Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ETIKA PROFESI AKUNTAN


“DISKUSI KASUS ETIKA DALAM PRAKTIK AUDITING DAN KONSULTASI
MANAJAEMEN YANG PERNAH TERJADI DAN PELANGGARAN ETIKA SERTA
RISIKO TUNTUTAN HUKUM”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

ANDIKA MICHAEL KUSUMA (A031191136)


FRANSISCO VALDINO (A031191002)
RECKY REINHARD REYNANTO (A031191175)
RESKY RAMADHAN RUSDI (A031191052)
WANDY SITO ANDILOLO (A031191080)
YUNITA PANGALA (A031191177)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Mari kita panjatkan puji dan syukur kita ke atas hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
tanpa izinnya, makalah ini dapat terselesaikani.Kami juga mengucapkan banyak terima kasih
kepada Dosen karena telah membimbing kami untuk menyelesaikan makalah ini.Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu,
Kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua yang membacanya.

Makassar, 19 April 2021


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akuntan publik dalam melaksanakan pemeriksaan akuntan, memperoleh kepercayaan


dari klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan
keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Profesi akuntan publik akan selalu
berhadapan dengan dilema yang mengakibatkan seorang akuntan publik berada pada dua
pilihan yang bertentangan. Seorang akuntan publik akan mengalami suatu dilema ketika tidak
terjadi kesepakatan dengan klien mengenai beberapa aspek dan tujuan pemeriksaan. Apabila
akuntan publik memenuhi tuntutan klien berarti akan melanggar standar pemeriksaan, etika
profesi dan komitmen akuntan publik tersebut terhadap profesinya, tetapi apabila tidak
memenuhi tuntutan klien maka dikhawatirkan akan berakibat pada penghentian penugasan
oleh klien. Kode etik akuntan Indonesia dalam pasal 1 ayat (2) adalah berisi tentang setiap
anggota harus mempertahankan integritas dan objektifitas dalam melaksanakan tugasnya
tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikan. Kurangnya kesadaran etika akuntan publik
dan maraknya manipulasi akuntansi korporat membuat kepercayaan para pemakai laporan
keuangan auditan mulai menurun, sehingga para pemakai laporan keuangan seperti investor
dan kreditur mempertanyakan eksistensi akuntan publik sebagai pihak independen.

Seorang auditor dalam melaksanakan tugasnya memperoleh kepercayaan dari klien


dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang
disusun dan disajikan oleh klien. Klien dapat mempunyai kepentingan yang berbeda, dan
mungkin saja bertentangan dengan kepentingan para pemakai laporan keuangan. Oleh karena
itu, dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa,
auditor harus bersikap independen, integritas dan objektifitas.

B. Rumusan Masalah

Sebelum membahas lebih lanjut, perlu untuk mengidentifikasikan permasalaha-


permasalahan yang akan dikembangkan dalam penulisan makalah ini. Adapun yang menjadi
permasalahan dalam penulisan makalah ini adalah:

1. Apa saja kasus yang pernah terjadi berkaitan dengan etika dalam praktik auditing?
2. Apa saja kasus yang pernah terjadi berkaitan dengan etika dalam konsultan
manajemen?
3. Bagaimana menyelesaikan kasus etika dalam praktik auditing dan konsultan
manajemen?

C. Tujuan penulisan
Adapun tujuan dan manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kasus yang pernah terjadi berkaitan dengan etika dalam praktik
auditing.
2. Untuk mengetahui kasus yang pernah terjadi berkaitan dengan etika dalam konsultan
manajemen.

3. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian kasus etika dalam praktik auditing dan
konsultan manajemen.
BAB II
PEMBAHASAN

A. KASUS ETIKA DALAM PRAKTIK AUDITING


1. Kasus Sunbeam
Masalah Andersen dengan Sunbeam bermula dari kegagalan audit yang membuat
kesalahan serius pada akuntansinya yang akhirnya menghasilkan tuntutan class action dari
investor Sunbeam. Baik dari gugatan hukum dan perintah sipil yang diajukan SEC menuduh
Sunbeam membesar-besarkan penghasilan melaului strategi penipuan akuntansi, seperti
pendapatan “cookie jar”, recording revenue on contingent sales, dan mempercepat penjualan
dari periode selanjutnya ke kuartal masa kini. Perusahaan juga dituduh melakukan hal yang
tidak benar melakukan transaksi “bill-and-hold”, dimana menggembungkan pesanan bulan
depan dari pengiriman sebenarnya dan tagihannya.
Akibatnya, Sunbeam dipaksa meyatakan kembali laporan keuangan selama enam
kuartal. SEC juga menuduh Arthur Andersen. Pada 2001, Sunbeam mengajukan petisi kepada
Pengadilan kepailitan AS Distrik Selatan New York dengan Bab 11 Judul 11 tentang aturan
kebangkrutan. Agustus 2002, pengadilan memutuskan pembayaran sebesar $141 juta.
Andersen setuju membayar $110 juta untuk menyeleaikan klaim tanpa mengakui kesalahan
dan tanggung jawab. Sunbeam mengalami kerugian pemegang saham sebesar $4,4 miliar dan
kehilangan ribuan karyawannya. Sunbeam terbebas dari kebangkrutan.
2. Kasus Sembilan KAP yang diduga melakukan kolusi dengan kliennya
Jakarta, 19 April 2001, Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian
mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank
yang pernah diauditnya antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada
wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari
sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak
melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit.         
Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya
mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan
kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI
& R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT & R. “Dengan kata
lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara
kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga
memberikan laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya.
Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan kepada pihak
kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan
kantor akuntan publik dengan pihak perbankan. ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan
sekadar “human error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak
disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba
ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi.  
Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan
administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian
ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan
KAP itu tidak ringan. “Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit
sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi
laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan
masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari Departemen Keuangan
misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu,” tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga
sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap
anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.
PEMBAHASAN:
Dalam kasus tersebut, akuntan yang bersangkutan banyak melanggar kode etik profesi
akuntan. Kode etik pertama yang dilanggar yaitu prinsip pertama tentang tanggung jawab
profesi. Prinsip ini mengandung makna bahwa akuntan sebagai pemberi jasa professional
memiliki tanggung jawab kepada semua pemakai jasa mereka termasuk masyarakat dan juga
pemegang saham. Dengan menerbitkan laporan palsu, maka akuntan telah menyalahi
kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada mereka selaku orang yang dianggap dapat 
dipercaya dalam penyajian laporan keuangan.
Kode etik kedua yang dilanggar yaitu kepentingan publik dan objektivitas. Para
akuntan dianggap telah menyesatkan publik dengan penyajian laporan keuangan yang
direkayasa dan mereka dianggap tidak objective dalam menjalankan tugas. Dalam hal ini,
mereka telah bertindak berat sebelah yaitu mengutamakan kepentingan klien dan mereka
tidak dapat memberikan penilaian yang adil, tidak memihak, serta bebas dari benturan
kepentingan pihak lain.
3. Enron
Bulan Oktober 2001, SEC mengumumkan investigasi akuntansi Enron, salah satu
klien terbesar Andersen. Dengan Enron, Andersen mampu membuat 80 persen perusahaan
minyak dan gas menjadi kliennya. Namun, pada November 2001 harus mengalami kerugian
sebesar $586 juta. Dalam sebulan, Enron bangkrut.
Departemen Kehakiman AS memulai melakukan penyelidikan kriminal pada 2002
yang mendorong Andersen dan kliennya runtuh. Perusahaan audit akhirnya mengakui telah
menghancurkan dokumen yang berkaitan dengan audit Enron yang menghambat putusan.
Atas kasus itu, Nancy Temple, pengacara Andersen meminta perlindungan
Amandemen Kelima yang dengan demikian tidak memiliki saksi. Banyak pihak yang
menamainya sebagai “bujukan koruptif” yang menyesatkan. Dia menginstruksikan David
Duncan, supervisor Andersen dalam pengawasan rekening Enron, untuk menghapus namanya
dari memo yang bisa memberatkannya.
Pada Juni 2005, pengadilan memutuskan Andersen bersalah menghambat peradilan,
menjadikannya perusahaan akuntan pertama yang dipidana. Perusahaan setuju untuk
menghentikan auditing publik  pada 31 Agustus 2002, yang pada prinsipnya mematikan
bisnisnya.
a. Isu-isu seputar hukum dan etika dalam pengauditan Andersen yang menyimpang
Dari kasus tersebut secara kasat mata kasus tersebut terlihat sebuah tindakan
malpraktik jika dilihat dari etika bisnis dan profesi akuntan antara lain:
 Adanya praktik discrimination of information/unfair discrimination, terlihat dari
tindakan dan perilaku yang tidak sehat dari manajemen yang berperan besar pada
kebangkrutan perusahaan, terjadinya pelanggaran terhadap norma etika corporate
governance dan corporate responsibility oleh manajemen perusahaan, dan perilaku
manajemen perusahaan merupakan pelanggaran besar-besaran terhadap kepercayaan
yang diberikan kepada perusahaan.
 Adanya penyesatan informasi
Dalam kasus Enron misalnya, pihak manajemen Enron maupun Arthur
Andersen mengetahui tentang praktek akuntansi dan bisnis yang tidak sehat. Tetapi
demi mempertahankan kepercayaan dari investor dan publik kedua belah pihak
merekayasa laporan keuangan mulai dari tahun 1985 sampai dengan Enron menjadi
hancur berantakan. Bahkan CEO Enron saat menjelang kebangkrutannya masih tetap
melakukan deception dengan menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan
memberikan prospek yang sangat baik. Andersen tidak mau mengungkapkan apa
sebenarnya terjadi dengan Enron, bahkan awal tahun 2001 berdasarkan hasil evaluasi
Enron tetap dipertahankan.
 Arthur Andersen, merupakan kantor akuntan publik tidak hanya melakukan
manipulasi laporan keuangan, Andersen juga telah melakukan tindakan yang tidak
etis, dalam kasus Enron adalah dengan menghancurkan dokumen-dokumen penting
yang berkaitan dengan kasus Enron. Arthur Andersen memusnahkan dokumen pada
periode sejak kasus Enron mulai mencuat ke permukaan, sampai dengan munculnya
panggilan pengadilan. Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan
internal Andersen, tetapi kasus ini dianggap melanggar hukum dan menyebabkan
kredibilitas Arthur Andersen hancur. Disini Andersen telah ingkar dari sikap
profesionallisme sebagai akuntan independen dengan melakukan tindakan
menerbitkan laporan audit yang salah dan meyesatkan.
b. Bukti bahwa budaya perusahaan Andersen berkontribusi terhadap kejatuhan
perusahaan
Ada beberapa poin yang membuktikan bahwa budaya perusahaan berkontribusi
terhadap kejatuhan perusahaan, diantaranya:
 Pertumbuhan perusahaan dijadikan prioritas utama dan menekankan pada perekrutran
dan mempertahankan klien-klien besar, namun mutu dan independensi audit
dikorbankan.
 Standar-standar profesi akuntansi dan integritas yang menjadi contoh perusahaan-
perusahaan lainnya luntur seiring motivasi meraup keuntungan yang lebih besar.
 Perusahaan terlalu fokus terhadap pertumbuhan, sehingga tanpa sadar menghasilkan
perubahan mendasar dalam budaya perusahaan. Perubahan sikap lebih
memprioritaskan mendapatkan bisnis konsultasi yang memiliki pertumbuhan
keuntungan lebih besar lebih tinggi dibanding menyediakan layanan auditing yang
obyektif yang merupakan dasar dari awal mula berdirinya Kantor Akuntan Publik
Arthur Andersen. Pada akhirnya ini menggiring pada kehancuran perusahaan.
 Andersen menjadi membatasi pengawasan terhadap tim audit akibat kurangnya check
and balances yang bisa terlihat ketika tim audit telah menyimpang dari kebijakan
semula.
 Sikap Arthur Andersen yang memusnahkan dokumen pada periode sejak kasus Enron
mulai mencuat ke permukaan, sampai dengan munculnya panggilan pengadilan.
Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi
kasus ini dianggap melanggar hokum dan menyebabkan kredibilitas Arthur Andersen
hancur. Akibatnya, banyak klien Andersen yang memutuskan hubungan dan Arthur
Andersen pun ditutup.
c. Bagaimana UU Sarbanes-Oxiety bisa meminimalkan kesalahan auditor dan
penyimpangan akuntansi
Akibat dari rentetan kasus itu, pemerintah AS menerbitkan Sarbanes-Oxley Act
(SOX) untuk melindungi para investor dengan cara meningkatkan akurasi dan reabilitas
pengungkapan yang dilakukan perusahaan publik. Kegagalan ini menimbulkan krisis yang
serius terhadap kredibilitas akuntansi, pelaporan, dan proses tata kelola perusahaan sehingga
oleh politisi AS diciptakan kerangka kerja baru terhadap akuntabilitas dan tata kelola
perusahaan melalui Sarbanes-Oxley Act (SOX) untuk memulihkan kepercayaan yang cukup
dan untuk menjadikan pasar modal kembali berfungsi normal.
Undang-Undang Sarbanes-Oxiety bisa menetapkan pedoman dan arah baru untuk
perusahaan dan bisa untuk pertanggungjawaban kepada divisi akuntansi. Dengan adanya
tindakan ini , bisa untuk memerangi penipuan sekuritas dan akuntansi. Dan untuk
menekankan kepada independensi dan kualitas, membatasi kemampuan perusahaan untuk
menyediakan keduanya yaitu non-audit dan jasa untuk klien yang sama dan memerlukan
tinjauan berkala audit perusahaan, agar hasilnya bisa memuaskan.
Beberapa perubahan yang ditentukan dalam SOX memiliki beberapa tujuan, diantaranya:
 Untuk menjamin independensi auditor, Kantor Akuntan Publik dilarang memberikan
jasa non-audit kepada perusahaan yang diaudit.
 Membutuhkan persetujuan dari audit committee perusahaan sebelum melakukan
audit. Setiap perusahaan memiliki audit committee ini karena definisinya diperluas,
yaitu jika tidak ada, maka seluruh dewan komisaris menjadi audit committee.
 Melarang Kantor Akuntan Publik memberikan jasa audit jika audit partnernya telah
memberikan jasa audit tersebut selama lima tahun berturut-turut kepada klien
tersebut.
 Kantor Akuntan Publik harus segera membuat laporan kepada audit committee yang
menunjukkan kebijakan akuntansi yang penting yang digunakan, alternatif
perlakukan-perlakuan akuntansi yang sesuai standar dan telah dibicarakan dengan
manajemen perusahaan, pemilihannya oleh manajemen dan preferensi auditor.
 KAP dilarang memberikan jasa audit jika CEO, CFO, chief accounting officer,
controller klien sebelumnya bekerja di KAP tersebut dan mengaudit klien tersebut
setahun sebelumnya.
Berkaitan dengan pemusnahan dokumen, SOX melarang pemusnahan atau manipulasi
dokumen yang dapat menghalangi investigasi pemerintah kepada perusahaan yang
menyatakan bangkrut.
Selain itu, kini CEO dan CFO harus membuat surat pernyataan bahwa laporan keuangan
yang mereka laporkan adalah sesuai dengan peraturan SEC dan semua informasi yang
dilaporkan adalah wajar dan tidak ada kesalahan material. Sebagai tambahan, menjadi
semakin banyak ancaman pidana bagi mereka yang melakukan pelanggaran ini.

B. KASUS ETIKA DALAM PRAKTIK KONSULTAN MANAJEMEN


1. Kasus KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono yang diduga menyuap pajak
September tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus menanggung
malu. Kantor akuntan publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar
US$ 75 ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG
yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc.
yang tercatat di bursa New York.                
Berkat aksi sogok ini, kewajiban pajak Easman memang susut drastis. Dari semula
US$ 3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-
was dengan polah anak perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko lebih besar,
Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat eksekutifnya.
Badan pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange Commission, menjeratnya dengan
Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar
negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik Texas.
Namun, karena Baker mohon ampun, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan.
KPMG pun terselamatan.
PEMBAHASAN: Hampir serupa dengan kasus sebelumnya, kasus ini melibatkan kantor
akuntan publik yang dinilai terlalu memihak kepada kliennya. Pada kasus kedua ini, prinsip-
prinsip yan dilanggar yaitu antara lain prinsip tentang integritas. Akuntan yang telah berusaha
menyuap untuk kepentingan klien seperti pada kasus di atas dapat dikatakan tidak jujur dan
tidak adil dalam melaksanakan tugasnya.
Selain prinsip tersebut, akuntan juga telah melanggar prinsip objektif hingga ia bersedia
melaukan kecurangan. Di sini terihat bahwa ia telah berat sebelah dalam memenuhi
kewajiban profesionalnya.

C. SOLUSI DARI BEBERAPA KASUS PENYIMPANGAN ETIKA


Dari kasus penyimpangan etika yang dilakukan, dapat diatasi oleh dengan
menerapkan prinsip-prinsip yang terdapat pada beberapa Kode Etik yaitu :

1. Menurut Prinsip Etika IAI


a. Prinsip tanggung jawab
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat,
dan mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka.
Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sarna dengan sesama anggota
untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan
menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri.
b. Prinsip Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan
kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas
profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung-jawab
kepada publik. Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, di mana
publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi
kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada
obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara
tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan
publik. Dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya, anggota harus bertindak
dengan penuh integritas, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi
kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan sebaik-
baiknya. Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas
kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus-menerus
menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
Tanggung-jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan
klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan tugasnya seorang akuntan harus
mengikuti standar profesi yang dititik-beratkan pada kepentingan publik, misalnya:
 Auditor independen membantu memelihara integritas dan efisiensi dari laporan
keuangan yang disajikan kepada lembaga keuangan untuk mendukung pemberian
pinjaman dan kepada pemegang saham untuk memperoleh modal;
 Eksekutif keuangan bekerja di berbagai bidang akuntansi manajemen dalam
organisasi dan memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan efektivitas dari
penggunaan sumber daya organisasi;
 Auditor intern memberikan keyakinan tentang sistem pengendalian internal yang
baik untuk meningkatkan keandalan informasi keuangan dari pemberi kerja
kepada pihak luar.
 Ahli pajak membantu membangun kepercayaan dan efisiensi serta penerapan yang
adil dari sistem pajak; dan
 Konsultan manajemen mempunyai tanggung-jawab terhadap kepentingan umum
dalam membantu pembuatan keputusan manajemen yang baik.
c. Prinsip Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan
dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitas merupakan suatu kualitas yang
memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan
anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau
bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan
aturan etika sehubungan dengan obyektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan
terhadap faktor-faktor berikut:
 Adakalanya anggota dihadapkan kepada situasi yang memungkinkan mereka
menerima tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat
mengganggu obyektivitasnya.
 Adalah tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi di
mana tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. Ukuran kewajaran (reasonableness)
harus digunakan dalam menentukan standar untuk mengindentifikasi hubungan
yang mungkin atau kelihatan dapat merusak obyektivitas anggota.
 Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh lainnya
untuk melanggar obyektivitas harus dihindari. Anggota memiliki kewajiban untuk
memastikan bahwa orang-orang yang terilbat dalam pemberian jasa profesional
mematuhi prinsip obyektivitas.
2. Menurut Kode Etik IAPI
Dalam prinsip dasar etika profesi, bagian B, disebutkan ancaman dan pencegahan dalam
praktik akuntan publik, adapun pencegahan dalam menghadapi berbagai ancaman tersebut,
diantaranya :
a. Pencegahan yang dibuat oleh profesi, perundang–undangan, atau peraturan
mencakup antara lain:
 Persyaratan pendidikan, pelatihan, dan pengalaman untuk memasuki profesi;
 Persyaratan pengembangan dan pendidikan professional berkelanjutan;
 Peraturan tata kelola perusahaan;
 Standar profesi;
 Prosedur pengawasan dan pendisiplinan dari organisasi profesi atau regulator;
 Penelaahan eksternal oleh pihak ketiga yang diberikan kewenangan hukum atas
laporan, komunikasi, atau informasi yang dihasilkan oleh Praktisi.
b. Pencegahan dalam lingkungan kerja.
Pencegahan tertentu dapat meningkatkan kemungkinan untuk mengidentifikasi atau
menghalangi perilaku yang tidak sesuai dengan etika profesi. Pencegahan tersebut dapat
dibuat oleh profesi, perundang–undangan, peraturan, atau pemberi kerja, yang mencakup
antara lain:
 Sistem pengaduan yang efektif dan diketahui secara umum yang dikelola oleh
pemberi kerja, profesi, atau regulator, yang memungkinkan kolega, pemberi
kerja, dan anggota masyarakat untuk melaporkan perilaku Praktisi yang tidak
profesional atau yang tidak sesuai dengan etika profesi.
 Kewajiban yang dinyatakan secara tertulis dan eksplisit untuk melaporkan
pelanggaran etika profesi yang terjadi.
Sifat pencegahan yang diterapkan sangat beragam, tergantung dari situasinya. Dalam
memberikan pertimbangan profesionalnya terhadap pencegahan tersebut, setiap Praktisi
harus mempertimbangkan hal-hal yang dapat menyebabkan tidak dapat diterimanya
pertimbangan tersebut oleh pihak ketiga yang rasional dan memiliki pengetahuan
mengenai semua informasi yang relevan, termasuk pengetahuan mengenai signifikansi
ancaman dan pencegahan yang diterapkan.
Pencegahan pada tingkat institusi dalam lingkungan kerja
 Kepemimpinan KAP atau Jaringan KAP yang menekankan pentingnya kepatuhan
pada prinsip dasar etika profesi.
 Kepemimpinan KAP atau Jaringan KAP yang memastikan terjaganya tindakan
untuk melindungi kepentingan publik oleh anggota tim assurance.
 Kebijakan dan prosedur untuk menerapkan dan memantau pengendalian mutu
perikatan.
 Kebijakan yang terdokumentasi mengenai pengidentifikasian ancaman terhadap
kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi, pengevaluasian signifikansi ancaman,
serta pengidentifikasian dan penerapan pencegahan untuk menghilangkan
ancaman atau menguranginya ke tingkat yang dapat diterima (kecuali jika
ancaman tersebut merupakan ancaman selain ancaman yang secara jelas tidak
signifikan).
 Untuk KAP yang melakukan perikatan assurance, kebijakan independensi yang
terdokumentasi mengenai pengidentifikasian ancaman terhadap independensi,
serta pengevaluasian signifikansi ancaman dan penerapan pencegahan yang tepat
untuk menghilangkan ancaman atau menguranginya ke tingkat yang dapat
diterima (kecuali jika ancaman tersebut merupakan ancaman selain ancaman
yang secara jelas tidak signifikan).
 Kebijakan dan prosedur internal yang terdokumentasi yang memastikan
terjaganya kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi.
 Kebijakan dan prosedur untuk memastikan pengidentifikasian kepentingan atau
hubungan antara anggota tim perikatan dan KAP atau Jaringan KAP dengan
klien.
 Kebijakan dan prosedur untuk memantau dan mengelola ketergantungan KAP
atau Jaringan KAP terhadap jumlah imbalan jasa profesional yang diperoleh dari
suatu klien.
 Penggunaan rekan dan tim perikatan dengan lini pelaporan yang terpisah dalam
pemberian jasa profesional selain jasa assurance kepada klien assurance.
 Kebijakan dan prosedur yang melarang personil yang bukan merupakan anggota
tim perikatan untuk memengaruhi hasil pekerjaan perikatan.
 Komunikasi yang tepat waktu mengenai kebijakan dan prosedur (termasuk
perubahannya) kepada seluruh rekan dan staf KAP atau Jaringan KAP, serta
pelatihan dan pendidikan yang memadai atas kebijakan dan prosedur tersebut.
 Penunjukan seorang anggota manajemen senior untuk bertanggung jawab atas
pengawasan kecukupan fungsi sistem pengendalian mutu KAP atau Jaringan
KAP.
 Pemberitahuan kepada seluruh rekan dan staf KAP atau Jaringan KAP mengenai
klien-klien assurance dan entitas-entitas yang terkait dengannya dan mewajibkan
seluruh rekan dan staf KAP atau Jaringan KAP tersebut untuk menjaga
independensinya terhadap klien assurance dan entitas yang terkait tersebut.
 Mekanisme pendisiplinan untuk mendukung kepatuhan pada kebijakan dan
prosedur yang telah diterapkan.
 Kebijakan dan prosedur yang mendorong dan memotivasi staf untuk
berkomunikasi dengan pejabat senior KAP atau Jaringan KAP mengenai setiap
isu yang terkait dengan kepatuhan pada prisip dasar etika profesi yang menjadi
perhatiannya.
Pencegahan pada tingkat perikatan dalam lingkungan kerja
 Melibatkan Praktisi lainnya untuk menelaah hasil pekerjaan yang telah dilakukan
atau untuk memberikan saran yang diperlukan.
 Melakukan konsultasi dengan pihak ketiga yang independen, seperti komisaris
independen, organisasi profesi, atau Praktisi lainnya.
 Mendiskusikan isu-isu etika profesi dengan pejabat klien yang bertanggung
jawab atas tata kelola perusahaan.
 Mengungkapkan kepada pejabat klien yang bertanggung jawab atas tata kelola
perusahaan mengenai sifat dan besaran imbalan jasa profesional yang dikenakan.
 Melibatkan KAP atau Jaringan KAP lain untuk melakukan atau mengerjakan
kembali suatu bagian dari perikatan.
 Merotasi personil senior tim assurance.
Praktisi dapat mengandalkan juga pencegahan yang telah diterapkan oleh klien,
tergantung dari sifat penugasannya. Namun demikian, Praktisi tidak boleh hanya
mengandalkan pencegahan tersebut untuk mengurangi ancaman ke tingkat yang dapat
diterima. Pencegahan dalam sistem dan prosedur yang diterapkan oleh klien mencakup
antara lain:
 Pihak dalam organisasi klien selain manajemen meratifikasi atau menyetujui
penunjukan KAP atau Jaringan KAP.
 Klien memiliki karyawan yang kompeten dengan pengalaman dan senioritas yang
memadai untuk mengambil keputusan manajemen.
 Klien telah menerapkan prosedur internal untuk memastikan terciptanya proses
pemilihan yang objektif atas perikatan selain perikatan assurance.
 Klien memiliki struktur tata kelola perusahaan yang memastikan terciptanya
pengawasan dan komunikasi yang memadai sehubungan dengan jasa profesional
yang diberikan oleh KAP atau Jaringan KAP.
c. Menurut Etika Kompartemen Akuntan Sektor Publik
Prinsip Obyektifitas
Dalam mengambil keputusan atau tindakan, auditor tidak boleh bertindak atas
dasar prasangka atau bias, pertentangan kepentingan, atau pengaruh dari pihak lain.
Obyektivitas ini dipraktikkan ketika auditor mengambil keputusan-keputusan dalam
kegiatan auditnya. Auditor yang obyektif adalah auditor yang mengambil keputusan
berdasarkan seluruh bukti yang tersedia, dan bukannya karena pengaruh atau
berdasarkan pendapat atau prasangka pribadi maupun tekanan dan pengaruh orang
lain.
Obyektivitas auditor dapat terancam karena berbagai hal, untuk itu, auditor
harus tetap menunjukkan sikap rasional dalam mengidentifikasi situasi-situasi atau
tekanan-tekanan yang dapat mengganggu obyektivitasnya. Ketidakmampuan auditor
dalam menegakkan satu atau lebih prinsip-prinsip dasar dalam aturan etika karena
keadaan atau hubungan dengan pihak-pihak tertentu menunjukkan indikasi adanya
kekurangan obyektivitas.
DAFTAR PUSTAKA

Duska, Ronald F. and Brenda Shay Duska, Accounting Ethics, Blackwell Publishing, 2003
atau edisi terbaru.

https://www.scribd.com/doc/153055891/Kasus-Etika-Dalam-Praktik-Auditing-Manajemen

https://www.academia.edu/28859412/ISU_ETIKA_DALAM_PRAKTIK_AUDITING_DAN
_KONSULTANSI_MANAJEMEN

Anda mungkin juga menyukai