Pertemuan 1
Pertemuan 1
Pokok bahasan:
Konsep etika bisnis dan profesi;
Konsep Etika, Moral, dan Hukum;
1
BAB 1
MEMAHAMI ETIKA DALAM BISNIS DAN PROFESI
Etika bisnis dan profesi pada dasarnya adalah perilaku yang tepat dan
benar dalam suatu organisasi atau profesi. Oleh karena itu, penting
bagi pelaku bisnis dan profesi mempertimbangkan aspek moral dari
keputusan bisnis dan mempertimbangkan dampak tindakan bisnis
terhadap berbagai pemangku kepentingan (Ferrell dkk., 2015).
Sikap dasar yang penting dalam penerapan etika bisnis dan profesi
adalah integritas. Crane dkk. (2019) menyatakan bahwa integritas
mengacu kepada kejujuran (honesty), keadilan (fairness), dan konsistensi
(consistency). Integritas diaplikasikan ke dalam bentuk tindakan yang
dilakukan oleh perusahaan atau organisasi dalam berinteraksi dengan
konsumen, karyawan, dan masyakarat pada umumnya.
Kejujuran
Konsep kejujuran dipandang penting untuk membangun kepercayaan
dan menjaga hubungan baik dalam bisnis dan profesi. Kejujuran adalah
prinsip etika dasar yang melandasi nilai-nilai integritas bahkan nilai-
nilai etika lainnya. Secara umum kejujuran sering dimaknai sebagai
sikap tidak adanya kebohongan, akurat, dan transparan dalam semua
urusan bisnis.
Bisnis dan profesi harus transparan dan jujur dalam praktik periklanan,
misalnya, dan juga dalam memasarkan produk atau jasa mereka. Tidak
ada pembenaran terhadap perilaku-perilaku kebohongan dalam
menawarkan apapun dalam dunia bisnis, termasuk melebih-lebihkan
keunggulan produk atau jasa tersebut.
Namun, menurut Ferrell dkk. (2015), tidak dapat dipungkiri bahwa ada
situasi di mana kejujuran harus diseimbangkan dengan prinsip etika
lainnya, yaitu kerahasiaan dan kesetiaan. Misalnya, ketika ada orang
dari perusahaan pesaing menanyakan tentang resep rahasia produk
yang laris di pasaran, maka karyawan harus pandai memilah sikapnya.
Sikap yang paling bijaksana yang bisa dipilih karyawan tersebut adalah
menyatakan bahwa resep tersebut merupakan rahasia perusahaan dan
dia tidak diijinkan untuk membocorkannya kepada orang luar
perusahaan. Ini bukan berarti bahwa karyawan tersebut tidak
transparan, dan dia juga tidak dapat dikatakan berbohong.
2
Keadilan
Pada dasarnya, yang dimaksud keadilan dalam etika bisnis dan profesi
adalah bahwa setiap orang harus diperlakukan secara adil dan setara.
Keputusan dan tindakan bisnis harus didasarkan pada prinsip-prinsip
yang objektif dan transparan.
Keadilan distributif
Keadilan distributif merupakan kkonsp yang berkaitan dengan
pembagian sumber daya secara adil dan merata di antara semua
3
pemangku kepentingan, termasuk karyawan, konsumen, pemegang
saham, dan masyarakat secara umum. Konsep ini menekankan
pentingnya memastikan sumber daya yang dihasilkan oleh organisasi
didistribusikan secara merata dan adil.
Kedilan prosedural
Keadilan prosedural berkaitan dengan proses yang digunakan untuk
membuat keputusan dan memastikan bahwa semua pemangku
kepentingan diberi kesempatan yang sama untuk mempengaruhi
keputusan tersebut. Konsep ini menekankan pentingnya proses yang
adil dan transparan dalam pengambilan keputusan yang melibatkan
semua pihak terkait.
Selain kedua dimensi keadilan tersebut, Folger & Cropanzano (1998) juga
menyertakan konsep keadilan interaktif dan keadilan informasional.
Keadilan interaktif terkait dengan cara karyawan diperlakukan oleh
atasan mereka. Karyawan akan menganggap bahwa mereka
diperlakukan secara adil apabila mereka dihormati, diberi reward,
bahkan diakui oleh pemimpin mereka. Sementara itu keadilan
4
informasional adalah dimensi keadilan dalam organisasi yang
berkaitan dengan informasi yang diberikan oleh karyawan tentang
kebijakan, prosedur, dan keputusan yang mempengaruhi mereka di
tempat kerja. Karyawan akan menganggap bahwa informasi yang
diberikan secara transparan, jelas, dan tepat waktu adalah penting
untuk memastikan keadilan di tempat kerja.
Konsistensi
5
dan komitmen perusahaan untuk bertindak secara konsisten dengan
nilai-nilai etika dan moral yagn dianut oleh perusahaan tersebut.
Jika dirinci lebih jauh, maka dalam konteks bisnis sering dianggap
sebagai kualitas mural yang penting bagi perusahaan dan invidu yang
terlibat dalam aktivitas perusahaan. Ferrell dkk.(2015) menyimpulkan
6
bahwa integritas merupakan salah satu kualitas moral paling penting
dalam bisnis, karena menunjukkan kesetiaan pada nilai-nilai etika dan
moral yang mendasar. Perusahaan yang berintegritas memiliki
tanggung jawab moral untuk memenuhi janji dan komitmen yang telah
diambil dengan pemangku kepentingan.
7
Sementara itu, hukum adalah perpaduan dari etika dan moral yang
diaplikasikan oleh negara untuk mengatur kehidupan bermasyarakat
danm bentuk aturan-aturan tertulis. Pada hukum, bila aturan-aturan
yang telah disahkan terebut dilanggar, maka ada sanksi tegas yang
akan diterima oleh pelakunya.
Keterkaitan antara bisnis dan profesi, moral dan hukum semakin terasa
di jaman kemajuan teknologi informasi seperti sekarang. Informasi
tentang perusahaan-perusahaan yang dianggap melanggar etika,
moral, maupun hukum, mudah sekali tersebar di internet, baik melalui
media mainstream mapun media sosial. Ini segera jadi penilaian bagi
seluruh orang yang menerima informasi tersebut. Konsumen akan
berpikir dua kali untuk bertransaksi kembali, misalnya, ketika
mengetahui perusahaan langganannnya ternyata melanggar etika,
moral ataupun melanggar hukum. Investor dan kreditur, ataupun
pemangku kepentingan lainnya juga akan memiliki pikiran yang
sejenis. Ini pada akhirnya, pada batas waktu tertentu, akan membuat
perusahaan kehilangan keuntungan, bahkan bangkrut.
8
tujuan tersebut. Namun ini membutuhkan perubahan mendasar pula
pada aturan hukum, kebijakan dan norma sosial.
Materi 2
Teori Etika dan Prinsip Etika Bisnis dan Profesi
Pokok Bahasan:
Prinsip-prinsip etika bisnis seperti kejujuran, tanggung jawab sosial
perusahaan, keadilan, dan lainnya
Teori etika normatif seperti deontologi, konsekuensialisme, dan
etika kebajikan
Diskusi kelompok tentang aplikasi prinsip dan teori etika dalam
bisnis dan profesi
9
BAB 2
TEORI ETIKA DAN PRINSIP ETIKA BISNIS
1. Teori Etika
a. Teori Utilitarianisme
Teori utilitarianisme merupakan teori etika yang
mengatakan bahwa sebuah tindakan dianggap benar jika tindakan
tersebut dapat memaksimalkan kebahagiaan atau kesejahteraan
bagi semua pihak yang terlibat. Teori ini menekankan pada prinsip
konsekuensialisme, yaitu bahwa akibat atau konsekuensi dari
suatu tindakan harus menjadi faktor utama dalam menilai
kebenaran tindakan tersebut.
Dalam utilitarianisme, nilai moral suatu tindakan ditentukan
oleh tingkat kebahagiaan atau kesejahteraan yang dihasilkan oleh
tinddakan tersebut, dan hal ini diukur berdasarkan jumlah orang
yang terlibat dan tingkat kebahagiaan atau kesejahteraan yang
dihasilkan bagi masing-masing individu. Oleh karena itu, tindakan
yang dapat memberiakan kebahagiaan atau kesejathteraan bagi
banyak orang dianggap lebih baik dari pada tindakan yang hanya
memberikan kebahagiaan atau kesejahteraan bagi sedikit orang.
Dalam konteks etika bisnis dan profesi, teori utilitarianisme
dapat membantu perusahaan dan para profesional dalam
menentukan tindakan yang paling benar dari sudut pandang
moral dan sosial, serta membantu dalam pengambilan keputusan
yang mempertimbangkan kepentingan semua pihak yang terlibat.
Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Jeremi Bentham
pada abad ke-18 dan kemudian diperluas oleh John Stuart Mill
pada abad ke-19. Teori awal yang dikemukakan oleh Jeremi
Bentham saat ini dikenal dengan utilitarianisme klasik. Sementara
10
itu teori John Stuart Mill dikenal dengan utilitarianisme baru.
Selain itu, juga ada utilitarianisme kontemporer.
Jeremy Bentham memperkenalkan teori utilitarianisme
klasik dalam bukunya yang berjudul “An Introduction to the
Principles of Morals dan Legislation”. Bentham berpendapat bahwa
tindakan yang benar adalah tindakan yang memberikan
kebahagiaan atau kepuasan sebanyak mungkin kepada sebanyak
mungkin orang. Bentham menyatakan bahwa kebahagiaan dan
diukur dan bahwa tindakan yang paling benar adalah tindakan
yang menghasilkan kebahagiaan terbesar bagi sebanyak mungkin
orang. Teori utilitarianisme klasik Bentham sangat mempengaruhi
pemikiran etika dan politik pada masa itu.
Menurut Bentham, nilai moral suatu tindakan ditentukan
oleh tingkat kebahagiaan yang dihasilkan oleh tindakan tersebut.
Ia menekankan pentingnya mengevaluasi tindakan berdasarkan
jumlah kebahagiaan yang dihasilkan bagi semua individu yang
terlibat, dan menganggap bahwa tindaka yang dapat memberikan
kebahagiaan yang lebih besar bagi lebih banyak orang dianggap
lebih baik.
Bentham mengembangkan sebuah prinsip pengukuran
kebahagiaan yang disebut sebagai kalkulus kesenangan (pleasure
calculus) yang dapat digunakan untuk menentukan tingkan
kebahagiaan yang dihasilkan oleh suatu tindakan. Dalam kalkulus
ksenangant, Bentham mengidentifikasi tujuh faktor yang harus
diperhitungkan untuk menentukan tingka kebahagiaan, yaitu
intensitas, durasi, kepastian, kebergantungan, kesatuan,
kemurnian, dan kelangkaan.
Dalam konteks bisnis dan profesi, teori utilitarisme klasik
Bentham dapat membantu perusahaan dan para profesional dalam
mengevaluasi tindakan mereka berdasarkan konsekuensi yang
dihasilkan, terutama dalam hal dampaknya terhadap
kesejahteraan seluruh pihak yang terlibat. Misalnya, perusahaan
dapat menggunakan kalkulus kenikmatan untuk mengevaluasi
dampak dari kebijakan bisnis yang diambil terhadap para
karyawan, pelanggan, dan masyarakat secara keseluruhan.
Namun, teori utilitarianisme juga menghadapi kritik bahwa
penilaian kebahagiaan atau kesejahteraan yang bersifat subjek
dapat mengabaikan nilai-nilai moral dan etis yang mungkin
bertentangan dengan pencapaian kebahagiaan atau kesejahteraan.
Selain itu, dalam praktiknya, pengukuran kebahagiaan atau
kesejahteraan dapat sangat sulit dan rumi terutama dalam
mengevaluasi budaya dampak jangka panjang dari suatu
tindakan.
11
Teori Bentham ini kemudian dikembangkan dengan versi
baru oleh John Stuart Mill pada 1861. Mill menekankan pada
kualitas kebahagiaan, bukan hanya kuantitasnya. Menurutnya,
tindakan yang benar adalah tindakan yang menghasilkan
kebahagiaan tertinggi bagi sebanyak mungkin orang, tetapi juga
harus mempertimbangkan kualitas kebahagiaan tersebut. Mill juga
menekankan pentingnya kebebasan individu dan hak asasi
manusia, dan bahwa kebahagiaan individu harus diperhitungkan
dalam perhitungan utilitarianisme.
12
tertinggi bagi sebanyak mungkin orang. Dalam utilitarianisme
preferensi, tindakan yang benar adalah tindakan yang memenuhi
keinginan dan preferensi individu dengan cara yang paling
mungkin menghasilkan kebahagiaan tertinggi bagi sebanyak
mungkin orang. Dalam utilitarianisme pemilahan, tindakan yang
benar adalah tindakan yang memaksimalkan kebahagiaan untuk
kelompok tertentu, seperti orang miskin atau lingkungan hidup.
b. Teori deontologi
Deontologi adalah salah satu teori etika yang paling
berpengaruh dalam sejarah pemikiran etika. Teori ini menekankan
bahwa kewajiban moral atau hak yang harus dipatuhi oleh
individu dalam bertindak. Teori etika deontologi mempunyai
sejarah yang panjang, dengan sejumlah pemikir yang telah
berkontribusi dalam pengembangannya.
Sejarah teori etika deontologi sebenarnya dapat ditelusuri
hingga zaman kuno, ketika filsuf Yunani seperti Socrates, Plato,
dan Aristoteles mulai mempertanyakan bagaimana mansia harus
bertindak secara moral. Namun, pengembangan teori etika
deontologi yang lebih modern dimulai pada abad ke-17 dan ke-18
dengan pemikir seperti Immanuale Kant.
Immanuel Kant adalah seorang filsuf Jerman yang dikenal
sebagai tokoh utama dalam pengembangan toeri etika deontologi.
Dalam karyanya yang paling masyhur, “Das Kapital” (1785), Kant
menyatakan bahwa tindakan yang benar adalah tindakan yang
didasarkan pada kewajiban moral atau imperatif kategoris.
Imperatif kategoris Kant berarti tindakan yang wajib dilakukan
aoleh semua orang, tanpa memperhatikan tujuan atau keinginan
mereka.
Menurut Kant, tindakan yang dilakukan karena kepentingan
pribadi atau keinginan bukanlah tindakan moral yang benar. Kant
juga menekankan bahwa seseorang harus selalu dianggap sebagai
tujuan dalam dirinya sendiri, dan tidak boleh dianggap sebagai
alat untuk mencapai tujuan lain.
Kant juga membedakan antara kewajiban etis yang dikenal
sebagai “kewajiban imperatif kategoris” dan kewajiban praktek
yang dikenal sebagai “kewajiban hipotesis”. Kewajiban imperatif
kategoris bearti kewajiban moral yang universal dan selalu
berlaku, seperti “jangan membunuh” atau “jangan berbohong”.
Sedangkan kewajiban hipotesis adalah kewajiban moral yang
tergantung pada tujuan yang ingin dicapai, eperti “jika kami ingin
hidp sehat, maka kami harus rajin berolahraga”.
13
Teori etika deontologi kemudian terus dikembangkan di
abad ke-19 dan ke-20 oleh pemikir-pemikir seperti William
Whewell dan W.D. Ross. Whewell mengembangkan konsep etika
intuisi, yang berpendapat bahwa tindakan yang benar dapat
dikenali melalui akal budi atau intuisi moral. Sementara itu, Ross
memperkenalkan konsep prinsip prima facie, yang berarti prinsip
moral yang harus dipatuhi kecuali ada keadaan yang
mengharuskna untuk melanggarnya.
Dalam konteks bisnis dan profesi, teori etika deontologi
dapat memberikan panduan bagi individu dalam mengambil
keputusan moral. Sebagai contoh, seorang akuntan yang
dihadapkan dengan kesempatan untuk menyalahgunakan
informasi keuangan klien harus mempertimbangkan kewajibannya
untuk menjaga kerahasiaan informasi keuangan klien harus
mempertimbangkan kewajibannya untuk menjaga kerahasiaan
informasi klien dan mematuhi prinsip kejujuran dan integritas.
Begitu juga seorang pengusaha yang dihadapkan dengan
kesempatan untuk mengabaikan keselamatan kerja karyawan
harus mempertimbangkan kewajibannya untuk menjaga
keselamatan dan kesehatan karyawan.
Namun, seperti halnya dengan teori etika lainnya, teori etika
deontologi juga memiliki kelemahan. Beberapa kritikus
menunjukkan bahwa teori ini terlalu kaku dan tidak dapat
memberikan panduan yang jelas dalam situasi yang kompleks.
Teori deontologi pada dasarnya mengajukan bahwa tindakan itu
baik atau buruk, benar atau salah, tergantung pada kewajiban
moral yang ditetapkan oleh prinsip moral terntu. Dalam
pandangan ini, kebenaran atau kesalahan suatu tindakan
ditentukan oelh prinsip moral yang dipegang sebagai patokan,
seperti “jangan membunuh” atau “jangan berbohong”. Prinsip-
prinsip ini dianggap universal dan harus diikuti tanpa pandang
bulu dalam setiap situasi.
Para kritikus teori ini berpendapat bahwa prinsip moral
yang dipegang teguh oleh teori ini terlalu kaku dan tidak dapat
memberikan panduan yang jelas dalam situasi yang kompleks.
Sebagai contoh, prinsip moral jangan membunuh mungkin benar
dalam sebagian besar situasi, tetapi tidak memberikan panduan
yang jelas dalam situasi seperti perang atau pembelaan diri.
Selain itu, teori deontologi kurang memberikan perhatian
pada akibat tindakan. Dalam situasi tertentu, tindakan yang
dianggap benar menurut teori deontologi dapat berakibat buruk
bagi orang lain atau masyarakat. Ini bisa terjadi jika suatu tindakan
dilakukan semata-mata karena memenuhi kewajiban moral tanpa
memperhatikan akibatnya pada orang lain.
14
Namun, meskipun teori etika deontologi memiliki
kelemahan, hal ini tidak berarti bahwa teori ini tidak memiliki
nilai. Teori deontologi tetap memberikan panduan moral yang
penting daam menentukan tindakan yang benar dan tepat,
walaupun tidak memberikan peandangan khusus untuk setiap
situasi. Selain itu, teori deontologi juga memberikan nilai dan
standar moral yang tinggi dalam berbagai aspek kehidupan,
termasuk dalam konteks bisnis dan profesi.
Pokok Bahasan:
Pengenalan model-model pengambilan keputusan etis
Analisis kasus etika dan praktik pengambilan keputusan etis
Diskusi kelompok tentang kelemahan dan kelebihan model-model
pengambilan keputusan etis
15
Kemampuan akhir yang diharapkan (Sub-CPMK):
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan berbagai model
pengambilan keputusan etis yang digunakan dalam bisnis dan
profesi, seperti model utilitarianisme, deontology, etika kebajikan,
dan sebagainya;
Mahasiswa mampu menganalisis dan mengevaluasi kasus etika
dengan menggunakan model-model pengambilan keputusan etis
yang berbeda-beda;
Kemampuan untuk mengindentifikasi kelemahan dan kelebihan
dari masing-masing model pengambilan keputusan etis dan
mempertimbangkan factor-faktor yagn perlu diperhatikan dalam
pengambilan keputusan etis yang tepat;
Mahasiswa mampu berpartisipasi dalam diskusi kelompok tentang
berbagai model pengambilan keputusan etis dan kasus etika yang
relevan dalam konteks bisnis ddan profesi
Tugas kelompok:
Carilah sebuah kasus terbaru tentang keputusan yang dibuat oleh
sebuah perusahaan atau organisasi, dan telaahlah keputusan tersebut
dengan menggunakan model pengambilan keputusan etis yang
dipelajari dalam materi ini.
16
BAB 3
PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS
17
Dalam rangka mencapai kesuksesan jangka panjang, pengambilan
keputusan etis harus menjadi prioritas utama bagi organisasi. Dengan
mempertimbangkan nilai-nilai etika dan moral dalam penambilan
keputusan, organisasi dapat membangun reputasi yang kuat dan
memastikan bahwa mereka beroperasi secara bertanggung jawab dalam
masyarakat dan lingkungan sekitar.
18
Prinsip-prinsip etika dalam pengambilan keputusan etis
merupakan panduan moral yang digunakan untuk membantu seseorang
dalam memilih tindakan yang benar atau salah. Ketika seseorang
mengambil keputusan, mereka harus mempertimbangkan dampak
tindakan mereka pada orang lain dan lingkungan sekitarnya. Beberapa
prinsip etika yang dapat membantu seseorang dalam pengambilan
keputusan etis antara lain: prinsip kemanusiaan, prinsip keadilan, dan
prinsip tanggung jawab sosial.
1. Prinsip kemanusiaan
Prinsip kemanusiaan adalah keyakinan bahwa setiap orang
memiliki martaba yang sama dan harus diperlakukan dengan cara
yang menghormati hak asasi manusia. Dalam pengambilan keputusan
etis, prinsip ini memerlukan seseorang untuk mempertimbangkan
bagaimana keputusan mereka akan mempengaruhi orang lain dan
apakah keputusan tersebut akan menghormati hak asasi manusia.
Contoh keputusan yang menghormati prinsip kemanusiaan adalah
keputusan untuk tidak melakukan diskriminasi terhadap seseorang
berdasarkan agama, ras, atau jenis kelamin.
2. Prinsip keadilan
Prinsip keadilan adalah keyankinan bahwa setiap orang harus
diperlakukan secara adil dan setara. Dalam penbamgilan keputusan
etis, prinsip ini memerlukan seseorang untuk mempertimbangkan
bagaimana keputusan mereka akan memperngaruhi berbagai
pemangku kepentingan yang terlibat dan memastikan bahwa mereka
diperlakukan secara adil dan setara. Contoh keputusan yang
menghormati prinsip keadilan adalah keputusan untuk membayar gaji
yang sama untuk pekerjaan yang sama dan memperlakukan semua
pelanggan dengan cara yang sama.
19
Dalam pengambilan keputusan etis, prinsip-prinsip etika tersebut
dapat saling berhubungan dan salin terkait. Oleh karena itu, penting bagi
seseorang untuk mempertimbangkan semua prinsip tersebut dan memilih
tindakan yang paling etis dan sesuai dengan nilai-nilai etika dan moral
yang mendasari organisasi dan masyarakat.
1. Model utilitarianisme
Pengambilan keputusan etis dengan model utilitiarianisme
menekankan pada konsekuensi dari tindakan dan pertimbangan
terhadap kebahagiaan atau penderitaan yang dapat terjadi pada semua
orang yang terlibat. Dalam model ini, keputusan yang diambil adalah
yang memberikan dampak positif yang terbesar pada masyarakat atau
orang yang terkena dampak keputusan tersebut.
Dalam konteks bisnis, seorang pemimpin perusahaan harus
mempertimbangkan kepentingan dan kesehjahteraan semua pihak
yang terlibat, termasuk karyawan, pelanggan, pemegang saham, dan
masyarakat. Dalam mengambil keputusan, seorang pemimpin harus
mempertimbangkan dampak keputusan tersebut pada semua pihka,
dan memilih tindakan yang akan memberikan dampak positif yang
terbesar kepada semua pihak.
Misalnya, perusahaan mungkin ingin menguarngi biaya produksi
dengan memindahkan pabrik ke negar lain yang memiliki biaya tenaga
kerja yang lebih rendah. Namun, tindakan ini dapat berdampak negatif
pada karyawan yang akan kehilangan pekerjaan dan masyarakat
setempat yang kehilangan lapangan pekerjaan. Dalam model
utilitarianisme, seorang pemimpin perusahaan harus
mempertimbangkan dampak keputusan terserbut pada semua pihak,
dan memilih tindakan yang akan memberikan dampak positif yang
terbesar pada semua pihak. Mungkin solusi terbaik adalah
mengevaluasi cara lain untuk mengurangi biaya produksi tanpa harus
memindahkan pabrik atau memberikan kompensasi yang cukup bagi
karyawan yagn kehilangan pekerjaan.
Namun demikian, model utilitarianisme juga memiliki kelemahan,
terutama ketika kepentingan beberapa pihak saling bertentangan.
Dalam situasi itu, model utilitarianisme dapa tmengahailkan keputusan
yang tidak adil bagi satu atau beberapa pihak. Oleh karena ini, perlu
20
untuk mempertimbangkan model keputusan etis lain dan konteks
spesifik sebelum memutuskan menggunakan model utilitarianisme.
2. Model deontologi
Model pengambilan keputusan etis deontologi didasarkan pada
aturan moral dan nilai-nilai yang sudah mapan dalam masyarakat,
serta kewajiban moral yang harus dipenuhi oleh individu atau
organisasi. Dalam model ini, keputusan diambil berdasarkan ketaatan
pada aturan moral atau prinsip etis tertentu, tanpa mempertimbangkan
dampak atau konsekuensi tindakan tersebut.
Dalam konteks bisnis, seorang pemimpin perusahaan harus
mempertimbangkan nilai-nilai etis yang suddah mapan dalam
masyarakat, seperti kejujuran, keadilan, dadn integritas, serta
mematuhi aturan dan regulasi yang berlaku. Dalam mengambil
keputusan, seorang pemimpin harus mempertimbangkan apakah
tindakan tersebut sesuai dengan aturan dan nilai-nilai etis yang sudah
mapan dalam masyarakat.
Misalnya, seorang pemimpin perusahaan dihaddapkan pada
pilihan antara membayar suap atau tidak, harus mempertimbangkan
nilai-nilai etis seperti kejujuran dan integritas, serta kewajiban moral
untuk mematuhi hukum dan regulasi yang berlaku. Dalam model
deontologi, keputusan yang diambil adalah yang sesuai dengan nilai-
nilai etis dan prinsip moral yang sudah mapan, bahkan jika dampaknya
pada akhirnya tidak menguntungkan.
Kelemahan dari model deontologi adalah ketika aturan moral atau
nilai-nilai yang sudah mapan saling bertentangan. Dalam situasi seperti
itu, model deontologi dapat menghasilkan keputusan yang sulit,
bahkan menghasilkan keputusan yang tidak adil bagi semua pihak.
Oleh karena itu perlu untuk mempertimbangkan model pengambilan
keputusan etis lain dan konteks yang lebih spesifik sebelum
memutuskan menggunakan model ini.
21
1. Kerangka kerja etika
Kerangka kerja etika adalah metode pengambilan keputusan etis yang
melibatkan pertimbangan berbagai nilai dan prinsip etika untuk
membantu seseorang dalam memilih tindakan yang benar atau salah.
Kerangka kerja ini mencakup empat tahap, yaitu:
- Identifikasi masalah etis: menentukan masalah atau situasi yang
melibatkan pertimbangan etis;
- Identifikasi nilai etika yang relevan: menentukan nilai etika atau
prinsip yang berkaitan dengan masalah tersebut;
- Evaluasi alternatif tindakan: menganalisis alternatif tindakan yang
memperhatikan nilai etika yang relevan;
- Mengambil keputusan: memilih tindakan yang paling sesuai
dengan nilai etika yang paling relevan.
2. Analisis konsekuensi
Metode ini melibatkan pertimbangan dampak tindakan pada orang lain
dan lingkungan sekitar untuk mementukan apakah tindakan tersebut
etis atau tidak. Dalam metode ini, seseorang harus mempertimbangkan
konsekuensi positif dan negatif dari setiap alternatif tindakan dan
memilih tindadkan yang memberikan konsekuensi positif terbesar dan
konsekuensi negatif terkecil.
1. Konflik kepentingan
22
Konflik kepentingan terjadi ketiak seseorang harus memilih antara dua
atau lebih nilai atau prinsip yang berlawanan atau tidak konsisten.
Misalnya, seorang manajer yang harus memiliih antara memenuhi
target penjualan yang tinggi dan memenuhi kebutuhan pelanggan yang
sebenarnya. Konflik kepentingan seperti ini dapat membuat
pengambilan keputusan etis menjadi sulit karena setiap pilihan yang
diambil dapat mempengaruhi orang lain atau organisasi secara
berbeda. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan pengambilan
keputusan yang lebih terbuka, transparan, dan memperhatikan
dampak tindakan pada semua pihak yang terlibat.
3. Ketidakpastian
Tantangan lain dari pengambilan keputusan etis adalah adanya
ketidakpastian yang timbul ketika seseorang tidak memiliki informasi
yang cukup atau jelas tentang situasi atau masalah yang sedang
dihadapi. Ketidakpastian ini dapat membuat pengambil keputusan etis
menjadi sulit karena seseorang tidak dapat memperkirakan
konsekuensi tindakan yang akan diambilnya. Untuk mengatasi
tantangan ini, diperlukan kemampuan untuk mencari informasi yang
lebih banyak dan melakukan analisis risiko yang lebih teliti, serta
mempertimbangkan dampak tindakan pada semua pihak yang terlibat.
23
meningkatkan reputasi organisasi, kepuasan pelanggan, dan menjaga
kesinambungan bisnis.
Oleh karena itu, organisasi haru mengambil langkah-langkah
konkret untuk membangun budaya etis yang kuat dan mendukung, agar
organisasi dapat mencapai tujuannya dengan cara yang baik dan
bertanggung jawab secara sosial. Di antara langkah yang dapat dilakukan
antara lain sebagaimana dijelaskan dalam uraian di bawah ini.
24
diambil. Dengan demikian, organisasi dapat menciptkan lingkungan kerja
yang sehat, produktif, dan menjunjung tinggi nilai-nilai etika yang tinggi.
Kasus 1
Kasus 2
25
tidak mengeluarkan produk tersebut, perusahaan akan mengalami
kerugian yang besar.
Dalam situasi ini, manajer produksi harus mempertimbangkan
prinsip-prinsip etika dalam pengambilan keputusannya. Dia harus
memastikan bahwa tidak ada resiko bagi kesehatan konsumen dan juga
mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap reputasi
perusahaan dan tanggung jawab sosialnya.
Manajer produksi harus segera melaporkan temuannya kepada
manajemen senior dan bersama-sama mencari solusi yang tepat. Mereka
bisa memutuskan untuk menarik produk dari pasaran, melakukan recall
dan memperbaiki proses produksi agar tidak lagi terjadi pelanggaran
keselamatan produk. Selain itu, mereka harus memperkuat sistem
pengawasan dan memastikan bahwa standar keselamatan makanan
terpenuhi secara ketat dalam proses produksi.
Tentu saja keputusan tersebut akan berdampak pada keuangan
perusahaan, namun tanggung jawab sosial ddan kesehatan konsumen
harus menjadi prioritas. Manajer produksi dan manajemen senior harus
memastikan bahwa keputusan yang diambil sesuai dengan prinsip-
prinsip etika dan tidak merugikan konsumen dan masyarakat luas.
Mereka juga harus melakukan komunikasi yang jelas dan terbuka kepada
pelanggan dan stakeholder lainnya tentang tindakan yang diambil dan
langkah-langkah untuk memperbaiki proses produksi.
Dalam jangka panjang, tindakan yang diambil oleh perusahaan
tersebut akan memperkuat reputasi dan kepercayaan pelanggan. Hal ini
akan membawa manfaat jangka panjang bagi perusahaan, karena
konsumen cenderung lebih memilih produk yang diproduksi secara etis
dan memperhatikan keselamatan dan kessehatan konsumen.
Sebagai pemimpin, manajer produksi harus selalu mengedepankan
prinsip-prinsip etika dalam pengambilan keputusan bisnis dan
memastikan bahwa karyawwan lainnya juga mengikuti nilai-nilai etika
yang diterapkan dalam perusahaan.
Kasus 3
Seorang eksekutif di sebuah perusahaan besar mengetahui bahwa
salah satu proyek yang dikerjakan oleh perusahaannya melibatkan
korupsi dan penyapan dalam proses pengadaan. Dia tahu bahwa jika
terbongkar, perusahaan akan mengalami kerugian besar dan reputasi
mereka akan hancur. Namun, dia juga tahu bahwa jika tidak membongkar
hal tersebut, maka perbuatan tersebut akan terus dilakukan dan
merugikan masyarakat.
Dalam situasi ini, eksekutif harus mempertimbangkan prinsip-
prinsip etika dalam pengambilan keputusannya. Dia harus memastikan
bahwa perusahaan tidak terlibat dalam tindakan korupsi dan penyapan
yang merugikan masyarakat. Selain itu, dia harus mempertimbangkan
26
konsekuensi jangka panjang dan dampaknya terhadap reputasi
perusahaan dan tanggung jawab sosialnya.
Eksekutif tersebut harus segera melaporkan temuannya kepada
manajemen senior dan bersama-sama mencari solusi yang tepat. Mereka
bisa memutuskan untuk menghentikan proyek tersebut dan memperbaiki
proses pengadaan sehingga tidak lagi terjadi pelanggaran etika. Selain itu,
mereka harus memperkuat sistem pengawasan dan memastikan bahwa
perusahaan bekerja secara etis dan mematuhi standar etika dalam bisnis.
Keputusan yang diambil tentu akan berdampak pada kerugian
keuangan perusahaan, namun etika tanggung jawab sosial tetap harus
menjadi yang utama. Eksekutif dan manajemen senior harus memastikan
bahwa keputusan yang diambil sesuai dengan prinsip-prinsip etika dan
tidak merugikan masyarakat dan pihak lain.
Dalam jangka panjang, tindakan yang diambil perusahaan akan
memperkuat reputasi dan kepercayaan masyarakat. Hal ini akan
membawa manfaat jangka panjang bagi perusahaan, karena pelanggan
cenderung memilih perusahaan yang bekerja secara etis dan
memperhatikan kepentingan masyarakat.
Sebagai pemimpin, eksekutif harus selalu mengedapankan prinsip-
prinsip etika dalam pengambilan keputusan bisnis dan memastikan
bahwa karyawan lainnya juga mengikuti nilai-nilai etika yang diterapkan
dalam perusahaan.
27
Materi 4: Good Corporate Governance (GCG)
Pokok Bahasan:
Pengertian tujuan penerapan GCG
Prinsip-Prinsip GCG
Diskusi kelompok tentang kajian GCG dalam jurnal-jurnal ilmiah.
Tugas kelompok:
Buatlah makalah tentang materi Good Corporate Governance (GCG),
dengan berpedoman kepada kerangka materi di atas. Sebagai bagian dari
makalah, buatlah sebuah ringkasan sebuah kasus terbaru terkait GCG,
dan telaahlah keputusan tersebut dengan menggunakan prinsip-prinsip
GCG.
28
BAB 4
GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)
1. Pengertian GCG
GCG merupakan suatu konsep yang menyangkut prinsip-
prinsip pengelolaan dan pengawasan perusahaan yang baik dan
bertanggung jawab. GCG bertujuan untuk memastikan bahwa
perusahaan dijalankan secara etis, efisien, dan efektif, serta
memastikan bahwa kepentingan seluruh pemangku kepentingan
terpenuhi. Dalam penerapannya, GCG meliputi seluruh proses
pengambilan keputusan yang transparan, akuntabel, bertanggung
jawab, dan berdasarkan pada nilai-nilai etika yang diakui secara
internasional.
Penerapan GCG dianggap penting karena dapat membantu
perusahaan mencapai tujuang-tujuannya secara lebih efektif dan
efisien, sambil tetap memperhatikan kepentingan seluruh
pemangku kepentingan yang terlibat, seperti pemegang saham,
karyawan, pelanggan, masyarakat, dan pemerintah. Dalam
praktiknya, GCG biasanya dilaksanakan melalui kebijakan dan
prosedur yang disusun secara sistematis, serta melalui penerapan
tata kelola perusahaan yang baik.
29
GCG juga seringkali dikaitkan dengan konsep-konsep
seperti transparansi, akuntabilitas, keberlanjutan, dan tanggung
jawab sosial perusahaan (Corporate Social Resposibility/CSR).
Konsep-konsep ini dianggap penting karena dapat membantu
perusahaan untuk lebih mengintegrasikan aspek-aspek sosial dan
lingkungan dalam operasinya, dan untuk memberikan manfaat
yang lebih luas bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.
Dalam praktiknya, penerapan GCG seringkali melibatkan
peran aktif dari seluruh pemangku kepentingan perusahaan,
termasuk manajemen, dewan direksi, pemegang saham, karyawan,
dan masyarakat sekitar. Peran aktif dan partisipatif dari seluruh
pemangku kepentingan dianggap penting karena dapat membantu
memastikan bahwa GCG diterapkan dengan baik dan efektif, serta
bahwa kepentingan seluruh pemangku kepentingan terpenuhi
dengan adil.
30
perusahaan. Hal ini menunjukkan pengakuan dan pentingnhya
penerapan GCG dalam pengelolaan perusahaan di Indonesia dan
di negara-negara lain di dunia.
Dalam satu dekade terakhir, GCG semakin menjadi fokus
perhatian global, terutama setelah krisis keuangan global pada
tahun 2008. Krisis tersebut kekhawatiran tentang integritas dan
keberlanjutan sistem keuangan global, dan mendorong tuntutan
untuk perbaikan dan reformasi. Sejak itu, GCG terus menjadi isu
penting dalam pengelolaan perusahaan dan menjadi fokus
perhatian di tingkat nasional dan internasional.
3. Prinsip-Prinsip GCG
Prinsip-prinsip GCG merupakan pedoman dalam
menjalankan bisnis secara etis dan bertanggungjawab, serta
menjaga kepentingan seluruh pemangku kepentingan. Berikut ini
dijelaskan mengenai prinsip-prinsip GCG tersebut.
31
menghindari risiko hukum dan keuangan yang dapat
membahayakan kelangsungan bisnis perusahaan.
Transparansi
Transparansi adalah prinsip yang menuntut perusahaan
agar memberikan informasi yang jelas, akurat, dan mudah
dipahami untuk memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil
oleh perusahaan didasarkan pada informasi yang tepat dan
objektif. Ini mengacu pada upaya memastikan bahwa semua
informasi yang berkaitan dengan perusahaan dapat diakses oleh
pemangku kepentingan yang berhak. Hal ini mencakup laporan
keuangan, kebijakan perusahaan, struktur organisasi, dan lain
sebagainya. Transparansi dan keterbukaan penting dalam
membantu membangun kepercayaan degnan pemangku
kepentingan, seperti investor dan masyarakat umum.
Transparansi juga umum dimaksudkan dengan keterbukaan
dan kejelasan informasi yang disediakan oleh perusahaan kepada
seluruh pemangku kepentingan, seperti investor, karyawan,
konsumen dan masyarakat umum. Prinsip transparansi ini
bertujuan untuk memastikan bahwa informasi yang disediakan
oleh perusahaan mengenai kinerja keuangan, operasi, dan strategi
bisnisnya adalah akurat, jelas, dan mudah dipahami.
Perusahaan harus secara terbuka dan transparan
memberikan informasi yang relevan dan penting kepada
pemangku kepentingannya, termasuk informasi mengenai risiko
dan tantangan yang dihadapi oleh perusahaan, kinerja keuangan
dan non-keangan, dan praktik bisnis yang digunakan oleh
perusahaan. Hal ini dapat membantu pemangku kepentingan
dalam membuat keputusan yang bisjaksana dan dapat
meningkatkan kepercayaan mereka terhaddap perusahaan.
Selain itu, prinsip transparansi juga mencakup keterbukaan
perusahaan dalam melakukan komunikasi dengan pemangku
kepentingannya. Perusahaan harus mendorong dialog terbuka dan
berkelanjutan dengan pemangku kepentingan, serta menyediakan
saluran komunikasi yang efektif untuk menerima umpan balik dan
keluhan dari pemangku kepentingan.
Dalam praktiknya, perusahaan dapat memenuhi prinsip
transparansi dengan menyediakan laporan keuangan dan no-
keunangan yang jelas dan mudah dipahami, serta menyediakan
informasi mengenai kebijakan dan praktik bisnis perusahaan di
website dan media sosial. Perusahaan juga dapat
menyelenggarakan pertemuan terbuka dengan pemangku
kepentingan dan memastikan bahwa seluruh informasi yang
32
disediakan oleh perusahaan dapat diakses secara terbuka dan
mudah dipahami.
Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah prinsip GCG yang menuntut
perusahaan untuk bertanggung jawab atas setiap keputusan dan
tindakan yang diambil. Perusahaan harus mampu memberikan
pertangungjawaban atas kinerja dan hasil yang dicapai.
Prinsip akuntabilitas menuntut perusahaan untuk secara
terbuka dan jujur melaporkan kinerja keuangan dan non-keuangan
perusahaan kepada seluruh pemangku kepentingan, serta
menjelaskan alasan di balik setiap keputusan dan tindakan yang
diambil.
Dalam praktiknya, perusahaan harus memiliki sistem
pengendalian internal yang efektif untuk memastikan bahwa
semua keputusan dan tindakan yang diambil sesuai dengan etika
bisnis dan peraturan yang berlaku. Perusahaan juga harus memiliki
proses untuk memantau dan mengevaluasi kinerja dan hasil yang
dicapai, serta melakukan perbaikan jika diperlukan.
Perusahaan harus secara terbuka dan jujur memberikan
laporan mengenai kineja keuangan dan non-keuangan, termasuk
laporan keuangan, laporan keberlanjutan, dan laporan sosial, dan
harus dapat memberikan penjelasan dan alasan di balik setiap
tindakan atau keputusan yang diambil. Perusahaan juga harus
memiliki komite audit independen yang bertanggung jawab untuk
memastikan kepatuhan terhadap prinsip akuntabilitas dan
menyediakan laporan kepada dwan direksi dan pemangku
kepentingan lainnya.
Dengan memenuhi prinsip akuntabilitas, perusahaand dapat
membangun kepercayaan dan kredibilitas di antara pemangku
kepentingannya, serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi
operasioanl perusahaan secara keseluruhan.
Kewajiban fidusia
Kewajiban fidusia adalah perinsip GCG yang menuntut
perusahaan untuk memegang teguh prinsip kepercayaan dan
kejujuran dalam menjalankan bisnis. Prinsip ini mengakui bahwa
perusahaan memiliki tanggung jawab moral dan sosial yang lebih
luas daripada hanya mencari keutungan semata.
Perusahan harus dapat menjaga kepercayaan dari seluruh
pemangku kepentingan dengan tidak melakukan tindakan yang
merugikan. Ini juga berkaitan dengan kepercayaan yang diberikan
oleh pemangku kepentingan kepada perusahaan dan
manajemennya untuk menjalankan bisnis secara etis dan
33
bertanggung jawab. Perusahaan harus bertindak dengan integritas
dan menghormati hak asasi manusia, lingkungan, dan masyarakat
di mana perusahaan beroperasi.
Dalam praktiknya, perusahaan dapat memenuhi prinsip
kewajiban fidusia dengan melakukan evaluasi risiko sosial dan
lingkungan, serta memastikan bahwa praktik bisnis perusahaan
tidak melanggar hak asasi manusia atau merugikan masyarakat
setempat. Perusahaan juga harus secara terbuka dan transparan
mengkomunikasikan komitmen dan praktik bisnisnya yang
berkalanjutan kepada seluruh pemangku kepentingan.
Perusahaan juga harus mengembangkan sistem pengaduan
dan pengadilan yang efektif untuk memastikan bahwa pemangku
kepentingan dapat melaporkan pelanggaran etika bisnis atau
kebijakan perusahaan dengan aman dan tanpa takut retribusi.
Perusahaan harus menanggapi pengaduan dengan cpat dan adil,
serta mengambil tindakan untuk memperbaiki situasi jika
diperlukan.
Dengan memenuhi prinsip kewajiban fidusia, perusahaan
dapat membangun kepercayaan dan reputasi yang baik di antara
pemangku kepentingannya, serta mengurangi risiko reputasi dan
hukum yang mungkin muncul akibat pelanggaran etika bisnis.
34
dan keunggulan kompetitif, dengan mengurangi risiko sosial dan
lingkungan dan memperbaiki reputasinya di masyarakat.
Independensi
Independensi adalah prinsip GCG yang menekankan
pentingnya perusahaan untuk memiliki struktur dan proses
pengambilan keputusan yang bebas dari pengaruh dan
kepentingan pihak lain yang terkait dengan kepentingan bisnis.
Prinsip ini menunjut agar perusahaan menjalankan bisnis secara
objektif, tidak bias dan tidak terikat pada kepentingan pribadi atau
kelompok tertentu.
Dalam praktiknya, independensi dapat dicapai dengan
berbagai cara, misalnya dengan memiliki dewan direksi yang
independen, memisahkan fungsi pemegan saham dan manajemen,
serta melaksanakan audit internal dan eksternal secara independen.
Perusahaan juga harus mampu mengidentifikasi dan mengatasi
konflik kepentingan yang mungkin muncil dalam kegiatan
bisnisnya.
Dengan menjaga independensi, perusahaan dapat
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan, memperbaiki
kinerja bisnis, serata membangun kepercayaan dan reputasi yang
baik di antara pemangku kepentingannya. Perusahaan juga dapat
mengurangi risiko kecurangan dan penyalahgunaan kekuasaan,
serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam kegiatan
bisnisnya.
35
jawab, serta progrma tanggung jawab sosial dan lingkungan yang
terintegrasi.
Dengan memenuhi prinsip ini, perusahaan akan dapat
meningkatkan kepercayaan dan dukungan dari semua pemangku
kepentingan, serta memperkuat prosisinya di pasasr dan
masyarakat. Perusahaan juga dapat meningkatkan kinerja dan
produktivitas, serta mengurangi risiko dan konflik dengan
pemangku kepentingan yang tidak puas.
B. Manfaat GCG
1. Manfaat GCG bagi Perusahaan
36
prinsip GCG dapat menjadi strategi bisnis yang penting bagi
perusahaan dalam jangka panjang.
Mengurangi biaya
Penerapan GCG, dapat mengurangi biaya perusahaan
terkait dengan risiko dan tindakan yang tidak etis. Misalnya,
perusahaan yang menerapkan prinsip-prinsip GCG dapat
menghindari tindakan yang melanggar hukum atau etika, yang
dapat menyebabkan perusahaan terkena sanksi atau denda ddari
pihak berwenang.
Dalam jangka panjang, biaya-biaya ini dapat berakumulasi
dan mengganggu kinerja keuangan perusahaan. Selain itu,
perusahaan yang tidak memperhatikan GCG dapat menghadapi
37
risiko reputasi yang besar, yang ddapat merusak citra perusahaan
dan mengurangi kepercayaan pemangku kepentigannya.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip GCG, perusahaan
dapat menghindari risiko ini dan mengurangi biaya yang terkait
dengan fisiko dan tindakan yang tidak etis. Hal ini dapat
membantu perusahaan untuk mengalokasikan sumber daya
dengan lebih efektif dan meningkatkan kinerja keuangan mereka.
Selain itu, perusahaan yang menerapkan GCG yang baik dapat
menarik investor yang berkomitmen pada etika dan berkelanjutan,
dan hal ini dapat memperkuat posisi perusahaan di pasar.
38
Selain itu, menerapkan GCG juga dapat membantu
perusahaan dalam mengidentifikasi dan mengelola risiko secara
lebih baik, sehingga perusahaan dapat menghadapi tangangan dan
risiko yang mungkin terjadi di masa depan. Hal ini dapat
membantu perusahaan untuk menciptakan nilai tambah yang
berkelanjutan bagi seluruh pemangku kepentingan.
Dalam konteks keberlanjutan lingkungan, menerapkan GCE
dapat membantu perusahaan dalam mengurangi dampak negatif
dari operasional perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat,
sekaligus meningkatkan dampak positif perusahaan. Hal ini dapat
membantu perusahaan untuk membangun hububungan yang lebih
baik dan berkelanjutan dengan peamgnku kepentingnan, termasuk
masyarakat dan lingkungan.
Pemegang saham
GCG dapat memberikan perlindungan terhadap
kepentingan pemegang saham, seperti transparansi dalam
pengelolaan perusahaan dan pengambilan keputusan yang
berdasarkan kepentingan jangka panjang perusahaan. Hal ini dapat
meningkatkan kepercayaan dan loyalitas pemegang saham, serta
memperkuat posisi perusahaan di pasar modal.
Selain itu, penerapan GCG yang benar juga akan dapat
mendukung peningkatan harga saham. Dengan menerapkan
prinsip GCG, perusahaan dapat meningkatkan kinerjanya secara
berkelanjutan, sehingga harga saham pemegang saham dapat
meningkat dari waktu ke waktu, karena banyaknya pihak yang
bekemungkinan tertarik memiliki saham tersebut. Sebaliknya, bila
kinerja perusahaan jelek, biasanya juga akan berdampak terhadap
penurunan harga saham, dan akan merugikan pemegang saham.
Penerapan GCG akan meningkatkan kepastian dan
kepercayaan pemegang saham kepada perusahaan dan
manajemennya. Pemegang saham dapa memiliki kepastian bahwa
keputusan manajemen didasari pada kepentingan jangka panjang
39
perusahaan dan telah mengikuti prosedur yang transparan. Hal ini
dapat memberikan kepercayaan pada pemegang saham bahwa
perusahaan dijalankan dengan bik dan bertanggung jawab.
Kekhawatiran pemegang saham terhadap risiko juga akan
teratasi, baik risiko investasi, risiko hukum, risiko reputasi, dan
risiko kegagalan manajemen. Hal ini dapat memberikan
perlindungan pada investasi pemegang saham, sehingga mereka
dapat merasa lebih aman dalam menanamkan modalnya di
perusahaan.
Terakhir, penerapan GCG akan meningkatkan partisipasi
dan transparansi dalam rapat pemegang saham. Pemegang saham
memiliki hak untuk berpartisipasi dalam rapat pemegang saham
dan mendapatkan informasi yang transparan tentang keputusan
yang diambil oleh manejemen. Hal ini dapat memperkuat
keterlibatan pemegang saham dalam pengambilan keputusan
perusahaan dan meningkatkan kepercayaan mereka pada
perusahaan.
Karyawan
Penerapan GCG akan memberikan jaminan atas hak-hak
karyawan, seperti hak atas upah yang adil, kondisi kerja yang
aman dan sehat, serta kesempatan untuk mengembangkan karir.
Hal ini dapat meningkatkan motivasi dan kinerja karyawan, serta
memperkuat citra perusahaan sebaga tempat kerja yang baik.
Dengan menerapkan GCG, perusahaan juga diharapkan
dapat meminimalkan risiko terjadinya tindakan diskriminatif atau
pelecehan di tempat kerja. Hal ini dapat menciptakan lingkungan
kerja yang sehat, aman, dan produktif bagi karyawan, serta
meningkatkan motivasi dan kinerja mereka. Dalam jangka panjang,
hal ini juga dapat membantu perusahaan dalam mempertahankan
dan menarik karyawan berkualitas, serta meningkatkan reputasi
perusahaan sebagai tempat kerja yang baik.
Selain itu, penerapan GCG juga dapat meningkatkan
kepercayaan dan motivasi karyawan, sehingga dapat
meningkatkan produktivitas dan kinerja perusahaan secara
keseluruhan. Karyawan juga dapat merasa lebih bangga dengan
perusahaan tempat mereka bekerja, yang dapat meningkatkan
loyalitas dan retensi karyawan.
Perusahaan yang menerapkan GCG cenderung memberikan
kesempatan yang luas kepada karyawan dalam hal peluang
pengembangan dan pelatihan. Ini dalam arti secara luas bahwa
perusahaan berorientasi pada pengembangan karyawan, sehingga
karyawan dapat memperoleh kesempatan untuk mengembangkan
40
keterampilah dan kompetensi yang diperlukan untuk
meningkatkan kinerja mereka dan mencapai tujuan akhir mereka.
Dalam hal kesetaraan gender, GCG juga dapat
mempromosikan kesetaraan gender dan kesempatan kerja yang
sama bagi karyawan laki-laki dan perempuan. Penerapan prinsip
GCG yang baik dapat membantu perusahaan untuk mengurangi
diskriminasi gender dan mempromosikan keadilan dalam sistem
karyawan dan pengganjian.
Secara keseluruhan, penerapan GCG dapat memberikan
manfaat jangka panjang bagi karyawan, seperti pengembangan
karir, kesetaraan gender, keamanan dan kesejahteraan kerja, serta
motivasi dan kepercayaan.
Pelanggan
GCG akan memberikan jaminan atas kualitas produk atau
jasa yang diberikan, serta komitmen perusahaan terhadap
tanggung jawab sosial dan lingkungan. Hal ini dapat
meningkatkan kepercaan dan loyalitas pelanggan, serta
memperkuat reputasi perusahaan di mata masyarakat.
Dengan menerapkan GCG, perusahaan dapat memastikan
bahwa produk dan layanan dan disediakna sesuai dengan
kebutuhan dan harapan pelanggan, sehingga dapat meningkatkan
kepuasan pelanggan dan memperkuat posisi perusahaan di pasar.
GCG juga dapat membantu perusahaan dalam mengidentifikasi
dan menangani keluhan pelanggan dengan cepat dan efektif, serta
meningkatkan komunikasi dan interaksi denganpelanggan secara
keseluruhan. Hal ini dapat membantu perusahaan untuk
membangun hubungan yang lebih baik dengan pelanggannya dan
meningkatkan loyalitas pelanggan.
Selain adanya jaminan kualitas produk dan komitmen
tanggung jawab sosial dan lingkungan, penerapan GCG juga dapat
memberikan jaminan kepada pelanggan tentang ketersediaan
produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Dengan
penerapan GCG, perusahaan akan lebih berorientasi pada
kebutuhan pelanggan dan mampu menyediakan produk yang
sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
Terbentuknya harga yang wajar dan bersaing, sesuai dengan
harapan pelanggan, juga merupakan hasil penerapan GCG. Ini
dapat membantu perusahaan dalam mengoptimalkan penggunaan
sumber daya dan menguari biaya yang tidak perlu, sehingga
perusahaan dapat menawarkan harga yang wajar dan bersaing
untuk produk yang ditawarkan.
Terakhir, penerapan GCG juga membnatu perusahaan
dalam mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku
41
terkait perludungan konsumen, seperti hak atas informasi yang
jelas dan benar, hak atas privasi, serta hak atas tindakan
kompensasi jika terjadi kerugian.
Dengan manfaat-manfaat ini, pelanggan akan lebih merasa
dihargai dan terlayani dengan baik oleh perusahaan, sehingga
kepercayaan dan loyalitas pelanggan terhadap perusahaan dapat
terjaga dan meningkat.
Masyarakat
GCG dapat memberikan jaminan atas tanggung jawab sosial
dan lingkungan perusahaan, seperti kepatuhan terhadap peraturan
dan regulasi, pengelolaan limbah yang ramah lingkungan, serta
kontribusi terhadap pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat
sekitar. Hal ini dapat meningkatkan dukungan dan kepercayaan
masyarakat terhadap perusahaan, serta memperkuat citra
perusahaan sebagai mitra yang bertanggung jawab.
Perusahaan yang menerapkan GCG juga dapat membantu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pemangunan sosial di
daerah sekitarnya, dengan memberikan lapangan kerja,
melaksanakan program-program pelatihan dan pendidikan, serta
memberikan kontribusi bagi pembangunan infrastruktur dan
layanan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat.
Penerapan GCG juga meningkatkan tanggung jawab sosial
dan lingkungan perusahaan dalam operasinya. Perusahaan yang
menerapkan GCG umumnya memiliki komitmen terhadap
keberlanjutan lingkungan dan sosial, termasuk melalui inisiatif
seperti program tanggung jawab sosial perusahaan dan
pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.
Dalam konteks CSR, perusahaan dapat memberikan
kontribusi positif bagi masyarakat melalui program-program
seperti pemberdayaan masyarakat, pengembangan infrastruktur,
dan dukungan bagi program-program pendidikan dan kesehatan.
Perusahaan juga dapat memperkuat hubungan dengan masyarakat
melalui keterlibatan dalam kegiatan lokal dan mendukung
kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Selain itu, perusahaan yang menerapkan GCG juga
diharapkan mematuhi hukum dan regulasi yang berlaku, serta
menjunjung tinggi prinsip-prinsip etika dalam operasinya. Hal ini
dapat memberikan kepastian dan kepercayaan bagi masyarakat,
serta mendorong perusahaan untuk bertanggung jawab dalam
melaksanakan kegiatan bisnisnya. Dengan demikian, manfaat GCG
bagi masyarakat adalah meningkatkan kepercayaan dan dukungan
masyarakat terhadap perusahaan, serta kontribusi positif bagi
lingkungan sosial di sekitarnya.
42
Pemasok dan mitra bisnis
GCG dapat memberikan jaminan atas hubungan bisnis yang
fair dan berkelanjutan, serta kesetaraan dalam memperoleh
peluang bisnis dan keuntungan, serta memperkuat hubungan
bisnis jangka panjang yang mengungtungkan bagi kedua belah
pihak.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip GCG, perusahaan
dapat memastikan bahwa hubungan bisnis dengan pemasok dan
mitra bisnis didasarkan pada prinsip fair dan transparan, di mana
mereka diperlakukan dengan adil dan dihargai. Ini juga sekalian
dapat membantu memastikan bahwa kontrak bisnis yang
disepakati bersifat jangka panjang dan berkelanjutan.
Perusahaan yang menerapkan GCG dapat memastikan
bahwa pemasok dan mitra binsis dihargai dan diperlakukan secara
adil dalam proses pengadaan barang/jasa, termasuk dalam proses
penentuan harga dan negosiasi. Hal ini dapat membantu
memastikan bahwa masing-masing pemasok dan mitra bisnis
memiliki kesempatan yang ssama untuk memperoleh peluang
bisnis dan keuntungan yang adil.
Selanjutnya, hubungan bisnis jangka panjang yang kuag dan
berkelanjutan dengan pemasok dan mitra bisnis, juga menjadi
bagian dari manfaat GCG. Hal ini dapat membantu perusahaan
dalam memperoleh ketersediaan pasokan yang stabil,
meminimalkan risiko keterlambatan atau kegagalan pasokan, serta
memperoleh harga yang lebih kompetitif dalam jangka panjang.
Pada akhirnya, penerapan GCG dapat membantu
perusahaan dalam memastikan bawha pemasok mematuhi standar
etika dan sosial yang sama dengan perusahaan. Hal ini dapat
membantu memastikan bawha produk atau jasa yang disediakan
oleh pemasok dihasilkan sescara etis dan bertanggung jawab
terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.
C. Penerapan GCG
1. Sistem Pengendalian Internal Perusahaan
Salah satu elemen penting dalam penerapan GCG adalah
adanya sistem pengendalian internal perusahaan. Sistem ini
meliputi semua kebijakan, prosedur dan praktik yang dirancang
untuk mengelola risiko dan memastikan bahwa tujuan perusahaan
tercapai dengan efektif dan efisien. Sistem pengendalian internal ini
mencakup pengelolaan risiko, pengendalian operasional,
pengendalian keuangan dan pengendalian kepatuhan. Dengan
43
menerapkan sistem pengendalian internal yang baik, perusahaan
dapat meminimalkan risiko dan meoptomalkan kinerja perusahaan.
Pengelolaan risiko menjadi salah satu komponen penting
dalam sistem pengendalian internal perusahaan. Perusahaan harus
memiliki mekanisme yang efketif untuk mengidentifikasi dan
mengevaluasi risiko yang dihadapi, bik risiko operasional, risiko
keuangan, maupun risiko reputasi. Setelah risiko diidentifikasi,
prusahaan harus mengambil langkah-langkah untuk mengurangi
risiko tersebut, seperti melakukan mitigasi risiko, transfer risiko,
atau menerima risiko. Dalam penerapan GCG, pengeloalan risiko
yang baik dapat membantu perusahaan untuk meminimalkan
kerugian dan meingkatkan nilai tambah bagi pemangku
kepentingan perusahaan.
Pengendalian operasional perusahaan mencakup
serangkaian proses untuk memastikan efisiensi dan efketivitas
operasional perusahaan, serta meminimalkan risiko yang terkait
dengan kesalahan dan kecurangan. Beberapa contoh pengendalian
operasional uyang sering diterapkan antar lain pengendalian
persediaan pengendalian produksi, pengendalian kualitas, dan
pengendalian biaya.
Pengendalian persediaan, misalnya, harus memastikan
bahwa persediaan barand di gudang atau di toko selelau sesuai
dengan permintaan pelanggan. Jika persediaan berlebihan,
perusahaan akan terbebani biaya penyimpanan dan risiko
kehilangan nilai barang karena kemungkinan adanya ekrusakan
atau penyusutan. Sebaliknya, jika persediaan terlalu sedikit,
perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan pelanggan dan
dapat kehilangan peluang untuk meningkatkan penjualan.
Pengendalian produksi bertujuan untuk memastikan bahwa
proses produksi berjalan dengan baik dan menghasilkan produk
yang berkualitas sesuai dengan standar yang ditetapkan. Hal ini
meliputi pengawasan pada kualitas bahan baku, proses produksi,
dan produk jadi sebeluam dipasarkan ke pelanggan.
Pengendalian kualitas melibatkan proses pengujian dan
inspeksi untuk memastikan bahwa produk atau jasa yang diberikan
sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan. Hal ini
sangat penting untuk menjaga reputasi perusahaan dan
kepercayaan pelanggan.
Pengendalian biaya mencakup serangkaian kebijakan dan
prosedur untuk mengendalikan biaya operasional perusahaan dan
memastikan bahwa anggaran yang telah ditetapkan tidak melebihi
batas. Perusahaan harus memastikan bahwa pengeluaran dan
penerimaan dicatat dengan baik dan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku.
44
Di samping pengendalian operasional, pengendalian
keuangan juga merupakan pengendalian yang sangat penting
dalam penerapan GCG. Pengendalian keuangn terdiri dari
berbagaia proses dan kebijakan, termasuk pembukuan, pelaporan
kauangan audit internal, dan pengelolaan aset perusahaan. Tujuan
dari pengendalian keuangan adalah untuk memastikan bahwa
informasi keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan akurat, andal,
dan lengkap, sehingga dapat digunakan oleh pera pemangku
kepentingan untuk mengambil keputusan yang tepat.
Pengendalian keuangan yang efektif akan membantu
perusahaan menghindari risiko kecurangan atau manipulasi
lepoaran keuangan yang dapat meruginakan pemangku
kepentingan, seperti pemegang saham dan kreditur. Dalam
penerapan GCG, perusahaan juga diharapkan untuk memiliki
pengendalian keuangan yang sesuai dengan standar internasional,
seperti standar akuntansi internasional dan prinsip-prinsip
pelaporan keuangan yang transparan dan akuntabel.
Terakhir, pengendalian yang menjadi bagian penting dalam
pengendalian internal perusahaan adalah pengendalian kepatuhan.
Pengendalian ini menjadi penting karena dapat memastikan bahwa
perusahaan beroperasi dengan mematuhi peraturan dan
persyaratan hukum yang berlaku. Pengendalian kepatuhan juga
membantu perusahaan menghindari risiko denda atau sanksi
yangdapat mempengaruhi reputasi dan kinerja keuangan
perusahaan. Contohnya, pengendalian persyaratan perizininan
seperti izin usaha, pengendalian lingkungan seperti limbah dan
emisi, serta pengendalian persyaratan ketenagakerjaan sperti jam
kerj dan hak-hak pekerja. Dengan menerapkan pengendalian
kepatuhan yang baik, perusahaan dapat meminimlakjan risiko dan
memastikan kelangsungan bisnis yang baik di masa depan.
Pengendalian kepatuhan juga mencakup memastikan bahwa
perusahaan mematuhi standar etika dan moral yang ditetapkan,
serta mematuhi kode etik dan prinsip-prinsip GCG. Hal ini penting
untuk membangun kepercayaan dan citra positif perusahaan di
mata para pemangku kepentingan.
Untuk menjalankan pengendalian kepatuhan perusahaan
harus memiliki kebijakan dan prosedur yang jelas, serta sistem
pelaporan dan monitoring yang efektif. Selain itu, perusahaan juga
melakukan pelatihan dan pengembangan terhadap karyawan agar
memahmi pentingnya kepatuhan terhadap peraturan dan etika
bisnis yang berlaku.
Dalam beberapa industri, seperti perbankan dan pasar
modal, pengendalian kepatuhan menjadi semakin penging karena
addanya regulasi yang lebih ketat. Oleh karena itu perusahaan
45
harus memastikan bahwa sistem pengendalian kepatuhan mereka
memenuhi persyaratan hukum dan regulasi yang berlaku, serta
meminimalkan risiko pelanggaran dan sangsi yang diberikan oleh
regulator/pemerintah.
46
- Kebijakan perlindungan terhadap pelanggaran hukum,
yang mengatur tentang tindakan yang harus diambil
oleh perusahaan dalam mengatasi danmencegah
pelanggaran hukum yang terjadi dalam lingkup bisnis
perusahaan.
- Prosedur pengelolaan konflik kepentingan, yang
mengatur tentang cara mengidentifikasi, mencegah dan
menangani konflik kepentingan yang terjadi dalam
bisnis perusahaan.
47
komite nominasi dan remunerasi, dan komite etika. Komite-komite
ini harus terdiri dari anggota yang independen dan memiliki
kualifikasi yang memadai, serta dapat beroperasi secara transparan
dan akuntabel.
Selain itu, perusahaan juga harus memastikan bahwa
kebijakan dan prosedur GCG diterapkan secara konsisten dan terus
menerus dievaluasi dan ditingkatkan sesuai dengan perubahan
lingkungan bisnis. Hal ini akan memastikan bahwa perusahaan
tetap sesuai dengan standar GCG dan dapat meningkatkan kinkerja
serta repurtasi perusahaan di mata para pemangku kepentingan.
48
karyawan yang melaporakan pelanggaran GCG, serta
mengimplementasikan sanksi yan tega bagi pelanggar GCG.
Dengan kepemimpinan danmanajemen yang bai,
perusahaan dapat menjalankan praktik-praktik GCG yang efektif
dan memperkuat reputasi perusahaan di mata masyarakat.
49
perusahaan tanpa takut akan adanya tindakan balasan atau
pemutusan hubungan kerja.
Dengan adanya mekanisme pengawasan dan pengendalian
yang efektif, perusahaan dapat memastikan bahwa praktik bisnis
yang dilakukan sesuai dengan prinsip GCG dan meminimalkan
risiko pelanggaran atau kecurangan. Selain itu mekanisme ini juga
dapat memberikan perlindungan bagi para pemangku kepentingan
perusahaan seperti karyawan, pelanggan, dan investor.
50
Penilaian dan pengukuran GCG adalah langkah penting untuk
memasitkan bahwa penerapan GCG dalam perusahaan berjalan efektif
dan efisien. Hal ini dapat membantu perusahaan untuk
mengidentifikasi kelemahan dan melakukan perbaikan yang
diperlukan. Terdapat dua aspek utama dalam penilaian dan
pengukuran GCG, yaitu standar dan metode penilaian GCG, serta
indikator keberhasilan GCG.
51
Penilaian tingkat kepatuhan perusahaan terhadap peraturan
dan hukum yang berlaku dapat dilakukan dengan cara memeriksa
dokumen-dokumen perusahaan seperti kontrak, lisensi, dan
peraturan perusahaan. Sselain itu, perusahaan dapat melakukan
evaluasi terhadap implementasi kebijakan dan prosedur GCG yang
terkait dengan pengendalian kepatuhan. Misalnya, perusahaan
dapat melakukan pemeriksaan internal untuk menilai apakah
perusahaan telah mematuhi persyaratan peraturan dan hukum
yang berlaku dan operasinya.
Selain itu perusahaan juga dapat mengukur tingkat
kepatuhan melalui feedback dan keluhan dari pelanggan, mitra,
atau pihak lain yang terlibat dengan perusahaan. Jika terdapat
keluhan atau masalah terkait dengan pelanggaran peraturan dan
hukum yang dilakukan oleh perusahaan, maka hal ini dapat
menjadi indikator bahwa perusahaan belum sepenuhnya
mematahui peraturan dan hukum yang berlaku.
Perusahaan juga dapat mengukur tingkat kepatunan dengan
melakukan benchmarking terhadap praktik-praktik terbaik dari
perusahaan lain dalam industri yang sama. Dengan
membandingkan kinerja perusahaan terkait dengan kepatuhan,
perusahaan dapat menilai apakah mereka sudah memenuhi
standar yang ditetapkan dalam industri tersebut.
Indikator keberhasilan GCG dalam hal kepatuhan terhadap
peraturan dan hukum dapat diukur dengan tingkat kepatuhan
perusahaan terhadap peraturan dan hukum yang berlaku.
Perusahaan dapat menetapkan target untuk meningkatkan tingkat
kepatuhan dalam jangka waktu tertentu dan melakukan tindakan
perbaikan jika ditemukan pelanggaran.
52
Tingkat transparansi dan akuntabilitias perusahaan dalam
menyediakan informasi keuangan dan non-keungan kepada
pemangku kepentingan dapat dijadikan indikator kerberhasilan
GCG. Perusahaan yang menerapkan GCG yang baik harus
memberikan informasi yang jelas, akurat, dan terkini tentang
kinerja keuangannya, strategi bisnis, risiko yang dihadapi, serta
dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan bisnisnya.
Contoh indikator untuk mengukur transparansi dan
akuntabilitas perusahaan antara lain:
- Tingkat kepatuhan perusahaan terhadap peraturan dan
persyaratan pelaporan keuangan yang berlaku;
- Tingkat ketersediaan informasi keuangan dan non-
keuangan yang terbuka dan mudah diakses oleh pemangku
kepentingan;
- Tinkga kualitas informasi yang diberikan, seperti akurasi,
keandalan, dan konsistensi data;
- Tingkat kejelasan dan kelengkapan informasi yang
disajikan, serta kemampuan perusahaan untuk menjawab
pertanyaan dan permintaan informasi dari pemangku
kepentingan.
- Tingkat partisipasi perusahaan dalam program atau
inisiatif transparansi dari akuntablilitas, seperti GRI (Global
Rerporintng Initiative) atau sustainability accounting
standars boards (SASB).
53
dan kurangnya kemampuan manajemen dalam menerapkan prinsip
GCG.
Ketergantungan perusahaan terhadap pemegang saham
utama adadlah salah satu tantangan yang berat dalam penerapan
GCG. Hal ini terjadi ketika suatu perusahaan memiliki pemegang
saham utama yang memiliki pengaruh dan kepentingan yang
signifikan terhadap keputusan perusahaan.
Ketergantungan seperti ini dapat mempengaruhi keputusan
dalam jangka pendek tau jangka panjang. Misalnya, jika pemegang
saham utama memiliki kepentingan yang berbeda degan
kepentingan jangka panjan perusahaan, hal ini dapat menyebabkan
perusahaan untuk mengambil keputusan yang merugiakan
perusahaan di masa depan.
Selain itu, ketergantungan pada pemegang saham utama
juga dapat menimbulkan konflik kepentingan antara manajemen
dan pemegang saham. Manajemen dapat terboda untuk memenuhi
kepentingan seluruh pemegang saham. Ini dapat menghambat
upaya perusahaan dalam menerapkan prinsip GCG secara efektif.
Untuk mengatasi ketergantungan perusahaan terhadap
pemegang saham utama, perusahaan dapat mengambil beberapa
langkah, antara lain:
- Meningkatkan keragaman kepemilikan saham untuk
mengurangi ketergantungan pada pemegang saham
utama;
- Menetapkan kebijakan dan praktik tata kelola yang jelas
dan transparan untuk memastikan keputusan peruahaan
daiambil berdasarkan kepentingan jangka panjang
perusahaan dan seluruh pemegang saham;
- Membangun hubungan yang baik dengan pemegang
saham dan stakeholder lainnya untuk membangun
kepercayaan dan mengurangi risiko konflik kepentingan.
- Menerapkan sistem pengawasan dan pengendalian yang
kuat untuk memastikan kepatuhan terhadap prinsip GCG
dan mencegah tindakan yang merugikan perusahaan.
54
stakerholders dan publik. Hal ini dapat mempengaruhi reputasi
perusaan dan nilai saham. Misalnya, jika perusahaan tidak
transparan tentang praktik bisnisnya atau tidak bertanggun jawab
atas tindakan yang melanggar prinsip GCG, maka pemegang
saham atau publik dapat kehilangan kepercayaan pada perusahaan
dan menyebabkan penurunan nilai saham.
Untuk mengatasi tantangan ini, perusahaan dapat
mengambil beberapa langkah, antara lain:
- Meningkatkan transparansi dalam pelaporan keuangan
dan pelaporan non-keuangan, seperti pelaporan
keberlanjutan, untuk memberikan informasi yang jelas
dan terbuka tentang kegiatan dan keputusan perusahaan;
- Menetapkan kebijakan dan praktik tata kelola yang jelas
dan transparan untuk memastikan keputusan perusahaan
untuk memastikan kebputusan perusahaan diambil
berdasarkan prinsip-prinsip GCG dan kepentingan jangan
panjang perusahaan dan seluruh pemegang saham.
- Mengembangkan sistem pengawasan dan pengendalian
yang kuat untuk memastikan kepatuhan terhadap
prinsip-prinsip GCG dan meminimalkan risiko
pelanggaran prinsip GCG;
- Meningkatkan kesadaran dan pelatihan untuk manajemen
dan karyawan mengenai pentingnya prinsip-prinsip GCG
dan bagaimana menerapkan prinsip tersebut dalam
praktik bisnis sehari-hari.
55
- Menetapkan kebijakan dan praktik tata kelola yang jelas
dan transpraran, serta menerapkan sistem pengawasan
dan pengendalian yang kuat untuk memastikan
kepatuhan terhadap prinsip GCG.
- Memperkuat tim manajemen dengan mengambil orang-
orang yang memiliki pemahamn yang cukkup tentang
prinsip GCG dan mampu menerapkannya secara efektif;
- Membangun budaya organisasi yagn mendukung
perneapan prinspi GCG, seperti melibatkan karyawan
dalam proses pengambilan keputusan dan memberikan
insentif hang sesuai dengan praktik bisnis yang beretika
dan bertannggun jawab.
56
perusahaan yang berhubungan dengan regulasi dan hukum yang
berlaku.
57
DAFTAR PUSTAKA
Crane, A., Matten, D., Glozer, S., & Spense, L. J. (2019). Business ethics: Managing
corporate citizenship and sustainability in the age of globalization (5th ed.).
Diambil 3 Maret 2023, dari Oxford University Press website:
https://books.google.co.id/books?
hl=en&lr=&id=fcSbDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=business+ethics+managing+
corporate+citizenship+and+sustainability+in+the+age+of+globalization&ots=Msii
jvtZMy&sig=HfkR72X8A3JB2efQ8g_yTtwXEpQ&redir_esc=y#v=onepage&q=busin
ess%20ethics%20managing%20corporate%20citizenship%20and
%20sustainability%20in%20the%20age%20of%20globalization&f=false
Ferrell, O. C., Fraedrich, J., & Ferrell, L. (2015). Business Ethics: Ethical Dicision Making
and Cases (6 ed.). Stamford: Cangage Learning. Diambil dari
www.cengagebrain.com
Gregor, M., & Timmermann, J. (2011). Immanuel Kant: Groundwork of the
Metaphysics of Morals: A German–English edition - Immanuel Kant - Google
58
Books. Diambil 10 Maret 2023, dari Cambridge University Press website:
https://books.google.co.id/books?
hl=en&lr=&id=aJCKrSWnZZQC&oi=fnd&pg=PR8&dq=%22immanuel+kant
%22+groundwork+of+the+metaphysics+of+morals&ots=ns14zZHaO9&sig=VHZ27
JaVee9sZTdnMrCnh6bATHk&redir_esc=y#v=onepage&q=%22immanuel%20kant
%22%20groundwork%20of%20the%20metaphysics%20of%20morals&f=false
Henderson, R. (2023). Moral Firms? Deadalus, 152(1), 198–211.
https://doi.org/10.2307/48714739
Folger, R. G., & Cropanzano, R. (1998). Organizational Justice and Human Resource
Management. Diambil 13 Maret 2023, dari Sage Publication, Inc. website:
https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=-
lAMyIsLLW0C&oi=fnd&pg=PR9&dq=organizational+justice+and+human+resourc
e+management+sage+publications&ots=TUrBML4LJz&sig=VNOpFJHbIC8WWCYI-
rg3HqteGVE&redir_esc=y#v=onepage&q=organizational%20justice%20and
%20human%20resource%20management%20sage%20publications&f=false
Prihanto, H. (2018). Etika Bisnis & Profesi: Sebuah Pencarian. Depok: PT. Rajagrafindo
Persada.
59