Anda di halaman 1dari 2

Kepolisian Negara Republik Indonesia (disingkat Polri) adalah Lembaga Penegak hukum

Nasional dan Kepolisian negara di Indonesia[3]. Yang bertanggung jawab langsung di bawah
Presiden Republik Indonesia. Sebelumnya Kepolisian ini bernama Polisi Republik Indonesia
yang terdiri atas polisi istimewa dan polisi umum yang dipersatukan menjadi kepolisian secara
nasional pada tanggal 1 Juli 1946 ,lalu berubah nama menjadi Badan Polisi Negara (BPN),
Djawatan Polisi Negara (DPN) dan Angkatan Kepolisian Republik Indonesia (AKRI). Polri
mempunyai moto Rastra Sewakotama yang artinya Abdi Utama bagi Nusa Bangsa. Polri
mengemban tugas-tugas kepolisian negara di seluruh wilayah Indonesia yaitu memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, penjabaran tugas kepolisian di jelaskan pada
pasal 14 Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia[3]

Arti lambang
Lambang dan motto Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) berbunyi Rastra Sewakottama
("राष्ट् र से वकोत्तम"), yang merupakan dari bahasa Sansekerta yang berarti "Pelayan utama
Bangsa". Dalam bahasa Sansekerta, Rastra ("राष्ट् र") berarti "bangsa" atau "rakyat",[4] dan
sevakottama ("से वकोत्तम") berarti "pelayan terbaik",[5] maka disimpulkan bahwa Rastra
Sewakottama berarti "pelayan terbaik bangsa/rakyat", dan dipahami sebagai "Polri sebagai
pelayan dan abdi utama negara dan bangsa". Sebutan itu adalah Brata pertama dari Tri Brata
yang diikrarkan sebagai pedoman hidup Polri sejak 1 Juli 1954.[6]

Sejarah
Sebelum kemerdekaan Indonesia

Masa kolonial Belanda

Veldpolitie di Malang (sekitar 1930)

Pada zaman Kerajaan Majapahit patih Gajah Mada membentuk pasukan pengamanan yang
disebut dengan Bhayangkara yang bertugas melindungi raja dan kerajaan.[7][8].

Pada masa kolonial Belanda, pembentukan pasukan keamanan diawali oleh pembentukan
pasukan-pasukan jaga yang diambil dari orang-orang pribumi untuk menjaga aset dan kekayaan
orang-orang Eropa di Hindia Belanda pada waktu itu. Pada tahun 1867 sejumlah warga Eropa di
Semarang, merekrut 78 orang pribumi untuk menjaga keamanan mereka.[9]

Wewenang operasional kepolisian ada pada residen yang dibantu asisten residen. Rechts politie
dipertanggungjawabkan pada procureur general (Jaksa Agung). Pada masa Hindia Belanda
terdapat bermacam-macam bentuk kepolisian, seperti veld politie (polisi lapangan), stads politie
(polisi kota), cultur politie (polisi pertanian), bestuurs politie (polisi pamong praja), dan lain-lain.

Sejalan dengan administrasi negara waktu itu, pada kepolisian juga diterapkan pembedaan
jabatan bagi bangsa Belanda dan pribumi. Pada dasarnya pribumi tidak diperkenankan menjabat
hoofd agent (bintara), inspecteur van politie, dan commisaris van politie. Untuk pribumi selama
menjadi agen polisi diciptakan jabatan seperti mantri polisi, asisten wedana, dan wedana polisi.

Kepolisian modern Hindia Belanda yang dibentuk antara tahun 1897-1920 adalah merupakan
cikal bakal dari terbentuknya Kepolisian Negara Republik Indonesia saat ini.[10]

Pada akhir tahun 1920-an atau permulaan tahun 1930 pendidikan dan jabatan hoofd agent,
inspecteur, dan commisaris van politie dibuka untuk putra-putra pejabat Hindia Belanda dari
kalangan pribumi.

Masa pendudukan Jepang

Pada masa ini Jepang membagi wilayah kepolisian Indonesia menjadi Kepolisian Jawa dan
Madura yang berpusat di Jakarta, Kepolisian Sumatra yang berpusat di Bukittinggi, Kepolisian
wilayah Indonesia Timur berpusat di Makassar dan Kepolisian Kalimantan yang berpusat di
Bandjarmasin.[7]

Tiap-tiap kantor polisi di daerah meskipun dikepalai oleh seorang pejabat kepolisian bangsa
Indonesia, tetapi selalu didampingi oleh pejabat Jepang yang disebut sidookaan yang dalam
praktik lebih berkuasa dari kepala polisi. Pada Tahun 1943 , Di indonesia di bentuk Kepolisian
bernama Tokubetsu Keisatsutai / Pasukan Polisi Istimewa

Anda mungkin juga menyukai