Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ollivia Delisha (200301015)

Kelas : 4 Akb 1

Tugas Auditing
“Kasus Pelanggaran Kode Etik – Kasus Sembilan KAP yang diduga melakukan Kolusi
dengan kliennya”

Jakarta, 19 April 2001. Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian
mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank
yang pernah diauditnya antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada
wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari
sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak
melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit.
Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya
mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan
kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah I
& R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT & R. "Dengan kata lain,
kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor
akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga
memberikan laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan," ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu
dekat akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan
mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak
perbankan.
ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar "human error" atau kesalahan dalam
penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai
penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa
akuntansi. Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan
administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian
ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP
itu tidak ringan."Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit
sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi
laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan
masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari Departemen Keuangan
misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu," tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga
sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis
terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.
Analisa :
Dalam kasus ini, Sembilan KAP telah merugikan masyakarat yaitu dengan merekayasa
laporan keuangan bank lalu menerbitkan laporan palsu tersebut kepada masyarakat dan
melanggar standar audit yang dapat menyesatkan masyarakat. Sembilan KAP melakukan
kolusi dengan bank yang bersangkutan untuk memoles laporannya sehingga memberikan
laporan palsu dan informasi palsu ke masyarakat tentang laporan bank tersebut sehat
ternyata dalam waktu singkat bank mengalami kebangkrutan. Hal ini tentunya KAP tidak
dapat bertanggung jawab sebagai akuntan public dan telah menyalahgunakan profesinya
untuk melakukan kejahatan yang dapat merugikan masyarakat.
Untuk kasus tersebut, ada 2 kode etik yang dilanggar. Kode etik pertama yang dilanggar
yaitu prinsip pertama tentang tanggung jawab profesi. Tanggung jawab ini berhubungan
dengan professional untuk bertindak lebih dari sekedar memenuhi tanggung jawab diri
sendiri maupun ketentuan hokum dan peraturan masyarakat. Prinsip ini mengandung
bahwa akuntan sebagai pemberi jasa professional memiliki tanggung jawab kepada semua
pemakai jasa mereka termasuk masyarakat dan juga pemegang saham. Alas an utama
mengaharapkan tingkat perilaku professional yang tinggi oleh setiap profesi adalah
kebutuhan akan kepercayaan public atas kualiras jasa yang diberikan olehprofesi tanpa
memandang individu yang menyediakan jasa tersebut.
Kode etik kedua yang dilanggar yaitu kepentingan public dan objektivitas. Objektivitas dan
indepedensi adalah dimana anggota mempertahankan objektivitas dan bebas dari konflik
kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya. Anggota yang berprakik
bagi public harus independek baik dalam fakta maupun dalam penampilan ketika
menyediakan jasa audit dan jasa atestasi lainnya.
Sanksi yang diberlakukan apabila kasus tersebut terjadi saat ini Rancangan Peraturan
Pemerintah (RPP) tentang praktek akuntan public yang tengah digodok di kementrian
keuangan memuat 7 jenis sanksi administratif yang akan dikenakan kepada akuntan public
(ap), kantor akuntan public (KAP) serta cabang KAP.
Menurut kepala PPAJP (Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilaian) Kementrian
Keuangan, Langgeng subur adanya sanksi administratif pada RPP tersebut mengacu pada
UU no 5 tahun 2011 tentang akuntan publik ketujuh sanksi tersebut paling ringan berupa
rekomendasi untuk menjalankan kewajiban tertentu hingga yang berbentuk denda
rokemendasi untuk melaksanakan kewajiban tertentu, jika AP melakukan pelanggaran
ringan sebagaimana ketentuan 13, 17, 19, 25, 27, 32, 34,3 5 UU no 5 tahun 2011dan
melakukan pelanggaran terhadap SPAP (Standar Profesi Akuntansi Publik) dan kode etik
yang tidak berpengaruh terhadap laporan keuangan yang diterbitkan.
Sanksi berikutnya berupa sanksi tertulis yang dikenakan pada pelanggaran sedang AP dan
KAP tersebut melanggar ketentuan pasal 4, 30 ayat (1) huruf a,b,f pasal 31 dan melakukan
pelanggaran SPAP serta kode etik yang berpengaruh terhadap laporan yang diterbitkan
namun tidak signifikan.pengaruh terhadap laporan yang diterbitkan.
Sanksi pembatasan pemberian jasa kepada suatu jenis entitas tertentu, seperti bank, pasar
modal jika AP dan KAP melakukan pelanggaran cukup berat. pelanggaran yang bermaksud,
jika AP dan KAP melanggar SPAP dan kode etik yang berpengaruh terhadap laporan yang
diterbitkan.
Jenis sanksi keempat, pembatasan pemberian jasa tertentu AP atau KAP tersebut tidak
diperbolehkan memberikan jasa tertentu, seperti jasa audit umum atas laporan keuangan
selama 24 bulan. bila dalam kurun waktu 3 tahun melakukan tindakan yang sama, AP dan
KAP tersebut akan digolongkan melakukan pelanggaran cukup berat.
Sanksi kelima pembekuan izin AP dan KAP yang dikenakan sanksi ini jika melakukan
pelanggaran berat berupa pelanggaran ketentuan pasal 9,28,29,30 ayat 1 huruf c,e,g,h,i UU
no 5 tahun 2011 tentang akuntan punlik dan melakukan pelanggaran terhadap SPAP serta
kode etik yang berpengaruh signifikan terhadap laporan keuangan. sanksi pembekuan izin
diberikan paling banyak 2 kali dalam waktu 48 bulan, namun jika masih melakukan hal yang
sama maka akan dikenakan sanksi pelanggaran berat, ijinnya akan dicabut.
Sanksi keenam berupa pencabutan izin jika AP atau KAP melakukan pelanggaran sanagt
berat yaitu melanggar pasal 30 ayat 1 huruf d,j UU akuntan publik dan melakukan
pelanggaran SPAP serta kode etik yang berpengaruh sangat signifikan terhadap laporan
yang diterbitkan. Adapun sanksi denda telah berlaku lebih dahulu dengan dikeluarkannya PP
no.1 tahun 2013 PNBP (pendapatan negara bukan pajak) dilingkungan kementrian
keuangan.
Berdasarkan penjabaran diatas maka dapat simpulkan Prinsip Etika memberikan kerangka
dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh
anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan
Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota
Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang
dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan
dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan
Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.

Anda mungkin juga menyukai