ∂ (lw) = 0 ........... ( 4-37 )
   
g g c g c

Konversi faktor 144 digunakan dengan asumsi ∆  p diukur dalam satuan lb / sq. in.

Apabila V = 1 / ρ , dimana ρ adalah densitas fluida yang mengalir, maka


Persamaan (4-37) dapat ditulis sebagai berikut :
∂ p g v ∂v
+ ∂z + + ∂W + ∂(lw ) = 0 .......................... ( 4-38 )
ρ gc gc

Jika diasumsikan tidak ada kerja yang dilakukan aloeh fluida atau terhadap fluida
(W = 0) maka
∂ p g ρv ∂v ∂(lw )
+ ρ+ +ρ = 0 ................................ ( 4-39 )
∂z g c g c ∂z ∂z

Dari Persamaan (4-39) dapat ditentukan besarnya gradien tekanan. Persamaan


gradien tekanan dapat dituliskan sebagai berikut :

∂ p   g ρv ∂v ∂(lw )  
= −
 ρ+ +ρ  
  .................................... ( 4-40 )
∂z g
  c g c ∂z ∂ z  

( a ) ( b )

Gambar 4.8
Konfigurasi Aliran Fluida pada Pipa Miring 8)
(a) terhadap bidang horizontal
(b) terhadap bidang vertikal
Pada pipa yang membentuk sudut kemiringan sebesar  θ derajat terhadap
 bidang horizontal, seperti yang terlihat pada Gambar 4.8. (a), dan diketahui bahwa
:

∂(lw )  ∂ p   f ρv 2


ρ =    ( friction ) = ................................... ( 4-41 )
∂z  ∂z  f  2gc d

dimana :
f = faktor gesekan; f(NRe, K)
 NRe = bilangan Reynold
K = besaran permukaan pipa (roughness)

maka persamaan perhitungan penurunan tekanan menjadi :

∂ p = g ρ sin φ + ρv ∂v + f ρv 2


................................. ( 4-41 )
∂z g c g c ∂z 2gc d

Sedangkan pada pipa yang membentuk sudut kemiringan sebesar  α


derajat terhadap bidang horizontal, seperti yang terlihat pada Gambar 4.8. (b), dan
maka persamaan perhitungan penurunan tekanan menjadi :

∂ p = g ρ cos α + ρv ∂v + f ρv 2


.................................. ( 4-42 )
∂z g c g c ∂z 2 gc d

Pada dasarnya persamaan gradien tekanan terdiri dari tiga elemen, yaitu
gradien kemiringan, gradien gesekan dan gradien kecepatan.
a. Gradien Kemiringan (elevation )
 ∂ p   = g ρ sin θ
  
 ∂z  el g c
 b. Gradien Gesekan ( friction )

 ∂ p   = f ρv 2
  
 ∂z  f  2gc d

c. Gradien Kecepatan (acceleration )


 ∂ p   = ρv ∂v
  
 ∂z  acc g c ∂z

Dari Persamaan (4-42) dapat dikembangkan persamaan penurunan tekanan


untuk aliran vertikal dan horisontal, sebagai berikut :
a. Aliran Vertikal

Pada aliran vertikal, maka sudut kemiringan (θ ) = 90o, dan sin θ = 1,


sehingga persamaan penurunan tekanan menjadi :


 p g ρv ∂v f ρv 2
= ρ+ + ...................................... ( 4-43 )
∂z gc g c ∂z 2gc d

b. Aliran Horisontal

Pada aliran horisontal, θ = 0o dan sin θ = 0, sehingga persamaan menjadi


:


 p ρv ∂v f ρv 2
= + ...................................................... (4-44 )
∂z g c ∂z 2gc d

4.3.1. Aliran Fluida Satu Fasa dalam Pipa

Faktor yang menentukan dalam perhitungan kehilangan tekanan pada


aliran fluida dalam pipa adalah faktor gesekan ( friction factor ) antara fluida yang
mengalir dengan dinding pipa. Faktor gesekan didefinisikan sebagai perbandingan
antara shear stress fluida dengan energi kinetik persatuan volume, atau secara
matematis dapat ditulis sebagai berikut :
τw 2 τw g c
f  = = ....................................................... ( 4-45 )
ρv2 2 gc ρv2

Besarnya gradien tekanan yang disebabkan oleh faktor gesekan,


ditunjukkan pada persamaan, yaitu

 ∂ p   = f ρv 2
  
 ∂z  f  2gc d

Faktor gesekan merupakan fungsi dari dua parameter yang tidak 


 berdimensi, yaitu kekasaran relatif pipa (relatif roughness ) dan bilangan Reynold
(  Reynold’s number , NRe). Kekasaran relatif pipa sendiri adalah perbandingan

antara kekasaran absolut ( absolute roughness , ∈), yang diketahui untuk setiap
 jenis pipa, dengan diameter pipa (d, ft). Sedangkan besarnya bilangan Reynold
dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
ρ ∂v
 NRe = ................................................................................ ( 4-46 )
µ

Penentuan faktor gesekan pada aliran fluida satu fasa, tergantung dari jenis
alirannya. Pada fluida dengan bilangan Reynold kurang dari 2000, maka aliran
yang terjadi adalah aliran laminer, dimana kecepatan alirannya membentuk profil
  parabola dengan kecepatan maksimal pada tengah pipa. Untuk fluida dengan
  bilangan Reynold labih dari 4000, yang terbentuk adalah aliran turbulen.
Sedangkan aliran yang terjadi pada fluida dengan bilangan Reynold antara 2000
dan 4000 adalah aliran transisi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.9.
a. Aliran Laminer
Pada aliran laminer, faktor gesekan dapat ditentukan dengan persamaan :

64
f  = ................................................................................. ( 4-47 )
 N Re

Dari persamaan diatas diketahui bahwa pada aliran laminer, besarnya faktor 
gesekan hanya dipengaruhi oleh bilangan Reynold fluida, dan tidak tergantung
 pada kekasaran pipa.
b. Aliran Turbulen
Pada aliran laminer, faktor gesekan dapat didekati dengan menggunakan
 persamaan yang dikembangkan oleh Colebrook and White (1939) berikut :

1  2 ∈ 1 ,78
= ,1 7 − 42L  o +g  .......................................................... ( 4-48 )

f   d  NR 
Selain dengan menggunakan persamaan-persamaan diatas, besarnya faktor 
gesekan terutama untuk aliran tubulen, dapat ditentukan menggunakan kurva pada
Gambar 4.9 dan Gambar 4.10, dengan mengetahui jenis dan diameter pipa serta
 bilangan Reynold fluidanya.
R  

 e 

l   
 a 
   r

   o t   
    t i   

   c  e 

   a
R  
    F

 o 

   n
 u 

   o
  g 
    i
    t
h  

   c
    i n 
   r
 e 
    F

 s  

 s  

R e y n o ld s N u
Gambar 4.9.
Kurva Faktor Gesekan 8)
P ip e D ia m e t e r, f e e t
0 , 1 0 , 02 , 3 0 , 5 1 2 3 5 1 0 2 02 5
, 0 5 , 0 7
, 0 3 , 0 6

, 0 5

, 0 4
, 0 1
C O N C R E T E , 0 3    )
5
   s
   e
W O O D
   p
S T A V E
, 0 0 5 , 0 3    p
    i

C          h
A      R I V E T E D
, 0 0 3 S     
T       S T E E L
   g

I      
R      , 0 2    u
5
   o
   r
O      =    
N        , 0       ,
A      3         e
S     
P         c
   s
H          n
   s
A     
   e , 0 0 1
L    
T       , 0 2   e
    l

   n
E          u
D     
    h C      =     , 0 1    b
8
   r
   g C      A       , 0         u
   u
O      S      1          t
M       T      
   o M       I          e
    R , 0 0 0 5 E      
R     
O     
    t
   e
R     
   e C      N      
G      , 0 1    p6
    l

   v
    i
I      
A      A     
    t
   a
, 0 0 0 3 L    
S     
L    V      
A     
   m
    l T          o
E       N       =    
   e
    R
E      
L    
I      
Z      
E      
 , 0     
0     3      , 0 1    c
4
   r
O      D         o
R      I       =         f
R       , 0          (
W       O      0         r
R      N       0     8         o
O     
, 0 0 0 1 U      
G     
5      
, 0 1    t
2
   c
H       =        a
T       =      , 0          F
I        , 0      0     1     
R         n
O      0     0         o
N      
, 0 0 0 0 5 6          i
    t
   c
    i
=     , 0 1    F
   r

, 0 0 0 0 3  , 0     
0     0     
D      5      
R      =    
A     
W        , 0     
0     
, 0 0 9
N       0     4      
T      
U      
B     
I       =    
, 0 0 0 0 1 N      
G       , 0     
=    
 , 0      , 0 0 8
0     0      0     0     
0      1     
0     5       5      

, 0 0 0 00 0 5 1 2
1 0 2 3 5 1 0 2 3 5 1 0 2 3
P ip e D ia m e t e r, in c h e s

Gambar 4.10
8)
Kurfa Faktor Gesekan untuk Aliran Turbulen
4.3.3. Aliran Fluida Multi Fasa dalam Pipa
Perhitungan gradien tekanan untuk aliran fluida multi fasa dalam pipa
lebih kompleks, dimana semua parameter yang digunakan merupakan parameter 
gabungan dari fasa-fasa yang mengalir. Aliran multi fasa dapat berupa aliran
fluida minyak dan air ataupun aliran minyak – gas, atau bahkan dari ketiga fasa
tersebut.
Untuk menentukan parameter gabungan digunakan suatu parameter penghubung
yang disebut hold-up, yang jenisnya tergantung dari asumsi kondisi kecepatan
masing-masing fasa yang mengalir.
a. Hold-Up (H)
Asumsi yang digunakan dalam penggunaan parameter ini adalah
kecepatan aliran antara fluida dan fasa gas berbeda.
Hold-up untuk cairan (liquid hold-up, HL) didefinisikan sebagai
 perbandingan antara volume pipa yang terisi oleh fluida dengan volume pipa
secara keseluruhan.
Sedangkan untuk gas hold-up, merupakan perbandingan antara volume
 pipa yang terisi oleh gas dengan volume pipa secara keseluruhan.
Kedua pengertian tersebut secara matematis dapat dituliskan dengan
 persamaan :
VL
HL = ............................................................................... ( 4-49 )
V p

Vg
Hg = = 1 – HL ......................................................... ....... ( 4-50)
V p

b. No-Slip Hold-Up ( )
Asumsi yang digunakan dalam penggunaan parameter ini adalah fluida
dan gas mengalir dengan kecepatan yang sama. Besarnya no-slip hold-up untuk 

cairan (no-slip liquid hold-up , λ L) dapat ditentukan dengan membandingkan


 besarnya laju aliran volumetrik fluida dengan laju aliran volumetrik seluruh fasa
(gas dan fluida).
Sedangkan harga no-slip gas hold-up ( λ g) ditentukan dengan
membandingkan besarnya laju aliran volumetrik gas dengan laju aliran volumetrik 
seluruh fasa.
Secara matematis dituliskan dengan persamaan :
qL
λ L= q + q ..................................................................... ( 4-51 )
L g

qL
λ g = q + q = 1 – λ L ..................................................... ( 4-52 )
L g

Penggunaan parameter hold-up dalam penentuan parameter campuran


dapat dilihat pada penentuan viskositas, densitas, parameter aliran dan faktor 
gesekan untuk aliran multi fasa, sebagai berikut :
a. Viskositas Campuran ( m)
Pada kondisi dimana terdapat perbedaan kecepatan aliran fluida dan gas,
maka viskositas campuran ditentukan dengan persamaan :
µm = µL HL + µg (1 − H L ) .............................................. ( 4-53 )
dan
HL 1 − HL
µm = µL . µg ............................................................ ( 4-54 )

Perbandingan hasil perhitungan viskositas campuran dengan kedua


 persamaan diatas dapat dilihat pada Gambar 4.10.
Sedangkan pada kondisi dimana fluida dan gas mengalir dengan kecepatan
yang sama, maka viskositas campuran ditentukan dengan persamaan :
µm = µL λ L + µg (1 − λL ) ................................................... ( 4-55 )

keterangan :
µ L = viskositas cairan, ditentukan dengan persamaan :
µL = µo Fo + µw Fw

dimana F merupakan fraksi volume untuk masing-masing


komponen
HL = hold-up cairan
λ L = no-slip hold-up cairan
subscript,
m = campuran (mixture)
L = cairan (liquid)
o = minyak (oil)
g = gas
w = air (water)

1 , 0

n
(A ) µ m = µ1 H L + µ 2 1 − H L 0 , 9
a
r
u (B ) µ m = µ 1 H L . µ 2 1 − HL
p

m
a
C 0 , 5
s
a
t
i
s A B
o
k
si
V

0 0 , 0
0 0 , 5 1 , 0
K o n s e n tr a s i C a m p u r

Gambar 4.10
8)
Perbandingan Perhitungan Viskositas Campuran

b. Densitas Campuran ( m )
Pada kondisi dimana terdapat perbedaan kecepatan aliran fluida dan gas,
maka densitas campuran ditentukan dengan persamaan :
ρm = ρL HL + ρg (1 − H L ) ............................................. ( 4-56 )

Sedangkan pada kondisi dimana fluida dan gas mengalir dengan kecepatan
yang sama, maka densitas campuran ditentukan dengan persamaan :
ρm = ρL λ L + ρg (1 − λL ) ................................................. ( 4-57 )

keterangan :
ρ L = densitas cairan, ditentukan dengan persamaan :

ρL = ρo Fo + ρw Fw

c. Parameter Aliran
Parameter aliran yang digunakan dalam perhitungan kehilangan tekanan
adalah variabel kecepatan ( superficial  velocity , vs), yang didefinisikan sebagai
 besarnya kecepatan suatu fasa untuk mengalir melewati keseluruhan penampang
 pipa, yang secara matematis adalah sebagai berikut :
q
vs = A H ............................................................................. ( 4-58 )

dimana :
vs = kecepatan superfisial fluida, ft/sec
q = laju alir, cu ft/sec
A = luas penampang pipa, ft 2
H = hold-up

Besarnya kecepatan superfisial untuk fluida multi fasa (vm) ditentukan


dengan persamaan :
vm = vsL + vsg ............................................................................. ( 4-59 )
keterangan :
vsL = kecepatan superfisial cairan, besarnya ditentukan dengan persamaan
qL
vsL =
A HL

vsg = kecepatan superfisial gas, besarnya ditentukan dengan persamaan


qg
vsL =
A Hg

d. Faktor Gesekan (f)


Komponen perhitungan faktor gesekan yang berubah pada aliran multi
fasa adalah bilangan Reynold, yang merupakan gabungan dari fluida yang
mengalir.
Persamaan untuk menentukan bilangan Reynold pada fluida multi fasa
adalah sebagai berikut :
ρm ∂v m
(NRe)m = ............................................................... .. ( 4-60 )
µm
Khusus untuk perhitungan bilangan Reynold dengan tanpa memperhatikan
kecepatan antar fluida, besarnya densitas campuran dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan :

ρL ( λ L ) 2 ρg 1 − λ L 2
ρm = + ....................................... .. ( 3-61 )
HL 1 − HL

Berdasarkan Persamaan (4-61) diatas, maka persamaan (4-47) untuk 


aliran laminer dan Persamaan (4-48) untuk aliran turbulen, berubah menjadi :
64
f m = ............................................................................... ( 4-62 )
( N Re ) m

1  2 ∈ 1 ,7 8 
= ,1 7 − 42L  o + g  ........................................................... .. ( 4-63 )

f m d ( NR ) me
Dengan memperhatikan keseluruhan perhitungan parameter campiran
untuk fluida multi fasa, maka besarnya gradien tekanan untuk aliran fluida multi
fasa dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :
2
∂ p g ρ v ∂v f m ρ m ( v m )
= ρm cos α + m m m + ................. ( 4-64 )
∂z gc g c ∂z 2gc d
4.4. Aliran Vertikal Lift Performance
Vertical lift performance pada dasarnya bertujuan untuk memperkirakan
kehilangan tekanan selama terjadi aliran yang melalui pipa vertikal atau tubing di
dalam sumur. ada beberapa metoda yang digunakan untuk memperkirakan
distribusi tekanan sepanjang aliran dalam tubing.
Metoda yang digunakan dapat berupa metoda grafis yang digunakan
dalam metode Gilbert maupun secara perhitungan kehilangan tekanan. Metode
  perhitungan kehilangan tekanan oleh para ahli pada dasarnya dikelompokkan
menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Kelompok yang tidak memperhatikan adanya slip serta pola aliran, metoda
yang digunakan Poettman dan Carpenter.
2. Kelompok yang memperhatikan slip tapi pola aliran diabaikan, metoda
yang digunakan Hagedorn dan Brown.
3. Kelompok yang memperhatikan slip maupun pola aliran, metoda yang
digunakan Orkiszewski, Duns dan Ros yang dikembangkan dengan
metode Beggs dan Brill.

4.4.1. Metoda Grafis


Metoda Gilbert 
Metode Gilbert disusun berdasarkan pendekatan empiris pada analisa
vertikal lift untuk aliran fluida dua fasa. Dalam penelitiannya, Gilbert melakukan
untuk sumur sembur alam dan gas lift. Beberapa besaran dari sumur sembur alam
yang diperlukan dalam penggunaan metode Gilbert adalah : kedalaman tubing,
tekanan aliran dasar sumur, tekanan kepala sumur tubing, laju produksi cairan,
GLR dan ukuran tubing.
Gilbert membuat sekumpulan grafik distribusi tekanan yang dibuat
  berdasarkan kedalaman tubing, ukuran tubing GLR, dan laju produksi fluida
tertentu, sehingga dihasilkan pendekatan pengukuran kehilangan tekanan di dalam
tubing aliran fluida dua fasa.
Contoh grafik aliran fluida dua fasa dapat dilihat dalam Gambar 4.11. dari
grafik tersebut dapat ditentukan besarnya tekanan aliran dasar sumur dari tekanan
kepala sumur atau tubing (Pwh) atau sebaliknya. Kegunaan metode Gilbert yaitu
untuk memperkirakan laju produksi sumur sembur alam berdasarkan produktivitas
formasi (yang dinyatakan dalam bentuk grafik IPR), ukuran tubing dan GLR 
tertentu pada tekanan kepala sumur.

Gambar 4.11
19)
Kurva Distribusi Tekanan Untuk Aliran Dua Fasa

Beberapa macam grafik distribusi tekanan yang dikembangkan oleh


Gilbert untuk laju aliran yang besarnya 0 bpd, 100 bpd, 200 bpd, 400 bpd, dan
600 bpd. Diameter data tubing ukuranya bervariasi yaitu : 1.66”, 1.90”, 2.375”,
2.875”, dan 3.5”. Masing – masing kurva Gilbert dapat menunjukan distribusi
tekanan sepanjang tubing dalam suatu flowing dengan laju aliran dan yang tetap.
Pada Gambar 4.4 merupakan salah satu grafik yang menunjukan tubing yang
 berukuran 2.875” dengan laju produksi 600 bpd.
Untuk memperkirakan laju produksi sumur sembur alam terdapat dua cara
yaitu :
1. Laju produksi ditentukan berdasarkan tekanan aliran dalam sumur Pwf 
dari IPR dan Pwf dari THP asumsi dan tekanan tiap kedalaman tubing.
Cara pertama ini ukuran tubing dan harga GLR tertentu, selanjutnya
dihitung harga Pwf pada bermacam – macam laju produksi. Kurva ynag
menghubungkan bermacam – macam harga Pwf dari THP asumsi dapat
memotong titik x (Gambar 4.12), dimana pada titik x ini besarnya Pwf dari
IPR dan THP adalah sama. Dari titik ditarik vertikal kebawah dan terbaca
laju produksi y diasumsikan dan tekanan pada kedalaman tubing bila
dititik x ditarik garis horizontal ke kiri.
2. Laju produksi yang ditentukan berdasarkan harga THP yang dihitung dari
Pwf yang diperoleh dari grafik IPR laju produksi yang diambil dari
operating THP asumsi. Pada cara kedua, Pwf ditentukan dari IPR untuk 
memperoleh THP dan laju produksi. Dari operating THP titik ditarik garis
horizontal kekanan akan memotong kurva yang menghubungkan
 bermacam – macam harga THP di titik laju produksi yang diasumsikan
dapat dibaca di titik sementara Pwf di titik C.

Gambar 4.12
19)
Penentuan Pwf dari IPR dan THP Asumsi
Gambar 4.13
Penetuan THP Dari IPR 19)

4.4.2. Kelompok Yang Tidak Memperhatikan Slip Dan Pola Aliran


  Poettman , mengembangkan
dan Carpenter  metoda semi empiris
 berdasarkan persamaan kesetimbangan energi serta data dari 34 sumur minyak 
flowing dan 15 sumur minyak gas lift yang menggunakan tubing 2 in, 2.5 in, dan
3 in. minyak, air dan gas dianggap sebagai satu fasa dan tidak dilakukan korelasi
liquid hold up. Selain daripada itu juga dianggap bahwa aliran gas, air dan minyak 
merupakan aliran turbulen. Kehilangan energi yang terjadi sepanjang aliran
tersebut, oleh Poettman dan Carpenter dikorelasikan dengan pembilang dari
Reynold number, seperti terlihat pada Gambar 4.14 dibawah ini.
Beberapa hal yang perlu diingat dalam menggunakan metode ini adalah :
1. Korelasi ini dapat digunakan untuk pipa – pipa yang ukurannya sesuai
dengan ukuran pipa – pipa yang digunakan dalam studi ini, yaitu :
2”, 2.5”, dan 3”. Penggunaan metoda ini untuk ukuran pipa yang lain harus
mempertimbangkan mengenai hasil yang diperoleh.
2. Laju aliran total digunakan untuk menghitung densitas pada setiap titik 
dalam pipa.
3. Pola aliran diabaikan.
4. Pengaruh viskositas diabaikan.
5. Komponen percepatan dalam persamaan energi diabaikan.
6. Faktor gesekan dianggap merupakan harga rata – rata untuk panjang
tubing, sedangkan sebenarnya harga faktor gesekan berubah dari dasar 
sumur sampai ke permukaan.
Poettman dan Carpenter mengembangkan korelasinya berdasarkan

 persamaan energi umum, yang kemudian diubah dalam bentuk total massa laju

aliran, seperti persamaan berikut :

dP  1    f   ⋅ w2 
=  ρ  +  …….. (4-65)
dL 144  7,413 x1010 ⋅ d 2 

dimana :
w = massa laju aliran total, lb/hari
ρ = density campuran, lb/cuft
d = diameter dalam pipa, ft
f = faktor gesekan yang diperoleh dari Gambar 4.14
Gambar 4.14
19)
Korelasi Faktor Gesekan Poettman & Carpenter

Selanjutnya, prosedur perhitungan penurunan tekanan sepanjang pipa


vertikal dengan metoda Poettman dan Carpenter, adalah sebagai berikut :
1. Data yang harus tersedia adalah :
a. Gas Liquid Ratio (GLR)
 b. Specific gravity gas
c. Faktor volume formasi berbagai tekanan
d. Kelarutan gas dalam minyak pada berbagai tekanan
e. API gravity minyak 
f. Laju aliran minyak dan air 
g. Specific gravity air 
h. Tekanan aliran di permukaan
i. Temperatur permukaan dan gradien temperatur 
 j. Kedalaman tubing / sumur 
k. Ukuran tubing
2. Pada kertas grafik millimeter, plot kedalaman pada sumbu vertikal, dengan
titik nol di atas dan plot harga tekanan aliran di permukaan pada sumbu
horizontal atau tekanan aliran dasar sumur pada kedalaman total.
3. Berdasarkan 1 STB minyak, tentukan massa minyak, gas dan air per STB,
sebagai berikut :
m = berat minyak + berat gas + berat air 
m = 350 (γo) + 0,0746 (γ g) (R) + 350 (γ w) (WOR) …….. (4-66)
4. Tentukan berat total dari fluida yang terproduksi setiap hari, yaitu
merupakan perkalian antara langkah 3 dengan laju aliran minyak.
5. Dimulai dari tekanan aliran di permukaan (flowing tubing pressure)
anggap beberapa titik tekanan pada tubing sesuai dengan pertambahan
tekanan. Pertambahan tekanan ini harus cukup kecil, supaya diperoleh
grafik yang baik.
6. Hitung volume campuran minyak, gas, dan air pada tekanan yang sesuai
dengan langkah 5, per STB minyak satuan cuft.
 14,7    T    Z   
Vm = 5,61 Bo + 5,61 (WOR) + (volume gas bebas)       
   P    520   1  
Volume gas bebas = (GOR – Rs)
7. Hitung density campuran pada tekanan yang bersangkutan
m
 ρ  = …….. (4-67)
vm

8. Hitung pembilang daripada bilangan Reynold, yaitu :

1,4737 x10
5
⋅ qo ⋅ m
 ρ  ⋅ v ⋅ d  = …….. (4-68)

9. Tentukan faktor gesekan (f) dengan menggunakan Gambar 4.14.
10. Hitung gradien tekanan (dP/dL) dengan menggunakan Persamaan (4-69)
11. Ulangi prosedur di atas, mulai dari langkah 5 untuk tekanan berikutnya
dan tentukan gradien tekanannya.
12. Rata – ratakan hasil perhitungan gradien tekanan tersebut dengan gradien
tekanan rata – rata, maka akan dihasilkan jarak antara kedua titik tekanan
tersebut.
13. Plot jarak tersebut kedalam kertas grafik, sesuai dengan tekanannya
14. Ulangi langkah tersebut di atas sampai kedalaman sumur tercapai.
Korelasi Poettman dan Carpenter, masih sering digunakan di lapangan,
dan korelasi ini dapat digunakan dengan cukup memuaskan untuk kondisi – 
kondisi sebagai berikut :
- ukuran tubing : 2”, 2.5”, dan 3”
- viskositas lebih kecil dari 5 cp
- GLR, kurang dari 1500 SCF/bbl
- Laju aliran lebih besar dari 400 BPD

4.4.3. Kelompok Yang Memperhatikan Slip Tapi Pola Aliran Diabaikan


Usaha yang dilakukan oleh  Hagedorn dan Brown, adalah membuat suatu
korelasi perhitungan gradien tekanan yang dapat digunakan pada range laju aliran
yang sering ditemui dalam praktek, range GLR yang luas, dapat digunakan untuk 
setiap ukuran tubing serta berbagai sifat – sifat fisik dari fluida yang mengalir.
Pengembangan metoda ini berdasarkan pada data yang diambil dari percobaan
  pada pipa berukuran 1” nominal dan 2” nominal serta ditambah data – data
 penelitian sebelumnya.
Untuk menentukan kehilangan tekanan selama aliran dalam pipa Hagedorn
dan Brown, menembangkan metodanya berdasarkan pada persamaan umum
energi, yang mana persamaan tersebut apabila ditulis dalam bentuk aliran massa
total adalah sebagai berikut :

∆ p  fw2 ∆ ( vm2 / 2 g c )


144 =  ρ m  ρ m …….. (4-
∆h  x
2,9652 10
11 5
d   ρ m
∆h
70)
di mana  ρ m =  ρ  L H  L + ρ  g  (1 − H  L ) …….. (4-71)
Metode ini juga menunjukkan hubungan antara liquid hold-up (H L) dengan

empat parameter tak berdimensi (d dalam ft,  ρ  dalam lb/cu.ft, vsL dan vsg dalam

ft/sec, ∝ L dalam cp serta σ dalam dyne/cm) sebagai berikut:


1

  ρ  L  4
  
 NLv = 1,938 v sL   σ     …….. (4-72)

  ρ  L  4
  
 Ngv = 1,938 v sg   σ     …….. (4-73)

  ρ  L  2
  
 Nd = 120,872 d   σ     …….. (4-74)

  1  4
  
3  
 NL = 1,938 µ L    L
 ρ  σ     …….. (4-75)
Dengan menggunakan teknik regresi, untuk menghubungkan keempat
 parameter tidak berdimensi diatas, maka dapat dibuat hubungan factor hold up
seperti diperlihatkan pada Gambar 4.15 dibawah ini.

Gambar 4.15
24)
Korelasi Faktor Hold Up (After Hagedorn & Brown)

Tetapi harus diingat bahwa korelasi hold up ini merupakan pseudo hold
up. Hal ini disebabkan karena Hagedorn dan Brown tidak melakukan pengukuran
hold up, melainkan hold up ditentukan berdasarkan perhitungan atas dasar data
 penurunan tekanan dan faktor gesekan yang ditentukan dengan bilangan Reynold.

Pengaruh viskositas dari cairan, diperhitungkan dalam bentuk harga C NL,


yang merupakan salah satu pembilang dari absis Gambar 4.16. harga C NL ini
ditentukan berdasarkan grafik hubungan antara N L dan C NL, seperti terlihat pada
Gambar 4.16..

Grafik 4.16 dibuat berdasarkan pada viskositas air, yang mana harga C
untuk air sama dengan satu. Grafik juga menunjukan bahwa viskositas cairan
yang rendah tidak memberikan pengaruh yang berarti.

Sebelumnya telah disebutkan bahwa, Gambar 4.15 merupakan korelasi


 pseudo hold up, dengan demikian untuk harga hold up sebenarnya, diperlukan
factor koreksi sekunder (Ψ) yang grafiknya terlihat pada Gambar 4.17.

Gambar 4.16
Korelasi Faktor Viskositas 24)
Gambar 4.17
Korelasi Untuk Faktor Koreksi Sekunder
(After Hagedorn & Brown) 24)

Berdasarkan parameter – parameter tersebut, maka gradien tekanan dapat


ditentukan dengan menggunakan Persamaan (4-70).
Prosedur perhitungan gradien tekanan dengan metode Hagedorn dan
Brown adalah sebgai berikut :
1. Hitung tekanan rata – rata antara dua titik tekanan dalam satuan psia.

−  P 1 + P 2
 P  = + 14,7 …….. (4-
2
76)
Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan titik tekanan adalah :
- Apabila perhitungan dimulai dari permukaan dengan tekanan lebih kecil
dari 100 psia, maka perbedaan antara dua titik teknan yang berurutan harus
sebesar 25 psia, sampai tercapai tekanan 400 psia, setelah itu perbedaan
antara dua titik yang berurutan dapat diambil lebih besar.
- Apabila dimulai dari dasar sumur, yang tekanannya lebih besar dari 1000
 psia, maka perbedaan tekanan antara dua titik tekanan yang berurutan
dapat diambil 200 psia.
2. Hitung specific gravity minyak (γo)
3. Tentukan massa total, sesuai dengan 1 STB cairan,

= γ  o ⋅ (350 )   + γ   ⋅ (350 )  1  + 0,0764 (GLR ) ⋅ γ  
1
m    w     g 
 1 + WOR    1 + WOR  
…….. (4-77)
4. Hitung massa laju aliran, w = q x m
5. Tentukan harga kelarutan gas dalam minyak pada tekanan rata – rata dan
temperatur rata – rata.
6. Hitung density dari fasa cair :
γ   ⋅ 62,4 +  R s ⋅ γ   g  ⋅ (0,0764) / 5,614  1      1  
 ρ  L = o    + γ  w ⋅ 62,4  
  Bo  1 + WOR     1 + WOR  
…….. (4-78)
7. Dengan menganggap temperatur rata – rata konstan, tentukan harga faktor 
kompresibilitas (z) pada harga temperatur rata – rata, tekanan rata – rata
dan specific gravity yang konstan.
8. Hitung densitas gas rata – rata :

  ρ    520    

 ρ  = γ    ⋅      1  
 g  0,0764 14 ,7       …….. (4-79)
   T    Z   
       
9. Hitung viskositas rata – rata minyak dari korelasi yang telah ada
10. Tentukan viskositas air rata – rata

11. Hitung viskositas cairan campuran

=  µ o    +  µ    1  


1
 µ  L    g    …….. (4-80)
 1 + WOR    1 + WOR  
12. Dengan menganggap tegangan permukaan konstan pada tiap – tiap titik 
tekanan, hitung tegangan permukaan fasa cair :

= τ o    + τ    WOR  


1
τ  L    w    …….. (4-81)
 1 + WOR    1 + WOR  
13. Hitung liquid viscosity number (N L) dengan Persamaan (4-69)
14. Dari Gambar 4.17 tentukan harga C NL
15. Hitung luas permukaan tubing (AP)
π  ⋅ d 2
 A P  = …….. (4-82)
4

16. Dari korelasi yang tersedia tentukan faktor volume formasi minyak (B o),
 pada tekanan dan temperatur rata – rata.
17. Dengan menganggap B w = 1, hitung superficial liquid velocity (vsL,
ft/sec)

5,61 ⋅ q L    1     WOR  


v sL =  Bo  +  Bw  
 1 + WOR  
…….. (4-83)
86400 ⋅  A P    1 + WOR  
18. Hitung Liquid velocity number N LV dengan menggunakan Persamaan
(4-72)
19. Hitung superficial gas velocity

   1  
q L GLR − Rs  
=   1 + WOR    14,7   520    Z    …….. (4-84)
v sg        
86400 ⋅  A P     P     T    1  
20. Hitung gas velocity number (N gV) dengan Persamaan (4-73)
21. Periksa pola aliran yang terjadi untuk menentukan apakah metode
Hagedorn & Brown masih dapat dilanjutkan, dan hitung harga A sebagai
 berikut :

 0,2218 ( v sL + v sg  ) 2 


 A = 1,071 −   …….. (4-85)
 d  
Apabila harga A ≥ O,13, gunakan harga tersebut untuk perhitungan
selanjutnya, tetapi apabila harga A < 0.13 maka gunakan harga
A = 0,13 untuk perhitungan selanjutnya. Selanjutnya hitung harga B,
dengan rumus sebagai berikut ;
v sg 
 B = …….. (4-
v sg  + v sL
86)
Apabila harga (B - A) bernilai positif atau sama dengan no1, maka metode
Hagedorn & Brown ini dapat digunakan. Tetapi bila bemilai negatif; maka
metode Hagedorn & Brown tidak dianjurkan untuk digunakan.
22. Hitung pipa diameter number (Nd) dengan memakai Persamaan (4- 74).
23. Hitung fungsi korelasi Hold-up sebagai berikut :
0,1
   N  Lv     

 
   P     C  NL  
Ψ=   
  …….. (4-
  N  gv 0,575   14,7  
   N 
  d   
      
87)
24. Berdasarkan Gambar 4.8, tentukan harga H L/Ψ
25. Tentukan harga faktor koreksi sekunder dengan korelasi parameter Φ :
  N  gv ⋅ N  Lv0,38  
φ  =    …….. (4-88)
  N d 2,14  
   
26. Tentukan Ψ dari Gambar 4.17
27. Hitung harga HL, dengan rumus :

=    
 H 
 H  L  L  (Ψ) …….. (4-89)
  Ψ  
untuk cairan yang viskositasnya rendah, tidak perlu dilakukan koreksi
dimana Ψ = 1
28. Hitung bilangan Reynold dua fasa (NRe)TP dengan persamaan :

2,2 x10 −2 w
( N Re )TP  = …….. (4-
 H 
( d )( µ  L ⋅ L)( µ  g 1− H  ⋅ L)
90)

29. Tentukan harga ε/d, apabila harag ε tidak diketahui, gunakan harga
0,00015 ft yang mana harga tersebut merupakan harga rata – rata untuk 
commercial pipe.
30. Tentukan faktor gesekan dengan menggunakan Gambar 4.15
31. Hitung densitas dua fasa rata – rata, ada dua cara :
- Dengan memperhitungkan slip :
 ρ m =  ρ  L H  L + ρ  g  (1 − H  L ) …….. (4-91)
- Tanpa memperhitungkan slip, caranya sama dengan prosedur 
  perhitungan mulai langkah 1 sampai 7 pada metoda Poettman dan
Carpenter, kecuali bahwa digunakan tekanan dan temperatur rata – rata
antara titik – titik tekanan. Bandingkan kedua harga densitas tersebut,
dan yang digunakan adalah densitas yang paling besar.
32. Ulangi langkah 5,7,16,17, dan 19 untuk tekanan P1 dan P2
33. Hitung kecepatan campuran dua fasa pada tekanan P1 dan P2 sebagai
 berikut :
vm1 = vsL1 + vsg1 …….. (4-92)
vm2 = vsL2 + vsg2 …….. (4-93)
34. Tentukan harga Δ(vm2), yaitu :
Δ(vm2) = vm12 - vm22 …….. (4-94)
35. Hitung H yang sesuai dengan P = P1 – P2, yaitu :

   vm 2  
144∆ p −  ρ m ⋅ ∆  
 
 2  gc
   
∆h = …….. (4-95)
 f  ⋅ w2
 ρ m +
2,9652 x10 ⋅ d  ⋅  ρ m
11 5

36. Mulai dari P2 dan kedalaman titik tekanan P2, anggaplah titik tekanan
yang lain dan ulangi prosedur diatas sampai mencapai kedalaman yang
dimaksud.

4..4. Kelompok Yang Memperhatikan Slip Dan Pola Aliran

Metode Orkiszewski
Orkiszewski menekankan bahwa liquid hold-up diperoleh dari pengamatan
fenomena fisik dan gradien tekanan tersebut dihubungkan dengan distribusi
geometri dari fasa cairan dan gas. Orkiszewski membedakan empat tipe pola
aliran yang terjadi dan menyiapkan korelasi yang berbeda untuk menentukan slip
velocity dan faktor gesekan untuk tiap-tiap pola aliran. Keempat pola aliran
tersebut. yaitu : bubble flow, slug flow, transition flow dan mist flow. Persamaan
gradien tekanan berdasarkan metode Orkiszewski adalah sebagai berikut :
 
 ρ + ∆ 
∆ p = 1   p  f   
∆h 144  W t  q g   …….. (4-
1 − 2


 4637  A  p  p 

96)
dimana:
Ρ = densitas rata-rata fluida, lb/cuft
Δp = penurunan tekanan, psi
 p = tekanan rata-rata, psi
Wt = laju aliran massa total, lbm/sec
ΔPf = gradien tekanan akibat gesekan, psi/ft
qg = laju aliran volumetrik gas, cuft/sec
Δh = perubahan kedalaman, ft

Gambar 4.18
4)
Kurva Faktor Gesekan oleh Orkiszewski

Metode Duns dan Ros


Metode Duns dan Ros dikembangkan berdasarkan penelitian di
laboratorium dan diperbaiki serta disesuaikan dengan menggunakan data
lapangan. Pendekatan yang dilakukan Duns dan Ross berbeda dengan peneliti-
 peneliti lainnya.
1. Duns dan Ross mendefinisikan gradien tekanan statik sebagai komponen
gradien tekanan akibat perubahan elevasi (ketinggian)
2. Mengembangkan korelasi untuk menentukan faktor gesekan berdasarkan
data laboratorium untuk tiga daerah aliran
Gradien tekanan total menurut Duns dan Ross, merupakan gabungan
antara gradien statik, gradien akibat gesekan dan gradien percepatan. Perubahan
antara fasa dan fasa cair tercakup dala gradien statik dan dijaga tetap terpisah dari
 pengaruh gesekan.
Duns dan Ross membagi aliran menjadi tiga jenis pola aliran dan pada
masing-masing pola aliran dikembang korelasi-korelasi untuk menentukan slip
dan faktor gesekan. Gradien tekanan dP/dh dinyatakan sebagai fraksi dari gradien

cairan hidrostatik (ρ ), yaitu :


LG

  1   dP  
G= 
  
  dh   ……(4-97)
 ρLG    
Dimana G, G = dimensionless pressure gradien.
Hold up dan gradien tekanan sangat tergantung pada aliran gas, dimana
Duns dan Ross menunjukkan bahwa bubble flow terjadi pada laju aliran gas yang
rendah. Pada pola bubble flow ini cairan merupakan fasa yang kontinyu dan
merupakan gelembung-gelembung. Pola aliran ini gradien tekanan yang terjadi
hampir sama dengan gradien hidrostatis dari cairan. Gesekan dengan dinding pipa
akan memperbesar harga gradien tekanan, dimana hal ini terjadi pada laju aliran
 besar.
Untuk laju cairan yang rendah (V sL< 40 cm/det) peningkatan laju aliran
gas menyebabkan jumlah gelembung gas yang lebih besar dan membentuk seperti
 peluru. Pola aliran ini disebut plug flow. Dan pertambahan laju aliran gas, plug
tersbeut menjadi tidak stabil dan pecah, sehingga pola aliran berubah menjadi slug
flow. Untuk perubahan aliran tersebut faktor gesekan pada dinding pipa masih
diabaikan.
Pada laju aliran gas yang tinggi (V sg>1500 cm/det dan V sL< 40 cm/det)
aliran berubah dari slug flow menjadi mist flow. Apabila ini terjadi, fasa gas
merupakan fasa kontinyu dan cairan akan terbawa aliran gas dalam bentuk butir-
  butir cairan. Faktor gesekan pada pola aliran ini (mist flow) merupakan unsur 
 penting dalam penentuan gradien laju aliran gas. Suatu hal yang perlu diingat ada
setelah gradien tekanan melampaui harga minimumnya, maka harga gradien
tekanan tersbeut akan meningkat dengan cepat.
Apabila laju aliran cairan bertambah mencapai VsL>160 cm/det, pola aliran
yang terjadi menjadi sukar untuk diamati dan plug flow tidak terjadi lagi serta
aliran menjadi turbulen dan cairan akan berbuih (fronthy) dengan adanya
gelembung-gelembung gas. Dengan bertambahnya aliran gas akan terjadi
 pemisahan anara gas dengan cairan yang menyebabkan terbentuknya slug flow.
Pada saat dimana VsL>5000 cm/det, maka pola aliran berubah menjadi mist flow.
Duns dan Ross mengembangkan empat kelompok tidak berdimensi yag
digunakan di dalam korelasinya, yaitu :
1. Gas Velocity Number :
1

 ρL   4

  
 Ngv = Vsg   r    ……..(4-98)
2. Liquid Velocity Number :
1

 ρL   4

  
 NLv = VLv   r    ……..(4-99)
3. Diameter Number :
1

 ρL   2

  
 Nd = d   r    ……(4-100)
4. Liquid Viscosity Number :
1

  1   4

  
3  
 NL = µ
ρ
  L  
.r 
……(4-101)
L

Dimana :
d = diameter dalam dari tubing, ft
ρ L = densitas cairan, lbm/cuft
VsL = superfacial liquid velocity, ft/det
ρ L = viscositas cairan , cp
r = tegangan permukaan, dyne/cam
Dengan menggunakan kelompok tak berdimensi tersebut membuat
korelasi untuk menentukan slip velocity “S” dan bentuk tak berdimensi.
Setiap harga S tersebut tergantung pada pola aliran yang terjadi dan
apabila harga S = 0 berarti hold up sama dengan nol dan ini terjadi pada pola
aliran mist. Sedangkan korelasi untuk menentukan gesekan juga tergantung pada
  pola alirannya. Dengan demikian untuk menentukan gradien tekanan aliran
  pertama-tama harus diperkirakan pola aliran yang terjadi, sesuai dengan laju
aliran dari masing-masing fasa serta keadaan dari pipa (diemeter, kekerasan, dan
sebagainya). Seperti diketahui bahwa menurut Ross gradien tekanan total adalah
  penjumlahan dari gradien statik, gradien gesekan dan gradien percepatan.
Sedangkan besarnya gradien statik adalah sebagai berikut :
HL. ρ L.g + (1-HL) ρ g.g ……(4-102)
Dimana HL adalah Liquid hold up. Gradien umumnya diabaikan dengan demikian.
dP
= HL. ρ L.g +(1-HL) ρ g.g + (gradien gesekan) ....…(4-103)
dh
Apabila gradien tekanan dinyatakan dalam fraksi dari gradien hidrostatik cairan,

ρ Lg , maka Persamaan (4-91) menjadi :

  1   dP   ρg
G= 
ρ    
  dh  = HL + (1-HL) ρ + (gradien gesekan) ……(4-104)
  LG   L

Dimana :
G adalah gradien tekanan tidak berdimensi
Sesuai dengan pengamatan yang dilakukan oleh dapat ditunjukkan bahwa
laju aliran yang rendah gradien tekanan tidak tergantung pada laju aliran gas, akan
tetap pada laju aliran tinggi gradien tekanan sangat dipengaruhi oleh laju aliran
gas. Pola aliran yang terjadi, selama pengamatan yang dilakukan oleh Ros dibagi
dalam tiga pola aliran utama tergantung pada jumlah gas yang mengalir yaitu :
Daerah I : Fasa cair kontinyu dan pola aliran dapat merupakan bubble flow, plug
flow dan sebagian merupakan froth flow.
Daerah II : Pada daerah ini fasa cair dan gas berseling-seling. Pola aliran yang
tercakup dalam daerah ini adalah plug flow dan sebagian dari froth
flow (sisa dari daerah I)
Daerah III : Gas merupakan fasa yang kontinyu dan pol aliran yang terjadi di
daerah ini adalah mist flow.
Ketiga daerah aliran tersebut, membedakan korelasi yang digunakan untuk 
menentukan slip velocity maupun hup serta faktor gesekan. Penentuan daerah
aliran berdasarkan parameter-parameter NLV, Ngv, L2, dan Nd. Oleh daerah aliran
tersebut digambarkan dalam suatu peta pola aliran seperti yang diperlihatkan pada
gambar dibawah ini. Peta pola aliran Gambar 4.11 tersebut merupakan fondasi
dari NLV dan Ngv oleh karena kedua parameter tersebut mempunyai kaitan
langsung dengan laju aliran cairan dan gas. Dalam bentuk matematis daerah aliran
tersebut dapat pula diperkirakan berdasarkan batasan-batasan sebagai berikut :

Gambar 4.19
Daerah Aliran Dari Korelasi Duns & Ross 24)

Daerah I : 0 < Bgv < (L1 + L2 Ngv)


Daerah II : (L1 + L2 NLv) < Ngv < (50 + 36 N Lv)
Daerah III : Ngv > (75 + 84 N Lv.0.75)
L1 dan L2 merupakan fungsi dari N d dan hubungan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 4.20.
Gambar 4.20
Hubungan Antara Faktor L Dengan Diameter Number N d 19)

Liquid hold up yang terjadi juga mempunyai kaitan slip velocity, V s, yaitu
sebagai berikut :
Vsg VsL
Vs = − ……(4-105)
1−HL HL

Slip velocity apabila dinyatakan dalam bentuk tak berdimensi adalah sebagai
 berikut :

S = Vs (ρ L/gr) ¼ ….….(4-
106)

Dengan demikian apabila S dapat ditentukan maka Vs, HL akhirnya


gradien tekanan dP/dh dapat diturunkan. Persamaan yang dipergunakan untuk 
menentukan harga berbeda-beda tergantung pada daerah alirannya yaitu :
Untuk daerah I :
2
   N gv  
S = F1 + F2 . NLV + F3   
  ..……(4-107)
 1 + N Lv  

Dimana :
F4
F 3 = F3 -
 N d

Untuk daerah II :
 N gv 0,982 + F6
S = (1+F5) …….(4-
(1 + F7 N Lv ) 2
108)
Dimana :
F6 = 0.029 Nd + F6

Untuk daerah III :


VsL
S = 0 dengan demikian H L
VsL + Vsg
Parameter-parameter F1, F2, F3, F4, F5, dan F6 ditentukan dengan
menggunakan kurva pada gambar dibawah ini. selain itu Duns dan Ross
menyatakan bahwa antara mist flow dan slug flow terdapat gas cap dan apabila
kondisi ini ditemukan maka gradien tekanannya ditentukan secara interpolas
antara gradien tekanan untuk mist flow dan slug flow.
Gradien tekanan akibat dari gesekan dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
Untuk daerah II dan III :

 dP  f  = 4 f w ρL VsL


2
  Vsg  
   1 +  
  …..(4-
 dh   2d   VsL  

109)
Berdasarkan data percobaan untuk menentukan harga gesekan maka Duns dan
Ross membuat persamaan-persamaan sebagai berikut :
f 1 .f 2
f w = ……(4-
f 3

110)
Harga f 1 ditentukan dengan menggunakan gambar dibawah ini dimana harga f 1
merupakan fungsi dari bilangan Reynold.
Gambar 4.21
Hubungan Antara F1, F2, F3, F4, Dengan Viscosity Number NL 24)

Gambar 4.22
Hubungan Antara F5, F6, F7, Dengan Viscosity Number N L 24)
Gambar 4.23
24)
Grafik Koreksi Gesekan Gelembung

Harga F2 merupakan koleksi adanya gas liquid ratio dan ditentukan dengan
Gambar 4.23 yang mana harga f 2 tersebut meerupakan fungsi dari f 1 RNd2/3. R 
adalah gas liquid ratio. Harga f 3 merupakan faktor koreksi tambahan terhadap
viskositas dan GRL dan ditentukan dengan persamaan :
Untuk daerah III, gradien tekanan akibat gesekan dihitung dengan
 persamaan :

 dP  f  = 4 f w ρL VsL


2

   ....…..(4-
 dh   2d

111)

Oleh karena merupakan aliran gas, maka tidak terjadi slip dan faktor 
gesekan (f w) ditentukan dengan mengggunakan diagram Moody, terapi merupakan
fungsi :

ρg Vsg d
 NRe = ....…..(4-
µg
112)

Prosedur perhitungan gradien tekanan dengan metode Duns dan Ross adalah
sebagai berikut :
1. Tentukan specific gravity dari minyak ( ϒ o)
2. Tentukan massa fluida yang berasosiasi dengan 1 STB cairan,
  1  + γ    WOR   
m = ϒ o (350)    w   +(0,0764) (GRL) ϒ g
 1 + WOR     1 + WOR   

3. Tentukan density fasa cair 


  1  + γ    WOR   
ρ L = 62,4 [    w   ]
 1 + WOR     1 + WOR   
4. Tentukan tekanan rata-rata,
( p1 + p 2 )
P= +14,7
2
5. Tentukan temperatur rata-rata,
( T1 + T2 )
T=
2
6. Tentukan harga faktor kompresibilitas Z
7. Tentukan density fasa gas rata-rata
   p   520   1  
ρ g = ϒ g (0,0764)       
 14 ,7    T   Z  
8. Hitung viskositas rata-rata berdasrkan korelasi yang ada.
9. Tentukan viskositas air rata-rata, dengan menggunakan korelasi yang telah
tersedia
10. Hitung viskositas cairan campuran,
  1  + µ   WOR   
µ =µ    w   
L o
 1 + WOR     1 + WOR   
11. Hitung tegangan permukaan cairan campuran
  1  + τ   WOR   
τ L = τ o    w   
 1 + WOR     1 + WOR   
12. Tentukan R s pada P dan T
13. Tentukan Bo pada P dan T
14. Hitung luas penampang pipa
15. Hitung liquid vicosity number (N L) dengan menggunakan Persamaan
(4-101)
16. Hitung harga VsL dengan mangangap B w = 1
17. Hitung liquid velocity number (N Lv) dengan menggunakan Persamaan
(4-99)
18. Hitung superficial gas velocity (Vsg)
19. Tentukan gas velocity number (N gv) dengan Persamaan (4-98)
20. Hitung pipe diameter number (Nd) dengan Persamaan (4-100)
21. Tentukan daerah pola aliran dengan menggunakan Gambar 4.19 atau
dengan menggunakan batasan-batasan daerah aliran
22. Tentukan slip velocity (Vs) dalam hal ini daerah aliran adalah daerah I dan
II maka digunakan persamaan :
S
Vs =
1,938 ( ρ L / τ L )
1/ 2

23. Hitung liquid holp up dengan persamaan


1
Vs − Vsg − VsL + [( Vs − Vsg ) 2 + 4 Vs VsL ] 2
HL
2 Vs

24. Tentukan liquid Reynold number (N Re) dengan persamaan


1488 ρL VsL d
 NRe =
µL
25. Tentukan gradien tekanan akibat gesekan sesuai dengan aliran yang
terjadi, yaitu Persamaan (4-109) dan Persamaan (4-111) untuk daerah III.
Sebagai tambahan untuk daerah III, dalam menghitung gradien tekanan
akibat gesekan perlu diperhatikan mengenai harga kekasaran pipa.
Apabila E > 0,05 d, harga f 1 ( = f w) ditentukan dengan persamaan :
1
f 1 = + 0,067 (ε / d)1,73
4 long (0,027 ε / d) 2

dan harga diameter yang digunakan untuk selanjutnya adalah d- ε .

Dengan demikian untuk menghitung V gs adalah dengan persamaan :


Vsg d 2
Vsg
(d − ε)
26. Tentukan gradien statik dengan persamaan :
ρg
Gst = HL + (1-HL)
ρL
27. Tentukan gradient tekanan total
- Untuk daerah I dan II
Gtot = Gst + Gfr 

Dimana, Gfr  = 2 f w (ρ g/ρ L) (Ngv2/Nd)

Anda mungkin juga menyukai