Anda di halaman 1dari 25

“Formulasi Mikrokapsul Na-Diklofenak dengan Metode

Koaservasi Pemisahan Fasa”

Disusun oleh :
Kelompok 5

1. Ilham Jufandi 19330101

2. Lusi Maharani 19330123

3. Kadek Selpiana 19330127

4. Sevia Martina 19330132

FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,

1
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah tentang mikrokapsul dengan menggunakan koaservasi pemisahan fase.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap
pembaca.

Jakarta, 2020

Penyusun

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2

DAFTAR ISI.....................................................................................................................3

BAB I.................................................................................................................................5

PENDAHULUAN.............................................................................................................5

A. LATAR BELAKANG..................................................................................................5

B. PRINSIP........................................................................................................................5

C. MANFAAT...................................................................................................................6

D. TUJUAN.......................................................................................................................6

BAB II...............................................................................................................................7

TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................7

A. Mikrokapsul..............................................................................................................7

B. Komponen Mikrokapsul.........................................................................................10

C. Bahan dan Metode Pembuatan............................................................................12

1) Na - Diklofenak...................................................................................................12

2) Na - CMC............................................................................................................12

3) Etil Selulosa.........................................................................................................13

4) Chloroform..........................................................................................................14

6) Metanol................................................................................................................14

E. Tujuan Mikroenkapsulasi....................................................................................16

F. Faktor - Faktor yang mempengaruhi Keberhasilan Proses Mikroenkapsulasi....17

G. Sifat Zat Aktif untuk Mikrokapsul.....................................................................17

H. Metode Pembuatan Mikrokapsul........................................................................17

J. Evaluasi Mikrokapsul.......................................................................................18

BAB III............................................................................................................................19

3
PEMBAHASAN..............................................................................................................19

A. Hasil Formula.........................................................................................................19

B. Evaluasi Sediaan.....................................................................................................20

BAB IV............................................................................................................................23

PENUTUP.......................................................................................................................23

I. Kesimpulan...........................................................................................................23

II. Saran.................................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................24

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Beberapa tahun terakhir kemajuan teknologi memberikan dampak terhadap


perkembangan obat dan bentuk sediaan baru. Para peneliti farmasi terus
mengembangkan system penghantaran obat yang mampu mengoptimalkan
efisiensi zat aktif obat sehingga meningkatkan kinerja obat dalam tubuh manusia.
Salah satu pengembangan system penghantaran obat adalah mikrokapsul. Salah
satu tujuan pembuatan mikrokapsul adalah mengurangi iritasi terhadap saluran
cerna karena zat aktif.

Mikrokapsul dapat berbentuk sferis geometris atau tidak beraturan dengan


tipe mononuclear, polynuclear dan matriks. Tipe mononuclear bahan inti
dikelilingi oleh bahan penyalut. Tipe polynuclear dimana bahan inti diselimuti
oleh bahan penyalut, sedangkan tipe matriks bahan inti terdispersi homogeny
diantara bahan penyalut.

Mikrokapsul dibuat dengan metode kimia (koaservasi) dan metode fisika


(semprot kering). Metode koaservasi, mikrokapsul terbentuk karena adanya
pengendapan yang diakibatkan penambahan pelarut yang tidak melarutkan bahan
penyalut.

Dalam membuat mikrokapsul diperlukan bahan penyalut. Bahan penyalut


yang digunakan tidak bereaksi dengan zat aktif, memiliki kekuatan, fleksibilitas
(lembut dan plastis), impermeasbilitas (sebagai control pelepasan pada kondisi
tyertentu), tidak berasa, viskositas rendah, dapat melarut, dan stabil.

B. PRINSIP

Membuat sediaan mikrokapsul Na-Diklofenak dengan metode koaservasi fasa.

5
C. MANFAAT

1. Dapat Mengetahui dan memahami ilmu tentang sediaan mikrokapsul dengan


metode koaservasi pemiasahan fasa.

2. Dapat mengetahui dan memahami cara membuat formulasi sediaan


mikrokapsul dengan metode koaservasi pemisahaan fasa.

3. Dapat mengetahui dan memahami cara pembuatan sediaan mikrokapsul


dengan metode koaservasi pemisahan fasa.

4. Dapat mengetahui dan memahami evaluasi dari pembuatan mikrokapsul


dengan metode koaservasi pemisahan fasa.

D. TUJUAN

Berdasarkan latar belakang dan manfaat di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah :
1. Untuk mengetahui cara membuat sediaan mikrokapsul dengan metode
koaservasi pemisahan fasa.
2. Untuk mengetahui cara formulasi sediaan mikrokapsul dengan metode
koaservasi pemisahan fasa.
3. Untuk mengetahui bahan pembawa yang baik.
4. Untuk mengetahui bagaimana cara evaluasi dari sediaan mikrokapsul dengan
metode koaservasi pemisahan fasa.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Mikrokapsul

Mikrokapsul adalah bentuk sediaan yang mengalami mikroenkapsulasi,


yang mana partikel atau tetesan cairan zat aktif (bahan inti) dikelilingi atau dilapisi
dengan suatu lapisan tipis dari bahan polimer (bahan penyalut) yang menghasilkan
partikel berukuran mikrometer sampai milimeter. Polimer yang digunakan
tergantung pada tujuan pembuatan mikrokapsul itu.

Model obat yang digunakan sebagai bahan inti pada pembuatan mikrokapsul
ini adalah natrium diklofenak yang merupakan salah satu obat anti inflamasi yang
banyak direkomendasikan oleh dokter karena memiliki efek samping minimal
dibandingkan obat anti inflamasi lain.

Selain digunakan sebagai anti reumatik, natrium diklofenak juga mempunyai


aktivitas antiradang dan analgetik - antipiretik. Diklofenak mempunyai waktu
paruh eliminasi yang pendek (3 - 6 jam), sehingga untuk mendapatkan efek terapi
yang optimal harus diberikan dosis yang berulang. Obat dengan waktu paruh
eliminasi yang sangat pendek membutuhkan jumlah obat yang cukup banyak pada
setiap unit dosis untuk mempertahankan efek terapeutik yang berkesinambungan.

a. Mikroenkapsulasi

Mikroenkapsulasi adalah suatu proses penyalutan tipis suatu bahan inti


baik berupa padatan, cairan atau gas dengan suatu polimer sebagai dinding
pembentuk mikrokapsul. Mikrokapsul yang terbentuk dapat berupa partikel
atau bentuk agregat, dan biasanya memiliki rentang ukuran partikel antara 5 –
5000 μm. Ukuran tersebut bervariasi tergantung metode dan ukuran partikel
bahan inti yang digunakan .

Zat aktif yang dapat dibuat dalam sistem mikrokapsul dapat berupa zat
padat, cair maupun gas dengan ukuran partikel yang kecil. Sifat - sifat zat
aktif untuk sistem mikrokapsul tergantung dari tujuan mikroenkapsulasi
tersebut.

7
Kali ini, mikroenkapsulasi yang dilakukan ditujukan untuk membuat
sediaan mikrokapsul Na - Diklofenak menggunakan metode koaservasi
pemisahaan fasa.

b. Pemisahan fase koaservasi


Secara garis besar metode pemisahan fase koaservasi terdiri dari tiga
tahap, yaitu :

pembentukan tiga fase kimia tidak tercampurkan, penempatan penyalut


polimer cair pada bahan inti, dan pengerasan penyalut.

Pada proses pembentukan tiga fase kimia tidak tercampurkan, fase cairan
pembawa, fase bahan inti, dan fase bahan penyalut. Untuk membentuk ketiga
fase, bahan inti didispersi dalam suatu larutan polimer penyalut, pelarut untuk
polimer merupakan fase cairan pembawa. Fase bahan penyalut, suatu polimer
tidak tercampurkan pada keadaan cair, dibentuk dengan mengubah temperatur
cairan polimer atau dengan penambahan garam.

Proses penempatan penyalut polimer cair pada bahan inti, dengan cara
pencampuran fisik yang terkontrol dari bahan penyalut (selagi cair) dan bahan
inti pada cairan pembawa, penempatan terjadi jika polimer teradsorpsi pada
antar muka yang terbentuk antara bahan inti dan cairan pembawa, dan
fenomena adsorpsi merupakan prasyarat untuk penyalutan efektif.
Penempatan yang terus menerus dari bahan penyalut didahului olah
pengurangan dalam seluruh energi bebas antarmuka dari sistem, terjadi
dengan pengurangan luas permukaan bahan penyalut selama bersatu dengan
butiran-butiran polimer cair.

Proses pengerasan penyalut, biasanya dengan teknik panas, ikatan silang


atau teknik desolvasi, untuk membentuk suatu mikrokapsul penahan sendiri .

Pemisahan fase koasevasi dapat terjadi dalam pelarut air dan pelarut organik.
Pelarut air digunakan untuk menyalut inti padat dan inti cair yang tidak larut
dalam air. Ada dua tipe utama ini yaitu koaservasi sederhana dan koaservasi
komplek .

Koaservasi sederhana hanya menggunakan satu macam koloid saja

8
misalnya gelatin dalam air. Koaservasi ini terjadi dengan cara perpindahan
lapisan air dari sekeliling dispersi koloid akibat penambahan zat yang
mempunyai affinitas yang tinggi terhadap air seperti berbagai alkohol dan
garam. Molekul-molekul polimer yang terhidrasi cenderung untuk berkumpul
dengan molekul polimer lain disekelilingnya dan membentuk koaservat.

Koaservasi komplek menggunakan lebih dari satu macam koloid, biasanya


digunakan gelatin dan akasia dalam air, dan koaservasi terjadi akibat
netralisasi muatan koloid yang berbeda. Netralisasi muatan disertai dengan
keluarnya air dari polimer sehingga terbentuk koaservat.

Mikroenkapsulasi adalah suatu proses penyalutan tipis suatu bahan inti


baik berupa padatan, cairan atau gas dengan suatu polimer sebagai dinding
pembentuk mikrokapsul. Teknik coacervation merupakan pemisahan fase
cair/cair secara spontan yang terjadi ketika dua polimer yang bermuatan
berlawanan (misalnya protein dan polisakarida) dicampur dalam media berair
kemudian mengarah ke pemisahan menjadi dua fase. Fase yang lebih rendah
disebut (kompleks) coacervate dan memiliki konsentrasi yang tinggi dari
kedua polimer. Fase atas disebut sebagai supernatan atau fase kesetimbangan,
yang merupakan larutan polimer encer. Coacervate digunakan sebagai bahan
makanan, misalnya pengganti lemak atau memberi rasa yang mirip daging
dan biomaterial, seperti lapisan tipis (film) yang dapat dimakan dan kemasan.
Metode ini sangat efisien dan menghasilkan mikrokapsul dengan ukuran yang
lebih bervariarif dari pada teknik mikroenkapsulasi yang lain.

Proses ini meliputi tiga tahap, pertama, mecampur tiga fase yang saling
tidak melarutkan (fase kontinyu atau air, bahan aktif yang akan
dimikroenkapsulasi dan bahan pelapis). Kedua, bahan pelapis membentuk
lapisan pada bahan inti. Hal ini dicapai dengan merubah pH, suhu atau
kekuatan ion yang menghasilkan pemisahan fase (coacervation) dari pelapis
dan sebaran inti yang terjebak. Terakhir, bahan pelapis memadat karena
adanya panas, crosslinking (hubungan silang) dan teknik desolvasi.
Mikrokapsul yang dihasilkan dari pemisahan fase encer memiliki dinding
yang larut air dan bahan aktif yang bersifat menjauhi air (hidrofobik), seperti

9
minyak sayur, penyedap rasa, dan vitamin yang larut dalam minyak.

Obat rematik yang umum ada dua jenis berdasarkan tujuan pengobatannya,
yaitu obat anti radang nonsteroid (nonsteroidal anti - inflammatory drugs,
NSAID) untuk menghilangkan rasa nyeri dan mengontrol peradangan, dan
obat untuk menurunkan kadar asam urat dalam darah. Na - Diklofenak
merupakan salah satu obat rematik jenis NSAID.

Senyawa aktif tersebut dapat meredakan rasa nyeri akibat peradangan


atau bersifat analgesik. Namun, Na - Diklofenak dalam dosis besar dapat
menyebabkan gangguan saluran pencernaan, peptic ulcer dan bleeding. Na -
Diklofenak memiliki waktu paruh eliminasi yang cepat, yaitu 1 - 3 jam, obat
yang mempunyai t ½ pendek pemberian obat harus diulang beberapa kali
sehingga bagi pasien yang memiliki gangguan gastrointestinal hal ini tidak
memungkinkan. Natrium diklofenak merupakan obat nyeri dan radang pada
penyakit rematik baik untuk pemeliharaan maupun keadaan akut.

B. Komponen Mikrokapsul

Pada prinsipnya ada 3 bahan yang terlibat dalam proses mikroenkapsulasi yaitu :

a. Bahan Inti

Inti adalah bahan spesifik yang akan disalut, dapat berupa cairan,
padatan, atau gas. Komposisi bahan inti dapat bervariasi, misalnya pada bahan
inti cair dapat terdiri dari bahan terdispersi dan atau bahan terlarut. Sedangkan
bahan inti padat dapat berupa zat tunggal atau campuran zat aktif dengan bahan
pembawa lain seperti stabilisator, pengencer, pengisi dan penghambat atau
pemacu pelepasan bahan aktif dan sebagainya.

Selain itu, bahan inti yang digunakan sebaiknya tidak larut atau tidak
bereaksi dengan bahan penyalut dan pelarut yang akan digunakan. Pada sediaan
mikrokapsul yang akan dibuat kali ini menggunakan bahan inti Na-Diklofenak
dalam bentuk padatan.

b. Bahan Penyalut
Penyalut adalah bahan yang digunakan untuk menyelaput inti dengan

10
tujuan tertentu seperti menutupi rasa dan bau yang tidak enak, perlindungan
terhadap pengaruh lingkungan, meningkatkan stabilitas, pencegahan,
penguapan, kesesuaian dengan bahan inti maupun bahan lain yang berhubungan
proses penyalutan serta sesuai dengan metode mikroenkapsulasi yang
digunakan.

Bahan penyalut harus mampu memberikan suatu lapisan tipis yang


kohesif dengan bahan inti, dapat bercampur secara kimia, tidak bereaksi dengan
inti (bersifat inert), dan mempunyai sifat yang sesuai dengan tujuan penyalutan.

Bahan penyalut yang digunakan adalah bahan penyalut yang tidak larut
dalam air yaitu etil selulosa, dimana sifatnya yang stabil dan juga cost effective
membuat bahan ini digunakan dalam pembuatan sediaan mikrokapsul. Selain
itu Plasticization dari polimer etil seulosa menyebabkan terbentuknya lapisan
film halus dan nonporous disekeliling core kristal Na - Diklofenak.

c. Pelarut
Pelarut adalah bahan yang digunakan untuk melarutkan bahan penyalut
dan mendispersikan bahan inti. Pemilihan pelarut biasanya berdasarkan sifat
kelarutan dari bahan inti atau zat aktif dan bahan penyalut, dimana pelarut yang
digunakan tersebut tidak atau hanya sedikit melarutkan bahan inti tetapi dapat
melarutkan bahan penyalut. Pelarut polar akan melarutkan penyalut polar dan
pelarut nonpolar akan melarutkan penyalut nonpolar .

Pelrut yang digunakan untuk melarutkan Na - Diklofenak sebagai bahan


inti adalah metanol, hal ini dikarenakan sifat dari Na - Diklofenak yang tidak
larut dalam air. Kloroform digunakan sebagai pelarut organik yang mudah
menguap untuk melarutkan etil selulosa. Sedangkan HCl digunakan untuk
melrutkan Na - CMC.

C. Bahan dan Metode Pembuatan

a. Bahan – bahan yang digunakan antara lain : Na - Diklofenak, etil selulosa, Na

11
-CMC, klorofom, HCl, Metanol, aquabidest.

1) Na - Diklofenak

Natrium Diklofenak merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi


nyeri dan radang pada penyakit rematik. Obat ini adalah penghambat
cyclooxygenase yang relatif non selektif dan kuat juga mengurangi
bioavailabilitas arachidonic acid. Obat-obat ini cepat diserap sesudah
pemberian secara oral, tetapi bioavailabilitas sistemiknya antara 30 - 70 %
(Katzung, 2002). Absorpsi Natrium diklofenak melalui saluran cerna
berlangsung cepat dan lengkap, obat ini terikat 99 % pada protein plasma dan
waktu paruh singkat yakni 1 - 3 jam (Anonim, 1995).

2) Na - CMC
Na - CMC merupakan derivate selulosa yang diperoleh dari modifikasi
kimia. zat dengan warna putih atau sedikit kekuningan, tidak berbau dan tidak
berasa, berbentuk granula yang halus atau bubuk yang bersifat higroskopis.
CMC ini mudah larut dalam air panas maupun air dingin. Pada pemanasan
dapat terjadi pengurangan viskositas yang bersifat dapat balik (reversible).
Viskositas larutan CMC dipengaruhi oleh pH larutan, kisaran pH Na - CMC
adalah 5 - 11 sedangkan pH optimum adalah 5, dan jika pH terlalu rendah (<3),
Na - CMC akan mengendap (Tranggono.1991).

Na - CMC akan terdispersi dalam air, kemudian butir - butir Na - CMC


yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Air yang
sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tidak dapat bergerak lagi
dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap dan terjadi peningkatan
viskositas (Fennema, Karen and Lund, 1996). Hal ini akan menyebabkan
partikel-partikel terperangkap dalam sistem tersebut dan memperlambat proses
pengendapan karena adanya pengaruh gaya gravitasi.

Menurut Fardiaz, dkk. (1987), ada empat sifat fungsional yang penting
dari Na-CMC yaitu untuk pengental, stabilisator, pembentuk gel dan beberapa
hal sebagai pengemulsi. Didalam sistem emulsi hidrokoloid (Na - CMC) tidak
berfungsi sebagai pengemulsi tetapi lebih sebagai senyawa yang memberikan

12
kestabilan. Selain itu larutan Na - CMC juga berfungsi sebagai thickening,
adhering, emulsifying, and stabilizing. membrane forming, moisture - holding,
shape - holding, dispersing and anti - enzyme.

3) Etil Selulosa
Etil selulosa merupakan polimer yang tidak larut dalam air. Penggunaan
etil selulosa digunakan sebagai pembentuk dinding mikrokapsul (wall former)
yang dapat menghambat pelepasan Na - Diklofenak. Efek penghambatan
pelepasan Na - Diklofenak dari mikrokapsul diinvestigasi melalui uji dissolusi
in vitro, dibandingkan dengan bentuk murni Na - Diklofenak.

Etil selulosa mempunyai beberapa keuntungan yaitu: etil selulosa sudah


digunakan secara luas sebagai bahan tambahan dalam sediaan oral dan topikal
pada produk farmasi, sifatnya stabil, cost effectiveness, mengurangi resiko
terjadinya dose dumping.

Nama lain dari etil selulosa adalah aquacoat ECD; aqualon; E462;
ethocel; surelease dan nama kimia cellulosa ethyl ether. Rumus molekul
C12H23O6(C12H22O5)n C12H23O5. Banyak fungsi dari etil selulosa yakni sebagai
coating agent; tablet binder; tablet filler; viscosity-increasing agent. Sebagai
sustained-release tablet coating digunakan konsentrasi 3,0 – 20,0% (Dahl,
2005).

Etil-selulosa berbentuk serbuk putih kecoklatan, tidak berbau, tidak


berasa dan bersifat mudah mengalir (free flowing). Tidak larut dalam air,
gliserin, dan propilenglikol.

Etil-selulosa yang mengandung kurang dari 46,5% gugus metoksi slarut


dalam tetrahidrofuran, metil asetat kloroform dan campuran hidrokarbon
aromatic dengan alkohol. Sedangkan etil selulosa yang mengandung 46,5%
atau lebih gugus etoksi larut dalam alkohol, toluene, kloroform, dan metil
asetat.

13
4) Chloroform

Merupakan pelarut organik yang berfungsi untuk melarutkan polimer etil


selulosa.

5) HCl

Merupakan pelarut polar untuk melarutkan Na-CMC.

6) Metanol

Adalah pelarut yang mudah menguap untuk melarutkan Na-Diklofenak.

b. Metode yang digunakan Secara garis besar metode pemisahan fase koaservasi
terdiri dari tiga tahap, yaitu :

pembentukan tiga fase kimia tidak tercampurkan, penempatan penyalut


polimer cair pada bahan inti, dan pengerasan penyalut.

Pada proses pembentukan tiga fase kimia tidak tercampurkan, fase cairan
pembawa, fase bahan inti, dan fase bahan penyalut. Untuk membentuk ketiga fase,
bahan inti didispersi dalam suatu larutan polimer penyalut, pelarut untuk polimer
merupakan fase cairan pembawa. Fase bahan penyalut, suatu polimer tidak
tercampurkan pada keadaan cair, dibentuk dengan mengubah temperatur cairan
polimer atau dengan penambahan garam.

Proses penempatan penyalut polimer cair pada bahan inti, dengan cara
pencampuran fisik yang terkontrol dari bahan penyalut (selagi cair) dan bahan inti
pada cairan pembawa, penempatan terjadi jika polimer teradsorpsi pada antar
muka yang terbentuk antara bahan inti dan cairan pembawa, dan fenomena
adsorpsi merupakan prasyarat untuk penyalutan efektif. Penempatan yang terus
menerus dari bahan penyalut didahului olah pengurangan dalam seluruh energi
bebas antarmuka dari sistem, terjadi dengan pengurangan luas permukaan bahan
penyalut selama bersatu dengan butiran - butiran polimer cair.

Proses pengerasan penyalut, biasanya dengan teknik panas, ikatan silang


atau teknik desolvasi, untuk membentuk suatu mikrokapsul penahan sendiri.
Pemisahan fase koasevasi dapat terjadi dalam pelarut air dan pelarut organik.
Pelarut air digunakan untuk menyalut inti padat dan inti cair yang tidak larut

14
dalam air. Ada dua tipe utama ini yaitu koaservasi sederhana dan koaservasi
komplek.

Koaservasi sederhana hanya menggunakan satu macam koloid saja misalnya


gelatin dalam air. Koaservasi ini terjadi dengan cara perpindahan lapisan air dari
sekeliling dispersi koloid akibat penambahan zat yang mempunyai affinitas yang
tinggi terhadap air seperti berbagai alkohol dan garam.

Molekul - molekul polimer yang terhidrasi cenderung untuk berkumpul


dengan molekul polimer lain disekelilingnya dan membentuk koaservat.
Koaservasi komplek menggunakan lebih dari satu macam koloid, biasanya
digunakan gelatin dan akasia dalam air, dan koaservasi terjadi akibat netralisasi
muatan koloid yang berbeda. Netralisasi muatan disertai dengan keluarnya air dari
polimer sehingga terbentuk koaservat.

Untuk formula skala laboratorium : terdiri dari Na - Diklofenak, Etil


selulosa, Na - CMC, Chloroform, HCl 0,1 N, Metanol. Rasio perbandingan antara
inti dan penyalut pada masing - masing formula adalah 1:1. Sedangkan banyaknya
etil selulosa yang dilarutkan dalam 25 ml kloroform pada formula adalah 1
gram.Core material yaitu Na - Diklofenak pada formula adalah 1 gram. Larutan
HCl 0,1 N sebanyak 100 ml berisi 1% Na - CMC.

D. Keuntungan dan kerugian mikroenkapsulasi

a. Keuntungan

1) Dengan adanya lapisan dinding polimer, zat inti akan terlindungi dari
pengaruh lingkung luar
2) Mikroenkapsulasi dapat mencegah perubahan warna dan bau serta dapat
menjaga stabilitas zat inti yang dipertahankan dalam jangka waktu yang
lama.
3) Dapat dicampur dengan komponen lain yang berinteraksi dengan zat ini.

a) Perlindungan dari kondisi seperti panas, lembab dan perlindungan


dari oksigen sehingga akan memperpanjang masa pakai cangkang
b) Pelepasan yang terkontrol dan berkelanjutan untuk membantu

15
mengembangkan mekanisme penyampaian baru
c) Menarget ke bagian spesifik penyampaian langsung ke bagian yang
memerlukannya Untuk memungkinkan bahan yang di enkapsulasi
bertindak sebagai pembantu ekstraksi dalam penghilangan produk
d) Meningkatkan sifat alir bahan dengan mengkonversi cairan
menjadi partikel padat untuk memudahkan penanganan, penggunaan
dan penyimpanan
e) Meningkatkan sifat-sifat organoleptik yang menutupi rasa dan atau
bau yang kurang sedap dan meningkatkan tampilan visual serta
teksturnya
b. Kerugian

1) Adakalanya penyalutan bahan inti oleh polimer kurang sempurna atau


tidak merata sehingga akan mempengaruhi pelepasan zat inti dari
mikrokapsul
2) Dibutuhkan teknoligi mikroenkapsulasi
3) Harus dilakukan pemilihan polimer penyalut dan pelarut yang sesuai
dengan bahan inti agar diperoleh hasil mikrokapsul yang baik

E. Tujuan Mikroenkapsulasi

Proses mikroenkapsulasi memiliki tujuan yaitu


a. Mengubah bentuk cairan menjadi padatan
b. Melindungi inti dari pengaruh lingkungan
c. Memperbaiki aliran serbuk
d. Menutupi rasa dan bau yang tidak enak
e. Menyatukan zat-zat yang tidak tersatukan secara fisika dan kimia
f. Menurunkan sifat iritasi inti terhadap saluran cerna
g. Mengatur pelepasan bahan inti

h. Memperbaiki stabilitas bahan inti

i. Sensitif terhadap cahaya

j. Mengatur pelepasan bahan aktif

k. Oksidasi dan pemanasan

16
F. Faktor - Faktor yang mempengaruhi Keberhasilan Proses Mikroenkapsulasi

Faktor - faktor yang menpengaruhi keberhasilan mikroenkapsulasi antara lain


sifat fisikokimia bahan inti atau zat aktif, bahan penyalut yang digunakan, tahap
proses mikroenkapsulasi, sifat dan struktur dinding mikrokapsul serta kondisi
pembuatan (basa atau kering).

G. Sifat Zat Aktif untuk Mikrokapsul

Zat aktif yang dapat dibuat dalam system mikrokapsul dapat berupa zat
padat, cair ataupun gas, dengan ukuran partikel yang kecil. Sifat-sifat zat aktif dari
system mikroenkapsulasi tergantung dari tujuan mikroenkapsulasi tersebut.

H. Metode Pembuatan Mikrokapsul


Metode pembuatan mikrokapsul cukup beragam diantaranya adalah
koaservasi pemisahan fase, semprot kering semprot beku, penguapan pelarut,
suspense udara, proses multi lubang sentrifugal, penyalutan di dalam panci,
polimerisasi. Dalam pembuatan formula kami memakai metode koaservasi
pemisahan fasa.

I. Mekanisme Pelepasan Obat Pelepasan dari Mikrokapsul


Obat dari mikrokapsul yaitu melaui proses difusi melewati lapisan polimer,
erosi dari lapisan polimer atau melalui kombinasi dari kombinasi erosi dan difusi.
Umumnya obat yang dibuat dengan cara ini lebih banyak dilepaskan melalui
difusi membrane. Cairan dari saluran pencernaan berdifusi melalui membrane ke
dalam sel, kemudian obat akan melalui difusi pasif dari larutan konsentrasi tinggi
di dalam sel kapsul melalui membrane ketempat konsentrasi rendah pada cairan
saluran pencernaan. Jadi kecepatan pelepasan obat ditentukan oleh difusi obat oleh
membran.

J. Evaluasi Mikrokapsul
Evaluasi yang dilakukan pada mikrokapsul meliputi pemeriksaan morfologi
mikrokapsul, pengukuran partikel, berat mikrokapsul yang diperoleh, pengukuran
kadar air, penentuan kandungan zat inti, penentuan persentase zat inti yang
tersalut dan uji pelepasan invitro.

a. Pemeriksaan morfologi mikrokapsul :

17
Pemeriksaan morfologi mikrokapsul dengan menggunakan scanning electron
microscopy untuk mengetahui sifat pelepasan obat, karakteristik permukaan
dan adanya pori-pori pada permukaan mikrikapsul.

b. Pengukuran partikel :
Pengukuran partikel dievaluasi dengan menggunakan particle size analyzer.

c. Berat mikrokapsul yang diperoleh :


Berat mikrokapsul yang diperoleh ditimbang dengan menggunakan timbangan
analitik.

d. Penetapan kadar air :

Mikrokapsul diukur kadar airnya menggunakan pengukur kadar lembab


(moisture balance).

e. Penetapan Kandungan zat aktif :


Dilakukan untuk mengetahui banyaknya zat aktif yang dapat terkapsulasi
dan efisiensi metode yang digunakan mikrokapsul dapat mengandung bahan
inti sampai 99% dihitung terhadap berat mikrokapsul, metode yang digunakan
tergantung dari kelarutan bahan penyalut dan bahan inti.

18
BAB III

PEMBAHASAN

Formulasi B
Formulasi A ( disolusi = asam klorida )
Sampel ( T =120 menit ) ( T= 45 meni

F1 F2 F3 F4 F1 F2 F3 F4 F1 F2 F3
Natrium 1 1 1 1
Diklofen
ak 51,93%, 34,56 31,13 29,35 46,55 56,24 56,19
Eudragit 1,12 1,25 1, 1,75. % % % % % %
L 100 5 5

A. Hasil Formula
Hasil Formula dari tinjauan diatas diperoleh sebagai berikut:
1. Pada pembuatan formula mikrokapsul dengan mengoptimasinya berfungsi
untuk mengetahui pengaruh emulsifikasi terhadap bentuk dan permukaan
mikrokapsul. Dilakukan berbagai kecepatan pengadukan sehingga pada
pembuatan formula mikrokapsul ini menggunakan kecepatan 500 rpm.
Formula yang diperoleh adalah perbandingan natrium diklofenak dan Eudragit
L 100 1: 1,125; 1:1,25; 1:1,5; 1:1,75.
2. jumlah natrium diklofenak yang terdisolusi pada asam klorida 0,1 N dari
formula I, II, III, IV pada menit 120 adalah 51,93%, 34,56%, 31,13%, dan
29,35% sedangkan pada medium dapar fosfat pH 6,8 dari formula I, II, III, IV,
pada menit 45 adalah 48,55%, 56,24%, 56,19%, dan 55,83% .Dari hasil
disolusi dapat disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi Eudragit L 100
dapat menurunkan pelepasan obat.

3. F1 memiliki persentase zat yang terserap lebih besar dibandingkan F2, F3, dan
F4. Karena komposisi Eudragit L yang digunakan lebih sedikit sehingga obat
lebih cepat dapat dikurangi dan penyerapannya lebih maksimal. Jadi dapat
disimpulkan bahwa formulasi yang terbaik dengan zat aktif Natrium
diklofenak menggunakan metode pembuatan mikrokapsul dengan metode
koaservasi pemisahan fasa adalah formula 1.

19
B. Evaluasi Sediaan

1) Pemeriksaan Bentuk dan Morfologi Mikrokapsul


Bentuk dan morfologi permukaan mikrokapsul diamati dengan scanning
electron microscopy (SEM). Struktur dan ukuran mikrokapsul bergantung dari
metode pembuatan, jenis bahan inti, dan polimer yang digunakan dalam proses
mikroenkapsulasi.

2) Distribusi Ukuran Partikel Mikrokapsul

Pada umumnya mikrokapsul biasanya memiliki rentang ukuran partikel


antara 5 – 5000 μm. Ketebalan dinding biasanya berkisar antara 0,2 μm tetapi
biasanya lebih dari 10 μm, metode penguapan pelarut biasanya menghasilkan
mikrokapsul dengan rentang ukuran 1-5000 μm(Lachman, 1994).

Ukuran dari mikrokapsul pada setiap batch ditentukan dengan sieve


analysis Menggunakan suatu seri ayakan standar (10,22,44,52,60) yang
dikalibrasi oleh The National standars. Ayakan umumnya digunakan untuk
memilih partikel-partikel yang lebih kasar, tetapi jika digunakan sangat
hatihati, ayakan-ayakan tersebut dapat digunakan untuk mengayak bahan
sampai sehalus 44 μm. Untuk menguji kehalusan serbuk suatu sampel tertentu
ditaruh suatu ayakan yang cocok dan digoyangkan secara mekanik. Serbuk
tersebut digoyangkan selama waktu tertentu dan bahan yang yang melalui satu
ayakan ditahan oleh ayakan berikutnya yang lebih halus kemudian
dikumpulkan dan ditimbang.

3) Penentuan Kandungan Zat Aktif

Penentuan kandungan obat mikrokapsul dilakukan untuk mengetahui


banyaknya zat aktif yang dapat terkapsulasi. Metode yang digunakan
tergantung dari kelarutan bahan penyalut dan bahan inti. Karena bahan inti dan
bahan penyalut larut dalam pelarut bukan air, maka penentuan kandungan
mikrokapsul dilakukan dengan melarutkan mikrokapsul dalam pelarut organik
yang sesuai dan kadar obat kemudian ditentukan dengan metode analitik yang
sesuai.

4) Penentuan Faktor Perolehan Kembali Proses

20
Faktor perolehan kembali proses dilakukan untuk mengetahui efisiensi
metode yang digunakan. Faktor perolehan kembali proses dapat ditentukan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Wp = Wm x 100%
Wt
Keterangan : Wp : Faktor perolehan kembali proses.
Wm : Bobot mikrokapsul yang diperoleh.
Wt : Bobot bahan pembentuk mikrokapsul.

5) Uji Disolusi

Laju disolusi adalah jumlah bahan padat yang terlarut pada setiap waktu
tertentu. Proses disolusi zat aktif ini sangat berpengaruh terhadap kecepatan
dan besarnya ketersediaan zat aktif dalam tubuh dan selanjutnya akan
mempengaruhi respon klinis yang akan dihasilkan oleh suatu sediaan. Untuk
obat yang kelarutannya sangat kecil, laju disolusi menentukan proses absorpsi
obat pada saluran cerna.

Uji disolusi in vitro ini dilakukan untuk mengukur laju dan jumlah
pelarutan obat dalam suatu medium dengan adanya satu atau lebih bahan
tambahan yang terkandung dalam produk obat.
Noyes dan Whitney menggambarkan proses disolusi bahan padat dimulai
dengan pelarutan bahan pada permukaan partikel zat aktif, yang membentuk
larutan jernih di sekeliling partikel.
Obat yang terlarut dalam larutan jernih diasumsikan sebagai ” Stagnant
Layer” atau lapisan tetap rendah. Adapun persamaan yang menggambarkan
kecepatan disolusi adalah : dc/dt = DS/h (Cs-C)

Keterangan : dc/dt : Laju disolusi

D : Koefisien difusi.
S : Luas permukaan obat.
H: Tebal lapisan difusi.
Cs : Konsentrasi larutan jenuh
C : Konsentrasi zat terlarut dalam larutan
induk

21
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses disolusi antara lain :

a. Faktor fisikokimia
Sifat fisika-kimia partikel obat mempunyai pengaruh yang sangat
besar. Luas permukaan efektif obat dapat diperbesar dengan memperkecil
ukuran partikel obat, semakin kecil ukuran partikel obat maka luas
permukaan akan semakin besar, sehingga akan menaikkan kecepatan
disolusi. Kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi laju pelarutan.
Kelarutan obat dapat ditingkatkan dengan beberapa cara antara lain
pembentukan garam, perubahan senyawa kompleks, pengubahan bentuk
kristal menjadi bentuk amorf yang lebih mudah larut, atau penambahan
bahan - bahan tertentu.

b. Faktor formulasi
Berbagai bahan tambahan dalam produk obat yang bertujuan
memperbaiki bentuk dan efek terapeutik dapat mempengaruhi kecepatan
pelarutan obat, seperti bahan pengisi, penghancur, pelicin dan pengikat.
c. Faktor yang berkaitan dengan peralatan disolusi
Faktor ini meliputi tipe, kecepatan, pengadukan, komposisi medium
dan volume medium.
Uji disolusi sediaan mikrokapsul Na-Diklofenak menggunakan uji
disolusi tipe 2 (metode keranjang) USP XXII. 100 mg sample, 900 ml
medium disolusi, buffer posfat pH 7,4 pada suhu 37°±5°C dilakukan
pengadukan dengan kecepatan 50 rpm. 5 ml larutan di sampling pada
interval waktu 0,25; 0,5; 0,75; 1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8; 9; dan 10. Untuk
menjaga agar volume konstan maka sejumlah 5 ml aquabidest
ditambahkan untuk menggantikan volume sample yang di sampling.
Absorbansi sample dikur pada λ285 nm dengan menggunakan blanko
buffer posfat pH 7,4. Hasil dari studi pelepasan obat secara in vitro ini
kemudian di hitung dan dibuat grafik % kumulatif dari pelepasan obat Vs
waktu.

1. Pertanyaan

22
Kenapa natrium diklofenak dibuat mikrokapsul dan efeknya bagaimana untuk bahan
utama tersebut?

Jawaban:

Natrium diklofenak merupakan obat golongan analgesik antiinflamasi non

steroid (AINS) yang banyak dipakai untuk terapi penyakit inflamasi sendi seperti

artritis rheumatoid, osteoarthritis, dan penyakit pirai baik untuk kronis maupun

dalam keadaan akut. Narium diklofenak memiliki absorbsi yang lengkap dan

cepat pada saluran gastrointestinal (Gunawan dan Wilmana, 2007), tapi dalam

penggunaannya memiliki efek samping yaitu mengiritasi mukosa lambung,

pendarahan lambung, hingga kematian (Chuasuwan, et al, 2009). Oleh karena itu

pemakaian obat ini harus dibatasi terutama pada pasien yang memiliki riwayat

tukak lambung (Gunawan dan Wilmana, 2007).

Pada penelitian ini natrium diklofenak dimikroenkapsulasi agar dapat

menahan pelepasan obat dilambung dan dilepaskan di usus sehingga mengurangi

efek samping yang merugikan seperti iritasi terhadap lambung, khususnya pada

penderita dengan riwayat penyakit persendian yang mendapatkan terapi dengan

natrium diklofenak. Sistem pelepasan yang dikontrol oleh polimer tersebut

diharapkan dapat mengatur pelepasan natrium diklofenak pada organ yang tepat

yaitu pada usus.

23
BAB IV
PENUTUP
I. Kesimpulan

Pada pembuatan formula mikrokapsul dengan mengoptimasinya berfungsi untuk


mengetahui pengaruh emulsifikasi terhadap bentuk dan permukaan mikrokapsul.
Setelah dilakukan berbagai kecepatan pengadukan sehingga pada pembuatan
formula mikrokapsul ini menggunakan kecepatan 500 rpm. Formula yang
diperoleh adalah perbandingan natrium diklofenak dan Eudragit L 100 1: 1,125;
1:1,25; 1:1,5; 1:1,75.
Jumlah natrium diklofenak yang terdisolusi pada asam klorida 0,1 N dari
formula I, II, III, IV pada menit 120 adalah 51,93%, 34,56%, 31,13%, dan 29,35%
sedangkan pada medium dapar fosfat pH 6,8 dari formula I, II, III, IV, pada menit
45 adalah 48,55%, 56,24%, 56,19%, dan 55,83% .Dari hasil disolusi dapat
disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi Eudragit L 100 dapat menurunkan
pelepasan obat.
F1 memiliki persentase zat yang terserap lebih besar dibandingkan F2, F3, dan
F4. Karena komposisi Eudragit L yang digunakan lebih sedikit sehingga obat lebih
cepat dapat dikurangi dan penyerapannya lebih maksimal. Jadi dapat disimpulkan
bahwa formulasi yang terbaik dengan zat aktif Natrium diklofenak menggunakan
metode pembuatan mikrokapsul dengan metode koaservasi pemisahan fasa adalah
formula 1.

II. Saran

1. Disarankan pada mahasiswa dan mahasiswi selanjutnya untuk lebih memahami


pembuatan formula mikrokapsul dengan metode koaservasi pemisahan fasa.

24
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi ketiga. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
2. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi keempat. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
3. Anonim. 2004. Specifications and test methods for Eudragit L 100 and Eudragit
S100. Degussa
4. Anjani K., K. Kailasapathy, dan M. Philips. 2007. Microencapsulation of
enzymes for potential application in acceleration of cheese ripening,
International Dairy Journal, 17, 79-86.
5. lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20285726-S856-Preparasi%20dan.pdf
6. http://www.slideshare.net/ayangcantik1/33855579-prosesmikroenkapsulasi
7. http://antometa208.blogspot.co.id/2011/08/mikroenkapsulasi.html
8. https://www.scribd.com/doc/141627901/MIKROENKAPSULASI

25

Anda mungkin juga menyukai