02.16
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Konsep penyimpangan siswa membolos pelajaran
Penyimpangan : proses, cara, perbuatan menyimpang atau menyimpangkan (kamus besar
bahasa indonesia)
Membolos : meloloskan diri, melarikan diri (kamus besar bahasa Indonesia)
B. Khusus
· Guru dapat mengerti kondisi siswa
· Memberi sanksi yang tegas kepada siswa yang membolos pelajaran
· Absensi setiap jam pelajaran
· Membentuk suatu pelajaran yang menyenangkan sehingga siswa tidak merasa bosan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab 3 ini penulis akan membahas (1) rancangan penelitian, (2) data penelitian,
(3) sumber data penelitian, (4) prosedur dan teknik penelitian, (5) analisis data.
BAB IV
ANALISIS DATA
4.2 Ada atau Tidak Pengaruh Siswa yang Membolos Pelajaran dengan Siswa
yang Lain
Siswa yang membolos sekolah biasanya dapat mengganggu siswa yang lain yang sedang
belajar di dalam kelas. Sebelumnya penulis telah menyebarkan questioner kepada siswa XII
IS 1, dan akan dilihat ada atau tidaknya pengaruh antara siswa yang membolos dengan siswa
yang lain, dan dampak yang dapat ditimbulkan dari siswa membolos tersebut terhadap siswa
yang lain, penulis akan menyajikan dalam diagram di bawah ini.
Ada atau tidaknya pengaruh siswa yang membolos terhadap siswa yang lain
gambar 1.2
Dari siswa sebanyak 15 orang, untuk ada atau tidaknya pengaruh siswa yang
membolos pelajaran dengan siswa yang lainnya sebanyak 12 siswa memilih jawaban ya, ada
pengaruh siswa yang membolos pelajaran dengan siswa yang lain dan 3 siswa memilih
jawaban tidak ada pengaruh anatara siswa yang membolos pelajaran denagn siswa yang
lainnya.
Di bawah ini dampak yang dapat ditimbulkan dari siswa yang membolos pelajaran
terhadap siswa yang lain akan penulis sajikan dalam bentuk diagram batang di bawah ini:
Dampak yang dapat ditimbulkan dari siswa yang membolos terhadap siswa yang lain
gambar 1.3
Dari siswa sebanyak 15 orang, hanya 12 siswa yang memilih ada pengaruh antara siswa yang
membolos pelajaran dengan siswa yang lain, maka dalam analisis diatas, hanya disajikan 12
frekuensi.
Dari 12 siswa, dampak yang dapat ditimbulkan oleh siswa yang membolos sekolah
dengan siswa yang lain yaitu paling banyak memilih tidak konsentrasi belajar yang telah
dipilih sebanyak 6 siswa. Lalu dilanjutkan dengan siswa yang memilih ikut kena marah guru
sebagai dampak yang dapat ditimbulkan dari siswa yang membolos pelajaran dengan siswa
yang lain sebanyak 4 siswa yang mempunyai. Dan yang paling sedikit yaitu siswa yang
memilih pelajaran jadi tertunda yaitu sebanyak 2 siswa
Dampak tidak konsentrasi belajar ini karena sifat siswa yang setia kawan, dia memikirkan
bagaimana kondisi temannya jika dihukum nanti, maka dia tidak dapat konsentrasi dalam
pelajarannya.
Pada saat guru mata pelajaran memberikan absensi, dan mengetahui kalau ada seorang atau
beberapa orang siswanya tidak ada, maka guru past akan marah-marah, dan biasanya
marahnya guru tersebut akan berdampak juga kepada siswa-siswa yang lain,dan ini juga
dapat membuat para siswa tidak dapat konsentrasi dalam menerima pelajaran karena suasana
kelas yang sudah tidak nyaman.
Selain itu biasanya apabila mengetahui ada siswanya yang keluar kelas, apabila guru itu
disiplin, maka beliau akan menyuruh siswa lain atau biasanya ketua kelas untuk mewncari
temannya yang tidak ada tersebut untuk kembali masuk keluar kelas, maka palajaran dapat
tertunda pada saat yang lain mencari siswa yang membolos tersebut.
Dari gambar di atas, dapat diketahui bahwa tempt yang paling sering digunakan atau
terfavorit untuk membolos sekolah adalah kantin sekolah. Menurut pendapat penulis, kantin
memang tepat sebagai tempt yang digunakan untuk membolos pelajaran, karena di kantin
banyak fasilitas yang nyaman untuk tempt bolos. Apabila siswa yang membolos itu haus atau
lapar, maka dapat langsung membelinya, selain itu kantin juga tempt yang enak saat
digunakan untuk mengobrol dengan teman, karena biasanya siswa membolos bersama teman-
temannya.
Dan selain itu hutan sekolah juga menjadi tempt favotit bagi siswa yang membolos pelajarn.
Suasana di hutan yang nyaman dan teduh dingin, sejuk, sangat menyenangkan saat memolos
pelajaran di hutan sekolah.
Ada tempt lain yang juga menjadi tempt saat siswa membolos saat jam pelajaran, yaitu UKS
(Unit Kesehatan Sekolah). Siswa biasanya berpura-pura mengeluh badannya tidak enak atau
sakit. Di tempt ini siswa bisa tidur-tiduran sambil ngerumpi bersama teman-temannya dan
bermain hape. Karena UKS tempatnya yang lebih tertutup. Dan para guru yang datang ke
UKS biasanya tidak curiga kalau ternyata mereka datang ke UKS hanya sekedar untuk
menghindari jam mata pelajaran yang tidak mereka sukai. Tapi dengan adanya bidan yang
telah ditempatkan di ruang UKS, sekarang membolos di UKS sudah sulit, karena harus ada
keterangan sakit dari bidan dan guru puket saat hari itu.
Tempt yang terakhir yang sering digunakan siswa saat membolos adalah perpustakaan. Dari
kenyataannya perpustakaan di SMAN 1 Sooko sangat nyaman dan tentram. Disana
ruangannya ber-AC, dan tempatnya juga lesehan atau duduknya di lantai. Perpustakaan
biasanya digunakan para siswa saat membolos pelajaran dengan tidur. Tetapi menurut
pendapat penulis, membolos di Perpustakaan dapat menjadikan siswa lebih pintar, karena di
Perpustakaan banyak buku-buku. Bisa juga para siswa yang membolos juga membaca buku
untuk menambah wawasan.
4.5 Upaya yang Dapat Dilakukan Supaya Siswa Tidak Membolos Pelajaran
Semakin lama, siswa yang akan melakukan bolos pelajarn agar semakin bertambah dengan
mengikuti perkembangan jaman. Kalau tidak diberantas lebih awal, maka lama-kelamaan
semakin banyak pula para penerus bangsa yang melakukan bolos pelajaran. Penerus bangsa
yang seharusnya dapat lebih dibanggakan, malah akan terjerumus ke dalam hal-hal yang
tidak berguna. Dan upaya-upaya pencegahan atau pemberantasan harus segera dilakukan
untuk mengurangi para siswa yang bolos pelajaran. Dari hasil pengamatan penulis, maka
bolos pada saat jam pelajaran dapat diatasi dengan cara sebagai berikut yang digambarkan
dalam diagram di bawah ini:
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
4.1.1 Paling banyak siswa yang memilih penyebab siswa yang membolos pelajaran adalah
pelajarannya yang kurang di sukai, guru yang kurang menyenangkan. Lalu pengaruh
eksternal, keinginan secara sadar, munculnya tujuan bersama dan perkembangan teknologi.
4.1.2 ada pengaruh yang ditimbulkan dari siswa yang membolos pelajarn dengan siswa yang
lainnya. Dan dampak yang ditimbulkan dari siswa tersebut adalah tidak konsentrasi belajar,
ikut kena marah guru, dan pelajarannya yang jadi tertunda
4.1.3 tempt-tempt yang biasanya digunakan oleh siswa untuk membolos yaitu kantin, hutan
sekolah, Unit Kesehatan Sekolah dan Perpustakaan.
4.1.4 dan dampak yang dapat ditimbulkan dari siswa membolos pelajaran yaitu ketinggalan
pelajaran, nilai yang semakin jatuh, dimarahi guru, pergaulan yang semakin luas dan tidak
ada dampak yang ditimbulkan dari siswa yang membolos pelajaran.
4.1.5 upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi siswa yang membolos pelajaran
yaitu guru yang seharusnya dapat mengerti bagaimana kondisi siswa, siswa yang membolos
diberi sanksi yang tegas, kegiatan di laur kelas yang menarik dan penggunaan computer oleh
murid, lalu absensi di setiap mata pelajaran.
4.2 Saran
4.2.1 Guru dapat mengerti kondisi siswa dan melakukan kegiatan belajar mengajar yang
menyenangkan.
4.2.2 Sanksi dengan membuat surat pernyataan untuk siswa yang membolos pelajaran
kepada orang tua atau perangkat desanya.
4.2.3 tidak dapat mengikuti pelajarn tersebut dalam beberapa waktu
4.2.4 banyak melakukan pengajaran di laur kelas atau pengamatan di luar kelas.
4.2.5 siswa menyadari pentingnya mengikuti pelajaran di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Dewasa ini telah banyak dijumpai remaja di kalangan pelajar SMA. Kenakalan remaja
adalah salah satu bentuk kenakalan remaja yang sederhana namun tidak bisa untuk
disepelekan ialah membolos. Banyak siswa dan siswi di SMA Negeri 2 Malang yang
membolos dengan berbagai alas an. Banyak factor yang menyebabkan mereka
membolos. Misalnya, mereka tidak menyukai guru pengajar, terpengaruh oleh ajakan
teman dan lain-lain. Membolos akan menimbulkan dampak buruk bagi siswanya.
Dampak yang paling utama ialah menurunnya minat siswa terhadap belajar yang
mempengaruhi prestasi siswa.
- Dapat membuat siswa jera dan tidak akan mengulangi kebiasaannya membolos
- Memberi arahan serta peringatan kepada siswa untuk tidak membolos
- Penelitian sebagai bahan pertimbangan terhadap sankasi yang akan diberikan kepada
siswa
- Mengetahui tempat membolos para siswa membolos untuk mencegah serta
menghentikan kegiatan negative yang dilakukan saat membolos.
- Kenakalan remaja adalah salah satu perbuatan yang melanggar norma, aturan atau
hukum dalam masyarakat yang dilakukan pada usia remaja atau transisi masa anak-anak dan
dewasa
1. Semua perbuatan yang dari orang dewasa merupakan suatu kejahatan bagi anak-anak
merupakan kenakalan. Jadi sua yang dilarang oleh hukum pidana seperti mencuri,
menaniaya, dan lain-lain.
2. Semua perbuatan penyelewengan dari norma kelompok tertentu untuk menimbukan
keonaran dalam masyarakat.
3. Semua perbuatan yang menunjukkan kebutuhan perlindungan bagi sosial
4. F. Hipotesis
Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara siswa yang membolos pelajaran dengan siswa
yang lain yang terdapat di lingkungan SMAN 2 Malang
1. Populasi
Populasi yang akan diambil yaitu Para siswa di SMA Negeri 2 Malang yang membolos
1. Sample
Dalam penelitian ini teknik pengambilan sample yang akan dilakukan adalah Teknik
PURPOSINE SAMPLING yang respondennya diambil dari siswa-siswi kelas X, XI dan XII
di SMA Negeri 2 Malang yang pernah membolos
- Blog.studentuny.ac.id
- www.google.com
BAB I
PENDAHULUAN
Hampir di setiap sekolah dapat dijumpai program Bimbingan dan Konseling atau disingkat (BK).
Program Bimbingan dan Konseling lebih menyangkut atau mementingkan pada upaya dalam hal
memfasilitasi atau memberikan samacam fasilitas kepada para peserta didik agar mampu
mengembangkan potensi dirinya.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa keberadaan program Bimbingan dan Konseling (BK) di sekolah
saat ini sangat dibutuhkan. Hal ini menyangkut pada tugas dan perannya terhadap peserta didik.
Selain itu juga, iklim dan lingkungan yang “tidak sehat” membuat keberadaan program Bimbingan
dan Konseling (BK) menjadi sangat dibutuhkan dan mutlak ada. Misalnya saja kenakalan pada siswa
yang merupakan salah satu faktor penyebab lingkungan atau iklim menjadi rusak, yakni siswa
merupakan aktor utama dalam peristiwa tersebut.
Kenakalan siswa merupakan suatu bentuk perilaku siswa yang menyimpang dari aturan
sekolah. Kenakalan siswa banyak macamnya. Salah satunya ialah membolos atau masuk tidak
teratur. Membolos disebut kenakalan remaja karena membolos sudah merupakan perilaku yang
mencerminkan telah melanggar aturan sekolah.
Kata “BOLOS” sangat populer dikalangan pelajar. Dari beberapa survei, jumlah siswa yang
membolos pada jam efektif sekolah hanya sedikit dibandingkan dari jumlah siswa yang tidak
membolos, terlepas sekecil apapun dari jumlah tersebut harus menjadi perhatian bagi institusi yang
bernama sekolah, karena apabila disikapi dengan cuek bebek, tidak tertutup kemungkinan yang kecil
akan menjadi besar dan menjelma menjadi bola salju liar yang akan terus menggelinding hingga
jumlah siswa yang membolos sekolah akan terus meningkat.
Perilaku membolos sebenarnya bukan merupakan hal yang baru lagi bagi banyak pelajar.
Setidaknya bagi mereka yang pernah mengenyam pendidikan. Hal ini disebabkan kerena perilaku
membolos itu sendiri telah ada sejak dulu.
Tindakan membolos dikedepankan sebagai sebuah jawaban atas kejenuhan yang sering
dialami oleh banyak siswa terhadap kurikulum sekolah. Buntutnya memang akan menjadi fenomena
yang jelas - jelas akan mencoreng lembaga persekolahan itu sendiri. Tidak hanya di kota - kota besar
saja siswa yang terlihat sering membolos, bahkan sekolah yang letaknya di daerah - daerah pun
prilaku membolos sudah menjadi kegemaran.
Banyak siswa yang sering membolos bukan hanya di sekolah - sekolah tertentu saja tetapi
banyak sekolah mengalami hal yang sama. Hal ini disebabkan oleh faktor - faktor internal dan faktor
- faktor eksternal dari anak itu sendiri. Faktor eksternal yang kadang kala menjadikan alasan
membolos adalah mata pelajaran yang tidak diminati atau tidak disenangi. Bagi siswa yang
kebanyakan remaja dan penuh dengan jiwa yang mementingkan kebebasan dalam berfikir dan
beraktifitas, hal ini sangat mengganggu sekali. Sebab, masa remaja adalah masa yang penuh gelora
dan semangat kreatifitas. Menurut pandangan psikologis, usia seseorang antara 15 - 21 tahun adalah
usia dalam masa pencarian jati diri. Tentu saja sistem pendidikan yang ketat tanpa diimbangi dengan
pola pengajaran yang sifatnya 'menyejukkan' membuat anak tidak lagi betah di sekolah. Mereka
yang tidak tahan itulah yang kemudian mencari pelarian dengan membolos, walaupun secara tidak
langsung hal seperti ini sebenarnya bukan merupakan suatu jawaban yang baik. Hal ini dapat
dibuktikan bahwa siswa yang suka membolos seringkali menjadi ikut serta terlibat pada hal - hal
yang cenderung merugikan. Namun
anehnya lagi dan sungguh sangat disayangkan, bahwa ketika fenomena membolos atau fenomena
pelajar yang terlibat dan terjerumus dalam penggunaan narkotika, pergaulan sex bebas hingga
tawuran terkuak ke permukaan, sekolah seakan - akan ingin lepas tangan dan seperti tidak tahu
menahu. Terbukti, pihak sekolah masih menganggap mereka yang terlibat hal - hal demikian ialah
tergolong anak - anak ‘nakal’ dengan beralasan bahwa anak - anak yang patuh (tidak nakal) lebih
banyak dibandingkan anak - anak yang suka membolos (anak - anak nakal). Hal seperti memang
benar adanya. Tetapi bukan berarti mereka yang taat dan patuh di sekolah menjadi terselamatkan.
Justru sebaliknya, tekanan pendidikan dengan kurikulum yang cukup ketat justru menciptakan
keresahan secara psikologis. Seperti yang terlihat bahwa pada akhir - akhir ini, siswa - siswi di
sekolah - sekolah sering mengalami hysteria massal. Hal itu dikarenakan oleh luapan emosi yang
sudah tak terkendali melalui alam bawah sadar dan biasanya kerap tingkah laku menjadi tidak
terkendali. Tumpuan kesalahan prilaku membolos kebanyakan di bebankan kepada anak didik yang
terlibat membolos. Ketika kasus demi kasus dapat terungkap, anak didiklah yang menjadi beban
kesalahan. Ini adalah sikap yang tidak mendukung yang justru hanya akan menambah masalah. Sikap
humanis dan saling introspeksi diri itu adalah hal yang mendukung untuk menyelesaikan masalah
prilaku membolos. Unsur - unsur yang ada di sekolah bisa saja menjadi alasan untuk siswa agar bisa
membolos. Seperti fenomena yang telah di paparkan di atas bukan saja anak yang menjadi tumpuan
dan beban kesalahan.
Betapa seriusnya perilaku membolos ini perlu mendapat perhatian penuh dari berbagai pihak.
Bukan saja hanya perhatian yang berasal dari pihak sekolah, melainkan juga perhatian yang berasal
dari orang tua, teman maupun pemerintah. Perilaku membolos sangat merugikan dan bahkan bisa
saja menjadi sumber masalah baru. Apabila hal ini terus menerus dibiarkan berlalu, maka yang
bertanggung jawab atas semua ini bukan saja dari siswa itu sendiri melainkan dari pihak sekolah
ataupun guru yang menjadi orang tua di sekolah juga akan ikut menangungnya.
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini
ialah :
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penulisan dari makalah ini adalah
1. Untuk menjelaskan pengertian dari program Bimbingan dan Konseling.
2. Untuk menjelaskan pengertian dari membolos.
3. Untuk mengetahui apa saja faktor - faktor yang menjadi penyebab siswa membolos.
4. Untuk mengetahui dampak atau akibat yang akan ditimbulkan pada siswa yang suka membolos.
5. Untuk mengetahui bagaimana peran dari progam Bimbingan dan Konseling (BK) dalam hal mengatasi
siswa yang suka membolos.
Manfaat yang bisa diambil bagi penulis setelah menyelesaikan pembuatan makalah ini, penulis
sekarang menjadi lebih tahu pembahasan seputar tentang apa itu program Bimbingan Konseling
dan bagaimana peran program Bimbingan Konseling dalam mengatasi kasus perilaku membolos
pada pelajar/siswa.
Bagi pembaca, makalah ini juga dapat dimanfaatkan sebagai penambah ilmu pengetahuan mengenai
apa itu program Bimbingan Konseling dan bagaimana peran program Bimbingan Konseling dalam
mengatasi kasus perilaku membolos pada pelajar/siswa.
Bahan dari penyusunan makalah ini diambil dari buku bahan ajar mata kuliah Profesi
Pendidikan milik dosen, buku - buku perpustakaan dan browsing dari internet.
BAB II
PEMBAHASAN
Kehadiran yang tidak teratur merupakan problem besar di sekolah - sekolah saat ini.
Ketidakhadiran yang dimaksud di sini adalah ketidakhadiran yang disebabkan karena alasan yang
tidak jelas, bukan karena alasan sakit atau lainnya. Jika ketidakhadiran siswa dikarenakan sakit atau
ada kepentingan, dalam artian masih bisa memberikan alasan yang jelas, hal itu masih bisa diterima.
Tetapi jika alasannya tidak jelas mengapa ia tidak hadir atau tidak masuk sekolah, hal ini perlu
penanganan serius. Sebab, cepat atau lambat masalah ini akan berdampak buruk baik untuk siswa
itu sendiri maupun terhadap lingkungan sekolahnya.
Pergi ke sekolah bagi remaja merupakan suatu hak sekaligus kewajiban sebagai sarana
mengenyam pendidikan dalam rangka meningkatkan kehidupan yang lebih baik. Sayang,
kenyataannya banyak remaja yang enggan melakukannya tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Banyak yang akhirnya membolos. Perilaku yang dikenal dengan istilah
truancy ini dilakukan dengan cara, siswa tetap pergi dari rumah pada pagi hari dengan berseragam,
tetapi mereka tidak berada di sekolah. Perilaku ini umumnya ditemukan pada remaja mulai tingkat
pendidikan SMP. Salah satu penyebabnya terkait dengan masalah kenakalan remaja secara umum.
Perilaku tersebut tergolong perilaku yang tidak adaptif sehingga harus ditangani secara serius.
Penanganan dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab munculnya perilaku
membolos tersebut.
Sebelum kita memasuki pengertian dari membolos, faktor - faktor yang menjadi penyebab
siswa membolos, akibat yang akan ditimbulkan pada siswa yang suka membolos serta peran dari
progam Bimbingan dan Konseling (BK) dalam hal mengatasi siswa yang suka membolos, tidak ada
salahnya terlebih dahulu mengetahui apa itu bimbingan dan konseling.
Bimbingan dan konseling merupakan dua istilah yang sering dirangkaikan bagaikan kata
majemuk. Hal itu mengisyaratkan bahwa kegiatan bimbingan kadang - kadang dilanjutkan dengan
kegiatan konseling. Beberapa ahli menyatakan bahwa konseling merupakan inti atau jantung hati
dari kegiatan bimbingan. Ada pula yang menyatakan bahwa konseling merupakan salah satu jenis
layanan bimbingan. Dengan demikian dalam istilah bimbingan sudah termasuk di dalamnya kegiatan
konseling. Kelompok yang sesuai dengan pandangan di atas menyatakan bahwa terminologi layanan
bimbingan dan konseling dapat diganti dengan layanan bimbingan saja.
Untuk memperjelas pengertian kedua istilah tersebut, berikut ini dikemukakan pengertian
bimbingan dan pengertian konseling.
Banyak ahli berusaha merumuskan pengertian bimbingan dan konseling. Dalam merumuskan
kedua istilah tersebut mereka memberikan tekanan pada aspek tertentu dari kegiatan tersebut.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini dikemukakan beberapa rumusan tentang istilah bimbingan.
Menurut Jones (1963), Guidance is the help given by one person to another in making choice
and adjustments and in solving problems. Dalam pengertian tersebut terkandung maksud bahwa
tugas pembimbing hanyalah membantu agar individu yang dibimbing mampu membantu dirinya
sendiri, sedangkan keputusan terakhir tergantung kepada individu yang dibimbing(klien).
Ini senada dengan pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh Rachman natawidjaja (1978) :
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara
berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sehingga ia sanggup
mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta
masyarakat. Dengan demikian, dia dapat mengecap kebahagiaan hidupnya serta dapat memberikan
sumbangan yang berarti.
Selanjutnya Bimo Walgito (1982 : 11) menyarikan beberapa rumusan bimbingan yang
dikemukakan para ahli, sehingga mendapatkan rumusan sebagai berikut.
Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan
individu - individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan - kesulitan di dalam kehidupannya,
agar individu atau sekumpulan individu - individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
Dari beberapa pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh banyak ahli itu, dapat
dikemukakan bahwa bimbingan merupakan
c) bantuan yang diberikan itu dimaksudkan agar individu yang bersangkutan dapat mengarahkan dan
mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan kemampuan/potensinya, dan
d) kegiatan yang bertujuan utama memberikan bantuan agar individu dapat memehami keadaan
dirinya dan mampu menyesuaikan dengan lingkungannya.
Untuk melaksanakan bimbingan tersebut diperlukan petugas yang telah memiliki keahlian dan
pengalaman khusus dalam bimbingan dan konseling.
Istilah konseling (counseling) diartikan sebagai penyuluhan. Istilah penyuluhan dalam kegiatan
bimbingan menurut beberapa ahli kurang tepat. Menurut mereka yang lebih tepat adalah konseling
karena kegiatan konseling ini sifatnya lebih khusus, tidak sama dengan kegiatan – kegiatan
penyuluhan lain seperti penyuluhan dalam bidang pertanian dan penyuluhan dalam keluarga
berencana. Untuk menentukan kekhususan itulah maka dipakai istilah Bimbingan dan Konseling.
Pelayanan konseling menuntut keahlian khusus, sehingga tidak semua orang yang dapat
memberikan bimbingan mampu memberikan jenis layanan konseling ini.
Banyak ahli yang memberikan makna tentang konseling. Menurut James P. Adam yang dikutip
oleh Depdikbud (1976:19a) :
Konseling adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu dimana yangs seorang
(konselor) membantu yang lain (konseli) supaya dia dapat lebih baik memahami dirinya dalam
hubungannya dengan masalah hidup yang dihadapinya pada waktu itu dan pada waktu yang akan
datang.
Bimo Walgito (1982 :11) menyatakan bahwa konseling adalah bantuan yang diberikan kepada
individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara, dengan cara – cara yang
sesuai dengan keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.
Berdasarkan pendapat – pendapat tersebut dapatlah dikatakan bahwa kegiatan konseling itu
mempunyai ciri – ciri sebagai berikut.
b) pada umunya dilakukan dalam suatu perjumpaan tatap muka
d) tujuan pembicaraan dalam proses konseling ini diarahkan untuk memecahkan masalah yang dihadapi
klien.
e) Individu yang menerima layanan (klien) akhirnya mampu memecahkan masalahnya dengan
kemampuannya sendiri.
Kewajiban sekolah, selain mengajar (dalam arti hanya mengisi otak anak - anak dengan
berbagai ilmu pengetahuan), juga berusaha membentuk pribadi anak menjadi manusia yang
berwatak baik. Mengajar tidak sekedar hanya mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi lebih kepada
usaha untuk membentuk pribadi santun dan mampu berdiri sendiri. Sehingga jika terjadi suatu
permasalahan pada siswa, pendidik ataupun pihak sekolah juga turut memikirkannya serta
senantiasa juga berusaha mencarikan jalan keluar. Dalam menghadapi anak tersebut peran program
Bimbingan dan Konseling (BK) sangatlah penting. Sebagai sarana untuk mencari solusi, fungsi
program Bimbingan dan Konseling (BK) cukup efisien. Melalui pendekatan personal, harapannya
siswa dapat lebih terbuka dengan pemasalahannya, sehingga pembimbing dapat memahami dan
mendapat gambaran secara jelas apa yang sedang dihadapi siswa.
Menghentikan sepenuhnya kebiasaan membolos memang tidaklah mudah dan sangatlah
minim kemungkinannya. Tetapi usaha untuk meminimalisisir kebiasaan tidak baik tersebut tentu
ada. Dan salah satu usaha dari pihak sekolah ialah dengan program Bimbingan Konseling (BK). Kita
mungkin pernah melihat atau bahkan mengalami sendiri bagaimana rasanya dihukum karena
membolos. Padahal menghukum bukanlah satu - satunya jalan untuk membuat siswa jera dalam
melakukan perbuatannya. Bisa jadi hal tersebut malah menjadikan anak lebih bengal dan lebih susah
ditangani. Sebab siswa yang baru menginjak masa remaja merupakan masa - masa di saat kondisi
emosi yang tidak labil, mudah tersinggung dan mudah sekali marah. Ibaratnya tulang rusuk, jika
dipaksakan untuk lurus maka ia akan patah. Oleh karena itu penanganannya harus hati-hati.
Tindakan yang dapat dilakukan dengan mengetahui faktor - faktor penyebabnya, pembimbing sedikit
tahu bagaimana kondisi permasalahan siswa. Langkah selanjutnya ialah melalui pendekatan supaya
siswa yang membolos mau menerima arahan dari pembimbing. Adapun jika siswa masih bersikap
tertutup, tidak mau menceritakan permasalahan mengapa Ia membolos, maka pembimbing
menggunakan cara lain yaitu menanyakan pada teman dekatnya. Begitu semua informasi yang
diperlukan telah diperoleh, pembimbing langsung mengambil tindakan preventif dan pengobatan.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, pencegahan tidak harus melalui hukuman. Memberi nasehat
dan arahan yang baik akan lebih mengena dari pada membentak dan memarahinya. Tidak
teraturnya anak masuk sekolah tidak sepenuhnya terletak pada siswa. Ada banyak sebab yang
terletak di luar kekuasaan anak, atau yang kurang dikuasai anak.
Jadi, kegiatan membolos siswa tidak sepenuhnya kesalahan siswa. Ada faktor dari luar yang
juga turut andil dalam pembolosan tersebut. Oleh karena itu, tugas program Bimbingan dan
Konseling (BK) selain memberi arahan pada siswa juga mengkondisikan lingkungan sekolahnya
sebaik mungkin supaya siswa merasa betah berada di sekolah. Selain itu, pembimbing juga selalu
menjalin komunikasi dengan keluarga siswa ada kesepakatan dalam usaha mengatasi masalah anak.
Di sekolah sangat mungkin ditemukan siswa yang yang bermasalah, dengan menunjukkan
berbagai gejala penyimpangan perilaku. yang merentang dari kategori ringan sampai dengan berat.
Upaya untuk menangani siswa yang bermasalah, khususnya yang terkait dengan pelanggaran disiplin
sekolah dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu:
Penanganan siswa bernasalah melalui pendekatan disiplin merujuk pada aturan dan ketentuan
(tata tertib) yang berlaku di sekolah beserta sanksinya. Sebagai salah satu komponen organisasi
sekolah, aturan (tata tertib) siswa beserta sanksinya memang perlu ditegakkan untuk mencegah
sekaligus mengatasi terjadinya berbagai penyimpangan perilaku siswa. Kendati demikian, harus
diingat sekolah bukan “lembaga hukum” yang harus mengobral sanksi kepada siswa yang mengalami
gangguan penyimpangan perilaku. Sebagai lembaga pendidikan, justru kepentingan utamanya
adalah bagaimana berusaha menyembuhkan segala penyimpangan perilaku yang terjadi pada para
siswanya.
Oleh karena itu, disinilah pendekatan yang kedua perlu digunakan yaitu pendekatan melalui
Bimbingan dan Konseling. Berbeda dengan pendekatan disiplin yang memungkinkan pemberian
sanksi untuk menghasilkan efek jera, penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan
Konseling justru lebih mengutamakan pada upaya penyembuhan dengan menggunakan berbagai
layanan dan teknik yang ada. Penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling sama
sekali tidak menggunakan bentuk sanksi apa pun, tetapi lebih mengandalkan pada terjadinya
kualitas hubungan interpersonal yang saling percaya di antara konselor dan siswa yang bermasalah,
sehingga setahap demi setahap siswa tersebut dapat memahami dan menerima diri dan
lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri guna tercapainya penyesuaian diri yang lebih baik.
Sebagai ilustrasi, misalkan di suatu sekolah ditemukan kasus seorang siswi yang hamil akibat
pergaulan bebas, sementara tata tertib sekolah secara tegas Jika hanya mengandalkan pendekatan
disiplin, mungkin tindakan yang akan diambil sekolah adalah berusaha memanggil orang tua/wali
siswa yang bersangkutan dan ujung-ujungnya siswa dinyatakan dikembalikan kepada orang tua
(istilah lain dari dikeluarkan). Jika tanpa intervensi Bimbingan dan Konseling, maka sangat mungkin
siswa yang bersangkutan akan meninggalkan sekolah dengan dihinggapi masalah-masalah baru yang
justru dapat semakin memperparah keadaan. Tetapi dengan intervensi Bimbingan dan Konseling di
dalamnya, diharapkan siswa yang bersangkutan bisa tumbuh perasaan dan pemikiran positif atas
masalah yang menimpa dirinya, misalnya secara sadar menerima resiko yang terjadi, keinginan
untuk tidak berusaha menggugurkan kandungan yang dapat membahayakan dirinya maupun janin
yang dikandungnya, keinginan untuk melanjutkan sekolah, serta hal-hal positif lainnya, meski ujung-
ujungnya siswa yang bersangkutan tetap harus dikeluarkan dari sekolah.
Perlu digarisbawahi, dalam hal ini bukan berarti Guru Bimbingan dan Konseling (BK/Konselor)
yang harus mendorong atau bahkan memaksa siswa untuk keluar dari sekolahnya. Persoalan
mengeluarkan siswa merupakan wewenang kepala sekolah, dan tugas Guru Bimbingan dan
Konseling (BK/Konselor) hanyalah membantu siswa agar dapat memperoleh kebahagiaan dalam
hidupnya.
Lebih jauh, meski saat ini paradigma pelayanan Bimbingan dan Konseling lebih
mengedepankan pelayanan yang bersifat pencegahan dan pengembangan, pelayanan Bimbingan
dan Konseling terhadap siswa bermasalah tetap masih menjadi perhatian. Dalam hal ini, perlu
diingat bahwa tidak semua masalah siswa harus ditangani oleh guru Bimbingan dan Konseling
(BK/Konselor). Dalam hal ini, Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan tingkatan masalah berserta
mekanisme dan petugas yang menanganinya, sebagaimana dalam bagan berikut :
1. Masalah (kasus) ringan, seperti: membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang tertentu, berkelahi
dengan teman sekolah, bertengkar, minum minuman keras tahap awal, berpacaran, mencuri kelas
ringan. Kasus ringan dibimbing oleh wali kelas dan guru dengan berkonsultasi kepada kepala sekolah
(konselor/guru pembimbing) dan mengadakan kunjungan rumah.
2. Masalah (kasus) sedang, seperti: gangguan emosional, berpacaran, dengan perbuatan menyimpang,
berkelahi antar sekolah, kesulitan belajar, karena gangguan di keluarga, minum minuman keras
tahap pertengahan, mencuri kelas sedang, melakukan gangguan sosial dan asusila. Kasus sedang
dibimbing oleh guru BK (konselor), dengan berkonsultasi dengan kepala sekolah, ahli/profesional,
polisi, guru dan sebagainya. Dapat pula mengadakan konferensi kasus.
3. Masalah (kasus) berat, seperti: gangguan emosional berat, kecanduan alkohol dan narkotika, pelaku
kriminalitas, siswa hamil, percobaan bunuh diri, perkelahian dengan senjata tajam atau senjata api.
Kasus berat dilakukan referal (alihtangan kasus) kepada ahli psikologi dan psikiater, dokter, polisi,
ahli hukum yang sebelumnya terlebih dahulu dilakukan kegiatan konferensi kasus.
Dengan melihat penjelasan di atas, tampak jelas bahwa penanganan siswa bermasalah melalui
pendekatan Bimbingan dan Konseling tidak semata-mata menjadi tanggung jawab guru Bimbingan
dan Konseling (BK/Konselor) di sekolah tetapi dapat melibatkan pula berbagai pihak lain
untuk bersama - sama membantu siswa agar memperoleh penyesuaian diri dan perkembangan
pribadi secara optimal.
Membolos dapat diartikan sebagai perilaku siswa yang tidak masuk sekolah dengan alasan
yang tidak tepat, atau membolos juga dapat dikatakan sebagai ketidakhadiran siswa tanpa adanya
suatu alasan yang jelas. Membolos merupakan salah satu bentuk dari kenakalan siswa, yang jika
tidak segera diselesaikan atau dicari solusinnya dapat menimbulkan dampak yang lebih parah. Oleh
karena itu penanganan terhadap siswa yang suka membolos menjadi perhatian yang sangat serius.
Penanganan tidak saja dilakukan oleh sekolah, tetapi pihak keluarga juga perlu dilibatkan.
Malah terkadang penyebab utama siswa membolos lebih sering berasal dari dalam keluarga itu
sendiri. Jadi komunikasi antara pihak sekolah dengan pihak keluarga menjadi sangat penting dalam
pemecahan masalah siswa tersebut.
Penyebab siswa membolos dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa faktor - faktor
penyebab siswa membolos dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yakni faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa bisa berupa karakter
siswa yang memang suka membolos, sekolah hanya dijadikan tempat mangkal dari rutinitas -
rutinitas yang membosankan di rumah.
Sementara itu, faktor eksternal adalah faktor yang dipengaruhi dari luar siswa, misalnya kebijakan
sekolah yg tidak berdamai dengan kepentingan siswa, guru yang tidak profesional, fasilitas
penunjang sekolah misal laboratorium dan perpustakaan yang tidak memadai, bisa juga kurikulum
yang kurang bersahabat sehingga mempengaruhi proses belajar di sekolah.
Selain faktor internal dan faktor eksternal yang telah dikemukakan di atas, Faktor pendukung
munculnya perilaku membolos sekolah pada remaja juga dapat dikelompokkan sebagai berikut.
Mungkin kita pernah mendengar (atau mungkin sering) ada siswa yang tidak diperbolehkan
masuk sekolah oleh orang tuanya. Untuk suatu alasan tertentu mungkin hal ini dianggap paling
efisien untuk mengatasi krisis atau permasalahan dalam keluarganya. Misalkan kakaknya sakit,
sementara kedua orang tuanya harus pergi bekerja mencari nafkah. Untuk menemani kakaknya
tersebut maka adiknya terpaksa tidak masuk sekolah. Untuk alasan tersebut bolehlah sang adik tidak
masuk sekolah. Tapi yang menjadi masalah terkadang anak tersebut tidak membuat surat izin
kepada pihak sekolah, sehingga piha sekolah tidak tahu duduk permasalahannya. Yang mereka tahu
si A membolos. Sementara dampaknya bagi anak tersebut ialah ia harus kehilangan waktu
belajarnya. Jika hal ini menjadi kebiasaan (membolos), lambat laun siswa tersebut tidak peduli lagi
dengan peraturan. Ia akan berbuat seenaknya, terserah mau masuk atau tidak.
Orang tua yang tidak peduli terhadap pendidikan. Selain itu sikap orang tua terhadap sekolah juga
memberi pengaruh yang besar pada anak. Jika orang tua menganggap bahwa sekolah itu tidak
penting dan hanya membuang-buang waktu saja, atau juga jika mereka menanamkan perasaan pada
anak bahwa ia tidak akan berhasil, anak ini akan berkurang semangatnya untuk masuk sekolah.
Biasanya sikap orang tua yang menganggap bahwa pendidikan itu tidak penting karena mereka
sendiri orang yang kurang berpendidikan. Akibatnya penghargaan terhadap pendidikan hanya
dipandang sebelah mata. Bahkan mereka menuntut agar anak-anaknya untuk bekerja saja mencari
uang. Ironisnya mereka juga menuntut agar anaknya memperoleh hasil yang lebih besar dari
kemampuan anak tersebut. Orang tua seperti ini tidak memiliki pandangan jauh ke depan, sebagai
imbasnya masa depan anaklah yang menjadi korban.
Membeda - bedakan anak. Ada orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan bagi anak laki-laki
lebih penting daripada anak perempuan. Anak laki - lakilah yang menjadi tumpuan dan kebanggaan
keluarga, sementara anak perempuan pada akhirnya akan kawin dan hanya mengurusi masalah
dapur, sehingga tidak memerlukan pendidikan yang terlalu tinggi. Dalam hal ini, anak perempuan
didorong untuk tidak masuk sekolah. Mengurangi uang saku. Meskipun tidak semua anak
menginginkan uang saku yang banyak, namun tidak sedikit pula anak - anak yang merasa kurang
percaya diri jika uang saku mereka sedikit dibanding dengan teman-temannya. Sehingga akibatnya
pada anak tersebut ialah ia menjadi malas untuk masuk sekolah.
Di zaman modern seperti sekarang ini uang selalu dapat berbicara, tak terkecuali pada bidang
pendidikan. Banyak sekolah-sekolah yang mengharuskan siswa-siswanya untuk membeli LKS, buku
wajib, dan segala dan kebutuhan lain demi kepentingan proses belajar. Untuk barang-barang
tersebut kadang orang tua tidak mau mengeluarkan uang untuk membelinya. Maka siswa yang tidak
membeli akan malu pada siswa lain yang membeli. Dan siswa yang tidak membeli akan malas untuk
berangkat ke sekolah.
Sering rasa kurang percaya diri menjadi penghambat segala aktifitas. Faktor utama penghalang
kesuksesan ialah kurangnya rasa percaya diri. Ia mematikan kreatifitas siswa. Meskipun begitu
banyak ide dan kecerdasan yang dimiliki siswa, tetapi jika tidak berani atau merasa tidak mampu
untuk melakukannya sama saja percuma. Perasaan diri tidak mampu dan takut akan selalu gagal
membuat siswa tidak percaya diri dengan segala yang dilakukannya. Ia tidak ingin malu, merasa tidak
berharga, serta dicemoohsebagai akibat dari kegagalan tersebut. Perasaan rendah diri tidak selalu
muncul pada setiap mata pelajaran. Terkadang ia merasa tidak mampu dengan mata pelajaran
matematika, tetapi ia mampu pada mata pelajaran biologi. Pada mata pelajaran yang ia tidak suka, ia
cenderung berusaha untuk menghindarinya, sehingga ia akan pilih-pilih jika akan masuk sekolah.
Sementara itu siswa tidak menyadari bahwa dengan tidak masuk sekolah justru membuat dirinya
ketinggalan materi pelajaran. Melarikan diri dari masalah malah akan menambah masalah tersebut.
Perasaan tersisihkan tentu tidak diinginkan semua orang. Tetapi kadang rasa itu muncul tanpa
kita inginkan. Seringkali anak dibuat merasa bahwa ia tidak diinginkan atau diterima di kelasnya.
Perasaan ini bisa berasal dari teman sekelas atau mungkin gurunya sendiri dengan sindiran atau
ucapan. Siswa yang ditolak oleh teman-teman sekelasnya, akan merasa lebih aman berada di rumah.
Ada siswa yang tidak masuk sekolah karena takut oleh ancaman temannya. Ada juga yang diacuhkan
oleh teman-temannya, ia tidak diajak bermain, atau mengobrol bersama. Penolakan siswa terhadap
siswa lain dapat disebabkan oleh faktor tertentu, misalnya faktor SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar
golongan).
Faktor personal misalnya terkait dengan menurunnya motivasi atau hilangnya minat akademik
siswa, kondisi ketinggalan pelajaran, atau karena kenakalan remaja seperti konsumsi alkohol dan
minuman keras.
Tanpa disadari, pihak sekolah bisa jadi menyebabkan perilaku membolos pada remaja, karena
sekolah kurang memiliki kepedulian terhadap apa yang terjadi pada siswa. Awalnya barangkali siswa
membolos karena faktor personal atau permasalahan dalam keluarganya. Kemudian masalah
muncul karena sekolah tidak memberikan tindakan yang konsisten, kadang menghukum kadang
menghiraukannya. Ketidakkonsistenan ini akan berakibat pada kebingungan siswa dalam berperilaku
sehingga tak jarang mereka mencoba - coba membolos lagi. Jika penyebab banyaknya perilaku
membolos adalah faktor tersebut, maka penanganan dapat dilakukan dengan melakukan penegakan
disiplin sekolah. Peraturan sekolah harus lebih jelas dengan sangsi - sangsi yang dipaparkan secara
eksplisit, termasuk peraturan mengenai presensi siswa sehingga perilaku membolos dapat
diminimalkan.
Selanjutnya, faktor lain yang perlu diperhatikan pihak sekolah adalah kegiatan belajar mengajar yang
berlangsung di sekolah. Dalam menghadapi siswa yang sering membolos, pendekatan individual
perlu dilakukan oleh pihak sekolah. Selain terkait dengan permasalahan pribadi dan keluarga,
kepada siswa perlu ditanyakan pandangan mereka terhadap kegiatan belajar di sekolah, apakah
siswa merasa tugas - tugas yang ada sangat mudah sehingga membosankan dan kurang menantang
atau sebaliknya sangat sulit sehingga membuat frustasi.
Tugas pihak sekolah dalam membantu menurunkan perilaku membolos adalah mengusahakan
kondisi sekolah hingga nyaman bagi siswa - siswanya. Kondisi ini meliputi proses belajar mengajar di
kelas, proses administratif serta informal di luar kelas.
Dalam seting sekolah, guru memiliki peran penting pada perilaku siswa, termasuk perilaku
membolos. Jika guru tidak memperhatikan siswanya dengan baik dan hanya berorientasi pada
selesainya penyampaian materi pelajaran di kelas, peluang perilaku membolos pada siswa semakin
besar karena siswa tidak merasakan menariknya pergi ke sekolah. Salah satu cara yang dapat
dilakukan guru untuk memperhatikan siswa sehingga mereka tertarik datang dan merasakan
manfaat sekolah adalah dengan melakukan pengenalan terhadap apa yang menjadi minat tiap siswa,
apa yang menyulitkan bagi mereka, serta bagaimana perkembangan mereka selama dalam proses
pembelajaran.
Dengan perhatian seperti itu siswa akan terdorong untuk lebih terbuka terhadap guru sehingga jika
ada permasalahan, guru dapat segera membantu. Dengan suasana seperti itu siswa akan tertarik
pergi ke sekolah dan perilaku membolos yang mengarah pada kenakalan remaja dapat dikurangi.
Tentu saja, pendekatan dari pihak sekolah ini hanya menjadi salah satu faktor saja. Faktor lainnya
seperti faktor personal dan faktor keluarga juga tak kalah penting dan memberi kontribusi besar
dalam perilaku membolos, sehingga pencarian mengenai penyebab yang pasti dari perilaku
membolos perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum kita menetapkan pihak mana yang layak
melakukan intervensi.
Sekolah merupakan tempat terjadinya proses belajar mengajar. Di sana tempat siswa - siswa
belajar ilmu pengetahuan. Belajar akan lebih berhasil bila bahan yang dipelajari menarik perhatian
anak. Karena itu bahan harus dipilih yang sesuai dengan minat anak atau yang di dalamnya nampak
dengan jelas adanya tujuan yang sesuai dengan tujuan anak melakukan aktivitas belajar. Jadi,
suasana kelas sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Selain itu, tujuan pembelajaran
yang jelas juga akan memudahkan siswa dalam pemahamannys. Sehingga siswa tidak akan bosan
dan mudah mengikuti kegiatan pembelajaran.
Jadi, dapat dikatakan bahwa faktor sekolah merupakan faktor yang berisiko meningkatkan
munculnya perilaku membolos pada remaja, yaitu antara lain kebijakan mengenai pembolosan yang
tidak konsisten, interaksi yang minim antara orang tua siswa dengan pihak sekolah, guru-guru yang
tidak suportif, atau tugas-tugas sekolah yang kurang menantang bagi siswa.
Anak yang dapat ke sekolah tapi sering membolos, akan mengalami kegagalan dalam pelajaran.
Meskipun dalam teori guru harus bersedia membantu anak mengejar pelajaran yang ketinggalan,
tetapi dalam prakteknya hal ini sukar dilaksanakan. Kelas berjalan terus. Bahkan meskipun ia hadir,
ia tidak mengerti apa yang diajarkan oleh guru, karena ia tidak mempelajari dasar - dasar dari mata
pelajaran - mata pelajaran yang diperlukan untuk mengerti apa yang diajarkan.
Selain mengalami kegagalan belajar, siswa tersebut juga akan mengalami marginalisasi atau
perasaan tersisihkan oleh teman-temannya. Hal ini kadang terjadi manakala siswa tersebut sudah
begitu “parah” keadaannya sehingga anggapan teman-temannya ia anak nakal dan perlu menjaga
jarak dengannya.
Hal yang tidak mungkin terlewatkan ketika siswa membolos ialah hilangnya rasa disiplin, ketaatan
terhadap peraturan sekolah berkurang. Bila diteruskan, siswa akan acuh tak acuh pada urusan
sekolahnya. Dan yang lebih parah siswa dapat dikeluarkan dari sekolah. Lalu karena tidak masuk,
secara otomatis ia tidak mengikuti pelajaran yang disampaikan guru. Akhirnya ia harus belajar
sendiri untuk mengejar ketertinggalannya. Masalah akan muncul manakala ia tidak memahami
materi bahasan. Sudah pasti ini juga akan berpengaruh pada nilai ulangannya.
II.5 Peran dan Fungsi Bimbingan Konseling (BK) dalam Mengatasi Siswa yang Suka Membolos
Bimbingan Konseling atau sering disebut sebagai BP dahulu sering kali menjadi momok atau
bahkan sesuatu yang dibenci oleh siswa karena lebih berfungsi sebagai pengadilan siswa dari pada
membimbing siswa. Jika ada siswa yang bermasalah melanggar aturan sekolah maka langsung
dipanggil guru BP untuk dilakukan pembinaan yang cenderung ke arah penghakiman. Paradigma itu
semestinya perlu sedikit diubah yaitu bahwa Bimbingan Konseling tidak hanya mengurusi anak yang
bermasalah melanggar aturan sekolah namun juga harus bisa berfungsi sebagai teman bagi siswa
dan pelajar hingga bisa menjadi tempat curhat. Bimbingan konseling semestinya bisa memberikan
rasa nyaman kepada siswa dengan dapat memberikan banyak solusi terhadap masalah-masalah
yang dihadapi siswa baik stres masalah pelajaran, keluarga,pertemanan dan lain sebagainya.
Perubahan paradigma ini diharapkan kenakalan maupun stress dikalangan siswa bisa semakin
dieliminir.
Kewajiban sekolah, selain mengajar (dalam arti hanya mengisi otak anak - anak dengan
berbagai ilmu pengetahuan), juga berusaha membentuk pribadi anak menjadi manusia yang
berwatak baik. Mengajar tidak sekedar transfer pengetahuan, tetapi lebih kepada usaha untuk
membentuk pribadi santun dan mampu berdiri sendiri. Sehingga jika terjadi suatu permasalahan
pada siswa, pendidik atau pihak sekolah juga turut memikirkannya, berusaha mencarikan jalan
keluar.
Dalam menghadapi anak tersebut peran BK sangatlah penting. Sebagai sarana untuk mencari
solusi, fungsi BK cukup efisien. Melalui pendekatan personal, harapannya siswa dapat lebih terbuka
dengan pemasalahannya, sehingga pembimbing dapat memahami dan mendapat gambaran secara
jelas apa yang sedang dihadapi siswa. Menghentikan sepenuhnya kebiasaan membolos memang
tidaklah mudah dan sangatlah minim kemungkinannya. Tetapi usaha untuk meminimalisisir
kebiasaan tidak baik tersebut tentu ada. Dan salah satu usaha dari pihak sekolah ialah dengan
program Bimbingan Konseling (BK). Kita mungkin pernah melihat atau bahkan mengalami sendiri
bagaimana rasanya dihukum karena membolos. Padahal menghukum bukanlah satu-satunya jalan
untuk membuat siswa jera dalam melakukan perbuatannya. Bisa jadi hal tersebut malah menjadikan
anak lebih bengal dan lebih susah ditangani. Sebab siswa remaja merupakan masa kondisi emosi
yang tidak labil, mudah tersinggung dan mudah sekali marah. Ibaratnya tulang rusuk, jika dipaksakan
untuk lurus maka ia akan patah. Oleh karena itu, penanganannya harus hati - hati.
Dengan mengetahui faktor - faktor penyebabnya, pembimbing sedikit tahu bagaimana kondisi
permasalahan siswa. Langkah selanjutnya ialah melalui pendekatan supaya siswa yang membolos
mau menerima arahan dari pembimbing. Adapun jika siswa masih bersikap tertutup, tidak mau
menceritakan permasalahan mengapa ia membolos, maka pembimbing menggunakan cara lain yaitu
menanyakan pada teman dekatnya. Begitu semua informasi yang diperlukan telah diperoleh,
pembimbing langsung mengambil tindakan preventif dan pengobatan. Seperti yang telah
dikemukakan di atas, pencegahan tidak harus melalui hukuman. Memberi nasehat dan arahan yang
baik akan lebih mengena dari pada membentak dan memarahinya. Tidak teraturnya anak masuk
sekolah tidak sepenuhnya terletak pada siswa. Ada banyak sebab yang terletak di luar kekuasaan
anak, atau yang kurang dikuasai anak. Jadi kegiatan membolos siswa tidak sepenuhnya kesalahan
siswa. Ada faktor dari luar yang juga turut andil dalam pembolosan tersebut. Oleh karena itu, tugas
BK selain memberi arahan pada siswa juga mengkondisikan lingkungan sekolahnya sebaik mungkin
supaya siswa merasa betah berada di sekolah. Selain itu pembimbing juga selalu menjalin
komunikasi dengan keluarga siswa ada kesepakatan dalam usaha mengatasi masalah anak.
Sesungguhnya yang paling dominan dalam mempengaruhi siswa membolos adalah keberadaan
guru. Guru yang ideal harus berfungsi sebagai,Designer of Instruction. Sebagai Designer, guru harus
mampu membuat pembelajaran menarik dan tidak membosankan, tapi seperti yang telah kita
ketahui banyak guru yang tidak mampu sebagai peracik bahan - bahan pengajaran yang kemudian
dikemas dan di sajikan menarik kepada siswa, sehingga pada gilirannya siswa merasa jenuh di kelas.
Dan tidak kalah pentingnya guru ideal adalah guru yang mampu menempatkan dirinya sebagai
Evaluator of Instruction, guru diharapkan sebagai penilai hasil ujian siswa dengan mengedepankan
kejujuran, transparansi dalam menilai siswanya. Tapi banyak sekali guru dengan kesibukannya
mencari tambahan ekonomi keluarga, melakukan penilaian dengan cara “ngaji (mengarang biji)”
nilai siswa dikarang karena tidak punya waktu banyak untuk menilai satu persatu siswanya. Hal inilah
bisa sebagai pemicu siswa membolos.
SOLUSI
1. Guru melakukan pendekatan persuasif dan edukatif kepada siswa, memposisikan siswa sebagai
teman bicara dan bukan sebagai terdakwa
2. Guru memberikan teladan yang baik kepada siswa, jangan sampai siswa terlambat dihukum
sedangkan guru yang sering terlambat dibiarkan saja.
3. Guru selalu berkreasi, berinovasi agar suasana kelas tercipta ceria menyenangkan dan hidup.
4. Guru hendaknya merefleksi dan mengevaluasi diri apakah siswa dapat menerima dan memahami yang
telah diajarkan guru.
5. Guru harus memberikan penilaian kepada siswa dengan adil, transparan, jujur dan tidak merekayasa.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
c) Bantuan yang diberikan itu dimaksudkan agar individu yang bersangkutan dapat
kemampuan/potensinya.
d) Kegiatan yang bertujuan utama memberikan bantuan agar individu dapat memahami
Untuk melaksanakan bimbingan tersebut diperlukan petugas yang telah memiliki keahlian dan
pengalaman khusus dalam bimbingan dan konseling.
Istilah konseling (counseling) diartikan sebagai penyuluhan. Istilah penyuluhan dalam kegiatan
bimbingan menurut beberapa ahli kurang tepat. Menurut mereka yang lebih tepat adalah konseling
karena kegiatan konseling ini sifatnya lebih khusus, tidak sama dengan kegiatan - kegiatan
penyuluhan lain seperti penyuluhan dalam bidang pertanian dan penyuluhan dalam keluarga
berencana.
Pelayanan konseling menuntut keahlian khusus, sehingga tidak semua orang yang dapat
memberikan bimbingan mampu memberikan jenis layanan konseling ini.
Membolos merupakan salah satu kenakalan siswa yang dalam penanganannya perlu perhatian yang
serius. Memang tidak sepenuhnya kegiatan membolos dapat dihilangkan, tetapi usaha untuk
meminimalisir tetap ada.
Faktor - faktor yang menjadi penyebab siswa membolos terbagi menjadi dua golongan, yaitu faktor
internal dan eksternal. Selain itu, faktor – faktor lain yang menjadi penyebab siswa membolos
lainnya, meliputi : faktor keluarga, faktor kurangnya kepercayaan diri, perasaan yang termarginalkan,
faktor personal serta faktor yang berasal dari sekolah.
Akibat yang ditimbulkan oleh siswa yang membolos, akan mengalami kegagalan dalam pelajaran.
Selain mengalami kegagalan belajar, siswa tersebut juga akan mengalami marginalisasi atau
perasaan tersisihkan oleh teman - temannya.
Peran program Bimbingan dan Konseling (BK) dalam hal mengatasi siswa yang suka membolos, yakni
dengan mengetahui faktor - faktor penyebab siswa membolos, menerapkan gerakan disiplin serta
sosialisasi kepada pengelola hiburan.
Melalui program BK, pihak sekolah berupaya mencari solusi bagi mereka yang suka membolos. Karena
membolos terkait berbagai faktor, maka dalam penyelesaiannya tidaklah mudah. Oleh karena itu
pihak sekolah juga mengikutsertakan orang tua.
Dengan adanya kerjasama yang baik antara pihak sekolah (dalam hal ini BK) dan orang tua siswa,
permasalah membolos siswa diharapkan dapat diselesaikan sehingga tidak menjalar kepada siswa
lainnya.
III.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini, para pembaca bisa lebih mengetahui tentang pengertian
Bimbingan dan Konseling serta peran Bimbingan dan Konseling terhadap Perilaku membolo
Orang tua harus mengambil tindakan tegas dalam masalah tersebut.orang tua harus tegas
dalam mendidik anak,setelah mengetahui kalau anaknya sering membolos orang tua harus
menegur anak dan mengasih nasihat pada anak tersebut. Dan jika perbuatan tersebut masih
diulangi lagi maka orang tua harus melaporkan kesekolah atau bekerja sama untuk memantau
anak tersebut,apakah anak tersebut masih mengulanginya atau selain itu bisa juga dengan
cara antar jemput anak ke sekolah dan mengambil uang jajannya. Dan juga lebih perhatian
kepada anak, tetapi tidak semua bisa diatasi oleh sekolah, tetapi orang tua harus berperan
penting untuk mengatasi anak tersebut. Orang tua harus mengambil tindakan yang tegas
dalam penanganan masalah ini sehingga anak tersebut kapok dan tidak akan mengulangi hal
tersebut lagi, misalkan :
Orang tua harus mengasih hukuman seberat-beratnya tidak boleh keluar rumah sampai anak
itu tidak mengulangi hal tersebut,kemudian orang tua harus memberi perhatian kasih sayang
yang lebih besar agar si anak tidak bisa merasa sendiri lagi.