Anda di halaman 1dari 13

Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 9, No.

2, Tahun 2022 (E-ISSN 2550-1194)


Terakreditasi Peringkat 3 (S3)
DOI: 10.26418/lantang.v9i2.51920
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.

POLA SIRKULASI LAPANGAN PUPUTAN BADUNG


SEBAGAI RUANG PUBLIK KOTA DENPASAR
Ni Ketut Agusintadewi1, Km Teja Nugraha2, Widiastuti3
1,2,3
Program Studi Magister Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana

Penulis korespondensi: Ni Ketut Agusintadewi, Email: nkadewi@unud.ac.id

Naskah diajukan pada: 18 Januari 2022 Naskah revisi akhir diterima pada: 19 Oktober 2022

Abstrak
Sebagai salah satu ruang terbuka publik di pusat Kota Denpasar, Lapangan Puputan Badung
merupakan lapangan yang paling banyak diminati oleh pengunjung karena mewadahi berbagai
kegiatan warga kota untuk berekreasi, berolahraga, bahkan berdagang. Sebagai urban heritage Kota
Denpasar, kawasan lapangan ini juga menjadi ajang aktivitas budaya. Berbagai aktivitas tersebut
sangat potensial memunculkan konflik ruang, terutama pada ruang-ruang yang mewadahi beberapa
fungsi karena setiap fungsi memiliki karakter kegiatan yang berbeda. Aktivitas utama dan pola
sirkulasi yang dihasilkan oleh pengunjung perlu distudi untuk menghindari konflik ruang. Penelitian
ini bertujuan untuk mengidentifikasi aktivitas utama dan pola sirkulasi pengunjung Lapangan
Puputan Badung yang didapatkan dari tiga tipologi pelaku dan makna aktivitas mereka selama
mengunjungi lapangan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan strategi pendekatan
studi kasus. Data diperoleh melalui pengamatan pada lima indikator: pelaku, aktivitas, sirkulasi,
waktu, dan bentuk dimensi dasar dari setiap segmen. Teori Gehl, Lang, dan Krier menjadi rujukan
untuk menggambarkan pola sirkulasi ke dalam behavioral mapping (pemetaan perilaku). Pemetaan
ini dapat memetakan perilaku pengunjung, mengidentifikasikan jenis dan frekuensi perilaku, serta
menunjukkan kaitan antara perilaku dengan ruangnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Lapangan Puputan Badung dapat diakses setiap saat oleh siapa saja. Aktivitas utama yang
berlangsung pada lapangan tersebut adalah aktivitas berolahraga (jogging) yang dilakukan oleh
pengunjung (pelaku sekunder), sedangkan pedagang (pelaku primer) hanya beraktivitas pada tempat
dan waktu tertentu. Aktivitas pada pinggir lapangan cenderung mengikuti pola linier, sedangkan pola
acak dihasilkan pada aktivitas pelaku di tengah lapangan. Segmen yang paling beragam aktivitasnya
menjadi indikator yang baik bagi kelangsungan lapangan ini sebagai ruang publik kota. Penciptaan
ruang publik kota yang bermanfaat bagi warganya memerlukan penyediaan sejumlah fasilitas yang
memang dibutuhkan, seperti fasilitas untuk berekreasi dan berolahraga, sekaligus juga, menyediakan
fasilitas untuk berjualan sesuai tempat dan waktu.

Kata-kata Kunci: Aktivitas, Civitas, Pola Sirkulasi, Ruang Publik Kota

CIRCULATION PATTERNS ON URBAN PUBLIC SPACE OF THE


LAPANGAN PUPUTAN BADUNG IN DENPASAR

Abstract
Among public spaces in the inner city of Denpasar, Lapangan Puputan Badung is the most
popular public space because it accommodates residents' various recreational activities, sports, and
even street vendors. As the urban heritage of Denpasar, this field is also a place for cultural
186
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 9, No. 2, Tahun 2022 (E-ISSN 2550-1194)

activities. These multiple activities can create spatial conflicts, particularly in spaces that
accommodate several functions because each function has a different activity character. The main
activities of the people and their circulation patterns need to be studied to avoid space conflicts. The
study aims to identify the main activities and circulation patterns of the Lapangan Puputan Badung
obtained from three typologies of civitas and the meaning of their activities during visiting. A
qualitative method with a case study approach through observations on five indicators: civitas,
activities, circulation, time of activities, and the basic dimensions of each segment. Some theories
from Gehl, Lang, and Krier evolve a reference to describe circulation patterns in behavioral
mapping. The mapping describes the people's behavior, identifies the type and frequency, and shows
the relationship between behavior and space. The study reveals that the main activities in the field
are sports activities (jogging) carried out by people (secondary actors), and the street vendors
(primary actors) only move at certain places and times. Activities on edges tend to follow a linear
pattern, generating random patterns in the middle of the field. The segment with the most diverse
activities is a good indicator of the sustainability of this field as a city public space. Public spaces
benefit people when the areas provide various facilities, such as recreation and exercise, and street
vendors in a particular place and time.

Keywords: Activity, Civitas, Circulation Patterns, Urban Public Space

1. Pendahuluan
Ruang publik merupakan ruang yang berfungsi sebagai wadah kegiatan masyarakat secara
sosial, ekonomi dan budaya (Anggriani, 2010). Ruang publik juga dapat menjadi identitas sebuah
kota. Image sebuah kota dapat dilihat dari keberhasilan ruang publiknya dalam mewadahi aktivitas
warganya (Damayanty, Izziah, & Anggraini 2018). Berdasarkan tipologi, ruang publik dibedakan
menjadi beberapa kategori, salah satunya adalah lapangan pusat kota (Carr et al. 1992). Lapangan
pusat kota merupakan ruang yang berlokasi strategis di tengah-tengah kota dan memiliki nilai
historis yang tinggi. Lapangan pusat kota juga memiliki fungsi untuk mewadahi kegiatan masyarakat
kota secara sosial, ekonomi dan budaya. Letak yang strategis menyebabkan lapangan pusat kota
mewadahi banyak aktivitas, seperti ruang untuk rekreasi keluarga, berolahraga maupun kegiatan
komersial dan budaya.
Keadaan demikian dapat dilihat pada lapangan pusat kota di Kota Denpasar, yaitu Lapangan I
Gusti Ngurah Made Agung atau yang lebih dikenal dengan Lapangan Puputan Badung. Lapangan
Puputan Badung menjadi ruang bersejarah yang berada di pusat Kota Denpasar. Lapangan ini juga
merupakan ruang publik terbuka yang berfungsi sebagai wadah untuk berbagai macam kegiatan
masyarakat Kota Denpasar, baik itu dari segi sosial, ekonomi maupun budaya. Lapangan ini sangat
diminati untuk dikunjungi oleh masyarakat Kota Denpasar, terutama pada hari libur. Bahkan pada
saat situasi pandemi COVID-19, tetap dikunjungi oleh masyarakat untuk berolahraga dan
berinteraksi sosial dalam upaya menjaga imunitas tubuh.
Illiyin & Idajati (2015) mengelompokkan tiga faktor mengapa warga kota menggunakan
ruang publik untuk fungsi sosial: (1) kemudahan pencapaian oleh semua warga kota dari berbagai
kalangan; (2) keamanan dan kenyamanan pengunjung; serta (3) adanya daya tarik bagi pengunjung,
seperti penyediaan fasilitas olahraga dan bersantai. Hantono (2017) menambahkan bahwa individu
atau kelompok yang berkegiatan yang dapat diamati pada waktu-waktu tertentu disebut aktivitas.
Kegiatan ini selalu bertalian erat dengan wilayah dan ruang yang mewadahi aktivitas tersebut.
Contoh tersebut dapat dilihat pada aktivitas yang dilakukan oleh pengguna Lapangan Puputan
Badung. Setiap pengguna, baik individu maupun kelompok, melakukan berbagai macam kegiatan
sewaktu-waktu yang tidak dapat dipisahkan dari lapangan ini. Pengunjung yang beraktivitas pada

187
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 9, No. 2, Tahun 2022 (E-ISSN 2550-1194)

Lapangan Puputan Badung rata-rata adalah para remaja hingga dewasa yang berumur 16-25 tahun
(Kohdrata et al. 2019).
Pengamatan pada aktivitas dan pergerakan dilakukan untuk menentukan pola aktivitas dan pola
pemanfaatan ruang (Hantono 2017; Gehl 2011, 2010). Gehl juga mengelompokkan makna aktivitas
menjadi tiga: aktivitas utama (necessary activities), aktivitas pilihan (optional activities), dan
aktivitas sosial (social activities). Sebagai kegiatan rutin, aktivitas utama dilakukan karena adanya
kebutuhan untuk melakukan aktivitas tertentu dan ruang publik tersebut dapat mengakomodasinya
karena terdapat fasilitas yang mendukung. Contoh aktivitas utama adalah kegiatan jogging dan gym
karena tersedia fasilitas jogging track dan peralatan gym pada ruang publik tersebut. Aktivitas pilihan
merupakan aktivitas ketika ada peluang yang tepat untuk dilakukan dan dilaksanakan pada situasi
lingkungan yang menyenangkan, seperti berekreasi. Aktivitas sosial merupakan interaksi sosial
dengan lingkungan sekitarnya secara tidak terencana dan menjadi aktivitas ikutan akibat aktivitas
utama dan aktivitas pilihan, contohnya pertemuan.
Pemahaman makna dan fungsi suatu tempat membutuhkan pengamatan pergerakan orang
(movement) (Gehl 2011; 2010). Demikian juga dengan pergerakan pejalan kaki pada ruang publik
kota. Orang dapat saja memilih untuk duduk bersantai-santai atau berpindah-pindah sesuai
kebutuhan aktivitasnya (Jamalludin, 2018). Keberadaan aktivitas tersebut menghasilkan pola
pergerakan sirkulasi. Hasim et al. (2015) berpendapat bahwa sirkulasi cenderung berbentuk lurus
pada kontur ruang publik yang tidak curam, sehingga dapat dikatakan pola sirkulasi sangat
ditentukan oleh kontur tapak.
Ruang publik memiliki bentuk, karakteristik, dan fungsi secara memanjang dan persegi (Krier
1991). Memanjang (the street) berukuran lebih panjang di sisi kiri-kanan dibandingkan kedua sisi
lainnya, sehingga akan menghasilkan pola sirkulasi linear, satu arah, sejajar, seperti jalan, sungai,
koridor, dan sejenisnya. Persegi (the square) memiliki empat sisi yang hampir sama, sehingga
menghasilkan pola sirkulasi acak dan organik, seperti alun-alun, city park, dan lain-lain. Kedua
bentuk ini menghasilkan pola fungsi dan sirkulasi yang berbeda oleh para pengunjungnya. Aktivitas
dan pergerakan dapat diketahui dari pola aktivitas dan pola pemanfaatan ruang yang menjadi bagian
dari analisis terhadap behavioral setting, sehingga kebutuhan pengguna dapat dirumuskan sebagai
pertimbangan dalam penyusunan konsep dasar penataan kawasan. Behavioral setting dapat dianalisis
dengan menggunakan enam kriteria, yaitu: pelaku kegiatan, pola perilaku, batasan fisik, hubungan
antara batasan dan pola aktivitas, posisi, dan waktu tertentu pada saat aktivitas berlangsung. Kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang pada suatu lingkungan dapat diamati pada
waktu-waktu tertentu, serta tidak dapat lepas dari wilayah atau ruang aktivitasnya (Lang, 1987).
Pengamatan pada aktivitas dan pergerakan dapat menentukan pola aktivitas dan pola
pemanfaatan ruang di Lapangan Puputan Badung. Penelitian tentang aktivitas utama yang dilakukan
oleh pengunjung Lapangan Puputan Badung serta bentuk pola sirkulasi yang dihasilkan oleh
aktivitas utama tersebut menjadi penting untuk dilakukan. Bagaimana aktivitas berlangsung dan
bagaimana pola sirkulasi yang dihasilkan oleh pengunjung? Siapa pelakunya? Pertanyaan-pertanyaan
tersebut perlu dianalisa dan dicari jawabannya.
Merujuk pada hasil penelitian-penelitian sebelumnya, terungkap bahwa standing pattern of
behavior merupakan hal yang penting dalam perancangan ruang. Perancangan ruang tanpa standing
pattern of behavior dapat menimbulkan konflik ruang (Santoso, et al., 2016). Ruang-ruang yang
mewadahi beberapa fungsi memungkinkan terjadi konflik ruang karena fungsi-fungsi tersebut
memiliki karakter kegiatan yang berbeda. Pola aktivitas utama menentukan keefektifan penataan
ruang yang terbatas karena aktivitas utama umumnya mendominasi penggunaan ruang, sehingga
pengguna lainnya harus menunggu kesempatan untuk menggunakan ruang tersebut.
Studi ini bertujuan untuk mengkaji aktivitas utama dan pola sirkulasi yang dihasilkan oleh
pengunjung pada ruang publik Lapangan Puputan Badung melalui behavioral mapping. Pemetaan ini
dapat memetakan perilaku pengunjung, mengidentifikasikan jenis dan frekuensi perilaku, serta
menunjukkan kaitan antara perilaku dengan ruangnya (Ng, 2016). Teknik yang digunakan adalah
188
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 9, No. 2, Tahun 2022 (E-ISSN 2550-1194)

person-centered mapping yang menekankan pada pergerakan pengunjung pada suatu periode
tertentu. Teknik ini berkaitan dengan tidak hanya pada satu tempat atau lokasi, tetapi tetapi juga pada
beberapa tempat atau lokasi.
Beragam aktivitas yang diwadahi oleh Lapangan Puputan Badung berpotensi menimbulkan
konflik penggunaan ruang. Aktivitas utama dan pola sirkulasi yang dihasilkan oleh pengunjung di
Lapangan Puputan Badung perlu diketahui agar konflik ruang dapat dihindari, terutama pada ruang-
ruang yang mewadahi beberapa fungsi. Pengetahuan tentang pola sirkulasi dari aktivitas utama pada
lokasi penelitian dapat menjadi rujukan bagi perancang kota untuk mendesain ruang publik kota
yang lebih memenuhi kebutuhan warganya.

2. Metode
Strategi Pendekatan
Penelitian kualitatif digunakan untuk mengeksplorasi fenomena nyata (Creswell & Creswell
2017), dalam kasus ini adalah pola sirkulasi ruang terbuka publik. Studi kasus dipilih sebagai strategi
pendekatan untuk mengidentifikasi dan menginvestigasi beberapa isu yang terkait dengan pola
sirkulasi ruang terbuka publik tersebut (Yin, 2014).

Parameter Penelitian
Pengamatan dan analisis terhadap pelaku dan aktivitas dapat menentukan pola sirkulasi suatu
ruang publik kota yang dapat digambarkan pada behavioral mapping Lapangan Puputan Badung.
Teknik yang digunakan adalah person-centered mapping karena peneliti tidak dapat mengamati
seluruh area lapangan yang luas secara bersamaan pada satu waktu pengamatan. Teknik ini
dilakukan dengan membuat sketsa peta ruang pengamatan, serta menentukan waktu pengamatan dan
memilih pengunjung yang diamati, sehingga persebaran jenis aktivitas dan pola sirkulasi pengunjung
dapat diidentifikasi (Ng, 2016; Sutopo, 1996).
Pengamatan dapat dibagi atas ruang aktivitas dan waktu pengamatan, sehingga kebutuhan
pengguna atas ruang publik kota dapat lebih mudah dirumuskan. Pandangan Gehl, Lang, dan Krier
menjadi rujukan utama pada tahap pengumpulan dan analisis data.

Tabel 1. Parameter dan indikator penelitian


Parameter Indikator Teknik Survei
Pelaku aktivitas (Gehl 2011; Aksesibilitas, kategori pelaku aktivitas Observasi, behavioural
2010) mapping, wawancara,
Aktivitas (Lang, 1987) Jenis aktivitas, waktu berkegiatan, dokumentasi
pola sirkulasi (movement)
Bentuk dimensi dasar Memanjang (the street), persegi
(Krier, 1991) (the square)
Sumber: Formulasi dari pendapat Gehl, Krier, dan Lang, 2021

Tahap Persiapan
Observasi awal menjadi langkah pertama pada tahap pengumpulan data. Observasi awal
dilakukan untuk memperoleh gambaran keseluruhan dari lokus penelitian, sehingga dari data awal
ini dapat digunakan untuk menyusun kerangka penelitian, menentukan variabel penelitian, dan
menyiapkan daftar pertanyaan untuk wawancara jika diperlukan.

Tahap Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi (pengamatan) untuk menghasilkan
behavioural mapping. Aktivitas dan pola sirkulasi pengguna lapangan dapat diketahui dari pemetaan.
Lokasi penelitian dibagi menjadi beberapa segmen pengamatan. Waktu pengamatan adalah dari pagi
hingga malam hari pada akhir pekan (Sabtu dan Minggu). Interval waktu pengamatan adalah pukul
189
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 9, No. 2, Tahun 2022 (E-ISSN 2550-1194)

06:00-09:00 (pagi hari), pukul 13:00-14:00 (siang hari), pukul 17:00-18:00 (sore hari), dan pukul
19:00-21:00 (malam hari). Rentang waktu ini dipilih karena merupakan jam kunjungan terpadat oleh
sebagian besar masyarakat Kota Denpasar dalam melakukan aktivitasnya di Lapangan Puputan
Badung. Pembagian wilayah dan waktu pengamatan merujuk pada pendapat Lang (1987) bahwa
untuk mengidentifikasi aktivitas seseorang atau sekelompok orang pada suatu lingkungan, maka
perlu mengamati pada waktu-waktu tertentu dan pada wilayah atau ruang aktivitasnya.
Behavioural mapping menjadi alat bantu dalam menjelaskan hasil temuan dan pembahasan.
Sebagaimana pendapat (Lang 2005a), penelitian kualitatif dilakukan melalui observasi dan pemetaan
perilaku (behavioural mapping) untuk mengidentifikasi pola aktivitas dan sirkulasi seseorang.
Pengamatan terhadap pelaku dilakukan dengan merekam aktivitas dan wawancara kepada mereka.
Identifikasi terhadap aktivitas dilakukan pada sejumlah kegiatan yang terjadi pada lapangan tersebut.
Investigasi terhadap pelaku dan aktivitas menghasilkan alur kegiatan, yaitu pola gerakan pelaku dari,
selama, dan keluar dari Lapangan Puputan Badung. Waktu, merupakan masa yang digunakan pelaku
selama berada dalam kawasan Lapangan Puputan Badung. Waktu yang dipilih oleh peneliti adalah
pada waktu siang hari agar lebih banyak melihat aktivitas pelaku di lokasi penelitian. Bentuk
lapangan dipertimbangkan sebagai tempat berlangsungnya aktivitas. Wawancara langsung dengan
pelaku tetap dilakukan untuk memudahkan dalam mendeskripsikan aktivitas yang berlangsung pada
lapangan tersebut.

Tahap Analisis Data


Pemaparan hasil temuan dan pembahasan, dilakukan secara deskriptif untuk menggambarkan
berbagai variabel pada fenomena yang diamati dan menyimpulkan fenomena tersebut menjadi suatu
model atau pola sirkulasi pengunjung. Teknik ini mengikuti saran Bungin (2017) bahwa teknik
deskriptif merupakan salah satu cara untuk memaparkan suatu fenomena, sehingga fenomena
tersebut lebih mudah dipahami.

3. Hasil dan Pembahasan


Lokasi Penelitian
Letak lokasi penelitian di pusat Kota Denpasar, Lapangan ini dilengkapi dengan berbagai
fasilitas penunjang kegiatan dan aktivitas masyarakat, seperti taman bermain anak, area jogging,
fasilitas gym, gazebo, bangku taman, dan lain-lain. Lapangan ini memiliki luas lahan 35.691 m 2
dengan batas-batas area: Jalan Surapati di sebelah Utara, Pura Agung Jagatnatha Denpasar dan
UPTD Museum Bali di sebelah Timur, Jalan Sugianyar di sebelah Selatan, dan Jalan Udayana di
sebelah Barat. Gambar 1 memperlihatkan bentuk dasar Lapangan Puputan Badung berdasarkan foto
udara.

190
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 9, No. 2, Tahun 2022 (E-ISSN 2550-1194)

Jalan Surapati

Jalan
Udayana Pura Agung
Jagatnatha

Museum Bali

Jalan Sugianyar

Gambar 1. Batas-batas Lapangan Puputan Badung


Sumber: https://googlemap.com, diakses 12 Juli 2021

Aksesibilitas
Lapangan Puputan Badung berbentuk persegi panjang, maka kedua bentuk menurut Krier
(1991) dapat diaplikasikan pada lokus penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan membagi
Lapangan Puputan Badung menjadi lima segmen pengamatan, lihat Gambar 2. Pengamatan aktivitas
dimulai dari seluruh akses menuju, dan ketika berada di Lapangan Puputan Badung. Tabel 2
memaparkan situasi aksesibilitas pada masing-masing segmen di lokus penelitian. Pengunjung dapat
mengakses ke lokus penelitian dengan berjalan kaki, serta menggunakan sepeda dan kendaraan
bermotor yang dapat diparkir di sekitar lapangan. Masing-masing akses memiliki setting dan tujuan
yang berbeda.

Tabel 2. Situasi Aksesibilitas Pada Setiap Segmen


Segmen Situasi aksesbilitas

Akses A
(dicapai dari
Jalan Surapati,
depan Gedung
Jayasabha)

Akses A berasal dari Jalan Surapati dengan berjalan kaki, sepeda, maupun sepeda motor.
Cukup banyak pengunjung menggunakan akses ini karena mudah dijangkau dari jalur
utama kota, memiliki area parkir sepeda dan sepeda motor, serta terdapat pintu utama
pada sisi utara lapangan, Sepanjang jalur ini terdapat cukup banyak pedagang makanan,
minuman, dan mainan anak-anak.

191
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 9, No. 2, Tahun 2022 (E-ISSN 2550-1194)

Akses B
(dicapai dari
area parkir di
depan Pura
Jagadnatha
dan Museum
Bali) Akses B dicapai dari sisi Timur lapangan dengan berjalan kaki, bersepeda, mengendarai
sepeda motor maupun mobil. Akses ini juga merupakan akses yang paling ramai dan
paling banyak digunakan oleh pengunjung karena terdapat lapangan parkir di depan
sepanjang Pura Jagadnatha dan Museum Bali. Akses ini juga terdapat banyak pedagang
makanan, minuman, dan mainan anak-anak yang menggunakan gerobak, sepeda,
maupun mobil bak terbuka.

Akses C
(dicapai dari
Jalan
Sugianyar)

Akses C dicapai dari sisi Selatan lapangan dengan berjalan kaki, bersepeda, dan
bersepeda motor. Akses ini dicapai dari Jalan Sugianyar dan tidak seramai akses A dan
B karena bukan akses utama, sehingga tidak terdapat banyak pedangan kecil. Area
parkir yang tersedia hanya parkir untuk sepeda dan sepeda motor yang tersedia di
sepanjang jalan pada sisi selatan lapangan.

Akses D (dari
sisi Jalan
Udayana,
depan Kantor
Kodam IX
Udayana) Akses D dicapai dari sisi Barat lapangan dengan berjalan kaki. Akses ini dicapai dari
Jalan Udayana dan jarang digunakan oleh pengunjung karena tidak ada area parkir di
sepanjang jalan tersebut, sehingga akses ini kurang dimanfaatkan oleh pengunjung dan
tidak seramai akses lainnya. Hal ini juga didukung oleh keberadaan Kantor Kodam IX
Udayana yang terletak di seberang Barat Jalan Udayana yang tidak memungkinkan
untuk membuat Akses D menjadi akses yang diminati oleh pengunjung, kecuali
pengunjung yang berjalan kaki.
Sumber: Observasi lapangan, Agustus-Nopember 2021
192
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 9, No. 2, Tahun 2022 (E-ISSN 2550-1194)

Pengamatan dilakukan selama bulan Agustus-Nopember 2021 atau pada saat pandemi COVID-
19 masih berlangsung. Pencarian data sempat terhenti karena kasus COVID-19 meningkat tajam di
Bali, sehingga diberlakukan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Level 2.
Bulan Oktober 2021, Lapangan Puputan Badung dibuka kembali oleh Pemerintah Kota Denpasar,
sehingga survei lapangan dapat dilanjutkan. Pelaku dan aktivitas di Lapangan Puputan Badung
kembali ramai dan tidak banyak dipengaruhi oleh situasi pandemi. Hasil pengamatan, kelompok
pelaku dan kelompok aktivitas pada setiap segmen tergambar pada tabel-tabel berikut.

Pelaku dan Aktivitas


Gehl (2011) membedakan makna aktivitas pada ruang publik menjadi tiga: aktivitas utama,
aktivitas pilihan, dan aktivitas sosial. Aktivitas utama merupakan aktivitas pengunjung yang datang
dan memiliki tujuan untuk berolahraga (jogging) dan memanfaatkan fasilitas olahraga kebugaran
(outdoor) pada sisi barat lapangan. Aktivitas pilihan yaitu aktivitas pengunjung yang berekreasi
untuk menikmati kesejukan lapangan dan memanfaatkan fasilitas lansekap yang disediakan, seperti
taman bermain, gazebo, kolam ikan, dan bangku taman. Aktivitas sosial merupakan aktivitas yang
dilakukan oleh pengunjung untuk bertemu dengan orang lain sesuai kesepakatan.
Pelaku didefinisikan sebagai civitas yang menggunakan ruang publik untuk berbagai tujuan
(Lang 2005b). Pelaku juga menjadi objek pengamatan dalam bentuk rekaman aktivitas atau
wawancara langsung. Pendapat Lang bahwa pelaku pada penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu
pelaku primer yang aktivitas hariannya di lokasi dan sekitarnya, seperti warga sekitar lapangan atau
pedagang, pelaku sekunder yang sengaja datang ke lokasi untuk tujuan tertentu, seperti pengunjung
yang datang untuk berolahraga dan berekreasi, serta pelaku tersier (orang yang melintas).
Berdasarkan Gehl dan Lang, maka dapat diketahui keberagaman aktivitas yang terjadi selama
observasi dilakukan. Kawasan Lapangan Puputan Badung dibagi menjadi lima segmen pengamatan
pola aktivitas yang dilakukan pengunjung, lihat Gambar 2.

Gambar 2. Pembagian segmen


Sumber: https://googlemap.com, diakses 12 Juli 2021

193
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 9, No. 2, Tahun 2022 (E-ISSN 2550-1194)

Tabel 3. Pengamatan Pelaku dan Aktivitas


Segmen Indikator Hasil Pengamatan
Pelaku sekunder: pengunjung yang datang ke Lapangan Puputan
Badung
A Pelaku
Pelaku tersier: orang yang sekedar melintasi segmen A pada sisi Utara
Lapangan Puputan Badung.
Aktivitas utama: pengunjung yang berolahraga (jogging)
Aktivitas pilihan: pengunjung yang berekreasi untuk menikmati
kesejukan pada segmen A, sisi Utara lapangan dan memanfaatkan
Aktivitas
fasilitas lapangan yang disediakan.
Aktivitas sosial: aktivitas yang dilakukan oleh pengunjung untuk
bertemu dengan orang lain sesuai kesepakatan.
Pelaku primer: warga yang berdomisili di sekitar lapangan dan para
pedagang
B Pelaku
Pelaku sekunder: pengunjung yang datang ke Lapangan Puputan
Badung
Aktivitas utama: pengunjung yang berolahraga (jogging)
Aktivitas Aktivitas pilihan: pengunjung yang berekreasi untuk menikmati
kesejukan pada segmen B
Pelaku primer: para pedagang yang menjajakan dagangannya kepada
para pengunjung
C Pelaku Pelaku sekunder: pengunjung yang datang ke Lapangan Puputan
Badung
Pelaku tersier: orang yang sekedar melintasi segmen C
Aktivitas utama: pengunjung yang berolahraga (jogging dan gym)
Aktivitas pilihan: pengunjung yang berekreasi untuk menikmati
fasilitas yang disediakan pada segmen C, seperti bersantai di gazebo
Aktivitas
dan bangku taman
Aktivitas sosial: aktivitas yang dilakukan oleh pengunjung untuk
bertemu dengan orang lain sesuai kesepakatan.
Pelaku primer: para pedagang keliling yang menjajakan dagangannya
kepada para pengunjung
Pelaku sekunder: pengunjung yang datang ke Lapangan Puputan
D Pelaku
Badung
Pelaku tersier: orang yang sekedar melintasi segmen D, tetapi dengan
jumlah yang lebih banyak daripada segmen lainnya karena akses utama.
Aktivitas utama: pengunjung yang berolahraga (jogging)
Aktivitas pilihan: pengunjung yang berekreasi untuk menikmati
Aktivitas
fasilitas taman bermain anak dan duduk-duduk santai menikmati
kesejukan lapangan.
Pelaku primer: para pedagang keliling yang menjajakan dagangannya
kepada para pengunjung
E Pelaku
Pelaku sekunder: pengunjung yang datang ke Lapangan Puputan
Badung
Aktivitas pilihan: pengunjung yang berekreasi bersama keluarga,
teman, maupun keluarga untuk berjalan-jalan di tengah Lapangan
Aktivitas Puputan Badung.
Aktivitas sosial: aktivitas yang dilakukan oleh pengunjung untuk
bertemu dengan pasangannya (berpacaran)
Sumber: Observasi lapangan, Agustus-Nopember 2021

194
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 9, No. 2, Tahun 2022 (E-ISSN 2550-1194)

Tabel 3 memperlihatkan bahwa aktivitas utama yang dilakukan oleh pengunjung sebagai
pelaku sekunder adalah berolahraga, terutama jogging mengelilingi lapangan. Tabel 4
memperlihatkan pelaku dan aktivitas pada Lapangan Puputan Badung.

Tabel 4. Pelaku Dan Aktivitas Pada Lapangan Puputan Badung


Segmen Pelaku Aktivitas Utama
A Sekunder Berolahraga (jogging)
B Sekunder Berolahraga (jogging)
C Sekunder Berolahraga (jogging, gym)
D Sekunder Berolahraga (jogging)
E Sekunder Berolahraga (jogging)
Sumber: Observasi lapangan, Agustus-Nopember 2021

Pola Sirkulasi yang Dihasilkan oleh Pelaku dan Aktivitas


Krier (1991) mengasumsikan bahwa makna bentuk ruang publik dapat ditentukan setelah
mengidentifikasi pelaku dan aktivitas dari seluruh segmen pengamatan. Behavioral mapping dapat
dibuat sesuai dengan hasil pengamatan tersebut. Pembuatan tabel mengenai rangkuman keseluruhan
pelaku, aktivitas, alur, waktu dan bentuk sesuai variabel yang dikemukakan oleh Lang (2005b;
2005a) bertujuan untuk mempermudah pemahaman hasil penelitian.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sirkulasi atau alur yang didapatkan pada setiap segmen
cenderung berbentuk linear pada Segmen A-Segmen D. Ke-empat segmen tersebut memiliki ruang
publik yang berbentuk memanjang (the street). Pelaku yang membuat segmen tersebut memiliki
sirkulasi yang cenderung linear adalah pelaku sekunder (pengunjung yang datang ke Lapangan
Puputan Badung). Aktivitas yang dilakukan adalah aktivitas utama, yakni berolahraga (jogging),
sehingga aktivitas tersebut membuat sirkulasi yang dihasilkan juga cenderung lebih linear.
Sirkulasi yang acak pada Segmen A-Segmen D disebabkan oleh pola pergerakan (movement)
yang dilakukan oleh pelaku primer dan pelaku sekunder selama berada di Lapangan Puputan
Badung. Aktivitas yang dilakukan pelaku pembuat sirkulasi acak tersebut adalah aktivitas pilihan
(berekreasi) dan aktivitas sosial (pertemuan). Tidak seperti Segmen A-Segmen D, Segmen E
memiliki sirkulasi atau alur yang cenderung acak. Bentuk ruang publik pada segmen ini juga berbeda
dengan segmen lainnya. Bentuk persegi (the square) menghasilkan pola dengan sirkulasi acak. Ini
disebabkan oleh pola aktivitas dan pelaku primer (pedagang) dan pelaku sekunder (pengunjung)
yang melakukan aktivitas utama, aktivitas sosial dan aktivitas pilihan.
Pola sirkulasi yang dihasilkan dari pelaku dan aktivitas dari setiap segmen dapat digambarkan
menjadi behavioral mapping, lihat Gambar 3. Selain behavioral mapping, penjabaran setiap segmen
dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut.

Tabel 5. Aktivitas dan pola sirkulasi pada Lapangan Puputan Badung


Segmen Analisis Pelaku dan Aktivitas
Segmen A (Utara) Primer: pedagang
Pelaku Sekunder: pengunjung
Tersier: orang yang sekedar melintas
Utama: berolahraga
Aktivitas Pilihan: berekreasi
Sosial: -
Sirkulasi linear dan acak
Waktu Pagi, Siang, Sore dan Malam Hari
Bentuk memanjang (the street)

195
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 9, No. 2, Tahun 2022 (E-ISSN 2550-1194)

Segmen Analisis Pelaku dan Aktivitas


Segmen C (Selatan) Primer: pedagang
Pelaku Sekunder: pengunjung
Tersier: orang yang sekedar melintas
Utama: berolahraga
Aktivitas Pilihan: berekreasi
Sosial: pertemuan
Sirkulasi linear dan acak
Waktu Pagi, Siang, Sore dan Malam Hari
Bentuk memanjang (the street)
Segmen D (Barat) Primer: pedagang
Pelaku Sekunder: pengunjung
Tersier: orang yang sekedar melintas
Utama: berolahraga
Aktivitas Pilihan: berekreasi
Sosial: -
Sirkulasi linear dan acak
Waktu Pagi, Siang, Sore dan Malam Hari
Bentuk memanjang (the street)
Segmen E (Tengah) Primer: pedagang
Pelaku Sekunder: pengunjung
Tersier: -
Utama: berolahraga
Aktivitas Pilihan: berekeasi
Sosial: pertemuan
Sirkulasi Acak
Waktu Pagi, Siang, Sore dan Malam Hari
Bentuk Persegi (the square)
Sumber: Hasil olahan Peneliti, 2021

Gambar 3. Behavioral Mapping Lapangan Puputan Badung


Sumber: Hasil olahan Peneliti, 2021
196
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 9, No. 2, Tahun 2022 (E-ISSN 2550-1194)

Pola Sirkulasi dan Bentuk Ruang


Ruang berbentuk persegi (the square) cenderung membentuk sirkulasi acak, sedangkan ruang
dengan bentuk memanjang (the street) cenderung membentuk sirkulasi linier. Pada Segmen A-
Segmen D, dimensi ruang berbentuk memanjang, sehingga pola sirkulasi yang dihasilkan cenderung
pola linier. Hal ini karena adanya aktivitas olahraga (jogging) mengelilingi lapangan dengan arah
berlawanan jarum jam. Pada Segmen A, C, dan D, terekam aktivitas berpola acak, tetapi tidak
banyak. Ini disebabkan oleh pola pergerakan aktivitas pilihan (berekreasi) dan aktivitas sosial
(pertemuan).
Segmen E memiliki dimensi ruang persegi cenderung membentuk pola sirkulasi acak. Ini
disebabkan oleh pola pergerakan aktivitas pedagang keliling sebagai pelaku primer dan pengunjung
sebagai pelaku sekunder. Keduanya melakukan aktivitas utama, aktivitas sosial dan aktivitas pilihan.

Pola Sirkulasi dan Waktu


Pengunjung beraktivitas hampir di sepanjang hari pada hari kerja (Senin-Jum’at), meskipun
berbeda intensitasnya. Pagi hingga siang hari, pengunjung tidak banyak, tetapi ketika sore hari,
jumlah pengunjung meningkat dan menurun ketika malam hari. Kondisi ini agak berbeda ketika
akhir pekan (Sabtu-Minggu). Jam kunjungan terpadat terjadi pada sore hari, sedangkan jumlah
kunjungan pagi hari tidak sebanyak sore hari. Jumlah pengunjung jauh lebih sedikit pada siang dan
malam hari. Jumlah pedagang keliling maupun permainan anak-anak juga lebih banyak pada akhir
pekan.

4. Kesimpulan
Lapangan Puputan Badung yang terletak di pusat Kota Denpasar memiliki kemudahan
pencapaian karena dapat diakses dari ke-empat sisi oleh siapa saja dan dapat digunakan kapan saja,
tanpa dikenai biaya. Situasi ini mengindikasikan bahwa Kawasan Lapangan Puputan Badung sangat
diminati untuk dikunjungi oleh warga Kota Denpasar. Ini merupakan indikator yang baik sebagai
ruang terbuka publik yang mewadahi berbagai aktivitas warganya. Aktivitas utama pada lapangan ini
adalah aktivitas berolahraga (jogging) yang merupakan aktivitas utaa dilakukan oleh pelaku sekunder
yaitu warga Kota Denpasar.
Keragaman aktivitas terdapat pada Segmen B karena area ini merupakan tempat untuk para
pedagang asongan maupun pedagang dengan gerobak, dan permainan anak-anak berkumpul.
Sepanjang area depan Pura Jagatnatha dan Museum Bali menjadi tempat yang paling disukai oleh
pengunjung dan pedagang. Posisi area parkir menjadi pilihan utama bagi para pedagang dalam
menentukan tempat berdagang karena mudah dijangkau. Keragaman aktivitas yang terdapat pada
suatu area atau kawasan menjadi indikator yang baik dalam kegiatan berekreasi, sebagaimana
pendapat Lang (2005b; 2005a) dan Gehl (2011; 2010). Segmen yang paling beragam aktivitasnya
menjadi indikator yang baik bagi kelangsungan Lapangan Puputan Badung sebagai ruang publik
kota.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada beberapa ruang di Lapangan Puputan Badung
mewadahi beberapa fungsi dengan karakter yang berbeda. Penelitian lanjutan dapat dilakukan untuk
mengkaji bagaimana standing pattern of behavior pengunjung dalam mengatasi konflik ruang. Pola
aktivitas utama menentukan keefektifan penataan ruang karena aktivitas utama umumnya
mendominasi penggunaan ruang, sehingga pengguna lainnya harus menunggu kesempatan untuk
menggunakan ruang tersebut.

5. Ucapan Terima Kasih


Penelitian ini adalah penelitian mandiri yang dilakukan sebagai bagian dari penyelesaian mata
kuliah pada Bidang Keahlian Perencanaan dan Manajemen Pembangunan Desa dan Kota, Program
Studi Magister Arsitektur, Universitas Udayana. Terima kasih kepada pengunjung Lapangan Puputan
197
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 9, No. 2, Tahun 2022 (E-ISSN 2550-1194)

Badung yang telah bersedia menjadi responden penelitian ini. Tanpa kesediaan mereka secara
sukarela, penelitian ini tidak dapat berjalan lancar.

6. Daftar Acuan
Anggriani, N. (2010). Ruang Publik dalam Jamalludin, Rizqi. (2018). “Identifikasi Alun-Alun
Perancangan Kota. Yayasan Humaniora. Kudus sebagai Fasilitas Ruang Terbuka Publik
Surabaya. ditinjau terhadap Pendekatan Dimensi Fungsi dan
Bungin, B. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif. Dimensi Sosial.” Jurnal Planologi, 15(1), 34–48.
Jakarta: Rajawali Press. https://doi.org/10.30659/jpsa.v15i1.2761.
Carr, S., Francis, M., Rivlin, L. G., and Stone, A. M. Kohdrata, N., Suartika, G. A. M., Krisnandika, A. A.
(1992). Public Space. Cambridge University K., Yusiana, L. S., & Dharmadiatmika, I. M. A.
Press. (2019). “The Spectrum of City Park Service
Creswell, J. W., and J David Creswell, J. D. (2017). Scope: Case Study of Lapangan Puputan Badung
Research Design: Qualitative, Quantitative, and and Lapangan Puputan Margarana Denpasar-
Mixed Methods Approaches. Sage Publications. Bali.” in IOP Conference Series: Earth and
Damayanty, N., Izziah, and Anggraini, R. (2018). Environmental Science (Vol. 396). Institute of
“Kajian Kesesuaian Penataan Ruang Terbuka Physics Publishing.
Publik Di Kawasan Pasar Aceh Kota Banda Aceh Krier, R. (1991). Architectural Composition. Academy
dengan Komponen dan Indikator Perancangan Editions.
Taman Kota Serta RTRW Kota Banda Aceh Lang, J. T. (2005a). Urban Design: A Typology of
2009-2029.” Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Procedures and Products, Illustrated with over 50
Perencanaan, 1 (1), 53–62. Case Studies. Oxford, UK: Architectural Press.
Darmawan, E. (2005). Analisa Ruang Publik Arsitektur Lang, J. T. (2005b). Urban Design: A Typology of
Kota. Universitas Diponegoro Press. Procedures and Products (First Edition). Oxford:
Gehl, J. (2010). Cities for People. Washington DC. Elsevier/Architectural Press, Vol. 9031.
Island Press. Lang, J. T. (1987). The Built Environment Social
Gehl, J. (2011). Life Between Buildings: Using Public Behavior: Architecture Determinism Reexamined
Space. Island Press. Viair. The WIT Press.
Hantono, D. (2017). “Pola Aktivitas Ruang Terbuka Ng, C. F. (2016). “Behavioral Mapping and Tracking.“
Publik Pada Kawasan Taman Fatahillah Jakarta.” Research Methods for Environmental Psychology,
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, 11(6), 265–77. 29-51.
https://doi.org/10.24002/jars.v11i6.1360. Santoso, J. T., Mustikawati, T., Suryasari, N., dan
Hasim, I. S., Syarif, B. R., Raydar, D., and F A Abiel. Titisari, E. Y. (2016). Pola Aktivitas Wisata
(2015). “Rancangan Elemen, Sistem Sirkulasi, Belanja dI Kampung Wisata Keramik Dinoyo,
Dan Tata Hijau Lanskap Pada Lahan Kontur Di Malang. Tesa Arsitektur, 14(1). https://doi.org/
Hotel Padma Bandung.” Reka Karsa, 3(1), 1–12. 10.24167/tes.v14i1.560
Illiyin, D. F., dan Idajati, H. (2015). “Faktor-Faktor Sutopo. (1996). Metodologi Penelitian Kualitatif.
yang Mempengaruhi Masyarakat dalam Universitas Sebelas Maret Press.
Penggunaan Ruang Terbuka Publik sebagai Yin, R. K. (2014). Case Study Research: Design and
Fungsi Sosial di GOR Delta Sidoarjo Berdasarkan Methods, Fifth Edition. SAGE Publications.
Prefernsi Masyarakat.” Jurnal Teknik, 4(2),
C114–18.
http://ejurnal.its.ac.id/index.php/teknik/article/vie
w/11274/2446.

198

Anda mungkin juga menyukai