Anda di halaman 1dari 103

[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bentuk geografis dari permukaan bumi memiliki ketinggian atau elevasi yang
berbeda-beda dari suatu tempat dengan tempat yang lain. Untuk itu dalam
memenuhi keperluan teknis bidang teknik sipil maka perlu dilakukan proses
pengukuran. Jenis pengukuran yang kami lakukan adalah poligon tertutup, beda
tinggi dan detail situasi. Tugas ini merupakan syarat mengikuti Ujian Akhir
Semester ganjil dengan kita melakukan percobaan ini kita dapat mengetahui tata
cara pengukuran. Pengukuran itu memerlukan perencanaan yang dilandaskan oleh
perhitungan teliti bagi pembangunan tersebut.
Cara membuat Poligon adalah cara pertama untuk menentukan tempat lebih
dari satu titik. Telah diketahui pula pada ujung poligon diperlukan satu titik yang
tertentu dari sudut jurusan tertentu pula. Supaya keadaan menjadi simetris maka
pada ujung akhir dibuat titik yang tertentu pula yang diikat pada jurusan yang
tertentu lagi. Umumnya sudut Poligon dimulai diakhir pada titik tertentu dan
diikat pada kedua ujung jurusan tertentu lagi.
Seperti pada pengukuran poligon, besaran yang diukur diteliti lebih dahulu,
sebelum dimulai dengan hitungan koordinat-koordinat titik-titik jaring segitiga.
Karena yang diukur sudut-sudut, maka sudut-sudut tersebut akan diteliti.
1.2 Rumusan Masalah
Praktikum kali ini memiliki beberapa rumusan permasalahan :
a. Bagaimana cara melakukan pengukuran menggunakan polygon tertutup?
b. Bagaimana cara menghitung hasil pengukuran beda tinggi?
c. Bagaimana cara mengolah data azimuth matahari?
d. Bagaimana cara melakukan pengukuran detail situasi?
e. Bagaimana cara membuat Peta Tranches
1.3 Tujuan
Tujuan dari praktikum poligon tertutup, beda tinggi, detail situasi dan peta
tranches adalah:

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 1


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

1.3.1 Pada Poligon Tertutup


Untuk mengetahui dan mendapatkan koordinat titik-titik pada daerah yang
diukur. Serta kita dapat mengetahui luas daerah yang diukur. Dengan kita
melakukan praktikum kita dapat mengenal dan menyetel alat theodolit, dan
mampu mempraktekkan dengan benar teknik pengukuran suatu poligon, serta
dengan melakukan praktikum azimuth matahari kita dapat mengetahui kedudukan
matahari yang kita gambar.
1.3.2 Beda Tinggi
Dalam praktikum ini kita dapat mempraktekkan dengan benar teknik
pengukuran beda tinggi, meliputi cara mengukur dan menghitung ketinggian
antara 2 titik.

1.3.3 Detail Situasi


Detail situasi adalah penyajian gambar dalam bentuk peta dengan
menggunakan aplikasi suatu dasar teoritis yaitu pemetaan situasi dan detail.
1.3.4 Peta Tranches
Peta tranches atau peta detail sering disebut juga dengan peta topografi
dengan skala besar. Peta topografi yang dilengkapi yaitu peta situasi dengan
kontur atau garis yang mempunyai ketinggian sama. Adanya pemetaan topografi
ini bermula dari adanya data-data dan informasi yang didapat dari pengukuran
topografi. Pengukuran topografi ini merupakan istilah yang dipergunakan dari
kata sebagai terjemahan “TOPOGRAFI SURVEYING”.

1.4 Batasan Masalah


Untuk mempersempit lingkup pembahasan,maka kami membatasi hal-hal
yang kami bahas dalam laporan ini, antara lain :
a. Alat yang digunakan
b. Metode pengukuran
c. Metode perhitungan
d. Metode penggambaran

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 2


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

1.5 Sistematika Penulisan


Laporan tugas akhir ini terdiri 6 bab, antara lain :
a. Bab I Pendahuluan
Menjelaskan mengenai latar belakang masalah,tujuan,manfaat,batasan
masalah,dan sistematika penulisan.
b. Bab II Deskripsi Proyek
c. Bab III Landasan Teori
d. Bab IV Metodologi Penelitian
Menjelaskan mengenai metode penelitian,parameter penelitian,rincian kerja
prosedur penelitian,serta alat dan bahan yang digunakan.
e. Bab V Hasil dan Pembahasan
Memaparkan dan menganalisis data-data yang didapatkan dari hasil pengujian.
f. Bab VI Kesimpulan dan Saran
Menjelaskan kesimpulan akhir penelitian dan saran-saran yang
direkomendasikan berdasarkan pengalaman di lapangan untuk perbaikan
proses pengujian selanjutnya.

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 3


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

BAB II
DESKRIPSI PENGUKURAN

2.1 Jadwal Pengukuran

Pada pengukuran poligon tertutup dalam detail situasi ini kami terdiri dari
beberapa kelompok mengukur pada daerah yang berbeda. Pengukuran ini
dilakukan di Gedung C Universitas Bengkulu. Berbentuk tempat, waktu, tanggal
atau hari dan kegiatan yang kami lakukan.
Tabel 2.1 Waktu pelaksanaan praktikum
No Lokasi Hari/Tgl Waktu Kegiatan
1 Gedung C Minggu, 08.00-13.00 WIB -Pemasangan patok
11-06-2023 a,b,c,d,e, dan f
disekeliling patok
-Pengukuran jarak
antar patok
2 Gedung C Minggu, 14.00-15.30 WIB -Mengukur Poligon
11-06-2023 Tertutup Gedung C
-Mengukur Detail
Situasi pada poligon
tertutup

3. Gedung C Minggu, 08.00-17.00 WIB -Mengukur Poligon


11-06-2023 Tertutup Gedung C
-Mengukur Detail
Situasi pada poligon
tertutup
4. Gedung C Minggu, 08.00-17.00 WIB -Mengukur Detail
11-06-2023 Situasi pada poligon
tertutup
5 Gedung C Minggu, 08.00-10.00 WIB -Pengukuran Azimuth
11-06-2023

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 4


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

2.2 Lay Out


Berikut ini merupakan gambar Lay Out dari Gedung C.

Sumber : Google Maps


Gambar 2.1 Lay Out Gedung C Universitas Bengkulu

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 5


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

BAB III
LANDASAN TEORI
3.1 Pengertian Theodolite
Theodolite adalah salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk
menentukan tinggi tanah dengan sudut mendatar dan sudut tegak. Di dalam
theodolite sudut yang dapat di baca bisa sampai pada satuan sekon (detik).
Pada dasarnya alat ini berupa sebuah teleskop yang ditempatkan pada
suatu dasar berbentuk membulat (piringan) yang dapat diputar-putar mengelilingi
sumbu vertikal, sehingga memungkinkan sudut horizontal untuk dibaca. Teleskop
tersebut juga dipasang pada piringan kedua dan dapat diputar putar mengelilingi
sumbu horizontal, sehingga memungkinkan sudut vertikal untuk dibaca. Kedua
sudut tersebut dapat dibaca dengan tingkat ketelitian sangat tinggi.
3.2 Syarat-syarat Theodolite
Berikut merupakan syarat-syarat Theodolite, yaitu:
3.2.1 Syarat dinamis
Merupakan syarat dimana setiap alat dipindahkan ke stasiun yang lain maka
alat tersebut harus terpenuhi. Syaratnya :
a. Sentering, maksudnya sumbu I (sumbu vertikal) theodolite segaris
dengan garis gaya berat yang melalui titik tempat alat berdiri. Sentering
dapat dilakukan dengan alat bantu.
b. Sumbu I (sumbu V-V) harus vertikal.Komponen yang dipakai untuk
memenuhi syarat ini adalah nivo kotak, nivo tabung dan ketiga sekrup
penyetel ABC (levelling screw)

Gambar 3.1 Theodolite


HH : Sumbu II atau sumbu mendatar/sumbu teropong
VV : Sumbu I atau sumbu vertikal
AA : garis arah nivo alhidade

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 6


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

ZZ : arah garis bidik


NN : garis arah nivo teropong
3.2.2 Syarat Statis
Berikut ini merupakan syarat statis, yaitu:
a. Sumbu II ( Sumbu H-H) tegak lurus sumbu I atau mendatar
b. Garis bidik/kolimasi (Z-Z) tegak lurus sumbu II
c. Tidak ada kesalahan indeks vertikal atau kesalahan indeks vertikal = 0
( ZZ // AA)
d. Garis bidik (Z-Z) sejajar garis arah nivo (N-N) apabila terdapat nivo
teropongnya.
3.3 Garis Kontur

Garis kontur adalah garis yang menunjukan atau menghubungkan tempat-


tempat yang mempunyai ketinggian yang sama terhadap bidang reverensi yang
digunakan, yaitu biasanya bidang geode (bidang yang berhubungan dengan
permukaan air laut rata-rata atau Mean Sea level (MSL) Pada gambar berikut
ditunjukkan dengan jenis 3 dari garis-garis tersebut.

Gambar 3.2 Jenis Kontur


Keterangan gambar:
Gambar 1: kontur gunung
Gambar 2: kontur lembah
Gambar 3: kontur dataran
Kecuraman suatu lereng atau (Steepness) dapat ditentukan dari adanya
interval kontur dan jarak horizontal antara dua garis kontur dapat dicari dengan
interpolasi. Garis kontur tidak boleh saling berpotongan selain itu garis kontur
adalah garis tetutup terletak yang berturutan menunjukan gunung/cekungan (lihat

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 7


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

gambar). Lihat pula perbedaan yang ditunjukkan pada peta suatu dataran atau
tanah yang datar. Agar diperoleh kemudahan dalam kepentingan praktis biasanya
dianjurkan setiap 5 garis, salah satunya yang kelima dipertebal. Untuk garis
kontur yang teratur dan relatif dekat hanya garis kontur yang dipertebal yang
diberi angka.
3.4 Peralatan Yang Digunakan
Dalam pemetaan dan pengukuran peralatan yang digunakan dapat
dikelompokan menjadi 2 bagian :
a. Peralatan yang digunakan di lapangan
b. Peralatan yang digunakan di kontur
3.4.1 Peralatan Yang Digunakan Di Lapangan
Peralatan yang digunakan di lapangan untuk melakukan pengukuran ada
berbagai macam antara lain :
a. Theodolit
b. Rambu
c. Payung 2 buah
d. Patok dan paku
e. Alat pencatat, alat hitung dan formulir hitung
f. Alat Pengukur jarak (pita ukur)
Dari alat yang diatas yang perlu di terangkan penggunaannya adalah
theodolit.
Cara penggunaan Theodolit:
a. Memasang Statif
Membuka sekrup statip pembuka kaki, kemudian statif kita angkat
hingga kaki memanjang, tinggi statif setinggi leher dan sehorisontal mungkin,
kemudian kaki statif kita injak sebelumnya sekrup kita kencangkan.
b. Memasang Pesawat
Setelah kedudukan statip kuat, tidak bergoyang, dan bidang atas
horizontal, Instrument kita letakkan diatasnya dan dikunci rapat-rapat,
kemudian setel alat agar lurus tepat diatas patok.
c. Menyetel Pesawat

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 8


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

Menyetel ketiga sekrup penyetel pesawat, hingga gelembung nivo


didalam lingkaran kaca nivo, dan alat siap digunakan.

d. Menegakkan Rambu
Rambu ditegakkan pada titik yang akan dicari diatas dan harus benar-
benar tegak di atas tanah tersebut. Jarak diantara pesawat dan rambu ±60m.
Cara membuka pesawat:
Pada praktikum IUT ini yang akan di baca menggunakan pesawat ini adalah:
a. Jarak lapangan secara optis
Mula-mula kita ukur tinggi pesawat, kemudian kita ukur (baca rambu
pada angka sesuai tinggi pesawat (tinggi BT ¿ Tinggi pesawat)). Kemudian
kita baca benang atas dan benang bawah kita peroleh jarak ¿ (BA BB) 100
cm.
Ket : Rambu yang digunakan 1 E¿5 cm ,
Berarti 1 kaki E 1,0 cm
Contoh : digambar BA ¿ 10; BT ¿ 8,25; BB ¿ 7
Maka jarak optis = (10 – 7 ) 10 = 30 cm

Gambar 3.3 Contoh Rambu Ukur


b. Cara membaca zenith
Meletakan gelembung nivo ditengah lingkaran kaca nivo (kedudukan
pesawat horizontal), kemudian pembacaan sudut zenith dilakukan :
berdasarkan angka yang sama kiri, atas, kanan, dan bawah. (1 strip = 10
menit)

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 9


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

Sebelum kita melakukan pembacaan, terlebih dahulu klem kunci.


Boussuk kita buka, sekala lingkaran akan bergerak setelah berhenti, kunci
kita tutup kembali (catatan benda-benda logam harus kita jauhkan dari
pesawat), cara membacanya berdasarkan selisih angka 180˚ dari kiri bawah
kanan atas. (keterangan 1 strip = 1 derajat)

Contoh cara membaca:


Gambar 3.5 Cara Membaca

Gambar 3.4 Cara Membaca

Angka yang mempunyai selisih 180˚ adalah 70˚ dan 250˚ , kemudian
pengatur mikrometer menunjuk angka 20’. Jadi contoh diatas men unjuk
sudut azimut : 78˚20’
c. Menentukan besarnya sudut miring (heling)
Setelah sudut azimut diketahui, kemudian sudut azimut kita kunci, maka
pembacaan sudut helling (miring) dilakukan pada kotak sudut helling pada
kiri, atas, kanan, bawah yang angkanya sama.
Ket : 1strip :10’
Pembacaan contoh sudut helling disamping adalah 94˚ 20’

Gambar Heling 3.5 Sudut Heling

d. Menentukan besarnya Nonius sudut


Pembacaan nonius sudut prinsipnya sama dengan azimut hanya klem
boussuk dalam keadaan tertutup. Sebaiknya pada waktu akan membaca
nonius tromol menunjuk angka nol dahulu. Kemudian kita putar sampai
garis-garis berimpit.

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 10


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

Ket : Alat-alat diatas harus di chek dahulu agar alat tersebut siap pakai bila
telah sampai lapangan.

3.4.2 Peralatan Yang Digunakan Di Kountur


Alat-alat yang digunakan di kountur untuk proses perhitungan dan
penggambaran meliputi:
a. Mesin hitung (kalkulator)
b. Kertas gambar
c. Penggaris dan sejenisnya
d. Penghapus dan sebagainya
e. Alat-alat yang digunakan lainnya

3.5 Pada Poligon Tertutup

3.5.1 Poligon
Poligon merupakan suatu rangkaian sudut banyak ataupun deretan titik-titik
yang menghubungkan dua titik tetap (titik triangulasi). Pekerjaan menetapkan
stasiun-stasiun poligon dan membuat pengukuran-pengukuran yang perlu adalah
salah satu cara paling banyak dan yang paling mendasar dilakukan untuk
menentukan letak nisbi titik.
Berdasarkan kepada titik-titik tetap (koordinatnya diketahui) dan bentuk
geometrinya, secara umum poligon dibedakan atas 3 macam, yakni:
1. Poligon sempurna
Merupakan poligon yang deretan titiknya terikat pada titik-titik tepat
pada awal dan akhirnya. Hasil pengukuran dapat dikontrol dan diketahui
kesalahannya, melalui proses perhitungan paralatan.
2. Poligon lepas atau poligon tidak sempurna
Merupakan polygon yang deretan titik-titik hanya terikat pada satu titik.
Dalam hal ini tidak dapat dikontrol atau diketahui kesalahannya.

1 3

Poligon Terbuka dan Tidak Sempurna

Gambar 3.6 Poligon Terbuka dan Tidak Sempurna

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 11


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

3. Poligon Tertutup
Merupakan poligon yang deretan titik-titiknya terikat kepada satu titik
tepat yang berfungsi sebagai titik awal sekaligus titik akhirnya. Hasil
pengukuran dapat dikontrol dan dikoreksi kesalahannya.

2
1
`
3
A

5 4

Poligon Tertutup dan Sempurna

Gambar 3.7 Poligon Tertutup


Berbagai cara dipakai dalam mengukur sudut atau arah garis poligon,
diantaranya sebagai berikut :
1. Pengukuran poligon dengan sudut arah kompas
Kompas juru ukur dirancang untuk pemakaian sebagai instrumen
poligon, sudut arah terbaca langsung pada kompas sewaktu bidikan sepanjang
garis (jurusan) poligon.
2. Pengukuran poligon dengan sudut dalam
Sudut dalam seperti gambar dibawah ini, dipakai hampir khusus pada
poligon pengukuran hak milik. Sudut-sudut itu dibaca baik searah maupun
berlawanan arah jarum jam, sewaktu kelompok pengukuran maju
mengelilingi poligon ke kanan atau ke kiri dalam urutan ABC seperti
diperlihatkan di bawah ini :

Gambar 3.8 Pengukuran Poligon Sudut Dalam

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 12


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

3. Pengukuran poligon dengan sudut belakang


Pengukuran jalur lintas biasa dilakukan dengan sudut belokan dikanan
atau dikiri dari garis-garis memanjang seperti gambar dibawah ini. Sudut
belokan tidak lengkap jika tidak disertai sebutan ke atau ki dan tentu saja
tidak boleh lebih dari 180o. Masing-masing sudut harus diukur dua atau empat
kali untuk mengurangi galat-galat instrumen dan ditentukan sebuah harga
rata-rata.
4. Pengukuran Poligon dengan Sudut ke kanan
Sudut-sudut diukur searah jarum jam dari bidikan belakang pada garis
sebelumnya disebut sudut-sudut ke kanan atau azimut-azimut dari garis
belakang. Prosedur yang dipakai mirip dengan pengukuran poligon azimut
kecuali bahwa bidikan belakang dibuat dengan piringan terbaca nol dan
bukan azimut belakang. Sudut-sudut dapat dicek (diperbaiki) dengan
pengukuran rangkap dua, atau diuji harga kasarnya dengan pembacaan
kompas. Selalu memutar sudut searah jarum jam menghilangkan kekacauan
dalam pencabutan dan penggambaran, serta cocok dengan susunan
pembagian skala pada semua transit dan theodolit, termasuk instrumen-
instrumen reiterasi.
5. Pengukuran dengan tofografi
Sering dilaksanakan dengan azimut, sebuah proses yang langsung
memberikan pembacaan azimut semua garis, jadi tidak memerlukan
hitungannya. Azimut diukur searah jarum jam dari ujung utara meridian lewat
titik sudut. Transit diorientasikan disetiap pemasangan instrumen dengan
bidikan pada titik sebelumnya dengan azimut belakang pada lingkaran (jika
sudut berputar ke kanan) atau azimut garis dipiringan

3.5.2 Rumus untuk pengolahan data


Berikut ini beberapa rumus untuk pengolahan data
a. Rumus perhitungan dan pengolahan azimut matahari
1. Tentukan kedudukan matahari
2. Catat waktu pengamatan (detik, menit, dan jam)
3. Tentukan bacaan lingkaran tegak terhadap tepi matahari ( hu ’ )

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 13


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

1
4. Cari koreksi ± d (tabel 1)
2
' 1
5. Tentukan tinggi pusat matahari ( hu ) =hu ± d
2
6. Catat bacaan lingkaran mendatar
a. Terhadap acuan (Hs)
b. Terhadap tepi matahari (Hm)

7. Tentukan :
a. Sudut horizontal terhadap tepi matahari
Ψ =Hs−Hm
b. Koreksi
1
d
2
Ψ=
cos hu
8. Sudut horizontal terhadap pusat matahari
'
Ψ =Ψ ± ∆ Ψ
9. Tinggi matahari (hu)
10. Tentukan rm, Cp dan Ct dengan interpolasi dari tabel VI, VIIb dan
VIII.
11. Hitung refraksi ( r ' ) =rm × Cp× C ( r ' )
12. Tentukan Paralaks ( p” ) dengan interpolasi tabel IX
13. Hitung koreksi refraksi dan paralaks terhadap tinggi matahari
( h ) =hu− r ' +p
14. Tentukan lintang posisi pengamat, biasanya diketahui (Q)
15. Tentukan diklinasi ( δ ) …………………..tabel 1
16. Hitung nilai sin δ= L
17. Hitung nilai sin Q
18. Hitung nilai sin h
19. Hitung M= Q × sin h
20. Hitung N =L−M
21. Hitung cos Q
22. Hitung cos h

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 14


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

23. Hitung D=cos Q× cos h


N
24. Hitung nilai arc cos =A
D
25. Am = Azimut pusat matahari
a) Pagi hari ¿A
b) Siang hari ¿ 360 −¿ A
26. Hitung azimut ke titik acuan α =Am ± Ψ

b. Rumus untuk pengolahan data poligon


1. Menghitung besar kesalahan total pengukuran sudut
fβ=∑ β− ( n−2 ) ⋅180 °
2. Menghitung besar koreksi tiap sudut
−fβ
β=
n
3. Menghitung harga sudut defenitif
βυ=βυ +Vβυ
βυ=sudut ukuran
4. Menentukan azimut sisi-sisi polygon
VFF
α A− B=α A −β A +180 °
5. Koreksi hasil hitungan azimut.
∑ β =( α Awal−α Akhir ) +180 ° ( n−2 )
6. Menghitung beda absis ( dx ) dan beda ordinat ( dy )
Dx ¿ d sin α
Dy ¿ d cos α
Dimana : 1. Dx ¿ beda absis
2. Dy ¿ beda ordinat
3. D ¿ jarak sisi
4. α ¿ azimut sisi
7. Menghitung salah penutup jarak
a. Absis
f ( x )=∑ d sin α

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 15


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

b. Ordinat
f ( y )=∑ d cos α
8. Menghitung koreksi kesalahan penutup jarak
a. Absis
d 1−2
∆ x 1−2=
∑ d ⋅f ( x )

b. Ordinat
d 1−2
∆ y 1−2=
∑ d ⋅ f ( y)
9. Menentukan koordinat defenitif titik-titik poligon
a. Absis
x1 = d sin α + ∆x1-2
1

x2 = d sin α 2 + ∆x2-3
b. Koordinat
y1 = d sin α 1 + ∆y1-2
y2 = d sin α 2 + ∆y 2-3

3.5.3 Tata Laksana Pengukuran Poligon Tertutup


Untuk bisa mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang ditargetkan maka
dalam praktikum perlu diikuti aturan-aturan sebagai berikut :
a. Pelaksanaan pengukuran dilakukan oleh beberapa orang dalam satu
kelompok.
b. Pemasangan patok yang perlu diperhatikan adalah keamanan patok,
kestabilan tanah, kemudahan pemasangan alat, kemudahan pengukuran
dan pengamatan, jarak antar patok, keleluasaan pandangan, kaitannya
dengan proyek utama dan lain-lain.
c. Sebelum melakukan pengukuran maka alat perlu disentriskan dengan
cara mengatur unting-unting atau centering optis.
d. Setiap pengamatan atau pengukuran arah garis, benang tegak teropong
harus mengarah tepat ketengah paku patok itu dengan untuing-unting

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 16


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

tetap mengarah ketengah paku yang akan diukur lalu teropong diarahkan
ke benang unting-unting.
e. Pengukuran sudut dilakukan minimal 2 kali, yaitu dalam kedudukan
biasa dan luar biasa.
f. Pengukuran jarak harus sedatar dan selurus mungkin dan minimal 2 kali.
g. Pengukuran harus dihentikan pada jam 11.30 dan mulai lagi pada jam
13.30 untuk menghindari kesalahan pengamatan.
h. Selama pengukuran alat theodolit harus dilindungi dari sinar matahari
langsung.

3.6 Penentuaan Azimut Geografis Metode Penentuan Tinggi Matahari

3.6.1 Umum
Pengukuran dengan azimut matahari adalah pengukuran yang dilakukan
untuk mendapatkan azimut astronomis, dimana sudut jurusan ke satu titik
ditentukan berdasarkan referensi lintang astronomis.
Jadi dapat dikatakan disini bahwa maksud dan tujuan dari pengukuran,
pengamatan matahari adalah :
a. Untuk mendefinisikan azimut dititik awal pekerjaan dan titik akhir
pekerjaan.
b. Untuk kontrol hasil ukuran poligon.

3.6.2 Dasar Teori


Posisi bintang atau matahari terhadap bumi dinyatakan dengan bantuan bola
langit dan beberapa sistem koordinat yang ditentukan pada bola langit tersebut.
Penentuan azimut geografis dari suatu garis di permukaan bumi dengan metode
pengamatan tinggi matahari dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a. Pengamatan tinggi matahari.
b. Penentuan azimut matahari.
c. Penentuan azimut geografis.

3.6.3 Pengamatan Tinggi Matahari

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 17


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

Pengukuran azimut georafis dengan pengamatan tinggi matahari dapat


dilakukan dengan cara ditadah, filter dan prisma reolofs. Dalam praktikum IUT 1
ini metode dilakukan dengan cara ditadah.
Pengamatan dilakukan dengan menempatkan penadah atau tabir, dibelakang
lensa okuler, penadah tersebut bisa sebuah kertas putih, sebagai layar yang
menangkap cahaya matahari dan bayangan benang diafragma. Bayang yang jelas
dapat diatur sedemikian rupa dengan menekan tromol pengatur bayangan atau
fokus.

3.6.4 Koreksi ½ d Sudut Vertikal


Pembidikan dilakukan terhadap tepi-tepi matahari, untuk mendapatkan tinggi
ke pusat matahari, maka sudut vertikal harus diberi koreksi ½ diameter bayangan
matahari. “ d “ adalah sudut yang dibentuk oleh garis yang menghubungkan
stasiun pengamatan ke tepi-tepi matahari. Makanya d dinyatakan dalam satuan
sudut. Namun karena jarak ke bumi berubah-ubah, maka harga d juga berubah
sesuai dengan jarak bumi.
Pada bulan Desember nilai d 32’34” sedangkan pada bulan Juli nilainya
31’35”. Untuk keperluan hitungan, diambil pembulatan rata-rata sebesar 32’.
1
Koreksi d yang diberikan pada sudut vertikal tergantung pada kuadran beberapa
2
bayangan matahari ditempatkan.

Kuadran IV Kuadran I

Kuadran III Kuadran II

Gambar 3.9 sistem kuadran dalam IUT


Sebagai contoh penggunaan kuadran tersebut dapat dilihat pada gambar
3.10, sedangkan aturan pemakaian tanda ¿ ¿ dapat dilihat pada gambar 3.11.

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 18


hu'- 1/2 d 1/2 d
d

(a)
[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

Gambar 3.10 bayangan matahari di kuadran III

d
hu'+1/2 d 1/2 d

(b)

Gambar 3.11 bayangan matahari di kuadran III

+1 +1
d d
2 2

−1 −1
d d
2 2

Gambar 3.12 Koreksi ½ d untuk sudut vertikal


Note : pada posisi luar biasa, bacaan lingkaran tegak zenith “V” harus
dikonversikan ke posisi biasa. Kemudian bacan lingkaran zenith
dikonversikan lagi ke bacaan lingkaran magnetis, hu’ = 90 - V .

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 19


h
S

U Horizon
?' AS
?
AM
[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

Gambar 3.13 Koreksi ½ diameter matahari

Dengan demikian koreksi terhadap azimut adalah :


 Tepi kiri bayangan , Ψ =Ψ '−∆ Ψ
 Tepi kanan bayangan, Ψ =Ψ ' +∆ Ψ
Dengan Ψ '=Hs−Hm

??
matahari

Am
Hm

?
?'

Hs

Gambar 3.14 Azimut Matahari (Am)

3.6.5 Koreksi Paralaks dan Refraksi

O Z' M

Z
C

Gambar 3.15 Koreksi Paralaks Horizontal

Dimana : D ¿ jarak dari bumi ke matahari ( C −¿ M )


Z’ ¿ sudut zenith pengamatan

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 20


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

Z ¿ sudut zenith geosentris


V ¿ Z’ −¿ Z ¿ paralaks horizontal
R ¿ jari-jari bumi ( C −¿ O )
Perhatikan segitiga OCM :
R R
sin P= × sin ( 180−Z ' )+ ×sin '
D D
Secara pendekatan :
R
P= × sin Z '
D
Jika Z’ = 90º, maka diperoleh paralaks horizontal :
R
Ph=
HargaDparalaks ini dapat diperoleh dari tabel yang terdapat pada
Almanak Matahari dan bintang.
Faktor alam, seperti temperatur, tekanan dan tekanan udara adalah hal yang
sangat berpengaruh terhadap pengukuran yang dilakukan. Hal ini jelas diketahui
karena dapat memberikan efek pemuaian ataupun melengkungnya sinar yang
masuk ke dalam teropong ( refraksi ). Semua gejala ini dialami oleh hasil
pengukuran sejak mulai dari target yang dibidik sampai didalam teropong itu
sendiri. Oleh karenanya juga diperlukan koreksi. Harga koreksi refraksi tersebut
dapat diperoleh dari tabel pada almanak Tahunan Matahari dan Bintang, dengan
rumus sebagai berikut :
r = {r} rsub {m} {C} rsub {p} {C} rsub {t
Dimana :
Rm ¿ koreksi refraksi menengah ( pada p ¿ 760 mmHg ; t ¿ 10ºC;
Kelembaban nisbi ¿ 60% ) dengan argumen adalah tinggi ukuran dari
matahari.
Cp ¿ faktor koreksi barometric, dengan argumen adalah tekanan udara
stasiun pengamat atau ketinggian pendekatan dari stasiun pengamat.
Ct ¿ faktor koreksi temperatur, dengan argumen adalah temperatur udara
stasiun pengamat.

3.6.5 Segitiga Astronomi


Segitiga astronomi adalah bola langit yang dibatasi oleh lingkaran besar yang
dibentuk oleh titik zenith, titik matahari atau bintang yang diamati dan sebuah

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 21


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

titik kutub (Indonesia mengambil kutub utara sebagai acuan).Penentuan azimut


geografi dengan metode pengamatan tinggi matahari diperoleh dari hasil
perhitungan dengan menggunakan data :
a. Tinggi matahari (h) diperoleh dari hasil pengamatan dari stasiun
pengamat.
b. Deklinasi matahari (δ) yang diperoleh dari tabel pada almanak matahari
dan bintang dengan argument adalah waktu, tanggal dan tahun
pengamatan.

Lingkaran Equator

Z
A
KU Lingkaran Horizon
Bt

90°- h

bumi 90°- d
S U

KS
N

Gambar 3.16 Bola langit dengan posisi bintang terhadap bumi dinyatakan dengan
A dan Z

c. Lintang ( φ ) stasiun pengamat yang diperoleh dari hasil interpolasi peta,


yaitu dari peta topografi daerah pengamatan.
Pada gambar unsur-unsur yang tertera adalah :
 a ¿ 90 °−δ
 b ¿ 90 °−φ
 c ¿ 90 °−h

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 22


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

 A ¿ Azimut matahari
Dengan menggunakan rumus cosinus pada segitiga bola diperoleh :

cos A=¿ ( sin δ−sin ϕ ⋅sin h ) / ( cos ϕ ⋅sin Z ) ¿

Apabila yang diukur adalah sudut zenith (z = 90º - h), maka :

cos A=¿ ( sin δ−sin ϕ ⋅cos Z ) / ( cos ϕ ⋅sin Z ) ¿

3.6.6 Azimut Geografi Ke Titik Sasaran

Pengukuran Azimut Geografi dengan metode pengamatan tinggi matahari


dapat dilakukan pada waktu :
a. Pagi: jam 07.00 – 09.00
Bila dilakukan pada pagi hari maka zenith yang sesungguhnya sama dengan
azimut matahari yang diperoleh dari perhitungan.
b. Sore: Jam 15.00 – 17.00
Bila pengamatan dilakukan pada sore hari, maka azimut matahari
sesunguhnya adalah : 3600 −¿ Am.

3.7 Peralatan
Peralatan yang diperlukan untuk pengamatan tinggi matahari adalah :
a. Alat ukur theodolit lengkap dengan statipnya.
b. Kertas tadah.
c. Jam atau pengukur waktu lainnya, yang sebelumnya telah disesuaikan dengan
waktu radio atau televisi.
3.8 Pelaksanaan Pengukuran
Tahap Pelaksanaan Pengukuran :
a. Posisi pengamat (lintang, bujur dan ketinggian) dapat ditentukan pada peta
tofografi.

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 23


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

b. Alat theodolit ditempatkan di atas statip dan kemudian diletakan di atas titik
patok. Lakukan Centering dan pengaturan nivo.
c. Atur fokus teropong ke titik jauh tak hingga, perjelas benang diafragma.
d. Persiapkan jam digital yang telah distandarkan.
e. Dengan menutup lensa teropong terlebih dahulu, arahkan teropong dengan
bantuan visier ke matahari.
f. Siapkan kertas putih yang akan digunakan untuk menadah bayangan dan
ditempatkan dimuka lensa okuler.
g. Posisi pengamat membelakangi matahari dan menghadap pada kertas tadi.
h. Longgarkan sekrup pengunci gerakan horizontal dan vertikal, sehingga
mudah untuk mngatur gerakan teropong yang mengarah ke matahari
sedemikian rupa sehingga bayangan matahari terlihat yang merupakan
lingkaran penuh pada kertas tadah.
i. Kunci sekrup pengunci gerakan horizontal dan vertikal kemudian bayangan
matahari dipertajam dengan mengunakan pengatur fokus dan benang
diafragma diperjelas dengan pengatur benang diafragma.
j. Dengan menggunakan sekrup halus horizontal dan vertikal tempatkan
bayangan matahari ke dalam kuadran (sesuai dengan waktu pengamatan).
k. Dengan sekrup gerak halus horizontal tempatkan tepi bayangan matahari pada
benang vertikal.
l. Pada pagi hari dengan sekrup gerak vertikal tepi bawah / atas bayangan
matahari digeserkan ke atas / bawah benang horizontal diafragma sedikit, bila
pada sore hari tepi bawah / atas bayangan matahari digeser ke bawah.
Penggeseran tepi bayangan tersebut tergantung pada kuadran berapa
bayangan tersebut ditempatkannya.
m. Memberi aba-aba “AWAS”, disini pencatat waktu siap dan selalu mengawasi
jalannya detik. Pada saat bayangan matahari tepat menyinggung benang
diafragma beri aba-aba “YA”.
n. Pada saat mendengar aba-aba “YA” pencatat waktu mencatat detiknya,
kemudian menit dan jamnya.
o. Selanjutnya dicatat sudut horisontal dan vertikal.

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 24


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

p. Pembacaan dilakukan secara berurutan; biasa ke matahari, biasa ke patok;


luar biasa ke matahari, luar biasa ke patok untuk masing-masing kuadran.
q. Untuk kuadaran lain langkah pelaksanaan sama dengan prosedur diatas,
disesuaikan dengan waktu pengamatan ( pagi atau sore ) dan kuadran
pengamatan ( I, II, III, IV ).
r. Data-data lain yang perlu diambil : temperatur, tekanan udara pada saat
pengamatan.
3.9 Perhitungan
Data dari lapangan diperoleh data-data sebagai berikut :
a. Waktu pengamatan matahari (T)
b. Tinggi matahari (h)
c. Temperatur udara (t)
d. Tekanan udara (p)
e. Sudut orientasi horisontal (Ψ)
Dari interpolasi peta, diperoleh :
1. Lintang pendekatan titik pengamat (Ψ)
2. Lintang pendekatan titik pengamat (λ)
3. Ketinggian lintang pendekatan titik pengamat (H)
Yang akan ditentukan adalah azimut geografis garis geodetic yang
menghubungkan titik pengamat ke titik sasaran.
SOLUSI :
1. Berikan koreksi diameter terhadap tinggi matahari dan sudut orientasi
(jika menggunakan metode pengamatan dengan cara ditadah atau dengan
cara kaca hitam). Dimana harga 1/2d dapat diperoleh dari tabel almanak
matahari dan bintang yang disesuaikan dengan tanggal dan bulan
pengamatan.
1
a. Koreksi diameter terhadap tinggi matahari : h '=h ± −i
2
' 1
b. Koreksi diameter terhadap sudut orientasi : Ψ =Ψ ± d sec h
2
2. Koreksi refleksi dan paralaks terhadap tinggi matahari, harga r m, Cp, Ct,
diperoleh dari tabel almanak matahari dan bintang :
h =h'- left ({r} rsub {m} × {C} rsub {p} × {C} rsub {t} right ) +p

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 25


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

3. Menghitung azimut matahari ¿ A


a. sin δ−sin Ψ ×sin h} = ¿
b. cos Ψ × cos h =D¿
Maka A=arc cos N /D
4. Menghitung azimut matahari sesungguhnya ¿ Am
a. Pagi hari : Am ¿ A
b. Sore hari : Am ¿ 360 −¿ A
5. Menghitung azimut geografi ketitik sasaran
Α ¿ Am ± Ψ (tergantung pada posisi titik sasaran dipermukaan bumi).
Untuk lebih sistematis dalam perhitungan dan pengolahan azimut
matahari,lakukan sesuai pedoman berikut ini :
a. Tentukan kedudukan matahari
b. Catat waktu pengamatan (detik, menit, dan jam)
c. Tentukan bacaan lingkaran tegak terhadap tepi matahari (hu’)
1
d. Cari koreksi ± d (tabel 1)
2
1
e. Tentukan tinggi pusat matahari ( hu ) =hu ' ± d
2
f. Catat bacaan lingkaran mendatar
a. Terhadap acuan (Hs)
b. Terhadap tepi matahari (Hm)
g. Tentukan :
a. Sudut horizontal terhadap tepi matahari Ψ =Hs−Hm
1
d
Koreksi 2
Ψ=
cos hu
'
Sudut horizontal terhadap pusat matahari Ψ =Ψ ± ∆ Ψ
h. Tinggi matahari (hu)
i. Tentukan rm , Cp dan Ct dengan interpolasi dari tabel VI, VIIb dan VIII.
j. Hitung refraksi ( r ' )=rm × Cp× C ( r ' )
k. Tentukan paralaks ¿ dengan interpolasi tabel IX
l. Hitung koreksi refraksi dan paralaks terhadap tinggi matahari (h)
( h ) =hu− r ' +p

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 26


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

m. Tentukan lintang posisi pengamat, biasanya diketahui (Q)


n. Tentukan diklinasi (δ)…………………..tabel 1
o. Hitung nilai sin δ ¿ L
p. Hitung nilai sin Q
q. Hitung nilai sin h
r. Hitung : sin Q × sin h ¿ M
s. Hitung L −¿ M ¿ N
t. Hitung cos Q
u. Hitung cos h
v. Hitung : cos Q × cos h ¿ D
N
w. Hitung nilai : arc cos =A
D
x. Am ¿ Azimut pusat matahari
a. Pagi hari ¿ A
b. Siang hari ¿ 360 −¿ A
y. Hitung azimut ketitik acuan : α =Am ± Ψ
3.10 Detail Situasi
Adapun detail situasi dijelaskan sebagai berikut.

3.10.1 Umum
Pada objek ini tujuan yang utama adalah penyajian gambar dalam bentuk peta
dengan menggunakan aplikasi suatu dasar-dasar teritris yaitu pemetaan situasi dan
detail
Pemetaan situasi suatu daerah mencakup penyajian bentuk dalam dimensi
horizontal dan vertikal secara bersama-sama dalam suatu gambar peta. Maksud
dari pengukuran ini adalah memindahkan gambaran dari permukan bumi ke dalam
suatu bidang gambar (gambar kertas).
Detail-detail situasi yang perlu diamati dan dipetakan adalah :
a. Unsur-unsur buatan alam
1. garis pantai, danau dan rawa
2. batas-batas tebing atau jeram, batas hutan
3. dan lain-lain
b. Unsur-unsur buatan manusia

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 27


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

1. bangunan
2. jalan
3. jembatan
4. saluran irigasi
5. batas kepemilikan tanah

3.10.2 Dasar Teori


Dalam pengukuran detail situasi, perlu dilakukan pngukuran terhadap
beberapa hal yaitu:
a. Penentuan titik dasar
Peta situasi ini harus terikat pada sistem kerangka yang telah diketahui
sebelumnya yang berfungsi sebagai acuan.
b. Pengukuran kerangka horizontal (sudut dan jarak)
Umumnya untuk peta yang tidak terlalu besar, dipakai kerangka poligon.

c. Pengukuran beda tinggi


Pengukuran beda tinggi (kerangka vertikal) selalu mengikuti kerangka
dasar horizontal yang lebih dibangun terlebih dahulu.
Pengukuran detail dengan data yang telah diambil meliputi
1. Sudut antara sisi kerangka dengan jarak ke titik detail yang
bersangkutan,
2. Jarak optis atau pita ukur antara titik kerangka dengan detail,
3. Beda tinggi antara titik tatap kerangka dengan titik detail yang
bersangkutan.
Dalam pemetaan situasi, kerangka dasar vertikal selalu mengikuti
kerangka dasar horizontal yang telah dibangun sebelumnya. Berikutnya
metode-metode pengukuran dasar horizontal :
1. Metode Triangulasi
Merupakan cara untuk menentukan koordinat titik di lapangan
dengan cara mengukur sudut-sudut pada suatu kerangka dasar
dengan bentuk berupa rangkaian segitiga yang mempunyai satu atau
lebih titik sentral.
2. Metode Jaringan Segitiga.

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 28


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

Penentuan titik di lapangan dengan cara mengukur sudut-sudut


dalam jaringan segitiga yang mempunyai satu atau lebih titik sentral.
3. Metode Trialaterasi
Penentuan titik kerangka horizontal yang berbentuk rangkaian
segitiga di lapangan dngan cara mengukur jarak sisi kerangka
tersebut.

3.10.3 Tahapan Pelaksanaan


Tahapan pelaksanaannya meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
a. Siapkan alat dan keperluan pengukuran.
b. Lakukan orientasi terhadap dearah atau medan akan diukur, sketsalah
secara kasar untuk membantu dalam pengadaan titik dan keteraturan
dalam pengukuran.
c. Tentukan titik target yang akan jadi kerangka poligon. Dirikan titik awal
dengan sempurna (centering alat).
d. Posisikan alat pada kedudukan biasa, bidik titik belakang (patok
belakang) untuk pembacaan benang atas, benang bawah, kemudian
nolkan bacaan sudut horizontalkan lalu catat sudut horizontal (Oo) dan
vertical.
e. Arahkan teropong ke titik depannya (patok depan), kemudian bacaan
benang, sudut vertikal dan sudut horizontalnya.
f. Lakukan pengukuran jarak secara manual dengan menggunakan pita ukur
(meteran) yaitu dari titik berdirinya alat ke titik atau patok belakang dan
ke titik atau patok di depannya. Pengukuran ini dilakukan dengan cara
pulang-pergi. Pada saat pengukuran pita ukur harus tegang, lurus dan
datar.
g. Pada titik yang sama, ubah posisi alat menjadi luar biasa, kemudian baca
bacaan benangnya, sudut vertikal dan sudut horizontalnya.
h. Kemudian arahkan lagi teropang ke titik belakang, kemudian baca-
bacaan benang, sudut vertikal dan sudut horizontalnya.
i. Masih pada titik yang sama posisikan alat dalam keadaan biasa,
kemudian pada sketsa yang telah dipersiapkan, rencanakan pembidikan
yang teratur terhadap objek-objek alam (unsur-unsur buatan alam, unsur-

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 29


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

unsur buatan manusia, dan pada titik ekstrim) yang akan dipetakan
dengan mencantumkan abjad/nomor pada batas-batas yang telah
ditentukan. Usahakan pembidikan tetap teratur searah putaran jarum jam,
menurut nomor untuk tidak menimbulkan kekacauan dalam penulisan
data pada formulir atau dalam penggambaran.
j. Data-data yang perlu dicatat dan diamati adalah bacaan benang, sudut
vertikal atau dalam penggambaran.
k. Untuk tempat atau gedung yang bentuknya teratur, tidak perlu pada
semua titik bidik dengan theodolit, tapi ambil saja data yang
diukurdengan menggunakan alat ukur jarak (meteran). Ambil data
selengkap mungkin.
l. Pindahkan data hasil pengamatan ke dalam data form, penomoran pada
formulir dicatat dan harus sama atau sesuai dengan data yang dibuat
sketsa.
m. Ukur tinggi alat dari permukan tanah.
n. Pindahkan alat ke titk berikutnya (patok depan) kemudian hal yang sama
seperti langkah-langkah diatas.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Pelaksanaan Pratikum


Inilah langkah pelaksanaan pratikum dilapangan,antara lain:
1. Pancangkan patok kayu pada titik-titik poligon yang akan diukur dengan
palu godam, pasang paku paying diatasnya. Usahakan patok tidak terlalu
tinggi, kemudian ukur jarak antara titik.
2. Gambarkan sketsa titik-titik poligon.
3. Pasang theodolit pada statifnya tepat diatas patok satu. Stel
kedudukannya, nivo tabung dan nivo kotak harus tepat, pastikan untung-
unting tepat di atas paku payung. Kemudian catat tinggi theodolit dari
ujung patok dan azimut pada titik 1.
4. Pasang rambu ukur pada titk 1 dan satu lagi pada titik 4, tembak titik 1
dalam posisi teropong bias, sedangkan kalau menggunakan kedudukan

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 30


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

luar biasa harus melepaskan pengunci horizontal dan vertikal. Maka dapat
kita baca BA, BT, BB, serta sudut vertikal dan horizontal.
5. Pindahkan theodolit ke titik 2 stel kedudukannya dan catat tinggi
theodolit dari patok. Selanjutnya pasang rambu ke titik 1 dan 3 tembak
titik 1 dan 2 dalam posisi teropong biasa kemudian dalam posisi luar
biasa. Maka dapatlah bacaan BA, BT, BB, serta vertikal dan horizontal.
6. Lakukan langkah 4 dan 5 untuk titik berikutnya.

4.1.1 Pengenalan alat


Alat yang dipakai dalam pengukuran poligon ini adalah theodolit yang
terdiri dari bagian umum dan bagian utama. Komponen penyusun masing-
masing bagian adalah sebagai berikut:
Bagian umum
A. Bagian atas, terdiri dari :
1. Plat atas yang langsung dipasangkan pada sumbu vertikal
2. Standar yang secara vertikal dipasangkan pada 1
3. Sumbu horizontal yang didukung oleh 1 dan 2
4. Teleskop tegak lurus sumbu horizontal dan dapat diputar mengelilingi
sumbunya
5. Lingkaran graduasi vertikal dengan sumbu horizontal sebagai
pusatnya
6. Dua buah atau sebuah nivo tabung dengan sumbu-sumbunya yang
saling tegak lurus satu sama lain
7. Dua pembacaan graduasi yang berhadapan
B. Bagian bawah, terdiri dari :
Bagian utama dari theodolit terdiri dari teleskop, nivo, lingkaran
graduasi dan pembacaan, perlengkapan sudut pengukur vertikal,
perlengkapan pengukur sifat datar dan alat penggerak.
Untuk mengetahui lebih jelas bagian-bagian theodolit serta fungsinya,
berikut dijelaskan pada tabel dan gambar.

Tabel 4.1 Bagian-bagian theodolit dan fungsinya


NO Bagian Fungsi

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 31


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

Plat pelindung lingkaran vertikal Melindungi lingkaran vertikal dan


1
didalamnya indeks vertikal
Memperjelas bayangan objek atau
2 Ring pengatur lensa tengah
sasaran
Melindungi sekrup koreksi diafragma
3 Penutup koreksi diafragma
dari gangguan luar
Membaca sudut putaran pada arah
4 Alat baca lingkaran vertikal
vertikal dan arah horizontal
Memasukkan sinar pada alat
5 Reflektor sinar baca/menerangi piringan vertikal dan
horizontal
Membuat sumbu satu benar-benar
6 Nivo tabung alhidade horizontal
vertical

Menempatkan benang silang tepat


7 Sekrup penggerak halus teropong pada arah objek yang dituju setelah
diklaim arah vertikal dikencangkan

Mematikan gerak instrument agar


8 Klem alhidade horizontal sumbu 1 termasuk teropong tidak
dapat berputar dengan arah horizontal
9 Nivo kotak Membuat sumbu 1 mendekati vertical
Memberikan koreksi nivo tabung
Sekrup koreksi nivo tabung
10 alhidade horizontal supaya tegak
alhidade horizontal
lurus sumbu 1
Landasan instrument dan
11 Plat daasar instrument
menempatkan instrument diatas statif
Mendirikan/menempatkan diatas
12 Plat dasar statif
statif
Membentuk bayangan objek yang
13 Lensa objektif teropong
ditujukan pada pengukuran
Memperbesar bayangan sehingga
14 Teropong
dapat dibidik dengan tepat

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 32


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

Mengatur kedudukan pembaca agar


15 Mikrometer optic
teliti
Mengunci teropong pada putaran
16 Klem teropong
vertical
Menyangga sumbu II dan teropong
17 Kaki penyangga sumbu II yang berputar bersama-sama dengan
sumbu II
Pengganti unting-unting untuk
18 Cenkring optic membuat alat (sumbu I) berdiri tepat
diatas patok
Bersama-sama dengan nivo alhidade
19 Sekrup penyetel instrument horizontal dan nivo kotak membuat
sumbu vertical
Menggerakkan sumbu repetisi secara
20 Sekrup penggerak repetisi
halus
Mengarahkan teropong pada sasaran
21 Alat bantu bidik ( visir )
kasar
22 Klem repetisi Mengunci sumbu repetisi
Menopang alat sehingga dapat kokoh
pada tempatnya dan memudahkan
23 Statif
pengukuran dengan kedudukan alat
yang cukup tinggi
Sebagai loupe untuk memperbesar
24 Lensa Okuler bayangan yang didapat dari lensa
objektif

4.1.2 Penyetelan Alat


Sebelum pengukuran dilakukan maka alat harus disetel supaya tidak
terjadi kesalahan dalam pembacaan data yang bias berakibat fatal. Hal yang
harus dilakukan adalah membuat sumbu 1 theodolit tegak dan memusatkan
ke titik dengan cara sebagai berikut :

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 33


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

a. Dirikan statif diatas patok. Usahakan kakinya sama panjang dan


kedudukan kepalanya hampir mendatar. Pasanglah theodolit pada statif
itu dengan memutar kencang sekrup pengikatnya.
b. Jika theodolit memiliki alat centris optis maka pasanglah unting-unting,
kendurkan sekrup pengikat, geserlah theodolit sehingga unting-unting
tepat mengarah ke tengah paku. Jika memiliki pemusat optis, geserlah
theodolit sehingga melalui pengamatan optis itu, paku tampak tepat
masuk kedalam lingkaran. Bila pemusatnya belum tepat sedangkan
theodolit sudah tidak dapat digeser lagi, maka statifnya yang harus
digeser, lalu tata cara diatas diulangi sampai centris.
c. Putar theodolit supaya nivo tabung sejajar dengan sekrup AB.
Setimbangkan nivo tabung dengan memutar sekrup C.
d. Putar theodolit sehingga sudut nivo tabung 180 0 sekrup AB, kemudian
putarlah ke sembarang arah, jika masih tetap setimbang berarti sumbu
satu theodolit telah tegak.
e. Jika belum setimbang, alat harus dikoreksi dengan cara :
Pada kedudukan 1800 sekrup AB tadi, koreksikan setengah penggeseran
gelombang nivo dengan memutar sekrup koreksi nivo. Untuk melakukan
koreksi ini sebaiknya didampingi oleh asisten.
f. Jika pemusatan belum berhasil, sedangkan theodolit sudah tidak dapat
digeser lagi, maka anda tidak perlu memindahkan statif, cukup
turun/naikkan sedikit salah satu kaki statif.

4.2 Pengolahan Data


Pelaksanaan pengukuran pada umumnya dalam beberapa metode pada
praktikum kali ini cukup dibahas mengenai metode tachymetry dan metode
trigonometri.

4.2.1 Metode Tachymetry


Metode tachymetry dapat digunakan untuk penentuan jarak datar dan
beda tinggi yang tidak membutuhkan ketelitian yang akurat (untuk
pengerjaan pengukuran yang sederhana). Prinsip dari pengukuran tachymetry
dapat dilihat pada gambar 6.1.

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 34


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

a. Penentuan jarak datar metode tachymetry


Perhatikan gambar 6.1 , diukur sudut m (sudut miring), tinggi alat (i),
bacaan skala rambu pada benang bawah (b),
Maka :
Jarak miring

Dm =¿ 100 ( a−b )
¿ 100 ( a−b ) sin z

Jarak mendatar

Dm =¿ 100 ( a−b )
¿ 100 ( a−b ) sin z

h
Z
m
i
A

Gambar 6.1 metode tachymetry

Penentuan beda tinggi metode tachymetry


Perhatikan gambar 6.1 maka :
Beda tinggi adalah :
H=50 ( a−b )( sin 2 m ) +i−t

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 35


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

¿ 50 ( a−b ) ( sin 2 z ) +i−t

Pada daerah yang datar tetapi banyak terdapat bangunan pada daerah
pemetaan tersebut, maka pelaksanaan pengukurannya dapat dilakukan
menggunakan sifat datar.

4.2.2 Metode Trigonometri

Penentuan beda tinggi dengan cara trigonometri adalah penentuan beda


tinggi secara tidak langsung, yaitu beda tinggi fungsi dari jarak mendatar dan
sudut vertikal antara dua titik yang diukur beda tingginya (gambar 6.2). Jarak
mendatar diperoleh dari hasil pengukuran jarak menggunakan pita ukur,
substance bar atau secara elektronik (EDM). Sedangkan sudut vertikal diukur
dengan menggunakan alat ukur theodolit.Perhatikan gambar 6.2, misalkan
akan ditentukan beda tinggi antara titik A-B, secara trigonometris. Prosedur
pengukuran adalah sebagai berikut :
1. Tegakkan theodolit dengan sempurna di A. untuk tinggi theodolit (tinggi
sumbu mendatar alat terhadap titik A), misalkan t.
2. Tegakkan target di B. target dapat berupa rambu ukur, remote atau tinggi
tiang. Tandai sasaran yang akan dibidik pada (tiang), kemudian ukur
tinggi misalakan p.
3. Ukur sudut tegak m (sudut miring) atau z (sudut zenith) dengan theodolit
maka panjang L dapat diketaui.
L=D tan m=¿ Dcot z ¿
Dimana.
D = Jarak mendatar antara A dan B yang diukur dengan alat ukur jarak Jadi
tinggi antara A dan B dapat ditentukan, yaitu:

h AB =L+ t−p

h AB =( D tan m ) +t−p
atau,

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 36


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

h AB =( D cot m )+t− p
Apabila beda tinggi A dan B diperkirakan cukup besar dan jarak A dan
B berjauhan, serta diharapkan hasil pengukuran beda tinggi ini dapat
ditentukan lebih teliti, maka pengaruh refraksi udara dan kelengkungan bumi
harus diperhitungkan sehingga beda tinggi seharusnya adalah :
1−k 2
h AB =( D tan m ) +t−p + D
2R
Atau,
1−k 2
h AB =( D cot m )+t− p+ D
2R
Dimana :
k ¿ koefisien udara ¿ 0,14
R ¿ jari-jari bumi ¿ 6370 km
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 ANALISA PERHITUNGAN AZIMUT MATAHARI


Data Pengukuran Azimut Matahari

Kuadran IV ( 08 : 34 : 59,01 ) Kuadran I ( 08 : 33 : 37,52 )

V = 63o26’30” V = 63o37’10”

H = 283o26’27” H = 282o24’13”

Kuadran III ( 08 : 34 : 36,18 ) Kuadran II ( 08: 34 : 6,47 )

V = 62o31’20” V = 62o31’20”

H = 283o26’27” H = 282o24’13”

Pengukuran ke patok sebelah kiri tempat alat berdiri dari Patok 1 tembak ke patok
2
Tinggi alat = 1340 mm
BT = 1340
BA = 1560

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 37


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

BB = 1120
Sudut :

Vertikal = 90o40’40”

Horizontal = 105o12’00”

Titik pengamatan :1
Titik acuan :2
Tanggal pengamatan : 15 November 2020
Daerah pengamatan : GB 3 dan GB 4
Temperatur udara : 29 0C
Ketinggian : 15 meter
Lintang kota bengkulu : 03051'00’’

A. Pengamatan I
Kedudukan teropong : Biasa , Kuadran I
Waktu pengamatan : 08 : 33 : 37,52
Bacaan lingkaran tegak (V) : 63o37’10”
Bacaan lingkaran mendatar :
- ke titik acuan (hs) : 105o12’00”
- ke tepi/pusat matahari (hm) : 282o24’13”
Kedudukan matahari

1) Besar lingkaran tegak terhadap Matahari


a. α =90 °−V
¿ 90°−63°37 ’ 10 ”
¿ 26°22 ’ 50 ”
1
b. Koreksi d =00°17 ’ 03 ”
2
c. Tinggi pusat matahari (hu)

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 38


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

1
hu =α ± d
2
¿ 26°22 ’ 50 ”+¿ 00°17 ’ 03 ”
¿ 26°39 ’ 53 ”
cos hu¿ cos 26°39 ’ 53 ”
¿ 00°53 ’ 37,13 ”
2) Sudut horizontal
a. Terhadap tepi matahari (ψ')
Ψ' =Hs−Hm
¿ 105°12 ’ 00 ”−¿ 282°24 ’ 13”
¿ 182°47 ’ 47 ”

∆Ψ=
−1
2
d
=¿
- 0°17' 03} over {0 °53'37,13 = ₋0 19'04,73
0 ’’

cos hu

b. Terhadap pusat matahari


'
Ψ =Ψ ± ∆ Ψ
¿ 182°47 ’ 47 ”+¿ (−00°19,04 ’ 73 ” )
¿ 182°28 ’ 42,27 ”
3) Menentukan rm, cp, dan ct
a. Dari tabel I (koreksi repraksi menengah) dengan hu = 260 39'53’’,
maka didapat nilai rm sebagai berikut :
20 116,5
39 x 20-40
39-40
40 114,8

X – 114,8
116,5 – 114,8
20− 40 39−40
=
116,5 −114,8 X−114,8

X=¿ 144,885 ”

Jadi, rm=¿ 144,885”

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 39


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

b. Dari tabel II (faktor koreksi barometrik Cp) untuk refraksi di dapat


nilai sebagai berikut:
0 1,003
15 x 50-0
15-0
50 0,996

X-1,003
0,996-1,003
50−0 15− 0
=
0,996−1,003 X−1,003

X =¿ 1,0009

Cp=¿ 1,0009

c. Dari tabel III (faktor koreksi temperatur Ct ) untuk koreksi refraksi


dengan temperatur udara 29° C, didapat niai Ct =0,937.

4) Menentukan Refraktor dan Koreksi Paralaks


Diperoleh Data :
rm : 144,885” (Tabel Koreksi Menengah )
Cp : 1,001 ( Tabel Koreksi Barometrik Cp)
Ct : 0,937 ( Tabel Koreksi Temperatur Ct )
a. refraksi ( r ' ) =rm × Cp × Ct
¿ 144,885” ×1,001 × 0,937
¿ 00°02 ’ 15,89 ”
b. Dari tabel IV (koreksi paralaks) dengan hu ¿ 26°39 ’ 53 ”, maka
didapat nilai koreksi paralaks ¿ 00°00 ’ 5 , 3 ”
5) Menentukan Tinggi Matahari (h)
'
h=hu− r +p
¿ 26°39 ’ 53 ”−¿ 00°02 ’ 15,89 ” + 00°00 ’ 5,3 ”

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 40


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

¿ 26°37 ’ 42,41 ”
6) Deklinasi (δ)
Dari tabel V (almanak matahari bulan September) dengan tanggal 15
september 2020 pada jam 08 : 33 : 37,52 didapat δ (08.00) ¿ 12°13 ’ 32 ”
dan perubahan tiap jam ¿ 56,4”. Maka:
∆ δ= ( 08°33 ’ 37,52 ”−08° )(−56,4 ” )
¿ −00 °00 ’ 31,61 ”
δ ( 08°34 ’ 59,01” )` ¿ δ +∆ δ
¿ 12°11’ 32 ”+¿ (−00°00 ’31,61 ” )
¿ 12°11’ 00,39 ”
7) Menghitung nilai N
L ¿ sin δ
¿ sin ¿
¿ 0,211042
Sin Q ¿ sin ¿
¿ 0,0671
Tinggi Matahari (h) ¿ 26°37 ’ 42,41 ”, maka:
Sin h ¿ sin ¿
¿ 0,4482
M = Sin Q ×Sin h
¿ 0,0671× 0,4482
¿ 0,0300
N =L−M
¿ 0,2110−¿ 0,0300
¿ 0,18 1
8) Menentukan nilai D
Lintang kota Bengkulu (Q) ¿ 03°51 ’ 00 ”, maka:
Cos Q ¿ Cos ¿
¿ 0,997 7
Cos h ¿ Cos ¿
¿ 0,8859
D = Cos Q × Cos h

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 41


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

¿ 0,9977 ×0,8859
¿ 0,8838
9) Menentukan nilai A
N
Cos A=
D
A 0.181
Cos ¿
Arc 0 ,8838

A=¿ 78°10’56,4847”
10) Azimut Sementara :
Am ¿ 360 – A
¿ 360°−¿ 78°10 ’ 56,4847 ”
¿ 281°49 ’ 3,5153 ”
As =Am+ Ψ
¿ 281°49 ’ 3,5153 ” + 182°28 ’ 38,54 ”
¿ 104°17 ’ 42,055 3”

B. Pengamatan II
Kedudukan teropong : Biasa , Kuadran II
Waktu pengamatan : 08 : 34 : 6,47
Bacaan lingkaran tegak (V) : 62o31’20”
Bacaan lingkaran mendatar :
- ke titik acuan (hs) : 105o12’00”
- ke tepi/pusat matahari (hm) : 282o24’13”
Kedudukan Matahari

Kuadran II (-)

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 42


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

1) Besar lingkaran tegak terhadap Matahari


a. α =90 °−V
¿ 90°−62°31 ’ 20 ”
¿ 27°28 ’ 40 ”
b. Dari tabel X(almanak matahari bulan November) tanggal 15
September 2020, didapat nilai koreksi setengah diameter matahari
1
( d ) = 00o17’03”
2
c. Tinggi pusat matahari (hu)
1
hu =α ± d
2
¿ 27°28 ’ 40 ”+¿ 00°17 ’ 03 ”
¿ 27°11’ 37 ”
cos hu¿ 00°53 ’ 22,08 ”
2) Sudut horizontal
a. Terhadap tepi matahari (ψ')
Titik acuan (hs) : 105o 12’00”
Tepi/pusat matahari (hm) : 282o24’13”
Ψ' =Hs−Hm
¿ 105°12 ’ 00 ”−¿ 282°24 ’ 13”
¿ 82°12 ’ 13 ”
−1
d −00˚ 17 ’ 02”
2 = = - 0019' 09’’
∆Ψ= =¿ 00 ˚ 53 ’ 22 , 08 ”
cos hu
b. Terhadap pusat matahari
'
Ψ =Ψ ± ∆ Ψ
¿ 82°12 ’ 13 ”+¿ (−00°19 ’ 09” )
¿ 81°53 ’ 04 ”
3) Menentukan rm, cp, dan ct
a. Dari tabel I (koreksi repraksi menengah) dengan hu = 27011'37’’, maka
didapat nilai rm sebagai berikut:
0 116,2
20-0
11-0
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 43
[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

11 X
20 111,6

20− 0 11−0 116,2-X


=
116,2−111,6 116,2−X
116,2 – 111,6
X =¿ 113,67

rm=¿ 113,67
Jadi,

b. Dari tabel II (faktor koreksi barometrik Cp) untuk refraksi di dapat


nilai Cpsebagai berikut:
0 1,003
15 x 50-0
15-0
50 0,996

X – 1,003
50− 0 15− 0
= 0,996 0 1,003
0,996 −1,003 X −1,003
X =¿ 1,001

Cp=¿ 1,001
Jadi,

c. Dari tabel III (faktor koreksi temperatur Ct ) untuk koreksi refraksi


dengan temperatur udara 290 C, didapat niai Ct ¿ 0,937.

4) Menentukan Refraktor dan Koreksi Paralaks


a. refraksi ( r ' ) =rm × Cp × Ct
¿ 113 ,67 ” ×1,001 × 0,937
¿ 00°01 ’ 46,62”
b. Dari tabel IV (koreksi paralaks) dengan hu ¿ 27°1 ’ 37 ”, maka didapat
nilai koreksi paralaks ¿ 00°00 ’ 7,8 ”

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 44


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

5) Menentukan Tinggi Matahari (h)


'
h=hu− r +p
¿ 27°11’ 37 ”−¿ 00°01 ’ 46,42” + 00°00 ’ 7,8 ”
¿ 27°09 ’ 58,18 ”
6) Deklinasi (δ)
Dari tabel V (almanak matahari bulan September) dengan tanggal 15
september 2020 pada jam 08 : 34 : 6,47 didapat δ (08.00) ¿ 12011'32’’dan
perubahan tiap jam ¿ 56,4”. Maka:
∆ δ= ( 08°34 ’ 6,47 ”−08° )(−56,4 ” )
¿ −00 °00 ’ 32,06 ”
δ ( 08°34 ’ 59,01” )` ¿ δ +∆ δ
¿ 12°11’ 32 ”+¿ (−00°00 ’32,06 ” )
¿ 12°10 ’ 59,94 ”
7) Menghitung nilai N
L ¿ sin δ
¿ sin ¿
¿ 0,2110
Sin Q ¿ sin ¿
¿ 0,0671
Tinggi Matahari (h) ¿ 26°49 ’ 56,7232 ”, maka:
Sin h ¿ sin ¿
¿ 0,4565
M = Sin Q ×Sin h
¿ 0,0671× 0,4546
¿ 0,0306

N =L−M
¿ 0,2110−¿ 0,0306
¿ 0,18 04
8) Menentukan nilai D
Lintang kota Bengkulu (Q) ¿ 03°51 ’ 00 ”, maka:
Cos Q ¿ Cos ¿

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 45


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

¿ 0,997 7
Cos h ¿ Cos ¿
¿ 0,8896
D = Cos Q × Cos h
¿ 0,9977 ×0,8896
¿ 0,8875
9) Menentukan nilai A
N
Cos A=
D
A 0.1628
Cos ¿
Arc 0 ,8875

A=¿ 79°25’48,008”

10) Azimut Sementara :


Am ¿ 360 – A
¿ 360°−¿ 79°25 ’ 48,008 ”
¿ 280°34 ’ 11,99 ”
As =Am+ Ψ
¿ 280°34 ’ 11,99 ”+ 82°12 ’ 13−360˚
¿ 02°46 ’ 24,99 ”

C. Pengamatan III
Kedudukan teropong : Biasa , kuadran III
Waktu pengamatan : 08 : 34 : 36,18
Bacaan lingkaran tegak (V) : 62o31’20”
Bacaan lingkaran mendatar :

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 46


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

-ke titik acuan (hs) : 105o12’00”


-ke tepi/pusat matahari (hm) : 283o26’27”
Kedudukan matahari

1) Besar lingkaran tegak terhadap Matahari


a. α =90 °−V
¿ 90°−62°31 ’ 20 ”
¿ 27°28 ’ 40 ”
1
b. koreksi ( d ) = 00o17’03” ( tabel 5 )
2
c. inggi pusat matahari (hu)
1
hu =α ± d
2
¿ 27°28 ’ 40 ”+¿ 00°17 ’ 03 ”
¿ 27°11’ 37 ”
cos hu¿ 00°53 ’ 22,3536 ”
2) Sudut horizontal
a. Terhadap tepi matahari (ψ')
Titik acuan (hs) : 105o 12’00”
Tepi/pusat matahari (hm) : 283o26’27”
Ψ' =Hs−Hm
¿ 151°28 ’ 40 ”−¿ 283°26 ’ 27 ”
¿ - 131°57 ’ 47 ”

1. Titik acuan (hs) : 105o12’00”


2. Tepi/pusat matahari (hm) : 283o26’27”
ψ' = Hs - Hm
= 151o28’40” - 283o26’27”

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 47


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= -131057'47"
−1
2d
- 0 0 17'03”
0
∆ψ = Coshu = 0 53'22,3536” = - 0019'10,0292’’
b. Terhadap pusat matahari
ψ = ψ ' + ∆ψ
= -131057'47" + (-0019'10,0292’’)
= -1320 16’57,0292”
b. Menentukan rm, cp, dan ct
i. Dari tabel I (koreksi repraksi menengah) dengan hu =27011'37’’ maka
didapat nilai rm sebagai berikut:
0 116,2
11 x 20-0
11-0
20 111,6

X – 116,2
20- 0 11- 0
= 111,6
116,2 - 111,6 X - 116,2 116,2 –

Jadi, rm = 02˚1’58,73”

b. Dari tabel II (faktor koreksi barometrik Cp) untuk refraksi di dapat nilai Cp
sebagai berikut:
0 1,003
15 x 50-0
15-0
50 0,996

X – 1,003
50- 0 15- 0
= - 0 1,003
0,996 - 1,003 X - 1,003 0,996

X = 1,001

Jadi, Cp = 1,001.

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 48


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

b. Dari tabel III (faktor koreksi temperatur Ct) untuk koreksi refraksi dengan
temperatur udara 290 C, didapat niai Ct = 0,937.
c. Menentukan Refraktor dan Koreksi Paralaks
a. refraksi (r') = rm . cp . ct
= 118,73” x 1,001 x 0,937
= 001'51,3613”
i.
d. Menentukan Tinggi Matahari (h)
h = hu - r' + p’’
= 27011'37’’- 001'51,361” + 00 0’7,8”
= 2709'53,239’’
e. Deklinasi (δ)
Dari tabel V (almanak matahari bulan September) dengan tanggal 15 september
2020 pada jam 08 : 34 : 36,18 didapat δ (08.00) = 12011'32’’dan perubahan tiap
jam= 56,4”. Maka:
∆δ = (8034'36,18’’– 80) (-56,4”)
= - 000'32,5268”
δ (8034'36,18’’) `= δ + ∆ δ
= 12011'32’’+ (- 000'32,5268”)
= 12010'59,4732’’
f.
Menghitung nilai N
L = Sin δ
= Sin 12010'59,4732’’
= 0,211038
Sin Q = Sin (030 51' 00’’)
= 0,0671
Tinggi Matahari (h) = 2709'53,239’’, maka:
Sin h = Sin (2709'53,239’’)
= 0,4565
M = Sin Q . Sin h
= 0,0671 x 0,4565
= 0,030631

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 49


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

N =L–M
= 0,2110- 0,0306
= 0,1804
g. Menentukan nilai D
Lintang kota Bengkulu (Q) = 030 51' 00’’, maka:
Cos Q = Cos (030 51' 00’’)
= 0,9977
Cos h = Cos (2709'53,239’’)
= 0,8896
D = Cos Q . Cos h
= 0,9977 x 0,8896
= 0,8875
h. Menentukan nilai A
N
Cos A = D
0,1804
Arc cos A =
0 , 8875
A = 78016'18,82’’
i. Azimut Sementara :
AM = 360˚ - A
= 360˚ - 78016'18,82’’
= 281˚43’41,17”
AS =AM+ψ
= 281˚43’41,17”+ (-1320 16’57,0292”)
= 149026’44,14"

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 50


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

b) Pengamatan IV
Kedudukan teropong : Biasa , kuadran IV
Waktu pengamatan : 08 : 34 : 59,01
Bacaan lingkaran tegak (V) : 63o26’30”
Bacaan lingkaran mendatar :
-ke titik acuan (hs) : 105o12’00”
-ke tepi/pusat matahari (hm) : 283o26’27”
Kedudukan matahari

Kuadran 4
Biasa

1) Besar lingkaran tegak terhadap Matahari


a. α = 900 - V
= 900 - 63o26’30”
`
= 260 33'30’’
1
b. koreksi 2 d = 00 17' 03’’ ( tabel 5 )

c. Tinggi pusat matahari (hu)


1
hu =α± 2d

= 260 33'30’’+ (00 17' 03’’)


= 26050'33’’
cos hu = 00054' 44,7069’’
2) Sudut horizontal
a. Terhadap tepi matahari (ψ')

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 51


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

ψ' = Hs – Hm
= 105o12’00”- 283o26’27”
= -178014'27"
−1
−0 0 ˚ 17 ̕ 03 ’ ’
2d
00 ’ 54 ' 44,7069’ ’
∆ψ = Coshu =
= -00018'41.1959"
b. Terhadap pusat matahari
ψ = ψ ' + ∆ψ
= -178014'27"+ (-00018'41.1959")
= -178033’8,1959"
3) Menentukan rm, cp, dan ct
Dari tabel I (koreksi repraksi menengah) dengan hu = 26050'33’’’, maka
didapat nilai rm sebagai berikut:
40 47,4
50 X
40-00 50-00
00 48,6

X-48,6
47,4-48,6
40-00 = 50-00

47,4-48,6 X-48,6

X= 47,1

didapat nilai rm = 163,6”


b. Dari tabel II (faktor koreksi barometrik Cp) untuk refraksi di dapat nilai Cp
sebagai berikut:
0 1,003
15 x 50-0
15-0
50 0,996

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 52


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

X – 1,003
50- 0 15- 0
=
0,996 - 1,003 X - 1,003 0,996 - 01,003

X = 1,001

Jadi, Cp = 1,001.

a. Dari tabel III (faktor koreksi temperatur Ct) untuk koreksi refraksi dengan
temperatur udara 290 C, didapat niai Ct = 0,937.
4) Menentukan Refraktor dan Koreksi Paralaks
a. refraksi (r') = rm . cp . ct
=47,1’’ x 1,001 x 0,937
= 000 00’44,1768 ”
b. dari tabel IV (koreksi paralaks) dengan hu = 26050'33’’ , maka didapat nilai
koreksi paralaks (p’’) = 000’7,9”
5) Menentukan Tinggi Matahari (h)
h = hu - r' + p’’
= 26050'33’’- 000 00’44,1768 ” + 00 0’7,9”
= 26049'56,7232’’
6) Deklinasi (δ)
Dari tabel V (almanak matahari bulan September) dengan tanggal 15 september
2020 pada jam 08 : 34 : 59,01 didapat δ (08.00) = 12011'32’’dan perubahan tiap
jam= 56,4”. Maka:
∆δ = (08034'59,01’’– 080) (-56,4”)
= - 00000'32,8845’’
δ (08034'59,01’’) `= δ + ∆ δ
= 12011'32’’+ (-00000'32,8845”)
= 12010'59,1155’’
7) Menghitung nilai N
L = Sin δ
= Sin 12010'59,1155’’
= 0,190205

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 53


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

Sin Q = Sin (030 51' 00’’)


= 0,0671
Tinggi Matahari (h) = 26049'56,7232’’, maka:
Sin h = Sin (26049'56,7232’’)
= 0,4091
M = Sin Q . Sin h
= 0,0671 x (0,4091)
= 0,0274
N =L–M
= 0,1902 - 0,0274
= 0.1628
8) Menentukan nilai D
Lintang kota Bengkulu (Q) = 030 51' 00’’, maka:
Cos Q = Cos (030 51' 00’’)
= 0,9977
Cos h = Cos (26049'56,7232’’)
= 0,9124
D = Cos Q . Cos h
= 0,9977 x 0,9124
= 0,9103
9) Menentukan nilai A
N
Cos A = D

0.1628
Arc cos A = 0 , 9103

A = 79041'51,63’’
10) Azimut Sementara :
AM = 360˚ - A
= 360˚ - 79041'51,63’’
= 280˚18’8,37”
AS =AM+ψ
= 280˚18’8,37”+ -178033’8,1959"

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 54


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= 1010 45’0,1741"
Azimut Geografis
= {104°49’3,51” +020 46’24,99"”+ 149026’44,14" +1010 45’0,1741" }/4
358 47 ’ 12 , 81’ ’
=
4

= 89041'48,20"

Cara Menggambar Poligon:


1. Buat poligon berdasarkan sudut beta dan jarak optis yang telah dihitung.
2. Setelah itu tentukan arah utara poligon tersebut dengan cara:
a. Tarik garis lurus vertikal sembarang.
b. Rotasikan garis sebesar azimut geografis =89041'48,20" kearah kanan karena
sudut positif.
c.Putar poligon yang sudah di buat hingga garis antara patok 1 sebagai tempat
theodolit dan patok 8 sebagai titik acuan sama dengan sudut garis pada langkah b.
d. Buat garis vertikal pada tiap-tiap titik patok yang merupakan arah azimut
matahari.

5.2 ANALISA PERHITUNGAN POLIGON TERTUTUP

1.) Menghitung Jarak Optis Antar Titik


a. Jarak 1-8
D optis = ( BA – BB ) x 100 x ( sin sudut vertikal )2
= ( 1685– 1065 ) x 100 x ( sin 89o58’ 0” )2
= 6200,0 mm
= 62 m
b. Jarak 8 -1
D optis = ( BA – BB ) x 100 x ( sin sudut vertikal )2

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 55


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= (1745 - 1125 ) x 100 x ( sin 90o02’ 00” )2


= 6200,0 mm
= 62 m

62+ 62
D optis rata-rata =
2
=62 m

c. Jarak 1 - 2
D optis = ( BA – BB ) x 100 x ( sin sudut vertikal )2
= ( 1580 - 1200 ) x 100 x ( sin 91o20’ 20” )2
= 3797,9 mm
= 37,979 m
d. Jarak 2 - 1
D optis = ( BA – BB ) x 100 x ( sin sudut vertikal )2
= ( 1565- 1185 ) x 100 x ( sin 88o40’00” )2
= 3797,9 mm
= 37,979 m
37,979+37,979
D optis rata-rata =
2
= 37,979 m
e. Jarak 2 - 3
D optis = ( BA – BB ) x 100 x ( sin sudut vertikal )2
= ( 1590- 1250 ) x 100 x ( sin 89o35’ 30” )2
= 3399,8 mm
= 33,998 m

f. Jarak 3 - 2
D optis = ( BA – BB ) x 100 x ( sin sudut vertikal )2
= ( 1560– 1220 ) x 100 x ( sin 90o26’ 40” )2
= 3399,8 mm
= 33,998 m
33,998+33,998
D optis rata-rata =
2

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 56


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= 33,998 m

g. Jarak 3 – 4
D optis = ( BA – BB ) x 100 x ( sin sudut vertikal )2
= ( 1550-1270) x 100 x ( sin 89o36’ 40” )2
= 2799,9 mm
= 27,999 m
h. Jarak 4 - 3
D optis = ( BA – BB ) x 100 x ( sin sudut vertikal )2
= ( 1560-1280) x 100 x ( sin 90o25’20” )2
= 2799,8 mm
= 27,998 m
27,999+27,998
D optis rata-rata =
2
= 27,999 m

i. Jarak 4 – 5
D optis = ( BA – BB ) x 100 x ( sin sudut vertikal )2
= ( 1730-1050) x 100 x ( sin 90o07’ 50” )2
= 6800,0 mm
= 68 m
j. Jarak 5 - 4
D optis = ( BA – BB ) x 100 x ( sin sudut vertikal )2
= ( 1750-1070) x 100 x ( sin 90o02’00” )2
= 6800,0 mm
= 68 m
68+68
D optis rata-rata =
2
= 68 m

k. Jarak 5 - 6
D optis = ( BA – BB ) x 100 x ( sin sudut vertikal )2
= ( 1555-1105 ) x 100 x ( sin 90o06’40” )2

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 57


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= 4500,0 mm
= 45,000 m
l. Jarak 6 - 5
D optis = ( BA – BB ) x 100 x ( sin sudut vertikal )2
= ( 1615-1165 ) x 100 x ( sin 89º 55’20” )2
= 4500,0 mm
= 45,000 m
45,000+ 45,000
D optis rata-rata =
2
= 45 m

m. Jarak 6 - 7
D optis = ( BA – BB ) x 100 x ( sin sudut vertikal )2
= ( 1560 - 1100 ) x 100 x ( sin 91° 13’ 10” )2
= 4597,9 mm
= 45,979 m
n. Jarak 7 - 6
D optis = ( BA – BB ) x 100 x ( sin sudut vertikal )2
= ( 1640 - 1180 ) x 100 x ( sin 88° 49’50” )2
= 4598,1 mm
= 45,981 m
45,979+ 45,981
D optis rata-rata =
2
= 45,98 m

o. Jarak 7 - 8
D optis= ( BA – BB ) x 100 x ( sin sudut vertikal )2
= ( 1645 - 1225 ) x 100 x ( sin 90 o38’ 00” )2
= 4199,5 mm
= 41,995 m
p. Jarak 8- 7
D optis = ( BA – BB ) x 100 x ( sin sudut vertikal )2

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 58


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= ( 1620 - 1200 ) x 100 x ( sin 89o22’ 20” )2


= 4199,5 mm
= 41,995 m
41,995+ 41,995
D optis rata-rata =
2
= 41,995 m

2.) Menghitung Sudut Horizontal Besar Sudut Dalam Setiap Titik

a.Titik 1 - 8
Sudut horizontal : Biasa = 274o19’35”
Luar biasa = 96o31’15”-
b.Titik 1 - 2
Sudut horizontal : Biasa = 110o17’5”
Luar biasa = 290o20’25”

Biasa = 274o19’35”- 110o17’5”


= 164o2’30”
Luar biasa = 96o31’15” - 290o20’25”
= -193049'10” ₊ 3600
= 166010'50”

164 2’ 30 ’ ’+166 10 ’ 50 ’ ’
Maka besar sudut β1 =
2
= 16506'40”
β1 = 16506'40”

c.Titik 2 - 1

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 59


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

Sudut horizontal : Biasa = 265o6’32”


Luar biasa = 283o45’32”

d.Titik 2 -3
Sudut horizontal : Biasa = 113o40’42”
Luar biasa = 133o34’42”

Biasa = 265o6’32” - 113o40’42”


= 151025'50”

Luar biasa = 283o45’32” - 133o34’42”

= 150010'50”
15125 ’ 50 ’ ’ +150 10 ’ 50 ’ ’
Maka Besar Sudut β2 =
2
= 150o48’20”
β2 = 150o48’20”

e. Titik 3 - 4
Sudut horizontal : Biasa = 300o24’15”
Luar biasa = 100o06’12”-

f.Titik 3 - 2
Sudut horizontal : Biasa = 177o28’52”
Luar biasa = 335o18’15”

Biasa = 300o24’15” - 177o28’52”


= 122o55’23”

Luar biasa = 100o06’12”- 335o18’15”

= ₋235o12’ 03” ₊ 3600

= 124o47’57”

12255 ’ 23 ’ ’ +124 47 ’ 57 ’ ’
Maka Besar Sudut β3 =
2

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 60


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= 123o51’40”
β3 = 123o51’40”

g. Titik 4 - 5
Sudut horizontal : Biasa = 221o18’30”
Luar biasa = 331o17’30”

h. Titik 4 - 3

Sudut horizontal : Biasa = 91o32’42”


luar biasa = 203o25’40”

Biasa = 221o18’32” - 91o32’42”


= 129o45’50”

Luar biasa = 331o17’30” - 203o25’40”


= 127o51’50”

129 45 ’ 50 ’ ’+ 127 51’ 50 ’ ’


Maka Besar Sudut β4 =
2
= 128o48’50”
β4 = 128o48’50”

i. Titik 5 - 6
Sudut horizontal : Biasa = 65o2’52”
Luar biasa = 258o45’50”

j. Titik 5 - 4
Sudut horizontal : Biasa = 285o17’ 02”
Luar biasa = 118o49’20”

biasa = 65o2’52” - 285o17’ 02”


= 139o45’50”

luar biasa = 258o45’50” - 118o49’20”


= 139o56’30”

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 61


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

139 45 ’ 50 ’ ’+ 13956 ’ 30’ ’


Maka Besar Sudut β5 =
2
= 139o51’10”
β 5 = 139o51’10”

k. Titik 6 - 7
Sudut horizontal : Biasa = 104o19’35”
luar biasa = 296o26’45”

l. Titik 6 - 5
Sudut horizontal : Biasa = 287o52’37”
Luar biasa = 140o43’33”

Biasa = 104o19’35” - 287o52’37”

= -183o33’02” +360˚

= 176o26’58”

Luar biasa = 296o26’45”- 140o43’33”


= 155o43’12”
176 26 ’ 58 ’ ’+155 43 ’ 12’ ’
Maka Besar Sudut β6 =
2
= 166o05’05”
β6 = 166o05’05”

m. Titik 7 - 8
Sudut horizontal : Biasa = 323o08’20”
Luar biasa = 91o35’18”

n. Titik 7 - 6
Sudut horizontal : Biasa = 202o59’58”
Luar biasa = 331o33’00”

Biasa = 323o08’20”- 202o59’58”


= 120o08’22”

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 62


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

Luar biasa = 91o35’18”- 331o33’00”


= ₋239o57’42” +360˚
= 120o02’18”

120 08’ 22’ ’+120 02 ’ 18 ’ ’


Maka Besar Sudut β7 =
2
= 120o05’20”
β7 = 120o05’20”

o. Titik 8 - 1
Sudut horizontal : Biasa = 03o23’59”
Luar biasa = 176o17’27”

p. Titik 8 - 7
Sudut horizontal : Biasa = 271o02’18”
Luar biasa = 91o05’00”
Biasa = 03o23’59” -271o02’18”
= 85o33’43”
Luar biasa = 176o17’27”- 91o05’00”
= 85o12’27”
85 33’ 43 ’ ’ +85 12’ 27 ’ ’
Maka Besar Sudut β8 =
2
= 85o23’05”
β8 = 85o23’05”

3.) Menghitung Salah Penutup Sudut


fβ = ∑ β – (n-2)180
∑β = β1 + β2 + β3 + β4 + β5 + β6 + β7 + β8
= 1080o 00’ 10”

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 63


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

fβ = 1080o 00’ 10”- (8-2) 180o


= 1080o 00’ 10” - 1080o
= + 0o0’10”

4.) Mengitung Harga Koreksi Batas Toleransi Kesalahan Penutup Sudut dengan
Ketentuan Bahwa :
f β≤ ( 1,5 ) x √n
+ 0o0’10”≤ ( 1,5 )’ x √8
+ 0o0’1”≤ 0o4’14,56”( oke!!! )

5.) Menghitung Harga Koreksi Setiap Sudut


Vβ =-fβ
= -(00o00’10”)
= -00o00’10”

6.) Menghitung Harga Sudut Defenitif Setiap Sudut


β1 =130o37’42”- (00o00’1”)
=130o 37’41”

β2 = 92o15’12”- (00o00’2”)
= 92o15’10”

β3 = 165o00’30”- (00o00’2”)
= 165o00’28”

β4 = 125o54’40”- (00o00’1”)
= 125o54’39”

β5 = 118o51’40”- (00o00’1”)
= 118o51’39”

β6 = 128o15’24” - (00o00’1”)
= 128o15’23”

β7 = 126o20’31”- (00o00’1”)
= 126o 20’30”

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 64


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

β8 = 192o44’31”- (00o00’1”)
= 192o 44’30”

7.) Menghitung Azimut Sisi-sisi Poligon


αawal = 38022'31” = α1 - 2

α 2- 3 = α1–2 +180 o-β2


= 38022'31” + 180o - 92o15’10”
= 126o07’21”

α 3- 4 = α2–3 +180 o-β3


=126o07’21” +180o- 165o00’28”
= 141o06’53”

α 4-5 = α3–4+180 o-β4


= 141o06’53” +180o - 125o54’39”
=195012'14”

α 5– 6 = α4-5 +180 o – β5
=195012'14 ”+ 180o - 118o51’39”
= 256o 20’35”

α 6 –7 = α5-6 +180 o – β6
= 256o 20’35” + 180 o - 128o15’23”
= 308o 5’12”

α 7- 8 = α6-7 + 180 o – β7
= 308o 5’12”+ 180 o - 126o 20’30” - 360˚
= 01o 44’42”

α 7- 8 = α7-8 + 180 o - β8
= 01o 44’42”+ 180 o - 192o 44’30” ₊ 360˚
= 349o 00’12”
α8-1 = α8 - 7 + 180 o – β1
= 349o 00’12”+ 180o -130o 37’41” - 360˚
= 38o 22’31”

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 65


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

3.) Menghitung Koreksi Hasil Perhitungan Azimut

∑β = azimut awal – azimut akhir + 180o ( n-2 )± f β


1080o 00’10” = 38o 22’31” - 38o 22’31”+180o( 6 )+ 0o0’10”

1080o 00’10”-0o0’10” = 00000'00” + 1080000'00”


1080o 00’ 00” = 1080o 00’ 00”(OKE) !!!

4.) Menghitung Absis d sin α untuk masing-masing titik poligon


d 7-6 sin α7-6 = 62,000 sin 04048’21,07”
= 5,194 m

d 6-5 sin α6-5 = 37,979 sin 38o00’02,07”


= 23,383 m

D5-4 sin α5-4 = 33,998 sin 99o08’23,07”


= 33,566 m

d 4-3 sin α4-3 = 27,999 sin 152019'34,07”


= 13,004 m

d 3-2 sin α3-2 = 68,000 sin 190o 28’26,07”


= -12,362 m

d 2-1 sin α2-1 = 45,000 sin 208o 23’28,07”


= -21,397 m

d 1-8sin α1-8 = 45,980 sin 273o 18’04,07”


= -45,904 m

d 8-7 sin α8-7 = 41,996 sin 02o 55’0,07”


= 2,137 m

10.)Menghitung Absis d cos α untuk masing-masing titik poligon


d 7-6 cos α7-6 = 62,000 cos 04048’21,07”
= 61,782 m

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 66


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

d 6-5 cos α6-5 = 37,979 cos 38o00’02,07”


= 29,928 m

d 5-4 cos α5-4 = 33,998 cos 99o08’23,07”


= -5,400 m

d 4-3 cos α4-3 = 27,999 cos 152019'34,07”


= -24,796 m

d 3-2 cos α3-2 = 68,000 cos 190o 28’26,07”


= -66,867 m

d 2-1 cos α2-1 = 45,000 cos 208o 23’28,07”


= -39,587 m

d 1-8 cos α1-8 = 45,980 cos 273o 18’04,07”


= 2,648 m

d 8-7 cos α8-7 = 41,996 cos 02o 55’0,07”


= 41,942 m

11.) Menghitung Salah Penutup Jarak Terhadap Sumbu x dan y


a. Absis
f (x) = ∑ d sin α
= -2,378

b.Ordinat
f (y) = ∑ d cos α
= -0,352
12.) Menghitung Jumlah Panjang Sisi-sisi Poligon
D = ∑ D optis
= d1-2 + d2-3 + d3-4 + d4-5+ d5-6 + d6-7 + d7-8
= 362,952 m

13.) Menghitung Batas Toleransi Kesalahan Linier (Toleransi Kesalahan


Pengukuran Jarak)

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 67


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

Dengan ketentuan bahwa :


FD = √ fx2+fy2 ≤ 0,01√362,952
√ (-2,378) 2 + (-0,352) 2 ≤ 0,01√362,952
0,00126 ≤ 0,191

Dari persamaan diatas disimpulkan bahwa kesalahan dalam pengukuran


jarak sedikit di luar batas toleransi. Hal ini dikarenakan kesalahan pada mata,
pemakaian alat terlalu berlebihan intensitas dan refleksi cahayanya.

14.) Menghitung Koreksi Kesalahan Penutup Jarak f(x) Terhadap Masing-


masing Sisi Poligon.
d1-2
D
Vx1-2 =- f(x)

45,000
=- ×(−2,378)
362.952

= 0.295 m

d2-3
D
Vx2-3 =- f(x)

68.000
=- ×(−2,378)
362.952

= 0,446 m

d3-4
D
Vx3-4 =- f(x)

27.999
=- ×(−2,378)
362.952

= 0,184 m

d4-5
D
Vx4-5 =- f(x)

33.998
=- ×(−2,378)
362.952

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 68


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= 0,223 m

d5-6
D
Vx5-6 =- f(x)

37.979
=- ×(−2,378)
362.952

= 0.249 m

d6-7
D
Vx6-7 =- f(x)

62.000
=- ×(−2,378)
362.952

= 0,406 m

d7-8
D
Vx7-8 =- f(x)

41.995
=- ×(−2,378)
362.952

¿0,275 m

d8-1
D
Vx8-1 =- f(x)

45.980
=- ×(−2,378)
362.952

¿ 0,301 m

15.) Menghitung Koreksi Kesalahan Penutup Jarak f(y) Terhadap Masing-


Masing Sisi Poligon.
d1-2
VY1-2 =- D f(y)
45.000
=- ×(−0.352)
362.952

= 0,044 m

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 69


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

d2-3
VY2-3 =- D f(y)
68.000
=- ×(−0.352)
326.952
= 0,066 m

d3-4
VY3-4 =- D f(y)
27.999
=- × (−0.352 )
362.952
= 0,027 m

d4-5
VY4-5 =- D f(y)
33.998
=- ×(−0.352)
362.952
= 0,033 m

d5-6
D
VY5-6 =- f(y)

37.979
=- × (−0.352 )
362.952

= 0,037 m

d6-7
VY6-7 =- D f(y)
62.000
=- ×(−0.352)
362.952
= 0.060 m

d7-8
D
VY7-8 =- f(y)

41.995
=- ×(−0.352)
362.952

¿0,041 m

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 70


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

d8-1
D
VY8-1 =- f(y)

45.980
=- ×(−0.352)
362.952

¿ 0,045 m

16.) Menghitung Selisih Absis dan Ordinat Defenitif Antara Titik-Titik Poligon
a. Absis
∆x7-6 = d 7-6 sin α7-6 + Vx7-6
= 5,194 + 0,406
= 5,601

∆x6-5 = d 6-5 sin α6-5 + Vx6-5


= 23,383 + 0,249
= 23,632

∆x5-4 = d 5-4 sin α5-4 + Vx5-4


= 33,566 + 0,223
= 33,789

∆x 4-3 = d 4-3 sin α4-3 + Vx4-3


= 13,004 + 0,183
= 13,187

∆x 3-2 = d 3-2 sin α3-2 + Vx3-2


= (-12,362) + 0,446
= -11,916

∆x 2-1 = d 2-1 sin α2-1 + Vx2-1


= -21,397 + 0,295
= -21,107

∆x1-8 = d 1-8 sin α1-8 + Vx1-8

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 71


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= -45,904 + 0,301
= -45,603

∆x 8-7 = d 8-7 sin α8-7 + Vx8-7


= 2,137 + 0,275
= 2,412

b. Ordinat
∆y 7-6 = d 7-6 cos α7-6 + Vy7-6
= 61,782 + 0,060
= 61,842

∆y 6-5 = d 6-5 cos α6-5 + Vy6-5


= 29,928 + 0,037
= 29,965

∆y5-4 = d 5-4 cos α5-4 + Vy5-4


= -5,400 + 0,033
= -5,367

∆y 4-3 = d 4-3 cos α4-3 + Vy2-3


= -24.729 + 0,027
= -24,769

∆y 3-2 = d 3-2 cos α3-2 + Vy3-2

= -66,867 + 0,066
= -66,801

∆y 2-1 = d 2-1 cos α2-1 + Vy2-1


= -39,587 + 0,044
= -39,543

∆y1-8 = d 1-8 cos α1-8 + Vy1-8

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 72


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= 2,648 + 0,045
= 2,693

∆y 8-7 = d 8-7cos α8-7 + Vy8-7


= 41,942 + 0,041
= 41,982

17.) Menghitung Koordinat Defenitif Titik-Titik Poligon


Koordinat titik 1 (0,0)
a.Absis
X7 =0

X6 = X7 + ∆X 7-6
= 0 + 5,601
= 5,601

X5 = X6 + ∆X 6-5
= 5,601 + 23,632
= 29,232

X4 = X5 + ∆X 5-4
= 29,232 + 33,789
= 63,021

X3 = X4 + ∆X 4-3
= 63,021 + 13,187
= 76,208

X2 = X3 + ∆X 3-2
= 76,208 + (-11,916)
= 64,292

X1 = X2 + ∆X 2-1
= 64,292 + (-21,107)

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 73


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= 43,190

X8 = X1 + ∆X 1-8
= 43,190 + (-45,603)
= -2,412

X7 = X8 + ∆X 8-7
= -2,412 + 2,412
=0
b. Ordinat
Y7 =0

Y6 = Y6 + ∆Y 7-6
= 0 + 61,842
= 61,842

Y5 = Y6 + ∆Y 6-5
= 61,842 + 29,965
= 91,807

Y4 = Y5 + ∆Y 5-4
= 91,807 + (-5,367)
= 86,439

Y3 = Y4 + ∆Y 4-3
= 86,439 + (-24,769)
= 61,670

Y2 = Y3 + ∆Y 3-2
= 61,670 + (-66,801)
= -5,131

Y1 = Y2 + ∆Y 1-2
= -5,131 + (-39,543)
= -44,675

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 74


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

Y8 = Y1 + ∆Y 1-8
= -44,675 + 2,693
= -41,982

Y7 = Y8 + ∆Y 8-7
= -41,982 + 41,982
=0

5.3 ANALISA PERHITUNGAN DETAIL SITUASI


1. Menghitung Jarak Detail Situasi
D 1-B = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1550 - 1110) 0,1 x (sin 89°23’40”)2
= 43,995 m
D 1-C = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1550 - 1110) 0,1 x (sin 89°19’0”)2
= 45.993 m
D 1-D = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1560 – 1100) 0,1 x (sin 89°13’40”)2
= 35.993 m
D 1-E- = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1520 - 1140) 0,1 x (sin 89°12’40”)2
= 37.993 m
D 1-F = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1510 – 1150) 0,1 x (sin 89°7’50”)2
= 35.992 m
D 2-A = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1560 - 1220) 0,1 x (sin 89°1’0”)2
= 33.990 m
D 2-P = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1520 – 1260) 0,1 x (sin 88°49’40”)2
= 25.989 m
D 2-O = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 75


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= (1525 - 1255) 0,1 x (sin 88°51’40”)2


= 26.989 m
D 3-M = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1520 - 1300) 0,1 x (sin 88°28’20”)2
= 21.984 m
D 4-N = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1710 - 1130) 0,1 x (sin 89°40’20”)
= 57.998 m
D 5-L = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1570 - 1210) 0,1 x (sin 90°57’0”)2
= 35.990 m
D 6-L = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1390 - 1360) 0,1 x (sin 83°57’20”)2
= 2.967 m
D 7-K = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1460 - 1410) 0,1 x (sin 88°7’40”)2
= 4.995 m
D 7-J = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1470 - 1400) 0,1 x (sin 84°22’40”)2
= 6.933 m
D 8-I = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1590 - 1210) 0,1 x (sin 89°14’20”)2
= 37.993 m
D 8-H = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1610 - 1190) 0,1 x (sin 70°24’30”)
= 41.992 m
D 8-G = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1600 - 1200) 0,1 x (sin 88°33’40”)2
= 39.975 m
2. Menghitung β Detail Situasi Terhadap sisi Kanan Poligon
Titik 1
β1-B = H1-2 – H1-B

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 76


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= 313°36’10”- 139°41’20’’
= 173°54’50’’
β1-C = H1-2 – H1-C
= 313°36’10”- 136°10’0”
= 177°26’10”
β1-D = H1-2 – H1-D
= 313°36’10”- 135°42’0’’
= 177°54’10’’
β1-E = H1-8 – H1-E
= 313°36’10”- 129°7’30’’
= 184°28’40’’
β1-F = H1-8 – H1-F
= 313°36’10”- 127°19’30’’
= 184°16’40’’
Titik 2
β2-A = H2-3 – H2-A
= 97°58’00”- 49°50’20’’
= 47°07’30’’
β2-P = H2-1 – H2-
= 294°58’0”- 50°33’0’’
= 244°25’00’’
β2-O = H2-1 – H2-O
= 294°58’00”- 66°12’00’’
= 228°46’00’’
Titik 3
β3-M = H3-2 – H3-M
= 07°58’40”- 79°16’30’’+360°
= 288°42’10’’

Titik 4
β4-N = H4-3 – H4-N
= 24°29’40”- 64°16’40’’+360˚

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 77


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= 320°13’00’’
Titik 5
β 5-L = H5-4 – H5-L
= 285°17’00”- 43°09’40”
= 242°07’20’’
Titik 6
β 6-L = H6-5 – H6-L
= 233°47’40”- 272°13’00”+360°
= 321°34’40”
Titik 7
β 7-K = H7-6 – H7-K
= 151°28’40”- 207°28’00”+360°
= 304°00’40”
β 7-J = H7-6 – H7-J
= 151°28’40”- 212°52’40”+360°
= 298°36’00”
Titik 8
β 8-I = H8-7 – H8-I
= 271°00’00”- 49°48’30”
= 221°11’30”
β 8-H = H8-7 – H8-H
= 271°00’00”- 70°24’30”
= 200°35’30”
β 8-G = H8-7 – H8-G
= 271°00’00”- 71°49’10”
= 199°10’50”
3. Menghitung α Detail Situasi Terhadap sisi Kiri Poligon
Titik 1
α1-B = α1-2 –β1-B
= 28o 29’18,94” - 58°43’30’’+ 360°
= 329o45’48,94’’
α1-C = α1-2 –β1-C

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 78


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= 28o 29’18,94” -62°14’50”+ 360°


= 326o14’28,94’’
α1-D = α1-2 –β1-D
= 28o 29’18,94” - 62°42’50’’+ 360°
= 325o 46’28,94’’
α1-E = α1-2 –β1-E
= 28o 29’18,94” - 69°17’20’’+ 360°
= 319o 11’58,94’’
α1-F = α1-2 –β1-F
= 28o 29’18,94” - 71°05’20’’+ 360°
= 317o 23’58,94’’
Titik 2
α2-A = α2-3–β2-A
= 10o 34’17,94”- 245°07’30’’+360˚
= 125o26’47,94’’
α2-P = α2-3–β2-P
= 10o 34’17,94”- 244°25’00’’+360˚
= 126o09’17,94’’
α2-O = α2-3–β2-O
= 10o 34’17,94”- 228°46’00’’+360˚
= 141o48’17,94’
Titik 3
α 3-M = α3-4- β3-M
= 332o 25’25,94”- 288°42’10’’
= 43o43’15,94’’

Titik 4
α 4-N = α4-5–β4-N
= 279°14’13,94” - 320°13’00’’+ 360°
= 319o01’13,94’’
Titik 5
α 5-L = α5-6–β5-L

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 79


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= 218°05’11,94” - 242°07’20’’+ 360°


= 335o57’51,94’’
Titik 6
α 6-L = α6-7–β6-L
= 184°54’11,94” - 321°34’40’’+ 360°
= 223o19’31,94’’
Titik 7
α 7-K = α7-8–β7-K
= 183°00’50,94” - 304°00’40’’+ 360°
= 239o00’10,94’’
α 7-J = α7-8–β7-J
= 183°00’50,94” - 298°36’00’’+ 360°
= 244o24’50,94’’
Titik 8
α8-I = α8-1–β8-I
= 93o23’54,94”- 221°11’30”+ 360°
= 232o12’24,94’’
α8-H = α8-1–β8-H
= 93o23’54,94”- 200°35’30”+ 360°
= 252o48’24,94’’
α8-G = α8-1–β8-G
= 93o23’54,94”- 199°10’50’’+ 360°
= 254o13’04,94”
4.Menghitung Selisih Absis dan Selisih Ordinat antara titik-titik Poligon Absis
∆X1-B = d1-B sin α1-B
= 43.995 sin 329o 45’48,94’’
= -22.155 m
∆X1-C = d1-C sin α1-C
= 45.993 sin 326o 14’28,94’’
= -25.558 m
∆X1-D = d1-D sin α1-D
= 35.993 sin 325o 46’28,94’’

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 80


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= -20.244 m
∆X1-E = d1-E sin α1-E
= 37.977 sin 319o 11’58,94’’
= -24.815 m
∆X1-F = d1-F sin α1-F
= 35.992 sin 317o 23’58,94’’
= -24.362 m
∆X2-A = d2-A sin α2-A
= 33.990 sin 125o26’47,94’’
= 34,805 m
∆X2-P = d2-P sin α2-P
= 25.989 sin 126o09’17,94’’
= 20.984 m
∆X2-O = d2-O sin α2-O
= 26.989 sin 141o48’17,94’’
= 16.688 m
∆X3-M = d3-M sin α3-M
= 21.984 sin 43o43’15,94’’
= 15.194 m
∆X4-N = d4-N sin α4-N
= 57.998 sin 319o01’13,94’’
= -38.034 m
∆X5-L = d5-L sin α5-L
= 35.991 sin 335o57’51,94’’
= -14.659 m
∆X6-L = d6-L sin α6-L
= 2.967 sin 223o19’31,94’’
= -2.036 m
∆X7-K = d7-K sin α7-K
= 4.995 sin 239o00’10,94’’
= -4,282 m
∆X7-J = d7-J sin α7-J

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 81


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= 6.932 sin 244o24’50,94’’


= -6.252 m
∆X8-I = d8-I sin α8-I
= 37.993 sin 232o12’24,94”
= -30.023 m
∆X8-H = d8-H sin α8-H
= 41.992 sin 252o48’24,94”
= -40.116 m
∆X8-G = d8-G sin α8-G
= 39.975 sin 254o13’04,94”
= -38.468 m
Ordinat
∆Y1-B = d1-B cos α1-B
= 43.995 cos 329o 45’48,94’’
= 38.010 m
∆Y1-C = d1-C cos α1-C
= 45.993 cos 326o 14’28,94’’
= 38.238 m
∆Y1-D = d1-D cos α1-D
= 35.993 cos 325o 46’28,94’’
= 29,760 m
∆Y1-E = d1-E cos α1-E
= 37.977 cos 319o 11’58,94’’
= 28.748 m
∆Y1-F = d1-F cos α1-F
= 35.992 cos 317o 23’58,94’’
= 26.493 m
∆Y2-A = d2-A cos α2-A
= 33.990 cos 125o26’47,94’’
= -19.712 m
∆Y2-P = d2-P cos α2-P
= 25.989 cos 126o09’17,94’’

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 82


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= -15,332 m
∆Y2-O = d2-O cos α2-O
= 26.989 cos 141o48’17,94’’
= -21,211 m
∆Y3-M = d3-M sin α3-M
= 21.984 cos 43o43’15,94’’
= 15.888 m
∆Y4-N = d4-N cos α4-N
=57.998 cos 319o01’13,94’’
= 43.785 m
∆Y5-L = d5-L cos α5-L
= 35.991 cos 335o57’51,94’’
= 32.870 m
∆Y6-L = d6-L cos α6-L
= 2.967 cos 223o19’31,94’’
= -2.158 m
∆Y7-K = d7-K cos α7-K
= 4.995 cos 239o00’10,94’’
= -2.572 m
∆Y7-J = d7-J cos α7-J
= 6.932 cos 244o24’50,94’’
= -2,994 m
∆Y8-I = d8-I cos α8-I
= 37.993 cos 232o12’24,94”
= -23.283 m
∆Y8-H = d8-H cos α8-H
= 41.992 cos 252o48’24,94”
= -12.413 m
∆Y8-G = d8-G cos α8-G
= 39.975 cos 254o13’04,94”
= -10.872 m
5. Menghitung Koordinat Defenitif Titik-Titik Poligon

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 83


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

a.Absis
X1-B = X1 + ∆X 1-B
= 43,114 + (-22.155)
= 20.989
X1-C = X1 + ∆X 1-C
= 43,114 + (-25.558)
= 17.586
X1-D = X1 + ∆X 1-D
= 43,114 + (-20.244)
= 22.900
X1-E = X1 + ∆X 1-E
= 43,114 + (-24,815)
= 18.329
X1-F = X1 + ∆X 1-F
= 43,114 + (-24.362)
= 18.782
X2-A = X2 + ∆X 2-A
= 64.283 + 34,805
= 99,088
X2-P = X2 + ∆X 2-P
= 64.283 + 20,984
= 85.267
X2-O = X2 + ∆X 2-O
= 64.283 + 16,688
= 80.971
X3-M = X3 + ∆X 3-M
= 76,313 + 15,194
= 91,507
X4-N = X4 + ∆X 4-N
= 63.168 + (-38,034)
= 25,134
X5-L = X5 + ∆X 5-L

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 84


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= 29,388 +(-14.659)
= 14,729
X6-L = X6 + ∆X 6-L
= 5,706 +(-2.036)
= 3.670
X7-K = X7 + ∆X 7-K
= 0 + (-4.282)
= -4.282
X7-J = X7 + ∆X 7-J
= 0 + (-6.252)
= -6.252
X8-I = X8 + ∆X 8-I
= -2.484 + (-30.023)
= -32.507
X8-H = X8 + ∆X 8-H
= -2.484 + (-40.116)
= -42.600
X8-G = X8 + ∆X 8-G
= -2.484 + (-38.468)
= -40,952
Ordinat
Y1-B = Y1 + ∆Y1-B
= -44.747+ 38,010
= -6.737
Y1-C = Y1 + ∆Y1-C
= -44.747 + 38.238
= -6.509
Y1-D = Y1 + ∆Y1-D
= -44.747 + 29,760
= -14,987
Y1-E = Y1 + ∆Y1-E
= -44.747 + 28,748

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 85


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= -15,999
Y1-F = Y1 + ∆Y1-F
= -44.747 + 26,493
= -18.254
Y2-A = Y2 + ∆Y2-A
= -5.239 + (-19.712)
= -24,951
Y2-P = Y2 + ∆Y2-P
= -5.239 + (-15.332)
= -20,571
Y2-O = Y2 + ∆Y2-O
= -5.239 + (-21.211)
= -26.450
Y3-M = Y3 + ∆Y3-M
= 61.541 + 15.888
= 77,429
Y4-N = Y4 + ∆Y4-N
= 86.332 + 43.785
= 130,117
Y5-L = Y5 + ∆Y5-L
= 91.757 + 32,870
= 124.445
Y6-L = Y6 + ∆Y6-L
= 61.833 + (-2.158)
= 59.675
Y7-K = Y7 + ∆Y7-K
= 0 + (-2.572)
= -2.572
Y7-J = Y7 + ∆Y7-J
= 0 + (-2,994)
= -2,994
Y8-I = Y8 + ∆Y8-I

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 86


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= -41.977 + (-23,283)
= -65,260
Y8-H = Y8 + ∆Y8-H
= -41.977 + (-12,413)
= -54,390
Y8-G = Y8 + ∆Y8-G
= -41.977 + (-10,872)
= -52,849
5.4 Analisa Perhitungan Detail Grid
Patok 1
βA6-A7 = HA6 – HA7
= 28°17’00”- 28°15’00’’
= 00°02’00’’
βA7-A8 = HA7 – HA8
= 28°15’00’’- 28°14’40’’
= 00°00’20’’
βA8-B8 = HA8 – HB8
= 28°14’40’’- 75°28’40’’+360˚
= 312°46’00’’
βB8-B7 = HB8 – HB7
= 75°28’40’’- 59°04’00’’
= 16°24’40’’
βB7-C8 = HB7 – HC8
= 59°04’00’’- 54°35’20’’
= 04°28’40’’
βC8-C7 = HC8 – HC7
= 54°35’20’’- 38°23’00’’
= 16°12’20’’
βC7-B6 = HC7 – HB6
= 38°23’00’’- 275°07’20’’+360˚
= 123°15’40’’
βB6-C6 = HB6 – HC6

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 87


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= 275°07’20’’- 275°03’20’’
= 00°04’00’’
βC6-D6 = HC6 – HD6
= 275°03’20’’- 275°04’40’’+360˚
= 359°58’40’’
βD6-E5 = HD6 – HE5
= 275°04’40’’- 57°11’20’’
= 217°53’20’’
βE5-D5 = HE5 – HD5
= 57°11’20’’- 275°08’20’’+360˚
= 142°03’00’’
βD5-C5 = HD5 – HC5
= 275°08’20’’- 275°14’40’’+360˚
= 359°53’40’’
βC5-B5 = HC5 – HB5
= 275°14’40’’- 258°15’20’’
= 16°59’20’’
βB5-A5 = HB5 – HA5
= 258°15’20’’- 175°37’40’’
= 82°37’40’’
βA5-A6 = HA5 – HA6
= 175°37’40’’- 28°17’00’’
= 147°20’40’’
Patok 2
βE9-F9 = HE9 – HF9
= 79°33’20” - 02°41’20’’
= 76°52’00’’
βF9-G9 = HF9 – HG9
= 02°41’20’’ - 51°12’20’’+360˚
= 311°29’00’’
βG9-H9 = HG9 – HH9
= 51°12’20’’ - 14°34’00’’

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 88


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= 36°38’20’’
βH9-I9 = HH9 – HI9
= 14°34’00’’ - 165°43’20’’+360˚
= 208°50’40’’
βI9-F8 = HI9 – HF8
= 165°43’20’’- 334°12’00’’+360˚
= 191°31’20’’
βF8-G8 = HF8 – HG8
= 334°12’00’’ - 48°06’00”
= 286°06’00’’
βG8-H8 = HG8 – HH8
= 48°06’00” - 357°26’50” +360˚
= 50°39’10’’
βH8-I8 = HH8 – HI8
= 357°26’50” - 10°16’20”
= 347°10’30’’
βI8-I7 = HI8 – HI7
= 10°16’20”- 222°33’00”+360˚
= 147°43’20’’
βI7-H7 = HI7 – HH7
= 222°33’00”- 338°27’50”+360˚
= 244°05’10’’
βH7-G7 = HH7 – HG7
= 338°27’50”- 39°28’20”
= 298°59’30’’
βG7-F7 = HG7 – HF7
= 39°28’20”- 79°23’66”+360˚
= 320°04’14’’
βF7-G6 = HF7 – HG6
= 79°23’66”- 25°18’00”
= 54°06’06’’
βG6-F6 = HG6 – HF6

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 89


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= 25°18’00”- 79°33’00”+360˚
= 305°45’00’’
βF6-E6 = HF6 – HE6
= 79°33’00”- 79°57’40” +360°
= 359°35’20’’
βE6-F7 = HE6 – HF7
= 79°57’40”- 79°23’66”
= 00°33’34’’
βF7-D7 = HF7 – HD7
= 79°23’66”- 254°03’20” +360°
= 185°20’46’’
βD7-D8 = HD7 – HD8
= 254°03’20” - 83°05’40”
= 170°57’40’’
βD8-D9 = HD8 – HD9
= 83°05’40” - 80°30’40”
= 02°35’00’’
βD9-E8 = HD9 – HE8
= 80°30’40” - 79°39’40”
= 00°51’00’’
βE8-E9 = HE8 – HE9
= 79°39’40” - 79°33’20”
= 00°06’20’’
Patok 3
ΒL9-M9 = HL9 – HM9
= 140°52’00” - 75°29’40’’
= 65°22’20’’
ΒM9-N9 = HM9 – HN9
= 75°29’40’’ - 72°51’40’’
= 02°38’00’’
ΒN9-O9 = HN9 – HO9
= 72°51’40’’ - 66°09’00’’

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 90


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= 06°42’40’’
ΒO9-M8 = HO9 – HM8
= 66°09’00’’ - 29°13’20’’
= 36°55’40’’
ΒM8-L8 = HM8 – HL8
= 29°13’20’’ - 338°11’20’’ + 360˚
= 51°02’00’’
ΒL8-K7 = HL8 – HK7
= 338°11’20’’ - 303°19’40’’
= 34°51’40’’
ΒK7-J8 = HK7 – HJ8
= 303°19’40’’ - 261°06’40’’
= 42°13’00’’
ΒJ8-J9 = HJ8 – HJ9
= 261°06’40’’ - 168°24’10’’
= 92°42’30’’
ΒJ9-K9 = HJ9 – HK9
= 168°24’10’’- 245°12’00’’ +360˚
= 283°12’10’’
ΒK9-L9 = HK9 – HL9
= 245°12’00’’ - 140°52’00’’
= 104°20’00’’
Patok 4
ΒN8-O8 = HN8 – HO8
= 193°04’40” - 182°56’00’’
= 10°08’40’’
ΒO8-O7 = HO8– HO7
= 182°56’00’’ - 127°19’00’’
= 55°37’00’’
βn1-m1 = HO7 – H06
= 127°19’00’’ - 87°42’40’’
= 39°36’20’’

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 91


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

ΒO6-N6 = HO6 – HN6


= 87°42’40’’ - 344°12’20’’
= 103°30’20’’
ΒN6-N7 = HN6– HN7
= 344°12’20’’ - 304°11’00’’
= 40°01’20’’
ΒN7-M6 = HN7 – HM6
= 304°11’00’’ - 309°26’00’’+ 360°
= 354°45’00’’
ΒM6-L6 = HM6 – HL6
= 309°26’00’’ - 293°50’20’’
= 15°35’40’’
ΒL6-M7 = HL6 – HM7
= 293°50’20’’ - 272°12’20’’
= 21°38’00’’
ΒM7-L7 = HM7 – HL7
= 272°12’20’’ - 270°43’00’’
= 01°29’20’’
ΒL7-J7 = HL7 – HJ7
= 270°43’00’’ - 43°18’00’’
= 227°25’00’’
ΒJ7-K8 = HJ7 – HK8
= 43°18’00’’ - 27°07’40’’
= 16°10’20’’
ΒK8-N8 = HK8– HN8
= 27°07’40’’ - 193°04’40’’+360˚
= 316°27’50’’
Patok 5
ΒO4-O3 = HO4 – HO3
= 193°04’40” - 60°11’10’’
= 136°09’30’’
ΒO3-O2 = HO3 – HO2

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 92


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= 60°11’10’’ - 165°44’40’’ + 360˚


= 254°26’30’’
ΒO2-N2 = HO2 – HN2
= 165°44’40’’ - 136°23’00’’
=29°21’40’’
ΒN2-N3 = HN2 – HN3
= 136°23’00’’ - 293°34’00’’+360˚
= 202°49’00’’
ΒN3-M3 = HN3 – HM3
= 293°34’00” - 265°31’00’’
= 28°03’00’’
ΒM3-L3 = HM3 – HL3
= 265°31’00’’ - 225°45’20’’
= 39°45’40’’
ΒL3-L4 = HL3 – HL4
= 225°45’20’’ - 234°00’00’’
= 351°45’20’’
ΒL4-M4 = HL4 – HM4
= 234°00’00’’ - 230°29’00’’
= 03°31’00’’
ΒM4-N4 = HM4 – HN4
= 230°29’00’’ - 215°45’00’’
= 14°44’00’’
ΒN4-L5 = HN4 – HL5
= 215°45’00’’ - 213°34’00’’
= 02°11’00’’
ΒL5-M5 = HL5 – HM5
= 213°34’00’’ - 201°01’20’’
= 12°32’40’’
ΒM5-N5 = HM5 – HN5
= 213°34’00’’ - 174°18’20’’
= 26°43’00’’

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 93


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

ΒN5-O5 = HN5 – HO5


= 174°18’20’’ - 152°48’30’’
= 21°29’50’’
Patok 6
ΒL2-M2 = HL2 – HM2
= 73°29’30” - 65°42’00’’
= 07°47’30’’
ΒM2-O1 = HM2 – HO1
= 73°29’30’’ - 95°34’40’’+360˚
= 330°07’20’’
ΒO1-N1 = HO1 – HN1
= 95°34’40’’ - 53°55’20’’
= 41°39’20’’
ΒN1-M1 = HN1 – HM1
= 53°55’20’’ - 53°02’20”
= 00°53’00’’
ΒM1-L1 = HM1 – HL1
= 53°02’20” - 48°52’00”
= 04°10’20’’
ΒL1-K1 = HL1 – HK1
= 48°52’00” - 39°16’20”
= 69°35’40’’
ΒK1-J1 = HK1 – HJ1
= 39°16’20” - 348°05’00”+360˚
= 51°11’20’’
ΒJ1-L2 = HJ1 – HL2
= 248°05’00” - 73°29’30”
= 274°35’30”
Patok 7
ΒE2-I1 = HE2 – HI1
= 16°44’20” - 266°12’20’’=360˚
= 110°32’00’’

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 94


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

ΒI1-HI = HI1 – HH1


= 266°12’20’’ – 253°00’40’’
= 13°11’40’’
ΒH1-G1 = HH1 – HG1
= 253°00’40’’ - 248°40’40’’
= 04°20’00’’
ΒG1-F1 = HG1 – HF1
= 248°40’00’’ - 284°27’20”+ 360°
= 324139’20’’

ΒF1-E1 = HF1 – HE1


= 284°27’20’’ - 272°19’00”
= 12˚08’20’’
ΒE1-E2 = HE1 – HE2
= 272°19’00’’ - 16°44’20”
= 255˚34’40’’
Patok 8
ΒA2-A3 = HA2 – HA3
= 298°44’50” - 292°58’50’’
= 05°46’00’’
ΒA3-A4 = HA3 – HA4
= 292°58’50’’ - 264°03’20’’
= 28°5’30’’
ΒA4-BA = HA4 – HB4
= 264°03’20’’ - 244°40’00’’
= 19°23’20’’
ΒB4-B3 = HB4 – HB3
= 244°40’00’’ -236°25’40”
= 08°14’20’’
ΒB3-C4 = HB3 – HC4
= 236°25’40” - 228°24’40’’
= 08°01’00’’

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 95


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

ΒC4-B2 = HC4 – HB2


= 228°24’40” - 215°55’40’’
= 12°29’00’’
ΒB2-C3 = HB2 – HC3
= 215°55’40” - 215°50’20’’
= 00°05’20’’
ΒC3-D4 = HC3 – HD4
= 251°50’20” - 147°40’20’’
= 68°10’00’’
ΒD4-D3 = HD4 – HD3
= 147°40’20” - 203°47’40’’+360˚
= 303°52’40’’
ΒD3-C2 = HD3 – HC2
= 203°47’40” - 195°13’00’’
= 08°34’40’’
ΒC2-D2 = HC2 – HD2
= 195°13’00” - 187°08’20’’
= 08°04’40’’
ΒD2-D1 = HD2 – HD1
= 187°08’20” - 195°44’00’’+360˚
= 351°24’20’’
ΒD1-C1 = HD1 – HC1
= 195°44’00” - 193°55’00’’
= 01°49’00’’
ΒC1-B1 = HC1 – HB1
= 193°55’00” - 188°29’30’’
= 05°25’30’’
ΒB1-A1 = HB1 – HA1
= 188°29’30” - 62°39’50’’
= 125°49’40’’
ΒA1-A2 = HA1 – HA2
= 62°39’50” - 298°44’50’’+ 360°

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 96


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

= 123°55’00’’

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Analisa
Kesalahan-kesalahan pada pengukuran kemungkinan terjadi disebabkan
karena :
1. Kesalahan Kebetulan :
a.Umumnya karena akibat kesalahan pengukur.
b. Kesalahan menaksir bacaan ( paralaks ).
c.Kesalahan mengatur nivo.
d. Kesalahan mencatat / menghitung.
2. Kesalahan akibat alam:
a.Kesalahan pengaruh matahari dan angin.
b. Kesalahan melengkungnya bumi dan refraksi.
c.Kesalahan akibat gaya berat.
3. Kesalahan Sistematis :
d. Garis Bidik tidak sejajar garis nivo.
e.Turunnya Statif.
4. Karena kurang memahami dalam menggunakan alat, terutama sekali pada
waktu penyetelan alat dan pembacaan nonius dan sebagainya.

6.2 Kesimpulan
Berdasarkan pengukuran di lapangan atau pengolahan data yang telah kami dapat
menarik kesimpulan :

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 97


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

1. Mahasiswa bisa mempraktekan teknik-teknik pengukuran tanah detail,


sudut jarak dan beda tinggi dan sebagainya.
2. Mahasiswa bisa mengoperasikan alat ukur khususnya Theodolit
3. Peta kontur dari suatu daerah dapat dibuat apabila di ketahui data
pengukuran poligon atau pengukuran detailnya dari daerah tersebut.
4. Praktikum Ilmu Ukur Tanah merupakan praktek langsung bagi mahasiswa
untuk menerapkan mengaplikasikan teori dari Ilmu Ukur Tanah

6.3 Saran
Berdasarkan pengalaman dalam praktikum, maka demi kemajuan pelaksanaan
praktikum Ilmu Ukur Tanah kami berikan saran sebagai berikut :
1. Asisten lapangan hendaknya turun aktif di lapangan baik memberi
pengarahan, maupun mengawas jalannya praktikum ,sehingga apabila ada
kesulitan cepat teratasi.
2. Mahasiswa bisa mengoperasikan alat ukur khususnya Theodolit
3. Peta kontur dari suatu daerah dapat dibuat apabila di ketahui data
pengukuran poligon atau pengukuran detailnya dari daerah tersebut.
4. Mahasiswa bisa mempraktekkan teknik-teknik pengukuran tanah detail,
sudut jarak dan Beda Tinggi dan sebagainya.
5. Mahasiswa yang akan praktikum hendaknya mempersiapkan diri dengan
baik, artinya telah memahami teori Ilmu Ukur Tanah. Teknik pengukuran dan
dapat mengoperasikan peralatan yang akan di pakai, sehingga praktikum
berlangsung lancar.

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 98


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

6. DAFTAR PUSTAKA
Dugadale R. H., 1986. Ilmu Ukur Tanah, Edisi ketiga Bahasa Indonesia. Erlangga,
Jakarta.
Heinz Frick, 1985. Ilmu Ukur Tanah, cetakan ke 4 (dengan revisi). Yayasan
Karnesius, Yogyakarta.
Franciss H. M., 1975. Surveying, sixth Edition Harper dan Row Publisher
Narinder Singh, 1982. Surveting, Tata McGraw – Hill
Raymond E. D., 1981. Surveying, theory and practice, Sixth Edition McGraw –
Hill Book Company, USA.
Russel C.B., 1986. Dasar-dasar Pengukuran Tanah. Diterjemahkan oleh Djoko
Waljatun Edisi ke 7. Erlangga, Jakarta.
Soetomo Wongsotjitro, 1980. Ilmu Ukur Tanah, Terbitan pertama dalam E.Y.D.
Yayasan Karnesius, Yogyakarta.
Yohannes, 1995. Petunjuk Praktikum Ilmu Ukur Tanah UNILA, Lampung.

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 99


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

DOKUMENTASI

Theodolite Tipe TL. 20G di dalam kotak penyimpan theodolite

Theodolite Tipe TL. 20G

Nivo Tabung

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 100


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

Nivo Kotak

Unting-unting

Senter

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 101


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

Rambu Ukur

Statif

Proses Pemasangan patok

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 102


[ LAPORAN ILMU UKUR TANAH ] KELOMPOK 1

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU 103

Anda mungkin juga menyukai