BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu ukur tanah adalah ilmu yang mempelajai tentang cara-cara pekerjaan
pengukuran diatas tanah yang diperlukan untuk menyatakan suatu titik atau
penggambaran situasi / keadaan secara fisik yang terdapat diatas permukaan bumi
yang pada dasarnya bumi selalu bergerak sesuai dengan porosnya. Ilmu ukur
tanah juga mempelajari seluruh kegiatan pengukuran di permukaan bumi. Jenis
pengukuran yang dilakukan adalah Poligon Tertutup, Beda Tinggi, dan Detail
Situasi.
Pada praktikum ini data-data disajikan dalam bentuk peta. Tujuannya untuk
mendapatkan data pengukuran mengenai letak atau posisi, elevasi serta
konfigurasi daripada halaman Gedung B Universitas Bengkulu.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum poligon tertutup, beda tinggi, detail situasi dan peta
tranches sebagai berikut:
Peta tranches atau peta detail sering disebut juga dengan peta topografi
dengan skala besar. Peta topografi yang dilengkapi yaitu peta situasi dengan
kontur atau garis yang mempunyai ketinggian sama. Adanya pemetaan
topografi ini bermula dari adanya data-data dan informasi yang didapat dari
pengukuran topografi. Pengukuran topografi ini merupakan istilah yang
dipergunakan dari kata sebagai terjemahan “TOPOGRAFI SURVEYING”.
BAB II
DESKRIPSI PROYEK
Pada pengukuran poligon tertutup dalam detail situasi ini kami terdiri dari
beberapa kelompok mengukur pada daerah yang berbeda. Pengukuran ini
dilakukan di daerah Universitas Bengkulu. Berbentuk tempat, waktu, tanggal atau
hari dan kegiatan yang kami lakukan.
Pengukuran poligon
tertutup dipatok 3 dan 4,
pengukuran kontur
Pengukuran poligon
tertutup dipatok 5, 6, dan
7, pengukuran kontur dan
sudut bangunan. Pada
patok 6 dilakukan
pengukuran azimuth
matahari
BAB III
LANDASAN TEORI
pembuatan dari peta itu sendiri yaitu tergantung dari ketelitian pengukuran
diatas peta.
Pada permukaan bumi diukur titik-titik pasti yaitu titik yang diketahui
koordinat yang ketinggiannya. Dari titik-titik pasti ini kita petakan yang
kemudian kita sebut kerangka peta. Misal kita ingin membuat tranches jalan,
maka peta daerahnya harus dibuat dahulu.
Pengukuran semacam ini untuk wilayah yang luas dan pandangan yang tidak
bebas. Misal A adalah titik yang ada ditentukan posisinya dibumi dan disebut
titik astronomi, BT, adalah pedoman bintang yang dipakai sebagai pedoman.
AC = AB Sin B6
Sin c =BD/BD=1
Dengan demikian posisi titik c dapat diketahui dengan jalan yang sama
dapat di cari dengan posisi yang lain.
yang diukur untuk mengukur titik detail yang lengkap dan effisien, maka
harus dipahami maksud dan kegunaan peta yang akan digunakan atau dibuat
itu.
Sebelum suatu daerah diadakan pengukuran detail harus sudah ada titik
pasti yang akan dipakai sebagai pengikat, titik pasti adalah titik yang sudah
diketahui koordinatnya.
Biasanya yang perlu diketahui adalah segala benda atau bangunan yang
terdapat dipeta yang akan dipetakan yang nantinya akan menangkap data
peta. Hal ini, misal perbedaan tinggi muka tanah yang cukup ekstrim,
sehingga nantinya akan menambah / membantu dalam pembuatan kontur.
Garis kontur tidak boleh saling berpotongan selain itu garis kontur adalah
garis tetutup terletak yang berturutan menunjukan gunung/cekungan (lihat
gambar). Lihat pula perbedaan yang ditunjukkan pada peta suatu dataran atau
tanah yang datar. Agar diperoleh kemudahan dalam kepentingan praktis biasanya
dianjurkan setiap 5 garis, salah satunya yang kelima dipertebal. Untuk garis
kontur yang teratur dan relatif dekat hanya garis kountur yang dipertebal yang
diberi angka.
a. Theodolite
b. Rambu 2 buah
c. Payung 2 buah (non metol)
d. Patok dan paku
e. Alat pencatat, alat hitung dan formulir hitung
f. Alat Pengukur jarak (pita ukur)
1. Memasang Statif
Membuka sekrup statip pembuka kaki, kemudian statif kita angkat hingga
kaki memanjang, tinggi statip setinggi leher dan sehorisontal mungkin,
kemudian kaki statif kita injak sebelumnya sekrup kita kenangkan.
2. Memasang Pesawat
Setelah kedudukan statif kuat, tidak bergoyang, dan bidang atas horizontal,
Instrument kita letakkan diatasnya dan dikunci rapat – rapat, kemudian
memasang unting-unting di penggantungnya.
3. Menyetel Pesawat
4. Menegakkan Rambu
Rambu ditegakkan pada titik yang akan dicari diatas dan harus benar-benar
tegak di atas tanah tersebut. Jarak diantara pesawat dan rambu ±60 m.
Pada praktikum IUT ini yang akan di baca menggunakan pesawat ini adalah:
Mula-mula kita ukur tinggi pesawat, kemudian kita ukur (baca rambu pada
angka sesuai tinggi pesawat (tinggi BT = Tinggi pesawat). Kemudian kita
baca benang atas dan benang bawah kita peroleh jarak = (BA – BB) 100 cm.
(1 strip = 10 menit)
Angka yang mempunyai selisih 180˚ adalah 70˚ dan 250˚ , kemudian
pengatur mikrometer menunjuk angka 20’. Jadi contoh diatas menunjuk sudut
azimut : 78˚20’
Setelah sudut azimut diketahui, kemudian sudut azimut kita kunci, maka
pembacaan sudut helling (miring) dilakukan pada kotak sudut helling pada
kiri, atas, kanan, bawah yang angkanya sama.
Keterangan: Alat-alat diatas harus di cek dahulu agar alat tersebut siap pakai
bila telah sampai lapangan.
1. Poligon sempurna
Merupakan poligon yang deretan titiknya terikat pada titik-titik tepat pada
awal dan akhirnya. Hasil pengukuran dapat dikontrol dan diketahui
kesalahannya, melalui proses perhitungan paralatan.
1 3
3. Poligon Tertutup
2
1
3
A
5 4
`
Gambar 3.8 Poligon Tertutup
Berbagai cara dipakai dalam mengukur sudut atau arah garis poligon,
diantaranya sebagai berikut :
Sudut dalam seperti gambar dibawah ini, dipakai hampir khusus pada
poligon pengukuran hak milik. Sudut-sudut itu dibaca baik searah maupun
berlawanan arah jarum jam, sewaktu kelompok pengukuran maju
mengelilingi poligon ke kanan atau ke kiri dalam urutan ABC seperti
diperlihatkan di bawah ini :
Pengukuran jalur lintas biasa dilakukan dengan sudut belokan dikanan atau
dikiri dari garis-garis memanjang seperti gambar dibawah ini. Sudut belokan
tidak lengkap jika tidak disertai sebutan ke atau ki dan tentu saja tidak boleh
lebih dari 180o. Masing-masing sudut harus diukur dua atau empat kali untuk
mengurangi galat-galat instrumen dan ditentukan sebuah harga rata-rata.
Sudut-sudut diukur searah jarum jam dari bidikan belakang pada garis
sebelumnya disebut sudut-sudut ke kanan atau azimut-azimut dari garis
belakang. Prosedur yang dipakai mirip dengan pengukuran poligon azimut
kecuali bahwa bidikan belakang dibuat dengan piringan terbaca nol dan
bukan azimuth belakang. Sudut-sudut dapat dicek (diperbaiki) dengan
pengukuran rangkap dua, atau diuji harga kasarnya dengan pembacaan
kompas. Selalu memutar sudut searah jarum jam menghilangkan kekacauan
dalam pencabutan dan penggambaran, serta cocok dengan susunan
pembagian skala pada semua transit dan theodolite, termasuk instrumen-
instrumen reiterasi.
Gambar dibawah ini, azimut diukur searah jarum jam dari ujung utara
meridian lewat titik sudut. Transit diorientasikan disetiap pemasangan
instrumen dengan bidikan pada titik sebelumnya dengan azimut belakang
pada lingkaran (jika sudut berputar ke kanan) atau azimut garis dipiringan.
Vβ = - fβ/n
b. koordinat
y1 = d cos α1 + ∆y 1-2
y2 = d cos α2 + ∆y 2-3
Jadi dapat dikatakan disini bahwa maksud dan tujuan dari pengukuran,
pengamatan matahari adalah :
Pada bulan Desember nilai d 32’34” sedngkan pada bulan Juli nilainya
31’35”. Untuk keperluan hitungan, diambil pembulatan rata-rata sebesar 32’.
Koreksi ½ d yang diberikan pada sudut vertikal tergantung pada kuadran
beberapa bayangan matahari ditempatkan.
Kuadran IV Kuadran I
Sebagai contoh penggunaan kuadran tersebut dapat dilihat pada gambar 3.11,
sedangkan aturan pemakaian tanda (+) / (-) ½ dapat dilihat pada gambar 3.12
(a)
d
hu'+1/2 d 1/2 d
(b)
+ ½d + ½d
- ½d - ½d
Note : pada posisi luar biasa, bacaan lingkaran tegak zenith “V” harus
dikonversikan ke posisi biasa. Kemudian bacan lingkaran zenith
dikonversikan lagi ke bacaan lingkaran magnetis, hu’ = 90 - V .
h
S
U Horizon
?' AS
?
AM
??
matahari
Am
Hm
?
?'
Hs
O Z'
M
Z
C
Secara pendekatan :
P = R/D x sin Z’
Ph = R/D
Harga paralaks ini dapat diperoleh dari tabel yang terdapat pada
Almanak Matahari dan bintang.
Faktor alam, seperti temperatur, tekanan dan tekanan udara adalah hal
yang sangat berpengaruh terhadap pengukuran yang dilakukan. Hal ini jelas
diketahui karena dapat memberikan efek pemuaian ataupun melengkungnya
sinar yang masuk ke dalam teropong ( refraksi ). Semua gejala ini dialami
oleh hasil pengukuran sejak mulai dari target yang dibidik sampai didalam
teropong itu sendiri. Oleh karenanya juga diperlukan koreksi.
Harga koreksi refraksi tersebut dapat diperoleh dari tabel pada almanak
Tahunan Matahari dan Bintang, dengan rumus sebagai berikut :
r” = rm Cp Ct
Dimana :
Rm= koreksi refraksi menengah ( pada p = 760 mmHg ; t = 10ºC;
Kelembaban nisbi = 60% ) dengan argument adalah tinggi
ukurandarimatahari.
Cp= faktor koreksi barometric, dengan argument adalah tekanan udara
stasiun pengamat atau ketinggian pendekatan dari stasiun pengamat.
Ct= faktor koreksi temperatur, dengan argument adalah temperatur udara
stasiun pengamat.
Segitiga astronomi adalah bola langit yang dibatasi oleh lingkaran besar
yang dibentuk oleh titik zenith, titik matahari atau bintang yang diamati dan
sebuah titik kutub (Indonesia mengambil kutub utara sebagai
acuan).Penentuan azimut geografi dengan metode pengamatan tinggi
matahari diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan data :
Lingkaran Equator
Z
A
KU Lingkaran Horizon
Bt
90°- h
bumi 90°- d
S U
KS
N
Gambar 3.17 Bola langit dengan posisi bintang terhadap bumi dinyatakan
dengan A dan Z
• Lintang (φ) stasiun pengamat yang diperoleh dari hasil interpolasi peta,
yaitu dari peta topografi daerah pengamatan.
Pada gambar unsur-unsur yang tertera adalah :
• a = 90º - δ
• b = 90º - φ
• c = 90º - h
• A = Azimut matahari
Bila dilakukan pada pagi hari maka zenith yang sesungguhnya sama dengan
azimut matahari yang diperoleh dari perhitungan.
3.7 Peralatan
Peralatan yang diperlukan untuk pengamatan tinggi matahari adalah :
1. Alat ukur theodolite lengkap dengan statifnya.
2. Kertas tadah.
3. Jam atau pengukur waktu lainnya, yang sebelumnya telah disesuaikan
dengan waktu radio atau televisi.
3.9 Perhitungan
Data dari lapangan diperoleh data-data sebagai berikut :
a. Waktu pengamatan matahari (T)
b. Tinggi matahari (h)
c. Temperatur udara (t)
d. Tekanan udara (p)
e. Sudut orientasi horisontal (Ψ)
Dari interpolasi peta, diperoleh :
a) Lintang pendekatan titik pengamat (Ψ)
b) Lintang pendekatan titik pengamat (λ)
c) Ketinggian lintang pendekatan titik pengamat (H)
Yang akan ditentukan adalah azimuth geografis garis geodetik yang
menghubungkan titik pengamat ke titik sasaran.
SOLUSI :
2. Koreksi refleksi dan paralaks terhadap tinggi matahari, harga rm, Cp, Ct,
diperoleh dari tabel almanak matahari dan bintang :
h” = h’ – (rm x Cp x Ct) + p”
❖ Pagi hari: Am = A
❖ Sore hari: Am = 360 – A
Pada objek ini tujuan yang utama adalah penyajian gambar dalam
bentuk peta dengan menggunakan aplikasi suatu dasar-dasar teritris yaitu
pemetaan situasi dan detail.
d.saluran irigasi
e.batas kepemilikan tanah
1. Metode Triangulasi
3. Metode Trialaterasi
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
1. Pancangkan patok kayu pada titik-titik poligon yang akan diukur dengan
palu godam, pasang paku payung diatasnya. Usahakan patok tidak terlalu
tinggi, kemudian ukur jarak antara titik.
4. Pasang rambu ukur pada titk 1 dan satu lagi pada titik 4, tembak titik 1
dalam posisi teropong bias, sedangkan kalau menggunakan kedudukan
luar biasa harus melepaskan pengunci horizontal dan vertikal. Maka dapat
kita baca BA, BT, BB, serta sudut vertikal dan horizontal.
Alat yang dipakai dalam pengukuran poligon ini adalah theodolite yang
terdiri dari bagian umum dan bagian utama. Komponen penyusun masing-
masing bagian adalah sebagai berikut:
Bagian umum
Tabel 4.1
NO Bagian Fungsi
1 Plat pelindung lingkaran vertikal Melindungi lingkaran vertikal dan
didalamnya indeks vertikal
2 Ring pengatur lensa tengah Memperjelas bayangan objek atau
sasaran
3 Penutup koreksi diafragma Melindungi sekrup koreksi
diafragma dari gangguan luar
4 Alat baca lingkaran vertikal Membaca sudut putaran pada arah
Perhatikan gambar 6.1 , diukur sudut m (sudut miring), tinggi alat (i), bacaan
skala rambu pada benang bawah (b),
Maka :
Jarak miring
D m = 100 (a – b)
= 100 (a – b) sin z
Jarak mendatar
D m = 100 (a – b)
= 100 (a – b) sin m
h
Z
m
i
A
H= 50 (a – b) (sin 2m) + i - t
= 50 (a – b) (sin 2z) + i - t
Pada daerah yang datar tetapi banyak terdapat bangunan pada daerah
pemetaan tersebut, maka pelaksanaan pengukurannya dapat dilakukan
menggunakan sifat datar.
4.2.2 MetodeTrigonometri
L = D tan m = D cotan z
Dimana.
D = Jarak mendatar antara A dan B yang diukur dengan alat ukur jarakJadi
tinggi antara A dan B dapat ditentukan, yaitu:
h AB= L + t - p
h AB= ( D tan m ) + t - p
atau,
h AB= ( D cotan m ) + t – p
Apabila beda tinggi A dan B diperkirakan cukup besar dan jarak A dan B
berjauhan, serta diharapkan hasil pengukuran beda tinggi ini dapat ditentukan
lebih teliti, maka pengaruh refraksi udara dan kelengkungan bumi harus
diperhitungkan sehingga beda tinggi seharusnya adalah :
1–k
h AB = ( D tan m ) + t – p + D2
2R
Atau,
1–k
h AB = ( D cot anZ ) + t – p + D2
2R
Dimana :
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Posisi pengamat (lintang, bujur dan ketinggian) dapat ditentukan pada peta
tofografi.
2. Alat theodolite ditempatkan di atas statif dan kemudian diletakan di atas
titik patok. Lakukan Centering dan pengaturan nivo.
3. Atur fokus teropong ke titik jauh tak hingga, perjelas benang diafragma.
4. Persiapkan jam digital yang telah distandarkan.
5. Dengan menutup lensa teropong terlebih dahulu, arahkan teropong dengan
bantuan visier ke matahari.
6. Siapkan kertas putih yang akan digunakan untuk menadah bayangan dan
ditempatkan dimuka lensa okuler dan membagi 4 bagian kertas.
17. Untuk kuadaran lain langkah pelaksanaan sama dengan prosedur diatas,
disesuaikan dengan waktu pengamatan ( pagi atau sore )dan kuadran
pengamatan ( I, II, III, IV ).\
18. Contoh hasil yang bakal didapatkan pada pengukuran azimuth di lapangan
19. Data-data lain yang perlu diambil : temperature, tekanan udara pada saat
pengamatan.
Pengukuran ke patok sebelah kiri tempat alat berdiri dari patok 6 ke patok 5 :
BT = 1460 mm
BA = 1780 mm
BB = 1140 mm
Sudut :
Titik pengamatan :6
Titik acuan :5
Tanggal pengamatan : 22 November 2020
Daerah pengamatan : Gedung B
Temperatur udara : 290C
Ketinggian : 14 meter
Lintang kota bengkulu : 03o51’00”
A. Pengamatan I
Kedudukan teropong : Biasa , Kuadran I
Waktu pengamatan : 16 : 15 : 08,71
Bacaan lingkaran tegak (V) : 64o42’40”
Bacaan lingkaran mendatar :
- ke titik acuan (hs) : 170o15’20”
- ke tepi/pusat matahari (hm) : 29o46’00”
Kedudukan Matahari
Kuadran I (+)
α = 90° - V
hu = α ± 12 d
2) Sudut horizontal
ψ' = Hs – Hm
X – 119,9
121,7-119,9
34 - 40 X -119,9
=
20 - 40 121,7 -119,9
X = 120,44”
Jadi, rm = 120,44”
• Dari tabel II (faktor koreksi barometrik Cp) untuk refraksi di dapat nilai
Cp sebagai berikut:
0 1,003
14 x 50-0
14-0
50 0,996
X-1,003
0,996 – 1,003
50 - 0 14 - 0
=
0,996 -1,003 X -1,003
X = 1,00104
Jadi, Cp = 1,00104
• Dari tabel III (faktor koreksi temperatur Ct) untuk koreksi refraksi dengan
temperatur udara 290 C, didapat niai Ct = 0,937.
4) Menentukan Refraktor dan Koreksi Paralaks
a. refraksi (r') = rm . cp . ct
= 120,44” . 1,00104 . 0,937
= 0o1'52,97’’
b. Dari tabel IV (koreksi paralaks) dengan hu = 25o34'24’’, maka didapat
nilai koreksi paralaks (p’’) = 00o00'8,0’’
5) Menentukan Tinggi Matahari (h)
h = hu - r' + p’’
= 25° 34' 24’’- 0o1'52,97’’+ 00o00'8,0’’
= 25o32'39,02’’
6) Deklinasi (δ)
Dari tabel V (almanak matahari bulan November) dengan tanggal 22
November 2020 pada jam 16 : 15 : 8,71 didapat δ (15.00) = 14o21'03’’dan
perubahan tiap jam = 57,3”. Maka:
∆δ = (16o15'8,71’’– 15o) (-57,3 ”)
= -00o01'11,76’’
δ (16h15m8,71s ) = δ + ∆ δ
=14o21'03’’+ (-00o01'11,76’’)
= 14o19'51,24’’
7) Menghitung nilai N
L = Sin δ
= Sin 14o19'51,24’’
= 0,2475
Lintang Kota Bengkulu (Q) = 03° 51' 00’’,maka:
SinQ = Sin (03° 51' 00’’)
= 0,0671
Tinggi Matahari (h) =25o32'39,02’’,maka:
Sin h = Sin (25o32'39,02’’)
= 0,4312
M = SinQ . Sin h
= 0,0671 x 0,4312
= 0,0289
N =L–M
= 0,2475– 0,0289
= 0,2186
8) Menentukan nilai D
Lintang kota Bengkulu (Q) = 03° 51' 00’’, maka:
Cos Q = Cos (03° 51' 00’’)
= 0,9977
Tinggi Matahari (h) =25o32'39,02’’,maka:
Cos h = Cos (25o32'39,02’’)
= 0,9022
D = Cos Q . Cos h
= 0,9977 x 0,9022
= 0,9001
9) Menentukan nilai A
N
Cos A = D
0,2186
Arc Cos A =
0,9001
A = 75°56’40,15”
10) Azimut Sementara :
AM = 360° - A
= 360° - 75°56’40,15”
= 284°3’19,85”
AS =AM+ψ
= 284°3’19,85”+ 500o10'24,7’’- 360°
= 424°13’44,5”
B. Pengamatan II
Kedudukan teropong : Biasa , Kuadran II
Waktu pengamatan : 16: 15 : 56,96
Bacaan lingkaran tegak (V) : 65o25’00”
Bacaan lingkaran mendatar :
-ke titik acuan (hs) : 170 o15 ’20”
-ke tepi/pusat matahari (hm) : 29 o46 ’00 ”
Kedudukan Matahari
Kuadran II (-)
hu = α ± 12 d
= 24o35’00”- 00o17’04”
= 24o17’56”
cos hu = 00o54’41,08”
2) Sudut horizontal
a. Terhadap tepi matahari (ψ')
ψ' = Hs - Hm
= 170o15’20”- 29o46’00”+ 360o
= 500o25’20”
−1 - 00017'04”
∆ψ = 2d = 0 = -00018'43,53’’
Coshu 00 54'41,08"
b. Terhadap pusat matahari
ψ = ψ ' + ∆ψ
= 500o25’20” + (-00018'43,53’’)
= 500o6’36,47”
3) Menentukan rm, cp, dan ct
• Dari tabel I (koreksi repraksi menengah) dengan hu = 24o17’56”, maka
didapat nilai rm sebagai berikut:
0 129,3
17 x
0-20 17-20
20 127,4
X – 127,4
17 - 20 X -129,3
= 129, 3 –127,4
0 - 20 129,3 -127,4
X = 129,585
Jadi, rm = 129,585”
• Dari tabel II (faktor koreksi barometrik Cp) untuk refraksi di dapat nilai
Cp sebagai berikut:
0 1,003
14 x 50-0
15-0
50 0,996
X – 1,003
50 - 0 14 - 0
= 0,996 - 1,003
0,996 -1,003 X -1,003
X = 1,00104
Jadi, Cp = 1,00104
• Dari tabel III (faktor koreksi temperatur Ct) untuk koreksi refraksi dengan
temperatur udara 290 C, didapat niai Ct = 0,937.
4) Menentukan Refraktor dan Koreksi Paralaks
a. refraksi (r') = rm . cp . ct
= 129,585 . 1,00104 . 0,937
= 00o02’1,55”
b. dari tabel IV (koreksi paralaks) dengan hu = 24o17’56” , maka didapat
nilai koreksi paralaks (p’’) = 00o00’8,0”
5) Menentukan Tinggi Matahari (h)
h = hu - r' + p’’
= 24o17’56” - 00o02’1,55” + 00o00’8,0”
= 24o16’2,45”
6) Deklinasi (δ)
Dari tabel V (almanak matahari bulan November) dengan tanggal 22
November 2020 pada jam 16: 15 : 56,96 didapat δ (15.00) =’ 14o21’03” dan
perubahan tiap jam= 57,3”. Maka:
∆δ = (16o15’56,96” – 15o ) (-57,3”)
= -00o01’12.53”
δ (16h15m56,96s) =δ+∆δ
= 14o21’03” + (-00o01’12,53”)
= 14o19’50,47”
7) Menghitung nilai N
L = Sin δ
= Sin 14o19’50,47”
= 0,2475
Lintang Kota Bengkulu (Q) = 03°51'00’’, maka:
SinQ = Sin (03°51'00’’)
= 0,0671
Tinggi Matahari (h) =24 o16’2,45”, maka:
Sin h = Sin (24 o16’2,45”)
= 0,4109
M = SinQ . Sin h
= 0,0671 x 0,4109
= 0,0275
N =L–M
= 0,2475 – 0,0275
= 0,22
8) Menentukan nilai D
Lintang Kota Bengkulu (Q) = 03°51'00’’, maka:
Cos Q = Cos (03°51'00’’)
= 0,09977
Tinggi Matahari (h) =24 o16’2,45”, maka:
Cos h = Cos (24 o16’2,45”)
= 0,9116
D = Cos Q . Cos h
= 0,9977 . 0,9116
= 0,9095
9) Menentukan nilai A
Cos A =ND
0,22
Arc cos A =
0,9095
A = 76°00'6,54’’
10) Azimuth Sementara :
AM = 360° - A
= 360° - 76°00'6,54’’
= 283°59'53,4’’
AS =AM+ψ
= 283°59'53,4’’+ 500o6’36,47”- 360°
= 424°6'29,93’’
C. Pengamatan III
Kedudukan teropong : Biasa , kuadran III
Waktu pengamatan : 16 : 16 : 30,79
Bacaan lingkaran tegak (V) : 65o25’00”
Bacaan lingkaran mendatar :
-ke titik acuan (hs) : 170o15’20”
-ke tepi/pusat matahari (hm) : 30o17’00”
Kedudukan Matahari
hu = α ± 12 d
= 24o35’00”- 00o17’04”
= 24o17’56”
Cos hu = 00o54’41,08”
2) Sudut horizontal
a. Terhadap tepi matahari (ψ')
ψ' = Hs - Hm
= 170o15’20”- 30o17’00” + 360o
= 499o58’20”
−1 - 00017'04"
∆ψ = 2d = = -00018'43,53’’
Coshu 00054'41,08"
b. Terhadap pusat matahari
ψ = ψ ' + ∆ψ
= 499o58’20” + (-00018'43,53’’)
= 499o39’36,4”
3) Menentukan rm, cp, dan ct
• Dari tabel I (koreksi repraksi menengah) dengan hu = 24o17’56”, maka
didapat nilai rm sebagai berikut:
0 129,3
17 x
0-20 17-20
20 127,4
17 - 20 X -129,3 X – 127,4
=
0 - 20 129,3 -127,4 129,3-127,4
X =129,585”
Jadi, rm = 129,585”
• Dari tabel II (faktor koreksi barometrik Cp) untuk refraksi di dapat nilai
Cp sebagai berikut:
0 1,003
14 x 50-0
15-0
50 0,996
X – 1,003
50 - 0 14 - 0
= 0,996 0 1,003
0,996 -1,003 X -1,003
X = 1,00104
Jadi, Cp = 1,00104
• Dari tabel III (faktor koreksi temperature Ct) untuk koreksi refraksi
dengan temperature udara 290 C, didapat niai Ct = 0,937.
δ (17h07m35,18s) ` =δ+∆δ
= 14021'03’’ + (-00000'57,3”)
= 14020' 5,7’’
7) Menghitung nilai N
L = Sin δ
= Sin 14020' 5,7’’
= 0,2475
Lintang Kota Bengkulu (Q) = 03° 51' 00’’, maka:
SinQ = Sin (03° 51' 00’’)
= 0,0671
Tinggi Matahari (h) = 24o16’2,45”maka:
Sin h = Sin 24o16’2,45”
= 0,4109
M = SinQ . Sin h
= 0,0671 x 0,4109
= 0,0275
N =L–M
= 0,2475 - 0,0275
= 0,22
8) Menentukan nilai D
Lintang kota Bengkulu (Q) = 030 51' 00’’, maka:
Cos Q = Cos (030 51' 00’’)
= 0,9977
Tinggi Matahari (h) = 24o16’2,45”maka:
Cos h = Cos 24o16’2,45”
= 0,9116
D = Cos Q . Cos h
= 0,9977 x 0,9116
= 0,9095
9) Menentukan nilai A
Cos A =ND
0,22
Arc cos A =
0,9095
A = 76o00’6,54”
10) Azimuth Sementara :
AM = 360° - A
= 360° - 76o00’6,54”
= 283o59’53,4”
AS =AM+ψ
= 283o59’53,4” + 499o39’36,4”- 360o
= 423o39’29,8”
D. Pengamatan IV
Kedudukan teropong : Biasa , kuadran IV
Waktu pengamatan : 16 : 16 : 45,770
Bacaan lingkaran tegak (V) : 64o42’40”
Bacaan lingkaran mendatar :
-ke titik acuan (hs) : 170o15’20”
-ke tepi/pusat matahari (hm) : 30o17’00”
Kedudukan Matahari
Kuadran IV (+)
= 25o17’20” + 00o17’04”
= 25o34’24”
cos hu = 00o54’7,32”
2) Sudut horizontal
a. Terhadap tepi matahari (ψ')
ψ' = Hs – Hm
= 170o15’20”- 30o17’00”+ 360o
= 499o58’20”
−1
∆ψ = 2d = - 00017'04” = -00o18’43,53”
0
Coshu 00 54'7,32”
b. Terhadap pusat matahari
ψ = ψ ' + ∆ψ
= 499o58’20”+ (-00o18’55,21”)
= 499o39’24,7”
3) Menentukan rm, cp, dan ct
• Dari tabel I (koreksi repraksi menengah) dengan hu = 25o34’24”, maka
didapat nilai rm sebagai berikut:
20 121,7
34 x
20-40 34-40
40 119,9
34 - 40 X -119,9 X – 119,9
=
20 - 40 121,7 -119,9 121,7-119,9
X = 120,44”
Jadi, rm = 120,44”
• Dari tabel II (faktor koreksi barometrik Cp) untuk refraksi di dapat nilai
Cp sebagai berikut:
0 1,003
15 x 50-0
14-0
50 0,996
X – 1,003
50 - 0 14 - 0
=
0,996 -1,003 X -1,003 0,996 - 01,003
X = 1,00104
Jadi, Cp = 1,00104
• Dari tabel III (faktor koreksi temperatur Ct) untuk koreksi refraksi
dengan temperatur udara 290 C, didapat niai Ct = 0,937.
4) Menentukan Refraktor dan Koreksi Paralaks
a. refraksi (r') = rm . cp . ct
= 120,44’’ . 1,00104 . 0,937
= 00o1’52,97”
b. dari tabel IV (koreksi paralaks) dengan hu = 25o34’24”, maka didapat
nilai koreksi paralaks (p’’) = 00o00’8,0”
δ (16h16m45,70s )` = δ + ∆ δ
= 14021'03’’+ (-00000'57,3”)
= 14020' 5,7’’
7) Menghitung nilai N
L = Sin δ
= Sin 14020' 5,7’’
= 0,2475
Cos A =ND
0,2186
Arc cos A =
0,9001
A = 75o56’40,15”
10) Azimuth Sementara :
AM = 360° - A
= 360° - 75o56’40,15”
= 283o03’19,85”
AS =AM+ψ
= 283o03’19,85” + 499o58’20” - 360°
= 423o01’39,85”
Azimuth Geografis
= {424°13’44,5”+ 424°6'29,93’’+ 423o39’29,8”+ 423o01’39,85”}/4
= 423°45’21”
1. Buat poligon berdasarkan sudut beta dan jarak optis yang telah dihitung.
= 21,4070
2. Jarak 2-1
a. Biasa
D optis = (ba-bb)0,1 x (sin sudut vertikal)²
= (1500-1320)0.1 x (sin 86°10’0”)²
= 17,9195 m
b. Luar biasa
D optis = (ba-bb)0,1 x (sin sudut vertikal)²
= (1500-1320)0.1 x (sin 274°49’40”)²
= 17,8725 m
17,9195 + 17,8725
D optis rata-rata = 2
=17,896 m
3. Jarak 2-3
a. Biasa
D optis = (ba-bb)0,1 x (sin sudut vertikal)²
= (1530-1290)0.1 x (sin 90°40’40”)²
= 23,9966 m
b. Luar biasa
D optis = (ba-bb)0,1 x (sin sudut vertikal)²
= (1530-1290)0.1 x (sin 269°21’0”)²
= 23,9969 m
23,9966 + 23,9969
D optis rata-rata = 2
= 23,9967 m
4. Jarak 3-2
a. Biasa
D optis = (ba-bb)0,1 x (sin sudut vertikal)²
= (1540-1310)0.1 x (sin 89°21’40”)²
= 22,9971 m
b. Luar biasa
D optis = (ba-bb)0,1 x (sin sudut vertikal)²
= (1540-1310)0.1 x (sin 270°42’0”)²
= 22,9965 m
22,9971 + 22,9965
D optis rata-rata =
2
= 22,9936 m
5. Jarak 3-4
a. Biasa
D optis = (ba-bb)0,1 x (sin sudut vertikal)²
= (1530-1320)0.1 x (sin 86°25’10”)²
= 20,9180 m
b. Luar biasa
D optis = (ba-bb)0,1 x (sin sudut vertikal)²
= (1530-1320)0.1 x (sin 273°37’10”)²
= 20,9163 m
20,9180 + 20,9163
D optis rata-rata = 2
= 20,91715 m
6. Jarak 4-3
a. Biasa
D optis = (ba-bb)0,1 x (sin sudut vertikal)²
= (1490-1250)0.1 x (sin 93°39’40”)²
= 23,9021 m
b. Luar biasa
D optis = (ba-bb)0,1 x (sin sudut vertikal)²
= (1490-1250)0.1 x (sin 266°22’40”)²
= 23,9042 m
23,9021 + 23,9042
D optis rata-rata = 2
= 23,90315 m
7. Jarak 4-5
a. Biasa
D optis = (ba-bb)0,1 x (sin sudut vertikal)²
= (1520-1245)0.1 x (sin 90°24’10”)²
= 27,4986 m
b. Luar biasa
D optis = (ba-bb)0,1 x (sin sudut vertikal)²
= (1520-1245)0.1 x (sin 269°37’10”)²
= 27,4987 m
27,4986 + 27,4987
D optis rata-rata = 2
= 27,49865 m
8. Jarak 5-4
a. Biasa
D optis = (ba-bb)0,1 x (sin sudut vertikal)²
= (1675-1435)0.1 x (sin 89°44’10”)²
= 23,9994 m
b. Luar biasa
D optis = (ba-bb)0,1 x (sin sudut vertikal)²
= (1675-1435)0.1 x (sin 270°19’10”)²
= 23,9992 m
= 23,9993 m
9. Jarak 5-6
a. Biasa
D optis = (ba-bb)0,1 x (sin sudut vertikal)²
= (1830-1250)0.1 x (sin 90°8’30”)²
= 57,9996 m
b. Luar biasa
D optis = (ba-bb)0,1 x (sin sudut vertikal)²
= (1830-1250)0.1 x (sin 269°34’20”)²
= 57,9967 m
57,9996 + 57,9967
D optis rata-rata = 2
= 57,99815 m
10. Jarak 6-5
a. Biasa
D optis = (ba-bb)0,1 x (sin sudut vertikal)²
= (1715-1225)0.1 x (sin 89°55’10”)²
= 48,9999 m
b. Luar biasa
D optis = (ba-bb)0,1 x (sin sudut vertikal)²
= (1715-1225)0.1 x (sin 270°7’0”)²
= 48,9997 m
48,9999 + 48,9997
D optis rata-rata = 2
= 48,9998 m
11. Jarak 6-7
a. Biasa
D optis = (ba-bb)0,1 x (sin sudut vertikal)²
= (1800-1210)0.1 x (sin 90°47’20”)²
= 58,9888 m
b. Luar biasa
D optis = (ba-bb)0,1 x (sin sudut vertikal)²
= (1800-1210)0.1 x (sin 274°51’20”)²
= 58,5772 m
58,9888 + 58,5772
D optis rata-rata = 2
= 58,783 m
12. Jarak 7-6
a. Biasa
D optis = (ba-bb)0,1 x (sin sudut vertikal)²
= (1760-1120)0.1 x (sin 86°15’10”)²
= 63,7266
b. Luar biasa
D optis = (ba-bb)0,1 x (sin sudut vertikal)²
= (1760-1120)0.1 x (sin 269°25’0”)²
= 63,9933 m
63,7266 + 63,9933
D optis rata-rata =
2
= 63,85995 m
13. Jarak 7-1
a. Biasa
D optis = (ba-bb)0,1 x (sin sudut vertikal)²
= (1780-1135)0.1 x (sin 93°26’10”)²
= 64,2682 m
b. Luar biasa
D optis = (ba-bb)0,1 x (sin sudut vertikal)²
= (1780-1135)0.1 x (sin 271°0’25”)²
= 64,4800 m
D optis rata-rata = 64,3741 m
3. Titik 2 – 3
Sudut horizontal : biasa = 199° 54’00’’
luar biasa = 19°58’40’’
4. Titik 2 – 1
Sudut horizontal : biasa = 17° 21’00’’
luar biasa = 197°32’00’’
5. Titik 3 – 4
Sudut horizontal : biasa = 200° 30’40’’
luar biasa = 20° 20’20’’
6. Titik 3 – 2
Sudut horizontal : biasa = 20° 23’40’’
luar biasa = 200° 25’40’’
6 Titik 4 – 5
Sudut horizontal : biasa = 339° 58’20’’
luar biasa = 159° 44’20’’
7 Titik 4 – 3
Sudut horizontal : biasa = 130° 14’00’’
luar biasa = 310° 21’20’’
9. Titik 5 – 6
Sudut horizontal : biasa = 357° 30’00’’
luar biasa = 177° 22’40’’
10. Titik 5 – 4
Sudut horizontal : biasa = 30°44’20’’
luar biasa = 210° 47’40’’
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 68
KELOMPOK 5
[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ]
11. Titik 6 – 7
Sudut horizontal : biasa = 305° 07’20’’
luar biasa = 125°03’20’’
12. Titik 6 – 5
Sudut horizontal : biasa = 170° 15’20’’
luar biasa = 349° 26’20’’
13. Titik 7 – 1
Sudut horizontal : biasa = 216° 10’40’’
luar biasa = 36°12’10’’
14. Titik 7 – 6
Sudut horizontal : biasa = 288° 47’00’’
luar biasa = 108° 49’00’’
= 0° 00’05”
= 209°33’45”
β5 = 33°19’40’’+ (0°00’05”)
= 33°19’45”
β6 = 135°14’30’’+ (0°00’05”)
= 135°14’35”
β7 = 72°36’35’’+ (0°00’05”)
= 72°36’40”