Anda di halaman 1dari 52

[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu ukur tanah (IUT) merupakan bagian pendahuluan dari ilmu yang luas
yang dinamakan Ilmu Geodesi (Wongsotjitro, 2013). Ilmu Ukur Tanah terfokus
pada pengukuran-pengukuran bentuk permukaan bumi untuk dipindahkan ke
bidang datar dan mempelajari masalah kulit bumi yang berupa situasi atas
permukaan kulit bumi, perbedaan ketinggian, jarak, dan luas.
Jenis pengukuran yang kami lakukan adalah poligon tertutup dan detail situasi.
Tugas ini merupakan syarat mengikuti Ujian Akhir Semester dengan kita
melakukan percobaan ini kita dapat mengetahui tata cara pengukuran. Pengukuran
itu memerlukan perencanaan yang dilandaskan oleh perhitungan teliti bagi
pembangunan tersebut.
Cara membuat Poligon adalah cara pertama untuk menentukan tempat lebih
dari satu titik. Telah diketahui pula pada ujung poligon diperlukan satu titik yang
tertentu dari sudut jurusan tertentu pula. Supaya keadaan menjadi simetris maka
pada ujung akhir dibuat titik yang tertentu pula yang diikat pada jurusan yang
tertentu lagi. Umumnya sudut Poligon dimulai diakhir pada titik tertentu dan
diikat pada kedua ujung jurusan tertentu lagi.
Seperti pada pengukuran Poligon, haruslah besaran yang diukur diteliti lebih
dahulu, sebelum dimulai dengan hitungan koordinat-koordinat titik-titik jaring
segitiga. Karena disini yang diukur sudut-sudut, maka sudut-sudut tersebut akan
diteliti.

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum poligon tertutup, beda tinggi, detail situasi dan peta
tranches adalah:
1.2.1 Pada Poligon Tertutup
Untuk mengetahui dan mendapatkan koordinat titik-titik pada daerah

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 1
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

yang diukur. Serta kita dapat mengetahui luas daerah yang diukur. Dengan
kita melakukan praktikum kita dapat mengenal dan menyetel alat theodolite,
dan mampu mempraktekkan dengan benar teknik pengukuran suatu poligon,
serta dengan melakukan praktikum azimut matahari kita dapat mengetahui
kedudukan matahari yang kita gambar.
1.2.2 Beda Tinggi
Dalam praktikum ini kita dapat mempraktekkan dengan benar teknik
pengukuran beda tinggi, meliputi cara mengukur dan menghitung ketinggian
antara 2 titik.
1.2.3 Detail Situasi
Detail situasi adalah penyajian gambar dalam bentuk peta dengan
menggunakan aplikasi suatu dasar teoritis yaitu pemetaan situasi dan detail.
1.2.4 Peta Tranches
Peta tranches atau peta detail sering disebut juga dengan peta topografi
dengan skala besar. Peta topografi yang dilengkapi yaitu peta situasi dengan
kontur atau garis yang mempunyai ketinggian sama. Adanya pemetaan
topografi ini bermula dari adanya data-data dan informasi yang didapat dari
pengukuran topografi. Pengukuran topografi ini merupakan istilah yang
dipergunakan dari kata sebagai terjemahan “TOPOGRAFI SURVEYING”.

1.3 Batasan Masalah


Untuk mempersempit lingkup pembahasan, maka kami membatasi hal-hal
yang kami bahas dalam laporan ini, antara lain :
a. Alat yang digunakan
b. Metode pengukuran
c. Metode perhitungan
d. Metode penggambaran

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 2
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

1.4 Sistematika Penulisan


Bab I. Pendahuluan
Menjelaskan tentang latar belakang, maksud dan tujuan, dan sistematika
penulisan.
Bab II. Deskripsi Proyek
Menjelaskan tentang lokasi pratikum, waktu pratikum.
Bab III.Dasar Teori
Menjelaskan tentang pengertian peta Tranches, tahapan pelaksanaan
pembuatan peta Tranches, jalannya pratikum.
Bab IV.Metodologi Pengukuran
Menjelaskan tentang peralatan yang digunakan, prosedur pelaksanaan,
cara pembuatan peta Tranches dan garis kontur.
Bab V. Penetuan Azimuth Geografis
Menjelaskan tentang cara perhitungan dan proses untuk mendapatkan
azimuth astronomis untuk kontrol hasil ukuran poligon.
Bab VI. Perhitungan dan Penggambaran
Menjelaskan cara-cara perhitungan dan proses penggambaran peta
Tranches.
Bab VII. Hasil dan Pembahasan
Menjelaskan tentang perhitungan dan penggambaran kerangka peta,
perhitungan titik detail dan cara penggambaran.
Bab VIII. Kesimpulan dan saran
Berisikan kesimpulan tentang poligon tertutup, beda tinggi, detail situasi
dan saran-saran agar didapat hasil yang sempurna.

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 3
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

Daftar Pustaka
Lampiran
Lampiran berisi tentang :
√ data pengukuran lapangan dan hasil pengolahan data

BAB II

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 4
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

DESKRIPSI PROYEK

2.1 Deskripsi Proyek


Pada pengukuran poligon tertutup dalam detail situasi ini kami terdiri dari
beberapa kelompok mengukur pada daerah yang berbeda. Pengukuran ini
dilakukan di daerah Universitas Bengkulu. Berbentuk tempat, waktu, tanggal
atau hari dan kegiatan yang kami lakukan.

Tabel 2.1
No Lokasi Hari/Tgl Waktu Kegiatan

1 Gedung C Sabtu , 19-10-2019 09.30-17.00 - pemasangan patok


di 6 titik
- pengukuran antar
patok
- menggambar sketsa
poligon dan denah
kasar gedung

3.

Tabel 2.1 Waktu pelaksanaan pratikum

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 5
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Poligon Tertutup
3.1.1. Persiapan Tabel Pengukuran Poligon
Tabel pengukuran berfungsi untuk memudahkan dalam mencatat data
membaca data. Jenis dan bentuk tabel pengukuran bermacam-macam. Hal-hal
yang harus dicantumkan dalam tabel adalah : nam juru ukur, nama alat, nomor
seri alat, nomor patok, pembacan arah biasa dan luar biasa.
3.1.2. Pengenalan alat
Alat yang dipakai dalam pengukuran poligon ini adalah theodolit yang
terdiri dari bagian umum dan bagian utama. Komponen penyusun masing-masing
bagian adalah sebagai berikut :
Bagian umum
a.Bagian atas, terdiri dari :
1. Pelat atas yang langsung dipasangkan pada sumbu vertikal
2. Standar yang secara vertical dipasangkan pada 1
3. Sumbu horizontal yang didukung oleh 1 dan 2
4. Teleskop tegak lurus sumbu horozintal dan dapat diputar mengelilingi
sumbunya
5. Lingkaran graduasi vertikal dengan sumbu horizontal sebagai pusatnya
6. Dua buah atau sebuah nivo tabung dengan sumbu-sumbunya yang
saling tegak lurus satu sama lain
7. Dua pembacaan graduasi yang berhadapan
b. Bagian utama dari theodolit terdiri dari teleskop, nivo, lingkaran graduasi dan
pembacaan, perlengkapan sudut pengukur vertikal, perlengkapan pengukur sifat
datar dan alat penggerak.
Untuk mengetahui lebih jelas bagian-bagian theodolit serta fungsinya,
berikut dijelaskan pada tabel dan gambar.
Bagian- bagian theodolit dan fungsinya :

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 6
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

No Bagian Fungsi
1. Plat pelindung lingkaran vertikal Melindungi lingkaran vetikal dan indeks
didalamnya vertikal
2. Ring pengatur lensa tengah Memperjelas bayangan objek atau
sasaran
3. Penutup koreksi diafragma Melindungi sekrup koreksi diafragma
dari gangguan luar
4. Alat baca lingkaran vertikal Membaca sudut putaran pada arah
vertikal dan arah horizontal
5. Reflektor sinar Memasukkan sinar pada alat
baca/menerangi piringan vertikal dan
horizontal
6. Nivo tabung alhidade horizontal Membuat sumbu satu benar-benar
vertikal
7. Sekrup penggerak halus Menenpatkan benang silang tepat pada
teropong arah obyek yang dituju setelah diklem
arah vertikal dikencangkan
8. Klem alhodade horizontal Mematikan gerak intrument agar sumbu
1 termasuk teropong tidak dapat
berputar dengan arah horizontal
9. Nivo kotak Membuat sumbu 1 mendekati vertikal
10. Sekrup koreksi nivo tabung Memberikan koreksi nivo tabung
alhidade horizontal alhidade horizontal supaya tegak lurus
sumbu 1
11. Plat dasar intrument Landasan instrument dan menmpatkan
instrument diatas statif
12. Plat dasar statif Mendiri/menempatkan diatas statif
13. Lensa objektif teropong Menempatkan bayangan objek yang
ditujukan pada pengukuran

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 7
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

14. Teropong Memperbesar bayangan sehingga dapat


dibidik dengan tepat
15. Mikrometer optic Mengatur kedudukan pembaca agar
teliti
16. Klem teropong Mengunci teropong pada putaran
vertikal
17. Kaki penyangga sumbu II Menyangga sumbu II dan teropong yang
berputar bersam-sama dengan sumbu II
18. Cenkring optic Pengganti unting-unting untuk membuat
alat ( sumbu I ) berdiri tepat diatas
patok
19. Sekrup penyetel instrument Bersam-sama dengan nivo alhidade
horizontal dan nivo kotak membuat
sumbu vertikal
20. Sekrup pengerak repetisi Mengerakan sumbu repetisi secara halus
21. Alat bantu bidik ( visir ) Mengarahkan teropong pada sasaran
kasar
22. Klem repetisi Mengunci sumbu repitisi
23. Statif Menopang alat sehingga dapat kokoh
pada tempatnya dan memudahkan
pengukuran dengan kedudukan alat
yang cukup tinggi
24. Okuler Sebagai loupe untuk memperbesar
bayangan yang didapat dari lensa
objektif

3.1.3 Penyetelan Alat

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 8
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

Sebelum pengukuran dilakukan maka alat harus disetel supaya tidak terjadi
kesalahan dalam pembacaan data yang bias berakibat fatal. Hal yang harus
dilakukan adalah membuat sumbu 1 teodolit tegak dan memusatkan ke titik
dengan cara sebagai berikut :
a. Dirikan statif diatas patok. Usahakan kakinya sama panjang dan kedudukan
kepalanya hampir mendatar. Pasanglah teodolit pada statif itu dengan
memutar kencang sekrup pengikatnya.
b. Jika teodolit memiliki alat sentris optis maka pasanglah unting-unting,
kendurkan sekrup pengikat, geserlah teodolit sehingga unting-unting tepat
mengarah ke tengah paku. Jika memiliki pemusat optis, geserlah teodolit
sehingga melalui pengamatan optis itu, paku tampak tepat masuk kedalam
lingkaran. Bila pemusatnya belum tepat sedangkan teodolit sudah tidak dapat
digeser lagi, maka statifnya yang harus digeser, lalu tata cara diatas diulangi
sampai centris.
c. Putar teodolit supaya nivo tabung sejajar dengan sekrup AB. Setimbangkan
nivo tabung dengan memutar sekrup C.
d. Putar teodolit sehingga sudut nivo tabung 1800 sekrup AB, kemudian
putarlah ke sembarang arah, jika masih tetap setimbang berarti sumbu satu
teodolit telah tegak.
e. jika belum setimbang, alat harus dikoreksi dengan cara :
Pada kedudukan 1800 sekrup AB tadi, koreksikan setengah penggeseran
gelombang nivo dengan memutar sekrup koreksi nivo. Untuk melakukan
koreksi ini sebaiknya didampingi oleh asisten.
f. jika pemusatan belum berhasil, sedangkan teodolit sudah tidak dapat digeser
lagi, maka anda tidak perlu memindahkan statif, cukup turun/naikkan sedikit
salah satu kaki statif.
3.1.4 Rumus untuk Pengolahan Data
3.1.4.1 Rumus perhitungan dan pengolahan azimut matahari
a) Tentukan kedudukan matahari
b) Catat waktu pengamatan ( detik, menit, dan jam )

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 9
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

c) Tentukan bacaan lingkaran tegak terhadap tepi matahari (hu’)


d) Cari koreksi ± ½ d (tabel 1)
e) Tentukan tinggi pusat matahari (hu) = hu’± ½ d
f) Catat bacaan lingkaran mendatar
a. Terhadap acuan (Hs)
b. Terhadap tepi matahari (Hm)
g) Tentukan :
a. Sudut horizontal terhadap tepi matahari Ψ’ = Hs - Hm
b. Koreksi ∆Ψ = ½ d / cos hu
h) Sudut horizontal terhadap pusat matahari Ψ = Ψ’ ± ∆Ψ
i) Tinggi pusat matahari (hu)
j) Tentukan rm, Cp dan Ct dengan interpolasi dari tabel I, II dan III
k) Hitung refraksi ( r’ ) = rm x Cp x Ct
l) Tentukan Paralaks (p”) dengan interpolasi tabel IV
m) Hitung koreksi refraksi dan paralaks terhadap tinggi matahari (h)
h = hu – r’ + p
n) Tentukan lintang posisi pengamat, biasanya diketahui (Q)
o) Tentukan diklinasi (δ)…………………..tabel 1.K
p) Hitung nilai sin δ = L
q) Hitung nilai sin Q
r) Hitung nilai sin h
s) Hitung M = sin Q x sin h
t) Hitung N = L –M
u) Hitung cos Q
v) Hitung cos h
w) Hitung : D = cos Q x cos h
x) Hitung nilai : arc cos N/D = A
y) Am = Azimut pusat matahari
a. Pagi hari = A
b. Siang hari = 360 – A

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 10
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

z) Hitung azimut ke titik acuan : α = Am ± Ψ


3.1.4.2 Rumus untuk pengolahan data poligon
1. Menghitung besar kesalahan total pengukuran sudut
fβ = ∑β – (n-2 ).180
2. Menghitung besar koreksi tiap sudut
Vβ = - fβ/n
3. Menghitung harga sudut defenitif
βU = βU + VβU
βU = sudut ukuran
4. Menentukan azimut sisi-sisi poligon
αA-B = αA – βA + 1800
5. Koreksi hasil hitungan azimut.
∑β= (αAwal –αAkhir) + 1800 (n-2)
6. Menghitung beda absis (dx) dan beda ordinat (dy)
Dx = d sin α
Dy = d cos α
Dimana : Dx = beda absis
Dy = beda ordinat
D = jarak sisi
Α = azimut sisi
7. Menghitung salah penutup jarak
a. Absis
f(x) = ∑ d sin α
b. Ordinat
f(y) = ∑ d cos α
8. Menghitung koreksi kesalahan penutup jarak
a. Absis
∆x 1-2 = d 1-2/∑d . f (x)
b. Ordinat
∆y 1-2 = d 1-2/ ∑d .f (y)

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 11
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

9. Menentukan koordinat defenitif titik-titik poligon


a. Absis
x1 = d sin α1 + ∆x 1-2
x2 = d sin α2 + x1 + ∆x 2-3
b. Koordinat
y1 = d cos α1 + ∆y 1-2
y2 = d cos α2 + ∆y 2-3
10. Menghitung Sudut Dalam
2 = α1 + (180- 2)
3= α2 + (180- 3)
11. Menghitung Sudut Luar S
2 = α+ (S2-180)
12. Menghitung Luas Poligon Tertutup
(x . y ± y . x)
Luas ¿
2

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 12
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

BAB IV
METODOLOGI PENGUKURAN

4.1 Cara Pembuatan Peta Tranches


4.1.1 Pembuatan peta
Seperti telah dikemukakan diatas, bahwa pembuatan peta tranches tidak asal
langsung jadi, melainkan harus diperoleh data-data dengan melakukan
pengukuran-pengukuran, baik pengukuran posisi horizontal maupun vertikal
sehingga setiap titik detail yang ada pada peta tranches dapat diketahui posisinya
terhadap suatu bidang datar.
Kegitan ynag dilalui dalam pembuatan peta tranches, antara lain:
a. Pengukuran di lapangan termasuk pembuatan titik-titik tetap sebagai
kerangka peta.
b. Pekerjaan hitungan.
c. Cara pemberian koreksi hasil hitungan.
d. Proses penggambaran.
Masing-masing kegiatan harus dikerjakan dengan benar dan ditunjang dengan
sarana yang memadai agar diperoleh hasil yang memuaskan, maka.Sebelum
pengukuran lapangan dimulai maka skala peta harus ditentukan dahulu,untuk
memilih skala peta tergantung dari maksud pembuatan dari peta itu sendiri yaitu
tergantung dari ketelitian pengukuran diatas peta.Secara garis besar pekerjaan
pembuatan peta dibagi menjadi dua bagian yaitu:

4.1.2Pengukuran Kerangka Peta

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 13
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

Permukaan bumi diukur titik-titik pasti yaitu titik yang diketahui koordinat
yang ketinggiannya. Dari titik-titik pasti ini kita petakan yang kemudian kita sebut
kerangka peta. Misal kita ingin membuat tranches jalan, maka peta daerahnya
harus dibuat dahulu. Untuk keperluan ini dibutuhkan beberapa titik pasti sebagai
dasar pemetaan titik pasti dapat diukur dengan beberapa cara antara lain:
a. Dengan Cara Astronomis
Prinsip menentukan posisi tempat dibumi dengan menggunakan
pertolongan peta dilangit.

Gambar 4.1 Cara Astronomis


Pengukuran semacam ini untuk wilayah yang luas dan pandangan yang tidak
bebas. Misal A adalah titik yang ada ditentukan posisinya dibumi dan disebut titik
astronomi, BT, adalah pedoman bintang yang dipakai sebagai pedoman.Dari A
pesawat diarahkan ke BT, sehingga A akan mempunyai unsur-unsur: Azimut (A),
garis lintang (Q), garis bujur (λ), karena menggunakan pertolongan bintang maka
pengukuran ini hanya dapat dilakukan pada malam hari.
b. Dengan Cara trianggulasi
Trianggulasi adalah untuk memperbanyak titik pasti, karena awal dari
pembuatan jaring-jaring trianggulasi adalah sebuah titik yang telah diketahui
posisinya. Dengan jaring-jaring trianggulasi yang merupakan kumpulan dari
banyak segitigadapat dibuat titik yang lain, sebuah titik pasti yang digunakan
untuk membuat titik pasti yang lain dalam jumlah yang banyak.

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 14
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

Gambar 4.2 Cara Trianggulasi


Dengan mengukur jarak AB, sudut A dan C serta BG maka jarak AC dan dapat
diukur dengan rumus sinus:
AC = AB Sin B6
Sin C
Dengan demikian posisi titik c dapat diketahui dengan jalan yang sama dapat
di cari dengan posisi yang lain.
c. Dengan cara menggunakan satelit
Dengan menggunakan satelit dopller dan titik yang dicari koordinat dipasang
pesawat geosifer dan data langsung diketahui dari pesawat tersebut.

4.1.3 Pengukuran Detail


Tujuan pengukuran detail adalah untuk memberikan data topografi diatas peta,
sehingga diperoleh data informasi dari relief bumi. Kelengkapan dan ketelitian
data topografi. Ini sangat tergantung dari kerapatan titik detail yang diukur untuk
mengukur titik detail yang lengkap dan effisien, maka harus dipahami maksud
dan kegunaan peta yang akan digunakan atau dibuat itu.Sebelum suatu daerah
diadakan pengukuran detail harus sudah ada titik pasti yang akan dipakai sebagai
pengikat, titik pasti adalah titik yang sudah diketahui koordinatnya.
Biasanya yang perlu diketahui adalah segala benda atau bangunan yang
terdapat dipeta yang akan dipetakan yang nantinya akan menangkap data peta. Hal
ini, misal perbedaan tinggi muka tanah yang cukup extrim, sehingga nantinya
akan menambah / membantu dalam pembuatan kontur.

4.2 Garis Kontur

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 15
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

Garis kontur adalah garis yang menunjukan atau menghubungkan tempat-


tempat yang mempunyai ketinggian yang sama terhadap bidang reverensi yang
digunakan, yaitu biasanya bidang geode ( bidang yang berhubungan dengan
permukaan air laut rata-rata atau Mean Scd level (MSL) Pada gambar berikut
ditunjukkan dengan jenis 3 dari garis-garis tersebut.

Gambar 4.3 Jenis Kontur


Keterangan gambar:
Gbr 1: Gambar yang mencerminkan gunung
Gbr 2: Gambar yang mencerminkan lembah
Gbr 3: Gambar yang mencerminkan dataran
Kecuraman suatu lereng atau (Stipness) dapat ditentukan dari adanya intervar
kontur dan jarak horisontal antara dua garis kountur dapat dicari dengan
interpolasi.
Garis kontur tidak boleh saling berpotongan selain itu garis kontur adalah garis
tetutup terletak yang berturutan menunjukan gunung/cekungan (lihat
gambar).Lihat pula perbedaan yang ditunjukkan pada peta suatu dataran atau
tanah yang datar.Agar diperoleh kemudahan dalam kepentingan praktis biasanya
dianjurkan setiap 5 garis, salah satunya yang kelima dipertebal. Untuk garis
kontur yang teratur dan relatif dekat hanya garis kountur yang dipertebal yang
diberi angka.

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 16
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

4.3 Peralatan Yang Digunakan


Pemetaan dan pengukuran peralatan yang digunakan dapat dikelompokan
menjadi 2 bagian :
1. Peralatan yang digunakan di lapangan
2. Peralatan yang digunakan di kontur

4.3.1 Peralatan yang Digunakan di Lapangan


Peralatan yang digunakan di lapangan untuk melakukan pengukuran ada
berbagai macam antara lain :
a. Teodolit
b. Rambu
c. Payung 2 buah (non metol)
d. Patok dan paku
e. Alat pencatat, alat hitung dan formulir hitung
f. Alat Pengukur jarak (pita ukur)

Dari alat yang tersebut diatas yang perlu di terangkan penggunaannya adalah
teodolit:
1. Memasang Statif
Membuka sekrup statip pembuka kaki, kemudian statif kita angkat hingga
kaki memanjang, tinggi statip setinggi leher dan sehorisontal mungkin, kemudian
kaki statif kita injak sebelumnya sekrup kita kenangkan.
2. Memasang Pesawat
Setelah kedudukan statip kuat, tidak bergoyang, dan bidang atas horisontal,
Instrument kita letakkan diatasnya dan dikuna rapat–rapat, kemudian memasang
unting-unting di penggantungnya.
3. Menyetel Pesawat
Menyetel ketiga sekrup penyetel pesawat, hingga gelembung nivo didalam
lingkaran kaca nivo, dan alat siap digunakan.
4. Menegakkan Rambu

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 17
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

Rambu ditegakkan pada titik yang akan dicari diatas dan harus benar-benar
tegak di atas tanah tersebut. Jarak diantara pesawat dan rambu±60 m.
Cara membuka pesawat:
Pada praktikum IUT ini yang akan dibaca menggunakan pesawat ini adalah:
a. Jarak lapangan secara optis.
Mula-mula kita ukur tinggi pesawat, kemudian kita ukur (baca rambu pada
angka sesuai tinggi pesawat (tinggi BT = Tinggi pesawat). Kemudian kita baca
benang atas dan benang bawah kita peroleh jarak = (BA – BB) 100 cm.
Ket : rambu yang digunakan 1 E = 5 cm , berarti 1 kaki E = 10 cm
Contoh : digambar BA =10; BT = 8,25; BB = 7
Maka jarak optis = (10 – 7) 10 = 30 cm

Gambar 4.4 Contoh Rambu


b. Cara membaca zenith
Meletakan gelembung nivo ditengah lingkaran kaca nivo (kedudukan pesawat
horizontal), kemudian pembacaan sudut zenith dilakukan: berdasarkan angka yang
sama kiri, atas, kanan, dan bawah.
(1 strip = 10 menit)
Sebelum kita melakukan pembacaan, terlebih dahulu klem kunci. Boussuk
kita buka, sekala lingkaran akan bergerak setelah berhenti, kunci kita tutup
kembali (catatan benda-benda logam harus kita jauhkan dari pesawat), cara
membacanya berdasarkan selisih angka 180˚ dari kiri bawah kanan atas.
( keterangan 1 strip = 1 derajat )

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 18
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

Contoh cara membaca:

Gambar 4.5 Contoh Cara Membaca

Angka yang mempunyai selisih 180˚ adalah 70˚ dan 250˚, kemudian
pengatur mikrometer menunjuk angka 20’. Jadi contoh diatas menunjuk sudut
azimut:78˚20’00”.

Menentukan besarnya sudut miring (helling)


Setelah sudut azimut diketahui, kemudian sudut azimut kita kunci, maka
pembacaan sudut miring (helling) dilakukan pada kotak sudut helling pada kiri,
atas, kanan, bawah yang angkanya sama.
Keterangan : 1strip :10’
Pembacaan contoh sudut helling disamping adalah 94˚ 20’00”

Gambar 4.6 Contoh Sudut Helling


Menentukan besarnya Nonius sudut
Pembacaan nonius sudut prinsipnya sama dengan azimut hanya klem boussuk
dalam keadaan tertutup. Sebaiknya pada waktu akan membaca nonius tromol
menunjuk angka nol dahulu. Kemudian kita putar sampai garis-garis berimpit.
Keterangan: Alat-alat diatas harus di chek dahulu agar alat tersebut siap pakai bila
telah sampai lapangan.

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 19
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

4.3.2 Peralatan yang Digunakan di Kontur


Alat-alat yang digunakan di kontur untuk proses perhitungan dan penggambaran
meliputi:
1. Mesin hitung (kalkulator)
2. Kertas gambar
3. Penggaris dan sejenisnya
4. Penghapus dan sebagainya
5. Alat-alat yang digunakan lainnya

4.4 Pada Poligon Tertutup


4.4.1 Poligon
Poligon merupakan suatu rangkaian sudut banyak ataupun deretan titik-
titik yang menghubungkan dua titik tetap (titik triangulasi).
Pekerjaan menetapkan stasiun-stasiun poligon dan membuat pengukuran-
pengukuran yang perlu adalah salah satu cara yang paling banyak dan paling
medasar dilakukan untuk melakukan letak nisbi titik.
Berdasarkan kepada titik-titik tepat (koordinatnya diketahui) dan bentuk
geometrinya, secara umum poligon dibedakan atas 3 macam,yakni :
1) Poligon sempurna
Merupakan poligon yang deretan titiknya terikat pada titik-titik tepat pada
awal dan akhirnya. Hasil pengukuran dapat dikontrol dan diketahui
kesalahannya, melalui proses perhitungan paralatan.
2) Poligon lepas atau poligon tidak sempurna
Merupakan poligon yang deretan titk-titik hanya terikat pada satu titik.
Dalam hal ini tidak dapat dikontrol atau diketahui kesalahannya.

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 20
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

1 3

Poligon Terbuka dan Tidak Sempurna

Gambar .2 Poligon Terbuka dan Tidak Sempurna

3) Poligon Tertutup
Merupakan poligon yang deretan titik-titiknya terikat kepada satu titik tepat
yang berfungsi sebagai titik awal sekaligus titik akhirnya. Hasil pengukuran
dapat dikontrol dan dikoreksi kesalahannya.

2
1

3
A

5 4

Poligon Tertutup dan Sempurna

`
Gambar 4 Poligon Tertutup

Berbagai cara dipakai dalam mengukur sudut atau arah garis poligon,
diantaranya sebagai berikut :
I. Pengukuran poligon dengan sudut arah kompas
Kompas juru ukur dirancang untuk pemakaian sebagai
instrumen poligon, sudut arah terbaca langsung pada kompas
sewaktu bidikan sepanjang garis (jurusan) poligon.
II. Pengukuran poligon dengan sudut dalam
Sudut dalam seperti gambar dibawah ini, dipakai hampir khusus
pada poligon pengukuran hak milik. Sudut-sudut itu dibaca baik
searah maupun berlawanan arah jarum jam, sewaktu kelompok
pengukuran maju mengelilingi poligon ke kanan atau ke kiri dalam
urutan ABC seperti diperlihatkan di bawah ini :

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 21
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

Gambar 3.9 Pengukuran Poligon Sudut Dalam

III. Pengukuran poligon dengan sudut belakang


Pengukuran jalur lintas biasa dilakukan dengan sudut belokan
dikanan atau dikiri dari garis-garis memanjang seperti gambar
dibawah ini. Sudut belokan tidak lengkap jika tidak disertai sebutan
ke atau ki dan tentu saja tidak boleh lebih dari 180 o. Masing-
masing sudut harus diukur dua atau empat kali untuk mengurangi
galat-galat instrumen dan ditentukan sebuah harga rata-rata.
IV. Pengukuran Poligon dengan Sudut ke kanan
Sudut-sudut diukur searah jarum jam dari bidikan belakang pada
garis sebelumnya disebut sudut-sudut ke kanan atau azimut-azimut
dari garis belakang. Prosedur yang dipakai mirip dengan
pengukuran poligon azimut kecuali bahwa bidikan belakang dibuat
dengan piringan terbaca nol dan bukan azimut belakang. Sudut-
sudut dapat dicek (diperbaiki) dengan pengukuran rangkap dua,
atau diuji harga kasarnya dengan pembacaan kompas. Selalu
memutar sudut searah jarum jam menghilangkan kekacauan dalam
pencabutan dan penggambaran, serta cocok dengan susunan
pembagian skala pada semua transit dan theodolit, termasuk
instrumen-instrumen reiterasi.
V. Pengukuran dengan tofografi

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 22
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

Sering dilaksanakan dengan azimut, sebuah proses yang


langsung memberikan pembacaan azimut semua garis, jadi tidak
memerlukan hitungannya.
Gambar dibawah ini, azimut diukur searah jarum jam dari ujung
utara meridian lewat titik sudut. Transit diorientasikan disetiap
pemasangan instrumen dengan bidikan pada titik sebelumnya
dengan azimut belakang pada lingkaran (jika sudut berputar ke
kanan) atau azimut garis dipiringan.

4.4.2 Tata Laksana Pengukuran Poligon Tertutup


Untuk bisa mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang ditargetkan
maka dalam praktikum perlu diikuti aturan-aturan sebagai berikut :
a. Pelaksanaan pengukuran dilakukan oleh beberapa orang dalam satu
kelompok.
b. Pemasangan patok yang perlu diperhatikan adalah keamanan patok,
kestabilan tanah, kemudahan pemasangan alat, kemudahan
pengukuran dan pengamatan, jarak antar patok, keleluasaan
pandangan, kaitannya dengan proyek utama dan lain-lain.
c. Sebelum melakukan pengukuran maka alat perlu disentriskan dengan
cara mengatur unting-unting atau centering optis.
d. Setiap pengamatan atau pengukuran arah garis, benang tegak
teropong harus mengarah tepat ketengah paku patok itu dengan
untuing-unting tetap mengarah ketengah paku yang akan diukur lalu
teropong diarahkan ke benang unting-unting.
e. Pengukuran sudut dilakukan minimal 2 kali, yaitu dalam kedudukan
biasa dan luar biasa.
f. Pengukuran jarak harus sedatar dan selurus mungkin dan minimal 2
kali.
g. Pengukuran harus dihentikan pada jam 11.30 dan mulai lagi pada
jam 13.30 untuk menghindari kesalahan pengamatan.

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 23
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

h. Selama pengukuran alat theodolit harus dilindungi dari sinar


matahari langsung.

4.4.3 Pelaksanaan Pratikum


1. Pancangkan patok kayu pada titik-titik poligon yang akan diukur
dengan palu godam, pasang paku payung diatasnya. Usahakan patok tidak
terlalu tinggi, kemudian ukur jarak antara titik.
2. Gambarkan sketsa titik-titik poligon
3. Pasang thedolit pada statif tepat diatas patok satu. Stel kedudukannya,
nivo tabung dan nivo kotak harus tepat, pastikan unting-unting tepat di
atas paku payung. Kemudian catat tinggi thedolit dari ujung patok dan
azimuth pada titik 1
4. Pasang rambu ukur pada titk 1 dan satu lagi pad titik 4, tembak titk 1
dalam posisi teropong biasa, sedangkan kalau menggunakan kedudukan
luar biasa harus melepaskan pengunci horiozontal dan vertikal. Maka
dapat kita baca BA,BT,BB, serta sudut vertikal dan horizontal.
5. Pindahkan thedolit ke titik 2 stel kedudukannya dan catat tinggi
theodolit dari patok. Selanjutnya pasang rambu ketitk 1 dan 3 tembak titik
1 dan 2 dalam posisi teropong biasa kemudian dalam posisi luar biasa.
Maka dapatlah bacaan BA,BT,BB, serta vertikal dan horizontal.
6. Lakukan langkah 4 dan 5 untuk titik berikutnya.
4.4.4 Persiapan Tabel Pengukuran Poligon
Tabel pengukuran berfungsi untuk memudahkan dalam mencatat data
dan membaca data. Jenis dan bentuk tabel pengukuran bermacam-macam. Hal-hal
yang dicantumkan dalam tabel adalah : nama juru ukur, nama alat, nomor seri
alat, nomor patok, pembacaan arah biasa dan luar biasa.

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 24
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

BAB V
PENENTUAN AZIMUTH GEOGRAFIS
METODA PENENTUAN TINGGI MATAHARI

5.1 Umum
Pengukuran dengan azimut matahari adalah pengukuran yang
dilakukan untuk mendapatkan azimut astronomis, dimana sudut jurusan
ke satu titik ditentukan berdasarkan referensi lintang astronomis.
Jadi dapat dikatakan disini bahwa maksud dan tujuan dari pengukuran,
pengamatan matahari adalah :
 Untuk mendefinisikan azimut dititik awal pekerjaan dan titik akhir
pekerjaan.
 Untuk kontrol hasil ukuran poligon.

5.2 Dasar Teori


Posisi bintang atau matahari terhadap bumi dinyatakan dengan
bantuan bola langit dan beberapa sistem koordinat yang ditentukan pada
bola langit tersebut. Penentuan azimut geografis dari suatu garis di
permukaan bumi dengan metode pengamatan tinggi matahari dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut :
 Pengamatan tinggi matahari.
 Penentuan azimut matahari.
 Penentuan azimut geografis.

5.3 Pengamatan Tinggi Matahari

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 25
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

Pengukuran azimut georafis dengan pengamatan tinggi matahari


dapat dilakukan dengan cara ditadah, filter dan prisma reolofs. Dalam
praktikum IUT 1 ini metode dilakukan dengan cara ditadah.
Pengamatan dilakukan dengan menempatkan penadah atau tabir,
dibelakang lensa okuler, penadah tersebut bisa sebuah kertas putih,
sebagai layar yang menangkap cahaya matahari dan bayangan benang
diafragma. Bayang yang jelas dapat diatur sedemikian rupa dengan
menekan tromol pengatur bayangan atau fokus.

5.2.1.1 Koreksi ½ d Sudut Vertikal


Pembidikan dilakukan terhadap tepi-tepi matahari, untuk mendapatkan
tinggi ke pusat matahari, maka sudut vertikal harus diberi koreksi ½ diameter
bayangan matahari. “ d “ adalah sudut yang dibentuk oleh garis yang
menghubungkan stasiun pengamatan ke tepi-tepi matahari. Makanya d
dinyatakan dalam satuan sudut. Namun karena jarak ke bumi berubah-ubah,
maka harga d juga berubah sesuai dengan jarak bumi.
Pada bulan Desember nilai d 32’34” sedngkan pada bulan Juli nilainya
31’35”. Untuk keperluan hitungan, diambil pembulatan rata-rata sebesar 32’.
Koreksi ½ d yang diberikan pada sudut vertikal tergantung pada kuadran
beberapa bayangan matahari ditempatkan.

Kuadran IV Kuadran I

Kuadran III Kuadran II

Gambar 5.1 sistem kuadran dalam IUT

Sebagai contoh penggunaan kuadran tersebut dapat dilihat pada gambar 5.2,
sedangkan aturan pemakaian tanda (+) / (-) ½ dapat dilihat pada gambar 5.3

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 26
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

hu'- 1/2 d 1/2 d


d

(a)

Gambar 5.2 bayangan matahari di kuadran III

d
hu'+1/2 d 1/2 d

(b)

Gambar 5.2 bayangan matahari di kuadran III

+ ½d + ½d

- ½d - ½d

Gambar 5.3 Koreksi ½ d untuk sudut vertikal

Note : pada posisi luar biasa, bacaan lingkaran tegak zenith “V” harus
dikonversikan ke posisi biasa. Kemudian bacan lingkaran zenith
dikonversikan lagi ke bacaan lingkaran magnetis, hu’ = 90 - V .

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 27
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

h
S

U Horizon
?' AS
?
AM

Gambar 5.6 Koreksi ½ diameter matahari

Dengan demikian koreksi terhadap azimut adalah :


 Tepi kiri bayangan , ψ = ψ’ - ∆ψ
 Tepi kanan bayangan, ψ = ψ’ + ∆ψ
Dengan ψ’ = Hs – Hm

??
matahari

Am
Hm

?
?'

Hs

Gambar 5.7 Azimut Matahari (Am)

V.2.2 Koreksi Paralaks dan Refraksi


1.Koreksi paralaks horizontal

O Z' M

Z
C

Gambar 5.8 Koreksi Paralaks Horizontal

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 28
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

Dimana : D = jarak dari bumi ke matahari ( C – M )


Z’= sudut zenith pengamatan
Z = sudut zenith geosentris
V = Z’ – Z = paralaks horizontal
R = jari-jari bumi ( C – O )
Perhatikan segitiga OCM :
Sin P = R/D x sin (180 – Z’) + R/D x sin’

Secara pendekatan :

P = R/D x sin Z’

Jika Z’ = 90º, maka diperoleh paralaks horizontal :

Ph = R/D

Harga paralaks ini dapat diperoleh dari tabel yang terdapat pada
Almanak Matahari dan bintang.
2. Koreksi Refraksi
Faktor alam, seperti temperatur, tekanan dan tekanan udara
adalah hal yang sangat berpengaruh terhadap pengukuran yang
dilakukan. Hal ini jelas diketahui karena dapat memberikan efek
pemuaian ataupun melengkungnya sinar yang masuk ke dalam
teropong ( refraksi ). Semua gejala ini dialami oleh hasil pengukuran
sejak mulai dari target yang dibidik sampai didalam teropong itu
sendiri. Oleh karenanya juga diperlukan koreksi.
Harga koreksi refraksi tersebut dapat diperoleh dari tabel pada
almanak Tahunan Matahari dan Bintang, dengan rumus sebagai
berikut :

r” = rm Cp Ct

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 29
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

Dimana :
Rm = koreksi refraksi menengah ( pada p = 760 mmHg ; t = 10ºC;
Kelembaban nisbi = 60% ) dengan argument adalah tinggi ukuran
dari matahari.
Cp = faktor koreksi barometric, dengan argument adalah tekanan
udara
stasiun pengamat atau ketinggian pendekatan dari stasiun pengamat.
Ct = faktor koreksi temperatur, dengan argument adalah temperatur
udara stasiun pengamat.

5.2.3 Segitiga Astronomi


Segitiga astronomi adalah bola langit yang dibatasi oleh lingkaran
besar yang dibentuk oleh titik zenith, titik matahari atau bintang yang
diamati dan sebuah titik kutub (Indonesia mengambil kutub utara
sebagai acuan).Penentuan azimut geografi dengan metode pengamatan
tinggi matahari diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan
data :
 Tinggi matahari (h) diperoleh dari hasil pengamatan dari stasiun
pengamat.
 Deklinasi matahari (δ) yang diperoleh dari tabel pada almanak
matahari dan bintang dengan argument adalah waktu, tanggal dan tahun
pengamatan.

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 30
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

Lingkaran Equator

Z
A
KU Lingkaran Horizon
Bt

90°- h

bumi 90°- d
S U

KS
N

Gambar 5.9 Bola langit dengan posisi bintang terhadap bumi dinyatakan
dengan A dan Z

 Lintang (φ) stasiun pengamat yang diperoleh dari hasil interpolasi peta,
yaitu dari peta topografi daerah pengamatan.
Pada gambar unsur-unsur yang tertera adalah :
 a = 90º - δ
 b = 90º - φ
 c = 90º - h
 A = Azimut matahari
Dengan menggunakan rumus cosinus pada segitiga bola diperoleh :
Cos A = (sin δ – sin φ . sin h)/(cos φ . sin Z)

Apabila yang diukur adalah sudut zenith (z = 90º - h), maka :

Cos A = (sin δ – sin φ . cos Z)/(cos φ . sin Z)

5.2.4 Azimut Geografi Ke Titik Sasaran


Pengukuran Azimut Geografi dengan metode pengamatan tinggi
matahari dapat dilakukan pada waktu :

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 31
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

1. Pagi: jam 07.00 – 09.00


Bila dilakukan pada pagi hari maka zenith yang sesungguhnya sama
dengan azimut matahari yang diperoleh dari perhitungan.
2. Sore: Jam 15.00 – 17.00
Bila pengamatan dilakukan pada sore hari, maka azimut matahari
sesunguhnya adalah : 3600 - Am.

5.3 Peralatan
Peralatan yang diperlukan untuk pengamatan tinggi matahari adalah :
1. Alat ukur theodolit lengkap dengan statipnya.
2. Kertas tadah.
3. Jam atau pengukur waktu lainnya, yang sebelumnya telah disesuaikan
dengan waktu radio atau televisi.

5.4 Pelaksanaan Pengukuran


Tahap Pelaksanaan Pengukuran :
1. Posisi pengamat (lintang, bujur dan ketinggian) dapat ditentukan pada
peta tofografi.
2. Alat theodolit ditempatkan di atas statip dan kemudian diletakan di atas
titik patok. Lakukan Centering dan pengaturan nivo.
3. Atur fokus teropong ke titik jauh tak hingga, perjelas benang diafragma.
4. Persiapkan jam digital yang telah distandarkan.
5. Dengan menutup lensa teropong terlebih dahulu, arahkan teropong
dengan bantuan visier ke matahari.
6. Siapkan kertas putih yang akan digunakan untuk menadah bayangan dan
ditempatkan dimuka lensa okuler.
7. Posisi pengamat membelakangi matahari dan menghadap pada kertas
tadi.
8. Longgarkan sekrup pengunci gerakan horizontal dan vertikal, sehingga
mudah untuk mngatur gerakan teropong yang mengarah ke matahari

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 32
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

sedemikian rupa sehingga bayangan matahari terlihat yang merupakan


lingkaran penuh pada kertas tadah.
9. Kunci sekrup pengunci gerakan horizontal dan vertikal kemudian
bayangan matahari dipertajam dengan mengunakan pengatur fokus dan
benang diafragma diperjelas dengan pengatur benang diafragma.
10. Dengan menggunakan sekrup halus horizontal dan vertikal tempatkan
bayangan matahari ke dalam kwadran (sesuai dengan waktu
pengamatan).
11. Dengan sekrup gerak halus horisontal tempatkan tepi bayangan matahari
pada benang vertikal.
12. Pada pagi hari dengan sekrup gerak vertikal tepi bawah / atas bayangan
matahari digeserkan ke atas / bawah benang horisontal diafragma sedikit,
bila pada sore hari tepi bawah / atas bayangan matahari digeser ke
bawah. Penggeseran tepi bayangan tersebut tergantung pada kuadran
berapa bayangan tersebut ditempatkannya.
13. Memberi aba-aba “AWAS”, disini pencatat waktu siap dan selalu
mengawasi jalannya detik. Pada saat bayangan matahari tepat
menyinggung benang diafragma beri aba-aba “YA”.
14. Pada saat mendengar aba-aba “YA” pencatat waktu mencatat detiknya,
kemudian menit dan jamnya.
15. Selanjutnya dicatat sudut horisontal dan vertikal.
16. Pembacaan dilakukan secara berurutan; biasa ke matahari, biasa ke
patok; luar biasa ke matahari, luar biasa ke patok untuk masing-masing
kuadran.
17. Untuk kuadaran lain langkah pelaksanaan sama dengan prosedur diatas,
disesuaikan dengan waktu pengamatan ( pagi atau sore ) dan kuadran
pengamatan ( I, II, III, IV ).
18. Data-data lain yang perlu diambil : temperatur, tekanan udara pada saat
pengamatan.

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 33
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

5.5 Perhitungan
DATA
Data dari lapangan diperoleh data-data sebagai berikut :
a. Waktu pengamatan matahari (T)
b. Tinggi matahari (h)
c. Temperatur udara (t)
d. Tekanan udara (p)
e. Sudut orientasi horisontal (Ψ)
Dari interpolasi peta, diperoleh :
a) Lintang pendekatan titik pengamat (Ψ)
b) Lintang pendekatan titik pengamat (λ)
c) Ketinggian lintang pendekatan titik pengamat (H)
Yang akan ditentukan adalah azimut geografis garis geodetik yang
menghubungkan titik pengamat ke titik sasaran.
SOLUSI :
1. Berikan koreksi diameter terhadap tinggi matahari dan sudut orientasi
(jika menggunakan metode pengamatan dengan cara ditadah atau dengan
cara kaca hitam). Dimana harga 1/2d dapat diperoleh dari tabel almanak
matahari dan bintang yang disesuaikan dengan tanggal dan bulan
pengamatan.
 Koreksi diameter terhadap tinggi matahari : h’ = h ± 1/2d – i
 Koreksi diameter terhadap sudut orientasi : Ψ = Ψ’ ± 1/2d sec h’

2. Koreksi refleksi dan paralaks terhadap tinggi matahari, harga rm, Cp, Ct,
diperoleh dari tabel almanak matahari dan bintang :
h” = h’ – (rm x Cp x Ct) + p”
3. Menghitung azimut matahari = A
 Sin δ – sin Ψ x sin h” = N
 Cos Ψ x Cos h” = D
Maka A = arc cos N/D

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 34
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

4. Menghitung azimut matahari sesungguhnya = Am


 Pagi hari : Am = A
 Sore hari : Am = 360 – A
5. Menghitung azimut geografi ketitik sasaran
Α = Am ± Ψ (tergantung pada posisi titik sasaran dipermukaan bumi)
Untuk lebih sistematis dalam perhitungan dan pengolahan azimut
matahari,lakukan sesuai pedoman berikut ini :
1. Tentukan kedudukan matahari
1) Catat waktu pengamatan (detik, menit, dan jam)
2) Tentukan bacaan lingkaran tegak terhadap tepi matahari (hu’)
3) Cari koreksi ± ½ d (tabel 1)
4) Tentukan tinggi pusat matahari (hu) = hu’ ± ½ d
5) Catat bacaan lingkaran mendatar
a.Terhadap acuan (Hs)
b.Terhadap tepi matahari (Hm)
6) Tentukan :
a.Sudut horizontal terhadap tepi matahari Ψ̉̉̉̉ = Hs - Hm
b.Koreksi ∆Ψ = ½ d / cos hu
7) Sudut horizontal terhadap pusat matahari Ψ = Ψ ̉̉ ± ∆Ψ
8) Tinggi matahari (hu)
9) Tentukan rm , Cp dan Ct dengan interpolasi dari tabel VI, VIIb dan
VIII.
10) Hitung refraksi (r’) = rm x Cp x Ct
11) Tentukan paralaks (p”) dengan interpolasi tabel IX

12) Hitung koreksi refraksi dan paralaks terhadap terhadap tinggi matahari
(h)
h = hu – r’ + p
13) Tentukan lintang posisi pengamat, biasanya diketahui (Q)
14) Tentukan diklinasi (δ)…………………..tabel 1

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 35
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

15) Hitung nilai sin δ = L


16) Hitung nilai sin Q
17) Hitung nilai sin h
18) Hitung : sin Q x sin h = M
19) Hitung L –M = N
20) Hitung cos Q
21) Hitung cos h
22) Hitung : cos Q x cos h = D
23) Hitung nilai : arc cos N/D = A
24) Am = Azimut pusat matahari
a.Pagi hari = A
b.Siang hari = 360 –A
25) Hitung azimut ketitik acuan : α = Am ± Ψ

BAB VI
DETAIL SITUASI

6.1 Umum
Pada objek ini tujuan yang utama adalah penyajian gambar dalam
bentuk peta dengan menggunakan aplikasi suatu dasar-dasar teritris
yaitu pemetaan situasi dan detail
Pemetaan situasi suatu daerah mencakup penyajian bentuk dalam
dimensi horizontal dan vertikal secara bersama-sama dalam suatu
gambar peta. Maksud dari pengukuran ini adalah memindahkan
gambaran dari permukan bumi ke dalam suatu bidang gambar
(gambar kertas).
Detail-detail situasi yang perlu diamati dan dipetakan adalah :

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 36
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

1. Unsur-unsur buatan alam


a. garis pantai, danau dan rawa
b.batas-batas tebing atau jeram, batas hutan
c.dan lain-lain
2. Unsur-unsur buatan manusia
a.bangunan
b.jalan
c.jembatan
d.saluran irigasi
e.batas kepemilikan tanah

6.2 Dasar Teori


Dalam pengukuran detail situasi, perlu dilakukan pngukuran
terhadap beberap hal yaitu:
1. Penentuan titik dasar
Peta situasi ini harus terikat pada sistem kerangka yang telah
diketahui sebelumnya yang berfungsi sebagai acuan.
2. Pengukuran kerangka horizontal (sudut dan jarak)
Umumnya untuk peta yang tidak terlalu besar, dipakai kerangka
poligon.
3. Pengukuran beda tinggi
pengukuran beda tinggi (kerangka vertical) selalu mengikuti
kerangka dasar horizontal yang lebih dibangun terlebih dahulu.
Pengukuran detail dengan data yang telah diambil meliputi;
a. Sudut antara sisi kerangka dengan jarak ke titik detail yang
bersangkutan,
b. Jarak optis atau pita ukur antara titik kerangka dengan detail,
c. Beda tinggi antara titik tatap kerangka dengan titik detail yang
bersangkutan.

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 37
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

Dalam pemetaan situasi, kerangka dasar vertikal selalu mengikuti


kerangka dasar horizontal yang telah dibangun sebelumnya. Berikutnya
metode-metode pengukuran dasar horizontal :
1. Metode Triangulasi
Merupakan cara untuk menentukan koordinat titik di lapangan dengan
cara mengukur sudut-sudut pada suatu kerangka dasar dengan bentuk
berupa rangkaian segitiga yang mempunyai satu atau lebih titik sentral.
2. Metode Jaringan Segitiga.
Penentuan titik di lapangan dengan cara mengukur sudut-sudut dalam
jaringan segitiga yang mempunyai satu atau lebih titik sentral.
3. Metode Trialaterasi
Penentuan titik kerangka horizontal yang berbentuk rangkaian segitiga
di lapangan dngan cara mengukur jarak sisi kerangka tersebut.

6.3 Tahapan Pelaksanaan


Tahapan pelaksanaannya meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1. Siapkan alat dan keperluan pengukuran.
2. Lakukan orientasi terhadap dearah atau medan akan diukur,
sketsalah secara kasar untuk membantu dalam pengadaan titik
dan keteraturan dalam pengukuran.
3. Tentukan titik target yang akan jadi kerangka poligon. Dirikan
titik awal dengan sempurna (centering alat).
4. Posisikan alat pada kedudukan biasa, bidik titik belakang (patok
belakang) untuk pembacaan benang atas, benang bawah,
kemudian nolkan bacaan sudut horizontalkan lalu catat sudut
horizontal (Oo) dan vertical.
5. Arahkan teropong ke titik depannya (patok depan), kemudian
bacaan benang, sudut vertikal dan sudut horizontalnya.
6. Lakukan pengukuran jarak secara manual dengan menggunakan
pita ukur (meteran) yaitu dari titik berdirinya alat ke titik atau

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 38
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

patok belakang dan ke titik atau patok di depannya. Pengukuran


ini dilakukan dengan cara pulang-pergi. Pada saat pengukuran
pita ukur harus tegang, lurus dan datar.
7. Pada titik yang sama, ubah posisi alat menjadi luar biasa,
kemudian baca bacaan benangnya, sudut vertikal dan sudut
horizontalnya.
8. Kemudian arahkan lagi teropang ke titik belakang, kemudian
baca-bacaan benang, sudut vertikal dan sudut horizontalnya.
9. Masih pada titik yang sama posisikan alat dalam keadaan biasa,
kemudian pada sketsa yang telah dipersiapkan, rencanakan
pembidikan yang teratur terhadap objek-objek alam (unsur-
unsur buatan alam, unsur-unsur buatan manusia, dan pada titik
ekstrim) yang akan dipetakan dengan mencantumkan
abjad/nomor pada batas-batas yang telah ditentukan. Usahakan
pembidikan tetap teratur searah putaran jarum jam, menurut
nomor untuk tidak menimbulkan kekacauan dalam penulisan
data pada formulir atau dalam penggambaran.
10. Data-data yang perlu dicatat dan diamati adalah bacaan benang,
sudut vertikal atau dalam penggambaran.
11. Untuk tempat atau gedung yang bentuknya teratur, tidak perlu
pada semua titik bidik dengan theodolit, tapi ambil saja data
yang diukurdengan menggunakan alat ukur jarak (meteran).
Ambil data selengkap mungkin.
12. Pindahkan data hasil pengamatan ke dalam data form,
penomoran pada formulir dicatat dan harus sama atau sesuai
dengan data yang dibuat sketsa.
13. Ukur tinggi alat dari permukan tanah.
14. Pindahkan alat ke titk berikutnya (patok depan) kemudian hal
yang sama seperti langkah-langkah diatas.

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 39
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

6.4 Pengolahan Data


Pelaksanaan pengukuran pada umumnya dalam beberapa metode pada
praktikum kali ini cukup dibahas mengenai metode tachymetry dan metode
trigonometri.

6.4.1 Metode Tachymetry


Metode tachymetry dapat digunakan untuk penentuan jarak datar dan
beda tinggi yang tidak membutuhkan ketelitian yang akurat (untuk
pengerjaan pengukuran yang sederhana). Prinsip dari pengukuran
tachymetry dapat dilihat pada gambar 6.1.
a. Penentuan jarak datar metode tachymetry
Perhatikan gambar 6.1 , diukur sudut m (sudut miring), tinggi alat
(i), bacaan skala rambu pada benang bawah (b),

Maka :
Jarak miring

Dm = 100 (a – b)
= 100 (a – b) sin z

Jarak mendatar

Dm = 100 (a – b)
= 100 (a – b) sin z

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 40
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

h
Z
m
i
A

Gambar 6.1 metode tachymetry


a. Penentuan beda tinggi metode tachymetry
Perhatikan gambar 6.1 maka :
Beda tinggi adalah :

H = 50 (a – b) (sin 2m) + i - t
= 50 (a – b) (sin 2z) + i - t

Pada daerah yang datar tetapi banyak terdapat bangunan pada


daerah pemetaan tersebut, maka pelaksanaan pengukurannya dapat
dilakukan menggunakan sifat datar.

6.4.2 Metode Trigonometri

Penentuan beda tinggi dengan cara trigonometri adalah penentuan beda


tinggi secara tidak langsung, yaitu beda tinggi fungsi dari jarak
mendatar dan sudut vertikal antara dua titik yang diukur beda tingginya
(gambar 6.2). Jarak mendatar diperoleh dari hasil pengukuran jarak
menggunakan pita ukur, substance bar atau secara elektronik (EDM).

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 41
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

Sedangkan sudut vertikal diukur dengan menggunakan alat ukur


theodolit.

1. Perhatikan gambar 6.2, misalkan akan ditentukan beda tinggi antara


titik A-B, secara trigonometris. Prosedur pengukuran adalah sebagai
berikut :
2. tegakkan theodolit dengan sempurna di A. untuk tinggi theodolit
(tinggi sumbu mendatar alat terhadap titik A), misalkan t.
3. Tegakkan target di B. target dapat berupa rambu ukur, remote atau
tinggi tiang. Tandai sasaran yang akan dibidik pada (tiang),
kemudian ukur tinggi misalakan p.
4. Ukur sudut tegak m (sudut miring) atau z (sudut zenith) dengan
theodolit maka panjang L dapat diketaui.

L = D tan m = D cotan z
Dimana.
D = Jarak mendatar antara A dan B yang diukur dengan alat ukur jarak
Jadi tinggi antara A dan B dapat ditentukan, yaitu:

h AB = L + t - p

h AB = ( D tan m ) + t - p
atau,

h AB = ( D cotan m ) + t - p

Apabila beda tinggi A dan B diperkirakan cukup besar dan jarak A


dan B berjauhan, serta diharapkan hasil pengukuran beda tinggi ini
dapat ditentukan lebih teliti, maka pengaruh refraksi udara dan

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 42
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

kelengkungan bumi harus diperhitungkan sehingga beda tinggi


seharusnya adalah :

1–k
h AB = ( D tan m ) + t – p + D2
2R

Atau,
1–k
h AB = ( D cot anZ ) + t – p + D2
2R

Dimana :
k = koefisien udara = 0,14
R = jari-jari bumi = 6370 km

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 ANALISA PERHITUNGAN POLIGON TERTUTUP

1.) Menghitung Jarak Optis Antar Titik


a. Patok 1
 Jarak 1-2
D optis = ( ba−bb ) 100 x sin ¿ ¿

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 43
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

= (16400-1360)100 x sin900 13'40’’)2


1000
= 27,99 m
 Jarak 2-1
D optis = ( ba−bb ) 100 x sin ¿ ¿

= (1575-1295)100 x sin(890 51'20’’)2


1000
= 27,99 m
27 , 99+27 , 99
D optis rata-rata = = 27,99 m
2
b. Patok 2
 Jarak 2-3
D optis = ( ba−bb ) 100 x sin ¿ ¿
= (1665-1205)100 x sin(880 08'20’’)2
1000

= 45,95 m
 Jarak 3-2
D optis = ( ba−bb ) 100 x sin ¿ ¿
= (1540-1080)100 x sin(91053'20’’)2
1000
= 45,95 m
45 , 95+ 45 , 95
D optis rata-rata = = 45,95 m
2

c. Patok 3
 Jarak 3-4

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 44
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

D optis = ( ba−bb ) 100 x sin ¿ ¿


= (1430-1190)100 x sin(92045'20’’)2
1000

= 23,94 m
 Jarak 4-3
D optis = ( ba−bb ) 100 x sin ¿ ¿
= (1550-1310)100 x sin(87015'00’’)2
1000
= 23,99 m
23 , 94+23 , 99
D optis rata-rata= = 23,96 m
2
d. Patok 4
 Jarak 4-5
D optis = ( ba−bb ) 100 x sin ¿ ¿
= (1570-1200)100 x sin(88019'00’’)2
1000
= 27,97 m
 Jarak 5-4
D optis = ( ba−bb ) 100 x sin ¿ ¿
= (1640-13600)100 x sin(91040'40’’)2
1000
= 27,98 m
27 , 97+27 , 98
D optis rata-rata= = 27,97 m
2
e. Patok 5
 Jarak 5-6
D optis = ( ba−bb ) 100 x sin ¿ ¿
= (1600-1400)100 x sin(88057'00’’)2
1000

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 45
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

= 19,94 m

 Jarak 6-5
D optis = ( ba−bb ) 100 x sin ¿ ¿
= (1560-1390)100 x sin(9109'20’’)2
1000
= 19,99 m
19 ,94 +19 , 99
D optis rata-rata = = 19,96 m
2
f. Patok 6
 Jarak 6-1
D optis = ( ba−bb ) 100 x sin ¿ ¿
= (1740-1240)100 x sin(91045'20’’)2
1000
= 49,95 m
 Jarak 1-6

D optis = ( ba−bb ) 100 x sin ¿ ¿


= (1750-1250)100 x sin(88016'40’’)2
1000
= 49,95 m
49 , 95+ 49 , 95
D optis rata-rata= = 49,95 m
2

2.) Menghitung Sudut Horizontal Besar Sudut Dalam Setiap Titik


a.Titik 1 - 2
Sudut horizontal :

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 46
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

Biasa = 48o30’ 20”


Luar biasa = 228o30’ 20”

b. Titik 1 – 6
Sudut horizontal :
Biasa = 300o12’ 20”
Luar biasa = 123o34’ 40”
Biasa = 360 o + ( 48o30’20”- 300o12’ 20”)
= 108o 18’00’’

Luar biasa = 228o30’ 20” - 123o34’ 40”


= 104o 55’40”

108° 18 ’ 00 ”+104 ° 55’ 40 ”


Maka besar sudut β1 =
2
β1 = 106o 36’50”

c. Titik 2 - 3
Sudut horizontal :
Biasa = 159o40’ 00”
Luar biasa = 339o40’ 40”

d. Titik 2 - 1
Sudut horizontal :
Biasa = 61o32’ 20”
Luar biasa = 241o32’ 20”
Biasa = 159o40’ 40” - 61o32’ 20”
= 98o07’ 40”
Luar biasa = 339o40’ 40” - 241o32’ 20”

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 47
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

= 98o08’20”

98 ° 077 ’ 40 ”+98 ° 08’ 20 ”


Maka Besar Sudut β2 =
2

β2 = 98o 08’ 00”


e. Titik 3 - 4
Sudut horizontal :
Biasa = 243o28’00”
Luar biasa = 64o13’20”

f. Titik 3 - 2
Sudut horizontal :
Biasa = 90o47’00”
Luar biasa = 270o50’00”
Biasa = 243o28’00”- 90o47’00”
= 152o41’20”
Luar biasa = 360 o + (64o13’20”- 270o50’00”)
= 153o23’ 20”

152° 41 ’ 20 ”+153 ° 23 ’ 20 ”
Maka Besar Sudut β3 =
2
β3 = 153o02’20”

g. Titik 4 - 5
Sudut horizontal :
Biasa = 108o54’10”
Luar biasa = 289o03’ 50”

h. Titik 4 - 3

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 48
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

Sudut horizontal :
Biasa = 351o25’20”
Luar biasa = 171o31’ 20”
Biasa
= 360 o + (108o54’10”- 351o25’20”
= 117o28’50”
Luar biasa = 289o 03’ 50” - 171o31’ 20”
= 117o 32’30”

117 ° 28’ 50”+117 ° 32 ’ 30 ”


Maka Besar Sudut β4 =
2
β4 = 117o30’40”

i. Titik 5 - 6
Sudut horizontal :
Biasa = 66 o 35’ 40”
Luar biasa = 276o 36’ 20”

j. Titik 5 - 4
Sudut horizontal :
Biasa = 304o24’00”
Luar biasa = 124o25’ 20”
Biasa = 360 o + (66o35’ 40” - 304o24’00”)
= 122o09’40”

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 49
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

Luar biasa = 276o36’ 20” - 124o25’ 20”


= 122o11’00”

122° 09 ’ 40 ”+122 ° 11’ 00”


Maka Besar Sudut β5 =
2

β5 = 122o10’20”

k. Titik 6-1
Sudut horizontal :
Biasa = 353o29’40”
Luar biasa = 173o32’40”

l. Titik 6-5
Sudut horizontal :
Biasa = 222o03’00”
Luar biasa = 42o06’ 20”
Biasa = 353o29’40”- 222o03’ 00”
= 131o26’40”
Luar biasa = 173o32’ 40”- 42o 06’ 20”
= 131o26’20”

131° 26 ’ 40 ”+131 ° 26 ’ 20”


Maka Besar Sudut β6 =
2
β6 = 131o26’30”

3.) Menghitung Salah Penutup Sudut

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 50
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

fβ = ∑ β – (n-2)180o
∑β = β1 + β2 + β3 + β4+β5+ β6
= 106o 36’50”+ 98o08’00”+ 153o02’ 20”+ 117o30’40”+ 122o10’20”
+
131o26’20”
= 728o54’30”
fβ = 728o54’30”- (6-2) 180o
= 728o54’30” - 720o00’ 00”
= + 08o 54’ 00”

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 51
[LAPORAN ILMU UKUR TANAH] KELOMPOK 3 B

GKULU
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BEN 52

Anda mungkin juga menyukai