Anda di halaman 1dari 46

1

PEMANFAATAN SERABUT KELAPA (Cocos nucifera L) SEBAGAI BAHAN DASAR


PEMBUATAN MIKROKRISTALIN SELULOSA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Farmasi


Pada Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Jenderal Achmad Yani

DIMASNANDA NUR MUHAMMAD


3311111112

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI


UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
CIMAHI
201
HALAMAN PENGESAHAN

PEMANFAATAN ALANG-ALANG (Imperata cylindrica L.) SEBAGAI BAHAN


DASAR PEMBUATAN MIKROKRISTALIN SELULOSA

Oktober 2015

Disusun oleh :
DIMASNANDA NUR MUHAMMAD
3311111112

Disetujui Oleh :

Dr. Fikri Alatas, S.Si., M.Si.,Apt. Hestiary Ratih, S.Si., M.Si., Apt
Pembimbing Pembimbing

Mengetahui

Dekan Fakultas Farmasi Ketua Program Studi Farmasi

Prof. Dr. Afifah B Sutjiatmo, MS., Apt. Faizal Hermanto, S.Si., M.Si,
Apt.NID.412162949 NID.412172182
ABSTRAK

Selulosa mikrokristalin (MCC) adalah α-selulosa yang diisolasi dari tanaman. MCC
lazim digunakan sebagai bahan sediaan obat. MCC. Penelitian ini bertujuan untuk
mengisolisasi dan mengkarakterisasi selulosa yang dihasilkan dari serabut kelapa.
Isolasi tanaman dilakukan dengan proses hidrolisis dengan HCl 3% menghasilkan
randemen sebanyak 84 g, pupling dengan menggunakan NaOH 17,5% menghasilkan
randemen sebanyak 56 g, dan bleaching dengan H2O2 5% menghasilkan randemen
sebanyak 27 g. Isolasi dari serabut kelapa dan MCC komersial (Avicel® PH 102)
dicirikan berdasarkan sifat fisikokimia dan bentuk partikel serbuknya. Sifat fisiko
kimia MCC dan Avicel® PH 102 sesuai dengan MCC standar, akan tetapi warna
serbuk MCC berwarna coklat muda dan derajat kristalinitas MCC 38,138%.
Sedangakan Avicel® PH 102 berwarna putih dan derajat kristalinitas 75,472%.
Diduga masih terdapat kandungan lignin pada MCC karena proses pulping dan
bleaching yang tidak bisa memekarkan dan memutihkan serabut kelapa secara
optimal.

Kata kunci : Mikrokristalin Selulosa, Serabut kelapa.


ABSTRACT

Microcrystalline cellulose (MCC) is isolated from plant α-cellulose, MCC is


generally used as a medicinal preparation. This studi aimed to isolate and
characterized from coconut fiber. Isolation of plants is done by the hydrolysis with
HCl 3% yield as much as 84 g rendemen, pulping with NaOH 17.5% yield as much
as 56 g rendemen, and bleaching with H2O2 5% yield as much as 27 g randemen.
Isolastion of coconut fibers and commercial MCC (Avicel® PH 102) characterization
physico chemical and physical properties of powder particles forms. Physicochemical
properties results of MCC and Avicel® PH 102 were in accordance with MCC’s
standard, but the color of MCC is light brown and the degree of crystallinity of MCC
is 38.138 %, while the color of Avicel® PH 102 is white and the degree of
crystallinity of Avicel® PH 102 is 75.472%. Allegedly there is still a lignin content
of MCC because pulping and bleaching processes can not blossom and whiten of
coconut fibers optimally.

Key word : Microcrystalline cellulose. coconut fiber


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, karena


dengan rahmat-Nya dan segala karunia-Nya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
ini yang berjudul: “Pemanfaatan Serabut Kelapa (Cocos nucifera L) Sebagai Bahan
Dasar Pembuatan Mikrokristalin Selulosa”. Penyusunan skripsi dilakukan untuk
memenuhi salah satu syarat dalam upaya menyelasaikan Program Studi Sarjana S1
Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Jenderal Achmad Yani

Selama penulisan dan penyusunan skripsi ini telah banyak pihak yang membantu dan
memberikan dukungan serta motivasi. Oleh karena itu pada kesempatan ini diucapkan
terimakasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Afifah B. Sutjiatmo, MS., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi,
Universitas Jenderal Achmad Yani.
2. Bapak Faizal Hermanto, S.Si., M.Si., Apt. selaku Ketua Progam Studi S1
Farmasi Universitas Jenderal Achmad Yani.
3. Dr. Fikri Alatas, S.Si., M.Si.,Apt. dan Hestiary Ratih, S.Si., M.Si., Apt.
Selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, arahan, serta saran-saran
selama penyusunan proposal tugas akhir ini.
4. Ibu Soraya Riyanti, S.Si, M.Si., Apt. selaku dosen wali akademik, yang selalu
memberikan dorongan dan pengarahan.
5. Kedua orang tua yang selalu mendukung dan memberikan perhatian, kasih
sayang dan do’a tulus yang tidak pernah putus serta bantuan moril dan materil
selama ini.
6. Staf pengajar dan karyawan Fakultas Farmasi, Universitas Jenderal Achmad
Yani.
7. Para sahabat yang selalu mendukung dan bersedia membantu segala kesulitan
yang dihadapi dalam penyusunan proposal tugas akhir ini.

i
8. Semua pihak yang telah membantu sehingga terselesaikannya penulisan
proposal skripsi ini.

Semoga segala yang telah diberikan kepada penulis tersebut kelak diganti dengan apa
yang terbaik dari Allah SWT, Amin Ya Rabbal ‘Alamin. Akhir kata, semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Cimahi, Juni 2015

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
ABTRAK
KATA PENGANTAR…....................................................................... i
DAFTAR ISI……………………………………………………………. iii
DAFTAR LAMPIRAN ..………………………………………………. iv
DAFTAR GAMBAR …………..…………………………………......... v
DAFTAR TABEL ………………….……………………………........... vi
BAB I PENDAHULUAN………...…………………………………….. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Botani Tanaman Kelapa………………………………... 3
2.2.Selulosa………………………………………………………….. 5
2.3 Hemiselulosa……………………………………………………... 7
2.4 Lignin…………………………………………………………….. 8
2.5 Mikrokristalin Selulosa…………………………………………. 9
BAB III METODE PENELITIAN……………………………………. 11
BAB IV ALAT DAN BAHAN
4.1 Alat Penelitian ………………………………………………….. 13
4.2 Bahan Penelitian…………………………………………………. 13
BAB V PENELITIAN DAN HASIL PENELITIAN
5.1 Penyiapan Simplisia……………………………………………... 14
5.2 Pembuatan Mikrokristalin Selulosa……..……………………….. 14
5.3 Pencirian Mikrokristalin Selulosa………………………………… 15
BAB VI PEMBAHASAN……………………………………………… 18
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN…………………………….. 22
DAFTAR PUSTAKA...………………………………………………… 23
LAMPIRAN…………………………………………………………….. 27

iii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. HASIL DETERMINASI…………………………………………… 27
2. MORFOLOGI TANAMAN………………………………………… 28
3. HASIL PENCIRIAN MIKROKRISTALIN SELULOSA…………. 29
4. POLA DIFRAKTOGRAM DIFRAKSI SINAR-X SERBUK……… 30
5. SPEKTRUM FTIR………………..……………………………….. 31
6. HASIL SCANNING ELECTRON MICROSCOPE………………… 32
7. PERHITUNGAN………………………………………………….. 33

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
II.1 Struktur selulosa………………………………………………… 5
II.2 Struktur α – selulosa……………………………………………… 6
II.3 Struktur β – selulosa……………………………………............... 6
II.4 Struktur hemiselulosa……………………………………………... 8
II.5 Struktur lignin……………………………………………………. 9
V.1 Hasil determinasi…………………………………………………. 27
V.2 Buah kelapa (Cocos nucifera L)…………………………….. 28
V.3 Serabut kelapa (Cocos nucifera L)………………………………. 28
V.4 Pola difraksi sinar-X serbuk……………………………………. 30
V.5 Spektrum spektroskopi FTIR……………………………………. 31
V.6 SEM Avicel® PH 102…………………………………………….. 32
V.7 SEM mikrokristalin selulosa…………………………………….. 32

v
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
II.1 Komposisi kimia serabut kelapa…..………………………………. 5
V.1 Pencirian kemurnian mikrokristalin selulosa.……………………. 29
V.2 Pencirian sifat fisiko kimia mikrokristalin selulosa……………. 29

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Selulosa merupakan komponen struktural utama dinding sel dari tanaman hijau.
Untuk mendapatkan serat selulosa dari tumbuhan harus dilakukan beberapa perlakuan
unuk mengekstraksi selulosa keluar dari dinding sel tersebut dan disusun menjadi
serat. Potensi ketersediaan serat seluosa yang besar dari tumbuhan ini dapat
dikembangkan lebih lanjut lagi untuk menghasilkan produk yang lebih bermanfaat
dan bernilai tinggi.

Dalam dunia farmasi, derivat selulosa merupakan eksipien yang penting, salah satu
turunan selulosa adalah mikrokristalin selulosa. Mikrokristalin selulosa dibuat dengan
cara hidrolisis terkontrol alfa selulosa, suatu pulp dari tumbuhan yang berserat
dengan laurtan asam mineral encer. Salah satu produk selulosa mikrokristal di
perdagangan dikenal dengan merek dagang Avicel®. Ada beberapa macam jenis
Avicel®, salah satunya Avicel® PH 102(1).

Mikrokristalin selulosa (MCC) adalah bahan yang digunakan untuk pembuatan


sediaan padat farmasi dan sangat cocok untuk pembuatan tablet terutama tablet cetak
langsung, berfungsi sebagai bahan pengikat, pengisi dan sekaligus sebagai bahan
penghancur dan akan menghasilkan tablet dengan kekerasan tinggi, tidak mudah
rapuh dan mempunyai waktu hancur yang relatif singkat serta dapat memperbaiki
sifat aliran granul(2).

Pada awalnya, mikrokristalin selulosa dibuat dari tumbuhan berkayu dan kapas.
Produk komersial mikrokristalin selulosa yang ada di pasaran bersumber dari
tumbuhan berkayu, misalnya konifer. Beberapa laporan penelitian menunjukkan

1
bahwa mikrokristalin selulosa dapat dihasilkan dari kulit kacang kedelai, sekam padi,
ampas tebu, kulit kacang tanah, tongkol jagung, bambu India dan lain-lain.

Pada produksi selulosa terdapat kendala pada penggunaan kayu sebagai sumber
pembuatan mikrokristalin selulosa dapat mengurangi ketersediaan kayu dan
menyebabkan penebangan hutan secara besar-besaran. Hal ini dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan ekologis. Oleh karena itu, perlu dicari sumber non kayu sebagai
alternatif untuk mengurangi masalah lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan
kayu dalam pembuatan mikrokristalin selulosa. Disamping itu kebutuhan akan
mikrokristalin selulosa dalam negeri semuanya berasal dari impor (3). adalah sangat
relafan bila Negara kita mulai memikirkan produksi mirkokristalin selulosa dalam
negeri.

Berdasarkan latar belakang tersebut, Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari


sebuah alternatif lain pembutan mikrorkristalin selulosa yaitu dengan penggunaan
bahan baku yang berasal dari bahan non kayu, salah satunya adalah serabut kelapa.
Serabut kelapa merupakan limbah padat dari industri minyak kelapa, serta limbah
dari makanan yang bersumber dari kelapa yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat
di Indonesia. Hampir di seluruh negara penghasil kelapa terbesar telah lama
memanfaatkan kulit buah kelapa ini menjadi salah satu andalan komoditas ekspor
dengan memproses serabut kelapa (coconut fiber) dan memasok kebutuhan dunia
berkisar 75,7 ribu ton. Supaya serabut kelapa mempunyai nilai tambah dari pada
hanya sekedar dibuang atau pengganti kayu bakar, dan serabut kelapa memiliki kadar
α-selulosa sebesar 26,63%(4). Mikrokristalin selulosa yang didapat dari serabut kelapa
akan dibandingkan sifat fisiko kimianya dengan mikrokristalin selulosa komersial.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Botani tanaman Kelapa


Tinjauan mengenai tanaman kelapa meliputi beberapa aspek, yaitu klasifikasi
tumbuhan, nama lain, deskripsi tanaman, sifat dan khasiat tanaman, kandungan kimia
tanaman, bagian tanaman yang digunakan.

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Kelapa


Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliopita
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Cocos
Spesies : Cocos nucifera L
Nama Umum/Dagang : Kelapa

2.1.2 Nama Lain


Sumatera : Baku (Aceh), Krambil (Gayo), Krambir (Batak), Ohi (Nias),
Krambie (minangkabau), Nyiui (Lampung)
Jawa : Kalapa (Sunda), Kelapa (Jawa), Klopo (jawa)
Bali : Nyuh (Bali)
Nusa Tenggara : Nian (Timor), No (roti)
Sulawesi : Bongo (gorontalo), Bongo (Buol), Aluu (oraja), Kaluku (Bugis),
Kaluku (Makassar)
Maluku : Nur (Aur), Niur (Seram), Ninelo (Ambon), Niwelhoni (buru)
Igo, (Ternate)

3
4

2.1.3 Deskripsi Tanaman


Habitus : Pohon, tinggi 20 - 30 m.
Batang : Tegak, silindris, permukaan kasar, coklat.
Daun : Majemuk, menyirip, bentuk pita, ujung runcing, pangkal tumpul,
panjang 0,5 – 1 m, lebar 3 – 4 cm, berpelepah, tangkai silindris,
panjang 0,5-1 m, hijau, pertulangan sejajar,hijau.
Bunga : Majemuk, bentuk malai,diketiak daun, panjang 25 - 40 cm, tangkai
segitiga, panjang 10 – 15 cm, kuning, kelopak bercangap, kuning tua,
benang sari panjang 3 – 5 cm, kuning, tangkai putik silindris, kunging,
mahkota lonjong, lima helai, kuning.
Buah : Batu, bulat telur, berkulit serabut, hijau.
Biji : Bulat, Berkulit keras, coklat.
Akar : Serabut, coklat.

2.1.4 Khasiat
Akar Cocos nucifera L berkhasiat sebagai obat demam dan mencret, air buahnya
digunakan untuk penambahan kekuatan.Untuk obat demam dipakai ± 15 gram akar
Cocos nucifera L direbus dengan 1 gelas air selama 15 menit, dinginkan dan disaring,
hasil sarigan diminum sekaligus.

2.1.5 Kandungan Kimia


Akar, daun dan daging buah Cocos nucifera L mengandung saponin dan flavonoid,
disamping itu daun dan daging buahnya mengandung polifenol sedang akarnya juga
mengandung tannin(5).

2.1.6 Serabut Kelapa


Serabut kelapa merupakan bagian terbesar (±35%) dari bobot buah kelapa. Jika
produksi buah kelapa di Indonesia mencapai 3.250.000 ton/ tahun maka akan
dihasilkan serabut kelapa sebanyak 1.137.500 ton/ tahun. Pemanfaatan serabut kelapa
masih sebatas untuk kerajinan, seperti tali, keset, sapu, matras, bahan isian jok mobil,
dan lain-lain. Menurut United Coconut Association of the Philppines (UCAP) dari
5

satu buah kelapa dapat diperoleh rata-rata 0,4 kg serabut yang mengandung 30-33%
serat
Komponen Serabut (%) Serat serabut (%)
Alfa selulosa 26,63 43,44
Hemiselulosa 27,79 29,58
Lignin 29,23 45,84
Tabel II.1 Komposisi kimia serabut kelapa(6)

2.2 Selulosa
Selulosa adalah polimer glukosa yang berbentuk rantai linier dan dihubungkan oleh
ikatan β-1,4 glikosidik dengan rumus (C 6H10O5)n. dengan n adalah derajat
polimerisasi, Struktur yang linier menyebabkan selulosa bersifat kristalin dan tidak
mudah larut, sehingga tidak mudah didegradasai secara kimia/mekanis(7).

Unit penyusun (building block) selulosa adalah selobiosa karena unit keterulangan
dalam molekul selulosa adalah 2 unit gula (D-Glukosa). Selulosa merupakan
polisakarida struktural yang berfungsi untuk memberikan perlindungan, bentuk, dan
penyangga terhadap sel, dan jaringan. Di alam, biasanya selulosa berasosiasi dengan
polisakarida lain seperti hemiselulosa atau lignin membentuk kerangka utama dinding
sel tumbuhan. Selulosa, hemiselulosa, dan lignin dihaslkan dari proses fotosintesis(8).

Gambar II.1 Struktur selulosa(8)

2.2.1 Sifat selulosa


Sifat selulosa terdiri dari sifat fisika dan kimia. Selulosa dengan rantai panjang
memiliki sifat fisik yang lebih kuat,dan tahan lama terhadap degradasi yang
disebabkan oleh pengaruh panas, bahan kimia maupun pengaruh biologis. Sifat fisika
dari selulosa yang penting adalah panjang, lebar dan tebal molekulnya. Sifat fisik lain
dari selulosa ialah :
6

i) Dapat terdegradasi oleh hidrolisa, oksidasi, fitokimia, maupun secara mekanis


sehingga berat molekulnya menurun.
ii) Tidak larut dalam air maupun pelarut organik, tetapi sebagian larut pada larutan
alkali.
iii) Selulosa dalam Kristal memiliki kekuatan lebih baik dibandingkan dengan
bentuk amorf.

2.2.2 Jenis Selulosa


Berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida
(NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu :
i) Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam
larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi 600 -
1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian
selulosa. Selulosa α merupakan kualitas selulosa yang paling tinggi (murni)(9).

Gambar II.2 Struktur α – selulosa(9)

ii) Selulosa β (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan
NaOH 17,5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 15 - 90, dapat
mengendap bila dinetralkan

Gambar II.3 Struktur β – selulosa(9)


7

iii) Selulosa γ (Gamma cellulose) adalah sama dengan selulosa β, tetapi derajat
polimerisasinya kurang dari 15(10).

2.3 Hemiselulosa
Rantai hemiselulosa lebih pendek dibandingkan rantai selulosa. Karena derajat
polimerisasi yang lebih rendah. Polimer hemiselulosa berbentuk tidak lurus tetapi
merupakan polimer-polimer bercabang dan strukturnya tidak berbentuk kristal. Hal
ini yang manjadikan hemiselulosa lebih mudah dimasuki pelarut dan beraksi dengan
larutan disbanding selulosa selama pembuatan pulp.hemiselulosa bersifat hidrofibil
(mudah menyerap air) yang mengakibatkan strukturnya yang kurang teratur. Kadar
hemiselulosa pada pulp jauh lebih kecil dibandingkan dengan serat asal. Karena
selama proses pemasakan hemiselulosa beraksi dengan bahan pemasak dan lebih
terlarut dari pada selulosa.

Secara struktural, hemiselulosa mirip dengan selulosa yang merupakan polimer gula.
Namun berbeda dengan selulosa yang hanya tersusun atas glukosa, hemiselulosa
tersusun dari bermacam-macam jenis gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa
terdiri dari monomer gula berkarbon lima (pentose/c-5), gula berkarbon enam
(heksosa/c-6), asam hesurat dan deoksi heksosa. Hemiselulosa akan mengalami reaksi
oksidasi dan degradasi terlebih dahulu dari pada selulosa, karena rantai molekulnya
yang lebih pendek dan bercabang.

Hemiselulosa tidak larut dalam air tapi larut dalam lauran alkali encer dan lebih
mudah dihidrolisa oleh asam dari pada selulosa. Sifat hemiselulosa yang hidrofilik
banyak mempengaruhi sifat dari pulp itu sendiri. Hemiselulosa berfungsi sebagai
perekat dan mempercepat pembentukan serat. Hilangnya hemiselulosa akan
mengakibatkan adanya lubang antara fibril dan berkurangnya ikatan antar serat(11).
8

Gambar II.4 Struktur hemiselulosa(12)

2.4 Lignin
Lignin merupakan senyawa yang sangat kompleks dengan berat molekul tinggi,
lignin terdapat diantara sel-sel dan didalam dinding sel. Dimana fungsi lignin yang
terletak diantara sel adalah sebagai perekat untuk mengikat/perekat antar sel,
sehingga tidak dikehandaki, sementara dalam dinding sel lignin sangat erat
hubungannya dengan selulosa dan berfungsi untuk memberikan ketegaran pada sel.

Lignin dapat diisolasi dari tanaman sebagai sisa yang tak larut setelah penghilangan
polisakarida dengan hidrolisa, secara alternatif, lignin dapat dihidrolisis dan
diektraksi ataupun diubah menjadi turunan tak larut. Adanya lignin menyebabkan
warna kecoklatan sehingga perlu adanya pemisahan melalui pemutihan, banyaknya
lignin juga berpengaruh terhadap konsumsi bahan kimia dalam pemasakan dan
pemutihan(13).

Lignin ini merupakan polimer tiga dimensi yang terdiri dari unit fenil propana
melalui ikatan eter (C-O-C) dan ikatan karbon (C-C). bila lignin berdifusi dengan
laruan alkali maka akan terjadi pelepasan gugus metoksil yang membuat lignin larut
dalam alkali. Reaksi dengan senyawa tertentu banyak dimanfaatkan dalam proses
pembuatan pulp dimana lignin yang terbentuk dapat dipisahkan(14).
9

Gambar II.5 Struktur Lignin(15)

2.5 Mikrokristalin selulosa


Mikrokistalin selulosa yaitu zat yang diperoleh dari selulosa kayu melalui hidrolisis
asam dan merupakan bahan hasil pemurnian dan pemutihan produk dari lignin,
hemiselulosa dan bahan penghantar lainnya. Mikrokristalin Selulosa merupakan
produk aglomerasi dengan distribusi ukuran partikel yang besar dan menunjukkan
sifat alir dan kompresibilitas yang baik. Berupa kristal putih, tidak reaktif, “free
flowing” dan kompresibel, pada kelembaban tinggi akan melunak tapi bersifat
reversible ketika lingkungan berubah kelembabannya.

Mikrokristalin Selulosa dapat digunakan sebagai bahan pengikat, pengisi, penghancur


dan pelicin dalam pembuatan tablet. Pengunaan Avicel® sebagai bahan pengisi tablet,
biasanya digunakan untuk bahan pengisi pada pembuatan tablet granulasi basah dan
granulasi kempa langsung. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan keterkempaan yang
menghasilkan tablet dengan friabilitas rendah dan kekerasan tablet yang baik
sehingga menghasilkan kompaktibilitas massa tablet yang baik dan memiliki sifat alir
yang baik karena mempunyai ukuran granul yang besar sehingga dapat memperbaiki
sifat alir granul, menambah kekerasan tablet dan memperlama waktu hancur tablet.
10

Sebagai bahan penghancur Avicel® cukup baik untuk digunakan, karena bahan ini
merupakan tipe ikatan hidrogen dimana ikatan tersebut segera lepas oleh adanya air.

Mikrokristalin Selulosa cocok untuk zat aktif yang peka lembab atau untuk bahan-
bahan yang bersifat lekat-lekat atau higroskopis. Untuk obat dengan dosis kecil,
Avicel® digunakan sebagai pengisi dan pengikat tambahan(14).

Kemurnian MCC ditinjau berdasarkan identifikasi MCC, identifikasi pati, warna,


pH, dan kelarutan dalam air(15). Uji positif pati ditunjukkan dengan warna biru-ungu
dalam larutan iodin, sedangkan uji positif MCC ditunjukkan dengan warna biru-ungu
dalam larutan ZnCl2 teriodinasi(16). Sifat fisikokimia yang mendukung MCC untuk
dijadikan bahan sediaan tablet meliputi bulk density, tap density, kadar air, sudut
diam, kadar abu, indeks Carr, nisbah Hausner dan derajat polimerisasi (17).
Kemampuan MCC menahan tekanan saat pengemasan dapat ditentukan berdasarkan
tap density yang tinggi(18). Indeks Carr digunakan untuk menentukan jumlah bubuk
MCC yang dapat dipadatkan. Daya alir MCC yang baik dapat dilihat dari bulk
density yang tinggi, kadar air dan nisbah Hausner yang rendah(16).

Struktur MCC dicirikan menggunakan analisis difraksi sinar-X (XRD) dan


spektroskopi inframerah transformasi Fourier (FTIR). analisis XRD dapat
menunjukkan keberadaan bentuk polimorf selulosa I dan II yang mengindikasikan
struktur amorf dan kristalin selulosa(19). Spektroskopi FTIR digunakan untuk
menentukan struktur kimia selulosa berdasarkan analisis gugus fungsi dalam sampel
dan pembandingan dengan spektrum MCC standar(20).
BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian ini meliputi penyiapan simplisia, pembuatan mikrokristalin selulosa,


pencirian mikrokristalin selulosa, pengujian sifat fisiko kimia mikrokristalin selulosa,
karakterisasi mikrokristalin selulosa, yang kemudian hasilnya dibandingkan antara
mikrokristalin selulosa serabut kelapa (MCCA) dengan mikrokristalin selulosa
komersial (MCCK).

Penyiapan simplisia meliputi pengumpulan serabut kelapa, determinasi tanaman


kelapa, pengeringan dan pengolahan serabut kalapa menjadi simplisia hingga
diperoleh serbuk simplisia, kemudian dilakukan pengayakan dengan mesh No.60,
ditimbang sebanyak 150 g dan disiapkan untuk proses selanjutnya.

Pembuatan mikrokristalin selulosa meliputi hidrolisis dengan menggunakan HCl 3%


sebanyak 3 L dilakukan selama 1 jam, pulping dengan menggunakan NaOH 17,5%
sebanyak 3 L dilakukan selama 2 jam dan bleaching dengan H2O2 5% pH 12 yang
dikondisikan pH larutan dengan NaOH 40% dilakukan selama 8 jam.

Pencirian meliputi pengujian sifat fisiko kimia dan karakterisasi bentuk partikel
serbuk. Pengujian sifat fisiko kimia dengan identifikasi mikrokristalin selulosa,
identifikasi pati, kelarutan dalam air, bulk density, tap density, indeks Carr dan nisbah
Hausner. Sudut diam, kadar air, kadar abu, penentuan pH. Karakterisasi bentuk
partikel serbuk diuji dengan menggunakan instrumen difraktometer sinar X serbuk,
spektroskopi FTIR dan scanning electron microscope (SEM).

11
BAB IV
ALAT DAN BAHAN

4.1 Alat Penelitian


Timbangan analitik, krus silica, motor pengaduk, ayakan berukuran 60 mesh, oven,
blender, mortir, stemper, gelas ukur, kayu silinder, cawan petri, cawan porselen,
Bunsen, tanur, tabung reaksi, lemari pendingin, Difraktometer sinar-X serbuk Philip
difrakto sinar-X (PW1710 BASED), Spektroskopi FTIR Shimadzu resolution,
scanning electron microscope (SEM)

4.2 Bahan Penelitian


4.2.1 Bahan Tanaman
Sempel tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah Serabut kelapa (Cocos
nucifera L) yang diperoleh dari perkebunan Subang. Jawa Barat.

4.2.2 Bahan Kimia


HCl 3%, air suling, NaOH 20%, H2O2 5% , NaOH 40%, ZnCl2, iodin 1%, NaOH
9%, NaOH 6%/urea 4%, KBr.

12
BAB V
PENELITIAN DAN HASIL PENELITIAN

5.1 Penyiapan Simplisia Sabut Kelapa (Cocos nucife L)


Tanaman yang digunakan untuk penelitian ini adalah serabut kelapa (Cocos nucifera
L) dari perkebunan Subang. Jawa Barat. Untuk mengatahui kebenaran jenisnya,
tanaman dideterminasi di laboratorium Departemen Biologi Fakultas MIPA
Univeritas Padjajaran.

Pengolahan serabut kelapa (Cocos nucifera L) menjadi simplisia meliputi


pemberishan serabut kelapa dari pengotor, pencucian, pengerigan dengan cara
pengeringan didalam oven dengan suhu 40ºC. Simplisia kering dihaluskan dengan
cara digiling dan di ayak dengan mesh no 60 untuk mendapatkan serbuk simplisia
halus lalu disimpan dalam wadah yang tertutup baik.

5.2 Pembuatan Mikrokristalin Selulosa

5.2.1 Hidrolisis
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 150 g dan dimasukkan ke dalam gelas piala 3 L
yang berisi 3 L HCl 3%, kemudian dipanaskan dengan suhu 80ºC sambil diaduk
menggunakan motor pengaduk dengan kecepatan 120 ppm selama 1 jam. Selanjutnya
sabut kelapa dinetralkan dengan aliran air suling, lalu dikeringkan di dalam oven
dengan suhu 40ºC(21). serbuk kering yang dihasilkan dari proses hidrolisis sebanyak
84 g

5.2.2 Pulping
Serbuk hasil hidrolisis dimasukkan ke dalam gelas piala 3 L dan ditambahkan 3 L
NaOH 17,5% lalu dipanaskan dengan suhu 80ºC sambil diaduk menggunakan motor
pengaduk dengan kecepatan 120 ppm selama 2 jam. Selanjutnya dinetralkan dengan
aliran air suling, lalu dikeringkan di dalam oven dengan suhu 40ºC(22). serbuk kering
yang dihasilkan dari proses pulping sebanyak 56 g.

13
14

5.2.3 Bleaching
Serbuk hasil pulping dimasukkan ke dalam gelas piala 3 L dan ditambahkan 1,25 L
H2O2 5% pH 12 (dikondisikan dengan NaOH 40%) lalu dipanaskan dengan suhu
80ºC sambil diaduk menggunakan motor pengaduk dengan kecepatan 200 ppm secara
bertahap selama 2, 3, 3 jam. Pada setiap tahapan selesai, sempel dicuci dengan aliran
air suling hingga netral. Setelah 8 jam, hasil bleaching dikeringkan dalam oven
dengan suhu 40ºC, setelah kering, hasil bleaching dihaluskan(23). serbuk kering yang
dihasilkan dari proses bleaching sebanyak 27 g.

5.3 Pencirian Mikrokristalin Seluosa

5.3.1 Sifat Fisiko Kimia Mikrokristalin Selulosa


i) Identifikasi mikrokristalin selulosa
Sampel ditimbang 10 mg lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan didispersikan
dengan 2 mL larutan ZnCl2 teriodinasi. Perubahan warna larutan menjadi ungu-biru
menunjukan sempel tersebut hidroselulosa(24). Hasil dari pengujian MCCK dan
MCCA berwarna biru-ungu

ii) Identifikasi pati


Sampel sebanyak 0,2 g dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan air
suling sebanyak 10 mL. Setelah itu, diaduk selama 5 menit dan ditetesi larutan iodin
1%. Perubahan warna larutan menjadi ungu-biru menunjukkan sampel mengandung
pati(25). Hasil dari pengujian, MCCK dan MCCA tidak berwarna biru-ungu.

iii) Kelarutan dalam Air


Sampel sebanyak 0,625 g dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10
mL air suling. Setelah itu, diaduk selama 10 menit dan disaring dengan kertas saring.
Filtrat ditampung dalam wadah yang telah diketahui bobot konstannya. Filtrat
dipanaskan pada suhu 105°C selama 1 jam dan dihitung persentase bobot sampel
yang larut dalam air(27). Dari hasil pengujian, kelarutan MCCK sebesar 0,007 g
sedangkan MCCA memiliki persentase kelarutan dalam air 0,0083 g
15

iv) Bulk Density


sampel sebanyak 5 g (w) dituangkan ke dalam gelas ukur 100 mL dan ditentukan
volume sampel (v0). Dari hasil pengujian, MCCK memiliki Bulk Density sebesar
0,175 g/mL sedangkan MCCA 0,357 g/mL. Bulk density ditentukan dengan
persamaan sebagai berikut.(28).

Dbulk =

v) Tap Density
sampel sebanyak 5 g (w) dituangkan ke dalam gelas ukur 100 mL, lalu dimampatkan
dengan kayu silinder dari ketinggian 2,5 cm di atas permukaan yang kasar sekitar 100
ketukan sampai volume konstan. Volume konstan (v1) sampai volume dimampatkan
dan massa setelah dimampatkan dicatat. Dari hasil pengujian, didapatkan Tap Density
dari MCCK adalah 0,227 g/mL sedangkan dari MCCA sebesar 0,454 g/mL. Tap
Density ditentukan dengan persamaan sebagai berikut(26).

Dtap=

vi) Indeks Carr dan Nisbah Hausner


Indeks Carr dan nisbah Hausner ditentukan dari nilai bulk density dan tap density, dan
hasil pengujian menunjukan nilai indeks Carr dan Nisbah Hausner dari MCCK adalah
22,907 % dan 1,272 g/mL, dan nilai pengujian dari MCCA adalah 21,366 % dan
1,297 g/mL. Indeks Carr dan Nisbah Hausner dapat ditentukan dengan persamaan
berikut(26).

Indeks Carr =

Nisbah Hausner =
16

vii) Sudut diam


Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam corong yang diletakkan di tempat yang
statis dengan ketinggian ujung corong 2 cm. Sampel dibiarkan mengalir membentuk
tumpukan kerucut, lalu ketinggian (h) dan jejari (r) diukur. Dari hasil pengujian
didapat sudut diam dari MCCK adalah 23,469º dan sudut diam dari MCCA adalah
22,392º. Sudut diam (θ) dihitung dengan persamaan berikut(26).
Θ = tan-1 h/r

viii) Kadar Air Mikrokristalin Selulosa


Sampel sebanyak 5 g diletakkan dalam alat moisture balance, lalu diidentifikasi kadar
airnya. Hasil pengujian menunjukan kadar air dari MCCK adalah 6% dan kadar air
dari MCCA adalah 7%.

ix) Penentuan pH Mikrokristalin selulosa


Sampel sebanyak 0,2 g dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan air
suling sebanyak 10 mL. Campuran diaduk selama 5 menit dan diukur dengan pH-
meter yang telah dikalibrasi(25). Dari hasil pengujian, pH dari MCCK adalah 6,83 dan
pH MCCA adalah 7,1.

5.3.2 Karakterisasi Bentuk Partikel Serbuk


i) Difraksi Sinar-X Mikrokristalin Selulosa
Serbuk selulosa dicetak dan ditekan dalam lubang wadah sampel dan dihaluskan
dengan lembaran kaca. Pemayaran dilakukan pada 2θ 5° - 65° menggunakan alat
difraktometer sinar-X(26). Hasil bisa dilihat pada gambar V.4

ii) Spektroskopi FTIR


Sampel sebanyak 0,005 g dicampurkan dengan KBr sebanyak 0.1 g, lalu dihaluskan
dan dioven selama 2 jam. Setelah itu, dimasukkan ke dalam wadah sampel FTIR.
Pemayaran dilakukan pada kisaran bilangan gelombang 4000-400 cm-1(26). Hasil bisa
dilihat pada gambar V.4

iii) Scanning electron microscope (SEM)


17

Serbuk mikrokristalin selulosa diletakkan di atas kaca objek dan ditutup, kemudian
diletakkan dibawah lensa mikroskop dan diamati. Hasil bisa dilihat pada gambar V.6
dan V.7
BAB VI
PEMBAHASAN

Penelitian ini diawali dengan melakukan deterinasi tanaman uji Untuk mengatahui
kebenaran jenisnya, tanaman dideterminasi di laboratorium Departemen Biologi
Fakultas MIPA Univeritas Padjajaran. Determinasi untuk memastikan kebenaran
tanaman yang digunakan sehingga tidak terjadi kesalahan penggunaan tanaman lain
yang memiiki bentuk morfologi yang mirip. Hasil menunjukan bahwa tanaman yang
digunakan adalah benar tanaman kelapa (Cocos nucifera L).

Pembuatan mikrokristalin selulosa diawali dengan proses hidrolisis menggunakan


HCl 3% yang akan membentuk H+ dan Cl¯. Gugus H+ dapat memecah ikatan
glikosidik pada selulosa dan hemiselulosa sehingga membentuk monomer-monomer
gula sederhana. Hidrolisis yang dilakukan pada suhu 80°C dapat membantu
melepaskan lignin dari selulosa dan hemiselulosa serta memecah lignin menjadi
partikel kecil(29). Lepasnya lignin membuat selulosa dan hemiselulosa lebih mudah
terhidrolisis.

Selulosa I merupakan struktur asli selulosa yang tidak memiliki ikatan hidrogen di
antara lapisan selulosa, hanya ada gaya van der Waals, sedangkan selulosa II lebih
baik karena memiliki ikatan hidrogen antar lapisan selulosa. Selulosa II terbentuk jika
kisi selulosa I hancur akibat pemekaran dalam larutan basa kuat.

Larutan NaOH merupakan larutan pemekar terbaik dalam proses pulping. Hal ini
disebabkan kecocokan kation Na+ untuk menyusupi pori di antara bidang kisi
selulosa. Penyusupan partikel saing menyebabkan pemekaran apabila diikuti dengan
masuknya molekul air(30).

Proses bleaching menggunakan H2O2 efektif pada media basa. Spesi aktif H 2O2
dihasilkan melalui reaksi disosiasi, yaitu anion peroksida (–OOH). Anion tersebut
akan mengeliminasi gugus kromofor dari lignin. Spesi radikal aktif seperti radikal

18
19

hidroksil (•OH) dan radikal anion superoksida (•O 2-) yang terbentuk melalui
dekomposisi H2O2 akan melarutkan hemiselulosa. Radikal-radikal hasil dekomposisi
awal H2O2 ini selanjutnya akan menghasilkan radikal aktif lainnya. Radikal aktif yang
terbentuk akan bereaksi dengan radikal aktif lainnya menghasilkan oksigen dan anion
hidroksil(31). Anion hidroksil dapat meningkatkan pH yang mengindikasikan
hemiselulosa yang terlarut semakin banyak. Rendemen MCCA sebanyak 27 g.

Pencirian dilakukan agar diketahui kemurnian dan sifat fisiko kimia dari MCC dan
MCCK, berikut hasil pengujian kemurnian dalam tabel V.1.

Kemurniaan MCC dapat ditentukan berdasarkan identifikasi MCC, identifikasi pati,


warna, pH, dan kelarutan dalam air. MCC diidentifikasi menggunakan larutan ZnCl2
teriodinasi yang akan menghasilkan warna biru atau ungu dengan hidroselulosa.
Hidroselulosa adalah selulosa yang mengalami pemutusan ikatan glikosidik karena
pemasukan gugus H+ dari proses hidrolisis dengan menggunakan HCl. pengujian
MCCK dan MCCA menunjukkan uji positif berwarna ungu.

Kandungan pati dideteksi menggunakan larutan iodin yang berwarna biru-ungu


apabila uji positif. MCCK dan MCCA tersebut menunjukkan uji negatif pati yang
menunjukkan bahwa sampel telah bebas dari ketidak murnian terhadap pati karena
pati dapat mempengaruhi sifat fisiko kimia dari MCC.

Warna MCCK yang putih sesuai dengan MCC standar yang menunjukkan kadar
lignin yang rendah tetapi MCCA berwarna cokelat muda yang menunjukan kadar
lignin yang cukup tinggi, itu bisa disebabkan proses hidrolisis, pulping dan bleaching
yang memekarkan selulosa tidak sempurna karena masih terdapat hemiselulosa dan
lignin yang belum terpecah dengan sempurna, kadar lignin yang tinggi dari serabut
kelapa bisa jadi penyebab MCCA berwarna coklat muda sehingga larutan H 2O2 tidak
mampu menghilangkan gugus kromofor pada lignin secara maksimum.
20

MCCK dan MCCA memiliki pH berturut-turut sebesar 6,83 dan 7,1yang sesuai
dengan kisaran pH MCC standar sebesar 5-7.5. Jika MCC dengan pH <5 dan >7.5
dapat menyebabkan overreaction apabila MCC dicampur dengan zat aktif obat (19).
Kelarutan MCC dalam air juga digunakan untuk menentukan kemurnian MCC
berdasarkan kelarutan gula sederhana hemiselulosa seperti xilosa dan manosa dalam
air. Kelarutan gula sederhana lazimnya kurang dari 0.24%(25). Hasil dari pengujian,
kelarutan MCCK adalah 0,007% sedangkan MCCA 0,0083%.

MCCK dan MCCA memiliki kadar air sesuai dengan standar MCC,. Kadar air 6%
digunakan untuk tablet yang lembut, sedangkan MCC dengan kadar air 7% untuk
tablet yang keras(32).

pencirian selanjutnya yaitu pengujian sifat fisiko kimia dari MCCK dan MCCA, hasil
dari pengujian bisi dilihat pada tabel V.2.

Pengujian selanjutnya ialah Bulk density dan Tap density, sifat dari Bulk density dan
Tap density yang baik ialah 0,25-0,50 g/mL dan 0,33-0,70(33). Hasil pengujian dari
MCCK 0,357 dan 0,455, pada MCCA 0,455 dan 0,588. Keduanya memiliki bulk
density dan tap density yang baik. Semakin tinggi tap density, semakin baik
kemampuan MCC menerima tekanan.

Kemampuan mengalir MCC dalam alat pengempaan tablet ditentukan berdasarkan


indeks Carr,nisbah Hausner, dan sudut diam. Semakin besar indeks Carr, semakin
banyak jumlah bubuk MCC yang dapat dipadatkan. Indeks Carr juga digunakan
sebagai acuan laju alir MCC. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa MCCK dan
MCCA memiki nilai indeks Carr 22.907 dan 21.366 dan masuk dalam kategori
mengalir(26).

Nilai nisbah Hausner kurang dari 1.20 menunjukkan sangat mudah mengalir,
sedangkan nilai di atas 1.50 menunjukkan laju alir yang rendah. Berdasarkan nilai
nisbah Hausner MCCK dan MCCA memiliki kemampuan mengalir yang baik. Sudut
diam juga menunjukkan kemampuan mengalir. MCCK dan MCCA dikategorikan
21

sangat mudah mengalir dengan sudut diam 23.496º dan 22,392º (26)
. Semakin kecil
sudut diam, MCC semakin mudah mengalir. Berdasarkan parameter tersebut
menunjukkan MCCK dan MCCA memiliki kemampuan mengalir yang baik di dalam
alat pengempa tablet.

Pencirian selanjutnya yaitu karakterisasi bentuk partikel serbuk MCCK dan MCCA
dengan pengujian difraksi sinar-X serbuk, scanning electron microscope (SEM) dan
spektroskopi FTIR.

Pada pengujian dengan difraksi sinar-X serbuk diperoleh pola difraksi sinar-X serbuk
MCCA memiliki puncak pola yang lebih rendah dibandingkan dengan MCCK dan
derajat kristalinitas pada MCC sebesar 38,138% dan MCCK sebesar 75,472%.
Perbedaan titik puncak pola difraksi sinar-X serbuk diakibatkan oleh adanya Derajat
kristalinitas pada MCC lebih rendah disebabkan oleh kandungan hemiselulosa dan
lignin yang tinggi, sehingga strukturnya lebih amorf. Pada pengujian menggunakan
SEM (Scanning Electron Microscope) dapat dilihat adanya bentuk Kristal dan bentuk
amorf. Pada MCC, terdapat partikel berbentuk amorf dengan partikel yang lebih
besar, partikel tersebut merupakan Selulosa I yang tidak memekar dan pecah pada
proses pulping. Jika dibandingkan dengan Avicel® PH 102, hanya terdapat sedikit
partikel amorf yang besar dan banyak partikel berbetuk Kristal yang banyak.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Mikrokristalin selulosa diperoleh melalui proses hidrolisis, pulping, bleaching. pada
pencirian dengan pengujian sifat fisiko kimia terhadap MCC yang dibandingkan
dengan Avicel® PH 102, masih terdapat kandungan lignin dan hemiselulosa yang
cukup tinggi pada MCC karena proses pulping dan bleaching yang tidak optimal, itu
ditunjukan oleh warna MCC yang cokelat muda. Dugaan adanya kandungan lignin
yang cukup tinggi diperkuat dengan pengujian karakterisasi bentuk partikel serbuk,
karena pada spektrum difraksi sinar-X didapat derajat kristalinitas dari MCC sebasar
38,138% sedangakan Avicel® PH 102 75,472%. Kemudian hasil dari SEM
(Scanning Electron Microscope) terdapat bentuk partikel amorf dan kristal. Pada
MCC bentuk amorf lebih banyak karena kurang optimalnya proses pulping yang
memekarkan selulosa I, sedangkan Avicel® PH 102 hanya sedikit memiliki partikel
amorf.

7.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk membuat formulasi tablet dengan
menggunakan MCC serabut kelapa sebagai bahan tambahan.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Siregar C.J.P, Wikarsa S. (2010) : Teknologi Farmasi Sediaan Tablet: Dasar-


Dasar Praktis. Jakarta: EGC.
2. Halim A, Sahlan E, Slastri E. (2002) : Pembuatan Mikrokristalin Selulosa dari
Jerami Padi (Oryza sativa L) dengan variasi waktu hidrolisa. Jurusan Farmasi,
Fakultas MIPA Universitas Andalas, Padang.
3. Halim A. (1999): Pembuatan dan uji sifat-sifat teknologi mikrokristalin selulosa
dari jerami. J Sains Tek Farm. 4:1-8.
4. Paskawati Y.A, Susyana, Antaresti, Retnoningtyas E.S, Pemanfaatan Sabut
Kelapa Sebagai Bahan Baku Pembuatan Kertas Komposit Alternatif. Widya
Teknik Vol. 9, No. 1, 2010 (12-21)
5. Hutapea J.R. (1993) : Inventaris Tanaman Obat Indonesia ( II ), Badan
Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan, halaman 120, Jakarta.
6. Vaithanomsat, P., W. Apiwatanapiwat, O. Petchoy, and J. Chedchant (2010):
Production of ligninolytic enzymes by white-rot fungus Datronia sp. kapi0039
and their application for reactive dye removal. Int. J. Chemical. Engin. 2010:6
pages doi:10.1155/2010/162504.
7. Holzapple, M., Davison, R., Ross, M., Aldrett-Lee, S., Nagwani, M., Lee, C.-M.,
Lee, C. et al. (1999) :Biomass conversion to mixed alcohol fuels using the
MixAlco process. Aplied Biochemistry andbiotechnologi 79(1): 609-631.
8. Lehninger, A., Nelson, D., Cox, M. (1993) : principles of biochemistry second
edition. Worth. New York.
9. Nuringtyas, T. R. (2010) : Karbohidrat. Yogyakarta : Gajah Mada University
Press.
10. Dirga R. (2012) : Ekstraksi Serat Selulosa Dari Tanaman Eceng Gondok
(Eichornia crassipes) Dengan Variasi Pelarut. Fakultas Teknik, Progam Studi
Teknik Kimia Universitas Indonesia. Depok.
11. Wibisono, S. d. (2002) : Buku Kerja Praktek di Pt Kertas Lecces Persero.
Probolinggo
12. Zabel, R. A., and J. J. Morrell. (1992): General features, recognition and
anatomical aspects of wood decay. In: Wood Microbiology: decay and its
prevention. Academic Press, Inc. San Diego, California. pp. 168–194.

23
24

13. Casey, J. (1980) : Pulp and Paper Chemistry and Chemical Technology (Vol.
IA). New York: Willey Interscience Publisher.
14. Wicaksono, Y. Syifa, N. (2011) : Pengembangan Pati Singkong-Avicel® pH 101
Menjadi Bahan Pengisi Co-Process Tablet Cetak Langsung. Samarinda.
15. Bruno V, Copani A, Knopfel T, Kuhn R, Casabona G, Dell’ Albani P, Condorelli
DF, Nicoletti F. (1995): Activation of metabotropic glutamate receptors coupled
to inositol phospholipid hydrolysis amplifies NMDA-induced neuronal
degeneration in cultured cortical cells. Neuropharmacology 34:1089 –1098.
16. [FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. (1997):
Compendium of Food Additive Specifications. Addendum 5. Roma (IT):
Agriculture and Consumer Protection Department.
17. Azubuike CP, Silva OB, Okhamafe AO. (2012): Pharmacopoeial and
physicochemical properties of α-cellulose and microcrystalline cellulose
powders derived from cornstalks. Int Green Pharm. 6:193-198. doi:
10.4103/0973-8258.104930.

18. Azubuike CP, Okhamafe AO. (2012): Physicochemical, spectroscopic, and


thermal properties of microcrystalline cellulose derivied from corn crobs. Int
Recycling of Org Waste Agric. 1:1-9. doi:10.1186/2251-7715-1-9.
19. Ejikeme PM. (2008): Investigation of the physicochemical properties of
microcrystalline cellulose from agricultural wastes I: orange mesocarp.
Cellulose. 15:141-147. doi: 10.1007/MCC10570-007-9147-7.
20. Sundar ST, Sain MM, Oksman K. (2010): Characterization of microcrystalline
cellulose and cellulose long fiber modified by iron salt. Carbohydr Polym. 80:35-
43. doi:10.1016/j.carbpol.2009.10.072.
21. Park S, Baker JO, Himmel ME, Parilla PA, Johnson DK. (2010): Cellulose
crystallinity index: measurement techniques and their impact on interpreting
cellulase performance. Biotechnol Biofuels. 3:1-10. doi: 10.1186/1754-6834-3-
10.
22. Adel AM, Abd El-Wahab ZH, Ibrahim AA, Al-Shemy MT. (2011):
Characterization of microcrystalline cellulose prepared from lignocellulosic
materials. Part II: physicochemical properties. Carbohydr Polym. 83:676-687.
doi:10.1016/j.carbpol.2010.08.039.
23. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. Tepung Sagu. SNI 3729:2008. Jakarta
(ID): BSN.
24. Sun JX, Xu F, Sun XF, Xiao B, Sun RC. (2005) : Physico-chemical and thermal
characterization of cellulose from barley straw. Polym Degrad Stab. 88:521-531.
25

25. British Pharmacopoeia. 1993. Pharmaceutical Exipients. Ed ke-2. London (GB):


HMSO Pr.

26. Azubuike CP, Okhamafe AO. (2012) : Physicochemical, spectroscopic, and


thermal properties of microcrystalline cellulose derivied from corn crobs. Int
Recycling of Org Waste Agric. 1:1-9. doi:10.1186/2251-7715-1-9.
27. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. Gravimetri. SNI 01-2891-1992. Jakarta
(ID): BSN.
28. Wang Y. (2008) : Cellulose fiber dissolution in sodium hydroxide solution at low
temperature: dissolution kinetics and solubility improvement [tesis]. Georgia
(US): Georgia Institute of Technology.
29. Raharja S, Paryanto I, Yuliani F. (2010) : Ekstraksi dan analisa dietary fiber
daribuah mengkudu (Morinda citrifolia). J Tek Ind Pertan. 14(1): 30-39.

30. Achmadi SS. (1990): Kimia Kayu. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

31. Purwaningsih H. (2012) : Rekayasa biopolimer dari limbah pertanian berbasis


selulosa dan aplikasinya sebagai material separator [disertasi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.

32. Lanz M. (2006) : Pharmaceutical powder technology: toward a science based


understanding of the behavior of powder systems [disertasi]. Basel (CH): Basel
University.

33. The Pharmaceutical Codex. (1994) : Principle and Practice of Pharmaceutics.


Ed ke-12. London (GB): The Pharmaceutical Pr.

34. Haafiz MKM, Eichhorn SJ, Hassan A, Jawaid M. (2013) : Isolation and
characterization of microcrystalline cellulose from oil palm biomass residue.
Carbohydr Polym. 93:628-634. doi: 10.1016/j.carbpol.2013.01.035.
LAMPIRAN 1
HASIL DETERMINASI

26
LAMPIRAN 2
MORFOLOGI TANAMAN KELAPA

Gambar V.2 Buah kelapa (Cocos nucifera L)

Gambar V.3 Serabut kelapa (Cocos nucifera L)

27
LAMPIRAN 3
HASIL PENCIRIAN

Parameter Avicel® PH 102 MCC MCC standar(25)


Warna Putih Cokelat muda Putih
Identifikasi MCC Ungu Ungu Ungu-Biru
Identifikasi Pati Kuning Kuning Tidak ungu-Biru
Kelaruan dalam air 0,007 0,0083 <0,24
Kadar air 6% 7% 7%
pH 6,83 7,1 5-7,5

Tabel V.1 Pencirian kemurnian mikrokristalin selulosa

Parameter Avicel® PH 102 MCC


Bulk Density (g/mL) 0,357 0,455
Tap Density (g/mL) 0,454 0,588
Indeks Carr (%) 21,538 22,366
(mengalir) (mengalir)
Nisbah Hausner 1,275 1,292
Sudut diam (º) 23,496 22,392
(sangat mudah mengalir) (sangat mudah mengalir)

Tabel V.2 Pencirian sifat fisiko kimia mikrokristalin selulosa

28
LAMPIRAN 4

Intensity (counts)
POLA DIFRAKSI SINAR-X SERBUK

3000

2000

1000

0
10 15 20 25 30 35 40
2Theta (°)

Gambar V.4 Pola difraksi sinar-X serbuk

MCCK

MCCA

29
LAMPIRAN 5
SPEKTRUM FTIR

O-H
C-H
C=C aromatik
Transmisi persen

Ikatan β-glikosidik

Bilangan gelombang

Gambar V.5 Spektrum FTIR

MCCK

MCCA

Puncak (cm-1) Indikasi


800-900 Ikatan β-glikosidik(34)
1500-1600 C=C aromatik
2850-2970 C-H
3200-3600 O-H

30
LAMPIRAN 6
SCANNING ELECTRON MICROSCOPE

Gambar V.6 SEM Avicel® PH 102

Gambar V.7 SEM MCC

31
LAMPIRAN 7
PERHITUNGAN

1. Kelarutan dalam air


Kelarutan dalam air = berat akhir (w1) – berat awal (w0)
(Avicel® PH 102) = 86,649 – 86,843
= 0,007 g

Kelarutan dalam air = berat akhir (w1) – berat awal (w0)


(MCC) = 78,1853 - 78,177
= 0,0083 g

2. Bulk density
Dbulk
=
(Avicel® PH
102)
=

= 0,357 g/Ml

Dbulk
=
(MCC)

= 0,455 g/Ml

32
33

LAMPIRAN 8
(LANJUTAN)

3. Tap density
Dtap
=
(Avicel® PH
102)
=

= 0,455 g/mL

Dtap
=
(MCC)

= 0,588 g/mL

4. Indeks Carr
Indeks Carr
=
(Avicel® PH 102)

= 21,538 %
34

Indeks Carr
=
(MCC)

= 22,619 %

LAMPIRAN 8
(LANJUTAN)

5. Nisbah Hausner
Nisbah Hausner
=
(Avicel® PH 102)

= 1,275

Nisbah Hausner
=
(MCC)

= 1,292
35

6. Sudut diam
Θ = tan-1 h/r
(Avicel® PH 102)
= tan-1 1,4/6,2
= 23,496

Θ = tan-1 h/r
(MCC)
= tan-1 0,7/4,9
= 22,392

LAMPIRAN 8
(LANJUTAN)

7. Derajat Kristalinitas
Cr J
=
(Avicel® PH 102)

= 75,472 %

Cr J
=
(Avicel® PH 102)
36

= 38,138 %

Anda mungkin juga menyukai