PENEGAK HUKUM
Oleh:
Dr. I Ketut Seregig, S.H., M.H.
Dosen Fakultas Hukum
Universitas Bandar Lampung
INTRODUCTION
Nama : Dr. I Ketut Seregig, SH, MH
Tmpt/tgL.lahir : Kusamba, 6 Mei 1961
Jab.Akademik : Lektor Kepala / IVa
Jumlah Kum : 520
Status : Dosen Tetap Non PNS
NIDK : 8838300016
PENDIDIKAN UMUM
DALAM NEGERI
S-1 Fakultas Hukum Unisab 2002
S-2 Fakultas Hukum Unila 2003
S-3 Sekolah Pascasarjana UGM 2010
Predikat Kelulusan: cumlaode
LUAR NEGERI
Shortcourse for Research Study in Leiden
University Belanda Sep – Des 2013
Nomor HP: 085237391585
Email: ketut1183@gmail.com
RIWAYAT PEKERJAAN
• 1982 – 31 Mei 2019 Ang. Polri
• Jenjang Pangkat:
SERDA – AIPDA: 1982 – 1999
IPDA – AKP : 1999 – 2010
KOMPOL – AKBP : 2011 – 2019
PENGALAMAN MENGAJAR,
MEMBIMBING dan MENGUJI
PROGRAM S2 (MH) :
6. FILSAFAT HUKUM
7. SISTEM PERADILAN PIDANA
8. HUKUM PIDANA EKONOMI
ASAL USUL KORPS
BHAYANGKARA
Komisaris Jendral
Polisi Soekarno
Djojonegoro
Beberapa peristiwa selama menjabat sebagai KN-RI:
1960 – KN-RI bergabung dalam ABRI
1 Juli 1960 – 4 janji prajurit Catur Prasetya diikrarkan
April 1961 - Catur Prasetya resmi jadi pedoman kerja
Kepolisian RI selain Tribrata sebagai pedoman hidup
1962 – KN-RI berubah nama menjadi AKRI
Periode ini masa konflik Irian Barat dengan Belanda,
pemberontakan PKI, DI/TII, APRA, KN-RI berperan dengan
baik.
30 DES 1963- 8 MEI 1965
Jenderal Polisi
Soetjipto
Danoekoesoemo
Kebijakan pembinaan:
Selama menjadi Kapolri
belum pernah
mengeluarkan kebijakan
pembinaan
9 Mei 1965 - 15 Mei 1968
Jenderal Polisi
Soetjipto
Joedodihardjo
Pada masa ini Struktur
dan kepemimpinan
Polri selalu berubah–
menjadi Menteri/
Pangak RI
15 Mei 1968 - 2 Okt 1971
Jenderal Polisi
Hoegeng Imam
Santoso
Kebijakan Pembinaan:
Pangak – Kapolri – Mabak
Kiprah Polri – ICPO
international Criminal
Police Ornagization.
3 Okt 1971 - 24 Juni 1974
Jenderal Polisi
Mohamad Hasan
Polisi asal Muara Dua
Palembang ini tidak
mengeluarkan kebijakan
selama menjabat, karena
beliau sakit.
26 Juni 1974 - 25 Sept 1978
Jenderal Polisi
Widodo
Budidarmo
Kebijakan Pembinaan:
Mendirikan Kantor Samsat
Terbit UU No.9 ttg Narkotika
Satama Satwa – tunjang
tugas Polri
26 Sept 1978 - 3 Des 1982
Jenderal Polisi
Awaluddin
Djamin
Kebijakan:
Pola Dasar Pembenahan Polri
yang dinamis dan profesional
4 Des 1982 - 6 Juni 1986
Jenderal Polisi
Anton Soedjarwo
Kebijakan Pembinaan
Rekonfu:
Rencana
Konsiliasi dan
Refungsionalisasi
7 Juni 1986–19 Februari 1991
Jenderal Polisi
Mochammad
Sanoesi
Kebijakan Pembinaan:
Optimalisasi
Dinamisasi
20 Feb 1991 - 5 April 1993
Jenderal Polisi
Koenarto
Kebijakan Pembinaan
Tekadku Pengadian
terbaik:
Integrasi
Profesionalisasi
Modernisasi
6 April 1993 - 14 Maret 1996
Jenderal Polisi
Banurusman
Astrosemitro
Kebijakan Pembinaan
Jatidiri Polri:
Tekadku pengadian terbaik
Sukses melalui kebersamaan
Suksesku adalah senyummu
15 Maret 1996 - 28 Juni 1998
Jenderal Polisi
Dibyo Widodo
Kebijakan Pembinaan:
Gerakan Disiplin Nasional
Kerjasama Tim
Konsistensi Gakkum
Pelayanan Terbaik
Amankan & Sukseskan
Pemilu
29 Juni 1998 - 3 Jan 2000
Jenderal Polisi
Roesmanhadi
Kebijakan Pembinaan:
Meneruskan kebijakan
Kapolri yang lama.
4 Januari - 22 September 2000
Jenderal Polisi
Roesdihardjo
Kebijakan Pembinaan:
Meneruskan kebijakan
Kapolri yang lama.
23 Sep 2000 - 21 Juli 2001
Jenderal Polisi
Surojo Bimantoro
Selama masa
Jabatan terjadi
konflik Jabatan.
Kapolri Kembar
Jenderal Polisi Chairuddin
Ismail – Presiden Gusdur
(2 Juni 2001 - 7 Agustus 2001)
Jenderal Polisi
Surojo Bimantoro
(Presiden Megawati)
(23 Sep 2000 – 21 Juli 2001)
29 Nop 2001 - 7 Juli 2005
Jenderal Polisi
Da’i Bachtiar
Prestasi:
Mengungkap Kasus Bom Bali tahun 2002
• Penangkapan Tersangka Amrozi dkk.
• Ketua Tim Pencari Fakta kerusuhan 28-5-98.
• Duta Besar Malaysia 8/4/2008 – Sep 2012
8 Juli 2005 - 30 Sep 2008
Jenderal Polisi
Sutanto
Kebijakan:
Memperbaiki Culture,
dan tindakan Anggota
Polri
Anti Perjudian
Anti Korupsi
1 Okt 2008 - 22 Okt 2010
Jenderal Polisi
Bambang
Hendarso
Kebijakan:
Grand Strategi Polri
A. Trust Building
B. Partnership Building
C. Strive for Excellence
22 Okt 2010 - 25 Okt 2013
Jenderal Polisi
Timur Pradopo
Kebijakan Pembinaan:
Melanjutkan kebijakan
yang telah dutetapkan
oleh BHD.
25 Okt 2013 - 16 Jan 2015
Jenderal Polisi
Sutarman
Kebijakan Pembinaan:
Penguatan Fungsi Pol
Kamdagri
Dukung Bang Nas
Polwan boleh berjilbab
Pendiri dan Pembina Front
Pembela Islam (FPI).
17 April 2015 – 12 Juli 2016
Jenderal Polisi
Badroedin Haiti
Kebijakan Pembinaan:
Soliditas Polri
Reformasi mental
Perkuat preventif
Polisi pelayan/prima
Mediasi solusi represif
Puan gakkum-profesional
13 Juli 2016 - Sekarang
Jenderal Polisi
Tito Karnavian
Kebijakan
Pembinaan:
Promoter, yaitu:
Profesional
Modern
Terpercaya
SEJARAH BARESKRIM POLRI
TAHUN 1945-1946:
Pada masa itu hanya ada satu Korps Polisi yg melaksanakan tugas
preventif dan represif sekaligus dan kedudukan pada Kementrian
Kehakiman. MASA PERMULAAN (SETELAH PROKLAMASI)
19 AGUSTUS 1945
Dengan kepolisian dibawah Dalam Negeri, Organsisasi Reserse
bernama Bagian Pengusutan Kejahatan (Maklumat Pemerintah
tanggal 1 Oktober 1945).
JULI 1946
Penetapan Pemerintah No.11/SD/1946 Kepolisian dengan
jawatan tersendiri dibawah Menteri, Organisasi Reserse
dipimpin oleh Kepala Dinas Reserse Kriminal (Bagian
Pengusutan Kejahatan).
OKTOBER 1948
Jawatan Kepolisian dibawah Perdana Menteri, Organisasi
Reserse dipimpin Kepala Jawatan Reserse Pusat, yaitu
Komisaris Besar Polisi RK Sosrodanukusumo, Polisi Ekonomi
Istimewa di bawah Bagian Pengusutan Kejahatan. MASA RIS.
1949-1950
Dinas Reserse Kriminil dipimpin Kepala Dinas Kriminil,
kedudukan Kepolisian pada Kementrian Dalam Negeri
(Administrasi Organisatoris), Jaksa Agung (Politik
Polisionil) Masa Negara Kesatuan (SETELAH RIS)
13 MARET 1951
Organisasi Reserse berbentuk Dinas Reserse Kriminal
terdiri dari 5 Seksi:
* Seksi Umum
* Seksi Khusus
* Seksi Penyeludupan
* Seksi Kejahatan Internasional
* Seksi Statistik & Daktiloskopi dipimpin Kadisres
31 DESEMBER 1961
Organisasi berbentuk Korps Reserse Kriminil dipimpin
Komandan Korps Reserse Kriminil (Kadis Reserse).
15 JUNI 1965
Organisasi berbentuk Direktorat Reserse dipimpin oleh
Kepala Dinas Reserse kemudian Komandan Jenderal
Koserse.
1 AGUSTUS 1970
Komandan Reserse meliputi:
* Direktorat Was Keselamatan Negara
* Direktorat Reserse Kriminil
* Direktorat Reserse Ekonomi
* Laboratorium
* Pusat Identifikasi
* Secretariat NCB
30 OKTOBER 1984
Direktorat Reserse Polri yg dipimpin oleh Direktur
Reserse Polri berpangkat Brigjen Pol berdasarkan
Skep Kapolri No Pol: Kep/09/X/1984, tanggal 30
Oktober 1984 tentang Pokok-Pokok Organisasi dan
Prosedur Direktorat Reserse Polri. Dengan Unsur
Pelaksana:
* Subdit Serse Umum
* Subdit Serse Ekonomi
* Subdit Serse Narkotika
* Subdit Serse Uang Palsu
* Subdit Identifikasi
* Subdit Resmob Pus
7 JULI 1997
Korps Reserse Polri dipimpin oleh Komandan Korps
Reserse dengan pangkat Mayor Jenderal Polisi
berdasarkan Skep Panglima ABRI No: Kep/10/VII/
1997, tgl 7 Juli 1997 tentang Validasi Organisasi di
lingkungan Polri membawahi:
* Direktorat Serse Umum
* Direktorat Serse Ekonomi
* Direktorat Serse Narkoba
* Direktorat Serse Udpal
* Direktorat Korwas PPNS dan Tipiter
* Direktorat Tipikor
* Pusat Informasi Kriminil
30 JUNI 2004
Badan Reserse Kriminal Polri dipimpin oleh KABARESKRIM
berpangkat Komisaris Jenderal Polisi berdasarkan Kep Kapolri
Nomor: Pol: Kep/22/VI/2004, tgl 30 Juni 2004, ttg Organisasi
dan Tata Kerja Bareskrim. Badan Reserse Kriminal membawahi:
* Biro Renmin
* Biro Analis
* Pus Labfor
* Pus Ident
* Bid Korwas PPNS
* Direktorat I Trannas
* Direktorat II Eksus
* Direktorat III Pidkor
* Direktorat IV Narkoba
* Direktorat V Tipiter
* Densus 88/AT
STRUKTUR RESKRIM
POLDA LAMPUNG
UNDANG-UNDANG
UU NO: 35
NO.8 TAHUN 1981
TAHUN 1999
Kap 3 hr + 3 hr
KABAG KABAG
BINOPS WASSIDIK
UNDANG-UNDANG UU NO: 35
NO.8 TAHUN 1981 TAHUN 1999
Kap 3 hr + 3 hr
KABAG KABAG
BINOPS WASSIDIK
UU NO: 35
UNDANG-UNDANG
TAHUN 2009
NO.8 TAHUN 1981
Kap 3 hr + 3 hr
KABAG KABAG
BINOPS WASSIDIK
Pasal 13
a. Memelihara Kamtibmas
b. Menegakkan hukum, dan
c. Memberikan perlindungan, pengayoman
dan pelayanan kepada masyarakat.
PASAL 14
DITRESKRIMUM
DITLANTAS DIAJUKAN KPD
DIREKTUR
DITRESKRIMSUS
RESKRIM
DITRESNARKOBA
(Perkap 22/2010)
SUBDIT I
LAP POLISI/PENGADUAN: SUBDIT II
Ditemukan Polisi
Datang sendiri SUBDIT III
(Psl.15 UU 2/2002, Psl.7, 11 KUHAP) (Psl.8, 12 KUHAP, ttg
penyerahan BP)
JPU – P.21
(Psl.14 KUHAP, PN
menerima BP)
PASAL 7 KUHAP
(1) Penyidik sbgmana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1)
huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang:
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang
tentang adanya tindak pidana.
b. Melakukan tindakan pertama saat ditempat kejadian.
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan
memeriksa tanda pengenal diri tersangka.
d. Melakukan KAP, HAN, GELEDAH, dan SITA.
e. Melakukan riksa dan sita surat.
f. Mengambil sidik jari dan memotret seorang.
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi.
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dlm
hubungannya dengan pemeriksaan perkara.
i. Mengadakan penghentian penyidikan.
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggungjawab.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1)
huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan UU yang
menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam
pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan
pengawasan penyidik tersebut dalam pasal 6 ayat (1)
huruf a.
(3) Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2), penyidik wajib menjunjng tinggi hukum yang berlaku.
PASAL 11 KUHAP
Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalam pasal
7 ayat (1), keuali merngenai penahanan yang wajuib diberikan dengan
pelimpahan wewenang dari penyidik.
PASAL 8 KUHAP
(4) Penyidik membuat Berita Acara tentang pelaksanaan tindakan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 dengan tidak mengurangi
ketentuan lain dalam UU ini.
(5) Penyidik menyerahkan BP kepada Penuntut Umum.
(6) Penyerahan BP sbgmana dimaksud dlm ayat (2) dilakukan:
a. Pada tahap-I penyidik hanya menyerahkan berkas Pkra.
b. Dlm hal penyidik sdh dianggap selesai, penyidik menyerahkan
tanggungjawab atas tersangka dan barang bukti kepada PU.
PASAL 12 KUHAP
Penyidik pembantu membuat berita acara
dan menyerahkan berkas perkara kepada
penyidik, kecuali perkara dengan acara
pemeriksaan singkat yang dapat langsung
diserahkan kepada penuntut umum.
Dengan adanya penyerahan berkas
perkara kepada penuntut umum, maka
tanggungjawab penyidik sudah selesai
PRAPERADILAN (77 KUHAP)
Praperadilan adalah wewenang pengadilan
negeri untuk memeriksa dan memutus
menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini, tentang:
a. sah atau tidaknya suatu penangkapan
dan atau penahanan atas permintaan
tersangka atau keluarganya atau pihak
lain atas kuasa tersangka;
b. sah atau tdknya penghentian
penyidikan atau penghentian
penuntutan atas permintaan demi
tegaknya hukum dan keadilan;
c. permintaan ganti kerugian atau
rehbilitasi oleh tersangka atau
keluarganya atau pihak lain atas
kuasanya yang perkaranya tidak
diajukan ke pengadilan.
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
NOMOR: 21/PUU-XII/2014
Putusan MK seiring dengan keputusan Hakim sarpin rizaldi yang
berani mengambil pandangan berbeda dengan hakim lainnya yg
sangat formalistik.
Penetapan tersangka masuk dalam yurisdiksi Praperadilan pada
kasus Praperadilan yang diajukan Komjen Budi Gunawan atas
penetapannya sebagai tersangka yang dilakukan KPK.
PERTIMBANGAN MK
Berdasarkan analisis yuridis di atas, menurut pertimbangan
mahkamah konstitusi menyatakan bahwa Pasal 77 KUHAP tentang
objek Praperadilan ditambahkan; bahwa penetapan tersangka,
penggeledahan, dan penyitaan sebagai obyek praperadilan
PENAMBAHAN FRASA
DALAM KUHAP
Untuk memperjelas pasal-pasal yg berpotensi
menimbulkan praperadilan, maka selain
putusan penambahan ranah praperadilan,
mahkamah konstitusi juga mengubah pasal 1
angka 14, pasal 17, dan pasal 21 ayat (1)
dengan menambahkan frasa “minimal dua alat
bukti” dlm proses penetapan tersangka dan
penyidikan.
SYARAT-SYARAT PENYIDIKAN
SYARAT FORMIL
Dalam menentukan syarat formil suatu perkara dibutuhkan
kejelian Penyidik dalam menganalisis fakta-fakta sebagai
berikut:
1. Kronologis peristiwa yang terjadi.
2. Keterkaitan peristiwa dengan unsur-unsur pasal yang
akan disangkakan.
3. Terpenuhinya unsur-unsur pasal yang disangkakan
berdsrkan keterangan-keterangan yg digali dari para
saksi, surat dan petunjuk (Pasal 184 KUHAP).
SYARAT MATERIIL
Adalah fakta-fakta hukum yang ditemukan dalam proses
penyidikan, dengan melakukan tindakan-tindakan hukum
sesuai undang-undang, antara lain:
1. Mengolah TKP
2. Meminta keterangan saksi/ahli kepada para pihak
yang terkait dengan peristiwa TP yang terjadi.
3. Menyita barang bukti, surat-surat dan dokumen-
dokumen yang terkait dengan peristiwa TP yang
terjadi.
TAHAP-TAHAP
dalam PENYIDIKAN
TAHAP-TAHAP
dalam PENYIDIKAN
Pro Justitia:
BERITA ACARA PEMERIKSAAN
( SAKSI )
----- Pada hari ini Sabtu tanggal 28 bulan Juni tahun 2000 Empat Belas sekira jam 17.00 Wib,
oleh saya : ---------------------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------- Nama Pemeriksa ------------------------------------------
Pangkat Brigadir Satu NPM........, selaku penyidik pembantu pada Kantor Direktorat Reserse
Kriminal Umum Poda Lampung tersebut diatas, berdasar kan Surat Kapolda Lampung
Nomor: SKEP/165/III/2016, tanggal 21 Maret 2016 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor:
Sp.Sidik/001/XII/2019/Ditreskrimum tanggal 12 Desember 2019, telah melakukan
pemeriksaan terhadap seorang laki-laki yang belum dikenal, yang setelah ditanya oleh
penyidik mengaku bernama: -------------------------------------------------
Yang diperiksa
BEDUL BIN PANJUL
---- Demikianlah Berita Acara Pemeriksaan ini dibuat dengan sebenarnya atas
kekuatan sumpah Jabatan, Kemudian ditutup dan ditanda tangani pada hari,
tanggal, bulan dan tahun seperti tersebut diatas di Bandar Lampung. -----------
Penyidik Pembantu
.............................................
BRIPTU NRP 88100293
Penyidik,
Dr. I KETUT SEREGIG, SH, MH
AKBP NRP.61050318
UU No: 16/2004,
tentang
KEJAKSAAN RI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam UU ini yang dimaksud dengan:
1. Pejbt fungsional yg diberi wwng UU utk bertdk sbg PU, sbg
pelaks putusan yg sdh inkrah dan wwng lain berdsrkn UU.
2. PU adlh jaksa yg diberi wwng UU ini utk mlkkn penuntutan
dan melaks tap hakim.
3. Penuntutan adlh tindkn PU utk mlimphkn pkra ke PN dgn
prmintaan spy diperiksa dan diputus Hakim di Sidang
Pengadilan.
4. Jabfung Jaksa adlh jb yg bersifat keahlian teknis dlm org
kejaksaan.
•
KEDUDUKAN DAN SUSUNAN
KEJAKSAAN
PASAL 4:
Kedudukan Kejaksaan adalah:
(1) Kejaksaan Agung – Ibu Kota Negara RI
(2) Kejaksaan Tinggi – Ibu Kota Provinsi
(3) Kejaksaan Negeri – Ibu Kota Kab/Kota
PASAL 5:
Susunan Kejaksaan terdiri dari Kejaksaan
Agung, Kejaksaan Tinggi da Kejaksaan Negeri.
TUGAS DAN WEWENANG
KEJAKSAAN
Pasal 30:
(1) Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan
wewenang:
a.melkkn penuntutan
b.laks tap hkm dan putsn dil yg tlh inkrah
c.lakkn was thd pelaks tus pid bersyarat, tus pid was, dan
tus lepas bersyarat.
d.melkkn sidik thd TP tertentu brdsrkn UU.
e.lengkapi BP tertentu dan utk itu dpt lkkn riksa tambhn
sblm limpah ke Dil yg pelaks dikord dgn penyidik.
(2) Dibidang perdata dan TUN, kejaksaan dgn kuasa khusus
dpt brtindak sbg pengacara negara baik di dlm maupun
diluar Dil utk dan atas nama negara atau pemerintah.
(3) Dlm Bid ktib ktram um, kejaksaan turut
selenggrkn giat:
a. kat darkumas
b. pam bijak gakkum
c. was edar brg cetakan
d. Was aliran kepercayaan yg dpt bahayakn mas
dan negara.
e. Cegah lahgun dan/atau noda agama.
f. Litbang kum serta statistik kriminal.
PASAL 31:
Kejaksaan dpt meminta kpd hkim utk tmptkn seorang
terdakwa di rumkit, tmpt wat jiwa, atau tmpt lain yg
layak krna ybs tdk mampu berdiri sendiri atau
disbbkn oleh hal2 yg dpt bahayakn orang lain.
HUBUNGAN KEPOLISIAN
dan KEJAKSAAN
Kepolisian dan Kejaksaan merupakan 2 institusi yang memiliki hubungan
fungsional sangat erat, seharusnya bisa bekerja sama dengan baik untuk
mencapai tujuan dari sistem ini, tapi dlm praktik nya sering terjadi
miskoordinasi sehingga berpengaruh terhadap proses penuntutan yang
menjadi kewenangan kejaksaan, karena keberhasilan dlm melakukan
penuntutan tergantung hasil Sidik yang tepat dan alat bukti yang cukup.
Hubungan Penyidik dan Penuntut Umum dlm KUHAP diatur dlm pasal-
pasal sebagai berikut:
1. Pasal 109 ayat (1) tentang SPDP.
2. Pasal 109 ayat (2) pemberitahuan SP3
3. Pasal 140 ayat (2) huruf a penghentian Penuntutan dengan
memberikan Surat Ketetapan kpd Penyidik.
4.pasal 24 ayat 2, PU memberikan perpanjangan
penahanan atas permintaan Penyidik.
5.Pasal 14, pasal 110 ayat (3) dan (4), pasal 138 tentang
kegiatan prapenuntutan.
6.Pasal 143 ayat (4) PU memberikan turunan surat
pelimpahan perkara, demikian juga dalam hal PU
mengubah surat dakwaan, ia harus memberikan turunan
perubahan surat dakwaan itu kepada Penyidik (pasal 144
ayat 3).
7.Pasal 205 ayat (2); dlm acara pemeriksaan cepat,
penyidik atas kuasa PU (demi hukum) melimpahkn BP
dan menghadapkan terdakwa, saksi/ahli, juru bahasa dan
BB pada sidang pengadilan.
Dalam praktek, pelaksanaan fungsi penyidikan dan
penuntutan sebagaimana diatur dalam KUHAP masih sering
ditemui berbagai permasalahan, antara lain:
a. Penyidik sejak mulai melakukan penyidikan harus sudah
menyampaikan SPDP kepada Penuntut Umum (vide:
pasal 109 ayat 1), tapi sering juga ditemukan penyerahan
SPDP yg disertai dengan penyerahan Berkas Perkara
tahap pertama.
b. Hal inilah yang mengundang pertanyaan kritis, bahwa
mana bisa penyidikan telah selesai dilakukan, lalu harus
diserahkan kepada PU (vide: pasal 110 ayat 1), namun
pada waktu bersamaan juga dikeluarkan SPDP atau
dibuat tanggal mundur, seolah-olah sudah terbit sehari
setelah Sprindik.
c. Pasal 138 ayat (1): PU setelah menerima hasil penyidikan
segera mempelajari dan menelitinya, dalam waktu tujuh
hari wajib memberitahukan kpd penyidik apakah hasil
penyidikan itu sudah lengkap atau belum.
d. Pasal 110 ayat (4): Jika dlm waktu 14 hari penuntut tidak
memberitahukan/mengembalikan BP, mk masa penyidikan
dianggap telah selesai (hal sebaliknya tidak berlaku bagi
penyidik).
e. Setelah waktu 14 hari setlh menerima pengembalian
berkas perkara beserta petunjuk penuntut umum hrs sudah
kembali, seringkali penyidik tidak mengirim kembali berkas
perkara kepada PU, kondisi ini tdk ada konsekuensinya
bagi penyidik, sehingga penyelesaian BP sering lama.
f. BP sering bolak-balik antara Penyidik dan PU dalam hal
ada petunjuk yang harus dipenuhi dalam rangka
kelengkapan berkas perkara. Contoh kasus perdata yang
dipidanakan, sehingga berkas bolak-balik tidak bisa
ketemu dan tidak dapat memberikan petunjuk untuk
mengeluarkan SP3.
g.Adanya pengembalian berkas oleh penyidik kepada PU
dengan catatan sudah maksimal, karena tidak dapat
melengkapi berkas sebagaimana petunjuk umum,
sedangkan kewenangan PU terbatas hanya untuk
melakukan pemeriksaan diluar tersangka dan tidak ada
pengaturan mengenai status tahanannya.
HUBUNGAN KEPOLISIAN DENGAN
PENGADILAN
Hubungan antara Penyidik dgn Pengadilan/Hakim adalah sebagai berikut:
1. Ketua pengadilan negeri memberikan perpanjangan penahanan sbgmana
dimaksud dlm psl 29 KUHAP atas permintaan penyidik.
2. Atas permintaan penyidik, ketua pengadilan negeri menolak atau
memberikan surat izin penggeledahan rumah atau penyitaan dan/atau
surat izin khusus pemeriksaan surat (psl 33 ayat 1 dan pasal 38 ayat 1).
3. Penyidik wajib segera melapor kpd ketua pengadilan negeri atas
pelaksanaan penggeledahan rumah atau penyitaan yg dilakukan dalam
keadaan yg sangat perlu dan mendesak (psl 34 ayat 2 dan psl 38 ayat 2).
4. Penyidik memberikan kepada panitera bukti bahwa surat amar putusan
telah disampaikan kepada Terpidana (pasal 214 ayat 3).
5. Panitera memberitahukan kepada Penyidik tentang adanya perlawanan
dari Terdakwa (pasal 214 ayat 7).
Berpijak pada kerangka SPP, sesungguhnya proses
penyidikan merupakan bagian integral dari proses
penuntutan, karena KUHAP telah menentukan untuk
dpt atau tdknya suatu perkara dinyatakan lengkap,
kemudian dapat atau tdknya diperiksa di pengadilan
sampai dgn pelaksanaan putusan pengadilan adalah
kewenangan kejaksaan.
Konskuensi dari kewenangan yang begitu luas dan
central itulah, maka penuntut memiliki tanggung
jawab moral untuk mengikuti perkembangan proses
penyidikan hingga berkas perkara tersebut dinyatakan
lengkap (P.21).
HUBUNGAN KEPOLISIAN
DENGAN LP
Hubungan antara penyidik dengan LP adalah sebagai berikut:
1. Penitipan Tersangka yang ditahan oleh penyidik.
2. Bon Tersangka yang ada dalam rumah Tahanan yang ada di
LP, untuk kepentingan pemeriksaan lanjutan, pengembangan
untuk menemukan Tersangka baru.
3. Pelayanan kepada keluarga yg akan besuk Tersangka yang
ditahan oleh Penyidik.
4. Melakukan koordinasi bila Tersangka yg ditahan di LP
mengalami sakit berat yang memerlukan perawatan khusus
(opname), penyidik dalam hal ini menerbitkan surat perintah
pembantaran dan diserahkan kepada pejabat yang berwenang
di LP.
HUBUNGAN KEPOLISIAN
DENGAN PENASEHAT HUKUM
Hubungan Penyidik dengan Penasehat Hukum adalah
sebagai berikut:
1. Terkait dengan hak Tersangka untuk didampingi
Penasehat Hukum, bila Tersangka tdk mampu, atau
meminta agar disiapkan penyidik, maka penyidik
wajib menyiapkan Penasehat Hukum bagi
Tersangka, dalam hal tindak pidana yang diancam
pidana penjara di atas 5 tahun.
2. Dalam hal gelar perkara, pihak korban sering
diwakili oleh penasehat hukum.
HUBUNGAN KEJAKSAAN, PENGADILAN
dan PENASEHAT HUKUM
Proses selanjutnya setelah Berkas dinyatakan lengkap (P.21)
adalah JPU membuat dakwaan, kemudian berkas perkara
dilimpahkan ke Pengadilan.
Melakukan pemeriksaan dan mengadili terdakwa berdasarkan
atas dakwaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,
yang melibatkan JPU, Hakim dan Penasehat Hukum.
Dalam proses peradilan, berdasarkan KUHAP Badan Peradilan
memiliki 10 azas sebagai berikut:
1. Equality before the law
2. Praduga tak bersalah
3. Hak memperoleh ganti rugi dan rehabilitasi.
4. Hak untuk memperoleh bantuan hukum.
5. Hak kehadiran Terdakwa dimuka Pengadilan.
6. Peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat dan sederhana.
7. Peradilan yang terbuka untuk umum.
8. Pelanggaran atas hak-hak warganegara (kap, han, geledah dan sita) harus
dilakukan berdasarkan UU dan dilakukan dengan surat perintah tertulis.
9. Hak tersangka untuk diberitahu tentang persangkaan dan pendakwaan
terhadapnya.
10. Kewajiban pengadilan untuk mengendalikan pelaksanaan putusannya.
Berdasarkan kesepuluh azas tersebut dapat dikatakan bahwa KUHAP
menganut “due process of law” (proses hukum yang adil dan layak)
Proses hukum yang adil dan layak adalah hak seorang tersangka dan
terdakwa untuk didengar keterangannya tentang bagaimana peristiwa
kejahatan itu terjadi; berhak didampingi PH; berhak mengajukan pembelaan;
Penuntut Umum harus membuktikan kesalahannya dimuka pengadilan yang
bebas; hakim yang tidak memihak.
PRINSIP PERADILAN
EQUALITY BEFORE THE LAW