Anda di halaman 1dari 5

Cerpen Cinta : Ketegaran Cinta Bertasbih

Cerpen Cinta Ketegaran Cinta Bertasbih - Setelah kemaren Posting Cerpen Romantis
Menunggu Pelangi, Kali ini kita akah Share Cerpen Cinta Ketegaran Cinta Bertasbih. Dalam
Cerita Pendek dibawah ini adalah Cerpen Cinta yang mengandung unsur-unsur keagamaan
dan apabila anda ingin membaca lebih banyak lagi di Kumpulan CerPen Cinta Terbaik.

KETEGARAN CINTA BERTASBIH


Cerpen Rudi Al-Farisi

Seorang sahabat, Mimi namanya, kami bersahabat puluhan tahun sejak kami sama-sama
duduk di sekolah dasar (SD), selama beberapa tahun itu saya mengenalnya, sangat
mengenalnya, Mimi gadis sederhana, anak tunggal seorang juragan sapi perah di wilayah
kami, memiliki mata sebening kaca, dan lesung pipit yang manis menawan siapa saja akan
runtuh hatinya jika memandang senyumnya, termasuk saya’. dan nilai tambahnya adalah dia
seorang yang sangat sholehah, yang patuh pada kedua orang tuanya.

Tetapi Ranu, Don Juan yang satu ini juga sangat menyukai Mimi, track recordnya tidak
menggoyahkannya untuk merebut hati Mimi. Sedangkan saya hanya bisa menatap cinta dari
balik senyuman tipis ketegaran.
Setiap pagi hari, petugas rutin kantor pos pasti sudah nangkring di sudut rumah besar di ujung
gang kampung kami, (rumah Mimi).

Menunggu pemilik rumah membukakan pintu demi dilewati selembar surat warna merah
jambu milik Ranu untuk sang pujaan hatinya.

Sedang Mimi yang semula tak bergeming, menjadi kian berbunga-bunga diserang ribuan
rayuan gombal milik don juan.

Merekapun pacaran dari mulai kelas 1 SMP bayangkan, hingga menikah. Sebagai tetangga
sekaligus teman yang baik, saya hanya bisa mendukung dan ikut bahagia dengan keadaan
tersebut. (walaupun hati ini meratap) Apalagi Mimi dan Ranu saling mendukung, dan sama-
sama bisa menjaga dirinya, hingga ke Pelaminan,,Insyaallah.

Hingga tiba ketika selesai kuliah, mereka berdua ingin mewujudkan cita-cita bersama,
membina keluarga, yang sakinah, mawaddah, dan warohmah.

Namun, namanya hidup pasti ada saja kendalanya, dibalik kesejukan melihat hubungan
mereka yang adem anyem, orang tua Ranu yang salah satu anggota di DP….!! itu,
menginginkan Ranu menikahi orang lain pilihan kedua orang tuanya, namun Ranu rupanya
cinta mati dengan Mimi, sehingga mereka memutuskan untuk menikah, sekalipun diluar
persetujuan orang tua Ranu, dan secara otomatis Ranu, diharuskan menyingkir dari
percaturan hak waris kedua orang tuanya, disertai sumpah serapah dan segala macam cacian.

Ranu akhirnya melangkah bersama Mimi, setelah menikah, mereka pergi menjauh keluar dari
kota kami, Dumai, menuju Pekan Baru, dengan menjual seluruh harta peninggalan kedua
orang tua Mimi yang sudah tidak ada, (semenjak Mimi di bangku SMA, orang tuanya
kecelakaan). Untuk mengadu nasibnya menuju ke Pekan Baru " Kota Bertuah" Istilah si
Mimi dan Ranu.

Cerpen Cinta
Saya hanya dipamiti sekejap, tanpa bisa berkata-kata, hanya saling bersidekap tangan didada
dan terharu panjang, Mimi menitipkan salam untuk Ibu yang sudah dianggapnya seperti
Ibunya sendiri.

Masih tajam dalam ingatan, Mimi pergi bergandengan tangan dengan sang kekasih abadi
pujaan hatinya “Ranu”, melenggang pelan bersama mobil yang membawa mereka menuju
"Kota Bertuahnya" Pekan Baru.
Selama setahun, kami masih rutin berkirim kabar, hingga tahun kelima, dimana saya masih
membujang dan masih menetap tinggal di Dumai, sedang Mimi entah kemana, hilang tak
ketahuan rimbanya, setelah surat terakhir mengabarkan bahwa dia melahirkan anak
keduanya, kemudian setelah itu kami tidak mendengar kabarnya, lagi.

Bahkan Ibuku yang sudah berhijrah hampir tiga tahun ini di Pekan Baru tempat kakakku juga
tidak bisa melacak keberadaan Mimi, Mimi lenyap ditelan bumi, hanya doa saya dan Ibu
serta sahabat-sahabat yang lain yang masih rutin kami panjatkan, untuk keberuntungan Mimi
di sana.

Sampai di suatu siang yang terik, di hari sabtu, kebetulan saya berada dirumah karena kantor
memang libur dihari sabtu dan minggu, tiba-tiba saya dikejutkan oleh suara ketokan pintu
dikamar, mbak "Inul" patner kerja (alias Pembantu) kami mengabarkan ada tamu dari Pekan
Baru, siapa gerangan pikir saya ketika itu.
Setelah saya temui, lama sekali saya memeperhatikan tamu tersebut, perempuan cantik
berkulit putih, tapi bajunya sangat lusuh beserta ketiga anaknya, yang dua laki-laki kurus,
bermata cekung terlihat sangat kelelahan, dan seorang bayi mungil dalam gendongan.

Sejenak saya tertegun, lupa-lupa ingat, hingga suara perempuan itu mengejutkan saya "
Faris….Faris khan !", sejenak, dia ragu-ragu, hingga kemudian berlari merangkul saya,
sambil terisak keras dibahu saya, saat itu saya hanya bisa diam tertegun dan tak tahu mau
melakukan apa, dan saya tidak bisa menepis karena hal ini bukan muhrimnya.
Lalu setelah ia puas menangis, pelukan itu baru lepas, ketika kami dikejutkan oleh tangis bayi
Mimi yang keras, yang rupanya tanpa kami sadari telah menyakitinya, dan menekan bayi itu
dalam pelukan kami. Masyaallah !.semoga Allah mengampuni…..

Saya menjauhkannya dari bahu saya sambil masih ragu, berguman pelan "Mimi…Mimikah
?" Masyaallah…!, sekarang giliran saya yang ingin merangkul Mimi, tapi karena syari’at
masih membayang dibatin. Aku hanya bisa bersidekap tangan didada tanpa bisa meluapkan
perasaanku melihat kondisinya. Anak-anak Mimi yang melihat kami hanya termangu,

Mimi terlihat lebih tua dari usianya, namun kecantikan alaminya masih terlihat jelas,
badannya kurus, dengan jilbab lusuh, yang berwarna buram, membawa tas koper berukuran
besar yang sudah cuil dibeberapa bagian, mungkin karena gesekan atau juga benturan
berkali-kali, seperti orang yang telah berjalan berpuluh-puluh kilometer.

Tanpa dikomando saya langsung mempersilahkan Mimi masuk kedalam rumah, membantu
membawakan barang-barangnya, dibantu mbak Inul, meletakkan barangnya di ruang tamu,
rumah saya.
Menunda beberapa pertanyaan yang telah menggunung dipikiran saya, Saya menatap dalam-
dalam, Mimi sedemikian berubahnya, perempuan manis yang dulu saya kenal kini terlihat
sangat berantakan, Masyaallah !, Mimi …ada apa denganmu!.

Saya menunda pertanyaan saya, hingga Mimi dan anak-anaknya mau saya paksa beristirahat
beberapa hari dirumah saya, ia tidur dikamar ibu yang sudah dirapikan mbak Inul, saya rindu
padanya, dan juga terharu melihat keadaannya.

Beberapa hari beristirahat dirumah saya, saya baru berani menanyakan tentang kabar
keadaannya sekarang. Kami duduk diruang tamu sambil cerita ringan.

Semula Mimi terdiam seribu bahasa pada saat saya tanya keadaan Ranu, matanya berkaca-
kaca, saya menghela nafas dalam, menunggu jawabannya lama, dalam hitungan menit hingga
keluarlah suara parau dari mulutnya…

"Mas Ranu, Ris….sudah berpulang kepada-Nya lima bulan yang lalu".


"Oh" desah saya pelan, kata-kata Mimi membuat saya tercekat beberapa saat, namun sebelum
saya sempat menimpali, bertubi-tubi Mimi menangis sambil setengah meracau "Mas Ranu
kena kanker paru-paru, karena kebiasaannya merokok tiga tahun yang lalu, semua sisa
peninggalan orang tuaku sudah habis terjual ludes, untuk biaya berobat, sedang penyakitnya
bertambah parah, keluarga mas Ranu enggan membantu, kamu tahu sendiri khan, aku
menantu yang tidak diinginkan, dan ketika Mas Ranu meninggal, orangtuanya masih saja
membenciku, mereka sama sekali tidak mau membantu, aku bekerja serabutan di Pekan Baru,
Ris.., mulai jadi tukang cuci, pembantu rumah tangga, dsb, hingga Mas Ranu meninggal,
keluarganya, hanya memberiku uang sekedarnya untuk penguburan Mas Ranu, hingga aku
terpaksa menjual rumah tempat tinggal kami satu-satunya, dan dari sana aku membayar
semua tagihan rumah dan hutang-hutang pada tetangga, sisanya aku gunakan untuk berangkat
ke Dumai, aku tidak sanggup mengadu nasib disana Ris…." Kata-kata Mimi berhenti disini,
disambut isak tangisnya, sedang saya yang sedari tadi mendengarkan tak kuasa juga menahan
haru yang sudah sedari tadi menyesak di dada.

Setelah kami sama-sama tenang, saya bertanya pada Mimi " Lalu apa rencanamu, Mimi ?".
Mimi tertegun… dia memandang saya nanar, saya menundukkan pandangan, karena saya
takut terbawa rayuan syetan. kemudian dia mengulurkan tangan, memberikan seuntai kalung
emas besar, "Sisa hartanya " begitu kata Mimi.

"Ini untukmu Ris.., aku gadaikan padamu, pinjami aku uang untuk modal usaha, dan kontrak
rumah kecil-kecilan, aku tidak mau merepotkanmu lebih dari ini Ris..".

Aku yang menahan haru, sontak mataku langsung mengalirkan sesuatu, walaupun aku lelaki,
namun hati ini bertindak sebagai makhluk tuhan yang berperasaan. kembali kami hanyut
dalam haru.
Pelan-pelan saya, meraih kalung itu dari meja, menimbang-nimbang, pikiran saya melayang
menuju sisa uang saya di amplop, dalam tas, Jum’at kemarin saya baru saja mendapat
lembur-an, sebagai pegawai di suatu instansi, nilai lembur saya sangatlah kecil jika
dibandingkan dengan pegawai yang lain tentunya, tapi itulah sisa uang saya, saya
mengeluarkan amplop tersebut dari dalam tas, di kamar, semua saya infaqkan untuk Mimi,
semata mata karena ikhlas.

Mimi menatap amplop di tangan saya, sejurus kemudian saya meletakkan amplop tersebut
diatas meja sambil berkata "Ini sisa uangku Mimi, kamu ambil, nanti sisanya, biar saya
pikirkan caranya, kamu butuh modal banyak untuk mulai usaha"

Keesokan harinya, saya menjual kalung Mimi, pada sahabat baik saya yang lain, kebetulan ia
seorang pemodal-muslim, yang baik hati,.. "Thanks ya Hans".., saya menceritakan tentang
keadaan Mimi pada mereka, Hans dan Istrinya banyak membantu " Ya Allah limpahilah
berkah pada orang-orang baik seperti mereka".

Singkat cerita, Mimi bisa mulai usahanya dari modal itu, mengontrak rumah kecil didekat
rumah saya, Alhamdulillah !, sekarang ditahun kedua, usahanya sudah menampakkan hasil,
Mimi sudah sedemikian mandiri, banyak yang bisa saya contoh dari pribadinya yang kuat
yaitu Mimi adalah pejuang sejati, ulet, sabar, dan kreatif.

Kuat karena Mimi enggan bergantung pada orang lain, dan tegar karena diterpa cobaan
bertubi-tubi, Mimi tetap, kokoh, dan tidak bergeming sedikitpun, dia juga Smart, tahu dimana
dia harus meminta pertolongan pada orang yang tepat, dan tentu saja muslimah yang taat
beribadah, hingga Allah pun tak enggan membantunya.

Saya hanya berpikir dan yakin pasti ada jutaan Mimi-Mimi, diluar sana, akan tetapi pastinya
sangat jarang yang melampui cobaan bertubi-tubi seperti dirinya dengan Indahnya.
Saya hanya ingin berbagi…..cobalah kita lihat, Mimi tetangga saya kini dan setiap pagi selalu
menyapa riang saya, wajah cantiknya kembali bersinar, meskipun ia menyandang status
janda. Yang kemudian dia tekun mendengar keluh kesah saya pada setiap permasalahan saya
hadapi setiap harinya, termasuk ketika saya mulai mengeluh tidak betah dikantor sebagai
pegawai sekian tahun, atau ketika saya menghadapi badai kemelut usia yang yang sudah
berkepala tiga, apa kata Mimi

"Faris, Allah tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan seseorang atau Allah
lebih tahu apa yang terbaik bagimu, sedangkan kamu tidak".
Subhanallah ! Mimi, contoh kekuatan wanita muslimah, ada disana.
Dan jika saya sudah menyerah kalah pada permasalahan bertubi-tubi dalam hidup saya, maka
Mimi membawa saya menuju pintu rumah mungilnya, didepan pintunya, saya melihat
kepulasan tidur anak-anaknya di ruang tamu yang ia jadikan ruang tidur, sedangkan kamar
tidur ia jadikan dapur untuk memasak, (sungguh rumah yang mungil) mereka berjejal pada
tempat tidur susun yang reyot, dan juga tempat tidur gulung kecil dibawahnya, tempat si
sulungnya tidur, kemudian katanya, "Lihatlah Ris, betapa berat menjalani hidup seorang diri,
tanpa bantuan bahu yang lain, kalau tidak terpaksa karena nasib, enggan aku menajalaninya,
Ris, sedang kamu, bersyukurlah kamu, masih memiliki masa depan yang panjang ".
Duh, gusti betapa baik hati Mimi ini, betapa malu saya dihadapannya, cobaan saya, tentu jauh
lebih ringan dibanding dirinya, tapi betapa saya jarang bersyukur, sering mengeluh, dan
sering merasa kurang.
"Stupid mind in the Stupid ordinary " Yang jelas watak Mimi dan kekuatannya
menumbuhkan satu prinsip dihati saya bahwa " Karena aku adalah lelaki, aku harus kuat dan
tegar lebih dari wanita ini dalam menghadapi badai sekeras apapun, jika mungkin jauh lebih
kuat dan tegar demi tangan-tangan mungil yang mungkin akan menjadi tangan-tangan
perkasa yang siap mencengkram dunia, Insyaallah Amien"
Singkat cerita, saya pun berhenti dari pekerjaan yang lama, sekarang saya bekerja lebih
mapan dari yang dulu. Karena setiap pulang kerja saya melintas didepan rumah Mimi, dan
terus memperhatikan ketegarannya, akhirnya Allah menumbuhkan kembali cinta dihatiku.
Sampai suatu saat aku pun melamarnya agar hubungan kami dihalalkan oleh syari’at. Mimi
hanya bisa menunduk malu dan tersenyum melihat anak-anaknya yang akan memiliki ayah
yang baru. Dalam hati, Mimi bertakbir dan bertahmid melihat kekuasaan Allah..
Allahu Akbar….

Anda mungkin juga menyukai