Anda di halaman 1dari 15

IR  PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu isu kesehatan yang kerap kali terjadi di Indonesia adalah

Kejadian Luar Biasa (KLB). Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana, terdapat tiga jenis bencana, yaitu bencana alam, non-

alam, dan sosial. KLB sendiri termasuk dalam bencana non alam. KLB menjadi

salah satu bencana yang menyebabkan krisis kesehatan.

Dikutip dari Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018 1,7% kejadian krisis

kesehatan pada tahun 2018 yang terjadi di Indonesia diakibatkan oleh KLB

penyakit. Salah satu penyakit menular yang berpotensi untuk menjadi KLB menurut

Permenkes Nomor 1501 Tahun 2010 adalah difteri.

Difteri merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri

Corynebacterium diphtheriae. Difteri menjadi salah satu masalah kesehatan yang

penting untuk ditangani karena dapat menyebabkan kematian. Difteri terjadi di

berbagai negara di dunia, khususnya negara di Asia Tenggara. WHO melaporkan

bahwa pada tahun 2018 kejadian difteri di Asia Tenggara mencapai 10.299 kasus.

Profil Kesehatan Indonesia (2018) menyatakan bahwa jumlah kejadian

difteri pada tahun 2018 adalah sebanyak 1.386 kasus yang menyebar di hampir

seluruh wilayah Indonesia. Jumlah ini mengalami kenaikan drastis hampir dua kali

lipat dari tahun 2017 yang hanya terdapat 954 kasus. Kejadian difteri pada tahun

2018

SKRIPSI PENILAIAN KADER TERHADAP… DEWI AULIA N


IR  PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

mengakibatkan 29 kasus kematian dengan CFR 2,09%. Provinsi dengan jumlah

kejadian KLB difteri terbanyak pada tahun 2018 adalah Jawa Timur.

Tabel 1.1 Trend Kejadian Difteri di Jawa Timur Tahun 2014-2018


Tahun
Provinsi Jawa Timur
2014 2015 2016 2017 2018
Jumlah Kejadian Difteri 442 255 348 489 695
Trend (%) - -49,09 36,47 40,51 42,12
Sumber: Profil Kesehatan Jawa Timur 2014-2018

Berdasarkan Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa kejadian difteri di Jawa Timur

dalam kurun waktu 2015-2018 terus mengalami kenaikan. Kenaikan tertinggi

terjadi pada tahun 2018 dengan persentase sebesar 42,12% dari tahun sebelumnya.

Kejadian difteri kerap kali menyebabkan kematian di berbagai daerah di Jawa

Timur. Berikut trend kematian akibat kejadian difteri di Jawa Timur pada tahun

2014-2018.

Tabel 1.2 Trend Kematian Akibat Kejadian Difteri di Jawa Timur Tahun 2014-2018
Tahun
Provinsi Jawa Timur
2014 2015 2016 2017 2018
Jumlah Kejadian Difteri 9 11 6 16 10
Trend (%) - 22,22 -83,33 166,67 37,50
Sumber: Profil Kesehatan Jawa Timur 2014-2018

Berdasarkan tabel 1.2 dapat diketahui bahwa kejadian difteri selalu

menimbulkan kematian tiap tahunnya. Trend kematian akibat kejadian difteri di

Jawa Timur pada tahun 2014-2018 cenderung fluktuatif. Kenaikan trend paling

tinggi terjadi pada tahun 2017 yaitu sebanyak 166,67% dibandingkan tahun

sebelumnya.

SKRIPSI PENILAIAN KADER TERHADAP… DEWI AULIA N


IR  PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Tabel 1.3 Jumlah Kejadian Difteri Menurut Jenis Kelammin dan Kabupaten/Kota
di Jawa Timur Tahun 2018
Jumlah Kasus
No. Kabupaten/Kota
L P L+P
1 Kota Surabaya 41 38 79
2 Kab. Lumajang 24 36 60
3 Kab. Sidoarjo 23 24 47
4 Kab. Blitar 16 13 29
5 Kab. Kediri 16 13 29
6 Kab Situbondo 10 19 29
7 Kab. Jombang 19 9 28
8 Kab. Pasuruan 12 13 25
9 Kab. Bangkalan 8 16 24
10 Kab. Mojokerto 8 14 22
11 Kab. Tuban 12 10 22
12 Kota Malang 15 6 21
13 Kab. Gresik 11 9 20
14 Kab. Jember 7 13 20
15 Kab. Nganjuk 8 11 19
16 Kota Mojokerto 5 3 18
17 Kab. Bojonegoro 7 8 15
18 Kab. Pamekasan 5 10 15
19 Kab Madiun 10 5 15
20 Kab. Sumenep 5 9 14
22 Kab. Lamongan 6 7 13
22 Kab. Ngawi 7 5 12
23 Kota Pasuruan 2 10 12
24 Kab. Probolinggo 4 7 11
25 Kota Madiun 3 8 11
26 Kota Kediri 5 5 10
27 Kab. Malang 4 5 9
28 Kab. Pacitan 2 6 8
29 Kab. Magetan 4 4 8
30 Kota Batu 5 3 8
31 Kab. Sampang 2 5 7
32 Kota Blitar 4 3 7
33 Kota Probolinggo 3 4 7
34 Kab. Ponorogo 5 1 6
35 Kab. Trenggalek 3 3 6

SKRIPSI PENILAIAN KADER TERHADAP… DEWI AULIA N


IR  PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lanjutan Tabel 1.3 Halaman 3


Jumlah Kasus
No. Kabupaten/Kota
L P L+P
36 Kab. Banyuwangi 4 2 6
37 Kab. Bondowoso 1 2 3
38 Kab. Tulungagung 0 0 0
Jumlah 336 359 695
Sumber: Profil Kesehatan Jawa Timur 2018

Berdasarkan Tabel 1.3 dapat diketahui bahwa Kota Surabaya menjadi kota

dengan kejadian difteri tertinggi pada tahun 2018 dibandingkan dengan

kabupaten/kota lain yaitu sebanyak 79 kasus. Sedangkan satu-satunya

kabupaten/kota yang tidak terdapat kejadian difteri adalah Kabupaten Tulungagung.

Tabel 1.4 Trend Kejadian Difteri di Kota Surabaya Tahun 2014-2018


Tahun
Kota Surabaya
2014 2015 2016 2017 2018
Jumlah Kejadian Difteri 47 27 29 29 79
Trend (%) - -42,55 7,40 0 172,41
Sumber: Profil Kesehatan Surabaya Tahun 2018

Berdasarkan Tabel 1.4 diketahui bahwa dalam kurun waktu lima tahun

terakhir selalu terjadi kasus difteri di Kota Surabaya. Kejadian difteri mengalami

penurunan sebanyak 42,55% pada tahun 2014-2015 dan setelahnya cenderung

stabil hingga tahun 2017. Namun, kejadian difteri meningkat secara tajam hingga

172,41% pada tahun 2018. Kejadian pada tahun tersebut telah memenuhi salah satu

kriteria KLB yaitu terjadinya peningkatan kejadian penyakit sebanyak dua kali lipat

dibandingkan dengan periode sebelumnya. Oleh karena itulah menurut Profil

Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2018, difteri juga dikategorikan sebagai penyakit

re-emerging disease yang kasusnya meningkat kembali secara signifikan.

SKRIPSI PENILAIAN KADER TERHADAP… DEWI AULIA N


IR  PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Menurut Profil Kesehatan Surabaya Tahun 2018, jumlah Puskesmas di Kota

Surabaya adalah sebanyak 63 Puskesmas. Kejadian difteri di Kota Surabaya pada

tahun tersebut terjadi di lebih dari setengah dari total Puskesmas di Kota Surabaya,

yaitu terjadi di 38 Puskesmas. Berdasarkan data Profil Kesehatan Surabaya 2018

pula diketahui bahwa Puskesmas dengan kejadian difteri paling tinggi adalah

Puskesmas Simomulyo dengan jumlah kejadian difteri sebanyak 8 kasus.

Tabel 1.5 Trend Kejadian Difteri di Puskesmas Simomulyo Tahun 2014-2018


Tahun
Puskesmas Simomulyo
2014 2015 2016 2017 2018
Jumlah Kejadian Difteri 1 2 1 0 8
Trend (%) - 100 -100 -100 -
Sumber: Profil Kesehatan Surabaya Tahun 2014-2018

Berdasarkan data diatas, kenaikan kejadian difteri secara drastis di

Puskesmas Simomulyo terjadi pada tahun 2018. Kasus difteri yang terjadi pada

tahun tersebut merupakan jumlah serta kenaikan kasus tertinggi yang pernah terjadi

di Puskesmas Simomulyo dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Kemenkes (2017)

menjelaskan bahwa suatu daerah dinyatakan KLB difteri apabila ditemukan satu

kasus suspek difteri. Munculnya kembali 8 kasus difteri pada 2018 dari tahun

sebelumnya yang tidak ada kasus menunjukkan bahwa telah terjadi KLB difteri di

Puskesmas Simomulyo.

Seperti yang telah dijelaskan di awal, KLB penyakit merupakan salah satu

penyebab terjadinya krisis kesehatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan manajemen

bencana KLB guna mengatasi KLB yang terjadi. Salah satu tahap dalam siklus

manajemen bencana adalah mitigasi. Undang-Undang No. 24 Tahun 2007

menjelaskan bahwa mitigasi merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi

SKRIPSI PENILAIAN KADER TERHADAP… DEWI AULIA N


IR  PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan

peningkatan kemampuan masyarakat menghadapi ancaman bencana. Seperti

halnya bencana yang lain, perlu dilakukan upaya mitigasi KLB difteri untuk

mengurangi risiko terjadinya KLB.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006

tentang Pedoman Umum Mitigasi Bencana dijelaskan bahwa kegiatan yang

dilaksanakan dalam mitigasi KLB atau wabah meliputi: sosialisasi

berkesinambungan dalam upaya penyiapan masyarakat luas dan aparat pemerintah

untuk memahami risiko dan upaya bila terjadi wabah; penyiapan produk hukum

yang memadai untuk mendukung upaya-upaya pencegahan, respon cepat, serta

penanganan bila wabah terjadi; penyiapan infrastruktur untuk upaya penanganan

yang meliputi sumber daya manusia profesional, sarana pelayanan kesehatan,

komunikasi, transportasi, logistik, dan pembiayaan; upaya penguatan surveilans

epidemiologi untuk faktor risiko, menentukan strategi intervensi dan penanganan

maupun respon dini; pengendalian faktor risiko; deteksi secara dini; dan respon

cepat. Upaya mitigasi KLB dilakukan oleh berbagai sektor termasuk sektor

kesehatan.

Puskesmas merupakan salah satu sektor kesehatan yang bertanggung jawab

dalam penanganan masalah KLB difteri. Berdasarkan Undang-Undang No. 75

Tahun 2014 Tentang Puskesmas, disebutkan bahwa salah satu upaya kesehatan

esensial yang harus dilaksanakan puskesmas adalah pencegahan dan pengendalian

SKRIPSI PENILAIAN KADER TERHADAP… DEWI AULIA N


IR  PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

penyakit. Oleh karena itu, puskesmas dapat menjadi garda terdepan dalam upaya

mitigasi untuk mengurangi risiko KLB difteri.

Upaya mitigasi KLB difteri menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No.

33 Tahun 2006 dilakukan oleh Puskesmas Simomulyo melalui program pencegahan

dan penanggulangan KLB difteri. Kegiatan pencegahan dan penanggulangan KLB

difteri melibatkan berbagai komponen dengan tugas dan peran berbeda. Selain

puskesmas, pihak yang berperan dalam kegiatan pencegahan dan penanggulangan

KLB difteri di Puskesmas Simomulyo adalah kader. Kader yang dimaksud adalah

kader posyandu yang membantu dalam kegiatan pencegahan dan penanggulangan

KLB difteri seperti pelaporan kasus kepada Puskesmas, pelacakan kasus,

penyampaian informasi dan sebagainya.

Fungsi manajemen yang berperan penting dalam pelaksanaan program atau

kegiatan Puskesmas yang melibatkan tim atau individu dengan tugas dan fungsi

berbeda adalah fungsi koordinasi. Ivone, et al (2014) menyatakan bahwa lemahnya

koordinasi internal dalam puskesmas merupakan salah satu penyebab rendahnya

capaian program. Sejalan dengan hal itu, Alifa (2012) berpendapat bahwa segala

kebijakan, perencanaan, dan informasi akan kurang tersampaikan ke seluruh

pelaksana program apabila koordinasi kurang dijalankan. Sehingga dalam

pelaksanaan program menjadi mencapai hasil yang kurang maksimal.

Koordinasi membawa manfaat bagi suatu organisasi diantaranya terdapat

keselarasan aktivitas diantara unit-unit organisasi dalam mencapai tujuan organisasi,

selain itu koordinasi dapat juga menghindarkan terjadinya konflik, mengurangi

SKRIPSI PENILAIAN KADER TERHADAP… DEWI AULIA N


IR  PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

duplikasi tugas, meniadakan pengangguran, melenyapkan kepentingan unit-unit

mandiri dan memperkokoh kerjasama (Yudha, 2012). Dengan adanya koordinasi

akan tercipta suasana kerjasama kesatuan tindakan dan kesatuan tujuan akhir.

Oleh karena itu, koordinasi antara Puskesmas dan kader dalam pelaksanaan

kegiatan pencegahan dan penanggulangan sebagai salah satu upaya mitigasi KLB

di Puskesmas Simomulyo perlu diperhatikan ulang agar pelaksanaannya menjadi

lebih efektif untuk mengurangi risiko terjadinya KLB difteri. Penerapan berbagai

prinsip koordinasi anatar kedua pihak perlu ditinjau untuk melihat berbagai

permasalahan yang dapat menghambat berlangsungnya koordinasi.

Berdasarkan uraian di atas, masalah yang diangkat pada penelitian ini

adalah meningkatnya angka kejadian difteri menjadi 8 kasus pada tahun 2018 di

Puskesmas Simomulyo Surabaya yang telah memenuhi kriteria KLB.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, beberapa faktor yang

memungkingkan terjadinya masalah meningkatnya angka kejadian difteri menjadi

8 kasus pada tahun 2018 di Puskesmas Simomulyo Surabaya adalah sebagai berikut.

SKRIPSI PENILAIAN KADER TERHADAP… DEWI AULIA N


IR  PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Faktor Organisasi (Puskesmas)


1. Budaya organisasi
2. Kepemimpinan
3. Sarana dan prasarana

Faktor Petugas Puskesmas


Pelaksanaan koordinasi
1. Pendidikan dan pelatihan dalam upaya mitigasi
2. Pengetahuan KLB difteri
3. Motivasi

Faktor Kader
1. Pendidikan dan pelatihan
2. Pengetahuan Meningkatnya angka kejadian
3. Komunikasi difteri menjadi 8 kasus pada
tahun 2018 di wilayah kerja
Faktor Masyarakat Puskesmas Simomulyo
1. Pengetahuan dan sikap Surabaya yang telah memenuhi
2. Karakteristik kriteria KLB.
3. Status imunisasi

Faktor Lingkungan
1. Kondisi tempat tinggal
2. Sumber penularan

Gambar 1.1 Identifikasi Penyebab Masalah

Hasil identifikasi penyebab masalah berdasarkan gambar 1.1 di atas sebagai

berikut.

1. Faktor organisasi (Puskesmas)

a. Budaya organisasi

Budaya organisasi memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai

puskesmas (Budiarto, et al, 2016). Kinerja pegawai kemudian akan dapat

SKRIPSI PENILAIAN KADER TERHADAP… DEWI AULIA N


IR  PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

10

berpengaruh pada pelaksanaan program di puskesmas, termasuk program

pencegahan KLB difteri.

b. Kepemimpinan

Terdapat pengaruh antara kepemimpinan kepala puskesmas yang berupa

keterlibatan dan tanggapan kepala puskesmas dengan tercapainya kinerja

petugas atau program di puskesmas (Ngadarodjatun, et al, 2013).

c. Sarana dan prasarana

Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan berperan dalam peningkatan

jumlah kejadian difteri. Sarana dan prasarana termasuk medis dan non medis

yang digunakan untuk upaya penanggulangan difteri.

2. Faktor petugas Puskesmas

a. Pendidikan dan pelatihan

Pendidikan dan pelatihan petugas berperan penting dalam penanganan

kasus difteri di Puskesmas. Pendidikan dan pelatihan pada dasarnya

mempengaruhi pengetahuan dan keterampilan petugas dalam melaksanakan

tugasnya. Apabila pengetahuan dan keterampilan petugas tidak sesuai dengan

kualifikasi pekerjaan dan tugasnya, maka petugas tersebut tidak akan dapat

melaksanakan tugasnya secara optimal.

b. Pengetahuan

Seseorang akan mampu melaksanakan suatu tugas dengan baik apabila

memiliki kemampuan yang meliputi pengetahuan dan keterampilan yang

berkaitan dengan tugasnya, dalam hal ini mengatasi kasus difteri.

SKRIPSI PENILAIAN KADER TERHADAP… DEWI AULIA N


IR  PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

11

c. Motivasi

Motivasi merupakan pendorong dan keinginan petugas puskesmas dalam

menangani kasus difteri di wilayah kerja Puskesmas Simomulyo.

3. Faktor kader

a. Pendidikan dan pelatihan

Semakin tinggi tingkat pendidikan kader maka kader akan semakin

memperoleh keterampilan dan wawasan yang lebih luas untuk mengatasi

berbagai masalah (Anindyo, 2016). Tingkat pendidikan kader akan berpengaruh

dalam pelaksanaan tugas kader dalam program pencegahan KLB difteri.

Sedangkan pelatihan dapat meningkatkan keterampilan dan keahlian dalam

melaksanakan tugas sebagai kader kesehatan serta menganalisis situasi

kesehatan masyarakat (Anindyo, 2016). Apabila kader tidak mendapat

pelatihan hal tersebut dapat menurunkan keterampilan dan keahlian kader

dalam mengatasi masalah kejadian difteri.

b. Pengetahuan

Kader dengan pengetahuan yang baik dapat membentuk perilaku kader yang

terbuka dalam menghadapi berbagai permasalahan termasuk kejadian difteri.

c. Komunikasi

Penggunaan strategi komunikasi yang baik oleh kader untuk

menyebarluaskan informasi kesehatan dapat mempengaruhi masyarakat dalam

mengambil keputusan yang tepat berkaitan dengan kesehatannya (Elita, et al,

2017).

SKRIPSI PENILAIAN KADER TERHADAP… DEWI AULIA N


IR  PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

12

4. Faktor Masayarat

a. Pengetahuan dan sikap

Terdapat hubungan antara pengetahuan tentang difteri dengan kejadian

difteri. Pengetahuan yang rendah tentang imunisasi dan penyakit difteri

memberikan peluang terjadinya difteri sebesar 9,826 kali (Lestari, 2012).

Sedangkan sikap yang tidak setuju terhadap imunisasi juga memungkinkan

peningkatan kejadian difteri.

b. Karakteristik

Karakteristik yang mungkin berpengaruh pada kejadian difteri adalah umur

dan jenis kelamin. Arifin & Prasasti (2017) menyatakan bahwa pertambahan

usia akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit difteri apabila tidak

dilengkapi dengan vaksin yang dibutuhkan secara berulang. Sedangkan

menurut jenis kelamin, laki-laki cenderung lebih rentan tertular difteri

dibandingkan perempuan.

c. Status imunisasi

Individu dengan status imunisasi yang tidak lengkap akan berpengaruh pada

kejadian penularan difteri dengan risiko yang lebih besar dibandingkan dengan

individu dengan status imunisasi lengkap (Arifin & Prasasti, 2017).

5. Faktor Lingkungan

a. Kepadatan hunian

Kepadatan hunian memungkinkan terjadinya penularan difteri secara

kontak langsung dan kontak tidak langsung (Lestari, 2012).

SKRIPSI PENILAIAN KADER TERHADAP… DEWI AULIA N


IR  PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

13

b. Sumber penularan

Adanya sumber penularan akan meningkatkan risiko kejadian difteri 3,5

kali dibandingkan tidak adanya sumber penularan (Lestari, 2012).

6. Faktor Pelaksanaan Upaya Mitigasi KLB difteri

Upaya mitigasi KLB difteri dilaksanakan sebagai upaya untuk mengurangi

risiko KLB difteri. Pada Puskesmas upaya mitigasi dilakukan melalui pencegahan

dan penanggulangan difteri. Kegiatan tersebut melibatkan peran berbagai

komponen termasuk tenaga kesehatan yang memiliki peran dan fungsi berbeda.

Perlu dilakukan koordinasi agar upaya mitigasi KLB difteri dapat terlaksana dengan

baik sehingga pada akhirnya dapat mengurangi risiko KLB difteri.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

1. Bagaimana penilaian kader terhadap pelaksanaan prinsip koordinasi antara

Puskesmas dan kader dalam upaya mitigasi KLB difteri di wilayah Puskesmas

Simomulyo Surabaya?

2. Bagaimana penilaian kader terhadap pelaksanaan upaya mitigasi KLB difteri di

wilayah Puskesmas Simomulyo Surabaya?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis penilaian kader

terhadap pelaksanaan prinsip koordinasi antara Puskesmas dan kader dalam upaya

SKRIPSI PENILAIAN KADER TERHADAP… DEWI AULIA N


IR  PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

14

mitigasi KLB difteri serta pelaksanaan upaya mitigasi KLB difteri yang dilakukan

oleh Puskesmas Simomulyo Surabaya.

1.4.2 Tujuan khusus

1. Menganalisis penilaian kader terhadap pelaksanaan prinsip koordinasi antara

Puskesmas dan kader dalam upaya mitigasi KLB difteri di wilayah Puskesmas

Simomulyo Surabaya.

2. Menganalisis penilaian kader terhadap pelaksanaan upaya mitigasi KLB difteri

di wilayah Puskesmas Simomulyo Surabaya.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Puskesmas

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi salah satu sumber evaluasi

pelaksanaan upaya mitigasi KLB difteri serta peningkatan koordinasi dengan

berbagai pihak, khususnya kader kesehatan. Selain itu, dapat juga menjadi sumber

informasi mengenai pentingnya pelaksanaan mitigasi KLB difteri serta koordinasi

antara Puskesmas dan kader. Hasil penelitian juga diharapkan menjadi bahan

evaluasi untuk Puskesmas untuk mengidentifikasi pelaksanaan dan hambatan untuk

menyusun perbaikan sehingga pada akhirnya dapat menurunkan angka kejadian

KLB di wilayah kerja puskesmas.

1.5.2 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat

1. Menambah referensi ilmiah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan

teknologi mengenai koordinasi petugas puskesmas dan kader dalam program

pencegahan KLB difteri.

SKRIPSI PENILAIAN KADER TERHADAP… DEWI AULIA N


IR  PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

15

2. Menjalin kerjasama antara pihak fakultas dengan Puskesmas Simomulyo

Surabaya.

1.5.3 Bagi peneliti

1. Meningkatkan kemampuan peneliti dengan terjun langsung untuk menganalisis

pelaksanaan prinsip koordinasi antara petugas puskesmas dan kader dalam

upaya mitigasi KLB difteri.

2. Menambah pengalaman dan pengetahuan dalam menerapkan teori ilmu

kesehatan masyarakat di bidang administrasi kesehatan yang berkaitan dengan

mitigasi KLB difteri.

3. Memperoleh hasil analisis pelaksanaan prinsip koordinasi antara petugas

puskesmas dan kader dalam upaya mitigasi KLB difteri.

SKRIPSI PENILAIAN KADER TERHADAP… DEWI AULIA N

Anda mungkin juga menyukai