PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
(Mengidentifikasi Permasalahan : I.A.1 = 0,1)
Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan kelanjutan dari agenda
pembangunan global sebelumnya yaitu Millennium Development Goals (MDGs). Program
SDGs mulai aktif dari tahun 2016 hingga tahun 2030. Perbedaan mendasar antara SDGs
dengan MDGs terdapat pada substansi hingga proses penyusunannya. Berbeda dengan
MDGs yang bertujuan mengurangi hanya separuh dari tiap-tiap masalah pembangunan,
SDGs mengakomodasi masalah-masalah pembangunan yang lebih komprehensif dengan
menargetkan penyelesaian tuntas untuk setiap tujuan dan sasarannya. SDGs berisi 17 tujuan
dan 169 sasaran yang diharapkan dapat menanggulangi berbagai masalah di dunia.
Pencapaian target SDGs atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) sebagaimana
dimuat dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2017 tentang
Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, khususnya terkait dengan isu-
isu nasional seperti penurunan stunting.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun)
akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak mengalami kondisi gagal tumbuh. Kondisi
gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi menyebabkan anak memiliki tinggi dibawah
anak seusianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal
setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun.
Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted) adalah balita dengan panjang
badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya dibandingkan dengan standar
baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) 2006.
Prevalensi stunting di Indonesia selama 7 (tujuh) tahun terakhir menunjukkan grafik
yang fluktuatif artinya masih belum stabil penurunannya sehingga masalah stunting perlu
ditangani segera. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan 30,8 atau
sekitar 7 juta balita menderita stunting. Masalah gizi lain terkait dengan stunting yang masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat adalah anemia pada ibu hamil (48,9), Berat Bayi
Lahir Rendah atau BBLR (6,2), balita kurus atau wasting (10,2) dan anemia pada balita.
Penurunan stunting memerlukan intervensi yang terpadu mencakup intervensi gizi spesifik
dan gizi sensitif. Sejalan dengan inisiatif Percepatan Penurunan Stunting, pemerintah
meluncurkan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi (Gernas PPG) yang ditetapkan
melalui Peraturan Presiden Nomor 42 tahun 2013 tentang Gernas PPG dalam kerangka
1.000 HPK.
GAMBAR 1.
PREVALENSI STUNTING DI INDONESIA TAHUN 2013-2021
Sehubungan dengan percepatan pencegahan dan penurunan stunting di Indonesia,
telah ditetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan
Penurunan Stunting yang memuat strategi nasional (stranas) percepatan penurunan stunting.
Berdasarkan Perpres Nomor 72 Tahun 2021, percepatan penurunan stunting dilaksanakan
secara holistik, integratif dan berkualitas melalui koordinasi, sinergi dan sinkronisasi
diantara Kementerian/Lembaga, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota,
Pemerintah Desa dan pemangku kepentingan. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021
juga mengatur terkait rencana kegiatan dan indikator-indikator yang harus dipenuhi baik
pada level Kabupaten/Kota, Kecamatan hingga pada level Desa.
Kabupaten Bandung menjadi salah satu kabupaten/kota lokasi prioritas percepatan
penurunan stunting sejak tahun 2018. Sehubungan dengan hal tersebut, telah ditetapkan 65
desa lokus prioritas penurunan stunting di Kabupaten Bandung melalui Keputusan Bupati
Bandung Nomor : 463/Kep.189-DP2KBP3A/2022 tanggal 21 Maret 2022. Percepatan
penurunan stunting di Kabupaten Bandung dilaksanakan secara konvergen melalui 8
(Delapan) Aksi Konvergensi Penurunan Stunting beserta inovasinya dengan berpedoman
pada Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021. Ditetapkan pula tim percepatan penurunan
stunting (TPPS) pada level Kabupaten, Kecamatan dan Desa sebagai upaya pelaksanaan
kegiatan penurunan stunting yang terintegrasi multilevel. Upaya-upaya tersebut dilakukan
untuk menuju Kabupaten Bandung zero new stunting.
2. Rumusan Permasalahan
(Merumuskan Permasalahan : I.A.2 = 0,1)
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebegai berikut :
1. Bagaimana hasil pelaksanaan konvergensi percepatan penurunan stunting di Kabupaten
Bandung pada Tahun 2022;
2. Apa sajakah kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan konvergensi penurunan stunting
di Kabupaten Bandung?
3. Bagaimana tindak lanjut terhadap kendala dan permasalahan tersebut?
KERANGKA PEMIKIRAN
Upaya Percepatan Penurunan Stunting
Kabupaten Bandung
Tindak Lanjut
GAMBAR 2
KERANGKA PEMIKIRAN PELAKSANAAN PERCEPATAN PENURUNAN STUNTING KABUPATEN BANDUNG
METODOLOGI
Analisis pada laporan ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dimana data
yang digunakan pada laporan ini menggunakan data sekunder serta data primer dari FGD
maupun diskusi yang dilakukan oleh Tim Percepatan Penurunan Stunting Kabupaten Bandung.
Adapun data kuantitatif yang digunakan, meliputi :
(Inventarisasi dan Identifikasi Data Sekunder : I.A.3 = 0,12)
TABEL 1
JENIS DAN SUMBER DATA
GAMBAR 3
PERATURAN/KEPUTUSAN BUPATI BANDUNG TERKAIT PERCEPATAN
PENURUNAN STUNTING DI KABUPATEN BANDUNG
Adanya regulasi tersebut diharapkan dapat menjadi dasar bagi stakeholder untuk
berperan aktif mengurangi jumlah balita stunting yang ada di Kabupaten Bandung.
Pemerintah Daerah sendiri, memiliki peran yang sangat strategis dalam percepatan
penurunan Kabupaten Bandung, antara lain :
a) merumuskan kebijakan daerah yang mendukung upaya pencegahan dan
penanggulangan Stunting, termasuk peningkatan peran Kecamatan dalam
mengoordinasikan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pencegahan dan
penanggulangan Stunting di wilayahnya;
b) mensosialisasikan kebijakan terkait upaya pencegahan dan penanggulangan
Stunting sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional, khususnya kepada
Kecamatan dan Desa dan/atau kelurahan;
c) mencanangkan komitmen bersama antara pemerintahan daerah dengan unsur
masyarakat untuk mendukung penuh upaya pencegahan dan penanggulagan
Stunting secara konsisten dan berkelanjutan;
d) menyelenggarakan pelatihan untuk peningkatan kapasitas Perangkat Daerah dan
aparat Desa dan/atau kelurahan dalam melaksanakan aksi konvergensi atau aksi
integrasi pencegahan dan penanggulangan Stunting;
e) meningkatkan dan membangun sistem manajemen data yang terkait dengan
pencegahan dan penanggulangan Stunting;
f) meningkatkan koordinasi dengan pihak lain yang terkait dalam pelaksanaan aksi
konvergensi atau aksi integrasi pencegahan dan penanggulangan Stunting;
g) menyelenggarakan rembuk Stunting tahunan dengan melibatkan unsur Perangkat
Daerah, Desa, masyarakat, dan pihak lain yang terkait dengan upaya pencegahan
dan penanggulangan Stunting;
h) memastikan rencana program kegiatan untuk Intervensi Gizi Spesifik dan
Intervensi Gizi Sensitif hasil rembuk Stunting yang telah disepakati dimuat dalam
rencana kerja Pemerintah Daerah dan rencana kerja Perangkat Daerah;
i) mengalokasikan dana bantuan khusus bagi Desa yang kurang mampu pendanaan
dalam upaya pencegahan dan penanggulangan Stunting;
j) memaksimalkan pemanfaatan anggaran pendapatan dan belanja daerah dan dana
alokasi khusus untuk program layanan Intervensi Gizi Spesifik dan Intervensi Gizi
Sensitif melalui proses penetapan dokumen pelaksanaan anggaran Perangkat
Daerah;
k) memastikan bahwa APB-Desa anggaran pendapatan, dan belanja Desa telah
sesuai dengan kebijakan pencegahan dan penanggulangan Stunting dan program
kegiatan dalam rencana kerja Pemerintah Daerah
l) melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan pencegahan dan
penanggulangan Stunting yang dilakukan oleh Desa;
m) melakukan penilaian kinerja Desa dalam pencegahan dan penanggulangan
Stunting sebagai tugas pembinaan dan pengawasan;
n) mempublikasikan hasil capaian kinerja pencegahan dan penanggulangan Stunting
di Daerah;
o) mengoordinasikan bantuan dari masyarakat atau pihak lain yang terkait dalam
upaya pencegahan dan penanggulangan Stunting ke kelompok sasaran dan lokasi
Desa; dan
p) bertanggung jawab untuk meningkatkan pelayanan Intervensi Gizi Spesifik dan
Intervensi Gizi Sensitif kepada kelompok sasaran.
Selain regulasi tersebut, ada pula beberapa regulasi yang mendukung pelaksanaan
percepatan penurunan stunting di Kabupaten Bandung tahun 2022, meliputi :
(Menyajikan Data dan Informasi : I.A.8 = 0,1)
TABEL 2
REGULASI PENDUKUNG PERCEPATAN PENURUNAN STUNITNG KABUPATEN BANDUNG
GAMBAR 4
SUSUNAN KEANGGOTAAN TIM PERCEPATAN PENURUNAN STUNTING
KABUPATEN BANDUNG
GAMBAR 5
SUSUNAN KEANGGOTAAN TPPS TINGKAT KECAMATAN SE-KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2022
GAMBAR 6
SUSUNAN KEANGGOTAAN TPPS DESA/KELURAHAN DI LINGKUNGAN KABUPATEN BANDUNG
TAHUN 2022
Komponen Pendukung TPPS Tingkat Desa/Kelurahan yaitu Tim Pendamping
Keluarga (TPK). Pendampingan Keluarga merupakan salah satu pembaruan strategi
percepatan penurunan Stunting yang dilaksanakan melalui pendekatan keluarga dalam
menjangkau kelompok sasaran, yakni calon pengantin (catin), ibu hamil dan menyusui,
dan anak 0-59 bulan. Secara konsep, pendampingan keluarga adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan terhadap keluarga yang memiliki ibu hamil, ibu pasca
persalinan, anak usia dibawah 5 tahun (balita), serta calon pengantin/calon pasangan usia
subur untuk deteksi dini faktor risiko Stunting dan melakukan upaya meminimalisir atau
pencegahan dari faktor risiko Stunting. Tim Pendamping Keluarga merupakan
sekelompok tenaga pendamping yang terdiri dari Bidan, Kader Tim Penggerak PKK dan
Kader KB yang melaksanakan pendampingan kepada Calon Pengantian/Calon Pasangan
Usia Subur dan keluarga berisiko Stunting yang meliputi penyuluhan, fasilitasi
pelayanan rujukan, fasilitasi penerimaan program bantuan sosial serta surveilans untuk
mendeteksi dini faktor risiko Stunting.
Sehubungan dengan hal tersebut, Kabupaten Bandung membentuk 8376 TPK
yang terdiri dari bidan, Kader TP-PKK, dan kader KB/kader lainnya yang melaksanakan
pendampingan kepada keluarga berisiko Stunting. Berikut adalah uraian TPK per
kecamatan di Kabupaten Bandung.
Kabupaten Bandung memiliki total 560 KPM yang tersebar pada 270 Desa dan
10 Kelurahan yang ada. KPM berkolaborasi dengan Kader Posyandu, PKK serta
stakeholder lainnya untuk memberikan edukasi dan monitoring upaya percepatan
penurunan stunting di masing-masing Desa.
GAMBAR 7
SEBARAN KASUS STUNTING KABUPATEN BANDUNG
Apabila dilihat dari capaian intervensi spesifik pada tahun sebelumnya, terdapat 4
(empat) indikator yang capaiannya sudah melebihi target nasional yaitu Konsumsi TTD
bagi Ibu Hamil, Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) Balita dan PMT Ibu dengan Kekurangan Energi Kronis (KEK).
Sedangkan 3 (tiga) indikator lainnya yaitu Pemberian ASI Eksklusif, Imunisasi Dasar
Lengkap dan Pemantauan Pertumbuhan. Indikator Konsumsi TTD bagi Remaja Putri
capaiannya nol dikarenakan indikatornya adalah konsumsi TTD bagi Remaja Putri
sementara yang sudah dilakukan saat ini adalah memberikan advokasi dan edukasi
tentang konsumsi TTD remaja putri, belum dilaksanakan pendampingan dan pemantauan
TPK dalam rangka konsumsi TTD remaja putri.
GAMBAR 8
KONDISI EKSISTING ASPEK INTERVENSI SPESIFIK PENURUNAN STUNTING KABUPATEN
BANDUNG TAHUN 2021
GAMBAR 9
KONDISI EKSISTING ASPEK INTERVENSI SENSITIF PENURUNAN STUNTING KABUPATEN
BANDUNG TAHUN 2021
Hasil dari analisis sebaran stunting serta cakupan intervensi yang telah dilakukan
menjadi dasar penentuan lokus stunting tahun 2023 sedangkan untuk lokus stunting pada
tahun 2022 telah ditentukan melalui analisis yang sama di tahun sebelumnya. Desa lokus
stunting Kabupaten Bandung pada tahun 2022 ditetapkan melalui Keputusan Bupati
Bandung Nomor : 463/Kep.189-DP2KBP3A/2022 tanggal 21 Maret 2022 tentang
Penetapan Desa Lokus Stunting Kabupaten Bandung Tahun 2022. Desa lokus stunting
Kabupaten Bandung terdiri dari 65 Desa yang tersebar pada 20 kecamatan. Berikut
adalah daftar desa lokus prioritas stunting Kabupaten Bandung tahun 2022.
Desa lokus stunting Kabupaten Bandung pada tahun 2023 terdiri dari 55 desa
yang tersebar pada 22 kecamatan. Desa lokus prioritas penurunan dan pencegahan
stunting tahun 2023 ditentukan pada tahun berjalan agar perangkat daerah dapat
melakukan sinkronisasi program dan kegiatan yang ada dengan lokus sasaran stunting.
Berikut daftar Desa dan Kelurahan yang menjadi lokus percepatan penurunan stunting
Kabupaten Bandung tahun 2023.
TABEL 7
INTERVENSI SPESIFIK DAN INTERVENSI SENSITIF
Dinkes Edukasi tentang ASI eksklusif Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Gizi Rp. 58.400.000,- DAK NON-FISIK
melalui penyuluhan dan koseling Masyarakat
Dinkes Orientasi PMBA bagi tenaga Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Gizi Rp. 10.848.000,- DAU
kesehatan; Edukasi tentang ASI Masyarakat
eksklusif melalui penyuluhan dan
konseling
Dinkes Pemberian tatalaksana kasus balita Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Gizi Rp. 23.780.000,- DAU
gizi buruk sesuai standar dan Masyarakat
Orientasi Tatalaksana gizi buruk
bagi petugas kesehatan
Dinkes Penimbangan rutin balita dan Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Gizi Rp. 434.300.000,- DAK NON-FISIK
pemantauan tumbuh kembang; Masyarakat
Pelaksanaan Bulan Penimbangan;
Edukasi /penyuluhan kepada
masyarakat pentingnya
pemantauan pertumbuhan dan
peningkatan ketahanan gizi
Dinkes Defaulter Tracking Data Imunisasi Terlaksananya Investigasi Awal Kejadian Rp. 457.894.400,- DAU
Dasar Lengkap (IDL), Uci Desa Tidak Diharapkan Kejadian Ikutan Pasca
Dan Vaksinasi Covid-19 Oleh Imunisasi dan Pemberian Obat Massal
Puskesmas (Survim); Pertemuan
Program Imunisasi Dalam
Peningkatan Cakupan IDL
(Survim) ASB
Dinkes Persiapan Publikasi Data Stunting; Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Gizi Rp. 4.145.000,- DAK NON-FISIK
'- Publikasi Data stunting Masyarakat
INTERVENSI SENSITIF
Dinkes Verifikasi desa/kecamatan SBS Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Rp. 71.444.800,- DAU
dalam rangka percepatan Lingkungan
Kabupaten SBS. '- Pertemuan
koordinasi dalam rangka
percepatan desa SBS
Dinkes Evaluasi pelaksanaan Perbup Penyelenggaraan Promosi Kesehatan dan Rp. 32.130.000,- DAK FISIK
PHBS Gerakan Hidup Bersih dan Sehat
Dinkes Pembinaan Peningkatan Peran Penyelenggaraan Promosi Kesehatan dan Rp. 4.560.000,- DAU
wanita menuju keluarga sehat dan Gerakan Hidup Bersih dan Sehat
sejahtera
Dinkes Gerakan PHBS di Rumah Tangga Penyelenggaraan Promosi Kesehatan dan Rp. 44.940.000,- DAU
melalui Monev Kesrak PKK KB Gerakan Hidup Bersih dan Sehat
Kesehatan
Dinkes Persiapan rembuk stunting; Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Gizi Rp. 27.705.000,- DAK NON-FISIK
Rembuk stunting tk kabupaten; Masyarakat
Dinkes Rembuk stunting tk kecamatan; Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Gizi Rp. 93.775.000,- DAK NON-FISIK
Masyarakat
Dinkes - Kampanye STBM dan institusi Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Rp. 47.102.500,- DAU
pendidikan/Pontren; '- Lingkungan
Pendampingan penerapan STBM
DP2KBP3A Operasional Pendampingan Calon Promosi dan Sosialisasi Kelompok Rp. 531.900.000,- DAK NON-FISIK
Pengantin Kegiatan Ketahanan dan Kesejahteraan
Keluarga (Menjadi Orang Tua Hebat,
Generasi Berencana, Kelanjutusiaan serta
Pengelolaan Keuangan Keluarga)
DP2KBP3A Operasional Tenaga Penggerak Penguatan Pelaksanaan Penyuluhan, Rp. 1.470.238.000,- APBD
Desa Penggerakan, Pelayanan dan
Pengembangan Program KKBPK untuk
Petugas Keluarga Berencana/Penyuluh
Lapangan Keluarga Berencana
(PKB/PLKB)
DP2KBP3A Pencanangan Dapur Sehat Atasi Pembinaan IMP dan Program KKBPK di Rp. 65.620.000,- APBD
Stunting, Pembinaan TPD dan Pos Lini Lapangan oleh PKB/PLKB
KB
DP2KBP3A Operasional Survailance Tim Promosi dan Sosialisasi Kelompok Rp. 10.051.200.000,- DAK NON-FISIK
Pendamping Keluarga Kegiatan Ketahanan dan Kesejahteraan
Keluarga (Menjadi Orang Tua Hebat,
Generasi Berencana, Kelanjutusiaan serta
Pengelolaan Keuangan Keluarga)
DP2KBP3A Kegiatan Pemilihan Duta GenRe Promosi dan Sosialisasi Kelompok Rp. 50.075.200,- APBD
dan Pertemuan Forum PIK-R Kegiatan Ketahanan dan Kesejahteraan
Keluarga (Menjadi Orang Tua Hebat,
Generasi Berencana, Kelanjutusiaan serta
Pengelolaan Keuangan Keluarga)
DP2KBP3A Rapat Pengelola Poktan BKB dan Orientasi dan Pelatihan Teknis Pengelola Rp. 23.660.000,- APBD
BKL Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga
(BKB, BKR, BKL, PPPKS, PIK-R dan
Pemberdayaan Ekonomi
Keluarga/UPPKS
Dispakan Peningkatan Ketersediaan Ikan Penyediaan dan Penyaluran Bahan Baku Rp. 198.000.000,- APBD
untuk konsumsi dan usaha Industri Pengolahan Ikan dalam 1 (satu)
pengolahan dalam satu daerah daerah Kabupaten/Kota
kabupaten/Kota
Dispakan Pemberdayaan masyarakat dalam Peningkatan Ketahanan Pangan Keluarga Rp. 410.848.800,- APBD
penganekaragam konsumsi pangan
berbasis sumberdaya lokal
Dispakan Pemberdayaan masyarakat dalam Peningkatan Ketahanan Pangan Keluarga Rp. 210.000.000,- DAK NON-FISIK
penganekaragam konsumsi pangan
berbasis sumberdaya lokal
Dispakan Pengelolaan Keseimbangan Pengadaan Cadangan Pangan Kab/Kota Rp. 622.079.600,- APBD
Cadangan Pangan Kab/Kota
DPMD Pembinaan dan Pelatihan Bagi Pembinaan Peningkatan Kapasitas Rp. 400.000.000,- APBD
Aparatur Pemerintah Desa Aparatur Pemerintah Desa
DPMD Peningkatan Kapasitas Kapasitas Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Rp. 150.000.000,- APBD
Kelembagaan Lembaga Lembaga Kemasyarakatan
Kemasyarakatan Desa/Kelurahan Desa/Kelurahan (RT, RW, PKK,
(RT, RW, PKK, Posyandu, LPM, Posyandu, LPM, dan Karang Taruna),
dan Karang Taruna), Lembaga Lembaga Adat Desa/Kelurahan dan
Adat Desa/Kelurahan dan Masyarakat Hukum Adat
Masyarakat Hukum Adat
DPMD Pembinaan dan sosialisasi Fasilitasi Penyusunan Perencanaan Rp. 50.000.000,- APBD
penyusunan perencanaan Pembangunan Desa
pembangunan desa
DPMD Pembinaan dan pendampingan Fasilitasi Pengelolaan Keuangan Desa Rp. 10.855.000,- APBD
pengelolaan keuangan desa (Dana
Desa)
DPMD Pembinaan dan pendampingan Fasilitasi Pengelolaan Keuangan Desa Rp. 108.526.000,- APBD
penyusunan sasaran kegiatan dana
desa dalam upaya konvergensi
percepatan penurunan stunting
DPMD Evaluasi dan Monitoring Fasilitasi Pengelolaan Keuangan Desa Rp. 143.520.000,- APBD
Percepatan Penurunan Stunting
DPMD Pembinaan dan Pendampingan Fasilitasi Pengelolaan Keuangan Desa Rp. 10.855.000,- APBD
Desa Bebas Stunting
Disdik Bimtek Pengembangan karir Pengembangan karir pendidik dan tenaga Rp. 405.000.000,- APBD
pendidik dan tenaga kependidikan kependidikan pada satuan pendidikan
pada satuan pendidikan PAUD PAUD
Disdik Bimtek Penyelenggaraan Proses Penyelenggaraan Proses Belajar PAUD Rp. 200.000.000,- APBD
Belajar PAUD
Disdik Bimtek Pengembangan Data dan Pembinaan dan Kelembagaan dan Rp. 250.000.000,- APBD
Informasi PAUD Manajemen PAUD
Disdik Pengelolaan Dana BOP Pengelolaan Dana BOP PAUD Rp. 36.322.480.000,- DAK NON-FISIK
DPUTR Pembangunan SPAM Jaringan Pembangunan SPAM Jaringan Perpipaan Rp. 62.629.467.500,- APBD
Perpipaan diKawasan Perdesaan diKawasan Perdesaan
DPUTR Pembangunan SPAM Jaringan Pembangunan SPAM Jaringan Perpipaan Rp. 11.739.805.000,- DAK FISIK
Perpipaan diKawasan Perdesaan diKawasan Perdesaan
DPUTR Perluasan SPAM Jaringan Perluasan SPAM Jaringan Perpipaan di Rp. 22.000.000.000,- DANA
Perpipaan di KawasanPerdesaan KawasanPerdesaan LAINNYA
DPUTR Perluasan SPAM Jaringan Perluasan SPAM Jaringan Perpipaan di Rp. 1.392.500.000,- APBD
Perpipaan di KawasanPerdesaan KawasanPerdesaan
DPUTR Pembangunan/Penyediaan Sistem Pembangunan/Penyediaan Sistem Rp. 5.151.685.000,- DAK FISIK
PengelolaanAir Limbah Terpusat PengelolaanAir Limbah Terpusat Skala
Skala Permukiman Permukiman
DPUTR Pembangunan/Penyediaan Sub Pembangunan/Penyediaan Sub Sistem Rp. 2.581.591.000,- APBD
Sistem Pengolahan Setempat Pengolahan Setempat
DPUTR Pembangunan/Penyediaan Sistem Pembangunan/Penyediaan Sistem Rp. 10.222.928.540,- APBD
PengelolaanAir Limbah Terpusat PengelolaanAir Limbah Terpusat Skala
Skala Permukiman Permukiman
TOTAL Rp. 168.859.009.340,-
Rencana kegiatan intervensi stunting di Kabupaten Bandung tahun 2022 meliputi
kegiatan intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Intervensi spesifik dilakukan melalui
pemberian tablet tambah darah (TTD) bagi remaja putri, pemberian makanan tambahan
bagi ibu hamil KEK dan balita, tata laksana kasus balita gizi buruk serta penimbangan
dan pemantauan pertumbuhan secara berkala. Edukasi baik kepada ibu, keluarga, tenaga
kesehatan dan kader juga terus dilakukan dalam rangka optimalisasi intervensi. Selain
intervensi spesifik, dilakukan pula intervensi sensitif untuk mewujudkan lingkungan
yang sehat bagi masyarakat Kabupaten Bandung khususnya kepada keluarga dengan
resiko stunting. Intervensi yang dilakukan berupa rembuk sunting tingkat Desa hingga
Kabupaten, percepatan SBS, pendampingan oleh forum masyarakat baik dari TPD, TPK,
Pos KB, Kemenag dan forum PIK-R, peningkatan kapasitas dan komitmen pemerintah
Desa dalam percepatan penurunan stunting, edukasi melalui lembaga PAUD, pemberian
bantuan sosial serta pemenuhan sanitasi dan air minum yang layak. Kegiatan tersebut
difokuskan pada desa dan kelurahan yang menjadi lokus stunting dengan harapan dapat
menurunkan prevalensi balita stunting baru
E. Ketersediaan Data
(Menganalisis Data dan Informasi : I.A.7 = 0,25)
TABEL 8
PEMETAAN SISTEM DATA STUNTING KABUPATEN BANDUNG
No. Jenis Data Sumber Data Penanggung Ketersediaan Metode Metode
Jawab Data Pencatatan Pengolahan
4 Cakupan PUS miskin yang Pendamping Dinas Sosial Tersedia Laporan Manual
memperoleh bantuan tunai PKH
bersyarat
5 Cakupan Pasangan Usia BNI, PT. Pos Dinas Sosial Tersedia Laporan Manual
Subur (PUS) dengan status
miskin dan penyandang
masalah kesejahteraan
sosial yang menerima
bantuan pangan nontunai
6 Cakupan PUS yang BNI, PT. Pos Dinas Sosial Tersedia Laporan Manual
memperoleh bantuan
pangan non tunai
12 Remaja putri yang Belum Ada Dinas Tidak Belum Belum diolah
menerima layanan Kesehatan Tersedia dicatat
pemeriksaan status anemia
(hemoglobin)
13 Calon pengantin /calon ibu Belum Ada Dinas Tidak Belum Belum diolah
yang menerima Tablet Kesehatan Tersedia dicatat
Tambah Darah (TTD)
15 Calon pasangan usia subur Laporan rutin Dinas Tersedia Laporan Manual
(PUS) yang memperoleh puskesmas Kesehatan
pemeriksaan kesehatan
sebagai bagian dari
pelayanan nikah
16 Cakupan calon Pasangan Belum Ada Dinas Tidak Belum Belum diolah
Usia Subur (PUS) yang Kesehatan Tersedia dicatat
melakukan pemeriksaan
kesehatan dalam 3 bulan
pra nikah
17 Cakupan calon Pasangan Belum Ada Dinas Tidak Belum Belum diolah
Usia Subur (PUS) yang Kesehatan Tersedia dicatat
menerima pendampingan
kesehatan reproduksi dan
edukasi gizi sejak 3 bulan
pranikah
18 Pasangan calon pengantin Belum Ada Dinas Tidak Belum Belum diolah
yang mendapatkan Kesehatan Tersedia dicatat
bimbingan perkawinan
dengan materi pencegahan
stunting
20 Cakupan Pasangan Usia Belum Ada Dinas Tidak Belum Belum diolah
Subur (PUS) fakir miskin Kesehatan Tersedia dicatat
dan orang tidak mampu
yang menjadi Penerima
Bantuan Iuran (PBI)
Jaminan Kesehatan
21 Persentase Ibu hamil yang Belum Ada Dinas Tidak Belum Belum diolah
menerima pendampingan Kesehatan Tersedia dicatat
24 Persentase Ibu hamil Belum Ada Dinas Tidak Belum Belum diolah
dengan Pertumbuhan Janin Kesehatan Tersedia dicatat
Terhambat (PJT) yang
mendapat tata laksana
kesehatan
26 Anak usia 6-23 bulan yang ePPGBM Dinas Tersedia Aplikasi Manual
mendapat Makanan Kesehatan
Pendamping Air Susu Ibu
(MP-ASI)
29 Persentase keluarga dengan Belum Ada Dinas Tidak Belum Belum diolah
anak usia 0-23 bulan Kesehatan Tersedia dicatat
dengan infeksi kronis yang
mendapatkan tatalaksana
kesehatan
31 Persentase anak usia 24-59 Belum Ada Dinas Tidak Belum Belum diolah
bulan dengan infeksi Kesehatan Tersedia dicatat
kronis yang mendapatkan
tatalaksana kesehatan
33 Persentase keluarga dengan Belum Ada Dinas Tidak Belum Belum diolah
anak usia 0 bulan dengan Kesehatan Tersedia dicatat
panjang < 48 cm yang
mendapatkan tatalaksana
kesehatan dan gizi
34 Persentase keluarga dengan Belum Ada Dinas Tidak Belum Belum diolah
anak usia 0 bulan dengan Kesehatan Tersedia dicatat
berat badan < 2.500 gram
yang mendapatkan
tatalaksana kesehatan dan
gizi
40 Persentase keluarga dengan Belum Ada Dinas Tidak Belum Belum diolah
anak usia 0-23 bulan Kesehatan Tersedia dicatat
dengan gizi kurang yang
mendapatkan tambahan
asupan gizi
43 Persentase keluarga dengan Belum Ada Dinas Tidak Belum Belum diolah
anak usia 0-23 bulan yang Kesehatan Tersedia dicatat
mendapatkan imunisasi
dasar lengkap
54 Pusat Informasi dan New SIGA DP2KBP3A Tersedia Aplikasi Sistem New SIGA
Konseling (PIK) Remaja
dan Bina Keluarga Remaja
(BKR) yang melaksanakan
edukasi kesehatan
reproduksi dan gizi bagi
remaja
55 Desa/Kelurahan yang New SIGA DP2KBP3A Tersedia Aplikasi Sistem New SIGA
melaksanakan kelas Bina
Keluarga Balita (BKB)
tentang pengasuhan 1000
HPK
1 Rapat Koordinasi Sosialisasi Internal Tim Teknis, Penyiapan Data, 29 September 2022
Tim Teknis Identifikasi Kasus, Seleksi Kasus
3 Kajian Oleh Tim Kajian AKS oleh Tim Pakar dan Tim Teknis 28 - 31 Oktober 2022
Pakar
1 Rapat Koordinasi Sosialisasi Internal Tim Teknis, Penyiapan Data, 23 November 2022
Tim Teknis Identifikasi Kasus, Seleksi Kasus
Adapun lokus Audit Kasus Stunting Kabupaten Bandung Tahun 2022 berlokasi di
Kecamatan Ciparay pada 8 (delapan) desa dengan sebaran sasaran sebagaimana Tabel
berikut. Sasaran audit kasus stunting merupakan calon pengantin beresiko, ibu hamil
beresiko, Ibu pasca salin dan balita beresiko. Sasaran tersebut diperoleh dari hasil
pendampingan oleh Tim Pendamping Keluarga yang kemudian dikoordinasikan dengan
tim pakar yang terdiri dari dari dokter kandungan, dokter anak, dan ahli gizi.
TABEL 10
DATA SASARAN AUDIT KASUS STUNTING
Calon Pengantin Beresiko Ibu Hamil Berisiko Ibu Pasca Salin Balita Beresiko
1 Babakan 1 1
2 Ciparay 1
3 Gunung 2
Leutik
4 Mekarsari 2 2 1
5 Pakutandang 1
6 Sagaracipta 2 1
7 Serangmekar 1 2 2
8 Sumbersari 1
Jumlah 2 6 6 6
Berdasarkan hasil Audit Kasus Stunting Kabupaten Bandung Tahun 2022, berikut
kesimpulan hasil identifikasi dan faktor resiko dari Pakar/Tim Kajian dan Tim Teknis
yang melaksanakan audit kasus stunting :
Hasil audit kasus stunting menunjukkan adanya risiko tinggi bagi calon pengantin
yang memiliki kondisi kekurangan energi kronis disertai dengan indeks masa tubuh
yang rendah dan kondisi anemia. Hal tersebut juga diperparah dengan usia yang masih
terlalu muda. Akibat dari adanya kondisi tersebut dapat meningkatkan potensi
kehamilan beresiko tinggi dan kelahiran bayi stunting yang lebih tinggi. Sedangkan
untuk ibu hamil beresiko tinggi, faktor penyebabnya adalah kehamilan di usia muda
maupun terlalu tua, disertai dengan kondisi anemia serta terpapar oleh asap rokok.
Meskipun terdapat risiko rendah pada ibu bersalin yang diaudit, namun faktor risiko
hampir sama dengan ibu hamil yaitu persalinan yang terlalu muda maupun terlalu tua
serta paparan rokok. Pada balita beseriko yang diidentifikasi memiliki risiko tinggi
mengalami stunting, ditemukan bahwa faktor penyebabnya dari kelahiran premature,
kehamilan ibu mengalami KEK sehingga menyebabkan bayi lahir dengan berat badan
rendah, kurangnya pemahaman terkait gizi dan stunting, pemberian ASI tidak secara
eksklusif dan pemberian makanan tidak adekuat.
GAMBAR 10
PERKEMBANGAN PREVALENSI STUNTING KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2020-2022
GAMBAR 11
PREVALENSI STUNTING KABUPATEN BANDUNG PER KECAMATAN TAHUN 2022
Kecamatan dengan prevalensi stunting terbesar di tahun 2022 berdasarkan BPB adalah
Kecamatan Cilengkrang dengan prevalensi stunting sebesar 27,3 sedangkan kecamatan dengan
prevalensi terendah adalah Kecamatan Bojongsoang dengan prevalensi stunting sebesar 0,8%.
Grafik berikut menunjukkan bahwa masih terdapat enam kecamatan yang belum memenuhi
target prevalensi stunting sebesar 14%. Kecamatan tersebut meliputi kecamatan cilengkrang,
kecamatan ciparay, kecamatan pangalengan, kecamatan pameungpeuk, kecamatan rancabali dan
kecamatan arjasari. Meskipun demikian, peningkatan prevalensi stunting tidak selalu berkonotasi
negative. Peningkatan prevalensi stunting dapat pula disebabkan oleh peningkatan kapasitas
kader dalam mengukur pertumbuhan pada anak serta dapat diinterpretasikan sebagai peningkatan
kasus akibat adanya peningkatan minat orangtua untuk melakukan pengukuran tumbuh kembang
secara berkala di posyandu. Perkembangan prevalensi stunting di tahun 2022 juga disajikan
untuk masing-masing desa di setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Bandung. Berikut
perkembangan prevalensi selama tiga tahun terakhir pada setiap desa.
TABEL 12
PREVALENSI STUNTING KABUPATEN BANDUNG PER DESA TAHUN 2022
Berdasarkan hasil bulan penimbangan balita (BPB), dari 280 desa dan kelurahan
yang ada di Kabupaten Bandung terdapat 165 desa dan kelurahan yang mengalami
peningkatan prevalensi stunting dan 115 desa dan kelurahan yang mengalami
penurunan. Desa Cipanjalu Kecamatan Cilengkrang menjadi Desa dengan peningkatan
prevalensi stunting tertinggi di tahun 2022 dengan peningkatan sebesar 39,38 persen.
sedangkan penurunan prevalensi stunting terbesar ada di Desa Sukapura Kecamatan
Kertasari dengan penurunan mencapai 20,23 persen. Secara keseluruhan, rata-rata
prevalensi stunting tahun 2022 pada setiap desa yang ada di Kabupaten Bandung
mengalami penurunan dibandingkan dengan prevalensi stunting di tahun 2022.
TABEL 12
KENDALA DAN PERMASALAHAN DALAM PENURUNAN STUNTING KABUPATEN BANDUNG
Aspek Kendala/Permasalahan
Peraturan Bupati Nomor 74 Tahun 2019 tentang Percepatan Pencegahan dan Penanggulangan
Regulasi
Stunting belum dilakukan updating dan disesuaikan dengan Perpres 72/2021
a) Belum semua Desa memiliki bidan desa (baru 97,85% Desa yang memiliki bidang desa sendiri)
b) Belum semua anggota TPPS memiliki pemahaman mengenai tugas dan fungsi sebagai TPPS
sesuai kewenangannya
Sumber Daya Manusia dan c) Belum optimalnya koordinasi antar TPPS dari tingkat Kabupaten hingga tingkat Desa
Kelembagaan d) Keterampilan kader posyandu dalam melakukan pemantauan pertumbuhan belum merata
e) Pemahaman Tim Pendamping Keluarga (TPK) belum merata dikarenakan adanya pergantian
personil TPK
f) Kapasitas kader BKB dan TPG belum merata terkait pengasuhan 1000 HPK
Lokus Intervensi Stunting Belum ada integrasi lokus stunting dengan program prioritas yang lainnya
a) Pemahaman masyarakat terkait konsumsi Tablet Tambah Darah (TTD), proses menyusui,
pemberian MP-ASI yang adekuat belum merata
b) Banyak anak yang belum mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap
c) Dukungan lintas sektor di wilayah terdekat belum maksimal dalam hal edukasi dan promosi
dalam rangka pembinaan kader di desa, kacamatan dalam hal pemberian imunisasi bagi sasaran
d) Alat antropometri di posyandu yang belum terstandar
Intervensi Spesifik dan
e) Pemahaman ibu hamil tentang pentingnya mengatur jarak kehamilan belum merata
Intervensi Sensitif
f) Penerima bantuan sosial belum tepat sasaran diantaranya dikarenakan masih terdapat exclusion
dan inclusion error serta perbedaan database antara Kemensos, Dukcapil Kemendagri dengan
BPJS Kesehatan
g) Terbatasnya pendanaan, kurangnya swadaya masyarakat dan kondisi akses lokasi rutilahu yang
menyulitkan dalam pembangunan RUTILAHU
h) Bimbingan perkawinan untuk catin yang bekerja, belum maksimal
a) Masih terdapat indikator yang belum dapat diperoleh datanya dikarenakan perlu adanya
pendataan dari perangkat daerah
Ketersediaan Data
b) Sebagian data masih diolah secara manual sehingga memerlukan lebih banyak waktu
c) Belum ada integrasi data stunting di Kabupaten Bandung
a) Rendahnya pemahaman orangtua terkait usia pernikahan serta usia kehamilan yang baik serta
gizi seimbang
Audit Kasus Stunting b) Ibu hamil dan balita masih rentan terpapar asap rokok sehingga meningkatkan risiko terkena
infeksi maupun penyakit
c) Pemberian asi belum eksklusif
2. Saran
Laporan ini merupakan laporan pelaksanaan stunting di Kabupaten Bandung tahun 2022
dimana sampai saat ini belum diketahui determinan stunting pada masing-masing wilayah
baik Desa maupun Kecamatan yang ada di Kabupaten Bandung sehingga sebagai salah satu
rekomendasi diperlukan analisis determinan stunting berbasis kewilayahan sebagai tindak
lanut dari laporan ini.