Anda di halaman 1dari 7

PEMERIKSAAN PARASETAMOL PADA JAMU KOMERSIAL

BERBENTUK SERBUK

I. Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukannya praktikum pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui analisis
parasetamol pada jamu komersial berbentuk serbuk.
II. Metode Pemeriksaan
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah metode Spektrofotometri
III. Dasar Teori
Jamu merupakan warisan budaya bangsa Indonesia berupa ramuan bahan tumbuhan obat
yang telah digunakan secara turun temurun lebih dari tiga generasi yang terbukti aman dan
mempunyai manfaat bagi kesehatan. Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peran
penting dalam mencapai derajat kesehatan. Kebiasaan minum jamu sering dilakukan masyarakat
Indonesia khususnya Jawa. Secara umum jamu relatif lebih aman dibandingkan dengan obat bahan
kimia bila cara pemilihan dan penggunaannya secara baik dan benar. Obat bahan alam dan jamu
dapat diperoleh secara bebas, yang umumnya tidak disertai informasi ataupun peringatan yang
cukup, berbeda dengan obat konvensional yang diperoleh dengan resep dokter atau disertai
berbagai peringatan (Dewoto, 2007).
Kecenderungan masyarakat Indonesia menggunakan obat tradisional (lebih dikenal dengan
jamu) sebagai alternatif dalam upaya pemeliharaan, peningkatan dan penyembuhan penyakit
semakin meningkat (Sari, 2006). Peningkatan ini disebabkan adanya persepsi bahwa jamu lebih
aman dari obat sintetik. Namun demikian persepsi tersebut tidak selalu benar karena masih sering
ditemukan adanya penambahan ilegal bahan kimia obat (BKO) kedalam jamu, seperti parasetamol
(BPOM, 2014). Penggunaan jamu mengandung BKO dalam jangka panjang dapat menimbulkan
resiko efek samping yang serius. Oleh karena itu, Menteri Kesehatan Republik Indonesia telah
melarang penambahan bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat obat kedalam obat
tradisional (Kemenkes, 2012).
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara
turun temurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku. Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian
khasiat, Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan menjadi tiga yakni, Jamu, Obat Herbal
Terstandar , dan Fitofarmaka (Zulfikar, 2014).
Analgesik merupakan senyawa yang berfungsi untuk menekan rasa nyeri. Salah satu
kelebihan dari analgesik yakni mampu menghilangkan rasa sakit pada pasien tanpa menyebabkan
pasien kehilangan kesadaran. Analgesik dibagi menjadi dua yakni, analgesik kuat (tipe morfin) dan
analgesik lemah. Analgesik lemah mempunyai kerja farmakologik analgesik. Senyawa analgesik
juga menunjukkan kerja antipiretik, dan antireumatik (Ebel, 1992). Parasetamol merupakan derivat
aminofenol yang mempunyai aktivitas analgesik dan antipiretik. Seperti salisilat, parasetamol
berefek menghambat sintesa prostaglandin di otak sehingga dapat menghilangkan atau mengurangi
nyeri ringan sampai sedang. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus amino benzen yang
menurunkan panas saat demam (Wilmana, 1995).
IV. Alat dan Bahan
Alat : Bahan :
1. Beaker Glass 1. Jamu Bubuk
2. Labu Erlenmeyer a) Kelompok 1 : Jamu Mustika Dewa
3. Labu Ukur b) Kelompok 2 : Jamu Asira
4. Pipet ukur c) Kelompok 3 : Jamu Nyonya Meneer
5. Ball Filler d) Kelompok 4 : Jamu ….. asam urat
6. Batang Pengaduk 2. Standar Paracetamol
7. Spatula 3. Metanol 50%
8. Kertas saring whatman 4. Aquades
9. Corong
10. Spektrofotometer
V. PROSEDUR KERJA
A. Pembuatan Larutan Standar Parasetamol

Pertama, disiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Dibuat larutan pengencer yaitu
Methanol 50% dengan cara dipipet larutan methanol sebanyak 50 ml ke dalam labu ukur 100
ml. Kemudian diencerkan dengan aquades hingga volumenya mencapai tanda batas
(perbandingan 1 : 1) lalu dihomogenkan. Selanjutnya dibuat larutan induk yaitu larutan
Standar 25 ppm dengan cara ditimbang 2,5 gr bubuk paracetamol PA dan dilarutkan dengan
dan larutan pengencer yaitu methanol 50%. Dimasukkan standar tersebut ke dalam labu ukur
100 ml lalu ditambahkan lagi methanol 50% hingga tanda batas lalu dihomogenkan.
Kemudian dari larutan induk tersebut dibuat standar 1 ppm, 2 ppm, 4 ppm dan 8 ppm dalam
labu ukur 5 ml dengan cara sebagai berikut :

a) Standar 8 ppm : 1,6 ml larutan baku standar 25 ppm dimasukkan dalam labu ukur 5 ml
+ methanol 50% hingga tanda batas
b) Standar 4 ppm : 0,8 ml larutan baku standar 25 ppm dimasukkan dalam labu ukur 5 ml +
methanol 50% hingga tanda batas
c) Standar 2 ppm : 0,4 ml larutan baku standar 25 ppm dimasukkan dalam labu ukur 5 ml +
methanol 50% hingga tanda batas
d) Standar 1 ppm : 0,2 ml larutan baku standar 25 ppm dimasukkan dalam labu ukur 5 ml +
methanol 50% hingga tanda batas
B. Preparasi dan Pemeriksaan Sampel

Pertama, alat dan bahan disiapkan di atas meja kerja. Serbuk jamu ditimbang sebanyak
0,04 gr menggunakan alas kaca arloji. Sampel yang telah ditimbang kemudian dilarutkan
dengan sedikit methanol 50% dalam beaker glass. Sebelum sampel dimasukkan ke dalam
labu ukur, sampel disaring terlebih dahulu menggunakan kertas saring. Kemudian sampel
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml dan ditambahkan larutan methanol 50% hingga
mencapai tanda batas lalu dihomogenkan. Sampel dan standar yang telah dibuat kemudian
dimasukkan ke dalam kuvet dan diperiksa pada spektrofotometer UV-Vis dengan panjang
gelombang 246nm. Hasil absorbansi sampel dan standar dicatat.

VI. Data Pengamatan


a. Abrosbansi
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil data sebagai berikut :

STANDAR ABSORBANSI KELOMPOK ABSORBANSI


(ppm) STANDAR (SAMPEL JAMU) SAMPEL
Standar 1 ppm 0,010 I (Jamu Mustika Dewa) 0,663
Standar 2 ppm 0,023 II (Jamu Asira) 0.558
Standar 4 ppm 0,056 III (Jamu Nyonya Meneer) 1,567
Standar 8 ppm 0,128 IV (Jamu asam urat) 0,836

b. Kurva Standar
Berdasarkan data absorbansi standar yang diperoleh, maka didapatkan kurva standar
dengan persamaan y = 0,0163x – 0,0056 sebagai berikut :

Kurva Standar Paracetamol


Absorbansi Standar Paracetamol

0.14
0.13
0.12
f(x) = 0.02 x − 0.01
0.1 R² = 0.99
0.08
0.06 0.06
0.04 0.02
0.02 0.01
0
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsentrasi Standar Paracetamol (ppm)

c. Perhitungan
1) Sampel Kelompok 1
y = 0,0163x – 0,0056
0,663 = 0,0163x – 0,0056
0,663+0,0056
x = 0,0163
0,668
x = 0,0163
x = 41,01 ppm
2) Sampel Kelompok 2

y = 0,0163x – 0,0056

0,558 = 0,0163x – 0,0056

0,558+0,0056
x = 0,0163

0,5636
x = 0,0163

x = 34,58 ppm
3) Sampel Kelompok 3

y = 0,0163x – 0,0056

1,567 = 0,0163x – 0,0056

1,567+0,0056
x = 0,0163

1,5726
x = 0,0163

x = 96,48 ppm

4) Sampel Kelompok 4
y = 0,0163x – 0,0056
0,836 = 0,0163x – 0,0056
0,836+0,0056
x = 0,0163

0,8416
x = 0,0163

x = 51,63 ppm

VII. Pembahasan
Pada praktikum ini, dilakukan pemeriksaan Paracetamol yang terkandung pada jamu
komersial dengan 4 merk jamu yang berbeda. Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk
mengetahui analisis parasetamol pada jamu komersial berbentuk serbuk. Jamu merupakan
warisan budaya bangsa Indonesia berupa ramuan bahan tumbuhan obat yang telah digunakan
secara turun temurun lebih dari tiga generasi yang terbukti aman dan mempunyai manfaat bagi
kesehatan. Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peran penting dalam mencapai
derajat kesehatan. Kebiasaan minum jamu sering dilakukan masyarakat Indonesia khususnya
Jawa. Secara umum jamu relatif lebih aman dibandingkan dengan obat bahan kimia bila cara
pemilihan dan penggunaannya secara baik dan benar. Obat bahan alam dan jamu dapat diperoleh
secara bebas, yang umumnya tidak disertai informasi ataupun peringatan yang cukup, berbeda
dengan obat konvensional yang diperoleh dengan resep dokter atau disertai berbagai peringatan
(Dewoto, 2007).
Faktor yang perlu diperhatikan dalam menggunakan jamu adalah keamanan. Aspek
keamanan merupakan persyaratan mutlak yang harus dipenuhi oleh suatu jamu, karena
pemerintah telah mempersyaratkan ketentuan tentang keamanan jamu, sesuai Peraturan Menteri
Kesehatan No. 007 Tahun 2012 tentang registrasi obat tradisional, bahwa jamu yang beredar di
masyarakat harus memenuhi berbagai persyaratan, antara lain menggunakan bahan yang
memenuhi syarat keamanan dan mutu, berkhasiat yang dibuktikan secara empiris, turun menurun
dan atau secara ilmiah, begitu pula dengan proses produksinya harus memenuhi persyaratan cara
pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB) dan tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia
obat (BKO), narkotika atau psikotropika dan bahan lain yang berdasarkan pertimbangan
kesehatan atau berdasarkan penelitian dapat membahayakan kesehatan.
Bahan kimia obat (BKO) yang ditambahkan oleh pembuat jamu untuk menambah khasiat
jamu dan memberikan efek jamu yang lebih instan dibandingkan jamu yang tidak mengandung
bahan kimia obat, hal ini dapat membahayakan kesehatan. Jamu seringkali digunakan dalam
jangka waktu lama dan dengan takaran dosis yang tidak dapat dipastikan. Walaupun efek
penyembuhannya segera terasa, tetapi akibat penggunaan bahan kimia obat dengan dosis yang
tidak pasti dapat menimbulkan efek samping mulai dari mual, diare, pusing, sakit kepala,
gangguan penglihatan, nyeri dada sampai kerusakan organ tubuh yang serius seperti kerusakan
hati, gagal ginjal, jantung bahkan sampai menyebabkan kematian (BPOM RI, 2011).
Permasalahan obat tradisional (OT) mengandung BKO bukan hanya menjadi permasalahan
di Indonesia melainkan juga di seluruh dunia. Berdasarkan informasi melalui post marketing alert
system (PMAS), world health organization (WHO) dan US food and drug adimistration (FDA)
sebanyak 30 OT dan suplemen kesehatan (SK) mengandung BKO serta bahan dilarang lainnya
juga ditemukan di negara-negara ASEAN, Australia, dan Amerika Serikat (BPOM, 2015). Badan
POM mengeluarkan peringatan publik pada tanggal 11 Desember 2016 terkait OT mengandung
BKO yang dilarang untuk dikonsumsi masyarakat. Sebanyak 39 OT mengandung BKO yang 28
di antaranya merupakan OT tidak terdaftar di Badan POM dan 11 OT izin edarnya dibatalkan.
Temuan produk OT yang teridentifikasi mengandung BKO pada tahun 2016 didominasi oleh
jamu pegal linu (penghilang rasa sakit) dan antirematik (BPOM, 2016). Berdasarkan hasil
pengawasan dan pemeriksaan yang dilakukan BPOM, BKO yang terdapat pada jamu pegal linu
antara lain fenilbutazon, parasetamol, deksametason, natrium diklofenak, dan piroksikam
(BPOM, 2016). Jamu pegal linu merupakan jamu yang banyak dikonsumsi oleh para pekerja
berat. Jamu pegal linu dikonsumsi untuk mengurangi rasa nyeri, menghilangkan pegal linu,
capek, nyeri otot dan tulang, memperlancar peredaran darah, memperkuat daya tahan tubuh, dan
menghilangkan sakit seluruh badan.
Berdasarkan beberapa kasus tentang BKO dalam jamu pegal linu yang berhasil diungkapkan
BPOM, BKO yang paling sering ditemukan adalah parasetamol (Handoyo, 2014). Parasetamol
merupakan obat analgesik non narkotik dengan cara kerja menghambat sintesis prostaglandin
terutama di sistem syaraf pusat (SSP). Analgesik adalah senyawa yang dalam dosis terapeutik
meringankan atau menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anestesi umum (Darsono, 2002).
Analisis parasetamol pada jamu pegal linu sebelumnya telah dilakukan di Pontianak pada tahun
2012 dengan hasil 3 (tiga) dari 14 (empat belas) sampel jamu pegal linu positif mengandung
parasetamol.
Setelah dilakukan pemeriksaan kadar Paracetamol pada empat jenis sampel jamu bubuk
dengan merk yang berbeda, didapatkan hasil sebagai berikut : untuk kelompok 1 sebesar 41,01
ppm, untuk kelompok 2 sebesar 34,58 ppm, untuk kelompok 3 sebesar 96,48 ppm dan untuk
kelompok 4 sebesar 51,63 ppm.
VIII. KESIMPULAN

Berdasarkan literature dan data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa Parasetamol
merupakan obat analgesik non narkotik dengan cara kerja menghambat sintesis prostaglandin
terutama di sistem syaraf pusat (SSP). Analgesik adalah senyawa yang dalam dosis terapeutik
meringankan atau menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anestesi umum. Hasil yang diperoleh
dalam pemeriksaan kadar parasetamol pada jamu untuk kelompok 1 menunjukkan kadar sebesar
41,01 ppm, untuk kelompok 2 sebesar 34,58 ppm, untuk kelompok 3 sebesar 96,48 ppm dan untuk
kelompok 4 sebesar 51,63 ppm.

Anda mungkin juga menyukai