AKS 5-D
T.A 2021/2022
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya kepada kita. Sholawat serta salam tak lupa kita haturkan kepada baginda Nabi
Muhammad s.a.w yang telah membawa kita dari zaman yang gelap menuju zaman yang terang
benderang seperti sekarang ini.
Tak lupa, kami ucapkan terimakasih kepada bapak Wan Fachruddin, S.E.Ak, M.Si.CA
yang telah membimbing kami sehingga kami telah menyelesaikan makalah dengan tepat waktu.
Dan ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah mendorong dan mendukung demi
selesainya tugas makalah ini.
Makalah yang kami buat untuk membahas materi tentang “Akuntansi Manajemen
Lingkungan“. Semoga makalah ini bermanfaat bagi diri penulis sendiri juga para pembaca
makalah ini.Dan kami mohon maaf apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat kekurangan
dan kesalahan yang tidak berkenan di hati pembaca.Oleh karena itu kritik dan saran dari
pembaca kami harapkan sebagai masukan dan koreksi perbaikan makalah kami selanjutnya.
Pemakalah
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.2 Saran...................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Saat populasi dunia berkembang dan banyak pengusaha mulai memperluas kegiatan
usahanya, jutaan orang di seluruh dunia mulai sadar akan pentingnya melestarikan lingkungan
untuk diri kita dan anak cucu kita nantinya. Masalah-masalah seperti kualitas udara dan air,
pemanasan global, dan konsumsi berlebihan atas sumber energi tak terbarukan menjadi berita
utama setiap harinya. Para pemimpin bisnis telah berbicara tentang keinginan untuk melakukan
pembangunan berkelanjutan, yang berarti kegiatan usaha yang menghasilkan barang dan jasa
yang diperlukan di masa kini tanpa membatasi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi
kebutuhan mereka nantinya. Banyak perusahaan yang berjuang untuk ecoefficiency lebih besar,
yang berarti meningkatkan produksi barang dan jasa, sementara pada saat yang sama mengurangi
efek merusak pada lingkungan produksi yang sayangnya tidak semua perusahaan sama-sama
berusaha keras untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan.
Untuk memaksa perusahaan memperhatikan isu-isu lingkungan, di Amerika Serikat
memiliki undang-undang lingkungan, seperti US Clean Air Act dan AS U.S. Superfund Act, serta
badan pengawas federal, inisiatif lingkungan juga, seperti Protokol Kyoto, yang berusaha untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca yang dipercaya banyak ilmuwan berkontribusi pada
pemanasan global. Sedangkan di Indonesia, pemerintah mengeluarkan undang-undang
lingkungan hidup yang mewajibkan industri-industri untuk melakukan pengelolaan lingkungan
sehubungan dengan aktivitas usahanya.
Suatu industri perlu mengukur dampak lingkungan dari aktivitas produksi baik dampak
lingkungan secara fisik dan juga dampak lingkungan secara finansial bagi perusahaan.
Pendekatan Environmental Management Accounting (EMA) tepat untuk dipakai dalam masalah
ini, karena melalui EMA didapatkan informasi mengenai aliran material atau energi, dan dampak
ke lingkungan berdasarkan biaya lingkungan yang dikeluarkan.Biaya lingkungan ini mengambil
banyak bentuk, seperti menginstal scrubber pada cerobong asap untuk mematuhi peraturan EPA,
meningkatkan proses produksi untuk mengurangi atau menghilangkan polusi tertentu, atau
membersihkan sungai yang terkontaminasi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah itu Environmental Cost Of Quality ?
2. Apakah itu Pelaporan Biaya Pengelolaan Lingkungan ?
3. Apakah itu Triple Bottom Line ?
B. Konsep Ekoefisensi
Konsep ini mengandung tiga hal penting. Pertama, perbaikan kinerja ekologi dan ekonomi
dapat dan sudah seharusnya saling melengkapi. Kedua, perbaikan kinerja lingkungan seharusnya
tidak lagi dipandang hanya sebagai amal dan derma, tetapi juga sebagai persaingan
(competitiveness). Ketiga, ekoefisiensi adalah suatu pelengkap dan pendukung pengembangan
yang berkesinambungan (sustainable development). Pengembangan yang berkesinambungan
didefinisikan sebagai pengembangan yang memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa mengurangi
kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Ekoefisiensi mengimplikasikan peningkatan efisiensi yang berasal dari perbaikan kinerja
lingkungan. Ada sejumlah sumber dari insentif dan penyebab peningkatan efisiensi, yaitu :
a) Pelanggan menginginkan produk yang lebih bersih, yaitu produk yang diproduksi tanpa
merusak lingkungan serta penggunaan dan pembuangannya ramah lingkungan.
b) Para pegawai lebih suka bekerja di perusahaan yang bertanggungjawab terhadap lingkungan
dan akan menghasilkan produktivitas yang lebih besar.
c) Perusahaan yang bertanggungjawab terhadap lingkungan cenderung memperoleh
keuntungan eksternal, seperti biaya modal yang lebih rendah dan tingkat asuransi yang lebih
rendah.
d) Kinerja lingkungan yang lebih baik dapat menghasilkan keuntungan sosial yang signifikan,
seperti keuntungan bagi kesehatan manusia.
e) Fokus pada perbaikan kinerja lingkungan membangkitkan keinginan para manajer untuk
melakukan inovasi dan mencari peluang baru.
f) Pengurangan biaya lingkungan dapat mempertahankan atau menciptakan keunggulan
bersaing.
Pengurangan biaya dan insentif kompetitif merupakan hal yang penting. Biaya lingkungan
dapat merupakan persentase yang signifikan dari biaya operasional total. Pengetahuan mengenai
biaya lingkungan dan penyebab-penyebabnya dapat mengarah pada desain ulang proses yang
dapat mengurangi bahan baku yang digunakan. Jadi, biaya lingkungan saat ini dan di masa depan
dikurangi sehingga perusahaan menjadi lebih kompetitif.
Kelima lingkungan itu harus dikelola oleh perusahaan agar dampaknya tidak menimbulkan
kerugian. Kerusakan lingkungan akan berdampak terhadap biaya perusahaan, dan akhirnya akan
mengakibatkan kerugian perusahaan. Misalnya, lingkungan alam yang rusak (polusi udara, air,
kerusakan tanah), mengakibatkan naiknya biaya, lingkungan ekonomi yang rusak (kenaikan
valuta asing) akan menaikkan biaya, lingkungan social yang rusak (huru-hara) mengakibatkan
biaya produksi naik, lingkungan politik yang rusak karena adanya pungutan liar, mengakibatkan
naiknya biaya overhead perusahaan, dan lingkungan budaya yang rusak karena pengaruh
narkoba, mengakibatkan produktivitas kerja rendah. Semuanya itu berdampak pada naiknya
biaya dan penurunan pendapatan perusahaan, yang berakibat kerugian.
Bagaimana perusahaan menjelaskan biaya lingkungan tergantung pada bagaimana
perusahaan menggunakan informasi biaya tersebut (alokasi biaya, penganggaran modal, desain
proses/produk, keputusan manajemen lain), dan skala atau cakupan aplikasinya. Tidak selalu
jelas apakah biaya itu masuk lingkungan atau tidak, beberapa masuk zona abu-abu atau mungkin
diklasifikasikan sebagian lingkungan sebagian lagi tidak. Terminologi akuntansi lingkungan
menggunakan ungkapan seperti full, total, true, dan life cycle untuk menegaskan bahwa
pendekatan tradisional adalah tidak lengkap cakupannya karena mereka mengabaikan pentingnya
biaya lingkungan (serta pendapatan dan penghematan biaya).
Tabel 2.1
Laporan Biaya Lingkungan
Tabel 2.2
Pembebanan Biaya Lingkungan
Jenis Biaya Biaya Per Unit
Biaya produksi per unit (20.000/1.000 unit) 20
Biaya pencegahan (280/1.000 unit) 0,028
Biaya pemeriksaan (320/1.000 unit) 0,032
Biaya gagal internal (600/1.000 unit) 0,60
Biaya gagal eksternal (1.800/1000 unit ) 0,180
Total biaya produksi 23
Tabel 2.3
Perhitungan Laba-Rugi Berbasis Biaya Lingkungan
(Harga per unit Rp 25, biaya pemasaran dan administrasi 10% dari penjualan)
Ada Biaya Tidak Ada Biaya
Keterangan Lingkungan (Rp) Lingkungan (Rp)
Pendapatan atas penjualan 25.000 25.000
Biaya produksi per unit (20.000/1.000 unit) = 20 20.000 20.000
Biaya pencegahan (280/1.000 unit) = 0,028 280 0
Biaya pemeriksaan (320/1.000 unit) = 0,032 320 0
Biaya gagal internal (600/1.000 unit) = 0,06 600 0
Biaya gagal eksternal ( 1800/1000 unit) = 0,18 1.800 0
Laba Kotor 2.000 5.000
Biaya pemasaran dan administrasi 10 % x 25.000 2.500 2.500
Laba (rugi) operasi (500) 2.500
Keterangan Tabel 2.3 → Jika perusahaan tidak membayar biaya lingkungan, maka ia
memperoleh laba operasi Rp 2.500, dan jika ia membayar biaya lingkungan ia menderita
kerugian Rp 500. Oleh sebab itu perusahaan harus mengelola biaya lingkungan serendah-
rendahnya agar tidak menderita kerugian.
A. Profit (Keuntungan)
Profit atau keuntungan menjadi tujuan utama dan terpenting dalam setiap kegiatan usaha.
Tidak heran bila fokus utama dari seluruh kegiatan dalam perusahaan adalah mengejar profit dan
mendongkrak harga saham setinggi-tingginya. karena inilah bentuk tanggung jawab ekonomi
yang paling esensial terhadap pemegang saham. Aktivitas yang dapat ditempuh untuk
mendongkrak profit antara lain dengan meningkatkan produktivitas dan melakukan efiisensi
biaya.Peningkatan produktivitas bisa diperoleh dengan memperbaiki manajemen kerja mulai
penyederhanaan proses, mengurangi aktivitas yang tidak efisien, menghemat waktu proses dan
pelayanan. Sedangkan efisiensi biaya dapat tercapai jika perusahaan menggunakan material
sehemat mungkin dan memangkas biaya serendah mungkin (Yusuf wibisono, 2007).
B. People (Masyarakat Pemangku Kepentingan)
People atau masyarakat merupakan stakeholders yang sangat penting bagi perusahaan,
karena dukungan masyarakat sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup, dan
perkembangan perusahaan. Maka dari itu perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya
memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat. Dan perlu juga disadari bahwa
operasi perusahaan berpotensi memberi dampak kepada masyarakat. Karena itu perusahaan perlu
untuk melakukan berbagai kegiatan yang dapat menyentuh kebutuhan masyarakat (Yusuf
wibisono, 2007).
C. Planet (Lingkungan)
Planet atau Lingkungan adalah sesuatu yang terkait dengan seluruh bidang dalam
kehidupan manusia. Karena semua kegiatan yang dilakukan oleh manusia sebagai makhluk
hidup selalu berkaitan dengan lingkungan misalnya air yang diminum, udara yang dihirup dan
seluruh peralatan yang digunakan, semuanya berasal dari lingkungan. Namun sebagaian besar
dari manusia masih kurang peduli terhadap lingkungan sekitar. Hal ini disebabkan karena tidak
ada keuntungan langsung yang bisa diambil didalamnya.
Karena keuntungan merupakan inti dari dunia bisnis dan itu merupakan hal yang wajar.
Maka, manusia sebagai pelaku industri hanya mementingkan bagaimana menghasilkan uang
sebanyak-banyaknya tanpa melakukan upaya apapun untuk melestarikan lingkungan. Padahal
dengan melestarikan lingkungan, manusia justru akan memperoleh keuntungan yang lebih,
terutama dari sisi kesehatan, kenyamanan, di samping ketersediaan sumber daya yang lebih
terjamin kelangsungannya (Yusuf wibisono, 2007).
Dunia usaha merupakan bagian dari komunitas masyarakat dan memiliki tanggung jawab
sosial yang sama dengan masyarakat. Istilah triple bottom line pertama kali diperkenalkan oleh
John Elkington (1998) dalam bukunya yang berjudul Cannibals With Forks: The Triple Bottom
Line in 21st Century Business. Elkington menganjurkan agar dunia usaha perlu mengukur sukses
(atau kinerja) tak hanya dengan kinerja keuangan (berapa besar deviden atau bottom line yang
dihasilkan), namun juga dengan pengaruh terhadap perekonomian secara luas, lingkungan dan
masyarakat di mana mereka beroperasi. Disebut triple sebab konsep ini memasukkan tiga ukuran
kinerja sekaligus: Economic, Environmental, Social (EES) atau istilah umumnya 3P: “Profit-
Planet-People”.
Pada tahapan selanjutnya, wujud nyata Triple Bottom Line ini diistilahkan menjadi
Corporate Social Responsibility (CSR: tanggung jawab sosial perusahaan). CSR berhubungan
erat dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development), di mana ada argumentasi
bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya
tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga
harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka
panjang. Secara tegas dapat dikatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah proses
pembangunan (lahan, kota, dunia usaha, masyarakat, dan sebagainya) yang berprinsip memenuhi
kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan.
CSR menjadi hal penting penting dalam menjamin kelangsungan hidup dunia usaha saat
ini. Adapun manfaat dan motivasi yang didapat perusahaan dengan melakukan tanggung jawab
sosial perusahaan menurut Ambadar (2008) meliputi:
(1) perusahaan terhindar dari reputasi negatif perusak lingkungan yang hanya mengejar
keuntungan jangka pendek tanpa memperdulikan akibat dari perilaku buruk perusahaan.
(2) kerangka kerja etis yang kokoh dapat membantu para manajer dan karyawan menghadapi
masalah seperti permintaan lapangan kerja di lingkungan dimana perusahaan bekerja.
(3) perusahaan mendapat rasa hormat dari kelompok inti masyarakat yang membutuhkan
keberadaan perusahaan khususnya dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan.
(4) perilaku etis perusahaan aman dari gangguan lingkungan sekitar sehingga dapat beroperasi
secara lancar.
Berdasarkan pendapat di atas, pelaksanaan CSR menjadi suatu keharusan bagi perusahaan
dalam mendukung aktivitas dunia usahanya, bukan hanya sekedar pelaksanaan tanggung jawab
tetapi menjadi suatu kewajiban bagi dunia usaha. Dalam megimplemetasikan CSR, oreantasi
perusahaan bukan hanya pada pencapaian laba maksimal tetapi juga menjadi suatu organisasi
pembelajaran, dimana setiap individu yang terlibat di dalamnya memiliki kesadaran sosial dan
rasa memiliki tidak hanya pada lingkungan organisasi melainkan juga pada lingkungan sosial
dimana perusahaan berada. Meskipun kegiatan tampak sederhana dan cakupan masalah sempit
tetapi memiliki dampak positif yang sangat besar bagi masyarakat sekitar perusahaan. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa untuk meraih sustainability, perusahaan perlu peduli terhadap
lingkungan alam sekitar (natural environment), hak-hak pegawai, perlindungan
konsumen, corporate governance, dan pengaruh perilaku bisnis terhadap isu-isu sosial pada
umumnya seperti kekurangan pangan, kemiskinan, pendidikan, perawatan kesehatan, HAM,
yang semuanya dihubungkan dengan profit.
DAFTAR PUSTAKA
Hansen dan Mowen. 2006.Buku I Management Accounting Edisi 7. Jakarta : Salemba Empat.
Rilen N., Wiwik S., 2012. Pelaporan Biaya Lingkungan dan Penilaian Kinerrja Lingkungan
(Studi Kasus Pada PT Tangjungenim Lestari Pulp and Paper). http://e-
journal.uajy.ac.id/4915/1/Jurnal.pdf (Diakses pada 19 Februari 2017)