Anda di halaman 1dari 24

SEJARAH POLRI

Jaman Kerajaan
Pada zaman Kerajaan Majapahit patih Gajah Mada membentuk pasukan pengamanan yang disebut
dengan Bhayangkara yang bertugas melindungi raja dan kerajaan.

Masa kolonial Belanda


Pada masa kolonial Belanda, pembentukan pasukan keamanan diawali oleh pembentukan pasukan-
pasukan jaga yang diambil dari orang-orang pribumi untuk menjaga aset dan kekayaan orang-orang
Eropa di Hindia Belanda pada waktu itu. Pada tahun 1867 sejumlah warga Eropa di Semarang,
merekrut 78 orang pribumi untuk menjaga keamanan mereka.Wewenang operasional kepolisian ada
pada residen yang dibantu asisten residen. Rechts politie dipertanggungjawabkan pada procureur
generaal (jaksa agung). Pada masa Hindia Belanda terdapat bermacam-macam bentuk kepolisian,
seperti veld politie (polisi lapangan) , stands politie (polisi kota), cultur politie (polisi pertanian),
bestuurs politie (polisi pamong praja), dan lain-lain.Sejalan dengan administrasi negara waktu itu,
pada kepolisian juga diterapkan pembedaan jabatan bagi bangsa Belanda dan pribumi. Pada dasarnya
pribumi tidak diperkenankan menjabat hood agent (bintara), inspekteur van politie, dan commisaris
van politie. Untuk pribumi selama menjadi agen polisi diciptakan jabatan seperti mantri polisi, asisten
wedana, dan wedana polisi.Kepolisian modern Hindia Belanda yang dibentuk antara tahun 1897-
1920 adalah merupakan cikal bakal dari terbentuknya Kepolisian Negara Republik Indonesia saat ini.

Masa pendudukan Jepang


Pada masa ini Jepang membagi wiliyah kepolisian Indonesia menjadi Kepolisian Jawa dan Madura
yang berpusat di Jakarta, Kepolisian Sumatera yang berpusat di Bukittinggi, Kepolisian wilayah
Indonesia Timur berpusat di Makassar dan Kepolisian Kalimantan yang berpusat di Banjarmasin.
Tiap-tiap kantor polisi di daerah meskipun dikepalai oleh seorang pejabat kepolisian bangsa
Indonesia, tapi selalu didampingi oleh pejabat Jepang yang disebut sidookaan yang dalam praktik
lebih berkuasa dari kepala polisi.

Awal Kemerdekaan Indonesia

Periode 1945-1950
Tidak lama setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, pemerintah militer Jepang
membubarkan Peta dan Gyu-Gun, sedangkan polisi tetap bertugas, termasuk waktu Soekarno-Hatta
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Secara resmi kepolisian
menjadi kepolisian Indonesia yang merdeka. Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad
Jassin, Komandan Polisi di Surabaya, pada tanggal 21 Agustus 1945 memproklamasikan Pasukan
Polisi Republik Indonesia sebagai langkah awal yang dilakukan selain mengadakan pembersihan dan
pelucutan senjata terhadap tentara Jepang yang kalah perang, juga membangkitkan semangat moral
dan patriotik seluruh rakyat maupun satuan-satuan bersenjata yang sedang dilanda depresi dan
kekalahan perang yang panjang. Sebelumnya pada tanggal 19 Agustus 1945 dibentuk Badan
Kepolisian Negara (BKN) oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada tanggal 29
September 1945 Presiden Soekarno melantik R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo menjadi Kepala
Kepolisian Negara (KKN). Pada awalnya kepolisian berada dalam lingkungan Kementerian Dalam
Negeri dengan nama Djawatan Kepolisian Negara yang hanya bertanggung jawab masalah
administrasi, sedangkan masalah operasional bertanggung jawab kepada Jaksa Agung. Kemudian
mulai tanggal 1 Juli 1946 dengan Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 11/S.D. Djawatan
Kepolisian Negara yang bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri. Tanggal 1 Juli inilah
yang setiap tahun diperingati sebagai Hari Bhayangkara hingga saat ini.
Sebagai bangsa dan negara yang berjuang mempertahankan kemerdekaan maka Polri di samping
bertugas sebagai penegak hukum juga ikut bertempur di seluruh wilayah RI. Polri menyatakan
dirinya “combatant” yang tidak tunduk pada Konvensi Jenewa. Polisi Istimewa diganti menjadi
Mobile Brigade, sebagai kesatuan khusus untuk perjuangan bersenjata, seperti dikenal dalam
pertempuran 10 November di Surabaya, di front Sumatera Utara, Sumatera Barat, penumpasan
pemberontakan PKI di Madiun, dan lain-lain. Pada masa kabinet presidential, pada tanggal 4 Februari
1948 dikeluarkan Tap Pemerintah No. 1/1948 yang menetapkan bahwa Polri dipimpin langsung oleh
presiden/wakil presiden dalam kedudukan sebagai perdana menteri/wakil perdana menteri.
Pada masa revolusi fisik, Kapolri Jenderal Polisi R.S. Soekanto telah mulai menata organisasi
kepolisian di seluruh wilayah RI. Pada Pemerintahan Darurat RI (PDRI) yang diketuai Mr. Sjafrudin
Prawiranegara berkedudukan di Sumatera Tengah, Jawatan Kepolisian dipimpin KBP Umar Said
(tanggal 22 Desember 1948). Hasil Konferensi Meja Bundar antara Indonesia dan Belanda dibentuk
Republik Indonesia Serikat (RIS), maka R.S. Sukanto diangkat sebagai Kepala Jawatan Kepolisian
Negara RIS dan R. Sumanto diangkat sebagai Kepala Kepolisian Negara RI berkedudukan di
Yogyakarta. Dengan Keppres RIS No. 22 tahun 1950 dinyatakan bahwa Jawatan Kepolisian RIS
dalam kebijaksanaan politik polisional berada di bawah perdana menteri dengan perantaraan jaksa
agung, sedangkan dalam hal administrasi pembinaan, dipertanggungjawabkan pada menteri dalam
negeri. Umur RIS hanya beberapa bulan. Sebelum dibentuk Negara Kesatuan RI pada tanggal 17
Agustus 1950, pada tanggal 7 Juni 1950 dengan Tap Presiden RIS No. 150, organisasi-organisasi
kepolisian negara-negara bagian disatukan dalam Jawatan Kepolisian Indonesia. Dalam peleburan
tersebut disadari adanya kepolisian negara yang dipimpin secara sentral, baik di bidang kebijaksanaan
siasat kepolisian maupun administratif, organisatoris.

Periode 1950-1959
Dengan dibentuknya negara kesatuan pada 17 Agustus 1950 dan diberlakukannya UUDS 1950 yang
menganut sistem parlementer, Kepala Kepolisian Negara tetap dijabat R.S. Soekanto yang
bertanggung jawab kepada perdana menteri/presiden. Waktu kedudukan Polri kembali ke Jakarta,
karena belum ada kantor digunakan bekas kantor Hoofd van de Dienst der Algemene Politie di
Gedung Departemen Dalam Negeri. Kemudian R.S. Soekanto merencanakan kantor sendiri di Jalan
Trunojoyo 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dengan sebutan Markas Besar Djawatan Kepolisian
Negara RI (DKN) yang menjadi Markas Besar Kepolisian sampai sekarang. Ketika itu menjadi
gedung perkantoran termegah setelah Istana Negara. Sampai periode ini kepolisian berstatus
tersendiri antara sipil dan militer yang memiliki organisasi dan peraturan gaji tersendiri. Anggota
Polri terorganisir dalam Persatuan Pegawai Polisi Republik Indonesia (P3RI) tidak ikut dalam Korpri,
sedangkan bagi istri polisi semenjak zaman revolusi sudah membentuk organisasi yang sampai
sekarang dikenal dengan nama Bhayangkari tidak ikut dalam Dharma Wanita ataupun Dharma
Pertiwi. Organisasi P3RI dan Bhayangkari ini memiliki ketua dan pengurus secara demokratis dan
pernah ikut Pemilu 1955 yang memenangkan kursi di Konstituante dan Parlemen. Waktu itu semua
gaji pegawai negeri berada di bawah gaji angkatan perang, namun P3RI memperjuangkan perbaikan
gaji dan berhasil melahirkan Peraturan Gaji Polisi (PGPOL) di mana gaji Polri relatif lebih baik
dibanding dengan gaji pegawai negeri lainnya (mengacu standar PBB).

Masa Orde Lama


Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, setelah kegagalan Konstituante, Indonesia kembali ke UUD
1945, namun dalam pelaksanaannya kemudian banyak menyimpang dari UUD 1945. Jabatan Perdana
Menteri (Alm. Ir. Juanda) diganti dengan sebutan Menteri Pertama, Polri masih tetap di bawah pada
Menteri Pertama sampai keluarnya Keppres No. 153/1959, tertanggal 10 Juli di mana Kepala
Kepolisian Negara diberi kedudukan Menteri Negara ex-officio. Pada tanggal 13 Juli 1959 dengan
Keppres No. 154/1959 Kapolri juga menjabat sebagai Menteri Muda Kepolisian dan Menteri Muda
Veteran. Pada tanggal 26 Agustus 1959 dengan Surat Edaran Menteri Pertama No. 1/MP/RI1959,
ditetapkan sebutan Kepala Kepolisian Negara diubah menjadi Menteri Muda Kepolisian yang
memimpin Departemen Kepolisian (sebagai ganti dari Djawatan Kepolisian Negara).
Waktu Presiden Soekarno menyatakan akan membentuk ABRI yang terdiri dari Angkatan
Perang dan Angkatan Kepolisian, R.S. Soekanto menyampaikan keberatannya dengan alasan untuk
menjaga profesionalisme kepolisian. Pada tanggal 15 Desember 1959 R.S. Soekanto mengundurkan
diri setelah menjabat Kapolri/Menteri Muda Kepolisian, sehingga berakhirlah karier Bapak
Kepolisian RI tersebut sejak 29 September 1945 hingga 15 Desember 1959. Dengan Tap MPRS No.
II dan III tahun 1960 dinyatakan bahwa ABRI terdiri atas Angkatan Perang dan Polisi Negara.
Berdasarkan Keppres No. 21/1960 sebutan Menteri Muda Kepolisian ditiadakan dan selanjutnya
disebut Menteri Kepolisian Negara bersama Angkatan Perang lainnya dan dimasukkan dalam bidang
keamanan nasional. Tanggal 19 Juni 1961, DPR-GR mengesahkan UU Pokok kepolisian No.
13/1961. Dalam UU ini dinyatakan bahwa kedudukan Polri sebagai salah satu unsur ABRI yang sama
sederajat dengan TNI AD, AL, dan AU. Dengan Keppres No. 94/1962, Menteri Kapolri,
Menteri/KASAD, Menteri/KASAL, Menteri/KSAU, Menteri/Jaksa Agung, Menteri Urusan Veteran
dikoordinasikan oleh Wakil Menteri Pertama bidang pertahanan keamanan. Dengan Keppres No.
134/1962 menteri diganti menjadi Menteri/Kepala Staf Angkatan Kepolisian (Menkasak). Kemudian
Sebutan Menkasak diganti lagi menjadi Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian (Menpangak) dan
langsung bertanggung jawab kepada presiden sebagai kepala pemerintahan negara. Dengan Keppres
No. 290/1964 kedudukan, tugas, dan tanggung jawab Polri ditentukan sebagai berikut :
 Alat Negara Penegak Hukum.
 Koordinator Polsus.
 Ikut serta dalam pertahanan.
 Pembinaan Kamtibmas.
 Kerkaryaan
 Sebagai alat revolusi.
Berdasarkan Keppres No. 155/1965 tanggal 6 Juli 1965, pendidikan AKABRI disamakan bagi
Angkatan Perang dan Polri selama satu tahun di Magelang. Sementara pada tahun 1964 dan 1965,
pengaruh PKI bertambah besar karena politik NASAKOM Presiden Soekarno, dan PKI mulai
menyusupi memengaruhi sebagian anggota ABRI dari keempat angkatan.

Masa Orde Baru


Karena pengalaman yang pahit dari peristiwa G30S/PKI yang mencerminkan tidak adanya integrasi
antar unsur-unsur ABRI, maka untuk meningkatkan integrasi ABRI, tahun 1967 dengan SK Presiden
No. 132/1967 tanggal 24 Agustus 1967 ditetapkan Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Bidang
Pertahanan dan Keamanan yang menyatakan ABRI merupakan bagian dari organisasi Departemen
Hankam meliputi AD, AL, AU , dan AK yang masing-masing dipimpin oleh Panglima Angkatan dan
bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya kepada Menhankam/Pangab. Jenderal
Soeharto sebagai Menhankam/Pangab yang pertama.
Setelah Soeharto dipilih sebagai presiden pada tahun 1968, jabatan Menhankam/Pangab berpindah
kepada Jenderal M. Panggabean. Kemudian ternyata betapa ketatnya integrasi ini yang dampaknya
sangat menyulitkan perkembangan Polri yang secara universal memang bukan angkatan perang.
Pada tahun 1969 dengan Keppres No. 52/1969 sebutan Panglima Angkatan Kepolisian diganti
kembali sesuai UU No. 13/1961 menjadi Kepala Kepolisian Negara RI, namun singkatannya tidak
lagi KKN tetapi Kapolri. Pergantian sebutan ini diresmikan pada tanggal 1 Juli 1969.
SEJARAH POLWAN

TAHUN PERISTIWA
Pada awal tahun 1948, terdapat kesulitan-kesulitan pada pemeriksaan korban, tersangka
ataupun saksi wanita terutama pemeriksaan fisik untuk menangani sebuah kasus. Hal
tersebut mengakibatkan polisi sering kali meminta bantuan para istri polisi dan pegawai
sipil wanita untuk melaksanakan tugas pemeriksaan fisik. Organisasi wanita dan organisasi
wanita Islam di Bukittinggi berinisiatif mengajukan usulan kepada pemerintah agar wanita
diikutsertakan dalam pendidikan kepolisian untuk menangani masalah tersebut. Cabang
Djawatan Kepolisian Negara untuk Sumatera yang berkedudukan di Bukittinggi
memberikan kesempatan mendidik wanita-wanita pilihan untuk menjadi polisi. Pada
tanggal 1 September 1948 secara resmi disertakan 6 (enam) siswa wanita yaitu:

1.    Mariana Saanin


2.    Nelly Pauna
1948 3.    Rosmalina Loekman
4.    Dahniar Sukotjo
5.    Djasmainar
6.    Rosnalia Taher

mulai mengikuti pendidikan inspektur polisi bersama dengan 44 (empat puluh empat) siswa
laki-laki di SPN Bukittinggi, sehingga sejak saat itu tanggal 1 September diperingati
sebagai hari lahirnya polisi wanita (Polwan).

Beberapa bulan kemudian, tepatnya pada tanggal 19 Desember 1948 meletus agresi militer
Belanda ke II yang menyebabkan pendidikan inspektur polisi di Bukittinggi dihentikan dan
ditutup.

Setelah adanya pengakuan kedaulatan terhadap Indonesia, pada tanggal 19 Juli 1950 ke
enam calon inspektur polisi wanita kembali dilatih di SPN Sukabumi. Selama pendidikan
ke enam calon inspektur polisi wanita mendapat pelajaran mengenai ilmu-ilmu
1950 kemasyarakatan, pendidikan dan ilmu jiwa, pedagogi, sosiologi, psikologi, dan latihan
anggar, jiu jit su, judo, serta latihan militer.

1951 Pada tanggal 1 Mei 1951 ke enam calon inspektur polisi wanita berhasil menyelesaikan
pendidikan dan mulai bertugas di Djawatan Kepolisian Negara dan Komisariat Polisi
Jakarta Raya. Mereka diberikan tugas khusus menyangkut kepolisian terkait dengan wanita,
anak-anak, dan masalah-masalah sosial seperti mengusut, memberantas dan mencegah
kejahatan yang dilakukan oleh atau terhadap wanita dan anak-anak; memberi bantuan
kepada polisi umum dalam pengusutan dan pemeriksaan perkara terhadap terdakwa atau
saksi khusus untuk memeriksa fisik kaum wanita yang tersangkut atau terdakwa dalam
suatu perkara; mengawasi dan memberantas pelacuran, perdagangan perempuan dan anak-
anak.

Sejak dikeluarkan TAP MPR No. II Tahun 1960 yang menyatakan bahwa kepolisian
merupakan bagian dari angkatan bersenjata, maka pada tahun 1965 pendidikan calon
perwira Polwan diintegrasikan bersama calon perwira polisi pria untuk bersama-sama
1965 dididik di AAK (Akademi Angkatan Kepolisian) di Yogyakarta. Perekrutan Polwan di
AAK hanya berjalan satu angkatan, setelah itu tidak ada lagi perekrutan untuk calon
perwira Polwan di AAK. Jalur perekrutan untuk menjadi perwira Polwan adalah melalui
jalur perwira karier setingkat sarjana dan sarjana muda melalui SEPAMILWA (Sekolah
Perwira Militer Wajib).
1975 Pada tahun 1975 Depo Pendidikan dan Latihan (Dodiklat) 007 Ciputat untuk pertama kali
membuka kelas pendidikan untuk bintara Polwan.
Pada tahun 1982 Dodiklat 007 berubah namanya menjadi Pusat Pendidikan Polisi Wanita
1982 (Pusdikpolwan) Ciputat, menjadi tahun pertama bagi lembaga pendidikan yang khusus
mendidik polisi wanita.
1984 Pada tanggal 30 Oktober 1984 Pusdikpolwan diganti menjadi Sekolah Polisi Wanita
(Sepolwan). Berdirinya Sepolwan menarik minat perempuan untuk menjadi polisi.
Pada tanggal 29 November 1986, Kapolri pada saat itu Jenderal Polisi Drs. Mochammad
Sanoesi mengesahkan lambang polisi wanita dengan menerbitkan Surat Keputusan No.
Pol.: Skep/480/XI/1986.

Lambang Polwan diwujudkan dalam bentuk logo dengan rincian makna:

1986 Bunga Matahari yang bermakna sifat wanita.


Tujuh helai dan empat helai bunga melambangkan pedoman hidup Polri Tribrata dan
pedoman kerja Polri Catur Prasetya Polri.
Perisai dan obor melambangkan Polwan adalah anggota kepolisian Republik Indonesia
yang turut melaksanakan tugas dan fungsi kepolisian Republik Indonesia.
Tiga bintang emas bermakna Tribrata sebagai pedoman hidup bagi tiap anggota Polri.
1948 melambangkan saat pertama kali adanya Polwan di kepolisian Republik Indonesia.
Esthi Bhakti Warapsari bermakna pengabdian putri-putri pilihan menuju kea rah
tercapainya cita-cita luhur yaitu terciptanya masyarakat Tata Tentram Kerta Raharja kepada
negara dan bangsa.
1987 Pada tahun 1987, Lettu Pol. Dwi Gusiyati merupakan Polwan pertama yang menjabat
sebagai Kapolsek Pasar Kliwon, Solo.
1991 Pada tahun 1991, Brigadir Jenderal Polisi Jeanne Mandagi, S.H. merupakan Polwan
pertama yang mendapat pangkat Jenderal bintang satu.
Dalam rangka memperingati kelahiran Polwan di Indonesia, maka dibangun monumen
Polwan di Bukittinggi, Sumatera Barat yang diresmikan oleh Kapolri pada saat itu Jenderal
1993 Polisi Drs. Banoeroesman Astrosemitro pada tanggal 27 April 1993.
Pada era tahun 1990-an jumlah Polwan di Polri mengalami peningkatan dibandingkan
dengan era tahun 1980-an. Akan tetapi peningkatan jumlah Polwan belum sepenuhnya
mendapat kesempatan menduduki jabatan strategis di tubuh Polri. Memasuki era awal
tahun 2000-an, tepatnya tahun 2002 wanita mendapat kesempatan mengikuti pendidikan
2002 untuk menjadi calon perwira Polwan di Akademi Kepolisian (Akpol). Pada era tahun 2000-
an sampai dengan sekarang mulai banyak kesempatan bagi Polwan untuk menduduki
beberapa jabatan strategis di tubuh Polri, sehingga perlahan-lahan mulai menunjukan
eksistensi dan kesetaraan polisi kaum pria dalam melaksanakan tugas dan fungsi kepolisian
yang semakin berkembang sesuai dengan kemajuan zaman.
Tahun 2014 atas prakarsa Ibu Asuh Polwan RI, Ny. Elly Sutarman, agar Polwan
mengunjungi Manumen Polwan yang ada di Bukittinggi, di mana kondisi monumen
tersebut sudah rusak berat.

Tahun 2015 bulan Februari Kabag Gassus Biro Binkar SSDM Polri Kombes Pol. Apriastini
Baktibugiansri K., S.I.K., melaporkan kepada As SDM Kapolri Irjen Pol. Drs. Sabar
Rahardjo, M.B.A. Kemudian atas petunjuk dan arahan As SDM Kapolri untuk ditindak
lanjuti oleh senior-senior Polwan.

Senior Polwan melaksanakan survei ke Monumen Polwan dan hasil survei bahwa
Monumen Polwan rusak berat, sehingga perlu diadakan pemugaran.

2015 Tahun 2015 bulan Februari: dilakukan peletakan batu pertama pemugaran Monumen
Polwan oleh Kapolda Sumatera Barat, Brigjen Pol. Drs. Bambang Sri Herwanto, S.H.,
M.H., dihadiri oleh Walikota Bukittinggi dan senior Polwan.

Tahun 2015 dari bulan Februari s.d. Agustus: Monumen Polwan dipugar dan selesai pada
bulan Agustus.

Pada tanggal 1 September 2015, bertepatan dengan hari jadi Polwan ke-67, Pemugaran
Monumen Polwan diresmikan oleh Bapak kapolri ke-22, Jenderal Pol. Drs. Badrodin Haiti,
beserta Ibu Asuh Polwan RI, dihadiri Pejabat Utama (PJU) Polri, Pejabat Pemkot
Bukittinggi dan 1.000 Polwan RI merupakan perwakilan dari Polda-polda se-Indonesia.

 
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2002
TENTANG
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa keamanan dalam negeri merupakan syarat utama


mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur,
dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya
penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan
keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat
dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat
negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia;
c. bahwa telah terjadi perubahan paradigma dalam sistem
ketatanegaraan yang menegaskan pemisahan kelembagaan Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia
sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing;
d. bahwa Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia sudah tidak memadai dan perlu diganti
untuk disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan
hukum serta ketatanegaraan Republik Indonesia;
e. sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d, perlu dibentuk
Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 30 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VI/ MPR/ 2000
tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia;
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VII/ MPR/ 2000
tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian
Negara Republik Indonesia;
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
- 2 -

Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169,


Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);

Dengan persetujuan bersama antara

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA


DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga
polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3. Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang memiliki
wewenang umum Kepolisian.
4. Peraturan Kepolisian adalah segala peraturan yang dikeluarkan oleh
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka memelihara ketertiban
dan menjamin keamanan umum sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
5. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis
masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses
pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang
ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta
terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta
mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal,
mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-
bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
6. Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya
hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat.
7. Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat dan/ atau kepentingan
bangsa dan negara demi terjaminnya keamanan dalam negeri.
- 3 -

8. Penyelidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi


wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan.
9. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang.
10. Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
11. Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku penyidik dan
mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam
lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.
12. Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diangkat
oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan syarat
kepangkatan dan diberi wewenang tertentu dalam melakukan tugas
penyidikan yang diatur dalam undang-undang.
13. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan
guna menemukan tersangkanya.
14. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Kapolri
adalah pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penanggung jawab
penyelenggaraan fungsi kepolisian.

Pasal 2
Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Pasal 3
(1) Pengemban fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang dibantu oleh :
a. kepolisian khusus;
b. penyidik pegawai negeri sipil; dan/ atau
c. bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.
(2) Pengemban fungsi kepolisian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b,
dan c, melaksanakan fungsi kepolisian sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.

Pasal 4
Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan
keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan
ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta
- 4 -

terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi


manusia.

Pasal 5
(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan
dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan
hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang
merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1).

BAB II
SUSUNAN DAN KEDUDUKAN KEPOLISIAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 6
(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan peran dan fungsi
kepolisian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan 5 meliputi seluruh
wilayah negara Republik Indonesia.
(2) Dalam rangka pelaksanaan peran dan fungsi kepolisian, wilayah negara
Republik Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut kepentingan
pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(3) Ketentuan mengenai daerah hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 7
Susunan organisasi dan tata kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia disesuaikan
dengan kepentingan pelaksanaan tugas dan wewenangnya yang diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Presiden.

Pasal 8
(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia berada di bawah Presiden.
(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin oleh Kapolri yang dalam
pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 9
(1) Kapolri menetapkan, menyelenggarakan, dan mengendalikan kebijakan teknis
kepolisian.
(2) Kapolri memimpin Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawab atas :
a. penyelenggaraan kegiatan operasional kepolisian dalam rangka
pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
- 5 -

b. penyelenggaraan pembinaan kemampuan Kepolisian Negara Republik


Indonesia.

Pasal 10
(1) Pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia di daerah hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), bertanggung jawab atas
pelaksanaan tugas dan wewenang kepolisian secara hierarki.
(2) Ketentuan mengenai tanggung jawab secara hierarki sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 11
(1) Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.
(2) Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden kepada
Dewan Perwakilan Rakyat disertai dengan alasannya.
(3) Persetujuan atau penolakan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap usul Presiden
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan dalam jangka waktu
paling lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal surat Presiden
diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan jawaban dalam waktu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), calon yang diajukan oleh Presiden
dianggap disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
(5) Dalam keadaan mendesak, Presiden dapat memberhentikan sementara Kapolri
dan mengangkat pelaksana tugas Kapolri dan selanjutnya dimintakan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(6) Calon Kapolri adalah Perwira Tinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier.
(7) Tata cara pengusulan atas pengangkatan dan pemberhentian Kapolri
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (6) diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Presiden.
(8) Ketentuan mengenai pengangkatan dan pemberhentian dalam jabatan selain
yang dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 12
(1) Jabatan penyidik dan penyidik pembantu adalah jabatan fungsional yang
pejabatnya diangkat dengan Keputusan Kapolri.
(2) Jabatan fungsional lainnya di lingkungan Kepolisian Negara Republik
Indonesia ditentukan dengan Keputusan Kapolri.
- 6 -

BAB III
TUGAS DAN WEWENANG

Pasal 13
Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum; dan
c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.

Pasal 14
(1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,
Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :
a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap
kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban,
dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap
hukum dan peraturan perundang-undangan;
d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa;
g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana
sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan
lainnya;
h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas
kepolisian;
i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan
lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/ atau bencana termasuk
memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia;
j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum
ditangani oleh instansi dan/ atau pihak yang berwenang;
k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya
dalam lingkup tugas kepolisian; sertal. melaksanakan tugas lain sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
f diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
- 7 -

Pasal 15
(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang:
a. menerima laporan dan/ atau pengaduan;
b. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat
mengganggu ketertiban umum;
c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa;
e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan
administratif kepolisian;
f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan
kepolisian dalam rangka pencegahan;
g. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
i. mencari keterangan dan barang bukti;
j. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
k. mengeluarkan surat izin dan/ atau surat keterangan yang diperlukan dalam
rangka pelayanan masyarakat;
l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan
pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
m. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan lainnya berwenang :
a. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan
masyarakat lainnya;
b. menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;
c. memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;
d. menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;
e. memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak,
dan senjata tajam;
f. memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan
usaha di bidang jasa pengamanan;
g. memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus
dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;
h. melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan
memberantas kejahatan internasional;
i. melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang
berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;
j. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian
internasional;
k. melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas
kepolisian.
- 8 -

(3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf
a dan d diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 16
(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia
berwenang untuk :
a. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
b. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian
perkara untuk kepentingan penyidikan;
c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka
penyidikan;
d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa
tanda pengenal diri;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan;
i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang
berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau
mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka
melakukan tindak pidana;
k. memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri
sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk
diserahkan kepada penuntut umum; dan
l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
(2) Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf l adalah tindakan
penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai
berikut :
a. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut
dilakukan;
c. harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
d. pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan
e. menghormati hak asasi manusia.
- 9 -

Pasal 17
Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia menjalankan tugas dan
wewenangnya di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, khususnya di
daerah hukum pejabat yang bersangkutan ditugaskan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 18
(1) Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut
penilaiannya sendiri.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia.

Pasal 19
(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara
Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan
mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi
hak asasi manusia.
(2) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), Kepolisian Negara Republik Indonesia mengutamakan tindakan
pencegahan.

BAB IV
ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pasal 20
(1) Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdiri atas:
a. anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
b. Pegawai Negeri Sipil.
(2) Terhadap Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b
berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.

Pasal 21
(1) Untuk diangkat menjadi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
seorang calon harus memenuhi syarat sekurang-kurangnya sebagai berikut :
a. warga negara Indonesia;
b. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. berpendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang
sederajat;
e. berumur paling rendah 18 (delapan belas) tahun;
- 10 -

f. sehat jasmani dan rohani;


g. tidak pernah dipidana karena melakukan suatu kejahatan;
h. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan
i. lulus pendidikan dan pelatihan pembentukan anggota kepolisian.
(2) Ketentuan mengenai pembinaan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 22
(1) Sebelum diangkat sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,
seorang calon anggota yang telah lulus pendidikan pembentukan wajib
mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pengambilan sumpah atau janji sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 23
Lafal sumpah atau janji sebagaimana diatur dalam Pasal 22 adalah sebagai
berikut :
"Demi Allah, saya bersumpah/ berjanji :
bahwa saya, untuk diangkat menjadi anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Tri Brata, Catur Prasatya, dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah yang sah;

bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundang-undangan yang


berlaku dan melaksanakan kedinasan di Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan
tanggung jawab;

bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara,


Pemerintah, dan martabat anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta
akan senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara
daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan;

bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau
menurut perintah harus saya rahasiakan;

bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk
kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak akan
menerima pemberian berupa hadiah dan/ atau janji-janji baik langsung
maupun tidak langsung yang ada kaitannya dengan pekerjaan saya".

Pasal 24
(1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menjalani dinas keanggotaan
dengan ikatan dinas.
- 11 -

(2) Ketentuan mengenai ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 25
(1) Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberi pangkat yang
mencerminkan peran, fungsi dan kemampuan, serta sebagai keabsahan
wewenang dan tanggung jawab dalam penugasannya.
(2) Ketentuan mengenai susunan, sebutan, dan keselarasan pangkat-pangkat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Kapolri.

Pasal 26
(1) Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia memperoleh gaji dan hak-
hak lainnya yang adil dan layak.
(2) Ketentuan mengenai gaji dan hak-hak lainnya sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 27
(1) Untuk membina persatuan dan kesatuan serta meningkatkan semangat kerja
dan moril, diadakan peraturan disiplin anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
(2) Ketentuan mengenai peraturan disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 28
(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik
dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.
(2) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan hak
memilih dan dipilih.
(3) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di
luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Pasal 29
(1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tunduk pada kekuasaan
peradilan umum.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 30
(1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat diberhentikan dengan
hormat atau tidak dengan hormat.
(2) Usia pensiun maksimum anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia 58
(lima puluh delapan) tahun dan bagi anggota yang memiliki keahlian khusus
dan sangat dibutuhkan dalam tugas kepolisian dapat dipertahankan sampai
- 12 -

dengan 60 (enam puluh) tahun.


(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V
PEMBINAAN PROFESI

Pasal 31
Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya harus memiliki kemampuan profesi.

Pasal 32
(1) Pembinaan kemampuan profesi pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
diselenggarakan melalui pembinaan etika profesi dan pengembangan
pengetahuan serta pengalamannya di bidang teknis kepolisian melalui
pendidikan, pelatihan, dan penugasan secara berjenjang dan berlanjut.
(2) Pembinaan kemampuan profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 33
Guna menunjang pembinaan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
dilakukan pengkajian, penelitian, serta pengembangan ilmu dan teknologi
kepolisian.

Pasal 34
(1) Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat pada
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menjadi
pedoman bagi pengemban fungsi kepolisian lainnya dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di
lingkungannya.
(3) Ketentuan mengenai Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia
diatur dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 35
(1) Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia
oleh pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia diselesaikan oleh Komisi
Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Ketentuan mengenai susunan organisasi dan tata kerja Komisi Kode Etik
Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri.
- 13 -

Pasal 36
(1) Setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dan pengemban fungsi
kepolisian lainnya wajib menunjukkan tanda pengenal sebagai keabsahan
wewenang dan tanggung jawab dalam mengemban fungsinya.
(2) Ketentuan mengenai bentuk, ukuran, pengeluaran, pemakaian, dan
penggunaan tanda pengenal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Keputusan Kapolri.

BAB VI
LEMBAGA KEPOLISIAN NASIONAL

Pasal 37
(1) Lembaga kepolisian nasional yang disebut dengan Komisi Kepolisian Nasional
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
(2) Komisi Kepolisian Nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk
dengan Keputusan Presiden.

Pasal 38
(1) Komisi Kepolisian Nasional bertugas :
a. membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Kepolisian Negara
Republik Indonesia; dan
b. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan
pemberhentian Kapolri.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Komisi
Kepolisian Nasional berwenang untuk :
a. mengumpulkan dan menganalisis data sebagai bahan pemberian saran
kepada Presiden yang berkaitan dengan anggaran Kepolisian Negara
Republik Indonesia, pengembangan sumber daya manusia Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dan pengembangan sarana dan prasarana
Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b. memberikan saran dan pertimbangan lain kepada Presiden dalam upaya
mewujudkan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang profesional dan
mandiri; dan
c. menerima saran dan keluhan dari masyarakat mengenai kinerja kepolisian
dan menyampaikannya kepada Presiden.

Pasal 39
(1) Keanggotaan Komisi Kepolisian Nasional terdiri atas seorang Ketua merangkap
anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, seorang Sekretaris
merangkap anggota dan 6 (enam) orang anggota.
(2) Keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berasal dari unsur-unsur
pemerintah, pakar kepolisian, dan tokoh masyarakat.
- 14 -

(3) Ketentuan mengenai susunan organisasi, tata kerja, pengangkatan dan


pemberhentian anggota Komisi Kepolisian Nasional diatur dengan Keputusan
Presiden.

Pasal 40
Segala pembiayaan yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugas
Komisi Kepolisian Nasional dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.

BAB VII
BANTUAN, HUBUNGAN, DAN KERJA SAMA

Pasal 41
(1) Dalam rangka melaksanakan tugas keamanan, Kepolisian Negara Republik
Indonesia dapat meminta bantuan Tentara Nasional Indonesia yang diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Dalam keadaan darurat militer dan keadaan perang, Kepolisian Negara
Republik Indonesia memberikan bantuan kepada Tentara Nasional Indonesia
sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
(3) Kepolisian Negara Republik Indonesia membantu secara aktif tugas
pemeliharaan perdamaian dunia di bawah bendera Perserikatan Bangsa-
Bangsa.

Pasal 42
(1) Hubungan dan kerja sama Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan
badan, lembaga, serta instansi di dalam dan di luar negeri didasarkan atas sendi-
sendi hubungan fungsional, saling menghormati, saling membantu,
mengutamakan kepentingan umum, serta memperhatikan hierarki.
(2) Hubungan dan kerja sama di dalam negeri dilakukan terutama dengan
unsur-unsur pemerintah daerah, penegak hukum, badan, lembaga, instansi
lain, serta masyarakat dengan mengembangkan asas partisipasi dan
subsidiaritas.
(3) Hubungan dan kerja sama luar negeri dilakukan terutama dengan
badan-badan kepolisian dan penegak hukum lain melalui kerja sama bilateral
atau multilateral dan badan pencegahan kejahatan baik dalam rangka tugas
operasional maupun kerja sama teknik dan pendidikan serta pelatihan.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
- 15 -

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 43
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku :
a. semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan
mengenai Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
b. tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang sedang diperiksa baik di tingkat penyidikan maupun
pemeriksaan di pengadilan militer dan belum mendapat putusan
pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap berlaku ketentuan
peraturan perundang-undangan peradilan militer.
c. tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang belum diperiksa baik di tingkat penyidikan maupun
pemeriksaan di pengadilan militer berlaku ketentuan peraturan perundang-
undangan di lingkungan peradilan umum.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 44
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 28
Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3710) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 45
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
- 16 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-


Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 8 Januari 2002
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 Januari 2002
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BAMBANG KESOWO
- 17 -

Anda mungkin juga menyukai