Anda di halaman 1dari 147

HUBUNGAN ANTARA PERAN ORANG TUA, TEMAN

SEBAYA DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT TERHADAP


NOMOFOBIA PADA REMAJA

SKRIPSI

Khasna Rofifah
1911020240

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2023
HUBUNGAN ANTARA PERAN ORANG TUA, TEMAN
SEBAYA DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT TERHADAP
NOMOFOBIA PADA REMAJA

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Keperawatan

Khasna Rofifah
1911020240

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2023

ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi yang diajukan oleh :

Nama : Khasna Rofifah

NIM : 1911020240

Program Studi : Keperawatan S1

Fakultas : Ilmu Kesehatan

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Menyatakan dengan sebenar benarnya bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan

benar serta bukan hasil penjiplakan dari skripsi karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat apabila kelak dikemudian hari terbukti ada

unsur penjiplakan, saya bersedia mempertanggung jawabkan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

Purwokerto, 25 Juli 2023


Yang membuat pernyataan

Khasna Rofifah

iii
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi yang dilakukan oleh :

Nama : Khasna Rofifah

NIM : 1911020240

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Fakultas : Ilmu Kesehatan

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Judul : Hubungan Antara Peran orang tua, Teman sebaya

dan Lingkungan Masyarakat Terhadap Nomofobia

pada Remaja

Telah diterima dan disetujui

Purwokerto, 25 Juli 2023

PEMBIMBING

Dr. Supriyadi, S.KM., M.K.M.

NIK. 2160134

iv
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi yang diajukan oleh ;


Nama : Khasna Rofifah
NIM : 1911020240
Program Studi : Keperawatan S1
Fakultas : Ilmu Kesehatan
Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Judul : Hubungan antara Peran orang tua, Teman sebaya
dan Lingkungan Masyarakat terhadap Nomofobia
pada Remaja
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan
(S.Kep) pada Program studi Ilmu Keperawatan. Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
DEWAN PENGUJI

Penguji 1 : Ns. Dedy Purwito, S.Kep., M.Sc, Ph.D


(..…..………)

Penguji 2 : Ns. Ulfa Azizah, S. Kep., M. Kep


(...….………)

Penguji 3 : Dr. Supriyadi, S.KM., M.K.M.


(...….………)

Ditetapkan di Purwokerto

Tanggal : 25 Juli 2023


Mengetahui
Dekan FIKES

Assoc. Prof. Dr. Ns. Umi Solikhah


NIK. 2160188

v
MOTTO

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”

(Q.S Al-Baqarah, 2 : 286)

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.

Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan”

(Q.S Al-Insyirah, 94:56)

“God has perfect timing, never early, never late. It takes a little patience and it

takes a lot of faith, but it’s a worth the wait.”

“Orang lain ga akan bisa paham struggle dan masa sulitnya kita, yang mereka

ingin tahu hanya bagian success storiesnya. Jadi berjuanglah untuk diri sendiri

meskipun ga akan ada yang tepuk tangan. Kelak diri kita di masa depan akan

sangat bangga dengan apa yang kita perjuangkan hari ini, tetap berjuang ya !”

vi
HALAMAN PERSEMBAHAN

Bismillahirahmanirrohim, Alhamdulillah puji syukur Kepada Allah SWT. Yang


telah memberikan nikmat yang sangat luar biasa, memberi saya kekuatan ,
memberkati saya dengan ilmu pengetahuan serta memperkenalkan saya dengan
cinta. Atas karunia serta kemudahan yang engkau berikan, akhirnya skripsi ini
dapat terselesaikan tepat waktu. Segala perjuangan saya hingga titik ini, saya
persembahkan teruntuk orang – orang hebat yang selalu menjadi penyemangat,
menjadi alasan saya kuat sehingga bisa bertahan sampai dengan titik ini.

Bapak, ibu orang tuaku yang hebat yang selalu menjaga penulis dalam doa-
doanya terima kasih telah memberi semangat, motivasi serta cinta kepada saya
selama berada dibangku kuliah sampai sekarang ini sehingga saya dapat
menyelesaikan skripsi dengan tepat waktu Kakak, adek dan semua keluarga
terima kasih selalu memberi dukungan selama saya menempuh perkuliahan dan
telah memberikan semangat kepada saya untuk terselesaikannya skripsi ini.

Dosen pembimbing Bapak Dr. Supriyadi, S.KM., M.K.M. yang selalu memberi
memberikan masukan dan arahan demi perbaikan skripsi ini, terimakasih atas
bimbingan yang sudah diberikan kepada saya sehingga skripsi ini bisa selesai
dengan baik dan tepat waktu.

Teman – teman saya Erica, Risya, Putri Adis, Selvina terimakasih selalu
memberikan dukungaan, motivasi, arahan dan menjadi pendengar yang baik bagi
saya selama diperkuliahan dan selama penulisan skripsi ini. Semoga kita selalu
diberi kemudakan serta kelancaran dalam segala hal. Dan saya ucapkan
terimakasih juga kepada pemilik nim 1917405124 yang telah memberikan
support, menjadi sosok rumah tempat berkeluh kesahku, menjadi pendengar yang
baik, mendahulukan kepentinganku, meluaangkan waktu, tenaga dan pikiran.
Terimakasih sudah menjadi bagian dari perjalananku hingga saat ini.

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-
Nya, dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Hubungan Antara Peran orang
tua, Teman sebaya, Lingkungan Masyarakat Terhadap Nomofobia pada Remaja.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Penulis
menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit untuk
menyelesaikan kripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1) Dr. Jebul Suroso, S.Kep., M.Kep., selaku Rektor Universitas


Muhammadiyah Purwokerto;
2) Assoc. Prof. Dr. Ns. Umi Solikhah selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto;
3) Ns. Happy Dwi Aprilina, S. Kep., M.Kep., selaku Ketua Program Studi
Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto;
4) Dr. Supriyadi, S.KM., M.K.M., selaku pembimbing yang telah memberi
berbagai informasi dan bimbingan tentang tata laksana penyusunan
skripsi, telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran dalam penyusunan
skripsi ini;
5) Ns. Dedy Purwito, S.Kep., M.Sc, Ph.D selaku Penguji I yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk dapat menguji
kelayakan skripsi penelitian ini;
6) Ns. Ulfa Azizah, S. Kep., M. Kep selaku Penguji II yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk dapat menguji
kelayakan skripsi penelitian ini;
7) Bapak dan ibu serta saudara tercinta yang telah memberikan dukungan
baik secara material maupun moral;

viii
8) Serta kepada semua pihak yang terlibat dan tidak dapat disebutkan satu
persatu.

Akhir kata semoga ALLAH SWT yang memberikan balasan atas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu. Aamiin.

Purwokerto, 25 Juli 2023

Penulis

ix
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKDEMIK

Sebagai sivitas akademika Universitas Muhammadiyah Purwokerto dan


demi pengembangan Ilmu pengetahuan, saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Khasna Rofifah
NIM : 1911020240

Program Studi : Keperawatan S1


Fakultas : Ilmu Kesehatan
Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Jenis Karya : Skripsi


Menyetujui untuk memberikan Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalti-Free Right) kepada Universitas Muhammadiyah Purwokerto atas karya
skripsi ilmiah saya yang berjudul :
Hubungan antara Peran Orang Tua, Teman Sebaya dan Lingkungan Masyarakat
terhadap Nomofobia pada Remaja
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Muhammadiyah Purwokerto berhak menyimpan
mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam benttuk pangkalan data
(database), merawat, dan mempublikasikan Skripsi saya dengan tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai Hak Cipta.
Peryataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Purwokerto, 25 Juli 2023


Yang menyatakan,

Khasna Rofifah

x
HUBUNGAN PERAN ORANG TUA, TEMAN SEBAYA DAN
LINGKUNGAN MASYARAKAT TERHADAP NOMOFOBIA PADA
REMAJA

1
Khasna Rofifah , Supriyadi2
Program Studi Ilmu Keperawatan S1, Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Email : hasnarf73@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Perkembangan teknologi terus menerus menyebabkan


perubahan gaya hidup masyarakat. Banyak kalangan anak muda berusia dari 15-
21 tahun sangat cenderung mengalami nomofobia. Nomofobia adalah ketakutan
atau kecemasan seseorang jika jauh dari kontak smartphone.
Tujuan: Untuk menganalisis hubungan antara peran orang tua, teman sebaya dan
lingkungan masyarakat terhadap nomofobia pada remaja.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain survey analitik dengan pendekatan
cross sectional. Sampel penelitian ini berjumlah 78 responden yang diambil dari
kelas X dan XI dengan metode simple random sampling pada bula Mei 2023.
Instrumen penelitian menggunakan lembar kuesioner.
Hasil: Jenis kelamin responden terbanyak perempuan, usia 15 - 16 tahun dan
waktu penggunaan smartphone >4 jam perhari, responden dalam penelitian ini
adalah kelas X dan XI. Sebagian besar responden mengalami nomofobia sedang,
peran orang tua siswa dalam kategori baik, peran teman sebaya negatif dan peran
lingkungan masyarakat buruk.
Kesimpulan: Hasil analisis statistik dengan uji Chi Square didapatkan nilai ⍴-
value 0,026 untuk variabel peran orang tua, nilai ⍴-value 0,001 untuk variabel
teman sebaya, nilai ⍴-value 0,011 untuk variabel lingkungan masyarakat. Dari
ketiga variabel tersebut bisa dikatakan ke 3 variabel tersebut memiliki hubungan
dengan nomofobia pada remaja. Semakin sering gadget mendampingi
penggunanya dalam kehidupan sehari-hari maka semakin jauh atau tidak peduli
pengguna dengan lingkungan sekitarnya.
Kata kunci : Nomofobia, peran orang tua, teman sebaya, lingkungan masyarakat,
remaja.

xi
THE CORRELATION BERWEEN PARENTAL ROLE, PEER
INFLUENCE AND COMMUNITY ENVIRONMENTS ON NOMOPHOBIA
AMONG ADOLESCENTS

1
Khasna Rofifah , Supriyadi2
S1 Nursing Science Study Program, Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Email : hasnarf73@gmail.com

ABSTRACT

Background: The continuous advancement of technology has led to lifestyle


changes in society. Many young individuals aged 15-21 are increasingly prone to
experiencing nomophobia. Nomophobia refers to an individual’s fear or anxiety
when separated from their smartphone.
Objective: The study aimed to analyze the correlation between the roles of
parents, peers and the community environment on nomophobia among
adolescents.
Method: This study employed an analytical survey design with a cross-sectional
approach. The sample consisted of 78 respondents selected from 10th and 11th-
grade clasess using simple random sampling in May 2023. The research
instrument utilized a questionnaire.
Results: Most respondents were female, aged between 15 and 16 years, and used
smartphones around 4 hours daily. The respondents included students from 10 th
and 11th grades. Most respondents experienced moderate levels of nomophobia.
The parental role was categorized as good, peer influence was negative, and the
community environment role was poor.
Conclision: The statistical analysis using the Chi-square test indicates a p-values
of 0.026 for the parental role variable, 0.001 for the peer influence variable, and
0.011 for the community environment variable. From these frequently gadgets
accompany users daily, the further they may be from or less concerned about their
surrounding environments.
Keywords: Nomophobia, parental role, peer influence, community environment,
adolescents.

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS...................................................... iii


HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................... v
MOTTO ...................................................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................................ vii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................................ x
SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKDEMIK ................................................... x
ABSTRAK .................................................................................................................. xi
ABSTRACT ............................................................................................................... xii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xv
DAFTAR TABEL..................................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xvii
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 8
C. Tujuan ................................................................................................................ 8
D. Manfaat Penelitian ............................................................................................. 8
BAB II ........................................................................................................................ 10
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 10
A. Hasil Penelitian Terdahulu ............................................................................... 10
B. Landasan Teori ................................................................................................. 14
1. Nomofobia .................................................................................................... 14
2. Peran orang tua ............................................................................................. 22
3. Teman sebaya ............................................................................................... 25
4. Lingkungan Masyarakat ............................................................................... 29
5. Remaja .......................................................................................................... 32

xiii
6. Teori Health Belief Model (HBM) ............................................................... 37
C. Kerangka Teori Penelitian................................................................................ 43
D. Kerangka Konsep ............................................................................................. 44
E. Hipotesis ........................................................................................................... 44
BAB III ....................................................................................................................... 45
METODE PENELITIAN ......................................................................................... 45
A. Desain Penelitian.............................................................................................. 45
B. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................................... 45
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling........................................................... 45
D. Variabel Penelitian ........................................................................................... 47
E. Definisi Operasional......................................................................................... 48
F. Instrumen Penelitian......................................................................................... 49
G. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data ................................................. 54
H. Alur Penelitian ................................................................................................. 62
I. Etika Penelitian ................................................................................................ 64
BAB IV ..................................................................................................................... 67
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 67
A. Hasil Penelitian ................................................................................................ 67
B. Pembahasan ...................................................................................................... 70
C. Keterbatasan Penelitian .................................................................................... 91
BAB V......................................................................................................................... 92
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 92
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 92
B. Saran................................................................................................................. 93
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 95
LAMPIRAN ............................................................................................................... 97

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Kerangka Teori ................................................................................. 43


Gambar 2. 2 Kerangka Konsep ............................................................................. 44

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Hasil Penelitian Terdahulu ................................................................... 10


Tabel 3. 1 Definisi Operasional ............................................................................ 48
Tabel 3. 2 Indikator Variabel Peran orang tua ...................................................... 50
Tabel 3. 3 Indikator Variabel Teman sebaya ........................................................ 51
Tabel 3. 4 Kuesioner Lingkungan Masyarakat ..................................................... 52
Tabel 3. 5 Kuesioner nomofobia (NMP – Q) ........................................................ 52
Tabel 3. 6 Kriteria Peran orang tua ....................................................................... 58
Tabel 3. 7 Kriteria Teman sebaya ......................................................................... 59
Tabel 3. 8 Kriteria Lingkungan Sekitar................................................................. 60
Tabel 3. 9 Kriteria nomofobia ............................................................................... 61
Tabel 4. 1 Karakteristik responden ....................................................................... 67
Tabel 4. 2 Kategori peran orang tua, teman sebaya, lingkungan masyarakat, dan
nomofobia ............................................................................................................. 68
Tabel 4. 3 Uji Chi Square Peran orang tua terhadap nomofobia pada Remaja ..... 68
Tabel 4. 4 Uji Chi Square Teman sebaya terhadap nomofobia pada Remaja ....... 69
Tabel 4. 5 Uji Chi Square Lingkungan Masyarakat terhadap nomofobia pada
Remaja................................................................................................................... 70

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner .......................................................................................... 99


Lampiran 2. Permohonan Menjadi Responden ................................................... 104
Lampiran 3. Informed Consent ........................................................................... 105
Lampiran 4. Surat Permohonan Ijin Studi Pendahuluan ..................................... 106
Lampiran 5. Surat Validitas ................................................................................ 107
Lampiran 6 Kartu Bimbingan Proposal Skripsi .................................................. 108
Lampiran 7. Surat revisi seminar proposal ......................................................... 109
Lampiran 8 Kode Etik Penelitian ........................................................................ 110
Lampiran 9. Surat Ijin Penelitian ........................................................................ 111
Lampiran 10 Surat Selesai Penelitian ................................................................. 112
Lampiran 11 Karu Bimbingan Skripsi ................................................................ 113
Lampiran 12 Lembar Perbaikan Skripsi ............................................................. 114
Lampiran 13. Surat Bebas Plagiarisme ............................................................... 115
Lampiran 14 Lembar Pengesahan Terjemahan Judul Skripsi Oleh LDC ........... 116
Lampiran 15 Lembar Pengesahan Terjemahan Abstrak Oleh LDC ................... 117
Lampiran 16 Hasil Turnitin................................................................................. 118
Lampiran 17 Lembar Pernyataan Publikasi ........................................................ 119
Lampiran 18. Dokumentasi Penelitian ................................................................ 120
Lampiran 19 Hasil Output SPSS Validitas dan Realibilitas ............................... 122
Lampiran 20 Hasil Output SPSS Analisa Bivariat .............................................. 128

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi terus menerus menyebabkan

perubahan gaya hidup masyarakat. Pengenalan teknologi mobile tidak

hanya meningkatkan akses masyarakat terhadap informasi di seluruh

dunia, tetapi juga gaya hidup baru, perilaku baru dan bahkan bahasa

komunikasi baru mulai berkembang. Smartphone telah memasuki

kehidupan masyarakat dan semakin menyerbu kehidupan setiap orang,

dari yang termuda hingga yang tertua. Tidak dapat disangkal bahwa

smartphone telah menjadi bagian penting dari semua kehidupan kita,

terutama kaum muda (Lee et al., 2018).

Dengan pesatnya perkembangan teknologi digital, gaya hidup

masyarakat telah berubah dan banyak perangkat teknologi yang

menjadi penting (Guzel, 2018). Hubungan seseorang dengan

smartphone secara langsung mempengaruhi perilaku interpersonal dan

sosial (Rahayuningrum & Sary, 2019). Sebuah studi sebelumnya

menemukan bahwa orang mengalami ketakutan yang lebih besar atau

dikatakan ketidaknyamanan ketika mereka tidak terhubung ke

smartphone mereka (Arpaci et al., 2017) . Seperti kebanyakan orang,

smartphone telah menjadi item penting karena mereka

membutuhkannya sejak mereka bangun hingga tertidur (Muralidhar et

al., 2017). Diantara fitur yang ada pada smartphone, memberikan

1
kenyamanan dan kemudahan, sehingga menjadi masalah jika

digunakan secara berlebihan dan tidak bertanggung jawab. Salah satu dari

masalah yang muncul adalah nomofobia (Asih & Fauziah, 2017).

Menurut data terakhir, saat ini terdapat 6,37 miliar pengguna

smartphone di dunia dan jumlah ini masih terus meningkat dari tahun ke

tahun. Oleh karena itu, masuk akal untuk berasumsi bahwa prevalensi

nomofobia juga akan meningkat dari waktu ke waktu, karena didasarkan

pada penggunaan smartphone yang berlebihan. Survei Pemuda, Media

Sosial dan Teknologi AS tahun 2018 oleh The Pew Research Center

melaporkan bahwa semua (100%) berusia 16-29 tahun memiliki

smartphone, dengan 95% memiliki smartphone. (Rahmawati et al., 2019)

menjelaskan bahwa kelompok orang yang paling mungkin kecanduan

smartphone dan internet adalah pelajar daripada kelompok lain di

masyarakat. Hal ini dikarenakan pada masa ini siswa memasuki masa

remaja akhir yang merupakan fase transisi atau peralihan dari

perkembangan remaja pertengahan menuju perkembangan remaja

akhir/dewasa awal dan mengalami dinamika psikologis.

Jumlah pengguna smartphone di Indonesia diprediksi akan selalu

meningkat. Pengguna smartphone Indonesia 28,6 % dari populasi pada

tahun 2015. Jumlah pengguna smartphone dari waktu ke waktu semakin

meningkat, hanya saja di Indonesia meningkat lebih dari separuh jumlah

penduduk pada tahun 2018 terdapat peningkatan menjadi 56,2%,

kemudian pada tahun 2019, 63,3% penduduk menggunakan smartphone di

2
Indonesia, dan pada tahun 2020 mereka sudah lebih dari setengah populasi

70% orang Indonesia menggunakan smartphone (Pusparisa, 2019). Dalam

hal ini, presentase pengguna internet meningkat sebesar 8,9% dari tahun

2015 – 2019. Jadi bisa di prediksi jumlah penggunaan smarthphone di

Indonesia tahun 2022 bisa mencapai 90% orang pengguna smartphone.

Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia

(BALITBANG, KOMINFO, 2017) melaporkan hasil survei pengguna

smartphone di Indonesia. Berdasarkan jenis kelamin, 65,09% pengguna

smartphone di Indonesia adalah perempuan dan 67,1% adalah laki-laki,

sedangkan pengguna smartphone berdasarkan usia, yaitu. 20-29 tahun,

terdapat 75,95% pada kelompok usia 30-29 tahun. 68,3% berusia 9 tahun.

Usia 9-19 tahun adalah 65,3 tahun sebanyak 50,79%.

Hasil survey Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII) (2018)

menyatakan bahwa 64.8% atau 171,17 juta penduduk Indonesia

menggunakan jasa internet. Kontribusi penggunaan internet terbanyak

ada di pulau Jawa yaitu 55.6% dan kontribusi terbesar di pulau Jawa

yaitu provinsi Jawa Barat dengan 16.7%. Berdasarkan kategori usia

paling banyak menggunakan internet pada usia 15-19 tahun atau

sekitar 90%. Fenomena penggunaan smartphone di kalangan

penduduk, terutama di kalangan anak muda, bukanlah hal baru. Anak

muda sering terlihat bermain dengan perangkat elektronik, baik di luar,

di kendaraan pribadi maupun di angkutan umum. Masa remaja

3
merupakan fase kehidupan yang paling sensitif, baik secara internal

maupun sosial (De Morentin et al., 2014). Secara perkembangan, remaja

sangat terbuka terhadap hal baru, termasuk perkembangan teknologi

smartphone.

Keterbukaan anak muda terhadap perkembangan teknologi

dapat dilihat dari hasil kajian Markplus Insight Indonesia (Yulianti, 2014)

pengguna smartphone terbanyak adalah remaja kelompok usia 16 sampai

21 tahun dengan persentase 39%. Penggunaan smartphone secara tidak

langsung dapat menjadi ukuran eksistensi remaja dalam kelompoknya.

Diantisipasi bahwa sifat smartphone dan berbagai fungsi yang ada di

dalamnya akan mencerminkan citra diri anak muda. Namun, belum dapat

dipastikan apakah penggunaan telepon genggam secara optimal digunakan

dalam kehidupan sehari-hari. Tingginya penggunaan smartphone di

kalangan anak muda juga harus diimbangi dengan keterampilan

penggunaan smartphone.

Ketidakmampuan anak muda untuk memanfaatkan smartphone

secara maksimal dapat membuat mereka merasa terabaikan, malu,

terasing, kurang percaya diri dan mengalami gangguan mental

(emosional). Di sisi lain, jika anak muda terlalu sibuk dengan smartphone

dan tidak bisa mengendalikan diri, pasti akan menimbulkan masalah baru.

Tekanan yang ditimbulkan oleh perubahan kondisi sosial budaya dan

pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seringkali

menimbulkan masalah psikologis berupa nomofobia. Banyak anak muda

4
berusia antara 15 dan 21 tahun yang sangat mungkin menderita nomofobia

karena pada usia tersebut mereka tidak memiliki pekerjaan, hobi, atau

rutinitas lain yang memungkinkan mereka menghabiskan waktu dengan

smartphone.

Nomofobia dihasilkan dari kecanduan smartphone dan penggunaan

media sosial secara intensif atau untuk tujuan lain seperti hiburan dan

pencarian informasi. Nomofobia adalah dampak negatif. pada kehidupan

psikologis, sosial, akademik, dan profesional seseorang. Orang-orang

nomofobia takut kehilangan pesan, peristiwa, dan pengalaman di media

sosial (Yildirim & Correia, 2015) .

Ada beberapa faktor yang memicu munculnya nomofobia yaitu

pola asuh dari orang tua, lingkungan, adanya pengalaman dari masing –

masing individu dan kebiasaan dari individu itu sendiri.

Pentingnya peran orang tua dalam pemantauan anak anaknya guna

membentuk karakter anak dan menjaga keharmonisan keluarga, dan peran

orang tua disini penting dalam hal pemantauan anak terhadap smartphone

yang mereka punya, untuk mencegah terjadinya dampak yang negatif bagi

anak.

Hubungan antara remaja dengan teman sebayanya sangatlah erat,

sehingga membuat remaja sering kali lebih memilih untuk berbagi semua

masalah hidupnya dengan teman sebayanya daripada dengan orang tuanya

ataupun dengan gurunya. Masalah yang dihadapi remaja setiap hari

semakin kompleks, salah satu permasalahan remaja adalah nomofobia (no

5
mobile phone phobia). Jadi dalam hal ini peneliti tertarik untuk meneliti

terkait peran teman sebaya terhadap nomofobia pada remaja (Widyastuti &

Muyana, 2021)

Lingkungan sosial atau lingkungan masyarakat merupakan tempat

dimana setiap orang dapat melakukan aktivitas sehari – hari. Peran

lingkungan sebagai tempat interaksi sehari – hari dalam masyarakat

merupakan faktor penentu dalam perkembangan kepribadian dalam

masyarakat yang penuh keragaman dan faktor interaksi yang mendasari

para kaum milenial.dalam lingkungan yang baik, itu juga dapat

memberikan generasi yang baik (Asmuni, 2019).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gurbuz & Ozkan

(2020) yang meneliti terkait pengukuran tingkat nomofobia anak muda.

Sampel penelitian terdiri dari 400 orang muda yang tinggal di distrik

pedesaan provinsi Bursa di Turki. Dari 400 responden, 58% adalah

perempuan dan 42% adalah laki-laki. Usia peserta berkisar antara 17

hingga 29 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka tertinggi

penelitian ini 71,5% masuk kategori sedang. Pada penelitian ini

disimpulkan bahwa remaja berapa pada tingkat nomofobia sedang.

Penelitian yang dilakukan oleh Riyanti et al., (2021) tentang

gambaran nomofobia pada remaja, hasil penelitian menunjukkan bahwa

132 siswa (42.6%) mengalami nomofobia ringan, 45 siswa (14.5%)

mengalami nomofobia sedang dan 133 siswa (42.9%) mengalami

nomofobia berat. Kesimpulan hampir setengahnya remaja mengalami

6
nomofobia berat. Disarankan agar diberikan intevensi pendidikan

kesehatan tentang dampak nomophopia, mengalihkan penggunaan

smartphone untuk kegiatan pembelajaran.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti & Muyana

(2018) tentang potret nomofobia pada kalangan remaja dimana sampel

yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 540 siswa SMK yang diambil

dengan teknik simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa penggunaan smartphone di kalangan remaja yang menunjukkan

tingkat nomofobia pada siswa SMK terbanyak terdapat pada kategori

sedang yakni 35%.

Dari hasil studi pendahuluan / pengambilan data awal yang

dilakukan pada tanggal 14-15 Oktober 2022 pada siswa SMA N 1

Kejobong yang diaambil sebanyak 10 sempel. Kuesioner nomofobia ini

menggunakan jenis kuesioner NOMOPHOBIA QUESTIONNAIRE (NMP-

Q), menggunakan google from didapatkan hasil dengan kategori rendah,

sedang dan tinggi. Terdapat 60% siswa yang mengalami gejala Nomofobia

dengan kategori hasil sedang, dan 30% siswa yang mengalami nomofobia

tinggi dan 10% siswa yang mengalami nomofobia rendah.

Dari penilitian yang sudah dilakukan sebelumnya tentang

nomofobia, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang hubungan

antara peran orang tua, teman sebaya dan lingkungan sekitar terhadap

nomofobia pada remaja. Agar dapat diketahui apakah ada hubungan antara

peran orang tua, teman sebaya dan lingkungan sekitar terhadap nomofobia.

7
B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara peran orang tua, teman sebaya dan

lingkungan terhadap Nomofobia pada remaja

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengidentifikasi hubungan antara peran orang tua, teman sebaya dan

lingkungan terhadap nomofobia pada remaja

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik responden alam penelitian ini

b. Untuk mengetahui gambaran nomofobia yang terjadi pada remaja

c. Untuk mengetahui hubungan antara peran orang tua terhadap

Nomofobia pada remaja

d. Untuk mengetahui hubungan antara peran teman sebaya terhadap

nomofobia pada remaja

e. Untuk mengetahui hubungan antara peran lingkungan terhadap

nomofobia pada remaja

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi peneliti

Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan dan juga

pengalaman dalam melakukan penelitian ilmiah tentang ada tidak

hubungan peran orang tua, teman sebaya, dan lingkungan terhadap

nomofobia pada remaja. Dimana nomofobia ini adalah salah satu

masalah dikalangan anak remaja.

8
2. Manfaat bagi subjek penelitian

Menambah informasi, juga pengetahuan remaja tentang apa itu

nomofobia dan bisa melakukan pencegahan ataupun cara mengurangi

penggunaan smartphone yang berlebih secara mandiri.

3. Manfaat bagi ilmu pengetahuan

Penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbangsih bagi ilmu

pengetahuan dan referensi terutama untuk pembelajaran tentang

permasalahan remaja yang dimana salah satunya yaitu nomofobia

dengan menjadi sumber informasi dan bahan perbandingan bagi

penelitian selanjutnya.

4. Bagi para peneliti selanjutnya

Menjadi referensi dalam pengumpulan data dan dapat menambah

informasi terkait hubungan peran orang tua, teman sebaya dan

lingkungan terhadap nomofobia pada remaja.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian Terdahulu

Tabel 2. 1 Hasil Penelitian Terdahulu


No. Judul Penelitian Desain & Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
(penelitian, tahun) Metodologi
1. Faktor Penguat Metode penelitian ini Hasil penelitian ini Persamaan Perbedaan
yang Berhubungan menggunakan desain terdapat hubungan dalam dalam
dengan Kecanduan observasional analitik signifikan antara peran penelitian ini penelitian ini
Penggunaan yaitu cross sectional. orang tua dari remaja terdapat pada adalah
Smartohone pada Tempat penelitian ini dengan kecanduan desain responden
Remaja dengan berada di STIKES penggunaan penelitian dan penelitian dan
Pendekatan Precede dr.Soebandi Jember. smartphone dengan p metode teknik
Proceed Model Sampel penelitian ini value < α (0,01 < 0,05). penelitian dan pengambilan
sebanyak 51 remaja Ada hubungan variabel bebas sampel.
Peneliti : Dengan teknik signifikan antara peran yaitu peran
(Silvanasari & sampling berupa teman sebaya dari orang tua dan
Vitaliati, 2019) multistage random remaja dengan teman sebaya.
sampling. kecanduan penggunaan
smartphone dengan p
value < α (0,000 <
0,05). Remaja yang
memiliki orang tua
dengan pelaksanaan
peran yang kurang baik
dapat menimbulkan
kecanduan penggunaan
smartphone. Remaja
yang memiliki teman
sebaya dengan
pelaksanaan peran
yang kurang baik juga
menimbulkan adanya
kecanduan penggunaan
smartphone.
2. Hubungan Peran Jenis penelitian yaitu Peran orang tua dalam Persamaan Perbedaan
orang tua Dengan survey analitik penggunaan gadget di dalam dalam
Ketergantungan dengan rancangan gugus IX Kecamatan penelitian ini penelitian ini
Anak Terhadap cross sectional. Depok Sleman terdapat pada adalah
Penggunaan Gadget Populasi penelitian Yogyakarta sebanyak desain responden
yaitu seluruh orang 87% dalam kategori penelitian dan penelitian dan
tua dan anak pra baik. Sebanyak 86,4% metode teknik
Peneliti : (Khadijah, sekolah di TK Gugus perkembangan anak di penelitian dan pengambilan
2019) IX Kecamatan Depok TK gugus IX dalam variabel bebas sampel.
dengan jumlah kategori normal.
sampel 103 yang Hubungan peran orang
diambil secara tua dalam penggunaan
purposive sampling. gadget dengan
Instrumen penelitian perkembangan anak
menggunakan didapatkan p value

10
kuesioner. 0,008. Hubungan
durasi penggunaan
gadget dengan
perkembangan anak
didapatkan p value
0,005.
3. Konformitas Teman Menggunakan Analisis hasil Persamaan Perbedaan
sebaya Terhadap metode penelitian penelitian ini pada penelitian ini
Kecenderunga n kuantitatif, dengan menggunakan analisis penelitian ini terdapat pada
Kecanduan Media pengambilan data SPSS versi 20.0. terdapat pada teknik
Sosial Tiktok Pada menggunakan teknik terdapat hasil regresi metode pengambilan
Komunitas Remaja purposive sampling. menunjukkan r = 0,824 penelitian sampel. Dan
Di Seberang ULU 2 Subjek penelitian ini r2 = 0,678 P = 000 yaitu pada variabel
PALEMBANG sebanyak 152 subjek (p<0,05). Hasil analisis menggunakan terkait
yang menjadi anggota yang diperoleh metode
Peneliti : komunitas menunjukkan bahwa kuantitatif dan
(Puspitasar & tiktokcrew. adanya hubungan yang salah satu
Tama, 2021) Pengukuran yang sangat signifikan antara variabel bebas.
dilakukan konformitas teman
menggunakan alat sebaya dengan
ukur skala likert. kecenderungan
kecanduan media sosial
tiktok sebesar 67,8%
dengan demikian
hipotesis yang diajukan
diterima.
4. Hubungan Metode penelitian Hasil penelitian Persamaan Perbedaan
Penggunaan Gadget yang digunakan menunjukan ada dalam dalam
dengan Interaksi dalam penelitian ini hubungan yang penelitian ini penelitian ini
Sosial Anak Usia adalah metode signifikan antara terdapat pada terdapat pada
Dini di Kelurahan penelitian kuantitatif penggunaan gadget metode jenis
Pasir Panjang dengan jenis (X) dan interaksi penelitian penelitian.
Kecamatan Kota penelitian sosial (Y) dengan yaitu
Lama Kota Kupang korelasional. angka korelasi sebesar kuantitatif
Pengambilan sampel 0,808. Ini berarti dengan teknik
secara sampling semakin tinggi durasi pengumpulan
Peneliti : (Serlan et purposive. Teknik waktu anak dalam data
al., 2021) pengumpulan data menggunakan gadget menggunakan
untuk variabel X dan maka interaksi sosial kuesioner atau
variabel Y anak dengan angket.
menggunakan lingkungan sekitar
kuesioner atau yang semakin buruk.
angket. Direkomendasikan
agar orangtua
membatasi jam
bermain gadget anak
dan menyediakan
waktu untuk bermain
dengan anak serta
membiarkan anak
bermain dengan
teman sabayanya.
5. Gambaran Penelitia ini Hasil penelitian Persamaan Perbedaan
Nomophobia pada menggunakan desain menunjukkan bahwa dalam dalam
Remaja penelitian deskriptif 132 siswa (42.6%) penelitian ini penelitian ini

11
dengan populasi mengalami Nomofobia yaitu terletak terdapat pada
sebanyak 1363 siswa. ringan, 45 siswa pada Variabel teknik
Peneliti : (Riyanti et Pengambilan sampel (14.5%) mengalami dan responden pengambilan
al., 2021) menggunakan teknik nomofobia sedang dan dalam sampel dan
propotional random 133 siswa (42.9%) penelitian Desain
sampling sebanyak mengalami Nomofobia penelitian
310 siswa. Kuisioner berat. Kesimpulan
yang digunakan yaitu hampir setengahnya
Nomophobia remaja mengalami
Questionnare (NMP- nomofobia berat.
Q) yang dimodifikasi Disarankan agar
dan telah dilakukan diberikan intevensi
uji validitas. pendidikan kesehatan
tentang dampak
nomophopia,
mengalihkan
penggunaan
smartphone untuk
kegiatan pembelajaran.
6. Potret Nomophobia Penelitian ini Hasil penelitian Persamaan Perbedaan
(No Mobile Phone menggunakan jenis menunjukkan bahwa dalam dalam
Phobia) pendekatan deskriptif penggunaan penelitian ini penelitian ini
di Kalangan kuantitatif. Sampel smartphone di terdapat pada terdapat pada
Remaja dalam penelitian ini kalangan remaja yang responden variabel bebas
berjumlah 540 siswa menunjukkan tingkat atau sasaran
SMK yang diambil nomofobia pada penelitian
Peneliti : dengan teknik simple kategori sangat tinggi serta metode
(Widyastuti & random sampling. 5%, kategori tinggi penelitian
Muyana, 2018) Instrumen 31%, kategori sedang
pengumpulan data 35%,kategori rendah
yang digunakan 24%, dan kategori
dalam penelitian ini sangat rendah 5%.
menggunakan skala Hasil penelitian
nomofobia dan menggambarkan
analisis data sebagian remaja SMK
dilakukan dengan kota Yogyakarta
menggunakan standar mengalami nomofobia
deviasi dan pada kategori tinggi.
mean.
7. The Relationship Penelitian ini Menurut hasil, tingkat Persamaan Perbedaan
between Levels of menggunakan studi nomofobia siswa dari penelitian terletak pada
Nomophobia survei. Model survei sekolah ini adalah variabel bebas
Prevalence and diadopsi dalam menengah atas variabel dan metode
Internet Addiction penelitian ini, sebagai ditemukan sedikit di nomofobia, penelitian
among High School bagian dari survei ini, atas rata-rata. Berkaitan teknik dimana
Students: The 929 siswa sekolah dengan perbedaan pengumpulan pnelitian ini
Factors Influencing menengah dipilih gender, data yaitu menggunakan
Nomophobia secara acak di antara mahasiswi memiliki menggunakan jenis
siswa kelas 9 hingga kecenderungan yang kuesioner. penelitian
12 dari sekolah lebih tinggi untuk studi survey.
Peneliti : (Gezgin et menengah Turki di menunjukkan perilaku
al., 2018) berbagai bidang nomofobia
sosial ekonomi di dibandingkan dengan
provinsi Afyon, mahasiswa laki-laki.
Ankara, dan Mardin. Selain itu, tingkat kelas

12
Pengumpulan data siswa (yang juga dapat
menggunakan dianggap sebagai usia)
kuesioner demografi tidak berpengaruh pada
serta skala nomofobia prevalensi
dan skala kecanduan nomofobia. Mengingat
internet. durasi kepemilikan
smartphone, ditemukan
bahwa semakin
lama durasi
penggunaan
smartphone, semakin
tinggi risiko untuk
menunjukkan
perilaku Nomofobia.
Akhirnya, hasilnya
menunjukkan bahwa
semakin tinggi tingkat
kecanduan internet
siswa, semakin banyak
perilaku nomofobia
yang cenderung
mereka tunjukkan
8. Effect of Desain eksperimen Temuan dari analisis Persamaan Perbedaan
Nomophobia on the semu dengan multivariat pada terdapat pada
anxiety levels of kelompok kontrol mengungkapkan bahwa penelitian ini Desain
undergraduate non-ekuivalen. kecemasan negara adalah penelitian dan
students Sampel 64 meningkat secara terdapat pada variabel bebas.
mahasiswa S1 yang signifikan dengan variabel Penelitian ini
diambil dari salah waktu pada terikat, jenis menggunakan
Penulis : (Mir & satu universitas yang peserta yang memiliki kuesioner desain
Akhtar, 2020) berlokasi di nomofobia sedang dan yang eksperimen
Islamabad. yang tidak digunakan. semu dengan
Data yang terkumpul berhubungan dengan kelompok
dianalisis smartphone mereka control non-
menggunakan model sebagai hipotesis. ekuivalen,
linier umum untuk Namun, gangguan sedangka
melihat pengaruh kognitif dan sensorik peneliti
yang signifikan dari hanya bisa sedikit menggunakan
waktu dan perlakuan menunda kecemasan metode
terhadap tingkat dalam situasi yang penelitian
kecemasan keadaan menakutkan. kuantitatif
pada interval waktu dengan jenis
yang berbeda. survey cross
sectional
9. Nomophobia and Studi cross-sectional Nomofobia pada Persamaan Perbedaaan
Its Associated analitik, dengan mahasiswa adalah dalam terdapat pada
Factors in Peruvian menggunakan survei masalah yang sering penelitian ini metode dan
Medical Students online yang muncul dan muncul, yaitu terkait juga
disebarluaskan terutama pada usia nomofobia responden
melalui jejaring yang lebih muda dan penelitian
Penulis : (Copaja- sosial. Kami terkait dengan gejala serta
Corzo et al., 2022) menganalisis 3139 kecemasan atau perbedaan
tanggapan depresi. Menerapkan pada variabel
(perempuan: 61,1%, strategi evaluasi dan bebas
usia rata-rata: 22 intervensi dini akan

13
tahun) mendukung kesehatan
mental mahasiswa.
10. Peer pressure and Penelitian kuesioner Hasil penelitian Persamaan Perbedaan
adolescent mobile cross-sectional menunjukkan bahwa dalam terdapat pada
social media dengan sampel tekanan teman sebaya penelitian ini teknik
addiction: sebanyak 830 remaja. secara signifikan yaitu terletak pengambilan
Moderation memprediksi pada variabel sampel
analysis of self- kecanduan media sosial bebas yaitu
esteem and self- mobile remaja. Harga teman sebaya
concept clarity diri memoderasi efek dan juga pada
tekanan teman sebaya metode
Penulis : (Xu et al., pada kecanduan media penelitian
2023) sosial seluler di mana
tekanan teman sebaya
memiliki efek yang
lebih
lemah untuk remaja
dengan harga diri yang
lebih tinggi.

B. Landasan Teori

1. Nomofobia

a. Definisi nomofobia

Nomophobia merupakana sebuah singkatan dari “no mobile

phone phobia”, dimana hal ini mengacu pada sebuah peraasaan

tidak nyaman, gugup atau rasa cemas yang muncul ketika tidak

adanya kontak dengan smartphone (Bragazzi & Del Puente, 2014)

Nomophobia (no mobile phone phobia) adalah perasaan

cemas atau ketidaknyamanan yang disebabkan oleh keberadaan di

luar jangkauan smartphone, hal tersebut dianggap sebagai fobia

pada zaman sekarang yang sudah lekat dengan kecanggihan

teknologi sebagai buah hasil dari interaksi antara individu dengan

teknologi baru khususnya smartphone (Yildirim & Uk, 2014).

14
Nomofobia adalah sindrom ketakutan apabila tidak

mempunyai atau memegang gadget, smartphone, telepon genggam

atau yang bisa masyarakat sebut HP, nomofobia dalam bahasa

inggris (no-mobile-phone phobia). Menurut (Dixit et al., 2010)

nomofobia didefinisikan sebagai ketakutan yang tidak logis yang

dialami seseorang saat tidak menemukan smartphone atau

smartphone miliknya.

nomofobia adalah ketakutan atau kecemasan seseorang

akan tidak adanya kontak seluler dan dianggap sebagai gangguan

sosial di era digital dan virtual modern, yang terkait dengan

ketidaknyamanan individu dan perasaan cemas, gugup, dan

tertekan karena tidak ada hubungannya dengan smartphone

(Kanmani et al., 2017).

Dari pengertian nomofobia diatas menurut beberapa ahli

dapat disimpulkan bahwa nomofobia adalah jenis ketakutan jauh

dari smartphone, orang yang memiliki sikap nomphobia mereka

akan merasa gelisah, cemas ketika mereka jauh dari smartphone

mereka.

Bagi penderita nomofobia, ada dua istilah yang dianut dan

digunakan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu nomophobe dan

nomophobic. Nomophobe adalah kata benda dan merujuk pada

seseorang yang menderita nomofobia, sedangkan nomophobic

adalah kata sifat dan digunakan untuk menggambarkan

15
karakteristik atau perilaku nomophobe yang terkait dengan

nomofobia (Yildirim & Correia, 2015)

Seorang yang memiliki nomophobe yang khas dapat

diidentifikasi dengan beberapa karakteristik, seperti tidak pernah

mematikan telepon, secara obsesif memeriksa pesan teks dan

panggilan tidak terjawab, membawa-bawa telepon, menggunakan

telepon pada waktu yang tidak tepat, dan kehilangan kesempatan

untuk interaksi tatap muka. lebih suka kontak melalui telepon

daripada secara langsung (Kanmani et al., 2017) .

b. Dimensi - dimensi nomofobia

Menurut Yildririm (2014:40 ) dalam penelitian, nomofobia

memiliki empat dimensi yaitu :

1) Tidak mampu berkomunikasi (Not being able to communicate)

Dimensi pertama nomofobia adalah ketidakmampuan

untuk berkomunikasi. Ada kecenderungan khawatir tidak bisa

berkomunikasi dengan keluarga apabila tida memantau

komunikasi melalui smartphone.

2) Kehilangan koneksi (Losing Connectedness)

Dimensi kedua ini dimana terdapat pemutusan atau

tersambungnya dengan koneksi internet. Kecenderungan

merasa cemas tidak bisa mengakses media sosial, mengikuti

berita terbaru media sosial, dan bingung tidak membuka media

sosial.

16
3) Tidak dapat mengakses informasi (Not being able to access

information)

Kecenderungan akan rasa cemas muncul ketika mereka

tidak dapat melihat dan mengambil informasi di smartphone

mereka dan menghabiskan banyak waktu di smartphone

mereka.

4) Merasa tidak nyaman (Giving Up Convenience)

Sepertinya terlalu menyebalkan ketika seseorang

menyela penggunaan smartphone. Remaja juga cenderung

merasa ingin selalu mengecek jaringan smartphone, pesan

masuk dan ketersediaan baterai, serta khawatir kehabisan pulsa

dan/atau kuota internet. Remaja yang sudah nyaman dengan

segala kemudahan smartphone tidak mau meninggalkan

smartphone dalam jangka waktu yang lama. Orang dengan

nomofobia cenderung memiliki ketakutan yang tidak rasional

saat tidak terhubung dengan smartphone.

Berdasarkan dimensi nomofobia di atas, dapat

disimpulkan bahwa seseorang yang mengalaminya cenderung

khawatir tidak dapat atau tidak bisa dihubungi, kehilangan

koneksi, cenderung khawatir tidak dapat atau tidak dapat

dihubungi anggota keluarga, kehilangan hubungan, khawatir

tidak ada informasi dari smartphone secara umum dan dia juga

17
merasa tidak nyaman saat tidak berada di dekat smartphone.

Hal-hal tersebut bisa dijadikan acuan ketika orang tersebut

takut dengan smartphone nya.

c. Ciri-ciri dan karakteristik nomofobia

Pada penelitian yang di lakukan oleh (Bragazzi & Del

Puente, 2014) bahwa ada beberapa karakteristik nomofobia yang

dapat diketahui yaitu :

1) Menggunakan smartphone secara teratur dan menggunakannya

untuk waktu yang lama, mempnyai satu bahkan lebih

smartphone, selalu membawa pengisi daya.

2) Menjadi cemas dan gugup saat orang tersebut tidak memegang

sesuatu, terutama smartphone, atau merasa jaringannya tidak

cukup. Tingkat baterai rendah atau kurangnya data yang

tersedia untuk mengakses internet. Jika memungkinkan, hindari

tempat- tempat yang aksesnya dilarang (misalnya transportasi

umum, restoran, bioskop, dan bandara).

3) Periksa layar smartphone cerdas untuk pesan atau notifikasi

panggilan (kebiasaan ini disebut oleh david laramic sebagai

“ringxiety” untuk dering dan kecemasan).

4) Mengaktifkan smartphone 24 jam sehari dan tidur dengan

kondisi smartphone menyala.

18
5) Munculnya rasa cemas dan strees ketika berinteeraksi secara

langsung dengan orang lain. Sehingga lebih memilih

menggunakan smartphonenya.

Menurut (Gezgin & Çakır, 2016) menyebutkan gejala-gejala dari

nomofobia yaitu :

a) Merasa tidak ada kehidupan bila tanpa smartphone

b) Memeriksa smartphone seperti obsesif

c) Merasa tidak ada kehidupan bila tanpa smartphone

d) Takut lupa apabila smartphone diletakan jauh dari

jangkauannya.

d. Faktor – faktor yang mempengaruhi nomofobia

Menurut (Yildirim & Uk, 2014) beberapa faktor yang

dianggap sebagai prediktor psikologis dari gangguan nomofobia

adalah usia muda, citra diri negatif, harga diri rendah, efikasi diri

rendah, gairah terganggu, impulsif, urgensi, pencarian sensasi.

Selain itu, gender, ekstraversi, dan neurotisme adalah faktor lain

yang memengaruhi nomofobia.

Sedangkan menurut Yuwanto (2010), faktor-faktor berikut

dapat berkontribusi terhadap perkembangan nomofobia atau

kecanduan smartphone :

1) Faktor Internal

Faktor-faktor yang membuat orang paling berisiko menjadi

kecanduan smartphone atau mengalami nomofobia antara lain

19
sensasi tinggi, harga diri rendah, kontrol diri rendah, kebiasaan

tinggi menggunakan smartphone, kelelahan, kesenangan

pribadi dan kepribadian ekstrovert yang kuat.

2) Faktor Situasional

Faktor yang membuat orang kecanduan smartphone dan

menyebabkan smartphone digunakan sebagai sarana bertahan

hidup. Faktor ini menggambarkan situasi psikologis seseorang

yang mengarah pada penggunaan smartphone, seperti stres,

kesedihan, kesepian, kecemasan, kebosanan belajar, kebosanan

waktu luang, yang dapat memunculkan rasa nyaman dalam

penggunaan smartphone dan mengakibatkan kecanduan bagi

penggunanya.

3) Faktor Sosial

Faktor yang menjadikan smartphone sebagai alat dan

kebutuhan untuk berinteraksi dan menjaga hubungan dengan

orang lain dapat mempengaruhi individu untuk menggunakan

smartphone secara luas. Faktor ini terdiri dari mandatory

behavior dan connected presence.

4) Faktor Eksternal

Faktor ini disebabkan terpaan media teknologi yang

mendorong kemajuan smartphone, seperti iklan smartphone

dan tersedianya berbagai fitur smartphone yang mempengaruhi

kepemilikan dan penggunaan individu.

20
e. Dampak Nomofobia

Bagi penderita nomofobia, hal itu memiliki beberapa efek

seperti pola tidur yang terganggu, seseorang dengan nomofobia

akan lebih sering menggali smartphone mereka, seperti untuk

bermain game, mengobrol melalui smartphone, menjelajahi web,

dan sebagainya. Ketika individu menggunakan smartphone mereka

dengan tidak disiplin dapat menyebabkan lupa akan waktu dan

kemudian merasa terganggu akan waktu tidurnya. Seorang

penderita insomnia tahu bahwa waktu tidur mereka sudah terlewat

ketika mereka mendengar suara adzan subuh atau melihat matahari

pagi.. Selain itu, pada beberapa kasus yang parah, penderita

nomofobia juga dapat mengalami efek samping fisik seperti

serangan panik, sesak napas, tremor, berkeringat, detak jantung

lebih cepat, nyeri pada pergelangan tangan, nyeri leher dan

punggung, dan sebagainya saat telepon mereka mati atau tidak

dapat digunakan (Kanmani et al., 2017).

Selain menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan,

nomofobia juga mempengaruhi hubungan dan interaksi antar

individu sehingga menyebabkan pengguna menjadi individualistis

dan apatis terhadap lingkungannya. Menurut Yuwanto (2010)

pengaruh adiksi atau nomofobia pada sisi psikologis penderita

nomofobia yang merasa tidak nyaman atau cemas ketika tidak

menggunakan atau membawa smartphone, sedangkan penderita

21
nomofobia dari perspektif hubungan sosial tidak banyak bergaul

dengan relasi sosial melalui kontak fisik dengan orang lain.

2. Peran orang tua

a. Definisi

Peran adalah kumpulan perilaku interpersonal,

karakteristik, dan pengejaran yang berlaku untuk orang – orang

dalam situasi dan unit tertentu (Ali, 2009). Seseorang dalam posisi

sosial tertentu diharapkan memainkan berbagai peran yang

ditentukan secara normatif dan umumnya homogeny (Friedman,

2010).

Orang tua memegang peranan penting dalam tumbuh

kembang anak dan pembentukan karakter anak. Usaha orang tua

dalam membimbing anak menuju dengan memberikan contoh yang

baik dan benar, karena anak memiliki sifat keingintahuan yang

tinggi dan sifat ingin meniru. Menurut John (2020) orang tua

dalam keluarga berperan penting dalam menerapkan metode

pendidikan profetik anak, kasih sayang dan kepedulian orang tua

serta pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun

sosial budaya yang di berikannya merupakan faktor yang dapat

mempersiapkan anak menjadi pribadi yang sehat.

Cara orang tua memperlakukan anak anak mereka untuk

membantu mereka mengembangkan kepribadian mereka dikenal

sebagai peran pengasuhan. Pekerjaan tradisional orang tua meliputi

22
membesarkan anak, mendidik, mengajar anak untuk disiplin, dan

mengelola rumah tangga dan keuangan. Peran orang tua saat ini

termasuk berpartisispasi aktif dalam pengasuhan anak yang

mendorong pertumbuhan dan perkembangan terbaik anak

(Constain, 2012).

Orang tua memiliki peran penting dalam membimbing anak

remajanya menjadi dewasa karena mereka adalah pendidik utama

dan awal bagi anak – anaknya.

b. Bentuk – bentuk Peran orang tua

Bentuk-bentuk peran orang tua (Asmayanti et al., 2021)

1) Peran orang tua sebagai pendidik

Orang tua harus meyakinkan anaknya akan pentingnya

pendidikan dan ilmu yang mereka peroleh di sekolah. Selain

itu, nilai-nilai agama dan moral khususnya nilai kejujuran

harus ditanamkan kepada anak-anaknya sejak dini dan

dijadikan sebagai landasan untuk menghadapi perubahan yang

sedang terjadi.

2) Sebagai pengasuh

Menghadapi anak-anak yang sedang mengalami masa

transisi. Orang tua harus lebih sabar dan memahami perubahan

anaknya. Orang tua dapat menjadi informasi, teman bicara atau

teman berbagi tentang kesulitan atau permasalahan anak,

sehingga anak merasa nyaman dan terlindungi.

23
3) Sebagai pendorong

Orang tua berperan sebagai pengasuh sebagai anak yang

berada dalam masa transisi. Anak membutuhkan dorongan

orang tua untuk mengembangkan keberanian dan rasa percaya

diri dalam menghadapi masalah.

4) Sebagi konselor

Orang tua dapat memberikan gambaran dan pengawasan

serta mempertimbangkan nilai positif dan negatif agar anak

dapat mengambil keputusan yang terbaik.

5) Sebagai pengawas

Sudah menjadi tugas orang tua untuk mengamati dan

mengontrol sikap dan perilaku anak, agar tidak menyimpang dari

jati dirinya, terutama dari pengaruh lingkungan, baik keluarga,

sekolah maupun masyarakat.

Dalam proses tumbuh kembang anak, orang tua memikul

tanggung jawab utama Pertumbuhan dan perkembangan anak

dipengaruhi oleh kualitas pola asuh yang mereka terima dari orang

tuanya. Karena fakta bahwa anak-anak belajar dalam segala macam

cara dalam lingkungan keluarga, orang tua memainkan peran

penting dalam perkembangan mereka (Ashidiqie, 2020).

24
c. Tanggung Jawab Orang Tua

Orang tua memiliki kewajiban menanamkan tentang

pembentukan kepribadian anak. ketika orang tua memberikan

perhatian yang besar kepada anak, maka jiwa sosial mereka serta

kepedulian mereka terhadap orang lain juga akan meningkat, sikap

orang tua dapat mempengaruhi perkembangan anak.

John Locke mengemukakan, syarat utama untuk mendidik

seorang individu adalah keluarga. Melalui pengasuhan perawatan

dan pengawasan yang konstan, kepribadian anak dibentuk. Dengan

nalurinya, bukan dengan teori, orang tua mendidik dan membina

keluarga.

Orang tua memiliki tanggung jawab yang besar dalam

memberikan bimbingan kepada anak-anaknya, tanggung jawab

utama orang tua adalah membentuk karakter anak dengan penuh

tanggung jawab dalam suasana kasih sayang antara orang tua

dengan anak (Suryameng, 2019).

3. Teman sebaya

a. Definisi Teman sebaya

Teman sebaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(2002:563) diartikan sebagai "kawan, sahabat atau orang yang

sama- sama bekerja dan berbuat". Santosa (2004:79) berpendapat

"teman sebaya adalah kelompok anak sebaya yang sukses ketika

anggotanya dapat berinteraksi. Hal-hal yang dialami oleh anak-

25
anak tersebut adalah hal yang menyenangkan saja”. Menurut

(Santrock, 2019) teman sebaya adalah anak-anak yang tingkat usia

dan kematangannya kurag lebih sama.

Beberapa persepsi teman sebaya di atas menunjukkan

bahwa teman sebaya merupakan interaksi dengan anak yang

sebaya dan memiliki tingkat keintiman yang relatif tinggi dalam

kelompok. Orang biasanya mendapatkan dukungan sosial dari

lingkaran teman mereka. Dukungan semacam itu dapat mengacu

pada sebuah kebahagiaan (Santrock, 2019)

Teman memainkan beberapa peran dalam proses

perkembangan sosial anak. Menurut (Santrock, 2019) Peranan

teman sebaya dalam proses perkembangan sosial anak meliputi

peran teman, stimulus, sumber dukungan fisik, sumber dukungan

ego, perbandingan sosial dan keterikatan. Dari penjelasan di atas

dapat disimpulkan bahwa teman sebaya berperan dalam

perkembangan perilaku sosial anak. Teman memberikan

kesempatan untuk berinteraksi dengan orang di luar keluarga.

b. Ciri – ciri Teman sebaya

Karakteristik teman memiliki pengaruh yang cukup

signifikan pada perkembangan remaja (Erath et al., 2010). Masa

remaja melihat perubahan besar dalam hubungan teman sebaya,

termasuk perubahan dalam persahabatan dan kelompok sebaya.

Sebagai seorang remaja, Sullivan berpendapat bahwa memenuhi

26
kebutuhan sosial sangat penting dalam masyarakat sebaya. Ciri-ciri

berikut mencirikan asosiasi teman sebaya :

1) Interaksi antar sebaya

Interaksi yang diciptakan dengan teman-teman yang

berganti kepada pertemuan dengan kelompok yang tetap

2) Minat serta intensitas dalam berkelompok

3) Peran sosial

Dalam kelompok usia sebaya, individu belajar

memposisikan dirinya sebagai anggota kelompok dan dapat

memahami suatu identitas sosial di dalam kelompok

tersebut.

4) Perbandingan sosial

Sebagian besar interaksi melibatkan proses saling

pengaruh dan persaingan, yang dipicu oleh kebutuhan

untuk mengevaluasi diri sendiri, dan kebutuhan ini dapat

dipenuhi dengan membandingkannya dengan orang lain di

luar lingkungan kelompok. Kehidupan sehari-hari manusia

tidak dapat dipisahkan. Tugas dan peran kelompok sebaya

remaja sebagai berikut. Dalam kelompok sosial lain bahkan

peer group memiliki tugas dan peran.

Menurut Santrock (2007) mengatakan bahwa peran

terpenting dari teman sebaya adalah:

27
a) Sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar

keluarga.

b) Sumber kognitif, untuk pemecahan masalah dan

pengumpulan informasi.

c) Sumber perasaan, dapat diungkapkan. ekspresi diri dan

identitas.

c. Jenis Teman sebaya

Teman yang berbeda memainkan peran yang berbeda dalam

proses sosial. Teman yang sesuai dengan usia dan tingkat

perkembangan anak dapat membantu anak menyesuaikan diri

dengan baik. Teman masa kecil terbagi dalam tiga kategori utama,

masing-masing memengaruhi sosialitas pada waktu yang berbeda.

Ketiga jenis sahabat itu adalah :

1) Kawan

Seorang kawan adalah orang yang memenuhi

kebutuhan anak akan teman dengan berada di sekitar anak

tersebut. Anak dapat melihat dan mendengarkan mereka,

tetapi tidak berinteraksi langsung dengan mereka. Teman bisa

dari berbagai usia dan jenis kelamin.

2) Teman Bermain

Teman bermain adalah orang yang terlibat dalam

kegiatan yang menyenangkan bersama anak. Teman bermain

bisa berbeda usia dan jenis kelamin, namun secara umum,

28
anak- anak merasa lebih puas ketika memiliki usia, jenis

kelamin, dan minat yang sama.

3) Sahabat

Sahabat adalah orang yang tidak hanya bermain dengan

anak, tetapi juga berkomunikasi melalui pertukaran ide,

kepercayaan, saran dan kritik. Anak-anak dengan usia, jenis

kelamin, dan tingkat perkembangan yang sama lebih

cenderung dipilih sebagai teman. Persahabatan yang kuat

menyiratkan komitmen timbal balik dan saling memberi dan

menerima perhatian.

Melalui pengelompokan tersebut, maka dapat ditarik

kesimpulan bawha jenis teman yang sangat berpengaruh pada anak

adalah sahabat, karena dengan sahabat ini anak tidak hanya bermain,

tetapi juga saling bertukar ide, pikiran dan perasaan.

4. Lingkungan Masyarakat

a. Definisi Lingkungan Masyarakat

Lingkungan adalah (environment) meliputi kondisi dan

alam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi

tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau life processes.

Meskipun lingkungan tidak bertanggung jawab terhadap

kedewasaan anak didik, namun menjadi faktor penentu, yaitu

pengaruhnya yang sangat besar terhadap anak didik, karena anak

29
hidup dalam lingkungan yang mempengaruhi anak secara sadar

atau tidak sadar.

Sedangkan Masyarakat kini dipahami sebagai perpaduan

kehidupan manusia, sekalipun manusia hidup bersama di suatu

tempat dengan ikatan atau aturan tertentu. Pendapat lain

mengemukakan bahwa “masyarakat dapat diartikan sebagai sebuah

kelompok manusi yang sangat heterogen dengan aspek yang

berbeda-beda”.

Lingkungan masyarakat adalah situasi atau kondisi

interaksi sosial dan sosial budaya yang berpotensi mempengaruhi

perkembangan karakter religius atau kesadaran beragama individu.

Dalam masyarakat, individu (terutama anak-anak dan remaja)

melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya atau anggota

masyarakat lainnya.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa

lingkungan masyarakat (sosial) dan berbagai sistem norma atau

aturan yang ada di sekitar individu atau kelompok masyarakat

dapat mempengaruhi perilakunya melalui interaksinya di

lingkungan masyarakat. Lingkungan masyarakat adalah tempat

manusia berinteraksi satu sama lain, dan interaksi sosial dan

budaya antar anggota masyarakat sesuai dengan nilai dan norma

lingkungan.

30
b. Faktor Faktor dari Lingkungan

1) Kegiatan anak dalam masyarakat

Kegiatan yang dilakuan anak dalam masyarakat dapat

menjadi sisi positif dalam perkembangan anak tersebut, akan

tetapi jika anak terlalu ambil bagian dalam bermasyarakat juga

terdapat kemungkinan yang akan menggangu perkembangan

dalam pembentukan karakter si anak. Sehingga orang tua harus

mengontrol anaknya dalam masyarakat serta memberikan

Batasan bagi anak.

2) Media Massa

Penggunaan media massa yang bijak sesuai dengan

keperluan dan kebutuhan juga mampu memberikan dampak

positif bagi anak. Namun dalam penggunaan media massa

perlu adanya pengawasan semua pihak untuk menyaring

informasi yang akan diperoleh anak melalui media massa,

terutama untuk menghindari anak mengonsumsi informasi

yang bukan seharusnya.

3) Teman Sepergaulan

Pengawasan orang tua perlu dilakukan dengan bijak pada

pergaulan anak, supaya anak dapat bergaul dengan teman yang

tidak memberikan dampak buruk sehingga anak akan

mempunyai pribadi yang baik yang dipengaruhi oleh pergaulan

anak tersebut.

31
4) Bentuk Kehidupan Masyarakat

Kehidupan masyarakat tempat anak tinggal juga

mempengaruhi pembentukan karakter anak. Perilaku

masyarakat terdiri dari dua bagian, yaitu orang yang peduli dan

yang tidak peduli (cuek) terhadap anak. Berlaku pula dalam

kehidupan keluarga, karena keluarga adalah bagian dari

masyarakat dan orang tua yang memegang kunci kehidupan

anak berada di dalam keluarga.

5. Remaja

a. Definisi Remaja

Menurut (WHO, 2018) remaja adalah penduduk dalam

rentang usia 10-19 tahun. Definisi remaja lainnya menurut

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja

adalah penduduk yang berusia 10 sampai dengan 18 tahun dan

menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN)

menurut usia remaja berusia antara 10 sampai 24 tahun dan lajang.

Masa remaja dapat diartikan sebagai peralihan dari anak-anak

menuju dewasa. Periode ini berfungsi untuk mempersiapkan masa

dewasa dan melewati beberapa tahap perkembangan penting dalam

kehidupan. Selain kematangan fisik dan seksual, remaja melalui

tahapan kemandirian sosial dan ekonomi, membangun identitas,

memperoleh keterampilan (skill) untuk masa dewasa, dan

keterampilan negosiasi (WHO, 2015).

32
b. Tahap – tahap Perkembangan Remaja

Sarwono (2011) mengungkapkan tiga tahap perkembangan

remaja dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan yaitu :

1) Remaja Awal (Early Adolescent)

Seorang anak muda yang berusia 10 sampai 12 tahun masih

takjub dengan perubahan yang terjadi pada tubuhnya. Mereka

berpikir secara berbeda, tertarik pada lawan jenis dan cepat

tersinggung. Masa remaja awal merupakan tahapan bagi orang

dewasa untuk memahami kerena sensivitas mereka yang

berlebihan dan kontrol diri yang berkurang.

2) Remaja pertengahan (Middle Adolescent)

Remaja pasti membutuhkan seorang teman pada usia ini,

remaja pertengahan ini berusia 13 dan 15 tahun. Jika dia

mempuyai banyak teman, dia akan merasa puas. Dengan

menyukai kenalan yang memiliki kepribadian yang sama, ada

kecenderungan untuk mencintai diri sendiri atau menjadi

“narsis”. Selain itu, mereka berada dalam kebingungan karena

tidak yakin dengan pilihan mana yang harus dipilih, seperti

sensitif atau apatis, sosial atau soliter, optimis atau pesimis,

idealis atau materialistis dan sebagainya..

3) Remaja Akhir (Late Adolescent)

Tahap ini yang mendahului masa dewasa, dicirikan oleh

pencapaian lima karakteristik, termasuk minat pada fungsi

33
intelektualyang lebih stabil, sikap egois yang menginginkan

kapasitas untuk bersatu dengan orang lain dan dalam

pengalaman baru.

Sedangkan menurut (Sa’id, 2015) setiap fase memiliki

keistimewaan tersendiri, usia remaja dibagi menjadi 3 fase sesuai

tingkatan umur yang dilalui oleh remaja antara lain :

a) Masa remaja awal (12-15 tahun) mempunyai ciri khas, antara

lain :

(1) Lebih dekat dengan teman sebaya

(2) Menginginkan kebebasan

(3) Berikan perhatian yang lebih besar

b) Masa remaja tengah (15-18 tahun), dengan ciri khas :

(1) Mencari indentitas

(2) Munculnya keinginan untuk berkencan dengan lawan jenis

(3) Memiliki cinta yang mendalam

(4) Mengasah kemampuan penalaran diri

c) Masa remaja akhir (18-21 tahun), mempunyai ciri khas :

(1) Mengungkapkan identitas diri

(2) Memilih teman dengan bijak

(3) Mengidentifikasi diri sendiri

c. Karakteristik Masa Remaja

Ada beberapa karakteristik masa remaja sebagai periode

peralihan. Ada beberapa fase dalam masa remaja yaitu:

34
1) Masa Remaja sebagai Periode Peralihan

Peralihan bukan berarti pemutusan atau perubahan

dari apa yang terjadi, melainkan peralihan/transisi dari satu

fase ke fase lainnya. Artinya, apa yang terjadi sebelumnya

membentuk apa yang terjadi sekarang dan apa yang akan

datang.

2) Masa Remaja sebagai Perubahan

Ketika perubahan fisik terjadi dengan cepat pada

masa remaja, perilaku dan sikap juga berubah dengan cepat.

Ada empat perubahan serupa yang hampir bersifat

universal, yaitu emosi yang meningkat, yang intensitasnya

bergantung pada sejauh mana perubahan fisik dan

psikologis yang terjadi.

3) Masa Remaja sebagai Usia Bermasalah

Setiap masa memiliki permasalahannya masing-

masing, namun masalah pubertas seringkali sulit

dipecahkan baik bagi pria maupun wanita. Remaja

cenderung mengembangkan kebiasaan yang memperumit

situasi sementara dia sendiri tidak mempercayai bantuan

orang lain.

4) Masa Remaja sebagai Masa Mencari Identitas

Tahun awal pda masa remaja, bagi anak laki-laki

dan perempuan masih pentik untuk melakukan penyesuaian

35
dengan kelompok sebayanya. Remaja akan selalu mencari

identitas dirinya, seperti peranannya dalam masyarakat, apa

yang ia dapat pada masa anak atrau masa dewasa.

5) Masa Remaja sebagai Usia yang Menimbulkan Ketakutan

Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah

anak-anak riang yang tidak dapat dipercaya dan cenderung

merusak dan terlibat dalam perilaku merusak membuat

orang dewasa yang perlu membimbing dan mengendalikan

kehidupan remaja menjadi takut akan tanggung jawab dan

memusuhi perilaku normal remaja.

6) Masa Remaja sebagai Masa yang Tidak Realistik

Remaja melihat diri mereka sendiri dan orang lain

seperti yang mereka inginkan, bukan sebagaimana adanya,

terutama jika menyangkut harapan dan impian. Harapan

dan impian yang tidak realistis, tidak hanya untuk dirinya

sendiri tetapi juga untuk keluarga dan teman-temannya,

menyebabkan tingginya emosi yang menjadi ciri khas

remaja awal.

7) Masa Remaja sebagai Ambang Masa Dewasa

Remaja ingin menghindari stereotip remaja dan

tampil seolah-olah hampir dewasa. Berpakaian dan

bertingkah seperti orang dewasa tidaklah cukup.

36
6. Teori Health Belief Model (HBM)

Health Belief Model (HBM) adalah teori perilaku kesehatan

dan model psikologis yang digunakan untuk memprediksi perilaku

kesehatan dengan berfokus pada persepsi dan keyakinan individu

tentang penyakit. Teori ini digunakan untuk mempelajari dan

meningkatkan pelayanan kesehatan (Priyoto, 2014), HBM

dikembangkan pada tahun 1950-an untuk menjelaskan alasan

mengapa suatu kelompok gagal dalam program pencegahan penyakit

atau deteksi dini penyakit. Sejak saat itu, HBM telah digunakan untuk

menjelaskan berbagai perilaku kesehatan jangka panjang dan jangka

pendek, termasuk nomofobia remaja.

Menurut teori ini, perilaku seorang individu dipengaruhi oleh

persepsi dan keyakinannya sendiri, apakah persepsi dan keyakinan

tersebut sesuai dengan kenyataan atau tidak. Sangat penting untuk

dapat membedakan antara penilaian kesehatan objektif dan subjektif.

Penilaian objektif artinya kesehatan dinilai dari sudut pandang tenaga

kesehatan, sedangkan penilaian subjektif artinya dinilai dari sudut

pandang seseorang berdasarkan kepercayaan dan keyakinannya. Pada

kenyataannya penilaian subjektif ini banyak dijumpai di masyarakat.

Teori HBM didasarkan pada tiga faktor utama, yaitu:

37
a. Kesediaan individu untuk merubah sikap dalam rangka

menghindari suatu penyakit atau memperkecil kemungkinan

menerima resiko pada Kesehatan.

b. Individu yang merubah sikapnya karena ada dorongan dalam

lingkungannya

c. Perilaku itu sendiri

Ketiga faktor di atas dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti

persepsi kerentanan, potensi ancaman, motivasi untuk mengurangi

kerentanan, keyakinan bahwa perubahan perilaku dapat memberikan

manfaat, evaluasi individu terhadap perubahan yang diusulkan,

interaksi dengan tenaga kesehatan yang merekomendasikan perubahan

perilaku, dan pengalaman mencoba perilaku yang serupa (Priyoto,

2014).

Teori HBM ini didasarkan pada pemahaman bahwa orang

mengambil tindakan yang berhubungan dengan kesehatan berdasarkan

persepsi dan keyakinan mereka. Teori ini disajikan dalam lima aspek

pemikiran intra-individu yang mempengaruhi pengambilan keputusan

intra-individu baik untuknya. Lima cara berpikir individu adalah

sebagai berikut:

1) Perceived Susceptibility (Kerentanan yang dirasakan)

Perceived Susceptibility adalah keyakinan seseorang terhadap

kerentanan yang dirasakan terhadap kemungkinan terpapar suatu

penyakit. Ini berarti persepsi subyektif seseorang terhadap risiko

38
yang terkait dengan kondisi kesehatannya. Risiko atau kerentanan

pribadi adalah salah satu persepsi terkuat yang memotivasi orang

untuk terlibat dalam perilaku sehat. Semakin besar risiko yang

dirasakan, semakin besar kemungkinan bahwa perilaku tersebut

memitigasi risiko.

HBM menyatakan bahwa individu yang menunjukkan

perilaku berisiko harus rentan sebelum mereka dapat berkomitmen

untuk mengubah perilaku berisiko mereka, atau bahwa seseorang

harus merasa rentan terhadap penyakit sebelum mereka dapat

mengambil tindakan untuk mengobati atau mencegah suatu

penyakit.

2) Perceived Severity/Seriousness (Bahaya atau Keseriusan yang

dirasa)

Perceived severity mengacu pada kepercayaan atau

keyakinan seseorang tentang keseriusan atau keparahan penyakit

saat tertular dan tidak mengobatinya, termasuk penilaian

konsekuensi medis dan klinis. Perasaan tentang keparahan

penyakit, termasuk penilaian kesehatan.

Frekuensi klinis dan medis (misalnya, kematian, kecacatan

dan penyakit) dan kemungkinan konsekuensi sosial (seperti

dampak pada pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan sosial).

Persepsi gravitasi seringkali didasarkan pada informasi atau

pengetahuan medis, juga dapat berasal dari keyakinan seseorang

39
bahwa mereka akan mendapat masalah karena penyakit dan akan

mempengaruhi kehidupan mereka. Banyak ahli menggabungkan

dua komponen di atas sebagai ancaman yang dirasakan.

Perceived seriousness dirasakan seseorang juga bervariasi

dari orang ke orang. Tingkat keparahan nomofobia yang dapat

ditimbulkan oleh penggunaan smartphone secara berlebihan

dipengaruhi atau dinilai dari tingkat penggunaan gadget dan tingkat

emosional yang ditimbulkannya serta berbagai kecemasan yang

dialaminya.

3) Perceived Benefits (Manfaat yang dirasa)

Penerimaan benefits yang yang dirasa seseorang terhadap

kondisi yang dianggap menyebabkan keparahan mendorong

terciptanya insentif untuk mendukung perubahan perilaku. Hal ini

tergantung pada keyakinan akan efektifitas berbagai upaya untuk

mengurangi ancaman penyakit atau manfaat yang dirasakan dari

upaya kesehatan tersebut. Ketika seseorang menunjukkan kepekaan

dan keseriusan, mereka umumnya tidak diharapkan menerima

tindakan medis yang direkomendasikan kecuali dianggap efektif

dan sesuai.

Dengan kata lain perceived benefit adalah persepsi atau

keyakinan seseorang bahwa tindakan preventif yang dilakukannya

bermanfaat atau bermanfaat bagi kondisi kesehatannya. Seseorang

akan merasakan bahwa tindakan tersebut dapat membawa banyak

40
manfaat dan bahwa perilaku hidup sehat yang baru dapat

mengurangi resiko terkena penyakit.

4) Perceived Barriers (Hambatan atau Penghalang yang dirasakan)

Potensi aspek negatif dari upaya kesehatan (seperti:

ketidakpastian, efek samping) atau hambatan yang dirasakan

(seperti: kecemasan, ketidakbahagiaan, stres), yang dapat menjadi

penghalang untuk menyarankan suatu perilaku. Masalah hambatan

yang dirasakan untuk mengubah implementasi terkait dengan

proses dimana individu menilai hambatan yang dihadapi saat

mengadopsi perilaku baru. Kesadaran akan hambatan yang akan

dihadapi merupakan faktor penting dalam menentukan apakah ada

perubahan perilaku. Ketika mengadopsi perilaku baru, percayalah

bahwa manfaat dari perilaku baru lebih besar daripada konsekuensi

dari melanjutkan perilaku lama. Ini memungkinkan Anda untuk

mengatasi rintangan dan mengadopsi perilaku baru.

5) Modifying variable (variable modifikasi)

Empat konstruk persepsi utama dapat dimodifikasi oleh

variabel lain, seperti budaya, pendidikan, pengalaman, masa lalu,

keterampilan, tingkat sosial ekonomi, norma, dan motivasi.

Variabel tersebut merupakan karakteristik pribadi yang

mempengaruhi persepsi individu.

41
6) Cues to action (Isyarat untuk bertindak Pencetus Tindakan)

Selain empat keyakinan atau persepsi dan pengubah, HBM

menunjukkan bahwa perilaku juga dipengaruhi oleh isyarat

tindakan atau pemicu tindakan. Isyarat tindakan adalah peristiwa

atau orang atau hal yang menyebabkan seseorang mengubah

perilakunya. Sinyal tindakan ini bisa berasal dari informasi dari

media massa, nasehat dari orang-orang terdekat, pengalaman

pribadi atau keluarga, artikel berita, dll (Priyoto, 2014).

42
C. Kerangka Teori Penelitian

Persepsi orang tua, teman sebaya


dan lingkungan masyarakat
mengenai kerentanan dan
keseriusan gejala yang timbul
akibat penggunaan smartphone
Variabel demografi
berlebih pada remaja
(kelas,umur, jenis
kelamin, dll)

Motivasi Kesehatan dalam Perilaku Nomofobia


pencegahan nomofobia pada remaja pada remaja
oleh orang tua, teman sebaya dan
Variabel sosiopsikologi lingkungan masyarakat

(kepribadian, kelas sosial,


tekanan kelompok, dll) Dorongan untuk
Persepsi manfaat penggunaan
bertindak :
smartphone : memberikan
berita/informasi yang up-to-date, (faktor eksternal)
terhubung dengan banyak teman
di smartphone, dll.  Media Massa
 Dorongan orang
Persepsi hambatan ataun kendala tua, teman sebaya
penggunaan smartphone : tidak  Dorongan dari
memiliki kuota, jauh dari jaringan lingkungan
seluler, terputus dengan jaringan sekitarnya.
kuota/WiFi

Gambar 2. 1 Kerangka Teori


Health Belief Model (HBM) (Becker et al., 1974)

43
D. Kerangka Konsep

Peran Orang Tua

Teman Sebaya Nomofobia

Lingkungan sekitar

Gambar 2. 2 Kerangka Konsep

E. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi tentang hubungan antara dua

atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pernyataan

dalam penelitian (Nursalam, 2013)

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ha : Ada hubungan antara peran orang tua, teman sebaya dan lingkungan

sekitar terhadap nomofobia pada remaja di SMA N 1 KEJOBONG

Ho : Tidak ada hubungan antara peran orang tua, teman sebaya dan

lingkungan sekitar terhadap nomofobia pada remaja di SMA N 1

KEJOBONG

44
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survey analitik. Jenis penelitian ini

mencoba mencari tahu bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu

terjadi. Kemudian menganalisis dinamika korelasi antara fenomena atau

antara faktor resiko dengan faktor yang mempengaruhi. Dengan desain

penelitian cross sectional yaitu sebuah studi yang mengkaji dinamika

hubungan antara faktor dan efek resiko, melalui suatu pendekatan, satu

observasi atau pengumpulan data sekaligus dalam suatu waktu

(Notoatmodjo, 2017).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Kejobong, Purbalingga.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni.

C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

1. Populasi

Populasi adalah domain yang dapat digeneralisasikan yang terdiri

dari objek atau subjek yang menunjukkan karakteristik dan fitur

tertentu untuk dipelajari dan disimpulkan oleh peneliti (Sugiyono,

2013). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa siswi Kelas X dan

XI di SMA Negeri 1 Kejobong sebanyak 514 siswa.

45
2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi, dan kumpulan itu mewakili

sebanyak mungkin populasi (Notoatmodjo, 2015). Jumlah sampel yang

akan digunakan dalam penelitian ini sebanyak 78 siswa di kelas X dan

XI. Penentuan sampel ini berdasarkan pada rumus Uji hipotesis beda 2

proporsi (Supriyadi, 2014) yaitu sebagai berikut:

{ √ ( ) √ ( ) ( )}

( )

Keterangan :

n = Jumlah sampel

= Nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada level

of significant = 5%

= Power of the test (%)

P = Rata rata dan proporsi [ ]

= Anticipated population proportion 1 (P1)\

= Anticipated population proportion 2 (P2)

Dari perhitungan rumus diatas dihasilkan sampel dalam penelitian

ini sebanyak 39 siswa di kelas X dan 39 dikelas XI SMA Negeri 1

Kejobong, jadi total sampel pada penelitian ini adalah 78 siswa.

46
3. Teknik sampel

Teknik sampel dalam penelitian ini menggunakan Simple Random

Sampling. Simple Random Sampling yaitu proses pengambilan sampel

dari populasi dilakukan secara acak tanpa mempertimbangkan atau

memperhatikan strata yang terdapat dalam populasi (Sugiyono, 2013).

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian yang akan

dilakukan adalah sebagai berikut (Sugiyono, 2013) :

a. Kriteria Inklusi

1) Siswa yang tercatat sebagai siswa aktif di kelas X dan XI

SMA N 1 Kejobong

2) Siswa kelas X dan XI di SMA Negeri 1 Kejobong yang

memiliki akses smartphone dan internet

3) Siswa kelas X dan XI yang bersedia menjadi responden

b. Kriteria Eksklusi

1) Siswa yang tidak hadir dikarenakan sakit pada saat

dilakukan penelitian di SMA Negeri 1 Kejobong

2) Siswa yang tidak bersedia menjadi responden penelitian.

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri,

sifat, dan ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian

tentang suatu konsep penelitian tertentu (Notoatmdjo, 2015). Dalam

penelitian ini terdapat varibel, yaitu variabel bebas (independen), dan

variabel terikat (dependen).

47
1. Variabel Independen (Variabel Bebas)

Variabel bebas adalah suatu variabel yang dapat menjadi pengaruh

atau nilai variabel dapat mempengaruhi variabel lainnya (Sugiyono,

2013). Variabel dalam penelitian ini yaitu peran orang tua, teman

sebaya dan lingkungan sekitar.

2. Variabel Dependen (Variabel Terikat)

Variabel terikat adalah suatu variabel yang diamati dan diukur

guna menentukan terjadinya hubungan atau pengaruh untuk variabel

bebas (Sugiyono, 2013). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah

Nomphobia pada remaja.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan alat yang dibuat guna

mengumpulkan data dan menghindari adanya suatu perbedaan interpretasi

serta menjadi batas pada ruang lingkup variabel (Saryono, 2013). Adapun

definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3. 1 Definisi Operasional


No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Variabel Penilaian terhadap Kuesioner 0. Kurang : 0 Ordinal
bebas : peran orang tua yang Peran orang -20
Peran orang diterapkan pada tua 1. Cukup :
tua perilaku remaja berupa 21-40
peran orang tua sebagai 2. Baik : 41 –
pendidik, pendorong, 60
pengasuh, konselor,
pengawas berkaitan
dengan nomofobia pada
remaja
2 Teman Interaksi pada anak – Kuesioner 0. Negatif :0- Ordinal
sebaya anak dengan tingkat Teman 20

48
usia yang sama serta sebaya 1. Positif :21-
mempunyai tingkat 40
keakraban yang relatif
tinggi diantara
kelompoknya
3 Lingkungan Tempat dimana orang Kuesioner 0. Buruk: 0- Ordinal
masyarakat orang saling Lingkungan 20
berinteraksi baik Masyarakat 1. Baik: 20-40
interaksi sosial maupun
sosialkultural antar
sesama anggota
masyarakat yang sesuai
dengan nilai – nilai dan
norma – norma di
lingkungan tersebut.
4 Nomofobia Jenis ketakutan atau Kuesioner 0. Ringan: 0- Ordinal
kecemasan yang NMP-Q 33
dialami ketika jauh dari 1. Sedang:
smartphone. Orang 34-66
yang memiliki sikap 2. Berat: 67-1
nomofobia mereka akan 00
merasa gelisah, cemas
ketika jauh dari
smartphone.

F. Instrumen Penelitian

1. Instrumen Peran orang tua

Kuisioner ini menggunakan 5 tingkat jawaban yaitu Selalu, Sering,

Kadang – kadang, Jarang dan Tidak Pernah. Jumlah pertanyaan dalam

kuesioner ini berjumlah 15 butir pertanyaan yang pada pengisian

formulir kuisioner diisi dengan mencentang atau memberikan tanda

ceklis () pada jawaban yang dianggap sesuai dengan pendapat

responden. Dalam kuesioner ini berisi pertanyaan positif (Favorable)

dan negatif (Unfavorable). Kuesioner ini akan dibagikan bersamaan

49
dengan penyebaran kuesioner nomofobia. Kuesioner peran orang tua

ini dibuat atau didesain oleh peneliti sendiri, peneliti berpedoman pada

teori yang dikembangkan, yang kemudian menjadi landasan dalam

bentuk indikator dan dijadikan acuan dalam penyusunan pernyataan.

Tabel 3. 2 Indikator Variabel Peran orang tua


No. Aspek Indikator Total No. Item
Pertanyaan F(+) UF (-)
1 Sebagai 1,2,3,4 4
pendidik
2 Sebagai 5,6,7 3
pengawas 1,2,4,5,7,8,9, 3,6,10,14
3 Sebagai 8,9 2 11,12,13,15
pengasuh
4 Sebagai 10,11,12 3
konselor
5 Sebagai 13,14,15 3
Motivator

2. Instrumen Teman sebaya

Kuisioner ini menggunakan 5 tingkat jawaban yaitu Selalu, Sering,

Kadang – kadang, Jarang dan Tidak Pernah. Jumlah pertanyaan dalam

kuesioner ini berjumlah 10 butir pertanyaan dimana dalam pengisian

lembar kuisioner ini diisi dengan memberikan tanda ceklis atau

centang () pada jawaban yang dianggap sesuai dengan pendapat

responden. Kuesioner ini akan diberikan pada saat yang bersamaan

diberikannya kuesioner nomofobia. Dalam kuesioner ini terdapat

pertanyaan Positif (Favorable) dan negatif (Unfavorable). Kuesioner

peran teman sebaya ini dibuat atau didesain oleh peneliti sendiri,

50
peneliti berpedoman pada teori yang dikembangkan, yang kemudian

menjadi landasan dalam bentuk indikator dan dijadikan acuan dalam

penyusunan pernyataan.

Tabel 3. 3 Indikator Variabel Teman sebaya


No. Aspek Indikator Total No. Item
Pertanyaan F(+) UF (-)
1 Sumber 1,2,3,4 4
Informasi
2 Sumber 5,6,7 3 2,3,4,5,7 1,6,8,9,10
Kognitif
3 Sumber 8,9,10 3
Emosional

3. Instrumen Lingkungan Sekitar

Kuisioner ini menggunakan 5 tingkat jawaban yaitu Selalu, Sering,

Kadang – kadang, Jarang dan Tidak Pernah. Jumlah pertanyaan dalam

kuesioner ini berjumlah 10 butir pertanyaan dimana dalam pengisian

lembar kuisioner ini diisi dengan memberikan tanda ceklis atau

centang () pada jawaban yang dianggap sesuai dengan pendapat

responden. Kuesioner ini akan diberikan pada saat yang bersamaan

diberikannya kuesioner nomofobia. Dalam kuesioner ini terdapat

pertanyaan Positif (Favorable) dan negatif (Unfavorable). Kuesioner

Lingkungan masyarakat ini dibuat atau dirancang oleh peneliti sendiri,

peneliti berpedoman pada teori yang dikembangkan, yang kemudian

menjadi landasan dalam bentuk indikator dan dijadikan acuan dalam

penyusunan pernyataan.

51
Tabel 3. 4 Kuesioner Lingkungan Masyarakat
No. Aspek Indikator Total No. Item
Pertanyaan F(+) UF (-)
1 Kegiatan anak 1,2, 2
dalam
masyarakat
2 Media massa 3,4,5 3 1,4,7,10 2,3,5,6,8,9
3 Teman 6,7,8 2
sepergaulan
4 Bentuk 9,10 3
kehidupan
masyarakat

4. Instrumen Penelitian Nomofobia

Kuisioner ini menggunakan 5 tingkat jawaban yaitu Selalu, Sering,

Kadang – kadang, Jarang dan Tidak Pernah. Jumlah pertanyaan dalam

kuesioner ini berjumlah 20 butir pertanyaan. Kuesioner nomofobia ini

menggunakan jenis kuesioner NOMOPHOBIA QUESTIONNAIRE

(NMP-Q).

Tabel 3. 5 Kuesioner nomofobia (NMP – Q)


No. Aspek Indikator Total No. Item
Pertanyaan F(+) UF (-)
1 Tidak mampu 10 – 16 7
berkomunikasi
2 Kehilangan 6–9 4
Koneksi
3 Tidak dapat 1–5 5 1 – 20
mengakses
informasi
4 Merasa tidak 17 – 20 4
nyaman

52
Kualitas instrument ditentukan oleh kualitas pengumpulan data.

Agar kualitas suatu perangkat dapat dipertanggung jawabkan

penggunaannya, maka harus dibuktikan melalui uji validitas dan

reliabilitas. Langkah-langkah pengujian validitas dan reliabilitas

dilakukan sebagai berikut :

1) Uji Validitas

Uji validitas merupakan uji yang dilakukan oleh peneliti

untuk mengetahui ketepatan suaru pertanyaan yang digunakan

dalam mengukur variabel. Uji validitas dilakukan pada siswa SMA

Negeri 1 Kemangkon, Purbalingga sebanyak 31 responden.

Apabila r hitung positif dan ≥ r tabel (0,349), maka item

pertanyaan valid. Dan apabila r hitung negatif atau < r tabel

(0,349), maka item pernyataan adalah tidak valid.

Berdasarkan validitas kuesioner pada variabel peran orang

tua sebanyak 15 pertanyaan memiliki r hitung antara nilai 0,485 –

0,832 > r tabel 0,349 sehingga dapat dinyatakan valid. Berdasarkan

validitas kuesioner pada variabel teman sebaya sebanyak 10

pertanyaan memiliki r hitung antara nilai 0,499 – 0,837 > r tabel

0,349 sehingga dapat dinyatakan valid. Berdasarkan validitas

kuesioner pada variabel lingkungan masyarakat sebanyak 10

pertanyaan memiliki r hitung antara nilai 0,507 – 0,817 > r tabel

0,349 sehingga dapat dinyatakan valid.

53
2) Uji reliabilitas

Reliabilitas adalah alat ukur pada prinsipnya digunakan

untuk menunjukkan sejauh mana alat ukur dapat memberikan hasil

pengukuran relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran

kembali terhadap subyek yang sama (Hidayat, 2014).

Hasil uji reliabilitas pada penelitian ini diketahui bahwa

kuesioner peran orang tua memiliki nilai α = 0, 897, kuesioner

teman sebaya memiliki nilai α = 0, 833, kuesioner lingkungan

masyarakat memiliki nilai α = 0, 808. Nilai alpha Cronbach 0,6

sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga kuesioner dapat

dinyatakan reliabel, dapat dipercaya dan diandalkan sebagai alat

pengumpulan data.

G. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2014) pengumpulan data merupakan langkah

yang paling strategis dalam penelitian karena tujuan penelitian adalah

untuk memperoleh informasi. Teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan

dari individu atau orang seperti dari hasil wawancara, survey dan

perlakuan terhadap responden. Data primer adalah informasi yang

dikumpulkan langsung dari partisipan penelitian dengan menggunakan

alat pengukur atau alat pencari informasi secara langsung sebagai

sumber informasi yang dicari pada subjek, alat pengukur seperti

54
kuesioner untuk mengumpulkan data. Data primer penelitian ini

berasal dari siswa kelas X dan XI SMA N 1 Kejobong.

2. Analisis Data

a. Analisis univariat

Analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan

persentase. Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan

karakteristik dari masing-masing variabel yang diteliti. Persentase

dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Notoatmdjo, 2015) :

Rumus :

Keterangan :

P = Prosentase

X = Hasil objek yang diteliti

n = Jumlah seluruh objek yang diteliti

Pada penelitan ini menganalisis data untuk mendapatkan

gambaran data distribusi masing – masing variabel secara online,

yaitu variabel independent peran orang tua kemudian untuk

variabel dependent nomofobia remaja.

b. Analisis Bivariat

Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan

analisis data menggunakan uji Chi-Square. Prasyarat untuk

melakukan uji chi-square adalah bahwa tidak ada sel dengan

jumlah yang diamati kurang dari 1 dan tidak ada sel dengan

55
expected count kurang dari 5, tidak lebih dari 20% dari jumlah sel.

Tujuan analisis bivariat penelitian ini adalah untuk mengetahui

peran orang tua dan teman sebaya dalam nomofobia pada remaja di

SMA Negeri 1 Kejobong. Uji chi-square mempunyai rumus :

Rumus chi square :

( )

Keterangan :

k : banyaknya kategori/sel 1,2,..k

frekuensi observasi untuk ke-i

frekuensi ekspektasi untuk kategori ke-i

Untuk menunjukan signifikasi hasil perhitungan statistic

digunakan batas signifikasi α = 0.05. Hipotesis diterima jika nilai

p< 0,05 artinya terjadi suatu hubungan antara peran orang tua,

lingkungan sekitar dan teman sebaya pada nomofobia remaja.

Sedangkan jika hasil hipotesa menunjukan nilai p> 0, 05 maka

tidak ada hubungan tiga faktor tersebut pada nomofobia remaja.

3. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan menggunaan computer melalui tahap –

tahap berikut ini (Sugiyono, 2013) :

a. Editing

Pengolahan data yang dilakukan menggunakan editing

dilakukan dengan cara memeriksa kembali atas jawaban kuisioner

56
yang telah diisi dan dikembalikan kepada responden. Jika terdapat

jawaban yang tidak lengkap maka akan dikembalikan untuk

dilengkapi kepada responden.

b. Scoring

Scoring akan dilakukan untuk mengetahui skor atau jumlah

nilai dari jawaban responden atas kuisioner yang diberikan.

1) Peran orang tua

Batasan nilai yang digunakan untuk memberikan skor pada

kuisioner "Peran orang tua” yaitu menggunakan 5 tingkatan,

Untuk pertanyaan favorable yaitu selalu (4), sering (3), kadang

- kadang (2), jarang (1), tidak pernah (0). Dan untuk pertanyaan

unfavorable yaitu selalu (0), sering (1), kadang – kadang (2),

jarang (3), tidak pernah (4). Sesuai dengan 10 item pertanyaan.

maka dapat dijelaskan di bawah ini :

Nilai tertinggi dari skala = 15 x 4 = 60

Nilai terendah dari skala = 0 x 15 = 0

Rentangan nilai = 60 – 0 = 60

Kemudian banyaknya kriteria pada “Peran orang tua” ada 3

yaitu baik, cukup dan kurang.

Nilai interval = Rentang nilai : banyaknya kriteria

= 60 : 3

= 20

57
Didapatkan dari nilai interval adalah 20, nilai tertinggi adalah

40 dan nilai terendah adalah 0, maka dari hasil ini dapat

ditentukan kriteria sebagai berikut :

Tabel 3. 6 Kriteria Peran orang tua

Interval Kriteria
0 – 20 Kurang
21 – 40 Cukup
41 – 60 Baik

2) Teman sebaya

Batasan nilai yang digunakan untuk memberikan skor pada

kuisioner "Teman sebaya” yaitu menggunakan 5 tingkatan,

Untuk pertanyaan favorable yaitu selalu (4), sering (3), kadang

- kadang (2), jarang (1), tidak pernah (0). Dan untuk pertanyaan

unfavorable yaitu selalu (0), sering (1), kadang – kadang (2),

jarang (3), tidak pernah (4). Sesuai dengan 10 item pertanyaan.

maka dapat dijelaskan di bawah ini :

Nilai tertinggi dari skala = 10 x 4 = 40

Nilai terendah dari skala = 0 x 10 = 0

Rentangan nilai = 40 – 0 = 40

Kemudian banyaknya kriteria pada “Peran orang tua” ada 2

yaitu baik dan tidak baik.

Nilai interval = Rentang nilai : banyaknya kriteria

= 40 : 2

58
= 20

Didapatkan dari nilai interval adalah 20, nilai tertinggi adalah

40 dan nilai terendah adalah 0, maka dari hasil ini dapat

ditentukan kriteria sebagai berikut :

Tabel 3. 7 Kriteria Teman sebaya

Interval Kriteria
0 – 20 Negatif
20 – 40 Positif

3) Lingkungan Masyarakat

Batasan nilai yang digunakan untuk memberikan skor pada

kuisioner "Lingkungan Masyarakat” yaitu menggunakan 5

tingkatan, Untuk pertanyaan favorable yaitu selalu (4), sering

(3), kadang - kadang (2), jarang (1), tidak pernah (0). Dan

untuk pertanyaan unfavorable yaitu selalu (0), sering (1),

kadang – kadang (2), jarang (3), tidak pernah (4). Sesuai

dengan 10 item pertanyaan. maka dapat dijelaskan di bawah ini

Nilai tertinggi dari skala = 10 x 4 = 40

Nilai terendah dari skala = 0 x 10 = 0

Rentangan nilai = 40 – 0 = 40

Kemudian banyaknya kriteria pada “Peran orang tua” ada 2

yaitu baik dan tidak baik.

59
Nilai interval = Rentang nilai : banyaknya kriteria

= 40 : 2

= 20

Didapatkan dari nilai interval adalah 20, nilai tertinggi adalah

40 dan nilai terendah adalah 0, maka dari hasil ini dapat

ditentukan kriteria sebagai berikut :

Tabel 3. 8 Kriteria Lingkungan Sekitar

Interval Kriteria
0 – 20 Buruk
20 – 40 Baik

4) Nomofobia

Batasan nilai yang digunakan untuk memberikan skor pada

kuisioner "nomofobia” yaitu menggunakan 5 tingkatan, yaitu

Sangat Setuju (5), Setuju (4), Kurang Setuju (3), Tidak Setuju

(2), Sangat Tidak Setuju (1) . Sesuai dengan 20 item

pertanyaan. maka dapat dijelaskan di bawah ini :

Nilai tertinggi dari skala = 20 x 5 = 100

Nilai terendah dari skala = 0 x 20 = 0

Rentangan nilai = 100 – 0 = 100

Kemudian banyaknya kriteria pada “nomofobia” ada 3 yaitu

Berat, sedang, dan rendah.

Nilai interval = Rentang nilai : banyaknya kriteria

= 100 : 3

60
= 33

Didapatkan dari nilai interval adalah 33, nilai tertinggi adalah

100 dan nilai terendah adalah 0, maka dari hasil ini dapat

ditentukan kriteria sebagai berikut :

Tabel 3. 9 Kriteria nomofobia

Interval Kriteria
67 – 100 Berat
34 – 66 Sedang
0 – 33 Ringan

c. Coding

Klasifikasi akan dengan cara memberikan tanda pada

masing-masing jawaban menggunakan kode yang berupa angka,

kemudian dipindah kedalam suatu tabel kerja untuk mempermudah

dalam pembacaan.

Pada variabel peran orang tua baik menggunakan kode 3,

cukup menggunakan kode 2 dan kurang menggunakan kode 1.

Pada variabel teman sebaya kode 2 digunakan untuk positif, dan

kode 1 untuk negatif. Kemudian untuk variabel lingkungan

masyarakat menggunakan kode 2 untuk baik dan kode 1 untuk

buruk. Selanjutnya untuk variabel nomofobia menggunakan kode 3

untuk kategori berat, kode 2 untuk kategori sedang, kode 1 untuk

kategori rendah.

61
d. Prosesing

Merupakan langkah lanjutan yang dilakukan setelah data

melalui editing dan coding yang akan diproses melalui alat pada

program computer.

e. Entry

Dalam tahap pengolahan data ini dilakukan dengan

memasukan data yang sudah diperoleh dengan menggunakan

system atau program computer.

f. Cleaning

Tahap yang dilakukan dengan mengecek ulang data yang

akan dimasukan, karena bisa sja data belum relefan.

g. Tabulating

Tahap memasukkan data pada tabel yang sesuai dengan

kelompoknya sesuai dengan tujuan penelitian. Kemudian data

diproses atau dijumlahkan dan hasilnya dimasukan dalam kategori

sesuai dengan jumlah pertanyaan.

H. Alur Penelitian

1. Tahap Persiapan

Dalam tahap persiapan ini berisikan beberapa kegiatan

pengumpulan data yaitu :

a. Persiapan materi studi pustaka dan studi pendahuluan yang

mendukung penelitian yang akan diteliti.

62
b. Pembuatan proposal penelitian yang dilanjutkan dengan

pengujian proposal penelitian.

c. Melakukan koordinasi dan meminta izin pada tempat yang akan

dilakukan penelitian dalam hal ini adalah hubungan peran orang

tua, teman sebaya dan lingkungan sekitar terhadap nomofobia

pada remaja di SMA Negeri 1 Kejobong.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Peneliti meminta data siswa kelas X dan XI di SMA Negeri 1

Kejobong.

b. Peneliti melakukan pengambilan responden dengan

menggunakan teknik Simple Random Sampling, dimana

peneliti memanggil anak yang akan menjadi responden dengan

melihat daftar presensi siswa.

c. Setelah responden dari setiap kelas (X dan XI) sudah

ditentukan kemudian peneliti mengumpulkan responden dalam

satu ruangan.

d. Peneliti mengumpulkan responden dan meminta kontrak waktu

dengan responden yang kemudian peneliti menjelaskan

maksud, dan prosedur penelitian kepada responden.

e. Responden yang bersedia mengisi kuesioner kemudian diminta

untuk menandatangani lembar informed consent.

f. Setelah menandatangani lembar informed consent responden

yang bersedia menjadi sampel penelitian diminta mengisi

63
lembar kuesioner yang dibagi oleh peneliti. Kuesioner tersebut

berisi tentang kuesioner peran orang tua, teman sebaya,

lingkungan masyarakat dan kuesioner nomofobia.

g. Setelah selesi mengisi kuesioner responden mengumpulkan

hasil pengisian kuesioner kepada peneliti, yang kemudian oleh

peneliti diperiksa apakah sudah lengkap semua kuesionernya

sesuai dengan jumlah sampel dan diperiksa juga apakah ada

jawaban yang belum diisi oleh responden atau tidak. Jika

sudah lengkap semua selanjutnya peneliti melakukan

pengolahan data hasil penelitian.

3. Tahap evaluasi hasil pelaksanaan

Menyusun laporan mengenai jalannya penelitian serta hasil

penelitian yang berupa interpretasi menurut analisis data.

I. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti sebelumnya akan mengajukan

perizinan kepada pihak sekolah yang akan dilakukan penelitian disini yaitu

SMA Negeri 1 Kejobong. Kemudian kuisioner diberikan kepada

responden dengan menekankan masalah etika yang meliputi (Hidayat,

2014).

1. Informed concent (Lembar persetujuan)

Informed concent merupakan salah satu cara untuk mencapai

kesepakatan antara peneliti dan responden. Formulir persetujuan ini

diberikan kepada responden yang memenuhi kriteria inklusi, jabatan,

64
dan minat. Tujuannya adalah agar responden mengetahui maksud dan

tujuan penelitian serta manfaat penelitian. Jika calon responden

menolak, peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak

tersangka. Peneliti meminta persetujuan dan menjelaskan tujuan dan

manfaat penelitian kepada responden sebelum mengisi kuesioner.

2. Anonimity (tanpa nama)

Anonymity merupakan masalah etik menerapkan anonimitas ketika

nama responden tidak diberikan pada halaman pengukuran, tetapi hanya

kode pada formulir pengumpulan data. Peneliti meminta responden

untuk memasukkan nama dengan inisial untuk melindungi privasi

responden.

3. Confidentially (kerahasiaan)

Kerahasiaan data responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok

data tertentu saja yang dilaporkan sebagai hasil penelitian. Peneliti

menjaga kerahasiaan informasi yang diterimanya, termasuk informasi

responden yang diterimanya.

4. Beneficence (manfaat)

Peneliti memberikan informasi tentang pentingnya faktor-faktor

yang mempengaruhi nomofobia pada remaja. Inilah yang perlu

dilakukan peneliti agar responden dapat melihat nilai dari penelitian ini.

5. Non-maleficience (tidak membahayakan)

Dalam penelitian ini peneliti mempertimbangkan fakta bahwa

subyek atau responden tidak dirugikan sedikitpun baik secara materil

65
maupun materiil. Penelitian ini tidak merugikan responden yang

bersedia menjadi responden dengan menandatangani formulir informed

consent.

6. Balancing Harms and Benefits

Dalam studi ini, para peneliti mencoba meminimalkan bahaya atau

dampak yang dapat meruhikan pada subjek penelitian.

7. Respect of Person

Penelitian ini menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, dan

yang pertama adalah setiap individu (responden) diperlakukan sebagai

pribadi yang mandiri (self-determination). Kedua, setiap individu yang

otonominya kurang atau hilang harus mendapat perlindungan. Dia

memiliki hak untuk kebebasan jika responden menolak. Dalam hal ini,

tidak perlu menandatangani informed consent..

66
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 19 Mei 2023 di SMA

Negeri 1 Kejobong Kecamatan Kejobong Kabupaten Purbalingga.

Responden dalam penelitian ini yaitu siswa kelas X dan XI SMA

Negeri 1 Kejobong. Responden dalam penelitian ini berjumlah 78

responden dan menggunakan cara teknik simple random sampling.

2. Analisis Univariat

a. Karakteristik Responden
Tabel 4. 1 Karakteristik responden
Karakteristik Responden F (n=78) Persentase

Jenis Kelamin
 Laki – Laki 24 30,8%
 Perempuan 54 69,2%
Usia
 15 – 16 tahun 59 75,6%
 17 – 18 tahun 19 24,4%
Kelas
 Kelas X 39 50%
 Kelas XI 39 50%
Waktu penggunaan smartphone sehari
 ≤4 jam 13 16,7%
65 83,3%
 ≥4 jam
Total 78 100%
(Dari tabel 4.1 disampaikan bahwa mayoritas responden

berjenis kelamin perempuan dengan usia paling banyak 15-16 tahun,

rata – rata kelas X dan XI seimbang dan paling banyak penggunaan

smartphone sehari diatas 4 Jam).

67
b. Kategori peran orang tua, teman sebaya, lingkungan masyarakat dan
nomofobia
Tabel 4. 2 Kategori peran orang tua, teman sebaya, lingkungan
masyarakat, dan nomofobia
Variabel F (%)
Peran orang tua
Peran orang tua baik 48 61,5
Peran orang tua cukup 25 32,1
Peran orang tua kurang 5 6,4
Teman sebaya
Teman sebaya positif 38 48,7
Teman sebaya negatif 40 51,3
Lingkungann masyarakat
Lingkungann masyarakat baik 36 46,2
Lingkungann masyarakat buruk 42 53,8
Nomophobia
Nomophobia berat 19 24,4
Nomophobia sedang 45 57,7
Nomophobia ringan 14 17,9
Total 78 100,0

(Dari tabel 4.2 menunjukkan mayoritas peran orang tua dalam


kategori baik (61,5%), teman sebaya dalam kategori negatif (51,3),
lingkungan masyarakat dalam kategori buruk (53,8%), dan
nomofobia dalam kategori sedang (57,7%).
3. Analisis Bivariat

a. Hubungan peran orang tua terhadap nomofobia pada remaja di


SMA Negeri 1 Kejobong

Tabel 4. 3 Uji Chi Square Peran orang tua terhadap nomofobia


pada Remaja
Peran Nomofobia Total p-
orang tua Ringan Sedang Berat value
N % N % N % N %
Kurang 1 20,0 0 0,0 4 80,0 5 100

Cukup 4 16,0 14 56,0 7 28,0 25 100 0,026

Baik 9 18,8 31 64,6 8 16,7 48 100

Total 14 17,9 45 57,7 19 24,4 78 100

68
(Dari tabel 4. 6 menunjukkan hasil chi square diperoleh p-value

sebesar 0,026 (≤ 0,05), yang artinya terdapat hubungan antara

peran oranng tua dengan nomofobia pada remaja, dengan maksud

semakin kurang peran orang tua maka semakin berat nomofobia

yang dialami remaja, sebaliknya semakin baik peran orang tua

maka semakin ringan nomofobia yang dialami remaja).

b. Hubungan teman sebaya terhadap nomofobia pada remaja di SMA


Negeri 1 Kejobong

Tabel 4. 4 Uji Chi Square Teman sebaya terhadap nomofobia


pada Remaja
Teman Nomofobia Total p-
sebaya Ringan Sedang Berat value
N % N % N % N %
Negatif 6 15,0 17 42,5 17 42,5 40 100
0,001
Positif 8 21,1 28 73,7 2 5,3 38 100

Total 14 17,9 45 57,7 19 24,4 78 100

(Dari tabel 4.7 menunjukkan hasil chi square diperoleh p-value

sebesar 0,001 (≤ 0,05) yang artinya terdapat hubungan antara

teman sebaya dengan nomofobia pada remaja. Semakin negatif

peran teman sebaya maka semakin berat nomofobia yang dialami,

sebaliknya semakin positif peran teman sebaya maka semakin

ringan nomofobia yang dialami remaja).

69
c. Hubungan lingkungan masyarakat terhadap nomofobia pada remaja
di SMA Negeri 1 Kejobong

Tabel 4. 5 Uji Chi Square Lingkungan Masyarakat terhadap


nomofobia pada Remaja
Lingkungan Nomofobia Total p-
Masyarakat Ringan Sedang Berat value
N % N % N % N %
Buruk 3 7,1 25 59,5 14 33,3 42 100
0,011
Baik 11 30,6 20 55,6 5 13,9 36 100

Total 14 17,9 45 57,7 19 24,4 78 100

(Dari tabel 4.8 menunjukkan hasil chi square diperoleh p-value

sebesar 0,011 (≤ 0,05) yang artinya terdapat hubungan antara

lingkungan masyarakat dengan nomofobia pada remaja. Semakin

buruk peran lingkungan masyrakat maka semakin berat nomofobia

yang dialami remaja, sebaliknya semakin baik peran lingkungan

masyarakat maka semakin ringan nomofobia yang dialami remaja).

B. Pembahasan
1. Analisis Univariat

a. Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian bahwa paling banyak responden

berjenis kelamin perempuan dan karakteristik usia paling banyak

responden usia 15–16 tahun. Seperti penelitian yang dilakukan oleh

Gezgin et al, (2018) yang menujukkan tingkat nomofobia siswa

sekolah menengah atas ditemukan sedikit di atas rata-rata. Berkaitan

70
dengan perbedaan gender, siswi memiliki kecenderungan yang lebih

tinggi untuk menunjukkan perilaku nomofobia dibandingkan dengan

siswa laki-laki. Penelitian lain dilakukan oleh mayangsari, 2014

(dalam Prasetyo & Ariana, 2016) menyatakan bahwa nomofobia

pada jumlah perempuan lebih banyak sekitar 56% dibandingkan

laki-laki 47% pada usia 15-18 tahun.

Hal ini didukung oleh data dari Smart Platform for Mobile

Marketing and E-Commerce yang menerbitkan data terbaru

Smartphone User Personal Report (SUPR) atau Laporan Personal

Pengguna smartphone di Indonesia untuk tahun 2015. Dalam laporan

ini, pengguna smartphone paling banyak terwakili di antara mereka

yang berusia 30 tahun ke bawah lebih besar, terhitung sekitar 61%

(Hasan, 2015).

Tkhostov & Rasskazova (2013) mengatakan bahwa psikologi

remaja merupakan salah satu faktor utama yang menempatkan

remaja pada risiko yang lebih tinggi untuk mengalami adiksi

smartphone dibandingkan dengan kelompok yang lebih tua.

Remaja usia sekolah menengah khususnya banyak

melakukan kegiatan belajar dan mencari informasi dengan

menggunakan smartphone sebagai media atau alat bantu, termasuk

menggunakan smartphone untuk kegiatan lain seperti mendengarkan

musik, browsing, menggunakan media sosial, menonton, dan

bermain game. Penelitian yang dilakukan oleh Demirci et al., (2015)

71
yang menemukan bahwa pengguna smartphone perempuan lebih

banyak daripada pengguna smartphone laki-laki. Karena wanita

memiliki keinginan komunikasi yang lebih besar daripada pria, yang

membuat mereka hampir setiap saat melihat smartphone. Selain itu,

wanita percaya bahwa mengecek internet yang konsisten dapat

membina hubungan yang hal tersebut dapat mengarahkan wanita

untuk menggunakan smartphone mereka lebih sering dan lebih lama.

Hasil penelitian ini sebanding dengan penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh Park et al. (2014) wanita memiliki risiko

kecanduan smartphone yang lebih tinggi dibandingkan pria. Hal ini

dikarenakan wanita relatif lebih sering menggunakan fungsi

smartphone dibandingkan pria, terutama untuk berhubungan dengan

banyak orang melalui jejaring sosial, aplikasi chatting dan hiburan.

Berdasarkan hasil penelitian waktu penggunaan smartphone

dalam sehari terbanyak lebih dari 4 jam (83,3%). Menurut Penelitian

University of Oxford yang dikutip dalam Hepilita & Gantas, (2018)

durasi ideal aktivitas internet per hari adalah 257 menit atau sekitar 4

jam 17 menit. Jika berlangsung lebih dari 4 jam 17 menit, perangkat

dianggap mempengaruhi fungsi otak dan psikologis anak. Gangguan

pada otak tersebut mengakibatkan orang yang mengalami suatu

ketergantungan atau kecanduan kehilangan beberapa

kemampuan/fungsi otak, antara lain fungsi atensi (memusatkan

perhatian terhadap sesuatu hal), fungsi eksekutif (merencanakan dan

72
melakukan tindakan) dan fungsi inhibisi (kemampuan untuk

membatasi). Kurangnya kontrol terhadap konsumsi internet

seseorang dapat menyebabkan penurunan fisik dan psikologis

kesejahteraan, dengan gejala terkait seperti kesusahan, kemarahan,

kehilangan kontrol, penarikan sosial, keluarga konflik dan lainnya

mendorong orang kearah isolasi (Quaglio & Millar, 2020). Sebagian

besar mahasiswa menggunakan smartphone sebagai tutorial atau

kuliah online, aplikasi yang biasa digunakan adalah WhatsApp,

Instagram, YouTube, Zoom, TikTok dan game online. Kecanduan

ini memiliki dampak negatif yang sangat mengesankan. Kecanduan

smartphone ini disebabkan oleh penggunaan smartphone yang lama,

hal ini menyebabkan kurangnya interaksi langsung.

b. Kategori nomofobia, peran orang tua, teman sebaya dan lingkungan

masyarakat

Hasil klasifikasi menunjukkan bahwa skor subjek semakin

tinggi skor yang dimiliki, semakin besar nomofobia pada diri

subjek. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar dari mereka

menderita nomofobia sedang (57,7%).

Nomofobia terus meningkat di Inggris, dengan 66% dari

1.000 orang yang disurvei takut kehilangan smartphone atau hidup

tanpanya. nomofobia adalah rasa takut yang berlebihan akan

kehilangan smartphone.

73
LA Times juga melakukan survei dan menemukan bahwa

53% responden mengatakan mereka khawatir tidak membawa

smartphone. Hasil survei mengungkapkan bahwa perempuan lebih

dominan dalam hal nomofobia, 70% wanita takut jika tidak

memiliki smartphone. Pada saat yang sama, 60% pria mengaku

nomofobia. nomofobia cenderung menyerang kaum muda, sekitar

77% dari usia 16 hingga 24 tahun.

Tingkat nomophobia ringan pada remaja dapat disebabkan

karena para remaja masih bisa mengontrol penggunaan smartphone

dan menggunakannya untuk keperluan tertentu seperti

mengerjakan tugas dan lain sebagainya. Tingkat nomophobia

sedang dapat disebabkan karena para remaja tidak hanya

membutuhkan smartphone untuk aktifitas seperti belajar namun

keinginan untuk bergaul dan diterima dikelompok sebayanya.

Tingkat nomophobia berat dapat disebabkan karena para remaja

tidak menyeimbangkan penggunaan smartphone sesuai kebutuhan

dan menjadikan smartphone sebagai kebutuhan yang harus

dipenuhi sehari-hari tanpa adanya pengawasan dan

kontrol yang baik (Riyanti et al., 2021).

Individu yang mengalami nomofobia memiliki ciri-ciri

antara lain tidak pernah mematikan ponsel, terobsesi untuk

mengecek pesan dan panggilan tak terjawab, membawa ponsel

kemana-mana, menggunakan ponsel di waktu yang tidak tepat, dan

74
melewatkan interaksi langsung (Kanmani et al., 2017). nomofobia

memiliki sifat multi-dimensi mulai dari gejala sosial, fisiologis,

dan fisik yang apabila dirangkum akan menjadi sangat tergantung

pada smartphone (Bragazzi & Del Puente, 2014). Pada beberapa

kasus, individu merasakan efek secara fisik seperti panik, nafas

yang pendek, gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat, nyeri

dibagian leher dan punggung ketika posel mati atau tidak dapat

digunakan (Kanmani et al., 2017).

Ciri – ciri dan karakteristik orang yang mengidap

nomofobia yaitu : Habiskan waktu dengan menggunakan

smartphone, menggunakan setidaknya satu perangkat atau lebih

dan selalu bawa pengisi daya. Cemas dan gugup saat smartphone

tidak tersedia di dekat atau di luar tempatnya. Selain itu, juga

merasa tidak nyaman saat terjadi gangguan atau tidak ada jaringan

dan daya baterai lemah. Selalu lihat layar smartphone dan periksa

pesan atau panggilan masuk. David Laramie menyebut ringxiety

atau perasaan yang menganggap smartphone bergetar atau

berdering. Tidak mematikan smartphone dan selalu menyalakan

smartphone 24 jam/seharian. Selain itu, smartphone diletakkan di

atas tempat tidur saat tidur. Tidak menyenangkan berkomunikasi

dengan menggunakan teknologi baru. Biaya yang dikeluarkan

untuk smartphone tinggi (Bragazzi & Del Puente, 2014).

75
Hasil kategorisasi tersebut adalah semakin tinggi skor

subjek maka semakin kecil peran orang tua pada subjek, dan

semakin rendah skor subjek maka semakin baik peran orang tua

pada subjek.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar dari mereka

adalah orang tua yang baik (61,5%). Peran orang tua terhadap 78

(100%) responden siswa di SMA Negeri 1 Kejobong Kabupaten

Purbalingga menunjukan responden dengan peran orang tua berada

pada kategori baik ada 48 siswa (61,5%) responden menunjukan

peran orang tuanya berada pada kategori cukup ada 25 siswa

(32,1%) dan ada 5 (6,4%) responden menunjukan peran orang

tuanya dalam kategori kurang. Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan terhadap siswa laki-laki di SMA Negeri 1 Kejobong

mayoritas peran orang tuanya ada pada kategori baik.

Orang tua berperan penting dalam pertumbuhan dan

perkembangan anak, serta dalam pembentukan karakter anak.

Upaya orang tua untuk membimbing anaknya dengan memberikan

contoh yang baik dan benar, karena anak sangat ingin tahu dan

sifat ingin menirunya. Kasih sayang dan perhatian orang tua, serta

nilai-nilai kehidupan yang mereka tanamkan, baik secara agama

maupun sosial budaya, merupakan faktor yang dapat

mempersiapkan anak menjadi pribadi yang sehat.

76
Menurut Asmayanti (2021) orang tua memgang peran

penting dalam membimbing anak remaja menuju dewasa. Orang

tua memiliki beberapa peranan penting diantaranya adalah peran

orang tua sebagai pendidik, sebagai pengasuh, sebagai pengawas

dan peran orang tua sebagai motivator. Masing- masing memiliki

peran yang harus dijalankan sebagai orang tua untuk membentuk

perilaku remaja yang baik dan terhindar dari kejadian nomofobia

yang sekarang banyak terjadi di kalangan remaja.

Peran orang tua sangat diperlukan dalam prkembangan

anak – anak remaja, hal ini sesuai dengan penelitian Dangol

(2021). Temuan dari peneliti ini menyororti pentingnya

keterlibatan orang tua sebagai faktor pelindung penting dikalangan

remaja sekolah di Nepal. Orang tua merupakan faktor eksternal

yang memiliki peran pentinga pada masa remaja sang anak,

diantaranya seperti cara asuh, dan peran orang-orang dalam

keluarga atau orang tua, kedua ini akan sangat beerpengaruh pada

perilaku remaja.

Hasil klasifikasi bahwa semakin tinggi skor yang mewakili

subjek maka semakin negatif peran teman sebaya pada diri subjek

dan semakin rendah skor yang dimiliki subjek maka semakin

positif peran teman sebaya pada diri subjek. Dari hasil penelitian

dapat dilihat bahwa sebagian besar memiliki peran teman sebaya

negatif (51,3%).

77
Teman sebaya merupakan teman berinteraksi dengan anak

yang seumuran dan memiliki tingkat kesadaran yang relatif tinggi

dalam kelompok. Orang biasanya mendapatkan dukungan sosial

dari lingkaran teman mereka. Dukungan seperti itu bisa menjadi

ungkapan kegembiraan. Teman memainkan beberapa peran dalam

proses perkembangan sosial anak. Menurut (Santrock, 2019) peran

teman sebaya dalam proses perkembangan sosial anak meliputi

peran teman, stimulus, sumber dukungan fisik, sumber dukungan

ego, perbandingan sosial dan keterikatan. Dari penjelasan di atas

dapat disimpulkan bahwa teman sebaya berperan dalam

perkembangan perilaku sosial anak. Teman memberikan

kesempatan untuk berinteraksi dengan orang di luar keluarga.

Peran terpenting teman adalah sebagai sumber informasi tentang

dunia di luar keluarga, sebagai sumber daya kognitif, sebagai

pemecah masalah dan sumber informasi, sebagai sumber emosi dan

ekspresi. ekspresi diri dan identitas.

Hasil klasifikasi menunjukan bahwa semakin tinggi skor

yang dimiliki oleh subjek maka semakin buruk peran lingkungan

masyarakat pada subjek itu sendiri dan semakin rendah skor yang

dimiliki subjek maka semakin baik peran lingkungan masyarakat

pada diri subjek. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa sebagian

besar dari mereka berperan buruk dalam lingkungan sosial

(53,8%).

78
Lingkungan masyarakat adalah situasi atau kondisi

interaksi sosial dan sosial budaya yang berpotensi mempengaruhi

perkembangan karakter religius atau kesadaran beragama individu

(Yusuf, 2012). Dalam masyarakat, individu (terutama anak-anak

dan remaja) berpartisipasi dalam interaksi sosial dengan teman

sebayanya atau anggota masyarakat lainnya. Lingkungan

masyarakat (sosial) dan berbagai norma atau sistem aturan yang

melingkupi individu atau kelompok masyarakat dapat

mempengaruhi perilakunya melalui interaksinya di lingkungan

masyarakat. Lingkungan masyarakat adalah tempat manusia

berinteraksi satu sama lain, dan interaksi sosial dan budaya antar

anggota masyarakat sesuai dengan nilai dan norma lingkungan.

Beberapa faktor lingkungan yaitu kegiatan sosial anak, media

massa, teman pergaulan dan bentuk kehidupan masyarakat (Sari,

2018).

Lingkungan masyarakat yang buruk dapat berkontribusi

terhadap kejadian nomofobia pada individu. Berikut ini adalah

beberapa gambaran lingkungan masyarakat yang buruk dan

bagaimana hal itu dapat mempengaruhi terjadinya nomofobia: 1.

Ketergantungan kolektif: Jika dalam lingkungan masyarakat

banyak orang yang secara kolektif mengalami ketergantungan pada

teknologi, seperti penggunaan smartphone yang berlebihan atau

norma sosial yang mendukung penggunaan gadget sepanjang

79
waktu, hal ini bisa memperburuk kecenderungan seseorang untuk

mengembangkan nomofobia. 2.Tekanan sosial: Jika ada tekanan

sosial dari teman sebaya atau kelompok tertentu untuk selalu

online atau merespons pesan dengan cepat, individu tersebut

cenderung merasa perlu terus-menerus terhubung dengan

smartphone mereka agar tidak dianggap aneh atau ditinggalkan

oleh lingkungannya. 3. Kurangnya interaksi offline: Lingkungan

masyarakat di mana interaksi tatap muka jarang dilakukan dan

lebih sering menggunakan komunikasi digital dapat meningkatkan

risiko seseorang mengalami gejala-gejala nomofobia. Ketika

kesempatan untuk berinteraksi secara langsung sangat minim,

individu cenderung bergantung pada teknologi sebagai ganti dari

interaksi interpersonal. 4. Paparan media sosial negatif:

Lingkungan masyarakat di mana media sosial digunakan dengan

cara yang negatif, seperti cyberbullying atau body shaming, bisa

membuat individu menjadi khawatir tentang penilaian orang lain

dan menciptakan rasa takut akan hilangnya konektivitas dengan

dunia digital. 5. Kurangnya kesadaran akan manfaat offline: Jika

lingkungan masyarakat tidak mempromosikan kegiatan offline

yang bermanfaat, seperti olahraga, seni, atau interaksi sosial

langsung, individu cenderung lebih terfokus pada penggunaan

teknologi dan mengalami kesulitan dalam membatasi waktu

mereka di depan layar (Safaria et al., 2022).

80
81
2. Analisis Bivariat

a. Hubungan peran orang tua dengan nomofobia

Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang

signifian antara peran orang tua dengan nomofobia. Hasil penelitian

ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Angelia

dimana didapatkan hasil bahwa adanya hubungan peran orang tua

dengan nomofobia (Silvanasari & Vitaliati, 2019).

Silvanasari & Vitaliati (2019) mengemukakan bahwa peran

orang tua ternyata berhubungan signifikan dengan adiksi

smartphone. Semakin buruk persepsi orang tua terhadap peran

mereka, semakin menyebabkan remaja berperilaku berlebihan saat

menggunakan smartphone. Peran orang tua yang kurang maksimal

menunjukkan bahwa peran orang tua kurang dalam membina

hubungan yang erat antara orang tua dan anak, menanamkan

kedisiplinan, pendidikan, kesejahteraan dan perlindungan secara

umum, daya tanggap dan kepekaan, serta pemahaman orang tua

terhadap penggunaan smartphone.

Orang tua berperan penting dalam pendidikan remaja untuk

menjadikan generasi muda yang dapat meraih keberhasilan di masa

yang akan datang. Orang tua memiliki tanggung jawab yang besar

untuk membimbing anak- anaknya. Ada beberapa cara yang bisa

dilakukan orang tua untuk mencegah anak kecanduan, menetapkan

aturan penggunaan smartphone, menentukan aplikasi apa saja yang

82
boleh digunakan anak dan memantau ketika anaknya menggunakan

smartphone yang diberikan, imbangi pemakaian smartphone dengan

kegiatan lain, dan penggunaan smartphone hendaknya tidak

menggantikan peran orang tua sebagai guru utama anak (Suryameng

,2019).

Penelitian yang dilakukan oleh Khadijah (2019)

menunjukkan ada hubungan peran orang tua dengan ketergantungan

gadget pada anak. Menurut Suwarsi (dalam Khadijah 2019) beberapa

perilaku anak terkait dengan gadget yang harus diwaspadai guru

maupun orang tua yaitu ketika keasyikan dengan gadget anak jadi

kehilangan minat dalam kegiatan lain, anak tidak lagi suka bergaul

atau bermain dilua rumah dengan teman sebaya, ana cenderung

bersikap membela diri dan marah ketika ada, upaya untuk

mengurangi atau menghentikan penggunaan games, anak berani

berbohong atau mencuri-curi waktu untuk bermain gadget. Perilaku-

perilaku tersebut merupakan tanda bahwa mereka sedang

membutuhkan bantuan dalam menghentikan aktifitasnya dengan

kecanduan bermain gadget.

Peran orang tua yang baik tentunya akan mencegah anak

kecanduan menggunakan smartphone dari sudut pandang negatif.

Gambaran ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Krithika

dan Vasantha (2013) yang menemukan bahwa penggunaan

smartphone sangat terintegrasi dalam perilaku remaja dan dewasa

83
muda dengan gejala perilaku kecanduan, seperti ketika penggunaan

smartphone pasti mempengaruhi aktivitas sehari-hari menjadi

terganggu. Smartphone pada umumnya memiliki manfaat positif,

seperti dapat bersilaturahmi atau menelepon keluarga, teman, dll.

Peneliti berasumsi bahwa hal ini tentunya berkaitan dengan

optimalisasi para orang tua untuk memberikan persepsi positif

kepada generasi muda tentang penggunaan smartphone.

Lee, Kim, dan Choi (2017) menemukan bahwa konflik

merupakan faktor risiko kecanduan smartphone. Peneliti berasumsi

bahwa faktor konflik yang disebutkan dalam pengertian ini bisa jadi

adalah konflik antara anak muda dengan orang tuanya. Tidak adanya

konflik tersebut pasti akan meminimalkan kecanduan smartphone.

Beison dan Rademacher (2017) menemukan bahwa tingkat

pendidikan ayah secara signifikan berhubungan dengan masalah

penggunaan smartphone pada remaja. Orang tua yang terdidik

dengan baik tentu mampu memberikan dan memaksimalkan semua

indikator peran orang tua, termasuk menjelaskan fitur-fitur positif

smartphone.

Peran orang merupakan salah satu faktor yang sangat penting

dan berpengaruh dalam menentukan perilaku remaja salah satunya

yaitu perilaku nomofobia, peran orang tua yang baik akan

menimbulkan remaja yang baik dan peran orang tua yang kurang

baik kemungkinan besar akan menimbulkan perilaku remaja yang

84
kurang baik, orang tua yang berperan baik dan selalu mencontohkan

hal yang positif akan mengurangi perilaku buruk para remaja salah

satunya yaitu dapat mengurangi kebiasaan bermain smartphone.

b. Hubungan peran teman sebaya dengan nomofobia

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang sangat signifikan antara peran teman sebaya dengaan

nomofobia. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Angelia dimana didapatkan hasil bahwa adanya

hubungan peran teman sebaya dengan nomofobia (Silvanasari &

Vitaliati, 2019)

Silvanasari & Vitaliati (2019) semakin teman sebaya kurang

baik menjalankan perannya, semakin mengarah pada perilaku

kecanduan smartphone. Peran teman sebaya yang tidak baik

menunjukkan bahwa peran teman sebaya yang tidak memadai dalam

ekspresi diri juga berdampak negatif pada penggunaan smartphone.

Skarupova, Olafsson, dan Blinka (2016) mengemukakan

bahwa penggunaan smartphone merupakan prediktor positif dari

penggunaan internet yang berlebihan, yang dimoderatori oleh

peningkatan aktivitas yang dilakukan secara daring. Peningkatan

penggunaan internet di atas rata-rata juga terkait dengan penggunaan

game online dan jejaring sosial sehari-hari. Peneliti berasumsi bahwa

penggunaan smartphone dalam game dan media sosial berhubungan

dengan remaja. Ternyata teman sebaya sering mempengaruhi

85
penggunaan smartphone dalam aktivitas yang dilakukan secara

online.

Hubungan antar siswa merupakan elemen penting dari

hubungan teman sebaya. Penelitian tentang kecanduan smartphone

sebagian besar berdasarkan penyelidikan sebelumnya tentang

kecanduan internet (Bian & Leung, 2015). Ahli teori dan penelitian

sebelumnya telah lama berpendapat pentingnya hubungan teman

sebaya dalam perkembangan remaja. Menurut teori kontrol sosial,

ikatan individu dengan masyarakat penting dalam mencegah

aktivitas nakalnya. Hubungan remaja dengan teman sebaya penting

untuk menjaga mereka dari melakukan kegiatan nakal. Sejalan

dengan teori ini, beberapa studi empiris menemukan bahwa

hubungan teman sebaya merupakan faktor pelindung penting dalam

kecanduan internet remaja pada umumnya dan kecanduan

smartphone remaja pada khususnya (Bae, 2015). Sebagai contoh,

Bae (2015) menemukan bahwa kepuasan pertemanan berhubungan

negatif dengan kecanduan smartphone pada remaja.

Lingkungan teman sebaya memberikan pengaruh dan peran

yang penting dalam perkembangan siswa. Kedekatan dan keakraban

dengan teman sebaya yang kuat dan terjalin dengan baik maka akan

membentuk suatu kelompok, suatu ikatan yang sangat erat.

Penelitian ini diperkuat dengan pendapat yang dikemukakan

Haryanto & Sujatmiko, (2012) olehyang mengatakan bahwa teman

86
sepermainan adalah kelompok sosial dalam jumlah kecil yang

memiliki kesamaan usia, memiliki kesamaan kegiatan, biasanya

dalam kelompok ini mempunyai tujuan yang sama yaitu mencari

penghiburan dan kepuasan rohani. Berkumpul dengan teman sebaya

yang memiliki kesamaan dalam berbagai hal tertentu menjadi salah

satu cara agar remaja dapat mengubah kebiasaan hidupnya dan

memcoba berbagai hal baru serta saling mendukung satu sama lain.

Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri (2017),

mengatakan bahwa teman sebaya bagi remaja menjadi salah satu

pemberi dukungan pada setiap hal yang akan dilakukan,

memutuskan suatu perihal, maupun hal yang ingin dicapai, sehingga

teman sebaya menjadi salah satu pemberi dukungan sosial yang

penting bagi remaja.

Penggunaan internet dikalangan remaja tidak lepas karena

adanya dukungan langsung dari teman sebaya yang saling

mempengaruhi satu sama lain untuk mencari kepuasan hiburan

dalam dunia maya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Eastin

dalam Patrick (2010) yang menyatakan bahwa sangat mungkin

teman-teman akan mempengaruhi satu sama lain untuk bersenang-

senang dan bermain games. Selain itu, adanya kebutuhan untuk

berinteraksi dengan teman sebaya secara online menjadikan seorang

remaja terdorong untuk menggunakan internet.

87
Penggunaan internet dikalangan remaja seringkali lebih

dikarenakan remaja mudah tertarik pada sesuatu hal yang baru dan

tren dikalangan teman sebayanya. Masa remaja merupakan masa

dimana seorang individu lebih dekat dengan teman sebayanya

dibandingkan dengan keluarganya dan dengan menggunakan internet

melalui media sosial, games serta yang lainnya interaksi dengan

teman sebayanya menjadi lebih menarik dan mudah (Nurikhsan &

Agustin, 2013). Lebih lanjut Beard dalam Price (2011)

mengungkapkan bahwa budaya masyarakat modern menjadikan

keharusan untuk menggunakan internet.

Pengaruh teman sebaya yang negatif pada penggunaan

smartphone secara signifikan memprediksi kecanduan smartphone

pada remaja. Smartphone semakin populer di kalangan remaja, dan

penggunaan smartphone telah menjadi perilaku normal kelompok

sebaya. Remaja pasti menghadapi tekanan mempertahankan

hubungan teman sebaya menggunakan smartphone dalam kehidupan

sehari-hari. Tekanan teman sebaya pada smartphone telah menjadi

jenis tekanan teman sebaya yang paling penting di era Internet.

Menurut teori pengaruh norma teman sebaya, jika remaja tidak

mematuhi norma teman sebaya (menggunakan smartphone), mereka

dapat dihina dan ditolak oleh teman sebaya. Namun, karena

kemampuan pengendalian diri yang belum matang, banyak remaja

cenderung menggunakan smartphone secara berlebihan untuk

88
menjaga dan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya,

yang akan meningkatkan risiko kecanduan media sosial seluler.

Tekanan teman sebaya dan kecanduan internet menunjukkan bahwa

tekanan teman sebaya merupakan faktor risiko yang khas untuk

kecanduan perilaku remaja di era internet seluler. Kecanduan

internet/kecanduan smartphone secara umum dan jenis kecanduan

smartphone tertentu dipengaruhi oleh tekanan teman sebaya (Xu et

al., 2023).

c. Hubungan peran lingkungan masyarakat dengan nomofobia

Hasil penelitian yang peneliti lakukan kali ini menunjukkan

terdapat keterkaitan yang cukup signifikan antara peran lingkungan

masyarakat dengan nomofobia. Hasil penelitian ini juga sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Deryakulu & Ursavaş (2019)

yang menunjukkan faktor lingkungan merupakan peran penting

dalam meningkatkan kemungkinan berkembangnya nomofobia.

Penelitian yang dilakukan oleh Geffet & Blau (2016)

menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara penggunaan

smartphone yang adiktif dan faktor sosial-lingkungan, dan orang

yang lebih muda lebih dipengaruhi oleh lingkungan terkait

penggunaan smartphone daripada pengguna smartphone yang lebih

tua. Pengaruh lingkungan bersama dapat terjalin dengan sumber-

sumber genetik varian. Untuk mendukung pentingnya lingkungan

sosial, satu studi menunjukkan bahwa pengaruh lingkungan dan gaya

89
pengasuhan yang negatif secara signifikan mempengaruhi kecanduan

smartphone mahasiswa.

Lingkungan masyarakat dapat mempengaruhi tingkat dan

prevalensi nomofobia pada remaja. Lingkungan masyarakat yang

cenderung menggunakan smartphone secara berlebihan atau

memiliki norma-norma penerimaan terhadap ketergantungan

teknologi dapat meningkatkan risiko perilaku

nomofobia pada individu. Lingkungan masyarakat yang kurang

mendukung interaksi sosial offline dan lebih fokus pada dunia

digital dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami

gejala-gejala nomofobia (Sari, 2018).

Salah satu penyebab seseorang kecanduan smartphone yaitu

dikarenakan meniru perilaku lingkungan masyarakatnya. Remaja

yang menghabiskan lebih banyak waktu bermain dengan smartphone

menunjukkan perilaku sosial yang lebih buruk daripada remaja yang

menghabiskan lebih sedikit waktu bermain smartphone. Kebiasaan

menggunakan perangkat juga menghilangkannya dari lingkungan

nyata. Pecandu smartphone juga menarik diri dari pergaulan karena

ingin berteman di dunia maya yang mereka akses melalui

smartphone (Yusuf, 2019).

Penggunaan smartphone yang sangat tinggi pada anak disebabkan

dari beberapa faktor salah satunya dipengaruhi oleh faktor lingkungan

sekitar yang dimana hampir kebanyakan anak usia dini sudah diijinkan

90
oleh orangtua mereka untuk menggunakan smartphone. Beberapa Orangtua

sudah membelikan smartphone sendiri untuk anaknya dengan alasan agar

anak tidak menggunakan smartphone orangtua untuk bermain games

(Serlan et al., 2021).

C. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa penelitian yang telah dilakukan

mempunyai keterbatasan dan kekurangan yang menyebabkan hasil

penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Keterbatasan pada penelitian

ini antaranya :

1. Data yang digunakan dalam penelitian ini hanya diperoleh melalui

kuesioner yang digunakan sesuai dengan tanggapan responden,

oleh karena itu kesimpulan yang terdapat pada penelitian ini hanya

berdasarkan informasi yang diperoleh melalui instrument kuesioner

yang digunakan secara tertulis dan tidak dilengkapi dengan

wawancara.

2. Tidak menjelaskan tujuan memiliki smartphone, tidak

mengidentifikasi masing-masing siswa besaran kuota per

minggu/bulan yang dihabiskan.

3. Peneliti tidak memberikan intervensi untuk mencegah ataupun

mengurangi kebiasaan bermain/penggunaan smartphone pada

siswa SMA Negeri 1 Kejobong.

91
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian “Peran orang tua,

teman sebaya, dan lingkungan masyarakat terhadap nomofobia pada

Remaja” di SMA Negeri 1 Kejobong dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Jenis kelamin responden terbanyak perempuan (69,2%), usia 15 -

16 tahun (75,6%) dan waktu penggunaan smartphone >4 jam

perhari (83,3%), responden dalam penelitian ini adalah kelas X dan

XI.

2. Sebagian besar responden mengalami nomofobia sedang (57,7%),

peran orang tua siswa dalam kategori baik (61,5%), peran teman

sebaya negatif (48,7%) dan peran lingkungan masyarakat buruk

(46,2%).

3. Terdapat hubungan antara peran orang tua terhadap nomofobia

pada remaja. Hasil chi square diperoleh p-value sebesar 0,026,

yang artinya terdapat hubungan antara peran oranng tua dengan

nomofobia pada remaja, dengan maksud semakin kurang peran

orang tua maka semakin berat nomofobia yang dialami remaja,

sebaliknya semakin baik peran orang tua maka semakin ringan

nomofobia yang dialami remaja.

4. Terdapat hubungan antara peran teman sebaya terhadap nomofobia

pada remaja. Hasil chi square diperoleh p-value sebesar 0,001 yang

92
artinya terdapat hubungan antara teman sebaya dengan nomofobia

pada remaja. Semakin negatif peran teman sebaya maka semakin

berat nomofobia yang dialami, sebaliknya semakin positif peran

teman sebaya maka semakin ringan nomofobia yang dialami

remaja

5. Terdapat hubungan antara peran lingkungan masyarakat terhadap

nomofobia pada remaja. Hasil chi square diperoleh p-value sebesar

0,011 yang artinya terdapat hubungan antara lingkungan

masyarakat dengan nomofobia pada remaja, semakin buruk peran

lingkungan masyrakat maka semakin berat nomofobia yang

dialami remaja, sebaliknya semakin baik peran lingkungan

masyarakat maka semakin ringan nomofobia yang dialami remaja

B. Saran
1. Bagi Responden

Diharapkan responden bisa mengurangi penggunaan smartphone

karena untuk meningkatkan konsentrasi belajar dan juga menjaga

kesehatannya.

2. Bagi Sekolah SMA Negeri 1 Kejobong

Diharapkan pihak sekolah menerapkan pembatasan penggunaan

smartphone di sekolah untuk mencegah perilaku nomofobia pada

remaja.

93
3. Bagi Orang Tua

Diharapkan orang tua agar meningkatkan pengawasan dan

memberikan dukungan serta penjelasan terkait penggunaan

smartphone yang baik dan benar agar mencegah perilaku

nomofobia pada anak.

4. Bagi Lingkungan Masyarakat

Diharapkan bagi lingkungan masyarakat dapat memberikan

pengaruh yang baik dan dapat menjadi contoh yang baik bagi

perkembangan anak.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data awal atau

perbandingan bagi peneliti selanjutnya melakukan penelitian dalam

menemukan faktor lain dari nomofobia atau melakukan penelitian

kualitatif dengan wawancara dan observasi lebih jauh kepada

responden.

94
DAFTAR PUSTAKA

Angelia Silvanasari, I., & Vitaliati, T. (2019). Faktor Penguat Yang Berhubungan
dengan Kecanduan Penggunaan Smartphone Pada Remaja dengan
Pendekatan Precede Proceed Model. Jurnal Kesehatan Dr. Soebandi, 7(1),
30–35. https://doi.org/10.36858/jkds.v7i1.137
Ashidiqie, M. L. I. I. (2020). Peran Keluarga Dalam Mencegah Coronavirus
Disease 2019. SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, 7(8), 911–922.
https://doi.org/10.15408/sjsbs.v7i8.15411
Asmayanti, A., Syarif, A., & Laelasari, E. (2021). Peran Orangtua Pada Keluarga
Dalam Mencegah Covid 19. EduInovasi: Journal of Basic Educational
Studies, 1(1), 102–123. https://doi.org/10.47467/edui.v1i1.244
Asmuni, H. (2019). Peran Lingkungan Sosial Terhadap Kontrol Diri Kaum
Milenial. Al-Fikrah, 2(2), 119–134.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII). (2018). Profil pengguna internet
Indonesia. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia.
Bae, S. M. (2015). The relationships between perceived parenting style, learning
motivation, friendship satisfaction, and the addictive use of smartphones with
elementary school students of South Korea: Using multivariate latent growth
modeling. School Psychology International, 36(5).
https://doi.org/doi:10.1177/0143034315604017
BALITBANG, K. (2017). Survey Penggunaan TIK 2017. BALITBANG
KOMINFO.
Beison, A. and Rademacher, D. J. (2017). Relationship between family history of
alcohol addiction , parents ’ education level , and smartphone problem use
scale scores. Journal of Behavioral Addiction, 6 (1), 84–91.
Bian, M., & Leung, L. (2015). Linking loneliness, shyness, smartphone addiction
symptoms, and patterns of smartphone use to social capita. Social Science
Computer Review, 33(1), 61–79.
https://doi.org/doi:10.1177/0894439314528779
Bragazzi, N. L., & Del Puente, G. (2014). A proposal for including nomophobia
in the new DSM-V. Psychology Research and Behavior Management, 7,
155–160. https://doi.org/10.2147/PRBM.S41386
Constain. (2012). What is the role of parent.
Copaja-Corzo, C., Aragón-Ayala, C. J., & Taype-Rondan, A. (2022).
Nomophobia and Its Associated Factors in Peruvian Medical Students.
International Journal of Environmental Research and Public Health, 19(9).
https://doi.org/10.3390/ijerph19095006
De Morentin, J. I. M., Cortés, A., Medrano, C., & Apodaca, P. (2014). Internet

95
use and parental mediation: A cross-cultural study. Computers and
Education, 70, 212–221. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2013.07.036
Demirci, K., Akgönül, M., & Akpinar, A. (2015). Relationship of smartphone use
severity with sleep quality, depression, and anxiety in university students.
Journal of Behavioral Addictions, 4(2), 85–92.
https://doi.org/10.1556/2006.4.2015.010
Deryakulu, D., & Ursavaş, Ö. F. (2019). Genetic and Environmental Sources of
Nomophobia: A Small-Scale Turkish Twin Study. Addicta: The Turkish
Journal on Addictions, 6(1), 147–162.
https://doi.org/10.15805/addicta.2019.6.1.0028
Dixit, S., Shukla, H., Bhagwat, A. K., Bindal, A., Goyal, A., & Zaidi, A. K.
(2010). A Study to Evaluate Mobile Phone Dependence Among Students of a
Medical College and Associated Hospital of Central India. 35(2), 339–342.
https://doi.org/10.4103/0970-0218.66878
Gezgin, D. M., Cakir, O., & Yildirim, S. (2018). The relationship between levels
of nomophobia prevalence and internet addiction among high school
students: The factors influencing nomophobia. International Journal of
Research in Education and Science, 4(1), 215–225.
https://doi.org/10.21890/ijres.383153
Gezgin, D. M., & Çakır, Ö. (2016). Analysis of nomofobic behaviors of
adolescents regarding various factors. Journal of Human Sciences, 13(2),
2504. https://doi.org/10.14687/jhs.v13i2.3797
Gurbuz, I. B., & Ozkan, G. (2020). What is Your Level of Nomophobia? An
Investigation of Prevalence and Level of Nomophobia Among Young People
in Turkey. Community Mental Health Journal, 56(5), 814–822.
https://doi.org/10.1007/s10597-019-00541-2
Haryanto, Agung Try & Sujatmiko, E. (2012). Kamus Sosiologi. Aksara Sinergi
Media.
Hepilita, Y., & Gantas, A. A. (2018). Hubungan Durasi Penggunaan Media Sosial
dengan Gangguan Pola Tidur pada Anak Usia 12 sampai 14 Tahun di SMP
Negeri 1 Langke Rembong. Jurnal Wawasan Kesehatan, 3(2), 78–87.
Kanmani, A., Bhavani U, & Maragatham R S. (2017). NOMOPHOBIA – An
Insight into Its Psychological Aspects in India. International Journal of
Indian Psychology, 4(2). https://doi.org/10.25215/0402.041
Khadijah, S. (2019). Hubungan peran orang tua dengan ketergantungan anak
terhadap penggunaan gadget. Jurnal Kesehatan Karya Husada, 1(7), 99–109.
http://jurnal.poltekkeskhjogja.ac.id/index.php/jkkh/article/view/472/309
Krithika, M. and Vasantha, S. (2013). The Mobile Phone Usage Among Teens
And Young Adults Impact Of Invading Technology. International Journal of
Innovative Research in Science, Engineering, and Technology, 2 (12).

96
Lee, H., Kim, J. W. and Choi, T. Y. (2017). Risk Factors for Smartphone
Addiction in Korean Adolescents: Smartphone Use Patterns. Journal Korean
Medical Science.
Mir, R., & Akhtar, M. (2020). Effect of nomophobia on the anxiety levels of
undergraduate students. Journal of the Pakistan Medical Association, 70(9),
1492–1497. https://doi.org/10.5455/JPMA.31286
Park, G.-R., Moon, G.-W., & Yang, D.-H. (2014). The Moderation Effect of
Smart Phone Addiction in Relationship between Self-Leadership and
Innovative Behavior. International Journal of Economics and Management
Engineering, 8(5), 1307–1310.
Prasetyo, A., & Ariana, A. D. (2016). Hubungan Lima tipe Kepribadian (Big Five
Personality) dengan Nomophobia pada Wanita Dewasa Awal. Psikologi
Klinis Dan Kesehatan Mental, 5(1), 1–9.
Priyoto. (2014). Teori Sikap & Perilaku dalam Kesehatan : Dilengkapi Contoh
Kuesioner. Nuha Medika.
Puspitasar, A., & Tama, M. M. L. (2021). Konformitas Teman Sebaya dengan
Kecenderungan Kecanduan Media Sosial Tiktok Pada Komunitas Remaha di
Seberang Ulu 2 Palembang. Jurnal Ilmiah Psyche, 15(2), 105–112.
https://doi.org/10.33557/jpsyche.v15i2.1549
Putri, A. F. E. (2017). Pengaruh Dukungan Sosial Teman Sebaya Terhadap Minat
Belajar Siswa Kelas XI di SMA Negeri 1 Mojo Kabupaten Kediri Tahun
Ajaran 2016/2017. Artikel Skripsi, 5.
http://simki.unpkediri.ac.id/mahasiswa/file_artikel/2017/12.1.01.01.0150.pdf
Riyanti, V., Muryati, Z., D., & Muttaqin, Z. (2021). Gambaran Nomophobia Pada
Remaja. Jurnal Keperawatan Indonesia Florence Nightingale, 2(1), 249–
254.
Sa’id, M. A. (2015). Mendidik Remaja Nakal. Semesta Hikmah.
Santrock, J. W. (2019). Adolescence. In Adolescence (17tf ed.) (pp. 127–159).
McGraw-Hill Education.
Sarwono, S. W. (2011). Psikologi Rmaja. Hoboken, NJ RAJAWALI PERS.
Serlan, M. A., Irul, K., & Bunga, B. N. (2021). Hubungan Penggunaan Gadget
dengan Interaksi Sosial Anak Usia Dini di Kelurahan Pasir Panjang
Kecamatan Kota Lama Kupang. Haumeni Journal of Education, 1(1), 1–8.
Skarupova, K., Olafsson, K. and Blinka, L. (2016). The effect of smartphone use
on trends in European adolescents ’ excessive Internet use. Behaviour and
Information Technology, 35 (1), 68–74.
Suryameng. (2019). Pendampingan Dialogis Orangtua Dalam Penggunaan Gadget
Pada Anak Usia Dini. DUNIA ANAK: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini,
2(2), 40–49. http://jurnal.stkippersada.ac.id/jurnal/index.php/PAUD

97
Tkhostov, A., & Rasskazova, E. (2013). Compliance-related Causality
Orientations Scale: Development and Psychometric Properties in Russian
Sample. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 86, 536–542.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2013.08.610
WHO. (2018). Infodatin (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI).
Widyastuti, D. A., & Muyana, S. (2018). Potret Nomophobia (No Mobile Phone
Phobia) di Kalangan Remaja. Jurnal Fokus Konseling, 4(1), 62.
https://doi.org/10.26638/jfk.513.2099
Widyastuti, D. A., & Muyana, S. (2021). Bimbingan Klasikal “Think-Pair-
Share” : Upaya Meningkatkan Self Control Remaja dalam Penggunaan
Gadget. Penerbit K- Media.
Xu, X., Han, W., & Liu, Q. (2023). Peer pressure and adolescent mobile social
media addiction: Moderation analysis of self-esteem and self-concept clarity.
Frontiers in Public Health, 11(April), 1–9.
https://doi.org/10.3389/fpubh.2023.1115661
Yildirim, C., & Correia, A. P. (2015). Exploring the dimensions of nomophobia:
Development and validation of a self-reported questionnaire. Computers in
Human Behavior, 49(October 2017), 130–137.
https://doi.org/10.1016/j.chb.2015.02.059
Yildirim, C., & Uk, A. (2014). Exploring the dimensions of nomophobia:
Developing and validating a questionnaire using mixed methods research
CORE View metadata, citation and similar papers at core.
https://lib.dr.iastate.edu/etd
Yulianti, L. (2014). Yang Muda, Yang Menuruti Kata Hati (Edisi ke 6). Majalah
Marketeer.

98
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner

KUESIONER

A. Kuesioner Peran orang tua

Petunjuk pengisian kuesioner ;

1. Isilah terlebih dahulu identitas responden

2. Bacalah setiap pertanyaan dengan teliti sebelum anda menjawab

3. Jawablah sesuai dengan kondisi yang sebenernya atau yang anda alami,

karena tidak ada jawaban yang salah dalam kuesioner ini

4. Berilah tanda () pada jawaban yang menurut anda sesuai. Kriteria

jawaban sebagai berikut :

a. SL = Selalu

b. SR = Sering

c. KK = Kadang Kadang

d. JR = Jarang

e. TP = Tidak Pernah

No Pertanyaan SL SR KK JR TP

1. Apakah orang tua anda mengajarkan kepada anda tentang


penggunaan smartphone yang baik?
2. Orang tua saya tidak memberikan penjelasan dampak dari
penggunaan smartphone
3. Orang tua membiarkan saya umtuk bermain smartphone

4. Orang tua saya melarang saya untuk bermain smartphone

5. Orang tua saya selalu memantau/memperhatikan pengunaan


smartphone saya
6. Orang tua saya membebaskan saya dalam penggunaan
smartphone
7. Orang tua saya menegur saya ketika saya bermain smartphone
terus menerus
8. Saya selalu menceritakan pertemanan saya kepada orang tua

9. Orang tua selalu memperdulikan kegiatan yang saya lakukan

10. Orang tua saya tidak pernah menasehati saya ketika saya terus
bermain smartphone
11. Orang tua saya mengarahkan saya untuk memilih lingkungan
pertemanan yang baik
12. Orang tua selalu mendengarkan cerita saya

13. Orang tua selalu mendorong saya untuk mengikuti kegiataan


yang positif disekolah
14. Orang tua tidak bertanya tentang kegiatan saya selama disekolah

15. Orang tua memotivasi saya untuk tidak menghabiskan waktu


hanya dengan bermain smartphone dan memerintahkan saya
untuk melakukan hal lain

B. Kuesioner Teman sebaya

No Pertanyaan SL SR KK JR TP

1. Ketika berkumpul kita lebih banyak menghabiskan waktu untuk


bermain smartphone dari pada bertukar cerita
2. Teman teman saya memberikan penjelasan tentang dampak
negatif penggunaan smartphone
3. Teman teman saya memberikan ide ketika saya tidak tahu harus
berbuat apa
4. Teman teman saya memilih untuk mengajak saya pergi jalan
jalan dari pada sibuk bermain smartphone
5. Teman saya menasehati saya ketika saya terlalu sering bermain
smartphone
6. Saya lebih memilih tetap dirumah dan menghabiskan waktu
untuk bermain smartphone dari pada menuruti ajakan jalan jalan
teman saya
7. Teman saya memberi penjelasan bagaimana cara penggunaan
smartphone yang baik
8 Saya merasa dikucilkan oleh teman teman saya ketika saya tidak
mengetahui trend yang sedang up-to-date
9. Teman saya marah atau jengkel ketika saya saya tidak dapat
dihubungi
10. Teman saya menjauhi saya ketika tidak memiliki smartphone

C. Kuesioner Lingkungan Masyarakat

No Pertanyaan SL SR KK JR TP

1. Saya selalu berinteraksi dengan orang orang disekitar saya

2. Saya jarang bertegur sapa dengan orang orang di lingungan


rumah saya
3. Orang – orang disekitar lingkungan rumah saya mempengaruhi
saya untuk menggunakan smartphone
4. Saat berkumpul bersama orang orang lingkungan rumah saya,
kami membahas terkait penggunaan smartphone yang
bermanfaat
5. Sebagian besar orang orang dilingkungan sekitar rumah saya
mengakses internet setiap hari untuk mengukuti trend
6. Teman sepergaulan saya di sekitar rumah lebih sering
menghabiskan waktunya dirumah untuk bermain smartphone
(bermain sosial media : tiktok, ig, wa dll)
7. Saya aktif mengikuti kegiatan yang di buat oleh komunitas di
desa rumah saya
8. Remaja di lingkungan rumah saya pasif dalam mengadakan
kegiatan didesa saya
9. Saya selalu bermain smartphone ketika sedang ada kegiatan di
desa saya agar saya tidak merasa bosan
10. Ketika mengikuti kegiatan di lingkungan rumah saya focus dan
aktif dalam mengikuti setiap rangkaian kegiatannya

D. Kuesioner Nomofobia

No Pertanyaan SS S KS TS STS

1. Saya akan merasa tidak nyaman tanpa akses dan signal yang
kuat ketika ingin memperoleh berbagai informasi melalui
smartphone saya
2. Saya merasa kesal ketika saya tidak bisa mendapatkan
informasi pada smartphone saya ketika saya ingin
memperolehnya
3. Tidak bisa mendapatkan hal yang saya inginkan di smartphone
saya akan merasa cemas
4. Saya merasa kesal ketika tidak bisa menggunakan smartphone
sesuai kemampuannya disaat saya membutuhkannya
5. Kehabisan baterai di smartphone akan membuat saya cemas

6. Jika saya kehabisan pulsa atau mencapai batas penggunaan


paket data bulanan, saya akan cemas
7. Jika mendapati sinyal buruk atau tidak bisa terhubung ke Wi-
Fi, maka saya akan terus memeriksa untuk melihat apakah saya
mendapatkan sinyal atau bisa menemukan jaringan Wi-Fi
8. Jika tidak bisa menggunakan smartphone, saya akan takut tidak
bisa terhubung ke orang lain dan tidak dapat melakukan hal
yang biasa saya kerjakan
9. Jika tidak bisa mengecek smartphone untuk sementara waktu,
akan muncul keinginan untuk mengeceknya.
Jika smartphone saya tidak ada didekat saya, maka:
10. Saya akan merasa cemas karena tidak bisa langsung
berkomunikasi dengan keluarga atau teman-teman saya
11. Saya akan khawatir karena keluarga dan teman – teman saya
tidak bisa menghubungi saya
12. Saya akan merasa gugup karena saya tidak akan dapat
menerima pesan teks dan panggilan
13. Saya akan merasa cemas karena saya tidak bisa tetap
berhubungan dengan keluarga atau teman saya
14. Saya akan gugup karena saya tidak bisa tahu kondisi seseorang
yang sangat tergantung kepada saya
15. Saya akan merasa cemas dan terganggu karena koneksi
smartphone saya terus menerus untuk keluarga saya dan teman
– teman
16. Saya merasa cemas karena sya akan terputus dari komunitas
online saya termasuk sosial media
17 Saya akan merasa tidak nyaman karena saya tidak bisa tetap
up-to-date dengan media sosial dan jaringan online
18 Saya merasa canggung karena saya tidak bisa mengecek
pemberitahuan untuk pembaruan koneksi dan jaringan online
19 Saya akan merasa cemas karena saya tidak dapat memeriksa
pesan teks e-mail saya
20 Saya merasa ada sesuatu yang aneh karena saya tidak tahu apa
yang harus dilakukan
Lampiran 2. Permohonan Menjadi Responden

Purwokerto, 2022
Hal : Permohonan Menjadi Responden

Yth. Saudara/i Responden

Di Tempat

Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh

Dengan Hormat,

Dalam rangka penyusunan tugas akhir skripsi guna untuk memenuhi salah
satu syarat memperoleh gelar sarjana keperawatan pada Program Studi Ilmu
Keperawatan 1 Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto,
saya bermaksud melakukan penelitian mengenai "Hubungan Peran orang tua,
Teman sebaya dan Lingkungan Masyarakat Terhadap Nomofobia pada Remaja".
Agar penelitian ini dapat terlaksana, saya mohon untuk kesediaan anda untuk
meluangkan waktu untuk menjadi responden. Saya merahasiakan identitas anda
sebagai data apabila dikehendaki.

Atas kesediaan anda untuk menjadi responden dalam penelitian ini, saya
ucapkan terimakasih.

Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh.

Hormat saya,

Khasna Rofifah
Lampiran 3. Informed Consent

Informed Consent

(Lembar Persetujuan Mengikuti Penelitian)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Usia :

Jenis kelamin :

Alamat :

Waktu penggunaan smartphone dalam sehari …. jam

Saya telah mendapatkan penjelasan secara rinci dan telah mengerti serta
memahami tentang tujuan, manfaat dan resiko yang mungkin timbul dalam
penelitian, serta telah diberi kesempatan untuk bertanya, juga sewaktu-waktu
dapat mengundurkan diri dari keikutsertaannya, maka saya setuju/tidak setuju*)
ikut dalam penelitian dengan judul: "Hubungan Peran orang tua, Teman sebaya
dan Lingkungan Masyarakat Terhadap Nomofobia pada Remaja".

Dengan demikian saya menyatakan dengan sukarela memilih untuk ikut


serta dalam penelitian ini tanpa adanya tekanan/paksaan siapapun.

Responden

(……………………………)
Lampiran 4. Surat Permohonan Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 5. Surat Validitas
Lampiran 6 Kartu Bimbingan Proposal Skripsi
Lampiran 7. Surat revisi seminar proposal
Lampiran 8 Kode Etik Penelitian
Lampiran 9. Surat Ijin Penelitian
Lampiran 10 Surat Selesai Penelitian
Lampiran 11 Karu Bimbingan Skripsi
Lampiran 12 Lembar Perbaikan Skripsi
Lampiran 13. Surat Bebas Plagiarisme
Lampiran 14 Lembar Pengesahan Terjemahan Judul Skripsi Oleh LDC
Lampiran 15 Lembar Pengesahan Terjemahan Abstrak Oleh LDC
Lampiran 16 Hasil Turnitin
Lampiran 17 Lembar Pernyataan Publikasi
Lampiran 18. Dokumentasi Penelitian
Lampiran 19 Hasil Output SPSS Validitas dan Realibilitas

VALIDITAS DAN REALIBILITAS PERAN ORANG TUA


VALIDITAS DAN REALIBILITAS TEMAN SEBAYA
VALIDITAS DAN REALIBILITAS LINGKUNGAN SEKITAR
Lampiran 20 Hasil Output SPSS Analisa Bivariat

HASIL UJI CHI-SQUARE PERAN ORANG TUA, TEMAN SEBAYA DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT

Anda mungkin juga menyukai