Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS PANGAN LANJUT

ANALISIS Escherichia Coli DAN Staphylococcus Aureus MENGGUNAKAN DISC


DIFFUSION AGAR TEST, MINIMUM INHBITORY CONCENTRATION (MIC),
MINIMUM BACTERICIDAL CONCENTRATION (MBC).

Oleh Kelompok I :
Chandra Yustitia Malau (F2501221010)
Septa Indriza (F2501222056)
Salsabila Shafa (F2501222058)
Afifah Khairunnisa (F2501222068)

Kelas Paralel 2 (P2)


Dosen :
Dr. Uswatun Hasanah, S.T.P., M.Si

PROGRAM STUDI ILMU PANGAN


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ iv
I. PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Tujuan Praktikum ........................................................................................................ 2
II. METODE PRAKTIKUM ..................................................................................................... 3
2.1 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................................................... 3
2.2 Alat dan Bahan ............................................................................................................ 3
2.3 Prosedur Kerja ............................................................................................................. 3
2.3.1 Praktikum Skrining Aktivitas Antimikroba - Uji difusi dengan kertas Cakram .. 3
2.3.2 Praktikum Pengujian dan Penentuan MIC dan MBC - Pengujian dengan metode
makrodilusi ......................................................................................................................... 4
III HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................................. 5
3.1 Skrining Aktivitas Antimikroba ....................................................................................... 5
3.2 MIC Dan MBC ................................................................................................................. 9
IV. KESIMPULAN.................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 14

ii
DAFTAR TABEL

Tabel halaman
1. Hasil Skrining Aktivitas Antimikroba ...................................................................................5
2. Nilai MIC dan MBC........................................... ............................................................... .10

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman
1. Pengenveran Ekstrak cengkeh .......................................................................................... ..18
2. Hasil Uji Difusi dengan Keras Cakram ...............................................................................18
3. Hail Pengukuran MBC ........................................................................................................19

iv
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Food and Drug Administration, 2020 menyatakan makanan atau air yang terkontaminasi
dengan E.coli tertentu dapat menyebabkan penyakit gastrointestinal ringan hingga berat.
Beberapa jenis E.coli patogen (penyebab penyakit). Seperti E.coli penghasil toksin Shiga
(STEC). Tingkat keparahan atau adanya gejala tertentu terjadi tergantung pada jenis E.coli
patogen yang menyebabkan kondisi yang menyebabkan infeksi. Beberapa infeksi dapat
menyebabkan diare berdarah parah dan menyebabkan kondsi yang mengancam jiwa, seperti
jenis gagal ginjal yang disebut sindrom uremik hemolitik (HUS, atau perkembangan tekanan
darah tinggi, penyakit ginjal kronis, dan masalah neurologis. Cengkeh (syzygium
aromaticum) merupakan tanaman asli Maluku (Indonesia) yang merupakan tanaman yang
tergolong dalam famili Mrtaceae pada ordo Myrtale (Wael et all, 2018). Hampir semua
bagian tanaman cengkeh, yakni bunga, ganggang bunga dan daun cengkeh mengandung
minyak cengkeh. Minyak cengkeh ini juga dikenal dengan nama minyak atsiri cengkeh yang
dikenal dengan eugenol (Tulugen, 2019).
Minyak atsiri atau Essential Oils merupakan metabolit sekunder tanaman yang tersusun
dari campuran kompleks hidrokarbon terpenik, terutama monoterpane, dan turunan
teroksigenasi seperti aldehida, keton, epoksida, alkohol dan ester (Dagli et al, 2015). Minyak
atsiri cengkeh dapat digunakan sebagai antibakteri alami terhadap bakteri perusak makanan
di antaranya Escherecia coli, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus dan Pseudomonas
aeruginosa. Keempat bakteri tersebut merupakan kelompok bakteri patogen penyebab
keracunan makanan dan menyebabkan infeksi saluran pencernaan (Radiastuti, 2009). Ekstrak
minyak cengkeh memiliki kandungan minyak esensial yang menonjol diantara tanaman obat
lainnya. Cengkeh (S.aromaticum) dapat berfungsi sebagai obat luka, antibakteri, antioksidan,
rempah dan penyedap makanan. Senyawa kimia yang terkandung dalam cengkeh adalah
fenol flavonoid, hidroksi benzoat dan asam hydrokinetic, dengan kandungan senyawa kimia
utama eugenol (Kalalo et al, 2020). Selain itu, minyak atsiri dari cengkeh memiliki efek
antifungi (Eman et al, 2015).
Antimikroba merupakan salah satu sifat atau karateristik yang dikenal dari minyak atsiri,
antimikroba merupakan suatu zat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau kapang
(bersifat sebagai bakteriostatik dan fungistatik) bahkan dapat membunuh bakteri atau kapang
tersebut (bakterisidal dan fungisuda) (Willapangga dan Syahputra, 2018). Karena minyak
atsiri memiliki sifat antimikroba, maka perlu diketahui bagaimana minyak atsiri terutama
minyak cengkeh dapat menghambat bahkan membunuh suatu mikroba. Oleh karena itu perlu
dilakukan uji MIC dan MBC serta penyaringan terhadap sifat antimikroba dan minyak
cengkeh dengan salah satu metode, yaitu metode kertas cakram. Pengujian MIC dan MBC
pada praktikum ini dilakukan dengan metode mikrodilusi meliputi inokulasi sebagai indikator
bakteri dari berbagai variasi konsentrasi.

1
1.2 Tujuan Praktikum

1. Melakukan skrining aktivitas antimikroba ekstrak atau minyak atsiri tanaman atau
rempah dengan metode difusi agar-kertas cakram (Disc-diffusion agr test)
2. Menentukan nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dan Minimum Bacteridal
Concentration (MBC) dari masing-masing ekstrak/minyak atsiri terhadap masing-
masing bakteri uji

2
II. METODE PRAKTIKUM

2.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Praktikum ini dilakukan pada hari Kamis, 4 April 2023 sampai dengan Sabtu, 6 April 2023 di
Laboratorium Mikrobiologi Ilmu Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor.

2.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cawan petri, tabung reaksi, rak tabung
reaksi, mikropipet, vorteks, jangka sorong, inkubator, pinset, swab steril, dan bunsen.

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah kultur cair bakteri uji Escherichia
coli dan Staphylococcus aureus (umur 24 jam, dibuat pengenceran 10-1 atau setara dengan 0,5
McFarland), media cawan agar NA padat, Media Nutrient broth, senyawa antimikroba berupa
ekstrak cengkeh, ekstrak kayu putih, dan ekstrak daun sirih, larutan DMSO, serta kertas
saring berbentuk cakram steril dengan diameter 6 mm.

2.3 Prosedur Kerja

2.3.1 Praktikum Skrining Aktivitas Antimikroba - Uji difusi dengan kertas Cakram

1. Media agar steril disiapkan.


2. Bakteri uji diinokulasikan dengan cara menyebarkan pada permukaan cawan agar
steril secara merata menggunakan swab steril.
3. Kertas cakram berbentuk bulat steril dengan diamater 6 mm disiapkan.
4. Senyawa antimikroba dengan berbagai konsentrasi diteteskan sebanyak 60 μL di atas
kertas cakram pada cawan steril tanpa media. Kertas cakram dibiarkan menyerap
senyawa tersebut. Pelarut pengencer senyawa antimikroba digunakan sebagai kontrol.
5. Kertas cakram ditiriskan dan diletakkan di atas permukaan agar steril yang telah
memadat.
6. Cawan tersebut diinkubasikan selama 24-48 jam pada suhu 30oC.
7. Keberadaan efek penghambatan dari senyawa antimikroba diamati dengan mengukur
zona bening yang terbentuk di sekitar kertas cakram dengan menggunakan jangka
sorong.
8. Efektivitas penghambatan dari setiap senyawa antimikroba pada masing-masing
bakteri uji dihitung dan dilaporkan.

2.3.2 Praktikum Pengujian dan Penentuan MIC dan MBC - Pengujian dengan metode
makrodilusi

1. 6 tabung berisi NB steril disiapkan.


2. 1 mL senyawa antimikroba dengan konsentrasi 50% dipipet ke dalam tabung NB
pertama dan dikocok.
3. Campuran NB dan senyawa antimikroba pada tabung pertama dipipet ke dalam
tabung NB kedua dan diulang seterusnya sampai tabung terakhir sehingga diperoleh

3
konsentrasi senyawa antimikroba yaitu 25%, 12,5%, 6,25% 3,125%, 1,6%, dan
0,4%.
4. 1 mL dari tabung 0,4% dibuang sehingga diperoleh seri tabung masing-masing 1 mL
pada setiap konsentrasi.
5. Suspensi bakteri yang setara dengan 0,5 McFarland diinokulasikan sebanyak 0,1 mL
pada masing-masing media cair NB dengan sneyawa antimikroba.
6. Tabung-tabung tersebut diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.
7. Pertumbuhan mikroba pada tabung yang berisi media cair diamati (kekeruhan,
endapan, atau terbentuknya lapisan).
8. Nilai MIC dihitung dan dilaporkan.
9. Campuran dari masing-masing tabung digoreskan menggunakan jarum ose pada agar
cawan NA. Satu cawan NA agar digunakan untuk membuat dua goresan.
10. Cawan-cawan tersebut diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.
11. Pertumbuhan koloni pada cawan petri diamati.
12. Nilai MBC ditentukan dan dilaporkan.

4
III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Skrining Aktivitas Antimikroba

Tabel 1. Hasil Skrining Aktivitas Antimikroba

Diameter zona hambat (mm)


Perlakuan
100% 50% 25% 12,5% Kontrol
Ekstrak cengkeh : S. 7,50 ± 0,71 9,50 ± 6,50 ± 8,00 ± 7,00 ± 0
aureus 3,54 0,71 2,83
Ekstrak cengkeh : E.coli 36,00 21,90 11,00 12,00 12,00
*
Ekstrak kayu putih : S. 24,17 ± 20,17 ± 14,34 ± 14,33 ± 8,30 ±
aureus 3,06 4,01 0,47 2,83 1,84
Ekstrak kayu putih : 8,05 ± 0,35 7,80 ± 7,75 ± 7,55 ± 8,00 ±
E.coli 0,42 0,07 0,21 1,28
Ekstrak sirih : S. Aureus 14,16 ± 11,30 ± 7,97 ± 7,41 ± -
0,53 0,65 0,59 0,09
Ekstrak sirih : E.coli 11,48 ± 1,4 8,24 ± 7,60 ± 7,06 ± -
0,99 0,93 1,03
Keterangan (*): satu kali ulangan

Senyawa antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat
pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Mekanisme aktivitas penghambatan antimikroba
menurut Rohmawati (2010), dapat melalui beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain
mengganggu komponen penyusun dinding sel, bereaksi dengan membran sel sehingga
mengakibatkan peningkatan permeabilitas dan menyebabkan kehilangan komponen penyusun
sel, menginaktifkan enzim esensial yang berakibat pada terhambatnya sintesis protein, serta
destruksi atau kerusakan fungsi material genetik. Selain itu, senyawa antimikroba juga dapat
menghambat kerja enzim intraseluler. Menurut Setianingsih (2010), senyawa antimikroba
dapat memiliki berbagai efek, seperti bakterisidal (membunuh bakteri), bakteriostatik
(menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik
(menghambat pertumbuhan kapang), serta germisidal (menghambat germinasi spora bakteri).

Tujuan pengujian aktivitas antimikroba adalah untuk menentukan potensi suatu


senyawa dalam suatu bahan yang memiliki aktivitas sebagai antimikroba terhadap suatu
bakteri.. berbagai metode dapat digunakan untuk mengevaluasi atau menilai aktivitas
antimikroba suatu ektrak atau bahan murni. Pengujian aktivitas antimikroba dapat dilakukan
dengan in vtro, yaitu uji aktivitas antimikroba dengan senyawa antimikroba yang tidak
diaplikasikan lansung kepada hewan tetapi memakai media kultur tertentu (Rastina, 2015).
Metode utama pada uji aktivitas antimikroba adalah metode difusi dan dilusi.

Metode difusi digunakan untuk menentukan sensitivitas mikroba uji terhadap agen
antimikroba. Metode difusi yang digunakan dalam praktikum adalah metode difusi cakram
yang merupakan metode yang paling sering digunakan dimana cara kerja difusi cakram yaitu
antibakteri fraksi yang akan diuji diserapkan pada kertas cakram dan ditempelkan pada media

5
agar yang telah dihomogenkan dengan bakteri kemudian diinkubasi sampai terlihat zona
hambat didaerah sekitar cakram. Area jernih pada permukaan media agar mengindikasikan
adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba. Kelebihan metode
difusi ini adalah mudah dilakukan karena tidak memiliki alat khusus dan mencakup
fleksibilitas yang lebih besar dalam memilih obat yang akan diperiksa (Katrin et al., 2015).

Pada praktikum kali ini senyawa antimikroba yang digunakan yaitu ekstrak cengkeh,
ekstrak kayu putih dan ekstrak sirih dengan mikroba sebagai target yaitu S. aureus yang
merupakan bakteri Gram positif dan E.coli yang merupakan bakteri Gram negatif yang kedua
jenis bakteri ini merupakan bakteri patogen yang dapat kontaminasi dan penyebab kerusakan
makanan (Tong et al., 2015). Pada percobaan pertama yaitu menggunakan ekstrak cengkeh,
senyawa pada cengkeh yang berperan aktif dalam menghambat pertumbuhan bakteri adalah
eugenol, tanin, saponin, flavonoid dan alkaloid (Azizah et al., 2017). Eugenol merupakan
senyawa hidrofobik yang mampu mendisrupsi membran sitoplasma bakteri yang
mengakibatkan peningkatan permeabilitas. Akibatnya terjadi kebocoran ion dan hilangnya
komponen protein intraseluler yang mengakibatkan kematian sel (Devi, et al., 2010). Tanin
menghambat enzim reserve tranciptase dan DNA topoisomerase sehingga bakteri tidak dapat
terbentuk (Nuria et al., 2009). Tanin juga mempunyai target pad polipeptida dinding sel
sehingga pembentukan dinding sel menjadi kurang sempurna. Hal ini menyebabkan sel
bakteri menjadi lisis sehingga sel bakteri akan mati. Saponin akan menurunkan tegangan
permukaan dinding sel bakteri sehingga mengakibatkan permeabilitas meningkat, terjadi
kebocoran sel dan mengakibatkan komponen intraseluler akan keluar (Nuria et al., 2009).

Praktikum ini menggunakan kontrol negatif yang berupa akuades dan dimethyl
sulfoxide (DMSO). Akuades dan DMSO yang digunakan diuji efek antimikrobanya,
bertujuan untuk membandingkan aktivitas penghambatannya agar dapat diketahui apakah
pelarut yang digunakan mempengaruhi aktivitas antibakteri dari sampel secara signifikan atau
tidak. DMSO adalah salah satu pelarut yang dapat melarutkan hampir semua senyawa baik
polar maupun non polar. DMSO merupakan senyawa yang memiliki toksisitas rendah,
memiliki efek antiinflamasi, dan analgetik (Rahmi dan Putri, 2020).

Berdasarkan hasil pengamatan menggunakan ekstrak cengkeh dengan metode duplo


pada bakteri S. aureus yang ditunjukan oleh terbentuknya zona hambat berturut-turut pada
konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5% yaitu sebesar 7,50±0,71 mm, 9,50±3,54 mm, 6,50±0,71
mm, 8,00±2,83 mm. Jika dibandingkan dengan kontrol memiliki zona hambat sebesar 7,00±0
mm. Sedangkan dalam pengamatan menggunakan bakteri E.coli menghasilkan zona hambat
berturut-turut pada konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5% yaitu sebesar 36,00 mm, 21,90 mm,
11,00 mm, 12,00 mm. Jika dibandingkan dengan kontrol memiliki hasil zona hambat 12,00
mm. Menurut hasil penelitian Utami dan Darmawati (2019) bahwa semakin tinggi ekstrak
cengkeh maka semakin besar zona hambat disekitar sumuran/cakram. Semakin tinggi
konsentrasi ekstrak, menyebabkan meningkatnya kandungan senyawa aktif yang berfungsi
sebagai antibakteri, sehingga kemampuan dalam membunuh bakteri juga akan semakin besar
(Marselia et al., 2015). Aktivitas antimikroba yang mengacu pada metode berdasarkan
diameter zona hambatnya dapat dikategorikan zona hambat kuat (diameter ≥ 20 mm), zona
hambat sedang (12 mm < diameter < 20 mm), dan lemah/tidak ada (diameter < 12 mm) (Rao

6
et al., 2019). Hal tersebut menunjukkan bahwa aktivitas antimikroba ekstrak cengkeh pada
S.aureus tergolong zona hambat lemah/tidak menghambat sedangkan aktivitas antimikroba
ekstrak minyak cengkeh pada E.coli tergolong sedang hingga kuat.

Perbedaan yang signifikan aktivitas antimikroba minyak cengkeh pada S.aureus dan
E.coli ini tidak sesuai dengan pendapat Maryati (2007), bahwa efek antimikroba pada bunga
cengkeh yaitu eugenol merupakan senyawa hidrofobik yang dapat dengan mudah melewati
dan merusak dinding sel bakteri gram negatif yang memiliki konsentrasi lipid yang tinggi,
oleh karena itu bakteri S.aureus lebih kurang resisten terhadap antimikroba dibandingkan
dengan E.coli. Perbedaan hasil yang diperoleh diduga karena faktor human eror. Hal ini
sesuai dengan literatur dimana adanya perbedaan tempat tumbuh tanaman, kandungan
minyak atsiri, sensitivitas bakteri yang digunakan, kesalahan dalam proses pengenceran
maupun proses penggoresan mikroba (Ula, 2014)

Pengamatan menggunakan senyawa antimikroba ekstrak kayu putih pada bakteri S.


aureus yang ditunjukan oleh zona hambat berturut-turut pada konsentrasi 100%, 50%, 25%,
12,5% yaitu sebesar 24,17±3,06 mm, 20,17±4,01 mm, 14,34±0,47 mm, 14,33±0,47 mm. Jika
dibandingkan dengan kontrol yang memiliki nilai zona hambat 8,30±1,84 mm hasil dari
beberapa konsentrasi tersebut jauh lebih tinggi dengan penambahan ekstrak kayu putih, hasil
diameter zona hambat menunjukkan bahwa kontrol DMSO tergolong lemah/tidak
mempengaruhi penghambatan bakteri, sesuai dengan Rahmi dan Putri (2020), bahwa
penggunaan DMSO sebagai pelarut tidak berpengaruh terhadap hasil uji. Hasil pengujian
menggunakan ekstrak kayu putih pada mikroba E.coli yang ditunjukan oleh zona hambat
berturut-turut pada konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5% yaitu sebesar 8,05±0,35 mm,
7,80±0,42 mm, 7,75±0,07 mm, 7,55±0,21 mm dengan nilai kontrol sebesar 8,00±1,28 mm.
Berdasarkan pendapat (Rao et al., 2019) aktivitas antimikroba memiliki respon hambatan
pada S. aureus tergolong sedang hingga kuat, sedangkan respon hambatan pada E.coli
tergolong lemah/tidak ada. Hasil dari pengujian dari senyawa ekstrak minyak kayu putih
terhadap S. aureus, dan E.coli menunjukan bahwa diameter zona hambat S. aureus lebih
besar dari E.coli, hal ini menunjukan bahwa E.coli lebih sulit untuk dihambat.

Bakteri Gram negatif memiliki dinding sel yang kompleks yaitu terdiri dari membran
luar, lipoprotein, dan lipopolisakarida sehingga membatasi difusi senyawa hidrofobik ke
dalam. Membran yang sangat kompleks ini tidak ada pada bakteri Gram positif namun ada
dinding peptidoglikan yang tidak cukup padat sehingga tidak mampu menahan molekul
antimikroba yang berukuran kecil dan memfasilitasi akses ke dalam membran sel. Selain itu
bakteri gram positif dapat memudahkan infiltrasi senyawa hidrofobik seperti minyak atsiri
karena adanya ujung lipofilik yang ada di yang ada di dalam membran sel (Chouhan et al.,
2017).

Ekstrak kayu putih memiliki senyawa 1,8-sineol, α-terpineol, α-pinen, ß-pinen pada
minyak atsiri daun kayu putih diketahui memiliki aktivitas antibakteri (Kulkarni et al., 2012).
Keempat senyawa tersebut merupakan senyawa monoterpen hidrokarbon sebagai antibakteri
dengan spektrum luas. Cara kerja keempat senyawa tersebut dalam menghambat
pertumbuhan bakteri yaitu melalui proses terbentuknya dinding sel, merusak membran sel,

7
menghambat kerja enzim, dan menghancurkan material genetik yang ada pada bakteri
(Hakim et al., 2019).

Pengamatan aktivitas antimikroba menggunakan ekstrak sirih pada bakteri S. aureus


yang ditunjukan oleh zona hambat berturut-turut pada konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5%
yaitu sebesar 14,16±0,53 mm, 11,30±0,65 mm, 7,97±0,59 mm, 7,41±0,09 mm. pada kontrol
menggunakan akuades menghasilkan diameter zona hambat 0 mm yang artinya akuades tidak
dapat menghambat mikroba. Hasil pengujian menggunakan ekstrak kayu putih pada mikroba
E.coli yang ditunjukan oleh zona hambat berturut-turut pada konsentrasi 100%, 50%, 25%,
12,5% yaitu sebesar 11,48±1,4 mm, 8,24±0,99 mm, 7,60±0,93 mm, 7,06±1,03 mm dan nilai
kontrol menggunakan akuades 0 mm. Berdasarkan pendapat (Rao et al., 2019) ekstrak sirih
memiliki aktivitas antimikroba dengan respon hambatan pada S. aureus tergolong sedang
hingga lemah/tidak ada, serta respon hambatan ekstrak sirih pada E.coli tiap konsentrasi
tergolong lemah/tidak ada.

Perbedaan besarnya zona hambat pada masing-masing konsentrasi dapat diakibatkan


antara lain perbedaan besar kecilnya konsentrasi atau sedikitnya kandungan zat aktif
antimikroba yang terkandung di dalam fraksi, kecepatan difusi bahan antimikroba ke dalam
medium, kepekaan pertumbuhan bakteri, reaksi antara bahan aktif dengan medium dan
temperatur inkubasi, pH lingkungan, komponen media, waktu inkubasi, dan aktivitas
metabolik mikroorganisme (Salni, 2011).

Pada tabel 1. terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak sirih maka aktivitas
penghambatannya semakin kuat. Ekstrak sirih efektif menghambat bakteri Gram positif dan
Gram negatif dengan diameter penghambatan bervariasi antara 7,06 mm sampai 14,16 mm.
Ekstrak sirih lebih mudah dalam menghambat bakteri Gram negatif dari pada Gram positif
sehingga menghasilkan diameter hambat yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan pendapat
Suliantari (2008), bahwa bakteri yang paling tahan dalam penghambatan antimikroba adalah
bakteri E. coli yaitu dengan diameter penghambatan bervariasi antara 7 – 12.3 mm.

Penghambatan mikroba oleh ekstrak sirih disebabkan oleh kandungan senyawa


didalamnya. Daun sirih terdapat eugenol dan hidroksikavikol yang mempunyai aktivitas
antimikroba, sedangkan menurut Duke (2002), dalam daun sirih ditemukan adanya bahan
kimia yang mempunyai aktivitas antibakteri yaitu: kavikol, kavibetol, tanin, eugenol,
karvakrol, kariofilen dan asam askorbat. Selain hidroksikavikol, ekstrak daun sirih
mengandung dan asam-asam lemak seperti asam stearat dan palmitat yang mempunyai
aktivitas antimikroba terhadap bakteri. Pada penelitian-penelitian tersebut digunakan daun
sirih secara umum tanpa disebutkan spesifikasi jenis daunnya. Sementara itu penelitian
Suliantari (2008) menunjukkan adanya indikasi bahwa jenis daun mempengaruhi tingkat
aktivitas antimikroba. Sirih hitam diketahui memiliki aktivitas antimikroba paling kuat,
kemudian diikuti oleh sirih hijau, sirih kuning dan sirih merah.

Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antimikroba dari 3 jenis ekstrak terlihat bahwa
ekstrak kayu putih lebih kuat dalam menghambat S.aureus diikuti oleh ekstrak sirih dan
ekstrak cengkah, sedangkan pada penghambatan mikroba E.coli paling kuat dalam

8
penghambatan yaiitu ekstrak cengkeh diikuti oleh ekstrak sirih dan ekstrak kayu putih.
Menurut Machwan et al (2016), bahwa aktivitas antibakteri dari minyak atsiri berhubungan
erat dengan komponen yang terkandung terkandung dalam minyak atsiri tersebut. Terpenoid
(terpena teroksigenasi) menunjukkan aktivitas antibakteri yang kuat, sementara turunan
terpena hidrokarbon memiliki sifat antibakteri yang lebih rendah, karena kelarutan airnya
yang sangat rendah membatasi difusi melalui media.

Minyak atsiri yang mengandung senyawa dengan gugus alkohol, aldehida, fenol, dan
ester diketahui memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Minyak atsiri yang mengandung
aldehida atau fenol, seperti cinnamaldehyde, citral, carvacrol, eugenol atau thymol sebagai
komponen utama menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi, diikuti oleh minyak atsiri yang
mengandung alkohol terpena. Minyak atsiri lain yang mengandung keton atau ester, seperti
β-myrcene, α-thujone atau geranyl acetate memiliki aktivitas yang jauh lebih lemah. Minyak
atsiri yang mengandung hidrokarbon terpena biasanya tidak aktif (Henri et al., 2012). Di sisi
lain, karakter lipofilik dari kerangka hidrokarbon minyak atsiri dan karakter hidrofilik dari
kelompok fungsionalnya penting dalam aksi antimikroba dari komponen minyak atsiri. Oleh
karena itu, peringkat aktivitas telah diteliti dan menunjukkan bahwa gugus fenol > aldehida >
keton > alcohol > ester > hidrokarbon dalam hal aktivitas antimikroba (Kalemba and
Kunicka, 2003). Aktivitas antibakteri dari minyak atsiri selain dipengaruhi oleh jenis gugus
dalam komponen kimianya, dipengaruhi juga oleh sinergi dari komponen-komponen kimia
yang ada di dalamnya.

3.2 MIC Dan MBC

Minimum inhibitory concentration (MIC) adalah konsentrasi terendah dari suatu


senyawa antimikroba dimana pertumbuhan bakteri benar-benar terhambat (Andrew,2001).
MIC adalah konsentrasi minimum sebagai antimikroba yang dapat menghambat
mikroorganisme sesudah 18 sampai dengan 24 jam setelah masa inkubasi (Golan,2008).
Sedangkan Minimum bactericidal concentration (MBC) adalah konsentrasi terendah dari
suatu senyawa antimikroba dimana tidak terdapat pertumbuhan bakteri pada media tertentu.
MBC adalah konsentrasi minimum ekstrak yang dapat membunuh bakteri (Fadlila,2016).
Perhitungan MIC dapat ditentukan dari konsentrasi dimana Bakteri tidak lagi tumbuh yang
dapat dilihat secara visual. Inilah cara memeriksa dan mencari tahu apakah Media cair yang
digunakan untuk inokulasi bakteri masih bening atau keruh. Sedangkan Jika keruh berarti
bakteri masih tumbuh pada konsentrasi tersebut. Tetapi, Jika media tetap jernih, berarti tidak
ada bakteri yang tumbuh. MBC dapat ditentukan dengan mengamati bakteri yang tidak
tumbuh pada konsentrasi apa pun dalam media agar padat yang diinokulasi. Nilai MBC
ditentukan ketika konsentrasi konstan bakteri yang tidak tumbuh di media. Hasil pengamatan
praktikum penentuan MIC dan MBC dapat dilihat pada tabel 2.

9
Tabel 2. Nilai MIC dan MBC

Kel sampel Konsentrasi MIC MBC


50 25 12,5 6,25 3,12 1,56
1 Cengkeh : - - - + + + 12,5 25
S.aureus
2 Cengkeh : - - - - - + 3,12 3,12
E.coli
3 Kayu putih - - - - + + 6,25 50
: S.aureus
4 Kayu putih - - - - + + 6,25 6,25
: E.coli
5 Daun sirih - - - - - + 3,12 6,25
: S.aureus
6 Daun sirih - - - - + + 6,25 12,5
: S.aureus

Pada praktikum didapatkan hasil nilai MIC sampel esktrak cengkeh yang digunakan
pada bakteri S.aureus sebesar 12,5 dan bakteri E.coli sebesar 3,12. Cengkeh memiliki efek
antibakteri yang luas karena dapat menghambat bakteri, jamur, protozoa dan virus. Nilai
MIC-nya untuk bakteri Gram-positif dan Gram-negatif menunjukkan daya hambat yang baik.
Cengkeh menunjukkan aktivitas bakteri terhadap beberapa bakteri (Pathirana et al., 2019).
Pada hasil praktikum dapat diketahui bahwa ekstrak cengkeh lebih berpengaruh terhadap
bakteri S.aureus daripada bakteri E.coli. hal ini dapat dilihat pada konsentrasi 12,5
pertumbuhan bakteri S.aureus sudah terhambat sedangkan pada bakteri E.coli pertumbuhan
baru terhambat pada konsentrasi 3,12. Pada hasil praktikum didapatkan juga nilai MBC pada
sampel ekstrak cengkeh dimana pada bakteri S.aureus sebesar 25 dan pada bakteri E.coli
sebesar 3,12. Dimana ekstrak cengkeh pada bakteri S.aureus pada konsentrasi 25 tidak
ditemukan pertumbuhan mikroba sedangkan pada bakteri E.coli tidak ditemukan
pertumbuhan mikroba pada konsentrasi 3,12. Penghambatan Gram-positif lebih besar
daripada Gram-positif (Saikumari et al., 2016), dan cengkeh menunjukkan nilai MIC yang
sangat rendah atau sangat kuat terhadap beberapa Gram-negatif (Moon et al., 2016). al.,
2011). Terbentuknya zona hambat disebabkan oleh adanya senyawa antibakteri pada daun
cengkeh yaitu zat aktif antara lain alkaloid, flavonoid, tanin, saponin dan fenol (Nwokocha et
al. 2012).

Pada praktikum didapatkan nilai MIC sampel ekstrak kayu putih yang digunakan pada
bakteri S.aureus sebesar 6,25 dan bakteri E.coli sebesar 6,25. Pada hasil praktikum dapat
diketahui bahwa ekstrak kayu putih sama berpengaruh terhadap bakteri S.aureus dan bakteri
E.coli. pada praktikum didapatkan nilai MBC sampel esktrak kayu putih yang digunakan
pada bakteri S.aureus sebesar 50 dan pada bakteri E.coli sebesar 6,25. Ekstrak kayu putih
memiliki aktivitas antibakteri yang diduga dipengaruhi oleh kandungan senyawa utama yaitu

10
senyawa 1,8-sineol dan alfa-terpineol. Sebuah studi oleh Li et al. (2009) menemukan bahwa
senyawa 1,8-cineol dan alpha-terpineol memiliki aktivitas antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan cara merusak mesin membran sel.
Penelitian Oyedemi dkk. (2009) juga menemukan bahwa mekanisme antibakteri komponen
α-terpineol bergantung pada perubahan permeabilitas membran yang dapat menyebabkan
lisis sel. Hal ini telah dikemukakan oleh Pelczar dan Chan (1988). Membran sel memainkan
peran penting dalam permeabilitas, transportasi nutrisi ke dalam sel, dan pelepasan metabolit
keluar dari sel. Ketika membran sel rusak, fungsi permeabilitas membran juga ikut rusak
sehingga menyebabkan sel tersumbat dan mati.

Pada praktikum didapatkan nilai MIC sampel ekstrak daun sirih yang digunakan pada
bakteri S.aureus sebesar 3,12 dan bakteri E.coli sebesar 6,25. pada hasil praktikum dapat
diketahui bahwa ekstrak daun sirih lebih berpengaruh terhadap bakteri E.coli dibandingkan
dengan bakteri S.aureus. dimana dapat dilihat ekstrak daun sirih pada bakteri E.coli sudah
terhambat pada konsentrasi 6,25 sedangkan pada bakteri S.aureus bakteri terhambat pada
konsentrasi 3,12. Kadar MIC (Minimum Inhibitory Concentration) pada ekstrak hasil refluks
dan maserasi dapat dipengaruhi oleh faktor lain, terutama kinerja bahan aktif dalam
menghambat bakteri. Karena bakteri Gram positif dan negatif memiliki struktur yang
berbeda, maka proses penghambatan yang terjadi juga berbeda. Dinding sel bakteri Gram-
positif Staphylococcus aureus mengandung lapisan peptidoglikan yang lebih tebal dan
polisakarida yang disebut asam teichoic. Berbeda dengan bakteri Gram positif, dinding sel E.
coli memiliki lapisan peptidoglikan dan lipopolisakarida yang lebih sedikit (Pagliauro et al,
2016). Karena perbedaan struktur ini mempengaruhi perbedaan mekanisme antibakteri kedua
ekstrak tersebut, maka nilai MIC yang dihasilkan atau ambang batas minimal inhibisi juga
berbeda. Pada praktikum juga didapatkan nilai MBC sampel ekstrak daun sirih yang
digunakan pada bakteri S.aureus sebesar 6,25 dan pada bakteri E.coli sebesar 12,5.Aktivitas
antibakteri ekstrak etanol daun sirih hijau sangat dipengaruhi oleh adanya senyawa aktif
flavonoid, saponin dan tanin yang masing-masing memiliki mekanisme antibakteri yang
berbeda. Senyawa flavonoid mengganggu membran sel dan menghambat pertumbuhan
bakteri dengan membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler (Nuria et al., 2009).
Aktivitas bakteri lain yang dapat dihambat oleh flavonoid adalah melalui jalur energi (Cusnie
and Lamb, 2005). Bahan aktif lain dengan efek antibakteri adalah saponin. Saponin
menghambat bakteri dalam beberapa cara, mempengaruhi stabilitas sitoplasma, menyebabkan
kebocoran sitoplasma dan kematian sel (Cavalieri et al., 2005). Tidak seperti flavonoid dan

11
saponin, tanin menonaktifkan adhesin sel mikroba, menonaktifkan enzim, dan memberikan
efek antibakteri dengan bekerja pada polipeptida dinding sel. Adanya tanin pada dinding sel
dapat menyebabkan lisis sel bakteri dan kematian sel bakteri (Sari et al., 2011). Adanya
metabolit sekunder pada ekstrak etanol daun sirih bekerja secara sinergis sesuai dengan
mekanisme kerjanya masing-masing dalam menghambat aktivitas bakteri. Oleh karena itu,
daun sirih hijau (Piper betle Linn) merupakan kandidat antimikroba yang potensial.

12
IV. KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :


1. Pada hasil skrining aktivitas antimikroba menggunakan tiga ekstrak didapatkan
bahwa ekstrak minyak kayu putih lebih kuat dalam menghambat S.aureus diikuti
oleh ektrak sirih dan ekstrak cengkeh, sedangkan pada penghambatan E.coli paling
kuat dalam penghambatan yaitu ekstrak cengkeh diikuti ektrak sirih dan ekstrak kayu
putih.
2. Nilai MIC sampel ekstrak daun sirih yang digunakan pada bakteri S.aurreus sebesar
3,12 dan bakteri E.coli sebesar 6,25 sedangkan pada nilai MBC sampel ekstrak daun
sirih yang digunakan pada bakteri S.aureus sebesar 6,25 dan pada bakteri E.coli
sebesar 12,5.

13
DAFTAR PUSTAKA

Andrews, J.M.2001. Determination of minimum inhibitory concentrations. J. Antimicrob.


Chemother., 48 (Suppl. SA), 5–16.

Azizah, A. Suswati, I. & Agustin, SM., 2017. Efek Antimikroba Ekstrak Bunga Cengkeh
(Syzygium aromaticum) Terhadap Methicillin Resistant Staphylococcus aureus
(MRSA) Secara In Vitro. 13(1). 31-35.

Cavalieri,S.J. Rankin, I.D. Harbeck,R.J. Sautter.R.S, McCarter.Y.S, Sharp.S.E, Ortez.J.H,


Spiegel,C.A.2005. Manual of Antimicrobial Susceptibility Testing. American
Society for Microbiology, USA.

Chouhan, S., K. Sharma, and S. Guleria. 2017. ―Antimicrobial Activity of Some Essential
Oils-Present Status and Future Perspectives. Medicines 4 (4): 58.

Cushnie.T.P.T and Lamb,A.J,.2005.Antimicrobial Activity of Flavonoids. International


Journal of Antimicrobial Agents. 26: 343 – 356.

Devi, K., G.K. Devi, G. Thirumaran, R. Arumungan & Anantharaman. 2010. Antibacterial
Activity of Selected Medicinal Plants from Parangipettai Coastal Regions Southeast
Coast of India. Academic Journal of plant Sciences, 3(3): 122-125.

Golan DE, Wilkins WL.2008. Principles of Pharmacology: The Pathophysiologic


Basis of Drug Therapy (3rd ed.). LWW; p.720.

Henri, I., N. Bassolé, and H. R. Juliani. 2012. Essential Oils in Combination and Their
Antimicrobial Properties. Molecules. 3989-4006.

Kalemba, D., and A. Kunicka. 2003. Antibacterial and Antifungal Properties of Essential
Oils. Current Medicinal Chemistry. 813-29.

Katrin, D., Idiawati, N. and Sitorus, B., 2015. Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Daun
Malek (Litsea graciae Vidal) Terhadap Bakteri Stapylococcus aureus dan Escherichia
coli. Jurnal Kimia Khatulistiwa, 4(1), pp.7-12.

Kulkarni, A., Vijaya Raghavan, C., & Patil, D. (2012). To Study The Wound Healing
Activity By Using Herbal Drug On Experimental Animal. Journal of Pharmacy
Research, 5(8), 4169-4171.

Li, L., Li, Z. W., Wei, Q., Jia, R. Y., Zhou, L. J., Xu, J., Song, X., Zhou, Y., Du, Y. H.,
Peng, L. C., Kang, S., & Yu, W. (2009). antibacterial activity of leaf essential oil and
its constituents Cinnamomum longepaniculatum. Internatioal Journal of Clinical
and Experimental Medicine, 7(7), 1721- 1727.

14
Macwan, S. R., B. K. Dabhi, K. D. Aparnathi, and J. B. Prajapati. 2016. Essential Oils of
Herbs and Spices: Their Antimicrobial Activity and Application in Preservation of
Food. International Journal of Current Microbiology and Applied Sciences 5 (5): 885–
901.

Marselia, S., Wibowo, M. A. & Arreneuz , S., 2015. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun
Soma (Ploiarium alternifolium Melch) terhadap Propionibacterium acnes. JKK, 4(4),
p. 77.

Maryati, Fauzia SR, Rahayu T. Uji aktivitas antibakteri minyak atsiri daun kemangi (Ocimum
basillum L.) terhadap Staphylococcus aureusdan Escherichia coli. Jurnal Penelitian
Sains & Teknologi. Vol. 8, No. 1, 2007; 30 – 38.

Moon, S., Kim, H., & Cha, J. 2011. Synergistic Effect Between Clove Oil And Its Major
Compounds And Antibiotics Against Oral Bacteria. Archives Of Oral Biology,
56(9), 907–916.

Nuria, C., Faizatun, A., Sumantri. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Jarak
Pagar (Jatropha Curcas L) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Atcc 25923,
Escherichia Coli Atcc25922, dan Salmonella Typhi Atcc1408. Jurnal Ilmu –ilmu
Pertanian., 5(2): 26 –37.

Oyedemi, S. O., Okoh, A. I., Mabinya, L. V., Pirochenva, G., & Afolayan, A. J. (2009). The
proposed mechanism of bactericidalaction of eugenol, alpha terpineol, and
gama terpinene againts Listeria monocytogenes, Streptococcus phyogenes,
Proteus vulgaris, and Escherichia coli. Journal of Biotechnology, 8(7), 1280-1826.

Pagliarulo.C, Vito,V.D. Picariello,G, Colicchio, R . Pastore,G. Salvatore,P.


Volpe,M.G.2016. “Inhibitory Effect Of Pomegranate (Punica Granatum L.)
Polyphenol Extracts On The Bacterial Growth And Survival Of Clinical Isolates Of
Pathogenic Staphylococcus aureus and Escherichia coli”, Food Chem., Vol.
190, 824-831.

Pathirana, H. N. K. S., Wimalasena, S. H. M. P., Desilva, B. C. J., Hossain, S., & Gang-
Joon, H. 2019. Antibacterial Activity Of Clove Essential Oil And Eugenol Against
Fish Pathogenic Bacteria Isolated From Cultured Olive Flounder (Paralichthys
Olivaceus). Slovenian Veterinary Research, 56(1), 31–38.

Pelczar, M.J., & Chan, E.C.S. (1988). Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.

Rahmi, M., dan Putri, D.H. 2020. Aktivitas antimikroba DMSO sebagai pelarut ekstrak
alami. Serambi Biologi. 5 (2): 56–58.

Rao, J., B. Chen, and D. J. McClements. 2019. Improving the Efficacy of Essential Oils as
Antimicrobials in Foods: Mechanisms of Action. Annual Review of Food Science and
Technology 10 (1): 365–87.

15
Rohmawati, I. 2010. Kajian Senyawa Antimikroba Bakteri Asam Laktat Isolat Asi yang
Berpotensi Sebagai Probiotik. Depertemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas
Teknilogi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Salni, Marisa H, Mukti W. Isolasi Senyawa Antibakteri Dari Daun Jengkol (Pithecolobium
lobatum Benth) dan Penentuan Nilai KHM-nya. J Penelit Sains. 2011;14(D):38–41.

Sari,F.P, dan Sari,S.M. 2011 Ekstraksi Zat Aktif Antimikroba dari Tanaman Yodium
(Jatropha multifida Linn) sebgai Bahan Baku Alternatif Antibiotik Alami, Fakultas
Teknik Universitas Diponegoro, Semarang.

Setianingsih, S. 2010. Kajian Senyawa Antimikroba Bakteri Asam Laktat Homofermentatif


Isolat ASI. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Suliantari, Jenie, B.S.L., Suhartono, M.T. & Apriantono, A., 2008, Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Sirh Hijau (Piper bittle L.) Terhadap Bakteri Patogen Pangan, Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan, 19 (1), 1-7.

Tong SY, Davis JS, Eichenberger E, Holland TL, Fowler VG. 2015. Staphylococcus aureus
infections: epidemiology, pathophysiology, clinical manifestations, and management.
Clinical microbiology reviews. Jul 1; 28(3): 603- 61.

Ula EM. 2014. Aktivitas antibakteri minyak atsiri daun bawang putih anggur
(pseudocalymma alliaceum (l.) sandwith) dan minyak atsiri daun kayu putih
(melaleuca leucadendron l.) terhadap bakteri staphylococcus aureus dan escherichia
coli. Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta.

Utami NF, Komala O, dan Andaresta E, 2019. Aktivitas Antibakteri Shigella dysenteriae dari
Daun Jeruk Bali (Citrus maxima) Berdasarkan Perbedaan Metode Ekstraksi. TOI Ke-
57.

16
LAMPIRAN

Gambar 1. Pengenceran Ekstrak Cengkeh

Gambar 2. Hasil Uji DIfusi dengan Kertas Cakram

17
Gambar 3. Hasil Pengukuran MBC

18

Anda mungkin juga menyukai