Anda di halaman 1dari 3

Antara Aku, Kamu dan Dia

Di malam hujan ini terasa sangat begitu dingin hingga menusuk tulang. Namaku Adi, sekarang
umurku menginjak seperempat abad lebih dari 3 tahun. Sekarang... Aku sedang terduduk dikursi
bermeja bundar dekat seorang wanita yang dulu pernah melengkapi kesendirianku. Dia bernama Mona,
orangnya cantik,cerdas,dan juga menarik. Mungkin… Separuh cerita hidupku telah berbekas di dalam
hidupnya. Cinta,kasih sayang dan perjuangan yang dulu pernah aku berikan kepada hidupnya seolah-
olah tidak berguna lagi untuk saat ini. Lupakanlah… Dia memang masa lalu yang tidak patut untuk
dikenang.

Pertemuanku dengannya di malam ini adalah pertemuan pertama kalinya semenjak tidak
bertemu kurang lebih 4 tahun lamanya. Aku menceritakan kisah hidupku kepadanya, begitu pula
dengannya. Namun dugaanku salah, yang dulu ku kira hidupnya bahagia dan lebih dari kata cukup
ternyata semua itu salah,katanya dia sangat amat tidak bahagia hidup bersama pria pilihan sang Ayah.
Sehingga dia memutuskan untuk berpisah dengan suaminya dan kembali ke Indonesia. Memang...
Terdengar sangat malang nasibnya. Ku pandangi wajah tertunduk sedihnya, seakan-akan mengingatkan
ku pada masa lalu yang dulu pernah menjadi saksi bisu kebersamaan kami semasa kuliah.

Sedikit bercerita tentang kisahku dengannya dan juga seorang wanita yang bernama Sinta. Ya...
Kami adalah tiga sahabat seperjuangan yang hampir menempuh 7 semester ketika kami sebagai
mahasiswa dan mahasiswi Fakultas jurusan Akutansi. Dimana pun aku berada Mona dan Sinta selalu ada
untuk menemaniku, mereka wanita baik dan cantik yang selalu menemani hari-hariku disaat susah
maupun senang. Awalnya hubungan kami sebagai sahabat terbilang sangat baik, namun ketika wisuda
akan kami laksanakan, benih-benih cinta pun tumbuh begitu saja. Semua perasaan itu hanya ku tujukan
kepada Mona yang notabennya seorang anak konglomerat kaya. Mungkin... Karena keramahan dan juga
kerendahan hatinyalah yang membuatku jatuh cinta.

Akhirnya kami menjalani hubungan ini tanpa sepengetahuan Sinta. Kami pun saling
merahasiakan dan menjaga hubungan ini satu sama lain. Detik,menit,jam,hari,dan bulan pun berlalu
menandakan hubungan ku dengan Mona sudah berjalan sangat lama. Tetapi pada saat wisuda berakhir,
tenyata Sinta diam-diam menyatakan perasaannya kepada ku, posisi ku saat itu sedang terduduk di
samping Mona. Aku tidak tahu harus berbuat apa, ketika terduduk disamping kedua wanita yang telah
menjadi sahabat semasa kuliah. Aku terdiam membisu mendengarkan luapan isi hati Sinta yang sedang
menggebu-gebu.

“Adi, kamu jangan sampai mengatakannya.” Ujar Mona sambil berbisik disamping kanan ku.
Tapi nasi sudah menjadi bubur. Dengan terpaksa aku memberitahukannya kalau sekarang ini, aku
sedang menjalin hubungan dengan Mona yang sudah sangat lama.

“Oh begitu ya… ya sudahlah, aku pamit pulang dulu.” lirihnya berujar seraya pergi meninggalkan
kami berdua disini. Dengan sigap aku dan Mona segera menyusulnya yang hampir setengah jalan pergi.
Mona segera memeluk Sinta dengan erat dan berulang kali meminta maaf. Kulihat wajah cantik Sinta
tertungkup sedih dipelukan Mona.
“Sinta, maafkan kita berdua jika itu melukai perasaanmu. Tapi, jika kamu kecewa terhadap ku
dan juga Mona, aku pasrah dan menerima apapun keputusanmu untuk persahabatan kita saat ini, sekali
lagi maafkan aku dan juga Mona.” ucapku yang panjang lebar.

“Tidak apa Di, ini bukan salah kalian berdua, ini karena aku sudah sangat terlambat menyatakan
perasaan , biarlah lupakan saja kejadian tadi.” jawabnya seraya tersenyum manis. Akhirnya, semua
rahasia ini telah terungkap seakan-akan membuat persahabatan kami hampir retak karena hubungan
ini.

Satu tahun berlalu, kita bertiga menjalani kehidupan masing-masing, aku masih tetap bersama
Mona, sedangkan Sinta entah pergi kemana seakan-akan menjauh dari kehidupan kami. Aku tahu kalau
Sinta sangat kecewa akan diriku dan juga Mona yang main hati dibelakangnya. Jujur... waktu itu aku
sangat merindukannya, sangat amat merindukannya.

Esok harinya aku berencana menemui Mona dirumah orang tuanya, karena sudah satu minggu
ini aku tidak bertemu dengannya, namun ketika baru saja sampai di depan pintu rumahnya, terdengar
suara tangisan Mona yang seolah-olah menjadi-jadi. Aku terpaksa masuk mendobrak pintu rumah
Mona. Dengan sangat terkejut segera aku peluk Mona yang terlihat sangat amat ketakutan akan sang
Ayah.

“Pergi sana, dan jauhilah kehidupan putriku!!!!” bentak Ayahnya kepadaku.

Ternyata kejadian itu adalah pertanda berakhirnya hubungan ku dengan Mona. Mona meminta maaf
kepadaku lewat sms.

Adi,terimakasih untuk hari-hari sebelumnya. Maaf,mungkin hubungan kita cukup sampai disini
saja. Aku terpaksa harus menikah dengan pria pilihan Ayah, aku tak bisa menolak perintah Ayah. Carilah
wanita yang bisa membahagiakan mu. Selamat tinggal Di, aku pasti akan merindukanmu.

Betapa kecewanya hatiku ketika mendengar keputusan Mona untuk mengakhiri hubungan ini,
padahal sebentar lagi aku akan melamarnya. Tapi apa boleh buat, keputusan Ayah Mona sudah bulat
dan tidak bisa diganggu gugat.

Berbulan-bulan kemudian, aku sudah mulai membuang jauh-jauh pikiran dan kenangan tentang
dirinya. Sampai akhirnya ketika sedang ditugaskan kerja ke kota Surabaya, aku bertemu dengan Sinta.

“Adi? Kenapa kamu ada disini?” ujarnya seraya tersenyum. Segera ku jawab sapaannya,
sehingga kami berdua mengobrol sampai lupa waktu.

Waktu terasa cepat berlalu dan hari demi hari kulalui bersamanya sebagai rekan kerja di satu
kantor. Jujur saja, aku merasa nyaman ketika di dekatnya. Karena hampir kegiatan kerja seperti meeting
bertemu dengan client dan juga bekerja sama saat bekerja, hampir kita lakukan bersama. Beberapa
bulan kemudian, benih-benih cinta mulai muncul dipikiranku. Aku ingin sekali mencoba mengungkapkan
perasaanku kepada Sinta tetapi aku takut jika dia tidak menanggapinya karena dulu aku pernah melukai
hatinya. Tapi jika berada di dekatnya... bahagia, keceriaan, canda dan tawa selalu ku rasakan begitu saja,
bisa dibilang aku sangat nyaman berada di dekatnya, sangat amat nyaman dan berbeda seperti Mona.

Satun tahun kemudian, aku dan dia menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih yang terbilang
sudah lama. Kebahagiaan hidup ku, rasanya hampir sudah lengkap ketika ia melengkapi hari ku disaat
susah, senang dan sedih. Sehingga... terbesit dipikiran ku untuk meminta izin dan restu kedua orang
tuanya agar dapat melamar dan meminangnya. Akhirnya, restu mereka sudah ku dapatkan.

Anda mungkin juga menyukai