Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN MINGGUAN

PRAKTIKUM PERPETAAN

ACARA 8
STAKE OUT JALAN

Disusun oleh:

Nama : Ananda Dwi Septa Gunawan


NIM : 20009026040
Prodi : Teknik Sipil
Kelompok : 2 (Dua)
Asisten : Kasdi

LABORATORIUM GEOLOGI DAN SURVEI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perpetaan merupakan suatu hal yang penting bagi seorang Geofisikawan, karena
seluruh penyajian data geofisika menggunakan media peta. Peta merupakan gambaran
dari permukaan bumi yang dilihat dari atas yang digambar pada bidang datar (2D) dan
diperkecil dengan skala tertentu serta memiliki simbol sebagai penjelas. Peta topografi
ialah suatu peta yang menggambarkan suatu daerah berdasarkan ketinggian yang
didalamnya terdapat garis kontur sebagai penjelas ketinggian. Garis kontur adalah garis
khayal tertutup di lapangan yang menghubungkan titik-titik dengan ketinggian yang
sama, biasanya diukur dari suatu permukaan air laut rata-rata

Pada proyek - proyek konstruksi di wilayah ke teknik sipilan, sangat diperlukan


sebuah mekanisme untuk merekonstruksi titik - titik rencana yang sudah dibuat atau titik
titik yang sebelumnya ada di peta ke lapangan. Rekonstruksi titik - titik rencana ke
lapangan dilakukan pada tahap awal sebuah proyek konstruksi, sehingga proses ini
sangatlah penting bagi kelangsungan sebuah proyek konstruksi. Proses rekonstruksi
tersebut adalah stake out atau pematokan.

Setelah dilakukan stake out atau pematokan, dirasa sangat penting untuk mengukur
kembali titik - titik yang sudah ditentukan di lapangan. Pengukuran kembali ini disebut
pengukuran detail. Pengukuran detail penting untuk dilakukan karena ketepatan dalam
pengukuran dan pematokan sesuai dengan gambar rencana dan gambar kerja merupakan
awal dari keberhasilan pelaksanaan pekerjaan dan kerugian waktu dan biaya akibat
kesalahan lokasi dan dimensi pekerjaan akan dapat terhindari.

Oleh karena itu, praktikum ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses
pemindahan titik dari peta ke lapangan dan begitu juga sebaliknya. Praktikum ini
dilakukan secara bersamaan karena antara stake out dan pengukuran detail terdapat
hubungan yang erat. Jika terdapat perbedaan koordinat antara pengukuran detail dan stake
out, maka hal itu patut untuk dianalisis letak kesalahannya.

Ananda Dwi Septa Gunawan


2009026040
Kelompok 2
1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :

1. Dapat melakukan pengambilan data polygon terbuka.


2. Dapat menentukan koordinat berdasarkan data lapangan yang diperoleh.
3. Dapat membuat peta topografi dengan menggunakan aplikasi
Surpac/ArcGis/AutoCad.
4. Dapat membuat sayatan dan penampang berdasarkan peta topografi.
5. Dapat menentukan gradient dan dimensi jalan yang akan dirancang, serta
menghitung volume cut and fill dari jalan yang dibuat.
6. Dapat menentukan titik-titik batas jalan dilapangan (stake out) berdasarkan
perhitungan yang didapat.

Ananda Dwi Septa Gunawan


2009026040
Kelompok 2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Berbagai rancangan pekerjaan konstruksi yang merupakan desain para ahli perancang
pada akhimya harus ditempatkan kembali ke lapangan sesungguhnya, yaitu ke atas
permukaan fisik bumi. Proses pemindahan dari bentuk gambar di atas peta ke atas
permukaan bumi tersebut dikenal dengan nama pematokan atau setting out ataupun stake
out. Dengan demikian pematokan adalah proses memindahkan atau retransformasi titik-
titik yang terdapat di peta sebagai hasil dari perencanaan ke lapangan sesungguhnya.
(Sinaga, 1997)

Pekerjaan ini kelihatannya sederhana namun banyak kasus yang menunjukkan


penyimpangan sebagai akibatnya. Kesederhanaan ini sering mengakibatkan pekerjaan ini
terlalu dianggap remeh. Sebagai contoh ketegaklurusan tembok bangunan, atau
ketegaklurusan berdirinya sebuah bangunan yang kurang teliti akan mengakibatkan
pemasangan ubin yang tidak benar pula. Bahkan perancangan patok ataupun pemasangan
instalasi mesin yang besar dan harus terikat di lantai sudah tentu membutuhkan ketelitian
yang tinggi. Semua hal ini justru menuntut kehati-hatian kerja yang optimal, karena
apabila tidak teliti, maka mesin tersebut tidak akan dapat dipasang pada tempat yang telah
dicor tersebut. Hal ini akan memerlukan pekerjaan ulang yang juga berarti penambahan
kerja, biaya dan waktu yang sia-sia. (Sinaga, 1997)

Dalam bagian ini hanya akan dibahas dua jenis pematokan yang banyak digunakan di
lapangan, yaitu pematokan garis lurus dan lengkungan. Kedua kerja ini sesungguhnya
berkaitan erat dengan penyelenggaraan pengukuran dan pemetaan sebelumnya. Sehingga
titik-titik ikat yang telah dibangun pada pengukuran terdahulu haruslah tetap tersedia di
tempatnya. Demikian pula halnya pematokan garis lurus dan lengkungan, umumnya
dilakukan secara berturuÂ-tan. Kerangka dasar pada mulanya memang dibangun untuk
menyelenggarakan pemetaan, namun setelah desain konstruksi selesai, maka kerangka
dasar tersebut juga diperlukan untuk mematok desain tersebut di lapangan. (Sinaga, 1997)
Ananda Dwi Septa Gunawan
2009026040
Kelompok 2
Namun sebagaimana lazimnya, perkembangan suatu kota atau wilayah selalu di belakang
perkembangan penduduk, sehingga pada saat pembangunan dilaksanakan sering terjadi
daerah tersebut telah dipenuhi oleh bangunan. Hal ini akan menghalangi gerak
pembaÂ-ngunan tersebut. Apabila konstruksi yang dibangun membutuhkan lahan yang
dipakai seterusnya, maka dapat dilakukan penggusuran dengan ganti rugi yang memadai,
namun apabila hanya diperlukan sementara, maka hal itu membutuhkan pemecahan
tersendiri pula. Misalnya titik potong (I) ataupun titik pusat (0) lengkungan yang jatuhnya
di tengah perumahan rakyat dan lain sebagainya. Syarat tambahan yang berakibat pada
hitungan tambahan juga akan dibaÂ-has pada bagian akhir sesuai dengan kasus yang
sering terjadi di lapangan. (Sinaga, 1997)

Pematokan jalur lurus pada jalan raya adalah pernatokan tangen atau garis singgung yang
menghubungkan antara dua titik potong I. Hal ini berarti pula, bahwa garis singgung yang
juga merupakan sebagian pelurus tersebut menyinggung dua buah lengkungan, karena
dimulai dari sebuah belokan sampai pada belokan lainnya. Pada pematokan garis
singgung ini, umumnya dilakukan untuk jarak setiap 50meter dan diikatkan pada
sepasang pilar titik ikat padajarak sekitar 500 meter. Sebelum pematokan padagaris
singgung dilakukan, maka perlu terlebih dahulu ditentukan titik awal dari rencana sumbu
jalan tersebut. (Sinaga, 1997)

Pada penentuan letak atau pematokan sebuah rencana sumbu jalan, maka sebagaimana
diuraikan di atas, diperlukan sedikitnya dua buah pilar titik ikat yang lazim disebut
sebagai bench mark. Salah satu dari kedua titik ikat tersebut merupakan posisi titik awal
sehingga perlu tersedia di lapangan dan diketahui koordinatnya. Umumnya pada
pembuatanjalan,juga harus tersedia dua buah pilar pada awal sumbu rencana jalan yang
bersangkutan lengkap dengan koordinatnya. Misalkan titik 0 atau yang umumnya
dinamakan Sta 0 + 000 mempunyai koordinat (X0, Y0) yang didapat dari peta
perencanaan secara grafis, selanjutnya titik 0 ini adalah titik yang akan dicari letaknya di
lapangan. Untuk menentukan titik 0 ini, maka sebagai acuan dipakai titik-titik P (Xp,Yp)
dan Q (Xq,Yq ). Untuk menentukan kedudukan titik awal (titik 0), maka hal ini dapat
dilakukan baik dari titik A ataupun titik B. Pemilihannya tergantung dari situasi dan
Ananda Dwi Septa Gunawan
2009026040
Kelompok 2
kondisi yang dihadapi, namun sebaiknya dilakukan dari dua titik ikat tersebut agar
didapat ketelitian letak yang lebih baik. (Sinaga, 1997)

O (Xo, Yo)

Sebagai mana yang disinggung pada bagian pendahuluan di atas, maka pematokan sumbu
rencana jalan dilakukan dengan mematok tangen a tau garis singgung yang
menghubungkan antara dua titik I atau titik awal dengan titik I. Sebelum dilakukan
pematokan jnrak setiap 50 m pada garis singgung maka terlebih dahulu harus ditetapkan
arah pelurus tersebut di lapangan. (Sinaga, 1997)

Setelah semua data posisi dan kedudukan titik awal, arah dan panjang pelurus diketahui,
maka pelaksanaan pembuatan pelurus di lapangan dapat dilakukan dengan membuat
pematokan tiap 50 meter. (Sinaga, 1997)

Pemasangan patok setiap 50 m pada garis singgung a tau pelurus dapat dilakukan sebagai
berikut:

a. Aturlah alat ukur sudot pada titik 0, tentukan arah pelurus tersebut a dan rentangkan
pita ukur sepanjang 50 meter, maka titik pertama ditemukan. Pasanglah patok kayu
yangmerupakan titik O + 50, demikian seterusnya sampai kurang lebih setengah jarak
pelurus, ± 250 meter.

Ananda Dwi Septa Gunawan


2009026040
Kelompok 2
b. Pindahkan alat ukur sudut ke titik tengah tersebut dan arahkan ke titik 0. Aturlah
teropong dalam kedudukan luar biasa, dan ukur jarak 50 m, pasang patok selanjutnya
sampai titik 11 yang dimaksud. (Sinaga, 1997)

Dalam pematokan lengkungan ini, setelah seluruh data diketahui perlu diperhatikan
bahwa,

a. Jika terjadi lengkungan lebih dari 100 m, maka pematokan sebaiknya dilakukan dengan
bantuan theodolite, agar didapatkan ketelitian yang cukup baik.

b. Jika jari-jari lengkungan cukup kecil maka dengan menggunakan teknik pengukuran
jarak pita ukur, pematokan lengkungan tersebut dapat diselenggarakan.

c. Untuk lengkungan yang sederhana, dapat dilakukan kombinasi dari kedua batasan di
atas. (Sinaga, 1997)

Terdapat empat cara pada pematokan lengkungan berbentuk lingkaran ini, yang selalu
diawali dari titik singgung T. Kelanjutan arah pengukuran dan pematokan akan
memberikan keragaman jenis pematokan lengkungan, yaitu;

a. Metode selisih busur,

b. Metode perpanjangan tali busur, dan

c. Metode koordinat polar.

Titik singgung T juga merupakan titik pusat sumbu koordinat yang diletakkan bersama
dengan TI (garis hubung titik singgung dan titik potong) sebagai sumbu X dan lengan OT
(garis hubung titik singgung dengan pusat lingkaran) sebagai sumbu y. (Sinaga, 1997)

Suatu pembangunan membutuhkan pelaksanaan seluruh elemen-elemennya pada posisi


yang benar. Untuk memindahkan suatu Gambar Rencana dari atas kertas ke suatu
bangunan dilapangan, maka dibutuhkan :

- Disana harus ada sejumlah titik kontrol pengukuran yang harus dikaitkan
Ananda Dwi Septa Gunawan
2009026040
Kelompok 2
BAB III

METODOLOGI PENGAMBILAN DATA

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

a. Theodolite
b. Statif
c. Rambu ukur
d. Payung
e. Alat tulis
f. GPS

3.1.2 Bahan
a. Patok
b. Paku
c. MM blok
d. Kalkir
e. Excel
f. Aplikasi Surpac/ArcGis/AutoCad

3.2 Prosedur Pengambilan Data

1. Dilakukan pengambilan data topografi di lapangan (polygon terbuka)


2. Ditentukan 2 titik BM (Bench Mark) sebagai titik ikat. Ditentukan pula titik yang
akan dijadikan sebagai patok
3. Ditentukan titik-titik yang akan dijadikan titik detail pada titik yang berpotensi
mempunyai perbedaan ketinggian.
4. Ditentukan koordinat titik BM dengan menggunakan GPS.
5. Dilakukan penembakan sudut biasa dari BM1 ke patok 1 dan seterusnya, baik fore
sight maupun back sight. Dicatat nilai VA, HA, BA, BT, BB, dan TI.
6. Dilakukan pula penembakan titik detail. Dicatat nilai VA, HA, BA, BT, dan BB.

Ananda Dwi Septa Gunawan


2009026040
Kelompok 2
7. Data yang didapat dari lapangan diolah untuk didapatkan nilai koordinat X,Y, dan Z
8. Data koordinat diproyeksikan kedalam Surpac/ArcGis/AutoCad untuk melihat
hasilnya, selanjutnya di print sebagai peta dasar (A3)
9. Diplot stasiun-stasiun di peta dengan jarak yang sama antara 1 stasiun dengan
stasiun berikutnya
10. Dibuat garis sayatan, sayatan melintang (stasiun 1 sampai stasiun n), serta sayatan
per stasiun (untuk menentukan dimensi jalan)
11. Dibuat penampang pada mm block berdasarkan sayatan yang sudah dibuat (sayatan
melintang dan sayatan per stasiun). Ditentukan gradient jalan yang akan dirancang.
12. Dihitung volume cut and fill jalan yang dibuat.
13. Sayatan (melintang dan sayatan per stasiun) di proyeksikan ke kertas kalkir. Setelah
itu, dimensi jalan dimasukan juga ke kalkir berdasarkan penampang yang sudah
dibuat
14. Ditentukan koordinat batas jalan berdasarkan interpretasi dari proyeksi peta dikalkir.
Koordinat yang didapat, bisa dijadikan acuan dalam stack out data dilapangan
15. Ditentukan azimuth dan jarak optis batas-batas jalan. Stake out di lapangan
dilakukan berdasarkan data tersebut.

Ananda Dwi Septa Gunawan


2009026040
Kelompok 2
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tabel Pengamatan

Ananda Dwi Septa Gunawan


2009026040
Kelompok 2
4.2 Perhitungan
4.2.1 Perhitungan Sudut Horizontal

Ananda Dwi Septa Gunawan


2009026040
Kelompok 2
4.2.2 Perhitungan Jarak Optis dan Beda Tinggi

Ananda Dwi Septa Gunawan


2009026040
Kelompok 2
4.2.3 Perhitungan Azimuth dan Koordinat

Ananda Dwi Septa Gunawan


2009026040
Kelompok 2
Perhitungan Koordinat Crest and Toe

Ananda Dwi Septa Gunawan


2009026040
Kelompok 2
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum acara VIII ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Dalam pengambilan data dilapangan dilakukan pengambilan data BM (Bench


Mark) terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pengambilan data poligon
terbuka. Adapun maksud dari pengambilan data poligon terbuka adalah letak titik
awal pengambilan data berbeda dengan letak titik akhir pengambilan data (titik
akhir tidak kembali ke titik awal)
2. Dari pengolahan data yang telah dilakukan, didapatkan koordinat patok dengan
rincian sebagai berikut :
BM = X : 516567 Y : 9948398 Z : 12
Patok 1 = X : 516563.923 Y : 9948412.830 Z : 4.418
Patok 2 = X : 516618.380 Y : 9948345.666 Z : 12.030
Untuk Koordinat titik detailnya dapat dilihat secara lengkap pada bab iv bagian
perhitungan
3. Dalam praktikum kali ini, praktikan menggunakan dua aplikasi untuk membantu
proses praktikum. Adapun aplikasi tersebut adalah aplikasi Surpac dan ArcGis.
- Aplikasi surpac adalah aplikasi yang digunakan untuk beberapa bidang
pekerjaan seperti geology, surveying, dan engineering
- Aplikasi ArcGis adalah aplikasi yang salah satu fungsinya adalah sebagai
pengelola data komprehensif, pemetaan dan analisis
Alasan kenapa dua aplikasi ini digunakan adalah karena penggunaannya yang
mudah dan fleksibel. Kedua aplikasi ini digunakan dalam pembuatan peta
topografi.
4. Sayatan adalah adalah suatu garis vertikal yang memotong peta topografi secara
tegak lurus yang berguna untuk menginterprestasikan suatu hubungan, sedangkan
penampang adalah suatu gambaran yang dapat menggambarkan bentuk dan
ketinggian suatu tempat yang ada di muka bumi.

Ananda Dwi Septa Gunawan


2009026040
Kelompok 2
5. Dari hasil pengolahan data, didapatkan nilai volume cut and fill, adapun
rinciannya sebagai berikut :

Volume Cut Total : 6560 ton Volume Fill Total : 0

5.2 Saran

Saran pada praktikum acara VIII ini adalah :

1. Sebaiknya penyenteringan alat dapat diselesaikan dengan cepat agar tidak


menghabiskan waktu.
2. Sebaiknya rambu ukur ditegakkan agar hasil yang didapat lebih akurat.
3. Sebaiknya praktikan datang tepat waktu sesuai dengan jadwal praktikum.

Ananda Dwi Septa Gunawan


2009026040
Kelompok 2
DAFTAR PUSTAKA

Sinaga, I. (1997). Pengukuran dan Pemetaan Pekerjaan Kontruksi. Jakarta: PUSTAKA


SINAR HARAPAN.

Soetomo. (1991). Ilmu Ukur Tanah. Yogyakarta: Kanisius.

Samarinda, Mei 2021


Asisten, Praktikan,

Kasdi Ananda Dwi Septa Gunawan


NIM : 1709055029 NIM : 2009026040

Ananda Dwi Septa Gunawan


2009026040
Kelompok 2
LAMPIRAN

Menyentring Teodolit Penembakan rambu ukur

Pencatatan Data Lapangan

Ananda Dwi Septa Gunawan


2009026040
Kelompok 2

Anda mungkin juga menyukai