Anda di halaman 1dari 584

Kebijakan dan Stategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 1

DAFTAR ISI

Daftar isi ii

A. Tentang Modul Ini 1

Deskripsi Singkat 2

Tujuan Pembelajaran 3

Materi Pokok 4

B. Kegiatan Belajar

Materi Pokok 1 Kebijakan Penurunan AKI & AKB 6

Pendahuluan 6

Indikator Hasil Belajar 7

Sub Materi Pokok 7

Uraian Materi pokok I 8

Sekarang Saya Tahu Materi Pokok I 12

Materi Pokok 2 Pelayan Kesehatan Masa Sebelum 13

Hamil, Hamil, Persalinan dan setelah melahirkan

Pendahuluan 13

Indikator Hasil Belajar 13

Sub Materi Pokok 14

Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil 15

Pelayanan Kesehatan Masa Hamil 47

Pelayanan Kesehatan Persalinan 54

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || ii


Pelayanan Kesehatan Setelah Melahirkan 60

Sekarang Saya Tahu Materi Pokok II 68

Referensi 69

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || iii
A Tentang Modul Ini

Kebijakan dan Stategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 1


DESKRIPSI SINGKAT

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)


2020-2024 telah memberikan arah pembangunan bidang kesehatan
dengan visi meningkatkan pelayanan kesehatan melalui jaminan
kesehatan nasional, khususnya penguatan pelayanan kesehatan
primer dengan peningkatan upaya promotif dan preventif yang
didukung oleh inovasi dan pemanfaatan teknologi.
Kebijakan dalam RPJMN ini difokuskan pada lima hal yaitu
Meningkatkan kesehatan ibu, anak, keluarga berencana dan
kesehatan reproduksi, mempercepat perbaikan gizi masyarakat,
meningkatkan pengendalian penyakit, Gerakan Masyarakat Hidup
Sehat (Germas) dan Memperkuat sistem kesehatan dan
pengendalian obat dan makanan.
Peningkatan kesehatan ibu dan anak difokuskan pada upaya
penurunan angkat kematian ibu melahirkan (AKI), angka kematian
bayi lahir (AKB), angka kematian neonatal dan peningkatan cakupan
vaksinasi
Upaya penurunan AKB dan AKI di fokuskan pada Pelayanan
Kesehatan di : 1. Posyandu/Masayarakat berupa Edukasi KIA dan
Gizi, Pencegahan koplikasi persalinan dan Puskesmas PONED dan
setiap kota memiliki minimal 1 RTK (Rumah Tunggu Kelahiran), 2.
Puskesmas/FKTP, dilakukan upaya Kesehatan meliputi
peningkatan kapasitas puskesmas PONED, Setiap FKTP
memberikan tatalaksana bayi atau balita sakit sesuai standar dan
Peningkatan kapasitas dokter umum dan bidan dalam pelayanan
KIA pada Kabupaten kota, dan 3. Rumah Sakit dilakukan upaya
Kesehatan meliputi Rumah Sakit yang melayani persalinan adalah
Rumah Sakit PONEK, Ketersediaan Unit Transfusi darah (UTD) /
Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) di Kabupaten Kota dan
Pendampingan RSUD Kabupaten Kota
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 2
TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu memahami


kebijakan dan strategi pelayanan Kesehatan ibu dan anak (KIA)

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta latih mampu :

1. Menjelaskan Kebijakan Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI)


dan Angka Kematian Bayi (AKB);
2. Menjelaskan Pelayanan Kesehatan masa Sebelum hamil, hamil,
persalinan dan setelah melahirkan

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 3


MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:

1. Kebijakan Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka


Kematian Bayi (AKB)

2. Pelayan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Hamil, Persalinan


dan setelah melahirkan

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 4


B Kegiatan Belajar

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 5


MATERI POKOK 1
KEBIJAKAN PENURUNAN AKI
DAN AKB

Pendahuluan

Kesehatan reproduksi adalah keadaan yang menunjukkan kondisi


kesehatan fisik, mental, dan sosial seseorang dihubungkan dengan
sistem, fungsi, dan proses reproduksinya, termasuk tidak adanya
penyakit dan kelainan yang mempengaruhi kesehatan reproduksi
tersebut. Dalam lingkup kesehatan reproduksi, kesehatan ibu
selama kehamilan, persalinan, dan nifas menjadi masalah utama
kesehatan reproduksi perempuan.

Setiap orang berhak untuk menentukan kehidupan reproduksinya


dan bebas dari diskriminasi, paksaan, dan/atau kekerasan yang
menghormati nilai-nilai luhur yang tidak merendahkan martabat
sesuai dengan norma agama. Hak reproduksi perorangan sebagai
bagian dari pengakuan akan hak-hak asasi manusia yang diakui
secara internasional dapat diartikan bahwa setiap orang baik laki-
laki maupun perempuan, tanpa memandang perbedaan kelas
sosial, suku, umur, agama, mempunyai hak yang sama untuk
memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab kepada diri,
keluarga dan masyarakat mengenai jumlah anak, jarak antar anak,
serta menentukan waktu kelahiran anak dan di mana akan
melahirkan.

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 6


Hasil kajian lanjut Sensus Penduduk 2010 menunjukkan bahwa
6,9% kematian ibu terjadi pada perempuan usia kurang dari 20
tahun dan 92% meninggal saat hamil atau melahirkan anak
pertama. Hasil Sistem Registrasi Sampel (SRS, Balitbangkes) tahun
2016 menunjukkan data penyebab kematian ibu adalah hipertensi
(33,7%), perdarahan (27,03%), komplikasi non obstetrik (15,7%),
komplikasi obstetrik lainnya (12,04 %), infeksi (4%) dan lain-lain
(4,5%). Penyebab kematian bayi baru lahir adalah komplikasi
kejadian intrapartum (28,3%), gangguan respiratori dan
kardiovaskuler ( 21,3 % ), BBLR dan prematur (19 %), infeksi
(7,3 %), tetanus neonatorum (1,2 %), lain-lain (8,2 %). Sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Reproduksi bahwa setiap perempuan berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan ibu untuk mencapai hidup sehat
dan berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta dapat Menjelaskan


Kebijakan Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB)

Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 1:

1. Kebijakan penurunan AKI dan AKB

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 7


Uraian Materi Pokok 1

Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 menunjukkan masih


tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu 305 per 100.000 kelahiran
hidup dan berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) 2017 Angka Kematian Bayi (AKB) 24 per 1.000 kelahiran
hidup. Sementara itu, data SDKI 2017 menunjukkan angka kelahiran
pada perempuan usia 15-19 tahun (Age Specific Fertility Rate/ASFR)
sebesar 36 per 1000.

Upaya yang dilakukan sesuai dengan pendekatan siklus hidup


“continuum of care” yang dimulai dari masa sebelum hamil, masa
hamil, persalinan, sampai dengan masa sesudah melahirkan. Dalam
upaya peningkatan kesehatan masa sebelum hamil, persiapan
kondisi fisik, mental, dan sosial harus disiapkan sejak dini, yaitu
dimulai dari masa remaja. Selain remaja, upaya peningkatan
kesehatan masa sebelum hamil juga diberikan kepada pasangan
calon pengantin dan Pasangan Usia Subur (PUS). Pelayanan
bertujuan agar ketiga kelompok sasaran tersebut menjalankan
perilaku hidup sehat, melakukan deteksi dini penyakit maupun faktor
risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan reproduksinya, dan
mendapatkan intervensi sedini mungkin jika ditemukan faktor risiko.
Diharapkan setiap pasangan dapat mempersiapkan kesehatan yang
optimal dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia dan
generasi yang sehat dan berkualitas

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 8


Strategi percepatan penurunan AKI dan AKB dilaksanakan upaya-
upaya kesahatan yang berfokus pada Posyandu/Masyarakat,
Puskesmas/FKTP dan Rumah Sakit.

1. Posyandu/Masyarakat dilakukan upaya sebagai berikut :

a. Edukasi KIA dan Gizi

b. Pencegahan koplikasi persalinan

c. Puskesmas PONED dan setiap kota memiliki minimal 1 RTK


(Rumah Tunggu Kelahiran)

Dan target yang diharapkan tercapai

a. 100% ibu hamil memiliki dan menggunakan buku KIA

b. 100% kabupaten/kota memiliki RTK

2. Puskesmas/FKTP dilakukan upaya sebagai berikut :

a. Meningkatkan kapasitas puskesmas PONED

b. Setiap FKTP memberikan tatalaksana bayi atau balita sakit


sesuai standar

c. Peningkatan kapasitas dokter umum dan bidan dalam


pelayanan KIA pada Kabupaten kota

Dan target yang diharapkan tercapai :

a. 100% ANC berkualitas

b. 100% Puskesmas rawat inap mampu PONED

c. 100% bayi / balita sakit dilayani

d. Semua puskesmas rawat inap (dokter dan bidan ditingkatkan


kompetensinya dalam pelayanan KIA

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 9


3. Rumah Sakit dilakukan upaya sebagai berikut :

a. Rumah Sakit yang melayani persalinan adalah Rumah Sakit


PONEK

b. Ketersediaan Unit Transfusi darah (UTD) / Bank Darah


Rumah Sakit (BDRS) di Kabupaten Kota

c. Pendampingan RSUD Kabupaten Kota

Dan target yang diharapkan tercapai :

a. 100% RS Kab/Kota Mampu PONEK dan tatalaksana


bayi/balita sakit berat

b. 100% UTD / BDRS di Kab. Kota

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 10


TARGET RPJMN 2020-2024
PROGRAM PRIORITAS INDIKATOR RPJMN 2020-2024 2020 2021 2022 2023 2024
Angka kematian ibu (AKI) (per
230 217 205 194 183
100.000 kelahiran hidup)
PP: Peningkatan Akses dan Mutu
Pelayanan Kesehatan Angka kematian bayi (AKB) (per
20.6 19.5 18.6 17.6 16
1000 kelahiran hidup)
Angka kematian neonatal (per
12.9 12.2 11.6 11.0 10.0
1.000 kelahiran hidup)
Cakupan persalinan di Fasilitas
87 89 91 93 95
Pro P: Penurunan Kematian Ibu Kesehatan (Persen)
dan Bayi Cakupan Kunjungan Antenatal
80 85 90 92 95
(Persen)
Cakupan Kunjungan Antenatal
86 88 90 92 95
(Persen)
Target RPJMN 2020-2024

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 11


SEKARANG SAYA TAHU

1. Strategi penurunan AKI dan AKB berfokus kepada pelayanan


pada:
a. Posyandu/Masyarakat,

- Edukasi KIA dan Gizi

- Pencegahan koplikasi persalinan

- Puskesmas PONED dan setiap kota memiliki minimal 1


RTK (Rumah Tunggu Kelahiran)

b. Puskesmas/FKTP,

- Meningkatkan kapasitas puskesmas PONED

- Setiap FKTP memberikan tatalaksana bayi atau balita


sakit sesuai standar

- Peningkatan kapasitas dokter umum dan bidan dalam


pelayanan KIA pada Kabupaten kota

c. Rumah Sakit

- Rumah Sakit yang melayani persalinan adalah Rumah


Sakit PONEK

- Ketersediaan Unit Transfusi darah (UTD) / Bank Darah


Rumah Sakit (BDRS) di Kabupaten Kota

- Pendampingan RSUD Kabupaten Kota

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 12


MATERI POKOK 2
PELAYANAN KESEHATAN MASA
SEBELUM HAMIL, HAMIL,
PERSALINAN DAN SETELAH
MELAHIRKAN
Pendahuluan

penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa


Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan bertujuan untuk
mengurangi angka kesakitan dan angka kematian ibu dan bayi baru
lahir dengan menyiapkan kesehatan remaja, calon pengantin, dan/atau
pasangan usia subur pada masa sebelum hamil, menjamin kesehatan
ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas,
menjamin tercapainya kualitas hidup dan pemenuhan hak-hak
reproduksi, dan mempertahankan dan meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta mampu menjelaskan


pelayanan Kesehatan masa sebelum hamil, hamil, persalinan dan
setelah melahirkan

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 13


Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 2:

1. Pelayanan Kesehatan masa sebelum hamil

2. Pelayanan Kesehatan masa hamil

3. Pelayanan Kesehatan persalinan

4. Pelayanan Kesehatan masa setelah melahirkan

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 14


Uraian Materi Pokok 2

A. Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil


Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil adalah setiap
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang ditujukan pada
perempuan sejak saat remaja hingga saat sebelum hamil dalam
rangka menyiapkan perempuan untuk menjalani kehamilan yang
sehat. Kegiatan juga ditujukan kepada lakilaki karena kesehatan laki-
laki juga dapat mempengaruhi kesehatan reproduksi perempuan.
Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil ditujukan pada
kelompok sasaran yaitu remaja, calon pengantin, dan Pasangan Usia
Subur (PUS), serta sasaran lainnya misalnya kelompok dewasa muda.
Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil meliputi pemberian
komunikasi, informasi dan edukasi, pelayanan konseling, pelayanan
skrining kesehatan, pemberian imunisasi, pemberian suplementasi
gizi, pelayanan medis, dan pelayanan kesehatan lainnya, dengan
memberikan penekanan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan
khusus untuk setiap kelompok.
Pada kelompok remaja, pelayanan kesehatan masa sebelum
hamil ditujukan untuk mempersiapkan remaja menjadi orang dewasa
yang sehat dan produktif, agar terbebas dari berbagai gangguan
kesehatan yang dapat menghambat kemampuan menjalani kehidupan
reproduksi secara sehat. Sedangkan untuk calon pengantin dan PUS,
pelayanan kesehatan masa sebelum hamil bertujuan untuk
mempersiapkan pasangan agar sehat sehingga perempuan dapat
menjalankan proses kehamilan, persalinan yang sehat dan selamat,

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 15


serta melahirkan bayi yang sehat.

a. Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil Bagi Remaja


1. Pemberian Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) bagi remaja
merupakan proses penyampaian pesan baik secara langsung
maupun tidak langsung yang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja sehingga mendorong
terjadinya proses perubahan perilaku ke arah yang positif, terkait
upaya peningkatan kesehatannya agar tetap sehat, aktif,
mandiri, dan berdaya guna baik bagi dirinya sendiri, keluarga,
maupun masyarakat.
Untuk dapat membina hubungan baik dengan klien remaja,
perhatikanlah hal-hal berikut :
- Remaja dapat datang sendirian atau bersama bersama
orang tua/teman/orangtua dewasa lain. Jika remaja ditemani
oleh orang dewasa, jelaskan pada pendampingnya bahwa
anda ingin menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan
remaja tersebut. Dalam keadaan tertentu, tenaga kesehatan
mungkin akan memerlukan waktu khusus untuk berbicara
hanya dengan klien remaja tersebut.
- Terapkan teknik komunikasi efektif, meliputi kontak mata,
posisi sejajar, menjadi pendengar yang aktif, dan tidak
memotong pembicaraan klien.
- Banyak masalah kesehatan remaja yang sensitif dalam
masyarakat. Ketika ditanyakan oleh tenaga kesehatan
tentang hal yang sensitif seperti aktivitas seksual atau
penyalahgunaan obat-obatan, remaja mungkin cenderung
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 16
menyembunyikan informasi tersebut karena khawatir
mendapatkan penilaian negatif dari tenaga kesehatan. Oleh
karena itu mulailah dengan percakapan dengan masalah-
masalah umum yang kurang sensitif dan tidak berbahaya.

Materi KIE yang dapat diberikan pada remaja sesuai kebutuhan


antara lain: (1). Keterampilan psikososial melalui Pendidikan
Keterampilan Hidup Sehat (PKHS), (2). Pola makan gizi
seimbang, (3). Aktivitas fisik, (4). Pubertas, (5). Aktivitas seksual,
(6). Kestabilan emosional, (7). Penyalahgunaan NAPZA
termasuk tembakau dan alcohol, (8). Cedera yang tidak
disengaja, (9). Kekerasan dan penganiayaan, (10). Pencegahan
kehamilan dan kontrasepsi, (11). HIV dan Infeksi Menular
Seksual (IMS), dan (12) Imunisasi.

KIE bagi remaja dapat dilaksanakan di sekolah maupun di luar


sekolah. KIE dapat diberikan oleh tenaga kesehatan dan/atau
kader kesehatan terlatih (guru/pendamping anak di
LKSA/LPKA/pondok pesantren dan/atau kader remaja).

2. Pelayanan Konseling
Konseling adalah proses pertukaran informasi dan interaksi
positif antara klien dan tenaga kesehatan untuk membantu klien
mengenali kebutuhannya, memilih solusi terbaik, dan membuat
keputusan yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang
dihadapi. Konseling adalah pertemuan tatap muka antara dua
pihak, dimana satu pihak membantu pihak lain untuk mengambil
keputusan yang tepat bagi dirinya sendiri kemudian bertindak
sesuai keputusannya.
Konseling juga bermanfaat untuk mendeteksi gangguan
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 17
kesehatan dan perkembangan yang tidak disampaikan oleh
remaja, mendeteksi apakah remaja melakukan perilaku yang
membahayakan atau menyebabkan gangguan kesehatan
(seperti menyuntikkan obatobatan atau hubungan seksual yang
tidak aman), dan mendeteksi berbagai faktor penting dalam
lingkungan remaja yang dapat meningkatkan kecenderungan
mereka untuk melakukan perilakuperilaku tersebut. Untuk
keperluan ini, tenaga kesehatan dapat menggunakan metode
penilaian HEEADSSS (Home, Education/Employment, Eating,
Activity, Drugs, Sexuality, Safety, Suicide).
Konseling bagi remaja dapat dilaksanakan di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan atau fasilitas lainnya. Konseling diberikan
oleh tenaga kesehatan terlatih dan/atau kader kesehatan yang
terlatih (guru/ pendamping anak/konselor sebaya di
sekolah/madrasah/pondok pesantren/LKSA/LPKA)
3. Pelayanan Skrining Kesehatan
Pelayanan skrining kesehatan dilakukan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Beberapa
langkah yang dilakukan yaitu: a. Anamnesis
- Anamnesis Umum, Anamnesis adalah suatu kegiatan
wawancara antara tenaga kesehatan dan klien untuk
memperoleh informasi tentang keluhan, penyakit yang
diderita, riwayat penyakit, dan faktor risiko pada remaja.
Anamnesis Umum
Keluhan Utama Keluhan atau sesuatu
yang dirasakan oleh
pasien yang mendorong
pasien mencari layanan
kesehatan (tujuan

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 18


memeriksakan diri).
Misalnya: telat haid dari
biasanya.
Riwayat Penyakit a) Penjelasan dari
Sekarang (RPS) keluhan utama,
mendeskripsikan
perkembangan gejala dari
keluhan utama tersebut.
Dimulai saat pertama kali
pasien merasakan
keluhan.
b) Menemukan adanya
gejala penyerta dan
mendeskripsikannya
(lokasi, durasi, frekuensi,
tingkat keparahan, serta
faktor-faktor yang
memperburuk dan
mengurangi keluhan).
c) Kebiasaan/lifestyle
(merokok, konsumsi
makanan berlemak,
olahraga rutin atau tidak,
konsumsi alkohol dan
NAPZA, dan sebagainya).
d) Mencari hubungan
antara keluhan dengan
faktor atau suasana
psikologis dan emosional
pasien, termasuk pikiran
dan perasaan pasien
tentang penyakitnya.
e) Apakah keluhan sudah
diobati, jika ya tanyakan
obat serta berapa dosis
yang diminum, tanyakan
apakah ada riwayat
alergi.
f) Obat-obatan yang
digunakan (obat
pelangsing, pil KB, obat
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 19
penenang, obat maag,
obat hipertensi, obat
asma), riwayat alergi,
riwayat merokok, riwayat
konsumsi alkohol.
g) Riwayat haid: kapan
mulai haid, teratur atau
tidak, durasi haid berapa
lama, sakit pada waktu
haid/dismenorhea, dan
banyaknya darah haid
Riwayat Penyakit Dahulu a) Keterangan terperinci
(RPD) dari semua penyakit yang
pernah dialami dan
sedapat mungkin
dituliskan menurut urutan
waktu.
b) Penyakit yang diderita
sewaktu kecil.
c) Penyakit yang diderita
sesudah dewasa beserta
waktu kejadiannya.
d) Riwayat alergi dan
riwayat operasi.
e) Riwayat pemeliharaan
kesehatan, seperti
imunisasi, screening test,
dan pengaturan pola
hidup.
f) Riwayat trauma fisik,
seperti jatuh, kecelakaan
lalu lintas, dan lain lain
g) Riwayat penyakit
gondongan (khusus laki-
laki).
Riwayat Penyakit a) Riwayat mengenai
Keluarga (RPK) ayah, ibu, saudara laki-
laki, saudara perempuan
pasien, dituliskan tentang
umur dan keadaan

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 20


kesehatan masing-masing
bila masih hidup, atau
umur waktu meninggal
dan sebabnya.
Gambarkan bagan
keluarga yang
berhubungan dengan
keadaan ini.
b) Tuliskan hal-hal yang
berhubungan dengan
peranan keturunan atau
kontak diantara anggota
keluarga. Ada atau
tidaknya penyakit spesifik
dalam keluarga, misalnya
hipertensi, penyakit
jantung koroner, diabetes,
dan lain sebagainya.

- Anamnesis HEEADSSS, Anamnesis HEEADSSS (Home,


Education/Employment, Eating, Activity, Drugs, Sexuality,
Safety, Suicide) bertujuan untuk menggali dan mendeteksi
permasalahan yang dialami remaja. Pendekatan ini
memandu tenaga kesehatan untuk bertanya pada remaja
mengenai aspek-aspek penting yang dapat menimbulkan
masalah psikososial bagi mereka. Sebelum melakukan
anamnesis pada remaja, tenaga kesehatan perlu membina
hubungan baik, menjamin kerahasiaan, dan terlebih dahulu
mengatasi masalah klinis atau kegawatdaruratan yang ada
pada remaja.
Tidak semua masalah remaja yang ditemukan dapat
diselesaikan pada satu kali kunjungan, tetapi dibutuhkan
beberapa kali kunjungan. Biasanya pada saat pertama kali

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 21


kunjungan tenaga kesehatan harus sudah mengidentifikasi
dan memilih untuk menangani masalah yang diperkirakan
menimbulkan risiko kesehatan yang lebih besar pada
remaja tersebut. Tenaga kesehatan harus memberikan rasa
aman dan nyaman, sehingga menimbulkan rasa percaya
remaja kepada tenaga kesehatan sehingga mereka
berkeinginan kembali ke Puskesmas untuk mengatasi
permasalahan yang dihadapi.

Anamnesis HEEADSSS
Penilaian HEEADSSS Hal yang perlu digali
Home (Rumah/Tempat a) Tingkat kenyamanan.
tinggal) Tenaga kesehatan b) Dukungan keluarga
menggali kemungkinan (remaja merasa aman, bisa
remaja memiliki masalah di bicara secara terbuka serta
dalam rumah/tempat tinggal. meminta tolong pada
anggota keluarga).
c) Perilaku berisiko
(kekerasan, penggunaan
alkohol, penggunaan obat
terlarang, dan seksualitas).
Education/Employment a) Tingkat kenyamanan.
(Pendidikan/Pekerjaan) b) Dukungan masyarakat
Tenaga kesehatan menggali sekolah/tempat kerja
kemungkinan remaja (remaja merasa aman, bisa
memiliki masalah terkait bicara secara terbuka serta
pendidikan atau pekerjaan. dapat meminta bantuan).
c) Perilaku berisiko
(kekerasan, penggunaan
alkohol, penggunaan obat
terlarang, dan seksualitas).
d) Adanya perilaku
intimidasi fisik maupun
psikis dari teman (bullying)
Eating (Pola Makan) Tenaga a) Kebiasaan makan, jenis
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 22
Kesehatan menggali makanan yang dikonsumsi,
kemungkinan remaja dan perilaku makan remaja
memiliki masalah terkait terkait dengan stress.
kebiasaan/pola makan. b) Perubahan berat badan
(peningkatan/penurunan).
c) Persepsi remaja tentang
tubuhnya.
Activity (Kegiatan/Aktivitas) a) Hal yang dilakukan
Tenaga kesehatan menggali remaja dalam mengisi waktu
kemungkinan remaja luang.
memiliki masalah terkait b) Hubungan dengan
kegiatannya sehari-hari. teman-teman (teman dekat,
sebaya)
c) Persepsi terhadap diri
sendiri dan teman
Drugs/Obat-obatan a) Adanya lingkungan sekitar
(NAPZA) Tenaga kesehatan remaja yang mengonsumsi
menggali kemungkinan NAPZA.
remaja memiliki masalah b) Perilaku konsumsi NAPZA
terkait risiko pada remaja.
penyalahgunaan NAPZA. c) Perilaku konsumsi obat
pelangsing pada remaja.
Sexuality (Aktivitas seksual) a) Adanya perilaku seksual
Tenaga kesehatan menggali pranikah atau perilaku
kemungkinan remaja seksual berisiko .
memiliki masalah aktivitas b) Kemungkinan terjadi
seksual. kehamilan.
c) Kemungkinan IMS/HIV.
d) Kemungkinan kekerasan
seksual.
Safety (Keselamatan) Rasa aman remaja saat
Tenaga kesehatan menggali berada di keluarga,
kemungkinan remaja lingkungan (sekolah,
memiliki masalah masyarakat), dan di tempat
keselamatan. umum
Suicide/Depression a) Adanya keinginan /
(Keinginan bunuh kecenderungan remaja
diri/depresi) Tenaga untuk menyakiti diri sendiri.
kesehatan memeriksa b) Adanya kecenderungan
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 23
kemungkinan remaja depresi, pola dan perilaku
memiliki risiko remaja apabila sedang
kecenderungan bunuh diri merasa sedih/cemas yang
dan depresi. berlebihan

- Deteksi Dini Masalah Kesehatan Jiwa


Salah satu cara untuk mendeteksi masalah kesehatan jiwa
yang relatif murah, mudah, dan efektif adalah dengan
menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh WHO, yaitu
Strength Difficulties Questionnaire (SDQ-25). Dalam instrumen
ini ada 25 pertanyaan terkait gejala atau tanda masalah
kesehatan yang harus dijawab klien dengan jawaban ya atau
tidak. Pelaksanaan deteksi dini menggunakan instrumen ini
mengacu kepada Petunjuk Pelaksanaan Pelayanan
kesehatan Jiwa di Sekolah.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada remaja dilakukan untuk mengetahui
status kesehatan remaja. Pemeriksaan ini dilakukan secara
lengkap sesuai indikasi medis. Hasil dari pemeriksaan ini
diharapkan tenaga kesehatan mampu mendeteksi adanya
gangguan kesehatan pada remaja, misalnya tanda-tanda
anemia, gangguan pubertas, dan Infeksi Menular Seksual
(IMS). Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan
pemeriksaan fisik:
1. Mintalah persetujuan tindakan medis kepada remaja,
termasuk bila pasien yang meminta pemeriksaan
tersebut. Jika remaja berusia di bawah 18 tahun,
persetujuan tindakan medis didapat dari orang tua atau

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 24


pengasuh. Tetapi, jika remaja tidak setuju, pemeriksaan
tidak boleh dilakukan meskipun lembar persetujuan medis
sudah ditandatangani oleh orang tua atau pengasuh.
Persetujuan medis dapat dilakukan secara lisan untuk
pemeriksaan yang tidak invasif.
2. Beberapa pemeriksaan fisik mungkin akan menimbulkan
perasaan tidak nyaman dan malu pada remaja. Usahakan
semaksimal mungkin agar klien remaja diperiksa oleh
tenaga kesehatan berjenis kelamin yang sama. Jika tidak
memungkinkan, pastikan adanya rekan kerja yang
berjenis kelamin sama dengan klien remaja selama
pemeriksaan dilakukan.
3. Pastikan kerahasiaan saat dilakukan pemeriksaan
(contohnya memastikan tempat pemeriksaan tertutup
tirai, pintu tertutup dan orang yang tidak berkepentingan
dilarang masuk selama pemeriksaan dilakukan).
Perhatikan tanda-tanda ketidak-nyamanan atau nyeri dan
hentikan pemeriksaan bila perlu.

Secara umum pemeriksaan fisik untuk remaja meliputi


pemeriksaan tanda vital, pemeriksaan status gizi (tinggi
badan dan berat badan), serta pemeriksaan tanda dan gejala
anemia.

1. Pemeriksaan Tanda Vital bertujuan untuk mengetahui


kelainan suhu tubuh, tekanan darah, kelainan denyut
nadi, serta kelainan paru dan jantung. Remaja yang
mengalami masalah dengan tanda vital dapat
mengindikasikan masalah infeksi, Hipertensi, penyakit

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 25


paru (Asma, Tuberkulosis) dan jantung, yang jika tidak
segera diobati berisiko mengganggu aktivitasnya karena
malaise (lemah), sakit kepala, sesak napas, dan nafsu
makan menurun. Remaja dengan disabilitas memiliki
kemungkinan untuk menderita kelainan bawaan yang
lain. Dengan pemeriksaan vital ini diharapkan dapat
mendeteksi sedini mungkin adanya kelainan bawaan lain
pada remaja.
2. Pemeriksaan Status Gizi Pemeriksaan status gizi
bertujuan untuk mendeteksi secara dini masalah gizi
kurang atau gizi lebih. Pemeriksaan status gizi dilakukan
melalui pengukuran antropometri dengan menggunakan
Indeks Masa Tubuh berdasarkan Umur (IMT/U).
3. Pemeriksaan Tanda dan Gejala Anemia Tanda dan gejala
anemia gizi besi dapat dilakukan dengan pemeriksaan
kelopak mata bawah dalam, bibir, lidah, dan telapak
tangan.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk remaja meliputi pemeriksaan
darah lengkap, pemeriksaan urin, dan pemeriksaan lainnya
berdasarkan indikasi.
1. Pemeriksaan Hemoglobin (Hb) Pemeriksaan kadar
hemoglobin sangat penting dilakukan dalam menegakkan
diagnosa dari suatu penyakit, sebab jumlah kadar
hemoglobin dalam sel darah akan menentukan
kemampuan darah untuk mengangkut oksigen dari paru-
paru keseluruh tubuh. Disebut anemia bila kadar
hemoglobin (Hb) di dalam darah kurang dari normal.
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 26
Pemeriksaan hemoglobin dilakukan melalui sampel darah
yang diambil dari darah tepi.
Tabel 3 : Rekomendasi WHO Tentang Pengelompokan
Anemia (g/dL) Berdasarkan Umur
Populasi Tidak Anemia
Anemia
Ringan Sedang Berat
Anak 5-11 Tahun 11.5 11.0-11.4 8.0-10.9 ˂8.0
Anak 12-14 Tahun 12 11.0-11.9 8.0-10.9 ˂8.0
WUS Tidak Hamil 12 11.0-11.9 8.0-10.9 ˂8.0
Ibu Hamil 11 10.0-10.9 7.0-9.9 ˂7.0
Laki-Laki ˃ 15 Tahun 13 11.0-12.9 8.0-10.9 ˂8.0
Sumber: Pedoman Penatalaksanaan Pemberian Tablet
Tambah Darah, Kemenkes, 2015

2. Pemeriksaan Golongan Darah


Golongan darah tidak hanya sebagai pelengkap kartu
identitas. Golongan darah wajib kita ketahui karena dapat
mencegah risiko kesehatan, membantu orang dalam
keadaan darurat dan dalam proses tranfusi darah.
Saat dilakukan pemeriksaan golongan darah seseorang
sekaligus akan diketahui jenis rhesusnya. Rhesus (Rh)
merupakan penggolongan atas ada atau tidak adanya
antigen-D di dalam darah seseorang. Orang yang dalam
darahnya mempunyai antigen-D disebut rhesus positif,
sedang orang yang dalam darahnya tidak dijumpai
antigenD, disebut rhesus negatif. Orang dengan rhesus
negatif mempunyai sejumlah kesulitan karena di dunia ini,
jumlah orang dengan rhesus negatif relatif lebih sedikit.
Pada orang kulit putih, rhesus negatif hanya sekitar 15%,
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 27
pada orang kulit hitam sekitar 8%, dan pada orang asia
bahkan hampir seluruhnya merupakan orang dengan
rhesus positif.
Apabila terdapat inkontabilitas rhesus (ketidakcocokan
rhesus), akan dapat terjadi pembekuan darah yang
berakibat fatal, yaitu kematian penerima darah, hal ini
juga dapat menimbulkan risiko pada ibu hamil yang
mengandung bayi dengan rhesus yang berbeda.
Umumnya dijumpai pada orang asing atau orang yang
mempunyai garis keturunan asing seperti Eropa dan
Arab, namun demikian tidak menutup kemungkinan
terdapat juga orang yang tidak mempunyai riwayat
keturunan asing memiliki rhesus negatif, namun
jumlahnya lebih sedikit. Di Indonesia, kasus kehamilan
dengan rhesus negatif ternyata cukup banyak dijumpai,
terutama pada pernikahan dengan ras non-Asia.
3. Pemeriksaan lainnya
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan pada remaja,
antara lain: a) Pemeriksaan darah lengkap untuk skrining
talasemi Pemeriksaan darah lengkap untuk skrining
talasemi terutama pada daerah dengan prevalensi
talasemi tinggi. b) Pemeriksaan gula darah Pemeriksaan
gula darah merupakan bagian dari Standar Pelayanan
Minimal (SPM) yang diberikan pada

usia 15-59 tahun.

4. Pemberian Imunisasi
Remaja membutuhkan imunisasi untuk pencegahan penyakit,

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 28


baik imunisasi yang bersifat rutin maupun imunisasi yang
diberikan karena keadaan khusus. Imunisasi pada remaja
merupakan hal yang penting dalam upaya pemeliharaan
kekebalan tubuh tehadap berbagai macam penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri, virus, maupun parasit dalam kehidupan
menuju dewasa. Imunisasi pada remaja ini diperlukan mengingat
imunitas yang mereka peroleh sebelumnya dari pemberian
imunisasi lengkap sewaktu masa bayi dan anak-anak tidak dapat
bertahan seumur hidup (misalnya imunitas terhadap pertusis
hanya bertahan selama 5-10 tahun setelah pemberian dosis
imunisasi terakhir).
Remaja merupakan periode dimana dapat terjadi paparan
lingkungan yang luas dan berisiko. Hanya ada beberapa jenis
imunisasi yang disediakan oleh pemerintah seperti imunisasi Td
yang diberikan pada remaja putri dan wanita usia subur. Namun
diharapkan agar remaja dapat melakukan imunisasi secara
mandiri, kalau memang merasa diperlukan. Beberapa daerah di
Indonesia, seperti DKI Jakarta, sudah melaksanakan imunisasi
HPV untuk remaja sebagai program kesehatan untuk remaja.
Ada beberapa jenis imunisasi yang disarankan untuk remaja,
diantaranya influenza, tifoid, hepatitis A, varisela, dan HPV.
Berikut jadwal imunisasi yang direkomendasikan oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI).
5. Pelayanan Suplementasi Gizi
Pemberian suplementasi gizi bertujuan untuk mengoptimalkan
asupan gizi pada masa sebelum hamil. Suplementasi gizi antara
lain berupa pemberian tablet tambah darah. Pemberian Tablet
Tambah Darah (TTD) bertujuan untuk mencegah dan
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 29
menanggulangi anemia gizi besi. TTD program diberikan kepada
remaja putri usia 12-18 tahun di sekolah menengah
(SMP/SMA/sederajat) dengan frekuensi 1 tablet seminggu satu
kali sepanjang tahun. Pemberian TTD pada remaja putri di
sekolah dapat dilakukan dengan menentukan hari minum TTD
bersama setiap minggunya sesuai kesepakatan di masing-
masing sekolah. Saat libur sekolah TTD diberikan sebelum libur
sekolah. TTD tidak diberikan pada remaja putri yang menderita
penyakit, seperti talasemia, hemosiderosis, atau atas indikasi
dokter lainnya. Penanggulangan anemia pada remaja putri harus
dilakukan bersamaan dengan pencegahan dan pengobatan
Kurang Energi Kronis (KEK), kecacingan, malaria, Tuberkulosis
(TB), dan HIV-AIDS.
6. Pelayanan Medis
Pelayanan medis merupakan tata laksana untuk menindaklanjuti
masalah kesehatan yang ditemukan pada pelayanan skrining
kesehatan.
7. Pelayanan Kesehatan Lainnya
Pelayanan kesehatan lainnya pada masa sebelum hamil
diberikan berdasarkan indikasi medis yang diantaranya berupa
pengobatan, terapi, dan rujukan. Pengobatan atau terapi
diberikan pada remaja sesuai dengan
diagnosis/permasalahannya. Tata laksana ini dapat diberikan di
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan jejaringnya
yang memberikan pelayanan tingkat pertama yang memberikan
pelayanan tingkat pertama sesuai dengan standar pelayanan di
FKTP. Bila FKTP dan jejaringnya yang memberikan pelayanan
tingkat pertama tersebut tidak mampu memberikan penanganan
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 30
(terkait keterbatasan tenaga, sarana-prasarana, obat maupun
kewenangan) dilakukan rujukan ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang mampu tata laksana atau ke fasilitas kesehatan
rujukan tingkat lanjutan (FKRTL) untuk mendapatkan
penanganan lanjutan.

b. Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil Bagi Calon


Pengantin
Pelaksanaan pelayanan kesehatan masa sebelum hamil bagi calon
pengantin (catin) dilakukan secara individual (terpisah antara calon
catin laki-laki dan perempuan) untuk menjaga privasi klien, yang
meliputi:
1. Pemberian Komunikasi, Informasi, Edukasi, dan Konseling
Tujuan pemberian Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dan
konseling dalam pelayanan kesehatan catin adalah untuk
meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kepedulian mereka
sehingga dapat menjalankan fungsi dan perilaku reproduksi
yang sehat dan aman. Materi KIE dan konseling untuk catin
meliputi:
a. Pengetahuan kesehatan reproduksi: 1) kesetaraan gender
dalam pernikahan; 2) hak kesehatan reproduksi dan seksual;
dan 3) perawatan kesehatan organ reproduksi.
b. Kehamilan dan perencanaan kehamilan.
c. Kondisi dan penyakit yang perlu diwaspadai pada catin.
d. Kesehatan jiwa.
e. Pengetahuan tentang fertilitas/kesuburan (masa subur).
f. Kekerasan dalam rumah tangga.
g. Pemeriksaan kesehatan reproduksi bagi catin.
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 31
Pada catin dengan HIV-AIDS dan catin dengan kondisi khusus
seperti talassemia, hemofilia, disabilitas intelektual/mental, baik
pada yang bersangkutan maupun keluarga, petugas kesehatan
perlu melakukan konseling kesehatan reproduksi yang lebih intensif
khususnya terkait perencanaan kehamilan. Pelaksanaan pemberian
KIE masa sebelum hamil bagi calon pengantin dilakukan oleh
tenaga kesehatan, penyuluh pernikahan, dan petugas lain.
Pelaksanaan konseling bagi calon pengantin diberikan oleh tenaga
kesehatan yang kompeten dan berwenang.
2. Pelayanan Skrining Kesehatan
Pelayanan skrining kesehatan catin meliputi:
a. Anamnesis
1). Anamnesis Umum adalah suatu kegiatan wawancara antara
tenaga kesehatan dan klien untuk memperoleh informasi tentang
keluhan, penyakit yang diderita, riwayat penyakit, faktor risiko
pada catin.
2). Deteksi Dini Masalah Kesehatan, yang relatif murah, mudah,
dan efektif untuk catin dilakukan dengan menggunakan
kuesioner yang dikembangkan oleh WHO, yaitu Self Reporting
Questionnaire (SRQ). Dalam SRQ, ada 20 pertanyaan terkait
gejala masalah kesehatan jiwa yang harus dijawab klien dengan
jawaban ya atau tidak
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui dan
mengidentifikasi status kesehatan catin. Hal-hal yang perlu
diperhatikan sebelum melakukan pemeriksaan fisik:
1) Meminta persetujuan tindakan medis kepada catin, termasuk
bila pasien yang meminta pemeriksaan tersebut. Informed
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 32
consent diperlukan untuk tindakan medis yang invasif.
2) Beberapa pemeriksaan fisik mungkin akan menimbulkan
perasaan tidak nyaman dan malu. Usahakan semaksimal
mungkin agar pemeriksaan dilakukan oleh tenaga kesehatan
berjenis kelamin yang sama dengan klien. Jika tidak
memungkinkan, pastikan adanya rekan kerja yang berjenis
kelamin sama dengan klien selama pemeriksaan dilakukan.
3) Memastikan privasi saat dilakukan pemeriksaan (contohnya
memastikan tempat pemeriksaan tertutup tirai, pintu tertutup
dan orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk selama
pemeriksaan dilakukan).
Pemeriksaan fisik dilakukan melalui pemeriksaan tanda vital,
pemeriksaan status gizi dan pemeriksaan tanda dan gejala
anemia.
- Pemeriksaan Tanda Vital Bertujuan untuk mengetahui
kelainan suhu tubuh, tekanan darah, kelainan denyut nadi,
serta kelainan paru dan jantung. Pemeriksaan tanda vital
dilakukan melalui pengukuran suhu tubuh ketiak, tekanan
darah (sistolik dan diastolik), denyut nadi per menit,
frekuensi nafas per menit, serta auskultasi jantung dan
paru
- Pemeriksaan Status Gizi pada catin untuk mendeteksi
secara dini masalah gizi kurang, gizi lebih, dan kekurangan
zat gizi mikro antara lain anemia gizi besi. Pemeriksaan
status gizi dilakukan melalui pengukuran antropometri
dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh dan LiLa
Indeks Massa Tubuh merupakan proporsi standar berat
badan (BB) terhadap tinggi badan (TB). IMT perlu
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 33
diketahui untuk menilai status gizi catin dalam kaitannya
dengan persiapan kehamilan. Jika perempuan atau catin
mempunyai status gizi kurang ingin hamil, sebaiknya
menunda kehamilan, untuk dilakukan intervensi perbaikan
gizi sampai status gizinya baik. Ibu hamil dengan
kekurangan gizi memiliki risiko yang dapat
membahayakan ibu dan janin, antara lain anemia pada ibu
dan janin, risiko perdarahan saat melahirkan, BBLR,
mudah terkena penyakit infeksi, risiko keguguran, bayi
lahir mati, serta cacat bawaan pada janin

Tabel 4. Klasifikasi Nilai IMT


Status Gizi Kategori IMT
Sangat Kurus Kekurangan berat badan ˂17,0
tingkat berat
Kurus Kekurangan berat badan 17 - < 18,5
tingkat ringan
Normal - 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan ˃25,0 – 27,0
tingkat ringan
Obesitas Kelebihan berat badan ˃27,0
tingkat berat
Sumber : Permenkes No.41 Tahun 2014 Tentang
Pedoman Gizi Seimbang

LiLA (Lingkar Lengan Atas) Penapisan status gizi


dilakukan dengan pengukuran menggunakan pita LiLA
pada WUS untuk mengetahui adanya risiko KEK. Ambang
batas LiLA pada WUS dengan risiko KEK di Indonesia
adalah 23,5 cm. Apabila hasil pengukuran kurang dari 23,5
cm atau dibagian merah pita LiLA, artinya perempuan

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 34


tersebut mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan akan
melahirkan BBLR.
Pemeriksaan Tanda dan Gejala Anemia Tanda dan gejala
anemia gizi besi dapat dilakukan dengan pemeriksaan
kelopak mata bawah dalam, bibir, lidah, dan telapak
tangan.
- Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang
(laboratorium) yang diperlukan oleh catin terdiri atas:
1) Pemeriksaan rutin, meliputi pemeriksaan Hb, golongan
darah dan rhesus
2) Pemeriksaan sesuai indikasi, antara lain pemeriksaan
urin rutin, gula darah, HIV, penyakit infeksi menular
seksual (sifilis, gonorea, klamidiasis, dan lain-lain),
hepatitis, malaria (untuk daerah endemis), talasemia
(MCV, MCH, MCHC), TORCH (untuk catin perempuan),
dan IVA atau pap smear (bagi catin perempuan yang
sudah pernah menikah).
3. Pemberian Imunisasi
Catin perempuan perlu mendapat imunisasi tetanus dan difteri
(Td) untuk mencegah dan melindungi diri terhadap penyakit
tetanus dan difteri, sehingga memiliki kekebalan seumur hidup
untuk melindungi ibu dan bayi terhadap penyakit tetanus dan
difteri. Setiap perempuan usia subur (15-49 tahun) diharapkan
sudah mencapai status T5. Jika status imunisasi Tetanus belum
lengkap, maka catin perempuan harus melengkapi status
imunisasinya di Puskesmas atau fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya. Status imunisasi Tetanus dapat ditentukan melalui
skrining status T pada catin perempuan dari riwayat imunisasi
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 35
tetanus dan difteri (Td) yang didapat sejak masa balita, anak dan
remaja. Berikut jadwal pemberian imunisasi Tetanus yang
menentukan status T:
a. Bayi (usia 4 bulan) yang telah mendapatkan DPT-HB-Hib 1, 2,
3 maka dinyatakan mempunyai status imunisasi T2.
b. Baduta (usia 18 bulan) yang telah lengkap imunisasi dasar
dan mendapatkan imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib dinyatakan
mempunyai status imunisasi T3.
c. Anak usia sekolah dasar yang telah lengkap imunisasi dasar
dan imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib serta mendapatkan
Imunisasi DT dan Td (program BIAS) dinyatakan mempunyai
status Imunisasi T5.
d. Jika status T klien tidak diketahui, maka diberikan imunisasi
Tetanus dari awal (T1).
Untuk mengetahui masa perlindungan dapat dilihat Tabel 5
berikut :
Tabel 5. Imunisasi Lanjutan pada WUS
Satus Interval Minimal Masa Perlindungan
Imunisasi Pemberian
T1 -
T2 4 Minggu setelah T1 3 Tahun
T3 6 Bulan setelah T2 5 Tahun
T4 1 Tahun setelah T3 10 Tahun
T5 1 Tahun setelah T4 Lebih dari 25 Tahun*)
Sumber: Permenkes Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan
Imunisasi
*) Yang dimaksud dengan masa perlindungan >25 tahun (status T5)
adalah apabila telah mendapatkan imunisasi tetanus dan difteri (Td)
lengkap mulai dari T1 sampai T5

Pemberian imunisasi tetanus dan difteri tidak perlu diberikan,


Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 36
apabila pemberian imunisasi tetanus dan difteri sudah lengkap
(status T5) yang harus dibuktikan dengan buku Kesehatan Ibu
dan Anak, buku Rapor Kesehatanku, rekam medis, dan/atau
kohort.
4. Pemberian Suplementasi Gizi
Pemberian suplementasi gizi bertujuan untuk pencegahan dan
penanggulangan anemia gizi besi yang dilaksanakan dengan
pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) sesuai dengann
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada catin, TTD
dapat diperoleh secara mandiri dan dikonsumsi 1 (satu) tablet
setiap minggu sepanjang tahun. Penanggulangan Anemia pada
catin harus dilakukan bersamaan dengan pencegahan dan
pengobatan Kurang Energi Kronis (KEK), kecacingan, malaria,
TB, dan HIV-AIDS.
5. Pelayanan Klinis Medis
Pelayanan klinis medis berupa tata laksana medis untuk
menangani masalah kesehatan pada masa sebelum hamil yang
dilakukan oleh dokter dan/atau tenaga kesehatan lainnya sesuai
kompetensi dan kewenangan masing-masing. Tata laksana
dapat berupa pengobatan atau terapi yang diberikan pada catin
sesuai dengan diagnosis/ permasalahannya. Tata laksana dapat
diberikan di FKTP dan jejaringnya yang memberikan pelayanan
tingkat pertama sesuai dengan standar pelayanan di FKTP. Bila
FKTP dan jejaringnya yang memberikan pelayanan tingkat
pertama tersebut tidak mampu memberikan penanganan (terkait
keterbatasan tenaga, sarana-prasarana, obat, maupun
kewenangan) dilakukan rujukan ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang mampu tata laksana atau ke FKRTL untuk
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 37
mendapatkan penanganan lanjutan.
6. Pelayanan Kesehatan Lainnya
Pelayanan kesehatan lainnya merupakan pelayanan perorangan
yang diberikan sesuai dengan indikasi medis yang ditemukan
pada saat pelayanan untuk masa sebelum hamil lainnya,
misalnya pada saat skrining. Pelayanan bisa bersifat klinis medis
maupun nonmedis, misalnya dukungan psikososial,
medikolegal, perbaikan status gizi, dan lain-lain.

Setiap catin diharapkan dapat memeriksakan kesehatannya sebelum


melangsungkan pernikahan untuk mengetahui status kesehatan dan
merencanakan kehamilan sesuai dengan langkah-langkah pelayanan
kesehatan yang telah disebutkan di atas.

c. Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil Bagi Pasangan Usia


Subur (PUS)
Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil bagi Pasangan Usia
Subur (PUS) diberikan kepada PUS laki-laki maupun perempuan, baik
yang belum mempunyai anak, maupun yang sudah memiliki anak dan
ingin merencanakan kehamilan selanjutnya. Pelayanan Kesehatan
Masa Sebelum Hamil pada PUS meliputi:
1. Pemberian Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) dan konseling
Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) dan konseling pada PUS
lebih diarahkan ke perencanaan kehamilan baik untuk anak
pertama, kedua, dan seterusnya. Ketika hendak merencanakan
kehamilan, penting bagi PUS untuk mempersiapkan status
kesehatannya dalam keadaan optimal. Materi KIE dan konseling
untuk PUS meliputi:
a. Pengetahuan kesehatan reproduksi: 1) kesetaraan gender dalam

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 38


pernikahan; 2) hak kesehatan reproduksi dan seksual; dan 3)
perawatan kesehatan organ reproduksi.
b. Kehamilan dan perencanaan kehamilan.
c. Kondisi dan penyakit yang perlu diwaspadai pada PUS.
d. Kesehatan jiwa.
e. Pengetahuan tentang fertilitas/kesuburan (masa subur).
f. Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
g. Pemeriksaan kesehatan reproduksi bagi PUS.
Materi KIE dan konseling yang wajib adalah perencanaan kehamilan
(terutama konseling KB termasuk KB pascapersalinan). Materi KIE
dan konseling lainnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaksanaan pemberian KIE masa sebelum hamil bagi PUS
dilakukan oleh tenaga kesehatan, penyuluh keluarga berencana,
kader kesehatan dan petugas lain. Pelaksanaan konseling bagi PUS
diberikan oleh tenaga kesehatan dan penyuluh keluarga berencana
yang kompeten dan berwenang.
2. Pelayanan Skrining Kesehatan
Pelayanan skrining kesehatan bagi PUS meliputi:
a. Anamnesis
1) Anamnesis Umum
Anamnesis adalah suatu kegiatan wawancara antara tenaga
kesehatan dan klien untuk memperoleh informasi tentang keluhan,
penyakit yang diderita, riwayat penyakit fisik dan jiwa, faktor risiko
pada PUS, status imunisasi tetanus dan difteri, riwayat KB, serta
riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya.
Anamnesis Umum
Keluhan Utama Keluhan atau sesuatu yang
dirasakan oleh pasien yang
mendorong pasien mencari
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 39
layanan Kesehatan (tujuan
memeriksakan diri) Mis. Telat
haid dari biasanya
Riwayat Penyakit Sekarang a) Penjelasan dari keluhan
(RPS) utama, mendeskripsikan
perkembangan gejala dari
keluhan utama tersebut. Dimulai
saat pertama kali pasien
merasakan keluhan.
b) Menemukan adanya gejala
penyerta dan
mendeskripsikannya (lokasi,
durasi, frekuensi, tingkat
keparahan, faktor-faktor yang
memperburuk dan mengurangi
keluhan).
c) Kebiasaan/lifestyle (merokok,
konsumsi makanan berlemak,
olahraga rutin atau tidak,
konsumsi alkohol dan NAPZA,
dsb).
d) Mencari hubungan antara
keluhan dengan faktor atau
suasana psikologis (pikiran,
emosi dan perilaku) termasuk
pikiran dan perasaan pasien
tentang penyakitnya.
e) Apakah keluhan sudah
diobati, jika ya tanyakan obat
serta berapa dosis yang
diminum, tanyakan apakah ada
riwayat alergi.
f) Obat-obatan yang digunakan
(obat pelangsing, pil KB, obat
penenang, obat maag, obat
hipertensi, obat asma), riwayat
alergi, riwayat merokok, riwayat
konsumsi alkohol.
g) Riwayat haid: kapan mulai
haid, teratur atau tidak, durasi
haid berapa lama, sakit pada
waktu haid/dismenorhea, dan
banyaknya darah haid
Riwayat penyakit dahulu (RPD) a) Keterangan terperinci dari
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 40
semua penyakit fisik atau jiwa
yang pernah dialami dan
sedapat mungkin dituliskan
menurut urutan waktu.
b) Penyakit yang diderita
sewaktu kecil.
c) Penyakit yang diderita
sesudah dewasa beserta waktu
kejadiannya.
d) Riwayat alergi dan riwayat
operasi.
e) Riwayat pemeliharaan
kesehatan, seperti imunisasi,
screening test, dan pengaturan
pola hidup.
f) Riwayat trauma fisik, seperti
jatuh, kecelakaan lalu lintas, dan
lain-lain.
g) Riwayat minum obat rutin h)
Riwayat penyakit gondongan
(khusus laki-laki).
Riwayat penyakit keluarga (RPK) a) Riwayat mengenai ayah, ibu,
saudara laki-laki, saudara
perempuan pasien, dituliskan
tentang umur dan keadaan
kesehatan masing-masing bila
masih hidup, atau umur waktu
meninggal dan sebabnya.
Gambarkan bagan keluarga yang
berhubungan dengan keadaan
ini.
b) Tuliskan hal-hal yang
berhubungan dengan peranan
keturunan atau kontak diantara
anggota keluarga. Ada atau
tidaknya penyakit spesifik dalam
keluarga, misalnya hipertensi,
penyakit jantung koroner,
diabetes, dan lain sebagainya.
Anamnesis Tambahan Untuk PUS
Riwayat sosial ekonomi a) Riwayat pekerjaan: pernah
bekerja atau belum, dimana dan
berapa lama serta mengapa
berhenti dari pekerjaan tersebut,
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 41
jenis pekerjaan).
b) Riwayat perilaku berisiko (seks
pranikah, NAPZA dan merokok).
c) Riwayat terpapar panas di area
organ reproduksi, baik dari
pekerjaan maupun perilakunya
(misalnya: koki, sering mandi
sauna dll). (khusus untuk laki-
laki)
Sexuality (Aktivitas seksual) a) Adanya perilaku seksual
Tenaga kesehatan menggali pranikah atau perilaku seksual
kemungkinan remaja memiliki berisiko.
masalah aktivitas seksual b) Kemungkinan terjadi
kehamilan
c) Kemungkinan IMS/HIV.
d) Kemungkinan kekerasan
seksual.
Riwayat Pernikahan sekarang a) Berapa lama penikahan,
jumlah anak, jarak antar anak,
permasalahan terkait infertilitas.
b) Skrining TT.
Riwayat pernikahan sebelumnya Jumlah anak pada pernikahan
(anamnesis untuk suami dan sebelumnya, status kesehatan
istri, jika PUS adalah pasangan pasangan sebelumnya, adanya
yang sudah pernah menikah riwayat perilaku seksual berisiko.
sebelumnya)
Riwayat obstetri dan genitalia a) Riwayat kehamilan,
(anamnesis untuk istri) persalinan, jumlah anak, bayi
yang dilahirkan dan keguguran.
b) Genital, Siklus haid dan
adakah perdarahan diluar waktu
haid, perdarahan dan nyeri saat
berhubungan seksual
Riwayat pemakaian kontrasepsi Keluhan, efek samping, jangka
sebelumnya (anamnesis untuk waktu penggunaan alokon KB
istri)
Riwayat perilaku berisiko Riwayat merokok, konsumsi
minuman beralkohol, riwayat
pekerjaan, dan pola makan
(terkait fungsi sperma)
Anamnesis Tambahan Untuk Pus Usia Remaja
Pertanyaan tambahan a) Usia pertama menikah atau
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 42
aktif seksual.
b) Apakah ada keinginan untuk
menunda kehamilan.
c) Riwayat penggunaan
kontrasepsi.
d) Riwayat haid, kapan haid
terakhir.

b. Deteksi Dini Masalah Kesehatan Jiwa, Apabila hasil anamnesis


menunjukan adanya gejala masalah atau gangguan jiwa, maka
dapat dilakukan pemeriksaan untuk deteksi dini lebih lanjut
menggunakan kuesioner Self Reporting Questionnaire (SRQ) pada
PUS dengan usia diatas 18 tahun. Dalam instrumen ini terdapat
pertanyaan masalah kesehatan jiwa yang harus dijawab klien
dengan jawaban ya atau tidak. Jika pada skrining ditemukan adanya
masalah kesehatan jiwa pada PUS, maka dapat ditangani oleh
dokter di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dengan
layanan jiwa. Apabila masalah atau gangguan kesehatan jiwa tidak
dapat ditangani di Puskesmas maka dirujuk ke Fasilitas Kesehatan
Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL).
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi
status kesehatan melalui pemeriksaan tanda vital, pemeriksaan
status gizi dan pemeriksaan tanda dan gejala anemia.
1) Pemeriksaan Tanda Vital Pemeriksaan tanda vital bertujuan untuk
mengetahui kelainan suhu tubuh, tekanan darah, kelainan denyut
nadi, serta kelainan paru dan jantung. Pemeriksaan tanda vital
dilakukan melalui pengukuran suhu tubuh ketiak, tekanan darah
(sistolik dan diastolik), denyut nadi per menit, frekuensi napas per
menit, serta auskultasi jantung dan paru. PUS/WUS yang
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 43
mengalami masalah dengan tanda vital dapat mengindikasikan
masalah infeksi, Hipertensi, penyakit paru (asma, tuberkulosis), dan
jantung, yang jika tidak segera diobati berisiko mengganggu
kesehatannya, karena malaise (lemah), sakit kepala, sesak napas,
nafsu makan menurun.
Pada PUS yang sudah mempunyai anak sebelumnya, pemeriksaan
lebih difokuskan pada persiapan fisik untuk kehamilan yang
diinginkan. Pada PUS yang mempunyai masalah terkait infertilitas,
pemeriksaan fisik difokuskan pada organ reproduksi laki-laki dan
perempuan. Apabila diperlukan pemeriksaan lebih lanjut klien dapat
dirujuk ke rumah sakit.
2) Pemeriksaan Status Gizi Pelayanan gizi bagi PUS/WUS dilakukan
melalui pemeriksaan Indeks Masa Tubuh (IMT) dan Lingkar Lengan
Atar (LiLA):
a) Indeks Masa Tubuh (IMT) Status gizi dapat ditentukan dengan
pengukuran IMT. Indeks Massa Tubuh atau IMT merupakan
proporsi standar berat badan (BB) terhadap tinggi badan (TB). IMT
perlu diketahui untuk menilai status gizi PUS/WUS dalam kaitannya
dengan persiapan kehamilan. Jika perempuan dengan status gizi
kurang menginginkan kehamilan, sebaiknya kehamilan ditunda
terlebih dahulu untuk dilakukan intervensi perbaikan gizi sampai
status gizinya baik. Ibu hamil dengan kekurangan gizi memiliki risiko
yang dapat membahayakan ibu dan janin antara lain: Anemia pada
ibu dan janin, risiko perdarahan saat melahirkan, BBLR, mudah
terkena penyakit infeksi, risiko keguguran, bayi lahir mati, serta
cacat bawaan pada janin. PUS laki-laki juga harus mempunyai
status gizi yang baik.
b) Lingkar Lengan Atas (LiLA) Selain IMT, penapisan status gizi
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 44
pada perempuan juga dilakukan dengan pengukuran menggunakan
pita LiLA untuk mengetahui adanya risiko KEK pada WUS. Ambang
batas LiLA pada WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5
cm. Apabila hasil pengukuran kurang dari 23,5 cm atau dibagian
merah pita LiLA, artinya perempuan tersebut mempunyai risiko
KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah.
3) Pemeriksaan Tanda dan Gejala Anemia Tanda dan gejala anemia
gizi besi dapat dilakukan dengan pemeriksaan kelopak mata bawah
dalam, bibir, lidah, dan telapak tangan. Pemeriksaan fisik pada PUS
dilakukan untuk mengetahui status kesehatan PUS. Pemeriksaan
ini dilakukan secara lengkap sesuai indikasi medis. Dari
pemeriksaan ini diharapkan tenaga kesehatan mampu mendeteksi
adanya gangguan kesehatan pada PUS, misalnya gangguan
jantung/paru, tanda Anemia, hepatitis, IMS, dan lain-lain.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang dalam Pelayanan Kesehatan Masa
Sebelum Hamil untuk PUS sesuai indikasi meliputi:
1) Pemeriksaan darah: Hb, golongan darah, dan rhesus
2) Pemeriksaan morfologi sel darah tepi (deteksi awal Talasemia
atau carier Thalasemia)
3) Pemeriksaan urin rutin
4) SADANIS
5) IVA dan atau pap smear
6) Pemeriksaan penujang lain, misalnya:
a) Dalam kondisi tertentu/atas saran dokter dapat dilakukan
pemeriksaan laboratorium sebagai berikut: gula darah, IMS,
TORCH, Malaria (daerah endemis), sputum BTA, dan pemeriksaan
lainnya sesuai dengan indikasi
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 45
b) Pemeriksaan urin lengkap
c) Testing HIV
d) Skrining HbsAg
e) Mamografi
5. Pemberian Imunisasi
WUS perlu mendapat imunisasi tetanus dan difteri untuk mencegah
dan melindungi diri terhadap penyakit tetanus dan difteri sehingga
memiliki kekebalan seumur hidup untuk melindungi ibu dan bayi
terhadap penyakit Tetanus. Setiap WUS (15-49 tahun) diharapkan
sudah mencapai status T5. WUS perlu merujuk pada status imunisasi
terakhir pada saat hamil apabila sebelumnya sudah pernah hamil.
Tabel 5. Imunisasi Lanjutan pada WUS
Satus Interval Minimal Masa Perlindungan
Imunisasi Pemberian
T1 -
T2 4 Minggu setelah T1 3 Tahun
T3 6 Bulan setelah T2 5 Tahun
T4 1 Tahun setelah T3 10 Tahun
T5 1 Tahun setelah T4 Lebih dari 25 Tahun*)
Sumber: Permenkes Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan
Imunisasi
*) Yang dimaksud dengan masa perlindungan >25 tahun (status T5) adalah
apabila telah mendapatkan imunisasi tetanus dan difteri (Td) lengkap mulai
dari T1 sampai T5

Pemberian imunisasi Tetanus tidak perlu diberikan, apabila pemberian


imunisasi Tetanus sudah lengkap (status T5) yang harus dibuktikan
dengan buku Kesehatan Ibu dan Anak, rekam medis, dan/atau kohort.
6. Pemberian Suplementasi Gizi
Pemberian suplementasi gizi bertujuan untuk pencegahan dan

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 46


pengobatan Anemia yang dilaksanakan dengan pemberian TTD.
TTD adalah suplemen gizi yang mengandung senyawa besi yang
setara dengan 60 mg besi elemental dan 400 mcg asam folat. Pada
WUS TTD dapat diperoleh secara mandiri dan dikonsumsi 1 tablet
setiap minggu sepanjang tahun. Penanggulangan Anemia pada
WUS harus dilakukan bersamaan dengan pencegahan dan
pengobatan KEK, kecacingan, malaria, TB, dan HIV-AIDS.
7. Pelayanan Klinis Medis dapat berupa pengobatan atau terapi yang
diberikan kepada PUS/WUS sesuai dengan diagnosis/
permasalahannya. Tata laksana ini dapat diberikan di FKTP dan
jejaringnya yang memberikan pelayanan tingkat pertama sesuai
dengan standar pelayanan di FKTP. Bila FKTP dan jejaringnya yang
memberikan pelayanan tingkat pertama tidak mampu memberikan
penanganan (terkait keterbatasan tenaga, sarana-prasarana, obat,
maupun kewenangan) dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang
mampu tata laksana atau ke FKRTL untuk mendapatkan
penanganan lanjutan.
8. Pelayanan Kesehatan Lainnya merupakan pelayanan perorangan
yang diberikan sesuai dengan indikasi medis yang ditemukan pada
saat pelayanan untuk masa sebelum hamil lainnya, misalnya pada
saat skrining. Pelayanan bisa bersifat klinis medis maupun
nonmedis, misalnya dukungan psikososial, medikolegal, perbaikan
status gizi, dan lain-lain.

B. Pelayanan Kesehatan Masa Hamil


Pelayanan Kesehatan Masa Hamil yang kemudian disebut
pelayanan antenatal (ANC) terpadu adalah setiap kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak terjadinya masa konsepsi
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 47
hingga sebelum mulainya proses persalinan yang komprehensif dan
berkualitas. Pelayanan ini bertujuan untuk memenuhi hak setiap ibu
hamil untuk memperoleh pelayanan antenatal yang komprehensif dan
berkualitas sehingga ibu hamil dapat menjalani kehamilan dan
persalinan dengan pengalaman yang bersifat positif serta melahirkan
bayi yang sehat dan berkualitas. Pengalaman yang bersifat positif
adalah pengalaman yang menyenangkan dan memberikan nilai
tambah yang bermanfaat bagi ibu hamil dalam menjalankan perannya
sebagai perempuan, istri dan ibu.
Indikator yang digunakan untuk menggambarkan akses ibu hamil
terhadap pelayanan masa hamil adalah cakupan K1 (kunjungan
pertama). Sedangkan indikator untuk menggambarkan kualitas
layanan adalah cakupan K4-K6 (kunjungan ke-4 sampai ke-6) dan
kunjungan selanjutnya apabila diperlukan.
1. Kunjungan pertama (K1)
K1 adalah kontak pertama ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang
mempunyai kompetensi, untuk mendapatkan pelayanan terpadu
dan komprehensif sesuai standar. Kontak pertama harus dilakukan
sedini mungkin pada trimester pertama, sebaiknya sebelum minggu
ke-8.
2. Kunjungan ke-4 (K4)
K4 adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang
mempunyai kompetensi, untuk mendapatkan pelayanan antenatal
terpadu dan komprehensif sesuai standar selama kehamilannya
minimal 4 kali dengan distribusi waktu: 1 kali pada trimester ke-1 (0-
12 minggu ), 1 kali pada trimester ke-2 (>12 minggu-24 minggu) dan
2 kali pada trimester ke-3 (>24 minggu sampai kelahirannya).
3. Kunjungan ke-6 (K6)
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 48
4. K6 adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang
mempunyai kompetensi, untuk mendapatkan pelayanan antenatal
terpadu dan komprehensif sesuai standar, selama kehamilannya
minimal 6 kali dengan distribusi waktu: 1 kali pada trimester ke-1 (0-
12 minggu ), 2 kali pada trimester ke-2 (>12 minggu-24 minggu), dan
3 kali pada trimester ke-3 ( >24 minggu sampai kelahirannya).
Kunjungan antenatal bisa lebih dari 6 (enam) kali sesuai kebutuhan
dan jika ada keluhan, penyakit atau gangguan kehamilan.Ibu hamil
harus kontak dengan dokter minimal 2 kali, 1 kali di trimester 1 dan
1 kali di trimester 3.
Pelayanan ANC oleh dokter pada trimester 1 (satu) dengan usia
kehamilan kurang dari 12 minggu atau dari kontak pertama, dokter
melakukan skrining kemungkinan adanya faktor risiko kehamilan
atau penyakit penyerta pada ibu hamil termasuk didalamnya
pemeriksaan ultrasonografi (USG). Pelayanan ANC oleh dokter
pada trimester 3 (tiga) dilakukan perencanaan persalinan, termasuk
pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan rujukan terencana bila
diperlukan.
Standar pelayanan antenatal meliputi 10T, yaitu:
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2. Ukur tekanan darah
3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas/LILA)
4. Ukur tinggi puncak rahim (fundus uteri)
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
6. Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi tetanus
difteri (Td) bila diperlukan
7. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama masa
kehamilan 8. Tes laboratorium: tes kehamilan, kadar hemoglobin
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 49
darah, golongan darah, tes triple eliminasi (HIV, Sifilis dan Hepatitis
B,) malaria pada daerah endemis. Tes lainnya dapat dilakukan
sesuai indikasi seperti gluko-protein urin, gula darah sewaktu,
sputum Basil Tahan Asam (BTA), kusta, malaria daerah non
endemis, pemeriksaan feses untuk kecacingan, pemeriksaan darah
lengkap untuk deteksi dini talasemia dan pemeriksaan lainnya.
9. Tata laksana/penanganan kasus sesuai kewenangan.
10. Temu wicara (konseling) dan penilaian kesehatan jiwa.
Informasi yang disampaikan saat konseling minimal meliputi hasil
pemeriksaan, perawatan sesuai usia kehamilan dan usia ibu, gizi
ibu hamil, kesiapan mental, mengenali tanda bahaya kehamilan,
persalinan, dan nifas, persiapan persalinan, kontrasepsi
pascapersalinan, perawatan bayi baru lahir, inisiasi menyusu dini,
ASI eksklusif.
Pada fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak memiliki vaksin
tetanus difteri dan/atau pemeriksaan laboratorium, fasilitas pelayanan
kesehatan dapat berkoordinasi dengan dinas kesehatan
kabupaten/kota dan Puskesmas untuk penyediaan dan/atau
pemeriksaan, atau merujuk ibu hamil ke Puskesmas atau fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya yang dapat melakukan pemeriksaan
tersebut.
Pelayanan antenatal terpadu merupakan pelayanan
komprehensif dan berkualitas yang dilakukan secara terintegrasi
dengan program pelayanan kesehatan lainnya. Tujuan khusus ANC
terpadu adalah:
1. Memberikan pelayanan antenatal terpadu, termasuk konseling
kesehatan, dan gizi ibu hamil, konseling KB dan pemberian ASI.
2. Pemberian dukungan emosi dan psikososial sesuai dengan
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 50
keadaan ibu hamil pada setiap kontak dengan tenaga kesehatan
yang memiliki kompetensi klinis dan interpersonal yang baik.
3. Menyediakan kesempatan bagi seluruh ibu hamil untuk
mendapatkan pelayanan antenatal terpadu minimal 6 kali selama
masa kehamilan.
4. Melakukan pemantauan tumbuh kembang janin.
5. Mendeteksi secara dini kelainan/penyakit/gangguan yang diderita
ibu hamil.
6. Melakukan tata laksana terhadap kelainan/penyakit/gangguan pada
ibu hamil sedini mungkin atau melakukan rujukan kasus ke fasilitas
pelayanan kesehatan sesuai dengan sistem rujukan yang ada.

Pelayanan kesehatan pada ibu hamil tidak dapat dipisahkan


dengan pelayanan persalinan, pelayanan nifas, dan pelayanan
kesehatan bayi baru lahir. Kualitas pelayanan antenatal yang diberikan
akan mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan janinnya, ibu bersalin
dan bayi baru lahir serta ibu nifas. Dalam pelayanan antenatal terpadu,
tenaga kesehatan harus mampu melakukan deteksi dini masalah gizi,
faktor risiko, komplikasi kebidanan, gangguan jiwa, penyakit menular
dan tidak menular yang dialami ibu hamil serta melakukan tata laksana
secara adekuat (termasuk rujukan apabila diperlukan) sehingga ibu
hamil siap untuk menjalani persalinan bersih dan aman.

Masalah yang mungkin dialami ibu hamil antara lain:


1. Masalah gizi: anemia, KEK, obesitas, kenaikan berat badan tidak
sesuai standar
2. Faktor risiko: usia ibu ≤16 tahun, usia ibu ≥35 tahun, anak terkecil
≤2 tahun, hamil pertama ≥4 tahun, interval kehamilan >10 tahun,
persalinan ≥4 kali, gemeli/kehamilan ganda, kelainan letak dan posisi

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 51


janin, kelainan besar janin, riwayat obstetrik jelek (keguguran/gagal
kehamilan), komplikasi pada persalinan yang lalu (riwayat
vakum/forsep, riwayat perdarahan pascapersalinan dan atau
transfusi), riwayat bedah sesar, hipertensi, kehamilan lebih dari 40
minggu
3. Komplikasi kebidanan: ketuban pecah dini, perdarahan
pervaginam, hipertensi dalam kehamilan/pre eklampsia/eklampsia,
ancaman persalinan prematur, distosia, plasenta previa,dll.
4. Penyakit tidak menular: hipertensi, diabetes mellitus, kelainan
jantung, ginjal, asma, kanker, epilepsi, gangguan autoimun, dll.
5. Penyakit menular: HIV, sifilis, hepatitis, malaria, TB, demam
berdarah, tifus abdominalis, dll.
6. Masalah kejiwaan: depresi, gangguan kecemasan, psikosis,
skizofrenia.
Pelayanan antenatal dapat dilaksanakan secara terpadu dengan
program lain, yaitu:
1. Program Gizi
- Gizi Seimbang pada Ibu Hamil
- Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada Ibu Hamil
- Penanggulangan Kekurangan Energi Kronik (KEK) pada Ibu
Hamil
2. Program Pengendalian Malaria
Strategi pelayanan terpadu pengendalian malaria dalam antenatal
adalah pemeriksaan (skrining) malaria pada kunjungan pertama
antenatal dan pemberian kelambu berinsektisida terhadap semua
ibu hamil yang tinggal di kabupaten/kota endemis tinggi malaria dan
Pemberian terapi pada ibu hamil positif malaria
3. Program Pengendalian Tuberkolusis (TBC)
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 52
Manifestasi klinis TBC pada kehamilan umumnya sama dengan
wanita yang tidak hamil yaitu manifestasi umum dari TBC paru.
Semua wanita hamil harus diskrining anamnesis untuk diagnosis
TBC. Apabila dari hasil anamnesis ibu hamil terduga menderita
TBC, dilakukan kerjasama dengan program TBC untuk penegakan
diagnosis dan tata laksana lebih lanjut.
Pada wanita hamil terduga TB perlu dilakukan juga Tes HIV. Ibu
hamil yang sakit TBC, harus segera diberi pengobatan Obat Anti
Tuberculosis (OAT) untuk mencegah penularan dan kematian.
Amikasin, Streptomisin, Etionamid/Protionamid TIDAK
DIREKOMENDASIKAN untuk pengobatan tuberkulosis pada ibu
hamil.

4. Program Pengendalian HIV, Sifilis Dan Hepatitis B


Penularan vertikal HIV, Sifilis dan hepatitis B dapat terjadi dari ibu
ke bayi yang dikandungnya. Upaya kesehatan masyarakat untuk
mencegah penularan ini dimulai dengan skrining pada ibu hamil
terhadap HIV,Sifilis dan Hepatitis B pada saat pemeriksan antenatal
(ANC) pertama pada trimester pertama. Secara program nasional
upaya pengendalian terhadap ketiga penyakit infeksi menular
langsung ini disebut Program Pencegahan Penularan HIV, Sifilis
dan hepatitis B dari Ibu ke Anak (PPIA).
5. Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Pada masa kehamilan program pencegahan dan pengendalian
penyakit tidak menular terkait ada 3 penyakit, yaitu:
a. Antenatal dengan Riwayat Hipertensi Hipertensi
b. Antenatal dengan Riwayat Diabetes
c. Antenatal dengan Riwayat Talasemia
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 53
6. Program Kesehatan Jiwa
Ibu hamil yang sehat mentalnya merasa senang dan bahagia,
mampu menyesuaikan diri terhadap kehamilannya sehingga dapat
menerima berbagai perubahan fisik yang terjadi pada dirinya, dan
dapat tetap aktif melakukan aktivitas sehari-hari.
Masalah atau gangguan kesehatan jiwa yang dialami oleh ibu hamil
tidak saja berpengaruh terhadap ibu hamil tersebut, tetapi
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janinnya saat
didalam kandungan, setelah melahirkan, bayinya, masa kanak dan
masa remaja.
7. Pelayanan Keguguran
Keguguran merupakan kematian janin dalam kandungan sebelum
usia kehamilan mencapai 20 minggu. Ibu yang mengalami
keguguran wajib mendapat pelayanan kesehatan asuhan
pascakeguguran yang berupa pelayanan konseling dan pelayanan
medis

C. Pelayanan Kesehatan Persalinan


Pelayanan Kesehatan Persalinan adalah setiap kegiatan
dan/atau serangkaian kegiatan yang ditujukan pada ibu sejak
dimulainya persalinan hingga 6 (enam) jam sesudah melahirkan.
Persalinan adalah sebuah proses melahirkan bayi oleh seorang ibu
yang sangat dinamis. Meskipun 85% persalinan akan berjalan tanpa
penyulit namun komplikasi dapat terjadi selama proses persalinan.
Oleh karena itu, pendekatan yang dilakukan adalah setiap tempat
penyelenggara pelayanan persalinan harus memiliki sumber daya dan
kemampuan untuk mengenali sedini mungkin dan memberikan
penanganan awal bagi penyulit yang timbul.
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 54
Persalinan dilakukan sesuai dengan standar persalinan normal
atau standar persalinan komplikasi. Standar persalinan normal adalah
Asuhan Persalinan Normal (APN) sesuai standard dan memenuhi
persyaratan, meliputi:
1. Dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan
2. Tenaga adalah tim penolong persalinan, terdiri dari dokter, bidan
dan perawat, apabila ada keterbatasan akses dan tenaga medis,
persalinan dilakukan oleh tim minimal 2 orang tenaga kesehatan yang
terdiri dari bidan-bidan, atau bidan-perawat.
3. Tim penolong mampu melakukan tata laksana awal penanganan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal.
Sedangkan Standar persalinan komplikasi mengacu pada Buku
Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama dan rujukan.
Pelayanan persalinan harus memenuhi 7 (tujuh) aspek yang
meliputi: 1. membuat keputusan klinik; 2. asuhan sayang ibu dan
sayang bayi, termasuk Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan resusitasi bayi
baru lahir; 3. pencegahan infeksi; 4. pencegahan penularan penyakit
dari ibu ke anak; 5. persalinan bersih dan aman; 6. pencatatan atau
rekam medis asuhan persalinan; dan 7. rujukan pada kasus komplikasi
ibu dan bayi baru lahir.
1. Jenis dan Skema Rujukan Persalinan
Dalam pelayanan obstetri, terutama pada periode sekitar
persalinan, maka terdapat 4 kategori rujukan yang mungkin terjadi:
rujukan primer, konsultasi, transfer dan emergensi.

Jenis Skema Rujukan Penjelasan


Rujukan Primer Sebuah keadaan dimana ibu
membutuhkan rujukan, baik
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 55
konsultasi maupun tatalaksana
lebih lanjut di fasilitas pelayanan
kesehatan, berupa SDM, sarana
prasarana, penunjang diagnosis
dan obat-obatan
Rujukan Konsultasi Sebuah keadaan dimana ibu
membutuhkan konsultasi dan atau
penatalaksanaan lebih lanjut
dengan level pelayanan
spesialistis berdasarkan penilaian
bidan/dokter dari pelayanan
persalinan di FKTP yang
menangani sebelumnya. Jika
kondisi memungkinkan, maka ibu
akan mendapatkan manfaat dari
jejaring rujukan pelayanan
persalinan, dimana fasyankes
pelayanan rujukan akan bekerja
sama dengan pelayanan primer
dalam mengelola pasien.
Rujukan Transfer Sebuah keadaan dimana ibu
membutuhkan rujukan transfer
untuk mendapatkan
penatalaksanaan selanjutnya di
tingkat pelayanan yang lebih
tinggi, atau ke level pelayanan
yang sederajat pada keadaan
dimana fasyankes semula
mengalami kendala dalam
pemberian layanan. sesuai
dengan penilaian bidan/dokter
dari tingkat pelayanan yang lebih
rendah berdasarkan kriteria yang
ada.
Rujukan Emergensi Sebuah keadaan dimana ibu
membutuhkan rujukan emergensi
segera, untuk segera
mendapatkan tata laksana di level
pelayanan yang lebih tinggi sesuai
dengan penilaian bidan/dokter
yang menangani di level
pelayanan yang lebih rendah,
sesuai dengan kriteria yang ada

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 56


2. Jejaring Rujukan Persalinan
Pelayanan persalinan adalah sebuah sistem penyelenggaraan
pelayanan persalinan yang dapat mengakomodasi kebutuhan ibu
hamil, bersalin dan nifas serta bayi baru lahir untuk mendapatkan
luaran kehamilan yang optimal. Sistem tersebut akan memperhatikan
tata kelola klinis, tata kelola program dan tata kelola manajemen dalam
penyelenggaraan pelayanan persalinan di dalam jejaring
pelayanan persalinan di tingkat kabupaten/kota dan pengampu di
tingkat regional. Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal di tingkat
masyarakat, FKTP (Puskesmas, klinik, praktik mandiri bidan, dll) dan
FKRTL (RS) sebagai fasilitas kesehatan rujukan diupayakan agar
dilakukan secara komprehensif dan berkesinambungan, serta perlu
dipantau secara teratur. Paket pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal di tiap tingkat dapat dilihat pada Tabel di bawah Dalam upaya
menyelenggarakan pelayanan persalinan yang optimal, maka setiap
tingkatan harus berada dalam suatu jejaring rujukan persalinan yang
berfungsi.
Tingkat Pelayanan Kesehatan Pelayanan Kesehatan
Maternal BBL
FKRTL – a. Semua pelayanan di a. Semua pelayanan
RS tingkat yankes dasar neonatal di FKTP
kabupaten/ b. Pelayanan gawat-darurat b. Resusitasi neonatal di
pelayanan obstetri RS
rujukan c. Penanganan komplikasi c. Penanganan neonatal
pada masa kehamilan, sakit berat
persalinan pada masa nifas,
termasuk bedah sesar,
transfusi darah, induksi
persalinan, histerektomi
d. Pencegahan penularan

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 57


HIV/sifilis/hepatitis B dari ibu
ke anak dan tata
laksananya
FKTP – a. Semua pelayanan di a. Pelayanan neonatal
Puskesmas tingkat masyarakat esensial dan semua
/ pelayanan b. Pemantauan kehamilan pelayanan di tingkat
kesehatan dan penilaian kesehatan masyarakat
dasar/ maternal dan janin (minimal b. Resusitasi neonatal
primer 6 kali kunjungan), termasuk c. IMD dan ASI eksklusif
status gizi d. Pencegahan /
c. Pertolongan persalinan pengobatan infeksi pada
oleh tenaga kesehatan BBL
d. Deteksi komplikasi e. Imunisasi
obstetri dan gangguan f. Perawatan metoda
kesehatan lainnya dan kanguru
penanganan dini/stabilisasi g. Identifikasi BBL
e. Pelayanan rujukan ke dengan gejala sakit dan
FKRTL penanganan
f. Deteksi dini dan dini/stabilisasi
pencegahan penularan menggunakan MTBM
HIV/sifilis/hepatitis B dari ibu h. Rujukan
ke anak
Masyarakat a. Pemberian Promosi dan dukungan
informasi/penyuluhan/konsel untuk :
ing a. IMD, ASI eksklusif dan
b. Pelayanan KB, anjuran pemeriksaan rutin
untuk melahirkan di faskes b. menjaga suhu tubuh
c. Edukasi tentang BBL tetap hangat
persalinan yang aman dan c. merawat tali pusat dan
perawatan BBL normal mencegah infeksi
d. Cara mengenali tanda d. perawatan preterm /
bahaya, persiapan keadaan bayi kecil
gawatdarurat dan ke mana e. mengenali adanya
mencari pertolongan masalah/penyakit dan
e. P4K segera mencari
f. Kelas ibu hami pertolongan
f. memperoleh akte
kelahiran

Jejaring rujukan persalinan yang dimaksud hendaknya


Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 58
memenuhi kondisi –kondisi sebagai berikut:
1. Input, tersedianya:
a. Dasar hukum yang mengikat setiap komponen dalam jejaring
rujukan untuk bertanggung jawab dalam menjalankan
masingmasing tugas dan kewajibannya, dalam bentuk peraturan
bupati/walikota.
b. Perjanjian kerja sama yang mengatur: 1) Level pelayanan
persalinan di wilayah tersebut yang disepakati dan ditetapkan oleh
semua pihak terkait. 2) Pemerintah daerah kabupaten/kota
bertanggung jawab untuk tersedianya level pelayanan persalinan
yang sesuai – termasuk penyediaan sarana, prasarana dan aturan.
3) Tugas dan kewajiban setiap pihak, termasuk tugas dan kewajiban
pembinaan terkait peningkatan kualitas pelayanan persalinan bagi
setiap level pelayanan yang ada di bawahnya.
c. Forum yang dapat memfasilitasi komunikasi dan koordinasi di
tingkat daerah kabupaten/kota, yang melibatkan juga unsur
masyarakat madani
d. Tersedianya sistem informasi yang memadai, baik sebagai
sarana komunikasi maupun sistem yang dapat menyediakan
informasi bagi pengambilan keputusan – Sistem Informasi Rujukan
Terintegrasi (Sisrute)
e. Sistem pembiayaan yang selalu terbarukan, dan dapat
menyesuaikan dengan dinamika yang terjadi di lapangan.
2. Proses
a. Berjalannya pemantauan kualitas pelayanan secara mandiri dan
terukur di setiap fasyankes yang datanya dapat digunakan untuk
upaya peningkatan kualitas baik di internal maupun di dalam jejaring
rujukan.
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 59
b. Berjalannya kajian-kajian kasus di setiap level pelayanan, yang
pembelajarannya dapat dikomunikasikan pada forum koordinasi
yang tersedia di tingkat regional.
c. Berjalannya komunikasi pra rujukan dan komunikasi rujukan balik
yang memungkinkan penyelenggaraan pelayanan yang
berkesinambungan.
d. Berjalannya pembinaan keterampilan petugas kesehatan sesuai
dengan kebutuhan, menggunakan berbagai metode seperti:
pelatihan, magang, on-the-job training, diskusi kasus, pemantauan
simulasi emergensi dan lain-lain.
3. Output , Ditetapkan indikator-indikator spesifik yang menunjukkan
keberhasilan pelayanan rujukan berbasis jejaring rujukan persalinan di
wilayah.
D. Pelayanan Kesehatan Masa Setelah Melahirkan

Pelayanan Kesehatan Masa Sesudah Melahirkan adalah setiap


kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang ditujukan pada ibu
selama masa nifas (6 jam sampai dengan 42 hari sesudah melahirkan)
yang dilaksanakan secara terintegrasi dan komprehensif. Ibu nifas dan
bayi baru lahir dipulangkan setelah 24 jam pasca melahirkan, sehingga
sebelum pulang diharapkan ibu dan bayinya mendapat 1 kali
pelayanan pasca persalinan.

Pelayanan pasca persalinan terintegrasi adalah pelayanan yang


bukan hanya terkait dengan pelayanan kebidanan tetapi juga
terintegrasi dengan program-program lain yaitu dengan program gizi,
penyakit menular, penyakit tidak menular, imunisasi, jiwa dan lain lain.
Sedangkan pelayanan pasca persalinan yang komprehensif adalah
pelayanan pasca persalinan diberikan mulai dari anamnesa,

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 60


pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang (termasuk laboratorium),
pelayanan keluarga berencana pasca persalinan, tata laksana kasus,
Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE), dan rujukan bila diperlukan.

Pelayanan pasca persalinan diperlukan karena dalam periode ini


merupakan masa kritis, baik pada ibu maupun bayinya yang bertujuan:

a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik secara fisik maupun


psikologis.

b. Deteksi dini masalah, penyakit dan penyulit pasca persalinan.

c. Memberikan KIE, memastikan pemahaman serta kepentingan


kesehatan, kebersihan diri, nutrisi, Keluarga Berencana (KB),
menyusui, pemberian imunisasi dan asuhan bayi baru lahir pada ibu
beserta keluarganya.

d. Melibatkan ibu, suami, dan keluarga dalam menjaga kesehatan ibu


nifas dan bayi baru lahir

e. Memberikan pelayanan KB sesegera mungkin setelah bersalin.

Pelayanan pascapersalinan dilakukan oleh tenaga kesehatan


(dokter, bidan, perawat) sesuai kompetensi dan kewenangan.
Pelayanan pascapersalinan dilaksanakan minimal 4 (empat) kali
dengan waktu kunjungan ibu dan bayi baru lahir bersamaan yaitu:

a. Pelayanan pertama dilakukan pada waktu 6 jam sampai dengan 2


hari setelah persalinan.

b. Pelayanan kedua dilakukan pada waktu 3-7 hari setelah persalinan.

c. Pelayanan ketiga dilakukan pada waktu 8-28 hari setelah persalinan.

d. Pelayanan keempat dilakukan pada waktu 29-42 hari setelah


persalinan untuk ibu.
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 61
1. Pelayanan Pascapersalinan Bagi Ibu

Lingkup pelayanan pascapersalinan bagi ibu meliputi:


Anamnesis, Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu,
Pemeriksaan tanda-tanda anemia, Pemeriksaan tinggi fundus uteri,
Pemeriksaan kontraksi uteri, Pemeriksaan kandung kemih dan saluran
kencing, Pemeriksaan lokhia dan perdarahan, Pemeriksaan jalan lahir,
Pemeriksaan payudara dan pendampingan pemberian ASI Ekslusif,
Identifikasi risiko tinggi dan komplikasi pada masa nifas, Pemeriksaan
status mental ibu, Pelayanan kontrasepsi pascapersalinan, Pemberian
KIE dan konseling dan Pemberian kapsul vitamin A

Langkah-langkah pelayanan pascapersalinan meliputi: a.


Pemeriksaan dan tata laksana menggunakan algoritma tata laksana
terpadu masa nifas; b. Identifikasi risiko dan komplikasi; c.
Penanganan risiko dan komplikasi, d. Konseling; dan e. Pencatatan
pada Buku KIA dan Kartu Ibu/Rekam medis

Saat kunjungan nifas, semua ibu harus diperiksa menggunakan


bagan tata laksana terpadu pada ibu nifas. Manfaat bagan/algoritma:
a. Memperbaiki perencanaan dan manajemen pelayanan Kesehatan;
b. Meningkatkan kualitas pelayanan Kesehatan; c. Keterpaduan
tatalaksana kasus; d. Mengurangi kehilangan kesempatan (missed
opportunities); e. Alat bantu bagi tenaga Kesehatan; f. Pemakaian obat
yang tepat; g. Memperbaiki penanganan komplikasi secara dini; h.
Meningkatkan rujukan kasus tepat waktu; i. Konseling pada saat
memberikan pelayanan.

Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan laboratorium/penunjang lainnya, dokter menegakkan
diagnosis kerja atau diagnosis banding, sedangkan bidan/perawat
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 62
membuat klasifikasi masa pasca persalinan normal/ tidak normal pada
ibu nifas.

2. Pelayanan Pasca Persalinan Pada Bayi Baru Lahir

Pelayanan kesehatan bayi baru lahir dimulai segera setelah bayi lahir
sampai 28 hari. Pelayanan pasca persalinan pada bayi baru lahir
dimulai sejak usia 6 jam sampai 28 hari. Pelayanan neonatal esensial
yang dilakukan setelah lahir 6 (enam) jam sampai 28 (dua puluh
delapan) hari meliputi:

a. Menjaga bayi tetap hangat;


b. Pemeriksaan neonatus menggunakan Manajemen Terpadu Bayi
Muda (MTBM);
c. Bimbingan pemberian ASI dan memantau kecukupan ASI;
d. Perawatan metode Kangguru (PMK);
e. Pemantauan peertumbuhan neonatus;
f. Masalah yang paling sering dijumpai pada neonates

Pelayanan neonatal esensial dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali


kunjungan, yang meliputi:

• 1 (satu) kali pada umur 6-48 jam; (KN 1)

• 1 (satu) kali pada umur 3-7 hari (KN 2); dan

• 1 (satu) kali pada umur 8-28 hari. (KN 3)

d. Skrining Bayi Baru Lahir

Deteksi dini kelainan bawaan melalui skrining bayi baru lahir (SBBL)
merupakan salah satu upaya pelayanan kesehatan yang lebih baik.
Skrining atau uji saring pada bayi baru lahir (Neonatal Screening) adalah
tes yang dilakukan pada saat bayi berumur beberapa hari untuk memilah

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 63


bayi yang menderita kelainan kongenital dari bayi yang sehat. Skrining
bayi baru lahir dapat mendeteksi adanya gangguan kongenital sedini
mungkin, sehingga bila ditemukan dapat segera dilakukan intervensi
secepatnya.

Salah satu penyakit yang bisa dideteksi dengan skrining pada bayi
baru lahir di Indonesia antara lain Hipotiroid Kongenital (HK). Hipotiroid
Kongenital adalah keadaan menurun atau tidak berfungsinya kelenjar
tiroid yang didapat sejak bayi baru lahir. Hal ini terjadi karena kelainan
anatomi atau gangguan metabolisme pembentukan hormon tiroid atau
defisiensi iodium. Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) adalah skrining/uji
saring untuk memilah bayi yang menderita hipotiroid kongenital dari bayi
yang bukan penderita. SHK dilakukan optimal pada saat bayi berusia 48-
72 jam (kunjungan neonatus). Pelaksanaan SHK mengacu pada
pedoman yang ada.

Tabel Jenis Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir

NO Jenis Pemeriksaan/ Pelayanan KN 1/ KN 2/ KN 3/


PNC 1 PNC 2 PNC 3
6 - 48 jam 3 hr - 7 8 - 28 jam
jam
1 Pemeriksaan menggunakan v v v
formulir MTBM
2 Bagi Daerah yang sudah
melaksanakan Skrining
Hipotiroid Kongenital (SHK)
- Pemeriksaan SHK - v -
- Hasil tes SHK - v v
- Konfirmasi Hasil SHK - v v
3 Tindakan (terapi/rujukan/umpan v v v
balik)
4 Pencatatan di buku KIA dan v v v
Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 64
kohort bayi
Keterangan tabel: v : pemeriksaan rutin

Pada pelayanan ini, bayi baru lahir mendapatkan akses


pemeriksaan kesehatan oleh tenaga kesehatan pada Polindes,
Poskesdes, Puskesmas, praktik mandiri bidan, klinik pratama, klinik
utama, Posyandu dan atau kunjungan rumah dengan menggunakan
pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) Pemeriksaan
Bayi Baru Lahir dengan pendekatan MTBM dilakukan dengan
menggunakan formulir pencatatan bayi muda 0 - 2 bulan dan bagan
MTBS. Penggunaan bagan MTBM dan formulir MTBM dalam
pelayanan bayi baru lahir memungkinkan menjaring adanya gangguan
kesehatan secara dini. Terutama untuk deteksi dini tanda bahaya dan
penyakit penyebab utama kematian pada bayi baru lahir. Dengan
adanya deteksi dan pengobatan dini, tentunya membantu menghindari
bayi baru lahir dari risiko kematian.

e. Indikator Cakupan
1) Cakupan Kunjungan Nifas 1 (KF1)
Adalah cakupan pelayanan kepada ibu pada masa 6-48 jam setelah
bersalin sesuai standar . Rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut:

Jumlah ibu nifas yang mendapat pelayanan sesuai standar pada


masa 6-48 jam setelah bersalin oleh tenaga kesehatan di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu ------------------------------------
------------------------------------------------------------X 100 Jumlah seluruh
sasaran ibu nifas di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 65


2) Cakupan Kunjungan Nifas Lengkap (KF lengkap)
Cakupan pelayanan kepada ibu pada masa 6 jam sampai dengan
42 hari pasca bersalin sesuai standar paling sedikit 4x dengan
distribusi waktu 6 jam - hari ke 2 (KF1), hari ke 3 - hari ke 7 (KF2),
hari ke 8 - 28 (KF3) dan hari ke 29-42 (KF4) setelah bersalin di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu, Rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut:
Jumlah ibu nifas yang mendapat pelayanan pada masa 6 jam sampai
dengan 42 hari pasca bersalin sesuai standar oleh tenaga kesehatan
paling sedikit 4x dengan distribusi waktu 6 jam - hari ke 2 (KF1), hari ke
3 - hari ke 7 (KF2), hari ke 8 - 28 (KF3) dan hari ke 29-42 (KF4) setelah
bersalin di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
---------------------------------------------------------------------------------X 100
Jumlah seluruh sasaran ibu nifas di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

3) Cakupan Pelayanan KB pascapersalinan


Adalah cakupan pelayanan KB pascapersalinan dengan metode
kontrasepsi modern. Rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut:
Jumlah PUS yang mengikuti KB pascapersalinan di suatu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu
-----------------------------------------------------------------------X100
Jumlah seluruh sasaran ibu nifas di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

4) Cakupan Kunjungan Neonatal 1 (KN1)


Adalah cakupan pelayanan bayi baru lahir pada masa 6-48 jam hari
setelah lahir sesuai standar. Rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut:

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 66


Jumlah bayi baru lahir yang mendapat pelayanan sesuai standar pada 6-
48 jam setelah lahir oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu
-------------------------------------------------------------------------------------X 100
Jumlah seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

5) Cakupan Kunjungan Neonatal Lengkap (KN Lengkap)


Adalah Cakupan neonatus mendapatkan pelayanan sesuai standar
paling sedikit 3 kali dengan distribusiwaktu: 1 x pada usia 6-48 jam,
1x pada usia 3 - 7 hari, dan 1 x pada usia 8 - 28 hari setelah lahir di
suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah bayi baru lahir yang mendapat pelayanan sesuai standar paling
sedikit 3 kali dengan distribusiwaktu: 1 x pd usia 6-48 jam, 1x pada usia 3
- 7 hari, dan 1 x pada usia 8 - 28 hari setelah lahir oleh tenaga kesehatan
di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
-------------------------------------------------------------------------------------X 100
Jumlah seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 67


SEKARANG SAYA TAHU

1. penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil,


Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, bertujuan
untuk mengurangi angka kesakitan dan angka kematian ibu dan
bayi baru lahir dengan:
a. Melakukan upaya peningkatan kesehatan remaja, calon
pengantin, dan/atau pasangan usia subur pada masa
sebelum hamil;
b. Melakukan upaya peningkatan kesehatan ibu sehingga
mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas.
2. Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil,
Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan diselenggarakan
dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
yang dilaksanakan secara menyeluruh terpadu dan
berkesinambungan.

3. Tenaga Kesehatan dan Tenaga Non Kesehatan dalam


melaksanakan pelayanan Kesehatan masa sebelum hamil, hamil,
persalinan dan masa setelah melahirkan dilakukan sesuai standar
dan ketentuan yang berlaku.

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 68


REFERENSI

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


2. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Reproduksi
3. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2021 tentang
Kementerian Kesehatan
4. Permenkes RI No. 25 Tahun 2014Tentang Upaya Kesehatan
Anak
5. Permenkes RI No 21 Tahun 2021 Tentang Pelayanan
Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan
Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan
Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual
6. Renstra Kemenkes RI Tahun 2020 – 2024
7. Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu Edisi III, Kemenkes RI
Tahun 2020

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (MD1) || 69


DAFTAR ISI

Daftar isi ii

A. Tentang Modul Ini 1

Deskripsi Singkat 2

Tujuan Pembelajaran 3

Materi Pokok 4

B. Kegiatan Belajar

Materi Pokok 1. Konsep Pelayanan ANC Terpadu 6

Pendahuluan 6

Indikator Hasil Belajar 6

Sub Materi Pokok 7

Uraian Materi pokok I 8

Sekarang Saya Tahu Materi Pokok I 12

Materi Pokok 2. Jenis Pelayanan ANC Terpadu 13

Pendahuluan 13

Indikator Hasil Belajar 13

Sub Materi Pokok 14

Uraian Materi Pokok 2 15

Sekarang Saya Tahu Materi Pokok 2 24

Materi Pokok 3. Keterpaduan Program dalam 25


Layanan Antenatal

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || ii


Pendahuluan 25

Indikator Hasil Belajar 25

Sub Materi Pokok 25

Uraian Materi Pokok 3 27

Sekarang Saya Tahu Materi Pokok 3 59

Referensi 60

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || iii


A Tentang Modul Ini

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 1


DESKRIPSI SINGKAT

Pelayanan kesehatan masa hamil bertujuan untuk memenuhi hak


setiap ibu hamil memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas
sehingga mampu menjalani kehamilan dengan sehat, bersalin
dengan selamat, dan melahirkan bayi yang sehat dan berkualitas.
Sesi ini membahas tentang konsep pelayanan antenatal terpadu
yang dilaksanakan oleh bidan di seluruh tatanan pelayanan
Kesehatan.

Pelayanan Kesehatan Masa Hamil yang kemudian disebut


pelayanan antenatal (ANC) terpadu adalah setiap kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak terjadinya masa
konsepsi hingga sebelum mulainya proses persalinan yang
komprehensif dan berkualitas. Pelayanan ini bertujuan untuk
memenuhi hak setiap ibu hamil untuk memperoleh pelayanan
antenatal yang komprehensif dan berkualitas sehingga ibu hamil
dapat menjalani kehamilan dan persalinan dengan pengalaman
yang bersifat positif serta melahirkan bayi yang sehat dan
berkualitas

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 2


GAMBAR 1. KERANGKA KONSEP PELAYANAN ANTENATAL TERPADU

TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu menjelaskan


pelayanan ANC terpadu sesuai standar

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta latih mampu :

1. Menjelaskan konsep pelayanan ANC Terpadu


2. Menjelaskan jenis pelayanan ANC Terpadu
3. Menjelaskan keterpaduan program dalam layanan antenatal

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 3


MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:


1. Konsep pelayanan ANC Terpadu
2. Jenis pelayanan ANC Terpadu
3. Keterpaduan program dalam layanan antenatal

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 4


B Kegiatan Belajar

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 5


MATERI POKOK 1
KONSEP PELAYANAN
ANC TERPADU

Pendahuluan

Pelayanan antenatal atau antenatal care (ANC) merupakan setiap


kegiatan dan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak
terjadinya masa konsepsi hingga sebelum mulainya proses persalinan
yang diberikan kepada seluruh ibu hamil. Tujuan ANC dalam Pedoman
Pelayanan Antenatal Terpadu oleh Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (Kemenkes RI, 2020) adalah untuk memperoleh suatu
proses kehamilan serta persalinan yang aman dan positif (positive
pregnancy experience). Pelayanan ANC akan mempersiapkan calon
ibu agar benar-benar siap untuk hamil, melahirkan dan menjaga agar
lingkungan sekitar mampu melindungi bayi dari infeksi. Masa
kehamilan yang awalnya diperkirakan normal dapat berkembang
menjadi kehamilan patologi sehingga perlu upaya peningkatan
pelayanan kesehatan utamanya untuk ibu hamil dengan cara
meningkatkan pelayanan ANC terpadu yang sesuai standar.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menjelaskan pelayanan


ANC terpadu sesuai standar.

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 6


Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 1:

1. Defenisi , tujuan, sasaran dan indikator pelayanan Antenatal


terpadu
2. Konsep pelayanan Antenatal terpadu

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 7


Uraian Materi Pokok 1

A. Defenisi Konsep Pelayanan ANC

Pelayanan antenatal adalah setiap kegiatan dan/atau


serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak terjadinya masa
konsepsi hingga sebelum mulainya proses persalinan yang
komprehensif dan berkualitas dan diberikan kepada seluruh ibu
hamil.

B. Tujuan

Semua ibu hamil memperoleh pelayanan antenatal yang


komprehensif dan berkualitas sehingga ibu hamil dapat menjalani
kehamilan dan persalinan dengan pengalaman yang bersifat
positif serta melahirkan bayi yang sehat dan berkualitas.
Pengalaman yang bersifat positif adalah pengalaman yang
menyenangkan dan memberikan nilai tambah yang bermanfaat
bagi ibu hamil dalam menjalankan perannya sebagai perempuan,
istri dan ibu.

C. Sasaran
Seluruh wanita hamil di wilayah Republik Indonesia.

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 8


D. Indikator

1. Kunjungan pertama (K1)

K1 adalah kontak pertama ibu hamil dengan tenaga


kesehatan yang memiliki kompetensi klinis/kebidanan dan
interpersonal yang baik, untuk mendapatkan pelayanan terpadu
dan komprehensif sesuai standar. Kontak pertama harus
dilakukan sedini mungkin pada trimester pertama, sebaiknya
sebelum minggu ke 8. Kontak pertama dapat dibagi menjadi K1
murni dan K1 akses. K1 murni adalah kontak pertama ibu hamil
dengan tenaga kesehatan pada kurun waktu trimester 1
kehamilan. Sedangkan K1 akses adalah kontak pertama ibu hamil
dengan tenaga kesehatan pada usia kehamilan berapapun. Ibu
hamil seharusnya melakukan K1 murni, sehingga apabila terdapat
komplikasi atau faktor risiko dapat ditemukan dan ditangani sedini
mungkin.

2. Kunjungan ke-4 (K4)

K4 adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan


yang memiliki kompetensi klinis/kebidanan untuk mendapatkan
pelayanan antenatal terpadu dan komprehensif sesuai standar
selama kehamilannya minimal 4 kali dengan distribusi waktu: 1 kali
pada trimester pertama (0-12 minggu), 1 kali pada trimester kedua
(>12minggu -24 minggu), dan 2 kali pada trimester ketiga (>24
minggu sampai dengan kelahiran). Kunjungan antenatal bisa lebih
dari 4 kali sesuai kebutuhan (jika ada keluhan, penyakit atau
gangguan kehamilan).

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 9


3. Kunjungan ke-6 (K6)

K6 adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan


yang memiliki kompetensi klinis/kebidanan untuk mendapatkan
pelayanan antenatal terpadu dan komprehensif sesuai standar
selama kehamilannya minimal 6 kali selama kehamilannya
dengan distribusi waktu: 2 kali pada trimester kesatu (0-12 minggu),
1 kali pada trimester kedua (>12minggu - 24 minggu), dan 3 kali
pada trimester ketiga (>24 minggu sampai dengan kelahiran),
dimana minimal 2 kali ibu hamil harus kontak dengan dokter (1 kali
di trimester 1 dan 1 kali di trimester 3). Kunjungan antenatal bisa
lebih dari 6 (enam) kali sesuai kebutuhan dan jika ada keluhan,
penyakit atau gangguan kehamilan. Jika kehamilan sudah
mencapai 40 minggu, maka harus dirujuk untuk diputuskan
terminasi kehamilannya. Pemeriksaan dokter pada ibu hamil
dilakukan saat :

- Kunjungan 1 di trimester 1 (satu) dengan usia kehamilan kurang


dari 12 minggu atau dari kontak pertama, Dokter melakukan
skrining kemungkinan adanya faktor risiko kehamilan atau
penyakit penyerta pada ibu hamil termasuk didalamnya
pemeriksaan Ultrasonografi (USG). Apabila saat K1 ibu hamil
datang ke bidan, maka bidan tetap melakukan ANC sesuai
standar, kemudian merujuk ke dokter.

- Kunjungan 5 di trimester 3, Dokter melakukan perencanaan


persalinan, skrining faktor risiko persalinan termasuk
pemeriksaan Ultrasonografi (USG) dan rujukan terencana bila
diperlukan.

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 10


Konsep pelayanan Antenatal terpadu
Dalam pelayanan antenatal terpadu, tenaga kesehatan harus
mampu melakukan deteksi dini masalah gizi, faktor risiko, komplikasi
kebidanan, gangguan jiwa, penyakit menular dan tidak menular yang
dialami ibu hamil serta melakukan tata laksana secara adekuat sehingga
ibu hamil siap untuk menjalani persalinan bersih dan aman.

Gambar 2; Kerangka konsep pelayanan Antenatal Terpadu

1. Masalah gizi: anemia, KEK, obesitas, kenaikan berat badan tidak


sesuai anda Fak o ko: u a bu ≤ 6 ahun, u a bu ≥ 5
tahun, anak k c l ≤ tahun.

2. Ha l p a a ≥4 ahun, n val k ha lan > 0 ahun,


Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 11
p al nan ≥4 kali, gemeli/kehamilan ganda, kelainan letak dan
posisi janin, kelainan besar janin, riwayat obstetrik jelek
(keguguran/gagal kehamilan), komplikasi pada persalinan yang
lalu (riwayat vakum/forsep, perdarahan pasca persalinan dan
atau transfusi), riwayat bedah sesar, hipertensi, kehamilan lebih
dari 40 minggu.

3. Komplikasi kebidanan: ketuban pecah dini, perdarahan


pervaginam, hipertensi

4. Penyakit menular: HIV, sifilis, hepatitis B, tetanus maternal,


malaria, TB, demam berdarah, tifus abdominalis, dll.

5. Masalah kesehatan jiwa: depresi, gangguan kecemasan,


psikosis, skizofrenia.

Pelayanan antenatal terpadu adalah diberikan kepada semua ibu


hamil dengan cara:

1. Menyediakan kesempatan pengalaman positif bagi setiap ibu hamil


untuk mendapatkan pelayanan antenatal terpadu.
2. Melakukan pemeriksaan antenatal pada setiap kontak.
3. Memberikan konseling kesehatan dan gizi ibu hamil, termasuk
konseling KB dan pemberian ASI.
4. Memberikan dukungan emosi dan psikososial sesuai dengan
kebutuhan/keadaan ibu hamil serta membantu ibu hamil agar tetap
dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan nyaman selama masa
kehamilan dan menyusui.
5. Melakukan pemantauan tumbuh kembang janin.
6. Mendeteksi secara dini kelainan/penyakit/gangguan yang diderita
ibu hamil.

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 12


7. Melakukan tatalaksana terhadap kelainan/penyakit/gangguan pada
ibu hamil sedini mungkin atau melakukan rujukan kasus ke fasilitas
pelayanan kesehatan sesuai dengan sistem rujukan.
8. Mempersiapkan persalinan yang bersih dan aman.
9. Melakukan rencana antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan
rujukan jika terjadi penyulit/komplikasi pada proses persalinan.
10. Melakukan tatalaksana kasus serta rujukan tepat waktu pada kasus
kegawatdaruratan maternal neonatal.

11. Melibatkan ibu hamil, suami dan keluarga dalam menjaga


kesehatan dan gizi ibu hamil, mempersiapkan persalinan dan
kesiagaan apabila terjadi komplikasi.

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 13


SEKARANG SAYA TAHU

Pelayanan antenatal adalah setiap kegiatan dan/atau


serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak terjadinya masa konsepsi
hingga sebelum mulainya proses persalinan yang komprehensif dan
berkualitas dan diberikan kepada seluruh ibu hamil.
Dalam pelayanan antenatal terpadu, tenaga kesehatan
harus mampu melakukan deteksi dini masalah gizi, faktor risiko,
komplikasi kebidanan, gangguan jiwa, penyakit menular dan tidak
menular yang dialami ibu hamil serta melakukan tata laksana secara
adekuat sehingga ibu hamil siap untuk menjalani persalinan bersih
dan aman.

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 12


MATERI POKOK 2
JENIS PELAYANAN ANC
TERPADU

Pendahuluan

Berdasarkan data Survei Indikator Kesehatan Nasional (Sirkesnas)


2016 cakupan K4 secara nasional sebesar 72,5%. Sedangkan
cakupan layanan ANC 10T sangat rendah, yaitu 2,7%. Untuk
komponen pemeriksaan laboratorium pada ibu hamil, tes golongan
darah hanya 38,3%, sedangkan pemeriksaan protein urin 35,6 %%.
Pemberian tablet tambah darah 90 tablet hanya 34,8%. Data-data
diatas menunjukkan masih rendahnya kualitas layanan ANC. Oleh
karena itu, diperlukan peningkatan kualitas layanan antenatal
melalui pelaksanaan ANC terpadu dengan melibatkan lintas
program. Dengan melakukan ANC terpadu yang sesuai standar
diharapkan dapat menurunkan AKI dan AKN karena ibu hamil
terdeteksi dari awal apabila terdapat faktor risiko atau komplikasi
kehamilan dengan faktor risiko persalinan.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menjelaskan jenis


pelayanan ANC terpadu.

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 13


Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 2:

1. Standar pelayanan minimal antenatal terpadu


2. Layanan ANC oleh dokter
3. Layanan ANC oleh bidan

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 14


raian Materi Pokok 2

A. Standar pelayanan minimal antenatal terpadu


Standar pelayanan antenatal terpadu minimal adalah
sebagai berikut (10T):

1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

2. Ukur tekanan darah

3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas/LILA)

4. Ukur tinggi puncak rahim (fundus uteri)

5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)

6. Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi tetanus


difteri (Td) bila diperlukan

7. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama masa


kehamilan

8. Tes laboratorium: tes kehamilan, kadar hemoglobin darah,


golongan darah, tes triple eliminasi (HIV, Sifilis dan Hepatitis B)
dan malaria pada daerah endemis. Tes lainnya dapat dilakukan
sesuai indikasi seperti: gluko-protein urin, gula darah sewaktu,
sputum Basil Tahan Asam (BTA), kusta, malaria daerah non
endemis, pemeriksaan feses untuk kecacingan, pemeriksaan
darah lengkap untuk deteksi dini thalasemia dan pemeriksaan
lainnya.

9. Tata laksana/penanganan kasus sesuai kewenangan

10. Temu wicara (konseling), Informasi yang disampaikan saat


Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 15
konseling minimal meliputi Hasil pemeriksaan, perawatan
sesuai usia kehamilan dan usia ibu, gizi ibu hamil, kesiapan
mental, mengenali tanda bahaya kehamilan, persalinan, dan
nifas, persiapan persalinan, kontrasepsi pascapersalinan,
perawatan bayi baru lahir, inisiasi menyusu dini, ASI eksklusif.

Keterangan:

• Tes laboratorium yang masuk dalam Standar Pelayanan Minimal


adalah: pemeriksaan golongan darah, pemeriksaan Hb dan
pemeriksaaan glukoproteinuri (atas indikasi).

• Pada fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak memiliki vaksin


tetanus difteri dan/atau pemeriksaan laboratorium, fasilitas
pelayanan kesehatan dapat berkoordinasi dengan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dan Puskesmas untuk penyediaan
dan/atau pemeriksaan, atau merujuk ibu hamil ke Puskesmas atau
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang dapat melakukan
pemeriksaan tersebut.

B. Layanan ANC Oleh Dokter


Ibu hamil minimal 2 kali diperiksa oleh dokter, 1 kali pada
trimester Pertama dan 1 kali pada trimester Ketiga (kunjungan
antenatal ke-5).

1. Kunjungan pada trimester 1

Pemeriksaan dokter pada kontak pertama ibu hamil di trimester 1


bertujuan untuk skrining adanya faktor risiko atau komplikasi.
Apabila kondisi ibu hamil normal, kunjungan antenatal dapat
Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 16
dilanjutkan oleh bidan. Namun bilamana ada faktor risiko atau
komplikasi maka pemeriksaan kehamilan selanjutnya harus ke
dokter atau dokter spesialis sesuai dengan kompetensi dan
wewenangnya. Pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter tetap
mengikuti pola anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, dan tindak lanjut :

a. Anamnesis dan Evaluasi Kesehatan Ibu Hamil


- Anamnesis: kondisi umum, data dasar, HPHT, siklus haid,
faktor risiko infeksi saluran reproduksi, dll
- Riwayat kesehatan ibu sekarang: hipertensi, jantung, asma,
TB, tiroid, HIV, IMS, hepatitis B, alergi, asma, autoimun,
diabetes, dll.
- Skrining status imunisasi tetanus
- Riwayat perilaku berisiko 1 bulan sebelum hamil: merokok,
minum alcohol, minum obat-obatan, pola makan berisiko,
aktifitas fisik, pemakaian kosmetik, dll.
- Riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya (termasuk
keguguran, hamil kembar dan lahir mati).
- Riwayat penyakit keluarga: hipertensi, diabetes, sesak nafas,
asma, jantung, TB, alergi, gangguan kejiwaan, kelainan darah,
Hepatitis B, HIV, dll.

b. P- emeriksaan Fisik Umum


- Keadaan umum, kesadaran, konjungtiva, sklera, kulit, leher,
gigi mulut,
- THT, jantung, paru, perut, ekstrimitas. Berat badan dan tinggi
badan.
- Tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu tubuh, frekuensi nafas
Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 17
c. Pemeriksaan Terkait Kehamilan
- Lingkar lengan atas
- Pemeriksaan dan penentuan Indek Masa Tubuh (IMT)
sebelum hamil.

d. Pemeriksaan Penunjang Pada Kehamilan


- Pemeriksaan laboratorium : tes kehamilan, kadar hemoglobin
darah, golongan darah, malaria di daerah endemis,tes triple
eliminasi (HIV, Sifilis dan Hepatitis B), dan tes lainnya sesuai
indikasi
- Pemeriksaan USG
- Pemeriksaan EKG atas indikasi
Pada pemeriksaan pertama oleh dokter, maka dokter harus
menyimpulkan status kehamilannya (GPA), kehamilan normal atau
kehamilan berkomplikasi (sebutkan jenis komplikasinya). Selain itu
dokter harus memberikan rekomendasi antara lain:

1. ANC dapat dilakukan di FKTP, atau


2. Konsul ke dokter spesialis, atau
3. Rujuk ke FKRTL

Pada keadaan khusus misalnya wabah penyakit tertentu maka


dilakukan skrining awal sebelum melakukan pemeriksaan lebih
lanjut.

2. Kunjungan Pada Trimester 3

Pada kehamilan trimester 3, ibu hamil harus diperiksa dokter


minimal sekali (kunjungan antenatal ke-5 dan usia kehamilan 32-36
minggu). Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mendeteksi adanya

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 18


faktor risiko pada persalinan dan perencanaan persalinan.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter tetap mengikuti pola
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan tindak
lanjut:

a. Anamnesis dan evaluasi kesehatan ibu hamil


- Kondisi umum, keluhan
- Riwayat kesehatan ibu sekarang, status imunisasi tetanus
- Perencanaan persalinan (tempat persalinan, transportasi, calon
pendonor darah, pembiayaan, pendamping persalinan, dll),
- Pilihan rencana kontrasepsi, dll.
b. Pemeriksaan fisik umum
- Keadaan umum, kesadaran, konjungtiva, sklera, kulit, leher, gigi
mulut, THT, jantung, paru, perut, ekstrimitas.
- Berat badan dan tinggi badan.
- Tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu tubuh, frekuensi nafas
c. Pemeriksaan terkait kehamilan: leopold
d. Pemeriksaan penunjang pada kehamilan:
- Pemeriksaan laboratorium: kadar hemoglobin darah, dan
pemeriksaan penunjang lain sesuai indikasi
- Pemeriksaan USG
e. Rencana konsultasi lanjut (ke bagian gizi, kebidanan, anak,
penyakit dalam, THT, neurologi, psikiatri, dll)
f. Konseling

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 19


Pada akhir pemeriksaan dokter harus bisa menyimpulkan:
- Status kehamilannya (GPA)
- Tidak didapatkan penyulit pada kehamilan saat ini, atau
- Didapatkan masalah kesehatan/komplikasi (sebutkan)
Dokter juga harus memberikan rekomendasi:
- Dapat melahirkan di FKTP (PONED/non PONED)
- Rujuk untuk melahirkan di FKRTL
- Konsultasi ke dokter spesialis untuk menentukan tempat
persalinan

C. Layanan ANC Oleh Bidan


Apabila saat kunjungan antenatal dengan dokter tidak
ditemukan faktor risiko maupun komplikasi, kunjungan antenatal
selanjutnya dapat dilakukan ke tenaga kesehatan yang mempunyai
kompetensi klinis/kebidanan selain dokter. Kunjungan antenatal yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan selain dokter adalah kunjungan ke-
2 di trimester 1, kunjungan ke-3 di trimester 2 dan kunjungan ke-4
dan 6 di trimester 3. Tenaga kesehatan melakukan pemeriksaan
antenatal, konseling dan memberikan dukungan sosial pada saat
kontak dengan ibu hamil. Pemeriksaan antenatal dan konseling
yang dilakukan adalah:

a. Anamnesis: kondisi umum, keluhan saat ini.


- Kondisi umum, keluhan saat ini
- Tanda-tanda penting yang terkait masalah kehamilan:
mual/muntah, demam, sakit kepala, perdarahan, sesak
nafas,keputihan, dll
- Gerakan janin

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 20


- Riwayat kekerasan terhadap perempuan (KtP) selama
kehamilan
- Riwayat kekerasan terhadap perempuan (KtP) selama
kehamilan
- Perencanaan persalinan (tempat persalinan, transportasi, calon
pendonor darah, pembiayaan, pendamping persalinan, dll)
- Pemantauan konsumsi tablet tambah darah
- Pola makan ibu hamil
- Pilihan rencana kontrasepsi, dll
b. Pemeriksaan fisik umum
- Pemantauan berat badan
- Pemantauan tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu tubuh,
frekuensi nafas
- Pemantauan LiLA pada ibu hamil KEK
c. Pemeriksaan terkait kehamilan
- Pemeriksaan tinggi fundus uteri (TFU)
- Pemeriksaan leopold
- Pemeriksaan denyut jantung janin
d. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan hemoglobin darah pada
ibu hamil anemi, pemeriksaan glukoproeinuri
e. Pemberian imunisasi Td sesuai hasil skrining
f. Suplementasi tablet Fe dan kalsium
g. Komunikasi, informasi, edukasi dan konseling:
- Perilaku hidup bersih dan sehat
- Tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas
- Perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K)
- Peran suami dan keluarga dalam kehamilan dan perencanaan
persalinan
Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 21
- Asupan gizi seimbang
- KB paska persalinan
- IMD dan pemberian ASI ekslusif
- Peningkatan kesehatan intelegensia pada kehamilan (Brain
Booster), Untuk meningkatkan intelegensia bayi yang akan
dilahirkan, ibu hamil dianjurkan memberikan stimulasi auditori
dan pemenuhan nutrisi pengungkitt otak (brain booster) secara
bersamaam pada periode kehamilan

Tenaga kesehatan harus melakukan pemantauan dan


evaluasi terhadap kondisi ibu hamil (menggunakan grafik evaluasi
kehamilan dan grafik peningkatan berat badan, terlampir). Apabila
hasil pemantauan dan evaluasi melewati garis batas grafik, ibu hamil
harus dikonsultasikan ke dokter. Indikasi merujuk ke dokter dapat
dilihat dibawah ini :

a. Riwayat kehamilan dahulu


- Riwayat perdarahan pada kehamilan/persalinan/nifas
- Riwayat hipertensi pada kehamilan/nifas
- Riwayat IUFD/stillbirth
- Riwayat kehamilan kembar
- Riwayat keguguran > 3x berturut-turut
- Riwayat kehamilan sungsang/letak lintang/letak oblik
- Riwayat kematian janin/perinatal
- Riwayat persalinan dengan SC, dll
b. Riwayat medis
- Riwayat penyakit tidak menular (jantung, hipertensi, diabetes
mellitus, ginjal, alergi makanan/obat, autoimun,
talasemia/gangguan hematologi lain, epilepsi, dll)
Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 22
- Riwayat penyakit menular (HIV, Sifilis/IMS lainya, Hepatitis B, TB,
malaria, tifoid, dll)
- Riwayat masalah kejiwaan, dll
c. Riwayat kehamilan sekarang
- Muntah berlebihan sampai tidak bisa makan dan minum
- Perdarahan
- Nyeri perut hebat
- Pusing/sakit kepala berat
- Demam lebih dari 2 hari
- Keluar cairan berlebihan dan berbau dari vagina
- Batuk lama lebih dari 2 minggu atau kontak erat/serumah dengan
penderita tuberkolosis
- Gerakan janin berkurang atau tidak terasa (mulai kehamilan 20
minggu)
- Perubahan perilaku: gelisah, menarik diri, bicara sendiri, tidak
mau mandi
- Kekerasan fisik
- Gigi dan mulut: gigi berlubang, gusi mudah berdarah, gusi
bengkak,dll

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 23


SEKARANG SAYA TAHU

Pelayanan ANC Terpadu dilakukan oleh Dokter dan Bidan


meliputi pemeriksaan :

1. Pemeriksaan Oleh Dokter


- Anamnesis dan Evaluasi Kesehatan Ibu Hamil
- Pemeriksaan Fisik Umum
- Pemeriksaan Terkait Kehamilan
- Pemeriksaan Penunjang Pada Kehamilan

Pada akhir pemeriksaan dokter harus bisa menyimpulkan:


- Status kehamilannya (GPA)
- Tidak didapatkan penyulit pada kehamilan saat ini, atau
Didapatkan masalah kesehatan/komplikasi (sebutkan)
2. Pemeriksaan Oleh Bidan
- Anamnesis
- Pemeriksaan Fisik Umum
- Pemeriksaan Terkait Kehamilan
- Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium)
- Pemberian Imunisasi dan Suplemen Tambah Darah
- Komunikasi / Konsuling

Tenaga kesehatan harus melakukan pemantauan dan evaluasi


terhadap kondisi ibu hamil (menggunakan grafik evaluasi kehamilan
dan grafik peningkatan berat badan, terlampir). Apabila hasil
pemantauan dan evaluasi melewati garis batas grafik, ibu hamil
harus dikonsultasikan ke dokter

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 24


MATERI POKOK 3
KETERPADUAN PROGRAM
DALAM LAYANAN ANTENATAL

Pendahuluan

Setiap ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar.


Pelayanan antenatal sesuai standar adalah pelayanan yang
diberikan kepada ibu hamil minimal 6 kali selama kehamilannya
dengan distribusi waktu: 1 kali pada trimester kesatu (0-12 minggu),
2 kali pada trimester kedua (>12minggu - 24 minggu), dan 3 kali
pada trimester ketiga (>24 minggu sampai dengan kelahiran),
dimana minimal 2 kali ibu hamil harus kontak dengan dokter (1 kali
di trimester 1 dan 1 kali di trimester 3). Kunjungan antenatal bisa
lebih dari 6 (enam) kali sesuai kebutuhan dan jika ada keluhan,
penyakit atau gangguan kehamilan.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menjelaskan


keterpaduan program dalam layanan antenatal.

Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 3:

A. Gizi
B. Program pengendalian malaria
C. Program pengendalian tuberculosis (TBC)
D. Program Pengendalian HIV, Sifilis Dan Hepatitis B
E. Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 25
F. Program Kesehatan Jiwa
G. Imunisasi
H. Kecacingan

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 26


Uraian Materi Pokok 1

A. Gizi

Asupan zat gizi untuk bayi di dalam kandungan berasal dari


persediaan zat gizi di dalam tubuh ibunya. Oleh karena itu sangat
penting bagi calon ibu hamil untuk mempunyai status gizi yang baik
sebelum memasuki kehamilannya, misalnya tidak kurus dan tidak
anemia, untuk memastikan cadangan zat gizi ibu hamil mencukupi
untuk kebutuhan janinnya. Saat hamil, salah satu indikator apakah
janin mendapatkan asupan makanan yang cukup adalah melalui
pemantauan adekuat tidaknya pertambahan berat badan (BB) ibu
selama kehamilannya (PBBH). Bila PBBH tidak adekuat, janin
berisiko tidak mendapatkan asupan yang sesuai dengan
kebutuhannya, sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembanganya didalam kandungan. Ibu yang saat memasuki
kehamilannya kurus dan ditambah dengan PBBH yang tidak
adekuat, berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.

PBBH yang optimal berbeda-beda sesuai dengan status gizi


Ibu yang diukur dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebelum hamil
atau pada saat memasuki trimester pertama seperti dijelaskan pada
tabel dibawah ini. Semakin kurus seorang Ibu, semakin besar target
PBBH-nya untuk menjamin ketercukupan kebutuhan gizi janin.

Tabel 1. Peningkatan Berat Badan Selama Kehamilan yang


Direkomendasikan sesuai IMT

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 27


IMT pra hamil Kenaikan BB total selama Laju kenaikan BB pada
(kg/m2) kehamilan (kg) trimester III (rentang
rerata kg/minggu)

Gizi Kurang / KEK (<18.5) 12.71 — 18.16 0.45 (0.45 — 0.59)


Normal (18.5 - 24.9) 11.35 — 15.89 0.45 (0.36 — 0.45)
Kelebihan BB (25.0-29.9) 6.81 — 11.35 0.27 (0.23 — 0.32)
Obes (³30.0) 4.99 — 9.08 0.23 (0.18 — 0.27)

Adapun cara menghitung IMT adalah dengan membagi


besaran Berat Badan (BB) dalam kilogram (kg) dengan Tinggi Badan
(TB) dalam meter (m) kuadrat sesuai formula berikut:

1. Gizi Seimbang pada Ibu Hamil


Gizi seimbang pada ibu hamil sangat perlu diperhatikan
karena ibu hamil harus memenuhi kebutuhan gizi untuk dirinya
dan untuk pertumbuhan serta perkembangan janinnya. Ibu hamil
harus mengonsumsi beraneka ragam makanan dengan jumlah
dan proporsi yang seimbang. Pesan gizi seimbang yang khusus
untuk ibu hamil, antara lain:

a. Biasakan mengonsumsi aneka ragam makanan yang lebih


banyak, Ibu hamil perlu mengonsumsi aneka ragam makanan

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 28


yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan energi, protein
dan zat gizi mikro (vitamin dan mineral). Kebutuhan zat gizi yang
meningkat selama kehamilan, antara lain:
• Protein, Untuk pertumbuhan janin dan untuk mempertahankan
kesehatan ibu. Ibu hamil sangat dianjurkan untuk
mengonsumsi makanan sumber protein hewani seperti ikan,
susu dan telur.
• Zat Besi merupakan unsur penting dalam pembentukan
hemoglobin pada sel darah merah. Kekurangan hemoglobin
disebut anemia atau dapat membahayakan kesehatan ibu dan
bayi seperti BBLR, perdarahan dan peningkatan risiko
kematian. Makanan sumber zat besi yang sangat baik
dikonsumsi ibu hamil yaitu Ikan, daging, hati dan tempe. Ibu
hamil juga perlu mengonsumsi satu Tablet Tambah Darah
(TTD) per hari selama kehamilan dan dilanjutkan selama masa
nifas.
• Asam Folat, Untuk pembentukan sel dan sistem saraf
termasuk sel darah merah. Sayuran hijau seperti bayam dan
kacang-kacangan banyak mengandung asam folat yang
sangat diperlukan pada masa kehamilan.
• Vitamin. Buah berwarna merupakan sumber vitamin yang baik
bagi tubuh dan buah yang berserat karena dapat melancarkan
buang air besar sehingga mengurangi risiko sembelit pada ibu
hamil.
• Kalsium, Untuk mengganti cadangan kalsium ibu yang
digunakan untuk pembentukan jaringan baru pada janin.
Apabila konsumsi kalsium tidak mencukupi maka akan

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 29


berakibat meningkatkan risiko ibu mengalami komplikasi yang
disebut keracunan kehamilan (pre eklampsia). Selain itu ibu
akan mengalami pengeroposan tulang dan gigi. Sumber
kalsium yang baik adalah sayuran hijau, kacang–kacangan
dan ikan teri serta susu.
• Iodium merupakan bagian hormon tiroksin (T4) dan
triodotironin (T3) yang berfungsi untuk mengatur pertumbuhan
dan perkembangan bayi. Sumber iodium yang baik adalah
makanan laut seperti ikan, udang, kerang, rumput laut. Setiap
memasak diharuskan menggunakan garam beriodium.
Untuk mengatasi “H p G av da u ” (rasa mual dan
muntah berlebihan), ibu hamil dianjurkan untuk makan dalam
porsi kecil tetapi sering, makan secara tidak berlebihan dan hindari
makanan berlemak serta makanan berbumbu tajam
(merangsang).

b. Batasi mengkonsumsi makanan yang mengandung garam


tinggi Pembatasan konsumsi garam dapat mencegah hipertensi
selama kehamilan. Hipertensi selama kehamilan akan
meningkatkan risiko kematian janin, terlepasnya plasenta, serta
gangguan pertumbuhan.

c. Minum air putih yang lebih banyak Air merupakan sumber


cairan yang paling baik dan berfungsi untuk membantu
pencernaan, mengatur keseimbangan asam basa tubuh, dan
mengatur suhu tubuh. Kebutuhan air selama kehamilan
meningkat agar dapat mendukung sirkulasi janin, produksi cairan
Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 30
amnion dan meningkatnya volume darah. Ibu hamil memerlukan
asupan air minum sekitar 2-3 liter perhari (8-12 gelas sehari).

d. Batasi Konsumsi Kafein, Kafein bila dikonsumsi oleh ibu hamil


akan mempunyai efek diuretik dan stimulans. Oleh karenanya bila
ibu hamil minum kopi sebagai sumber utama kafein yang tidak
terkontrol, akan mengalami peningkatan buang air kecil (BAK) yang
akan berakibat dehidrasi, tekanan darah meningkat dan detak
jantung juga akan meningkat. Pangan sumber kafein lainnya
adalah coklat, teh dan minuman suplemen energi. Satu botol
minuman suplemen energi mengandung kafein setara dengan 1-2
cangkir kopi. Disamping mengandung kafein, kopi juga
mengandung inhibitor (zat yang mengganggu penyerapan zat
besi). Konsumsi kafein pada ibu hamil juga akan berpengaruh
pada pertumbuhan dan perkembangan janin, karena metabolisme
janin belum sempurna. Walaupun the National Institute of Health
USA (1993) merekomendasikan konsumsi kafein bagi ibu hamil
yang aman adalah 150-250 mg/hari atau 2 (dua) cangkir kopi/hari,
na un d anju kan k pada bu ha l“ la a k ha lan bu ha u
bijak dalam mengonsumsi kafe n”, ba a dala ba a a an ya u
paling banyak 2 cangkir kopi/hari atau hindari sama sekali karena
dalam kopi tidak ada kandungan zat gizi.

2. Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada Ibu Hamil

Ibu hamil rentan menderita anemia karena adanya


peningkatan volume darah selama kehamilan untuk pembentukan
plasenta, janin dan cadangan zat besi dalam ASI. Kadar Hb pada ibu

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 31


hamil menurun pada trimester I dan terendah pada trimester II,
selanjutnya meningkat kembali pada trimester III. Penurunan kadar Hb
pada ibu hamil yang menderita anemia sedang dan berat akan
mengakibatkan peningkatan risiko persalinan, peningkatan kematian
anak dan infeksi penyakit. Upaya pencegahan anemia gizi besi pada
ibu hamil dilakukan dengan memberikan 1 tablet setiap hari selama
kehamilan minimal 90 tablet, dimulai sedini mungkin dan dilanjutkan
sampai masa nifas.

Tabel 2. Rekomendasi WHO tentang Pengelompokan


Anemia (g/dL) Berdasarkan Umur

Anemia
Popu Tidak Ringan Berat
Sedang
lasi Anemia
Anak 6-59 bulan 11 10,0 – 10,9 7,0 – 9,9 < 7,0
Anak 5-11 tahun 11,5 11,0 – 11,4 8,0 – 10,9 < 8,0
Anak 12-14 tahun 12 11,0 – 11,9 8,0 – 10,9 < 8,0
WUS tidak hamil 12 11,0 – 11,9 8,0 – 10,9 < 8,0
Ibu hamil 11 10,0 – 10,9 7,0 – 9,9 < 7,0
Laki-laki ³ 15 tahun 13 11,0 – 12,9 8,0 – 10,9 < 8,0
Sumber : WHO,2012

Catatan:

- Di daerah endemis malaria, selain upaya yang dilakukan untuk


mencegah dan mengobati malaria, juga harus tetap disediakan
TTD. Pemberian TTD pada ibu hamil yang pernah menderita
malaria perlu dimonitor secara periodik.
Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 32
- Ibu hamil yang menderita kecacingan tetap diberi TTD disamping
pemberian obat cacing. Biasanya ibu hamil dengan kecacingan
akan menderita anemia sedang, maka pemberian TTD dapat
mencegah terjadinya anemia menjadi lebih berat.

3. Pemberian Kalsium pada Ibu Hamil


Pada daerah dengan intake kalsium yang rendah
direkomendasikan pemberian suplementasi tablet kalsium pada ibu
hamil sebesar 1.500 -2.000 mg secara oral dibagi dalam 3x
pemberian per hari. Interaksi dapat terjadi antara suplemen besi dan
kalsium. Oleh karena harus ada jarak pemberian selama beberapa
jam. Pemberian tablet kalsium untuk mengurangi risiko preeklamsi.

4. Penanggulangan Kekurangan Energi Kronik pada Ibu


Hamil
Penanggulangan ibu hamil KEK seharusnya dimulai sejak
sebelum hamil bahkan sejak usia remaja putri. Upaya
penanggulangan tersebut membutuhkan koordinasi lintas program
dan perlu dukungan lintas sektor, organisasi profesi, tokoh
masyarakat, LSM dan institusi lainnya.

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 33


Bagan 1. Alur Pelayanan Gizi Pada Ibu Hamil

PENATALAKSANAAN

- Edukasi
- Edukasi - Konseling Tatalaksana Tatalaksana
- Konseling
PELAYANAN

- Konseling - TTD 2 Tablet Bumil KEK dan Bumil KEK dan


- Pantau BB
- Pantau BB Per Hari Tatalaksana
- Pantau Janin Tatalaksana
- Pantau Janin - PMT (Pantau dalam Penyakit
Anemia
1 bulan)

Penyediaan makan pada ibu hamil KEK diawali dengan


perhitungan kebutuhan, pemberian diet (termasuk komposisi zat
gizi, bentuk makanan, dan frekuensi pemberian dalam sehari). Ibu
hamil KEK perlu penambahan energi sebesar 500 kkal yang dapat
berupa pemberian makanan tambahan (PMT) berbasis pangan
lokal, PMT pabrikan atau minuman.

B. Program Pengendalian Malaria


Strategi pelayanan terpadu pengendalian malaria dalam
antenatal adalah pemeriksaan (skrining) malaria pada kunjungan
pertama antenatal dan pemberian kelambu berinsektisida terhadap
semua ibu hamil yang tinggal di kabupaten/ kota endemis tinggi
malaria. Sedangkan untuk ibu hamil yang tinggal di kabupaten/kota
Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 34
endemis rendah dilakukan selektif pada ibu hamil yang memiliki
gejala dan:
a) tinggal di desa endemis tinggi malaria (desa merah),
b) ada riwayat berkunjung/tinggal di daerah endemis malaria 1
(satu) bulan terakhir,
c) pernah sakit malaria dalam 2 tahun terakhir.

Bagan 2. Alur Kebijakan Terpadu Malaria Dalam Layanan


Antenatal

Untuk daerah endemis TINGGI (Merah) malaria pada kunjungan


pertama ANC semua ibu hamil dilakukan:

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 35


Bagan 3. Alur Pelayanan Malaria Dalam Pelayanan Antenatal

PEMERIKSAAN ANC, KONSELING & SKRINING MALARIA


dengan RDT atau MIKROSKOP
dengan RDT atau MIKROSKOP

NEGATIF

ACT # 3 HARI

MEMBAIK

RUJUK

POSITIF NEGATIF

Wilayah endemis tinggi malaria semua


ibu hamil skrining malaria, di wilayah - Lanjutkan ANC
endemis rendah dilakukan secara - LLIN (pakai kelambu)
selektif - Zat Besi / Folat
jika malaria berat beri pra rujukan - Nutrisi
dengan artesunat i.m (dosis
2.4mg/kgBB)

(DHP) 3-3-3

C. Program pengendalian tuberculosis (TBC)

Manifestasi klinis TB pada kehamilan umumnya sama


dengan wanita yang tidak hamil yaitu manifestasi umum dari TB
paru. Semua wanita hamil harus diskrining untuk diagnosis TB. Tes
HIV juga penting dilakukan pada wanita hamil terduga TB. Ibu hamil

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 36


yang sakit TB, harus segera diberi pengobatan OAT untuk
mencegah penularan dan kematian.
Amikasin, Streptomisin, Etionamid/Protionamid TIDAK
DIREKOMENDASIKAN untuk pengobatan tuberkulosis pada ibu
hamil. Skrinning gejala dan tanda TBC:
1. Apakah ada batuk lama (2 minggu atau lebih)?
2. Apakah ada batuk berdarah?
3. Apakah ada demam dan lemas?
4. Apakah ada berkeringat malam tanpa aktivitas?
5. Apakah terjadi penurunan berat badan tanpa penyebab yang
jelas?
6. Apakah ada gejala TB Ekstra Paru (kelenjar, tulang, kulit, dll)?
7. Apakah ada kontak serumah atau kontak erat dengan pasien TB?
Apabila hasil skrining menunjukkan gejala TB, maka ibu hamil dirujuk
ke Poli TB untuk tatalaksana lebih lanjut.

D. Program Pengendalian HIV, Sifilis Dan Hepatitis B

Penularan vertikal HIV, Sifilis, Hepatitis B dan IMS lainnya


dapat terjadi dari ibu ke bayi yang dikandungnya selama dalam
kandungan, persalinan dan menyusui. Upaya kesehatan masyarakat
untuk mencegah penularan ini dimulai dengan skrining pada ibu
hamil terhadap HIV,Sifilis dan Hepatitis B pada saat pemeriksan
antenatal pertama pada trimester pertama. Tes skrining
menggunakan tes cepat (rapid tes) HIV, tes cepat sifilis (TP rapid)
dan tes cepat HBsAg. Tes cepat ini relatif murah, sederhana dan
tanpa memerlukan keahlian khusus sehingga dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatan (pemberi layanan langsung/bidan).

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 37


Skrining HIV, sifilis dan hepatitis B pada ibu hamil
dilaksanakan secara bersamaan dalam paket pelayanan antenatal
terpadu. Secara program nasional upaya pengendalian terhadap
ketiga penyakit infeksi menular langsung ini disebut Program
Pencegahan Penularan HIV, Sifilis dan hepatitis B dari Ibu ke Anak
(PPIA) dengan tujuan eliminasi penularan sesuai Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 52 Tahun 2017 tentang Eliminasi Penularan HIV
Sifilis dan Hepatitis B dari Ibu ke Anak.
Kebijakan dalam pelaksanaan PPIA diintegrasikan dalam
layanan KIA sebagai berikut:
a. PPIA merupakan bagian dari program nasional pengendalian
HIV, IMS, Hepatitis B dan prgram kesehatan ibu dan anak.
b. Pelaksanaan kegiata PPIA diintegrasikan pada layanan KIA,
Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan remaja di setiap jenjang
pelayanan kesehatan dengan ekspansi secara bertahap dn
melibatkan peran non pemerintah, LSM dan Komunktas.
c. Setiap perempuan yang datang ke layanan KIA-KB dan remaja
mendapat layanan kesehatan diberi informasi tentang PPIA.
d. Di setiap jenjang pelayanan KIA, tenaga kesehatan di fsilitas
pelayanan kesehatan wajib melakukan tes HIV, Sifilis dan
hepatitis B kepada semua ibu hamil minimal 1 kali sebagai bagian
dari pemeriksaan laboratorium rutin pada waktu pemeriksaan
antenatal pada kunjungan 1 (K1) hingga menjelang persalinan.
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada kunjungan pertama
trimester 1.
e. Setiap kabupaten kota wajib melakukan orientasi bagi tenaga
kesehatan klinis/kebidanan agar FKTP dan FKRTL mampu
melakukan skrining tes HIV, Sifilis dan Hepatitis B, karena
Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 38
skrining HIV merupakan SPM kesehatan kabupaten kota dan
pelaksanaan tesnya sama mudahnya antara HIV, Sifilis &
Hepatitis B yaitu menggunakan rapid tes (tes cepat).Dalam hal
FKTP dan jaringannya belum mampu maka:
- Merujuk ibu hamil ke fasilitas pelayanan yang memadai;
- Melakukan on the job training bagi tenaga kesehatan (pemberi
pelayanan kesehatan langsung);
- Pelimpahan wewenang kepada tenaga kesehatan lain yang
terlatih dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan
setempat.
f. Setiap ibu hamil yang positif HIV, atau Sifilis atau Hepatitis B wajib
diberikan tatalaksana sesuai standar meliputi pemberian terapi,
pertolongan persalinan di fasilitas pelayanan keshatan, konseling
menyusui dan konseling KB.
g. Perencanaan ketersediaan logistik (obat dan reagen)
dilaksanakan secara berjenjang mulai dari Puskesmas, Rumah
Sakit, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sampai Provinsi dan
berkoordinasi dengan Ditjen Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Kementerian Kesehatan.
h. Pencatatan valid berdasarkan nomor induk kependudukan (NIK),
NKK dan domisili (PP 40/2019 psl 30, Permenkes 31/2019).
i. Monitoring, evaluasi, pembinaan dan pengawasan teknis serta
umpan balik PPIA sebagai upaya kesehatan masyarakat.

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 39


Bagan 4. Alur Pemeriksaan Umum PPIA ( HIV, Sifilis dan Hepatitis B)

• Pengobatan • Pengobatan
(ART) (BPG) • Pengawasan
• Kondom • Kondom • Kondom
• Trace • Trace • Trace
Pasangan Pasangan Pasangan
• IO Lain • Comorbid Lain • Comorbid Lain

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 40


Bagan 5. Alur Pencegahan Penularan HIV dan Sifilis
Selama Kehamilan

KIE

ANC T10
Termasuk tes HIV, Sifilis, Hepatitis B

NR
REAKTIF
KIE
RUJUK KE DOKTER

DIAGNOSIS

NR HIV
KIE
Terapi
adekuat



Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 41


Bagan 6. Alur Pencegahan dan Rujukan Hepatitis B
Selama Kehamilan

- Ibu hamil melanjutkan ANC


dan persalinan di FKTP
- Bayi diberikan Vaksin HB0
dan HBIg < 24 jam dari saat
persalinan
- Selanjutnya HB1, HB2 dan
HB3 sesuai program
imunisasi nasional

Pengobatan ibu hamil dengan Hepatitis B yang dirujuk dan


ditangani oleh dokter spesialis penyakit dalam atau konsultan gastro
enterologi dan hepatologi di Rumah Sakit Rujukan. Sebelum dirujuk,
ibu hamil harus mendapatkan informasi yang lengkap tentang
penyakit Hepatitis B, cara pencegahan, cara penularan serta
pengobatan yang sesuai.

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 42


E. Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak
Menular

Pada masa kehamilan Program PTM terkait ada 3 penyakit, yaitu:


1. Antenatal Dengan Riwayat Hipertensi
Hipertensi selama kehamilan tidak hanya melibatkan
perempuan yang hipertensi saat hamil, tetapi juga perempuan yang
memiliki riwayat hipertensi sebelumnya atau mengalami hipertensi
pada kehamilan sebelumnya. Pada ibu hamil dilakukan skrining
untuk menentukan stratifikasi faktor risiko hipertensi pada kehamilan
dan rencana penanggulangannya. Skirining hipertensi pada ibu
hamil dapat menggunakan tabel dibawah ini :

Tabel 3. Skrining Pre Eklamsi Pada Usia Kehamilan


<20 Minggu
Kriteria Risiko Risiko
Sedang Tinggi

Anamnesis

Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru

Kehamilan dengan teknologi reproduksi berbantu: bayi tabung, obat


induksi ovulasi

Umur 35 tahun

Nulipara

Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya > 10 tahun

Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan

Obesitas sebelum hamil (IMT>30 kg/m2)

Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya

Kehamilan multiple

Diabetes dalam kehamilan

Hipertensi kronik

Penyakit ginjal

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 43


Penyakit autoimun

Keguguran berulang (APS), riwayat IUFD

Pemeriksaan fisik

Mean Arterial Pressure (MAP) 90mmHG

Proteinuria (urin celup >+1 pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam atau
segera kuantitatif 300 mg/24 jam)
Keterangan sistem skoring:
Ibu hamil dilakukan rujukan bila ditemukan sedikitnya : 2 risiko sedang
dan atau,1 risiko tinggi

Skrining preeklamsi dilakukan pada kehamilan <20


minggu dan tetap dilakukan apabila ibu hamil K1 nya pada
kehamilan >20 minggu. Rekomendasi tata laksana hipertensi
pada kehamilan merujuk pada PNPK komplikasi kehamilan.
Skrining preeklampsia selama masa kehamilan wajib
dilakukan pada layananan kesehatan primer. Skrining ini dimulai
dari penilaian tekanan darah selama masa kehamilan dan dicatat
pada lembar grafik evaluasi kehamilan pada buku KIA. Setiap ibu
hamil melakukan asuhan antenatal, catat tanggal dan hasil
pemeriksaan tekanan darah di kolom yang tersedia.
Perhitungan mean arterial pressure (MAP) harus dilakukan
bersamaan dengan pemeriksaan tekanan darah. Jika hasil MAP
lebih dari 90 maka risiko preeklampsia meningkat dan lakukan
rujukan. Jika didapatkan tanda centang di dua kotak kuning dan atau
1 kotak merah maka ibu berisiko mengalami preeklamsia dan
lakukan segera lakukan rujukan ke dokter spesialis obsgin.

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 44


2. Antenatal Dengan Riwayat Diabetes
Hiperglikemia yang terdeteksi pada kehamilan harus
ditentukan klasifikasinya sebagai salah satu di bawah ini:
• Diabetes mellitus tipe 2 dengan kehamilan atau
• Diabetes mellitus gestasional

3. Antenatal Dengan Riwayat Thalasemia


Setiap pasangan yang memiliki sifat atau riwayat keluarga
Thalassemia, dan berencana memiliki anak dianjurkan untuk
melakukan skrining. Pada kehamilan, penjaringan atau skrining
utama ditujukan pada ibu hamil saat pertama kali kunjungan ANC.
J ka bu upakan p bawa fa a au ”carrier” hala a, aka
skrining kemudian dilanjutkan pada ayah janin dengan teknik yang
sama. Jika ayah janin normal maka skrining janin (pranatal
diagnosis) tidak disarankan. Jika ayah janin merupakan pengidap
a au ”carrier” hala a aka d a ankan ng ku konseling
genetik dan jika diperlukan melanjutkan pemeriksaan skrining pada
janin (pranatal diagnosis).
Pemeriksaan bayi baru lahir tidak umum dilakukan tetapi
dapat dilakukan bila kedua orangtuanya adalah pembawa sifat
Thalassemia. Un uk pa angan d ngan yang alah a unya “carrier”,
a au k duanya “carrier” a au alah a unya p nyandang a au
keduanya penyandang diberikan edukasi komprehensive tentang
kondisi yang mungkin dialami oleh anak yang akan dilahirkan.
Diagnosis Prenatal adalah kegiatan pemeriksaan yang bertujuan
mendiagnosis janin apakah menderita Thalasemia
mayor/minor/normal. Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada janin dari
pasangan yang keduanya adalah pembawa sifat Thalassemia.
Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 45
Bagan 7. Alur Pemeriksaan Laboratorium Darah



• •

1 2 3

Pada kasus ini selain anamnesis dan pemeriksaan fisik,


pemeriksaan laboratorium tahap awal yang dapat dilakukan adalah:
1. Pemeriksaan darah: Haemoglobin, Hematokrit, MCV, MCH, RDW
dan morfologi sel darah merah (sediaan hapus darah tepi).
2. Bila tidak ada fasilitas cell counter dapat dilakukan pemeriksaan
Haemoglobin, Hematokrit, dan morfologi sedarah merah dengan
sediaan hapus (hitung sel darah merah) untuk secara manual
menghitung MCV dan MCH.

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 46


Bagan 8. Alur Pelayanan Terpadu PTM di Puskesmas /
FKTP

Pasien / Pengunjung
Puskesmas

Tentukan Diagnosis dan nilai FR PTM

Tentukan Diagnosis dan nilai FR PTM

Memiliki FR PTM Sehat


Memiliki FR PTM Sehat

F. Program Kesehatan Jiwa

Ibu hamil yang sehat mentalnya merasa senang dan


bahagia, mampu menyesuaikan diri terhadap kehamilannya
sehingga dapat menerima berbagai perubahan fisik yang terjadi pada
dirinya, dan dapat tetap aktif melakukan aktivitas sehari-hari. Masalah
atau gangguan kesehatan jiwa yang dialami oleh ibu hamil tidak saja
berpengaruh terhadap ibu hamil tersebut, tetapi mempengaruhi

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 47


pertumbuhan dan perkembangan janinnya saat didalam kandungan,
setelah melahirkan, bayinya, masa kanak-kanak dan masa remaja.
Beberapa masalah dan gangguan kesehatan jiwa pada ibu hamil
yang dapat terjadi antara lain:
1. Stres, Pada umumnya, tubuh akan bereaksi terhadap setiap
situasi yang tidak menyenangkan. Stres bersifat positif dan
negatif, stres yang negatif (distress) pada ibu hamil akan
mempengaruhi suasana perasaan, perilaku dan dapat
menimbulkan keluhan fisik yang membuat ibu hamil menderita
jika stres tidak dikelola.
2. Gangguan Kecemasan Menyeluruh, Seringkali suasana
perasan kuatir berlebihan terhadap hal yang kecil-kecil yang tidak
dapat dikendalikan, gelisah, tegang, mudah tersinggung, sulit
konsentrasi berlebihan dan sulit untuk menenangkan diri disertai
gejala fisik seperti gejala otonom berlebihan, ketegangan motorik,
mudah lelah, dan mengalami gangguan tidur yang dialami hampir
setiap hari.
3. Gangguan Panik, Rasa gelisah luar biasa yang muncul tiba-tiba
tanpa alasan yang jelas dan mengalami gejala fisik seperti jantung
berdebar, nafas tersengal, leher rasa tercekat, otot tegang, pusing
atau sakit kepala, berkeringat bisa sampai nyeri dada dan kram
otot kaki dan tangan bisa sampai kesemutan. Serangan ini
berulang beberapa kali dalam sebulan dan berlangsung dalam
beberapa menit.
4. Gangguan Obsesif Kompulsif (OCD), Gangguan ini
mempengaruhi pikiran dan perilaku berulang pada ibu hamil yang
disadari namun sulit dikendalikan. Pikirannya terobsesi pada
sesuatu hal secara terus menerus dan merasa tidak nyaman atau
Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 48
tertekan jika pikiran obsesifnya tidak dilaksanakan secara
berulang-ulang sebagai respon terhadap kecemasannya. Gejala
ini ditemukan hampir setiap hari selama 2 minggu berturut-turut.
5. Gangguan Somatoform, Beberapa keluhan fisik disertai
dengan permintaan pemeriksaan medis berulang meskipun tidak
ditemukan adanya kelainan dan tidak mau mendengarkan
penjelasan dokter.
6. Gangguan Stres Paska Trauma, Bisa dialami ibu hamil 6 bulan
setelah kejadian traumatik, dengan gejala stres, kilas balik
terhadap peristiwa traumatik dan menghindari tempat atau
pengalaman kejadian.
7. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan
NAPZA, Menggunakan zat psikoaktif hingga menimbulkan
ketergantungan, merugikan ibu hamil dan janinnya, mengalami
putus zat jika berhenti dan jika penggunaan berlebihan dapat
menimbulkan perubahan kesadaran dan sebagainya. Ada juga ibu
hamil yang merokok dan atau minum alkohol yang tidak baik bagi
kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya.
8. Gangguan Depresi, Pada kondisi ini, ibu hamil bisa mengalami
suasana perasaan sedih, hilang minat, mudah lelah, sulit
konsentrasi, gangguan pola makan, gangguan tidur, merasa tidak
berharga, harga diri rendah, rasa bersalah, tidak berguna, suram,
putus asa bahkan jika depresi berat bisa sampai ada ide atau
pikiran ingin bunuh diri yang dialami selama 2 minggu berturut-
turut.
9. Gangguan Skizofrenia, Pada ibu hamil terdapat gangguan
pikiran, perasaan dan perilaku yang tidak serasi, sulit
dirabarasakan dan tidak dapat menilai realitas (merasa pikirannya
Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 49
tersiar keluar, menggema atau dimasukkan dari luar).
Penampilan ibu hamil umumnya tidak merawat diri, kurang
kooperatif, ekspresinya tumpul atau datar, suasana perasaannya
sulit dirabarasakan dan tidak serasi. Ibu hamil tidak dapat tidur,
dapat mengalami halusinasi suara, dan atau mempunyai
keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan tidak dapat
dikoreksi (waham).

Faktor risiko gangguan kesehatan jiwa pada ibu hamil


merupakan pengaruh dari faktor biologis, psikologis dan sosial
antara lain: (1) riwayat gangguan mental sebelum hamil yang tidak
tuntas pengobatannya, (2) kehamilan karena perkosaan, kekerasan
dalam rumah tangga, tidak diinginkan, dan kehamilan dini diusia
remaja, (4) pernikahan terpaksa atau karena hamil, dijodohkan, atau
terlalu dini, (5) peristiwa traumatik saat kehamilan kekerasan
seksual, (6) faktor sosioekonomi seperti kurangnya dukungan
suami, keuangan, orang tua tunggal, (7) penggunaan obat,
merokok, alkohol, NAPZA (8) penyakit fisik kronis (9) retardasi
mental, (10) disabilitas fisik, mental dan sebagainya.
Pemeriksaan kesehatan jiwa pada ibu hamil yang dapat
dilaksanakan saat melaksanakan kunjungan ke fasilitas pelayanan
kesehatan primer sebagai berikut:
• Melaksanakan skrining (deteksi dini) masalah kesehatan jiwa
pada ibu hamil saat pemeriksaan kehamilan melalui wawancara
klinis. Jangan lupa menanyakan faktor risiko gangguan kesehatan
jiwa, riwayat masalah kesehatan jiwa yang pernah dialami dan
penggunaan NAPZA. Pemeriksaan kesehatan jiwa pada ibu hamil
minimal dilakukan pada trimester pertama dan trimester ketiga.
Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 50
Apabila pada trimester pertama ditemukan masalah/gangguan
jiwa, maka akan dievaluasi setiap kunjungan.
• Jika gangguan jiwa tidak dapat ditangani di fasilitas pelayanan
kesehatan primer, segera merujuk ke RS atau ahli jiwa di wilayah
kerja fasilitas pelayanan kesehatan primer.
• Kelola stres dengan baik dengan cara: rekreasi, senam ibu hamil,
jalan sehat, relaksasi, curhat dengan orang yang tepat, makanan
berserat, berpikir positif, kurangi tuntutan diri sendiri, ekspresikan
stres, duduk santai, tidak membandingkan diri dengan orang lain,
menghitung anugrah, melatih pernafasan, mendengarkan musik
dan sebagainya.
• Mempromosikan gaya hidup Ceria yaitu cerdas intelektual,
emosional dan spiritual, empati dalam berkomunikasi yang efektif,
rajin beribadah sesuai agama dan keyakinan, interaksi yang
bermanfaat bagi kehidupan, asih, asah dan asuh tumbuh
kembang dalam keluarga dan masyarakat.

Dengan demikian fasilitas pelayanan kesehatan primer sedini


mungkin mempersiapkan kondisi kejiwaan ibu hamil agar tetap sehat
selama masa kehamilan, melahirkan bayi dan ibu yang sehat paska
melahirkan.

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 51


Bagan 9. Alur Pemeriksaan Kesehatan Jiwa Ibu Hamil

Pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan pada


pemeriksaan ANC meliputi pemeriksaan rutin dan atas indikasi.
Adapun tes laboratorium yang masuk dalam Standar Pelayanan
Minimal adalah:
• Pada indikator pelayanan Kesehatan ibu hamil: tes kehamilan,
kadar hemoglobin darah, golongan darah.
• Pada indikator pelayanan Kesehatan orang dengan risiko
terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan tubuh manusia
(HIV): tes HIV.

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 52


G. Imunisasi

Pada kehamilan terdapat perubahan pada seluruh tubuh


wanita, termasuk pada sistem imun. Perubahan ini menyebabkan ibu
hamil rentan terkena infeksi. Oleh karena itu perlindungan sangat
penting diberikan pada kehamilan untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas ibu hamil dan janin yang dikandungnya.
Imunisasi merupakan upaya pencegahan penyakit yang
paling cost effective. Pemberian imunisasi pada ibu hamil dapat
dilakukan atas pertimbangan manfaat dan risiko yang diperoleh
terhadap ibu dan janin jika tidak dilindungi dengan imunisasi.
Manfaat dari imunisasi bagi ibu hamil lebih besar dari risiko ketika
kecenderungan terhadap paparan penyakit lebih besar. Infeksi pada
ibu hamil dapat menimbulkan risiko bagi ibu dan janin, sehingga
pemberian imunisasi yang aman penting untuk diberikan.
Vaksin virus inaktif dan vaksin bakteri inaktif atau toksoid
dapat diberikan pada masa kehamilan. Pemberian imunisasi
umumnya aman diberikan pada ibu hamil, diantaranya vaksin
tetanus dan difteri toksoid (Td). Imunisasi bermanfaat untuk
melindungi kesehatan wanita sebelum, selama dan setelah
kehamilan. Imunisasi pada kehamilan juga dapat melindungi bayi
yang sedang dikandungnya dari penyakit, terutama pada bulan –
bulan pertama kehidupan sampai bayi tersebut mendapatkan
imunisasi sesuai dengan jadwalnya. Hal ini dapat terjadi karena pada
saat kehamilan terjadi proses transfer IgG maternal dari ibu ke janin.
Adanya transmisi immunoglobulin pada ibu ke janin menjadi prinsip
yang mendasari pemberian imunisasi pada ibu hamil untuk
memberikan perlindungan bagi bayinya.

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 53


Selain itu, seluruh dunia termasuk Indonesia juga telah
menyatakan komitmen untuk mencapai eliminasi tetanus maternal
dan neonatal (MNTE) yaitu penurunan angka insiden tetanus
maternal dan neonatal menjadi kurang dari 1 per 1000 kelahiran
hidup per tahun di tingkat kabupaten. Indonesia telah berhasil
mencapai status eliminasi tetanus maternal dan neonatal pada
tahun 2016. Pencapaian ini harus senantiasa dipertahankan melalui
pemberian imunisasi tetanus pada bayi, baduta, anak sekolah dan
wanita usia subur. Oleh karena itu, sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan No. 12 Tahun 2017 tentang Penyelanggaraan imunisasi,
wanita usia subur (WUS) termasuk calon pengantin dan ibu hamil
wajib mendapatkan imunisasi Td apabila setelah dilakukan skrining
status T pada saat kunjungan antenatal belum mencapai status T5.
Pemberian vaksin Td selama kehamilan efektif untuk melindungi ibu
dan janin terhadap penyakit tetanus dan difteri. Antigen tetanus
toksoid bermanfaat untuk mencegah tetanus maternal pada ibu dan
tetanus neonatorum pada bayi yang dilahirkannya. Pemberian
imunisasi Td juga terbukti aman dan tidak bersifat teratogenik.

Tabel 4. Jadwal Pemberian Imunisasi Tetanus di Indonesia


Jenis Vaksin Jadwal Kegiata
n

Usia 2 bulan : DPT-HB-Hib 1


DTP-HepB-Hib Usia 3 bulan : DPT-HB-Hib 2 Imunisasi dasar dan
(Pentavalent) Usia 4 bulan : DPT-HB-Hib 3 lanjutan
Usia 18 bulan : DPT-HB-Hib 4

DT Kelas 1 SD atau yang sederajat Bulan Imunisasi Anak

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 54


Sekolah (BIAS)

Td Kelas 2 dan 5 SD atau yang Bulan Imunisasi Anak


sederajat Sekolah (BIAS)

Td Wanita usia subur termasuk Ibu Imunisasi pada calon


hamil* pengantin (catin),
kunjungan antenatal, dll

Catatan:
*sebelum pemberian imunisasi Td pada WUS termasuk ibu hamil
harus dilakukan skrining status T terlebih dahulu. Pemberian
imunisasi Td dilakukan apabila belum mencapai status T5

Skrining Status T, Skrining dilakukan berdasarkan riwayat imunisasi


yang tercatat maupun ingatan.
• Apabila data imunisasi tercatat pada buku imunisasi atau buku
KIA maka riwayat imunisasi T dapat diperhitungkan
• Bila hanya berdasarkan ingatan, skrining dapat dimulai dengan
pertanyaan imunisasi saat di sekolah (BIAS) untuk ibu yang lahir
pada dan setelah tahun 1977. Untuk ibu yang lahir sebelum tahun
1977 langsung dimulai dengan pertanyaan imunisasi saat catin
dan hamil.
Penentuan status Imunisasi T dilakukan dengan prinsip jumlah yang
diberikan dan interval pemberian sebagai berikut:

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 55


Tabel 5. Penentuan Status Imunisasi T
Status T Interval minimal Masa Perlindungan
pemberian
T1 - -
T2 4 minggu setelah T1 3 tahun
T3 6 bulan setelah T2 5 tahun
T4 1 tahun setelah T3 10 tahun

T5 1 tahun setelah T4 Lebih dari 25 tahun

Tabel 6. Contoh penentuan status imunisasi T sebagai berikut:


Anamnesa Status T Pemberian imunisasi Td
Belum pernah mendapat T0 Diberikan imunisasi pada
imunisasi yang mengandung kunjun-gan K1, kemudian
T sama sekali diberikan kemba-li dengan
interval minimal 4 minggu dan
6 bulan
Pernah mendapat imunisasi T1 Diberikan imunisasi pada
yang mengandung T satu kali kunjun-gan K1, kemudian
diberikan kemba-li dengan
interval 6 bulan
Pernah mendapat imunisasi T2 Diberikan imunisasi pada
yang mengandung T dua kali kunjun-gan K1
dengan interval minimal 4
minggu
Pernah mendapat imunisasi T3 Diberikan imunisasi pada
yang mengandung T tiga kali kunjun-gan K1
dengan
interval minimal yang sesuai

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 56


Pernah mendapat imunisasi T4 Diberikan imunisasi pada
yang mengandung T empat kunjun-gan K1
kali dengan interval yang
sesuai
Sudah mendapat imunisasi T5 Tidak perlu diberikan
yang mengandung T imunisasi
sebanyak 5 kali dengan
interval yang sesuai

H. Kecacingan

Infeksi cacing atau cacingan pada ibu hamil dapat


menimbulkan gangguan gizi berupa kekurangan kalori dan protein
serta kehilangan darah (anemia), hal ini akan mengakibatkan
terjadinya hambatan perkembangan fisik pada calon bayi, bayi
dengan berat lahir rendah bahkan terjadinya kompilkasi pendarahan
disaat melahirkan yang diakibatkan karena anemia kronis. Ada tiga
jenis cacing yang umumnya menginfeksi manusia dan memberikan
dampak yaitu: Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Ancylostoma
duodenale (cacing tambang) dan Trichiuris trichiura (cacing
cambuk).
Penanggulangan Cacingan dimulai dengan mengurangi
prevalensi infeksi cacing dengan membunuh cacing tersebut melalui
pengobatan untuk menekan intensitas infeksi (jumlah cacing per
orang), sehingga dapat memperbaiki tingkat anemia. Namun
pengobatan Cacingan harus disertai dengan upaya berperilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS), sanitasi lingkungan serta asupan

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 57


makanan bergizi. Program Penanggulangan Cacingan pada Ibu
Hamil:
• Ibu hamil dengan pemberian Fe masih tetap anemia dilakukan
pemeriksaan tinja. Jika hasil positif diberikan obat cacing secara
selektif.
• Skrining (pemeriksaan tinja) bagi ibu hamil yang mengalami gejala
Cacingan atau anemi pada saat kunjungan Antenatal dan hasil
pemeriksaan tinjanya positif Cacingan diberikan obat cacing
secara selektif.
Ibu hamil yang mempunyai hasil positif (+) pada pemeriksaan tinja
maka pemberian obat cacing dapat dilakukan mulai trimester ke 2
dan ke 3 dibawah pengawasan dokter,

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 58


SEKARANG SAYA TAHU

Program pelayanan terpadu pada layanan Antenatal yaitu meliputi :

1. Pelayanan pada Gizi


2. Program pengendalian malaria
3. Program pengendalian tuberculosis (TBC)
4. Program Pengendalian HIV, Sifilis Dan Hepatitis B
5. Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
6. Program Kesehatan Jiwa
7. Pelayanan Imunisasi
8. Pelayanan penanggulangan Kecacingan

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 59


REFERENSI

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


2. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Reproduksi
3. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2021 tentang
Kementerian Kesehatan
4. Permenkes RI No. 25 Tahun 2014Tentang Upaya
Kesehatan Anak
5. Permenkes RI No 21 Tahun 2021 Tentang Pelayanan
Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan,
dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan
Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan
Seksual
6. Renstra Kemenkes RI Tahun 2020 – 2024
7. Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu Edisi III, Kemenkes
RI Tahun 2020

Konsep Pelayanan ANC Terpadu (MPI 1) || 60


DAFTAR ISI

Daftar isi Ii

A. Tentang Modul Ini 1

Deskripsi Singkat 2

Tujuan Pembelajaran 2

Indikator Hasil Belajar 2

Materi Pokok 3

B. Kegiatan Belajar 4

Materi Pokok 1 Konsep Kehamilan 5

Pendahuluan 5

Indikator Hasil Belajar 5

Sub Materi Pokok 5

Uraian Materi pokok I 6

Sekarang Saya Tahu Materi Pokok I 13

Materi Pokok 2 Masalah-masalah dalam


15
kehamilan

Pendahuluan 15

Indikator Hasil Belajar 15

Sub Materi Pokok 15

Uraian Materi Pokok II 17

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || ii


Sekarang Saya Tahu Materi Pokok II 64

Referensi 66

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || iii


A Tentang Modul Ini

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 1


DESKRIPSI SINGKAT

Dalam proses kehamilan terjadi perubahan sistem dalam tubuh


ibu, yang semuanya membutuhkan adaptasi, baik fisik maupun
psikologis. Meskipun normal, tetap perlu diberikan pencegahan
dan perawatan. Seorang bidan bertugas untuk memberikan
pelayanan pada ibu hamil dan dapat memberikan informasi setiap
ketidaknyamanan yang dapat dialami oleh ibu hamil dan
memberikan intervensi sesuai kewenangannya.
Mata pelatihan ini membahas tentang konsep dan masalah-
masalah dalam kehamilan

TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu
mengidentifikasi masalah-masalah dalam kehamilan dengan
benar

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat :
1. Menjelaskan konsep kehamilan
2. Mengidentifikasi masalah-masalah dalam kehamilan

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 2


MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah sebagai berikut:


A. Konsep Kehamilan
B. Identifikasi masalah-masalah dalam kehamilan

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 3


B Kegiatan Belajar

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 4


MATERI POKOK 1
KONSEPMateri
KEHAMILAN
Pokok 1

Pendahuluan
Kehamilan adalah suatu hal yang fisiologis yang dimulai dengan
pembuahan dan diakhiri oleh proses persalinan. Tahap kehamilan
terbagi menjadi tiga trimester, dimana trimester pertama berlangsung
dalam 12 minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke-13 hingga
ke-27) dan trimester ketiga 13 minggu (minggu ke-28 hingga ke-40).
Selama masa kehamilan, tubuh ibu hamil akan mengalami perubahan
dan menyesuaikan diri dengan tumbuh kembang janin di dalam
kandungan. Pada materi pokok ini peserta pelatihan akan
mendapatkan penjelasan tentang konsep kehamilan sehingga dapat
memberikan pelayanan berdasarkan standar praktik kebidanan dan
kode etik profesi dalam rangka untuk memberikan intervensi sesuai
kewenangannya.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mempelajari materi ini peserta mampu menjelaskan konsep
kehamilan

Sub Materi Pokok


1. Pengertian kehamilan
2. Perubahan anatomi, fisiologi, dan Endokrin dalam
kehamilan
3. Perubahan psikologis dalam kehamila

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 5


Uraian Materi Pokok 1

1. Pengertian kehamilan
Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan
dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi
atau implantasi, bila dihitung dari saat fertilisasi hingga
lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam
waktu 40 minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan menurut
kalender internasional. Kehamilan terbagi dalam 3 trimester,
dimana trimester pertama berlangsung dalam 12 minggu,
trimester kedua 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke-27) dan
trimester ketiga 13 minggu (minggu ke-28 hingga ke-40)
(WHO, 2016).
2. Perubahan anatomi, fisiologi dan endokrin dalam
kehamilan
Selama kehamilan, ibu hamil mengalami perubahan
anatomis dan fisiologis yang signifikan untuk memelihara dan
mengakomodasi janin yang sedang berkembang. Oleh
karena itu, penting bagi ibu hamil maupun orang disekitarnya
termasuk suami, untuk memahami perubahan fisiologis
normal yang terjadi pada kehamilan. Karena ini akan
membantu dalam membedakan dari perubahan adaptasi
yang abnormal. Perubahan fisiologis yang terjadi pada
kehamilan diantaranya :
a. Uterus
Selama kehamilan uterus akan beradaptasi untuk
menerima dan melindungi hasil konsepsi (janin, plasenta,
amnion) sampai persalinan. Pembesaran uterus meliputi
Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 6
peregangan dan penebalan sel-sel otot. Pada awal
kehamilan penebalan uterus distimulasi terutama oleh
hormone estrogen dan sedikit oleh progesterone. Setelah
kehamilan 12 minggu penambahan ukuran uterus
didominasi oleh desakan dari hasil konsepsi. Pada
minggu pertama kehamilan uterus masih seperti bentuk
aslinya seperti buah avokad. Seiring dengan
perkembangan kehamilannya daerah fundus dan korpus
akan membulat dan akan menjadi bentuk sferis (bola)
pada usia kehamilan 12 minggu
b. Serviks Uteri
Satu bulan setelah konsepsi serviks akan menjadi lebih
lunak (tanda Goodell) dan kebiruan (tanda Chadwick).
Perubahan ini terjadi akibat penambahan vaskularisasi
dan terjadinya edema pada seluruh serviks, bersamaan
dengan terjadinya hipertrofi dan hyperplasia pada
kelenjar-kelenjar serviks. Pelunakan dan kompresibilitas
servik menyebabkan kekurangan kemampuan bagian ini
untuk menahan beban yang disebabkan oleh
pembesaran uterus dan sebagai kompensasinya, uterus
terjatuh ke depan (hiperantefleksio) dalam tiga bulan
pertama kehamilan uterus masih sebagai organ pelvik.
Dengan posisi tersebut diatas, akan terjadi dorongan
mekanik fundus uteri kekandungan sehingga timbul
gejala sering berkemih selama periode trimester pertama.
Jaringan ikat pada serviks ini banyak mengandung
kolagen. Akibat kadar estrogen meningkat.

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 7


c. Ovarium
Hanya satu korpus luteum yang dapat ditemukan
diovarium. Folikel ini akan berfungsi maksimal 6-7
minnggu awal kehamilan setelah itu akan berperan
sebagai penghasil progesterone dalam jumlah yang
relative minimal. Pada permulaan kehamilan masih
terdapat korpus luteum graviditatis sampai terbentuknya
plasenta pada kira-kira kehamilan 16 minggu kemudian
mengecil setelah plasenta terbentuk.
d. Vagina dan Vulva
Vagina dan vulva akibat hormon estrogen mengalami
perubahan pula adanya hipervaskularisasi
mengakibatkan vagina dan vulva tampak lebih merah
agak kebiru-biruan (livide). Tanda ini disebut Chadwick,
warna portio pun tampak livide. Sekresi vagina
meningkat, dan peningkatan ini menghasilkan mukus
yang banyak dan berwarna keputihan.
e. Dinding Perut
Pada kehamilan lanjut pada primi gravida sering timbul
garis-garis memanjang atau serong pada perut. Garis
garis ini disebut strie gravidarum. Kadang garis-garis
serupa itu terdapat juga pada mammae dan paha. Pada
primi gravida warnanya membiru disebut stire lividae,
pada multigravida disamping stirie yang biru terdapat juga
garis-garis putih agak mengkilat ialah parut (cikatrix) dari
strie gravidarum pada kehamilan yang lalu disebut strie
albicans

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 8


f. Mammae
Mammae akan membesar dan menegang akibat hormon
somatomammotropin, estrogen dan progesteron akan
tetapi belum mengeluarkan air susu. Estrogen
menimbulkan hipertrofi saluran sedangkan progesteron
menambah sel-sel asinus pada mammae.
Disamping itu pengaruh estrogen dan
somatomammotropin, terbentuk lemak sekitar kelompok-
kelompok alveolus, sehingga mammae menjadi lebih
besar. Papilla mammae akan membesar, lebih tegak dan
tampak lebih hitam, seluruh areola mammae karena
hiperpigmentasi. Glandula Montgomery tampak lebih
jelas menonjol dipermukaan areola mammae. Pada
kehamilan 12 minggu dari puting susu dapat terlihat
keluar cairan berwarna putih agak jernih, disebut
kolostrum.
g. Darah
Volume darah ibu dalam kehamilan bertambah secara
fisiologis baik plasma maupun eritrosit tetapi
penambahan volume plasmanya yang disebabkan oleh
adanya pencairan darah yang disebut hidremia lebih
menonjol hingga biasanya Hb turun. Volume darah akan
bertambah banyak kira-kira 25 %, dengan puncak
kehamilan 32 minggu, diikuti dengan cardiac output yang
tinggi kira-kira sebanyak 30 %.
h. Sistem Respirasi
Pada kehamilan lanjut tidak jarang ibu mengeluh tentang
rasa sesak dan nafas pendek . Hal ini ditemukan pada
Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 9
kehamilan 32 minggu keatas oleh karena usus-usus
tertekan oleh uterus yang membesar kearah diafragma,
sehingga diafragma kurang leluasa bergerak.
i. Sistem Pencernaan
Pada bulan-bulan pertama kehamilan terdapat perasan
enek (nausea). Mungkin ini akibat kadar hormon estrogen
yang meningkat. Tonus otot-otot traktus digestivus
menurun, sehingga motilitas seluruh traktus digestivus
juga berkurang. Makanan lebih lama berada dalam
lambung dan apa yang telah dicerna lebih lama berada
dalam usus, sehingga dapat menimbulkan
obstipasi.Tidak jarang dijumpai pada bulan-bulan
pertama kehamilan gejala muntah (emesis), biasanya
terjadi pada pagi hari, dikenal sebagai morning sickness.
j. Sistem Perkemihan
Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kencing
tertekan oleh uterus yang mulai membesar, sehingga
timbul sering kencing. Keadaan ini hilang dengan makin
tuanya kehamilan bila uterus gravidus keluar dari rongga
panggul. Pada akhir kehamilan bila kepala janin mulai
turun kedalam pintu atas panggul, keluhan sering kencing
akan timbul lagi karena kandung kencing mulai tertekan
kembali.
k. Kulit
Pada kulit terdapat deposit pigmen dan hiperpigmentasi
alat-alat tertentu. Pigmentasi ini disebabkan oleh
pengaruh melano stimulating hormone (MSH) yang
meningkat. Kadang-kadang terdapat deposit pigmen
Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 10
pada dahi, pipi, dan hidung dikenal sebagai kloasma
gravidarum
3. Perubahan psikologis dalam kehamilan
a. Trimester I
Trimester pertama sering dianggap sebagai perode
penyesuaian, dilakukan wanita adalah terhadap
kenyataan bahwa ia sedang mengandung. Penerimaan
terhadap kenyataan ini dan arti semua ini bagi dirinya
merupakan tugas psikologis yang paling penting pada
trimester pertama kehamilan. Penyesuaian pada
trimester ini ibu merasa kurang sehat karena sering kali
membenci kehamilannya. Banyak ibu yang merasakan
kekecewaan, penolakan dan kecemasan serta
kesedihan. Seringkali pada awal kehamilannya ibu
berharap untuk tidak hamil. Seorang ibu selalu mencari
tanda-tanda untuk lebih meyakinkan bahwa dirinya
memang hamil. Setiap perubahan yang terjadi pada
tubuhnya akan selalu diperhatikan dengan seksama
karena perutnya masih kecil, kehamilan merupakan
rahasia seorang ibu yang mungkin diberitahukannya
kepada orang lain atau dirahasiakannya.
b. Trimester II
Trimester kedua biasanya ibu merasa sehat. Perut ibu
belum terlalu besar sehingga belum dirasakan sebagai
beban, ibu sudah menerima kehamilannya. Pada
trimester ini pula ibu dapat merasakan gerakan janinnya
dan ibu mulai merasakan kehadiran janinnya sebagai
seseorang diluar dari dirinya sendiri. Banyak ibu yang
Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 11
merasa terlepas dari rasa kecemasan dan rasa
ketidaknyamanan.
c. Trimester III
Trimester III seringkali disebut periode menunggu dan
waspada, sebab pada saat itu ibu merasa tidak sabar
menunggu kelahiran bayinya. Gerakan janin dan
besarnya perut merupakan dua hal yang mengingatkan
ibu akan janinya. Kadang-kadang ibu merasa khawatir
bahwa bayinya akan lahir sewaktu-waktu. Ibu sering
khawatir dan takut kalau bayinya akan lahir tidak normal.
Seorang ibu mungkin mulai merasa takut akan rasa sakit
dan bahaya fisik yang akan timbul pada waktu melahirkan

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 12


SEKARANG SAYA TAHU

1. Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari


spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau
implantasi, bila dihitung darisaat fertilisasi hingga lahirnya bayi,
kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu
atau 10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender
internasional. Kehamilan terbagi dalam 3 trimester, dimana
trimester pertama berlangsung dalam 12 minggu, trimester
kedua 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke-27) dan trimester
ketiga 13 minggu (minggu ke-28 hingga ke-40)
2. Perubahan anatomi, fisiologi dan endokrin dalam kehamilan
Selama kehamilan, ibu hamil mengalami perubahan anatomis
dan fisiologis yang signifikan untuk memelihara dan
mengakomodasi janin yang sedang berkembang, Perubahan
fisiologis terjadi pada kehamilan diantaranya:
a. Uterus
b. Serviks Uteri
c. Ovarium
d. Vagina dan Vulva
e. Dinding Perut
f. Mammae
g. Darah
h. Sistem Respirasi
i. Sistem Pencernaan
j. Sistem Perkemihan

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 13


k. Kulit
3. Perubahan psikologis dalam kehamilan
a. Trimester I
Trimester pertama sering dianggap sebagai perode
penyesuaian Penyesuaian pada trimester ini ibu merasa
kurang sehat karena sering kali membenci kehamilannya.
Banyak ibu yang merasakan kekecewaan, penolakan dan
kecemasan serta kesedihan. Seringkali pada awal
kehamilannya ibu berharap untuk tidak hamil
b. Trimester II
Trimester kedua biasanya ibu merasa sehat, Perut ibu
belum terlalu besar sehingga belum dirasakan sebagai
beban, ibu sudah menerima kehamilannya Banyak ibu
yang merasa terlepas dari rasa kecemasan dan rasa
ketidaknyamanan
c. Trimester III
Trimester III seringkali disebut periode menunggu dan
waspada, sebab pada saat itu ibu merasa tidak sabar
menunggu kelahiran bayinya
Ibu sering khawatir dan takut kalau bayinya akan lahir tidak
normal. Seorang ibu mungkin mulai merasa takut akan
rasa sakit dan bahaya fisik yang akan timbul pada waktu
melahirkan

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 14


MATERI POKOK 2
MASALAH-MASALAH KEHAMILAN

Pendahuluan
Seorang ibu hamil selama masa kehamilan selain mengalami
perubahan fisiologis, tentunya akan mengalami perubahan psikologis.
Perubahan fisik karena membesarnya ukuran janin akan menimbulkan
dampak seperti letih, tidak nyaman, sulit tidur, sesak nafas, dan
keluhan lainya. Dampak tersebut akan mempengaruhi perubahan
psiokologis ibu hamil. Perasaan khawatir terhadap perkembangan
janin, keraguan menjadi ibu yang baik, dan perasaan cemas lainya
selama masa kehamilan sangat berdampak pada perubahan
psikologis ibu hamil.
Seorang bidan harus memiliki kemampuan untuk melakukan deteksi
dini ketidaknyamanan yang dialami oleh ibu hamil dan masalah
kesehatan pada ibu hamil sebagai bentuk pelayanan berdasarkan
standar praktik kebidanan dan kode etik profesi dalam rangka untuk
memberikan intervensi sesuai kewenangannya.
Indikator Hasil Belajar
Setelah mempelajari materi ini peserta mampu mengidentifikasi
masalah-masalah dalam kehamilan
Sub Materi Pokok

1. Kloasma (perubahan warna areola)


2. Diare
3. Udema Dependen
4. Sering buang air kecil/nokturia
5. Garis-garis di perut (striae Gravidarum)
Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 15
6. Gatal-gatal
7. Gusi Berdarah
8. Hemorhoid (wasir)
9. Hidung tersumbat/ berdarah
10. Ngidam makanan
11. Insomnia (sulit tidur)
12. Kelelahan / Fatique
13. Kemerahan di telapak tangan
14. Keputihan
15. Keringat bertambah
16. Konstipasi (sembelit)
17. Kram pada kaki
18. Mati rasa & rasa perih pada jari-jari tangan dan kaki
19. Mengidam (Pical)
20. Nafas sesak (hiperventilasi)
21. Nyeri ligeamentum rotundum
22. Palpitasi jantung
23. Panas perut (Heart burn)
24. Perut kembung
25. Ptyalion (sekresi air ludah berlebihan)
26. Pusing/ sinkop
27. Rambut rontok
28. Rasa mual /muntah-muntah
29. Sakit kepala
30. Sakit punggung atas dan bawah
31. Spider Nevi
32. Varises pada v

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 16


Uraian Materi Pokok 2

2. Identifikasi Ketidaknyamanan dalam kehamilan


a. Ketidaknyamanan dalam kehamilan
Selama kunjungan antenatal, ibu mungkin mengeluh
bahwa ia mengalami ketidaknyamanan, kebanyakan
dari keluhan ini adalah ketidaknyamanan yang normal
dan merupakan bagian dari perubahan yang terjadi pada
tubuh ibu selama kehamilan. Karena itu sangat penting
untuk membedakan antara ketidaknyamanan normal
dan tanda-tanda bahaya dalam kehamilan. Berikut ini
adalah ketidaknyamanan yang umum dapat dialami oleh
ibu hamil,yaitu :

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 17


PENGOBATAN
SECARA
KETIDAKNYAMAN
CARA FARMAKLOGI
AN (waktu DASAR OTOMATIS DAN TANDA-TANDA
MERINGANKAN/ S/
terjadinya dalam FISIOLOGIS BAHAYA
MENCEGAH PENGOBATAN
masa kehamilan)
UNTUK
MENGHINDARI
1. Kloasma • Kecenderungan genetis • Hindari sinar • Hindari
(perubahan • Peningkatan kadar matahari berlebihan penggunaan
warna areola). estrogen dan mungkin • Gunakan bahan hIdrokuinon
progesteron (perangsang pelindung non-alergis (sedikit
melanogenik) keberhasilan
Trimester kedua tetapi banyak
efek
sampingnya).
2. Diare • Mungkin dari hormon • Cairan pengganti • Secara umum, • Dehidrasi
• Mungkin dari makanan (rehidrasi oral) hindari • Demam,
• Efek samping dari infeksi • Hindari makanan intervensi • Darah dalam
virus berserat tinggi, sereal obat-obatan tinja
Trimester kasar, buah-buahan- • Hindari opiate, • Malaise umum
pertama, buahan, sayuran, bismuth (bakteri atau
kedua, dan laktosa subsalisilat, parasit)
ketiga • Makan sedikit tapi kaopektat
sering (untuk • Absorben tidak
memastikan terbukti efektif.
kecukupan gizi).
Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 1
3. Udema • Peningkatan kadar sodium • Hindari posisi berdiri • Kaos kaki • Jika muncul
Dependen A dikarenakan pengaruh untuk waktu yang penyangga pada muka dan
hormonal lama, istirahat (jika tangan
Trimester kedua • Kongesti sirkulasi pada dengan berbaring tersedia) (preeklampsia)
dan ketiga ekstremitas bawah miring ke kiri, dengan • Jika piting
• Peningkatan permeabilitas kaki agak ditinggikan. muncul (bahkan
kapiler • Sering melatih kaki setelah
• Tekanan dari pembesaran untuk ditekuk ketika semalaman
uterus pada vena pelvik duduk atau berdiri. berbaring pada
ketika duduk atau pada • Angkat kaki ketika posisi miring ke
vena cava inferior ketika duduk atau istirahat kiri kaki kiri
berbaring. • Hindari kaos kaki ditinggikan).
yang ketat. • Jika disertai
• Lakukan senam gejala anemia
secara teratur atau disertai
proteinuria dan
hipertensi
• Tanda-tanda
varises
4. Sering buang air • Tekanan uterus pada • Penjelasan mengenai Tidak • Wanita hamil
kecil/nokturia kandung kemih sebab terjadinya memerlukan menghadapi
pengobatan risiko lebih
besar terjadinya

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 2


• Sodium yang meningkat • Kosongkan saat infeksi saluran
bersamaan terjadinya terasa dorongan kemih (ISK) dan
Trimester dengan pengeluaran air untuk kencing pielonefritis
pertama dan Air dan sodium tertahan • Perbanyak minum karena ginjal
ketiga didalam tungkai bawah pada siang hari dan kandung
selama siang hari karena • Jangan kurangi kemih
statis vena dan pada minum dimalam hari mengalami
malam hari terdapat aliran untuk mengurangi perubahan
balik yang meningkat. nokturia kecuali jika • Disuria
mengganggu tidur • Oliguria,
dan menyebabkan • Asismptomatik
keletihan. Bakteriuria biasa
• Batasi minum bahan terjadi pada
diuretik alamiah : kehamilan.
kopi, teh.
• Jelaskan tanda-tanda
ISK

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 3


Posisi berbaring miring
kekiri dengan kaki
ditinggikan pada
malam hari.
5. Garis-garis di • Arteriole tengah yang • Gunakan emiliten
perut (striae terbuka dan datar topikal atau
Gravidarum) meningkat dengan cabang- antipruritik jika ada
(tampak jelas cabang kapiler yang indikasi.
pada bulan ke 6- menyebar. Paling jelas • Gunakan pakaian
7) didaerah kulit yang dialiri yang menopang
darah dari vena kava payudara dan
superior (sekitar mata, abdomen
leher, kerongkongan, dan
lengan)
• Penyebab tidak jelas
• Bisa timbul akibat
gabungan antara

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 4


perubahan hormon dan
peregangan
• Mungkin berkaitan dengan
ekskresi kortikosteroid
6. Gatal-gatal • Kemungkinan karena • Gunakan • Pertimbangka • Pruritus
hipersensitifitas terhadap kompres/dingin n penggunaan Gravidarum
antigen plasenta (mandi obat (intrahepatik
Pada semua berendam/shower) antipruritik kolestasik pada
trimester topikal dan kehamilan)
emollient dengan atau
• Kaji adanya tanpa
kelainan/peny dihubungkan
akit kulit dengan penyakit
lainnya. kuning
• Kaji fungsi • Jika disertai
hati, dan dengan mual
adanya dan muntah-

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 5


penyakit muntah,
kuning (kencing bisa
berwarna hitam)
• Tanda-
tanda/gejala
dermatosis
lainnya (mis.
Skabies)
7. Gusi berdarah • Estrogen meningkatkan • Berkumur air hangat, • Ulserasi
aliran darah ke rongga air garam • Timbulnya
Paling parah terjadi mulut dan mempercepat • Memeriksakan gigi granuloma
pada trimester laju pergantian sel-sel secara teratur gravid.
kedua pelapis epitel gusi • Jaga kebersihan gigi • Perdarahan
• Vaskularisasi gusi menjadi (menggosok gigi dan berlebihan
sangat tinggi, dengan flossing ) • Bisa diikuti oleh
penyebaran pembuluh tanda-tanda/
darah halus kekurangan gizi

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 6


• Jaringan penghubung atau pre-
menjadi hiperplasi dan eklampsia.
udema.
• Ketebalan permukaan
epitel berkurang,
menyebabkan jaringan gusi
menjadi rapuh
8. Hemorhoid • Konstipasi • Hindari konstipasi • Salep topikal • Thrombus
(wasir) • Tekanan yang meningkat • Makanan bersereal bahan
dari uterus gravid terhadap • Gunakan kompres anestesis
Trimester kedua vena hemorhoidal es, kompres hangat. (mengurangi
dan ketiga • Dukungan yang tidak • Perlahan-lahan nyeri hanya
memadai pada vena masukkan kembali ke sesaat)
hemorhoid di area dalam rektum. astringent,
anorektal. krim
• Kurangnya klep dalam hidrokortison.
pembuluh-pembuluh ini

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 7


yang berakibat pada
perubahan langsung pada
aliran darah.
• Stasis, gravitasi, tekanan
vena yang meningkat
dalam vena panggul,
kongesti vena, pembesaran
vena-vena hemorhoid
9. Hidung • Peningkatan kadar • Gunakan vaporizer • Spray normal • Dingin/demam
tersumbat/ estrogen & progesteron udara dingin salin (>38,3 EC)
berdarah • Pembesaran kapiler (semprotan)
Trimester • Relaksasi vaskuler. (hindari
pertama • Peningkatan volume darah. dekongestan
sistemik dan
semprotan
hidung untuk
hidung

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 8


tersumbat
biasa).
• Jika demam
atau terdapat
Infeksi saluran
pernafasan,
bisa
menggunakan
pseudoephedri
ne p.o (per
oral),
dextromethorp
han/ ephedrin,
oxymetrazoline
, semprotan
xylometazonlin
e (antihistamin

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 9


biasa aman
dan efektif)
• Efektifitas dari
obat anestesi
topikal
• Hindari obat-
obatan
kombinasi
10. Ngidam • Mungkin berkaitan dengan • Tidak seharusnya • Diskusikan • Pertambahan
makanan persepsi individu wanita menimbulkan rencana berat badan
tersebut mengenai apa kekhawatiran asalkan makanan yang yang tidak
yang bisa mengurangi rasa cukup bergizi dan dapat diterima memadai
Biasanya pada mual dan muntah makanan yang meliputi (kehilangan
trimester • Indra pengecap menjadi diidamkan bukan makanan berat badan)
pertama tapi tumpul, jadi mencari makanan yang tidak bergizi dan • Tanda-tanda
bisa makanan yg lebih sehat memuaskan kurang gizi
berlangsung merangsang. ngidam atau (malnutrisi)

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 10


sepanjang • Jelaskan tentang kesukaan
masa bahaya makanan tradisional.
kehamilan yang tidak baik.
11. Insomnia (sulit • Pola tidur berubah • Gunakan teknik • Gunakan • Keletihan yang
tidur) • Tidur nyenyak (REM) relaksasi progresif antihistamin berlebihan
meningkat mulai minggu ke • Mandi air hangat, untuk • Tanda-tanda
Mulai 25 (puncaknya pada minuman hangat peringanan depresi
pertengahan minggu ke 33-36). (susu, teh susu) jangka pendek
masa • Kemudian menurun ke sebelum tidur. saja.
kehamilan tingkat sebelum hamil pada • Melakukan aktivitas • Secara umum
saat cukup bulan (Aterm) yang tidak hindari obat-
• Bangun ditengah malam; menstimulasi obat tidur
ketidaknyamanan karena sebelum tidur. (menekan tidur
uterus hamil, nokturia, REM dan
dispnea, heartburn, NREM tahap 3
kongesti hidung, sakit otot, dan 4, dapat
stress dan cemas. melintasi

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 11


sawar
plasenta).
12. Kelelahan / • Penyebab pasti tidak • Yakinkan bahwa hal • Tidak perlu • Tanda/gejala
Fatique diketahui ini normal terjadi memberikan anemia
• Mungkin berhubungan dalam kehamilan obat-obatan, • Ketidakmampua
Selama dengan penurunan laju • Anjurkan ibu untuk • Suplemen n untuk
trimester metabolisme basal pada sering beristirahat vitamin, dapat melakukan
pertama awal kehamilan. (Hindari istirahat membantu kegiatan/aktivita
yang berlebihan). untuk s sehari-hari.
kesehatan ibu • Tanda dan
secara umum. gejala depresi.
• Tanda dan
gejala adanya
infeksi atau
penyakit kronis.
13. Kemerahan di • Kecenderungan • Yakinkan • Jika terjadi pada
telapak tangan keluarga/keturunan bahwa trimester

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 12


• Kadar estrogen yang sebagian pertama, dapat
Muncul selama meningkat besar akan mengindikasikan
dua trimester • Peningkatan aliran darah hilang setelah hepatitis.
pertama dan ke kulit. kehamilan
hilang, dalam 1 berakhir.
minggu setelah
melahirkan.

14. Keputihan • Hiperplasia mukosa vagina • Tingkatkan • Hindari • Jika sangat


• Peningkatan produksi lendir kebersihan (mandi pembersihan banyak atau
Trimester dari kelenjar endoserviks setiap hari) vagina yg baunya
pertama kedua karena peningkatan kadar • Hindari pakaian berlebihan(dou menyengat atau
dan ketiga estrogen. dalam yang terbuat ching). berwarna
dari nilon. • Gunakan kuning/abu-abu
bedak tabur (beberapa
untuk penyakit
mengeringkan, kelamin,

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 13


tetapi jangan servisitis,
terlalu banyak. vaginitis)
• Pengeluaran
cairan (selaput
ketuban pecah)
• Perdarahan dari
vagina.
15. Keringat • Aktifitas kelenjar apokrin • Pakailah pakaian
bertambah meningkat (akibat yang nyaman.
perubahan hormonal)
(secara • Tingkatkan intake
• Aktifitas kelenjar tiroid yang
perlahan terus cairan
meningkat,
meningkat • Mandi secara teratur
• Peningkatan berat badan
selama
dan aktifitas metabolik
kehamilan). • Telapak tangan berkeringat
(karena aktivitas
adrenokorticol)
• Aktivitas kelenjar
sebaceous.
Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 14
16. Konstipasi • Peningkatan progesteron Tingkatkan intake Gunakan • Rasa nyeri
(sembelit) yang menyebabkan cairan dan serat dalam pembentuk hebat di
peristaltik usus menjadi diet bahan padat abdomen, tidak
Trimester lambat (Relaksasi otot-otot • Jus buah atau emollients. mengeluarkan
kedua dan halus). • Istirahat cukup • Hindari gas (obstruksi)
ketiga • Penyerapan air dari kolon • Senam pemakaian • Rasa nyeri
meningkat • Membiasakan buang minyak dikuadran kanan
• Tekanan dari uterus yang air secara teratur mineral, bawah
membesar pada usus • Buang air besar lubrikan, (appendisitis)
• Suplemen zat besi segera kalau ada perangsang

• Diet kurang dorongan. (stimulan),


hiperosmotis,
castor oil.
17. Kram pada kaki • Tidak jelas penyebabnya • Kurangi konsumsi • Supplemen • Tanda-tanda
(bisa karena ketidak susu yang dengan garam tromboplebitis
seimbangan rasio kandungan fosfornya kalsium yang superfisial atau
kalsium/fosfor). tinggi tidak

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 15


Setelah usia • Kadar kalsium yang rendah • Berlatih dorsifleksi mengandung trombosis vena
kehamilan 24 serta alkalosis ringan yang pada kaki untuk fosfor dalam.
minggu disebabkan oleh meregangkan otot- • Gunakan
perubahan dalam sistem otot yang terkena. antasid
pernafasan • Gunakan penghangat aluminium
• Tekanan uterus yang untuk otot. hidroksida
meningkat pada syaraf untuk
• Keletihan meningkatkan
• Sirkulasi darah yang pembentukan
kurang ditungkai bagian fosfor yang
bawah. tidak melarut.
18. Mati rasa & • Perubahan titik pusat gaya • Jelaskan Jika disertai
rasa perih pada berat akibat uterus yang kemungkinan dengan tanda-
jari-jari tangan bertambah besar dan berat penyebabnya tanda/gejala-
dan kaki bisa membuat wanita • Perhatian yang gejala
tersebut mengambil cermat terhadap kekurangan gizi.
sikap/postur yang membuat

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 16


Trimester penekanan pada syaraf postur tubuh yang
kedua dan ulnar, median, dan skiatik. benar
ketiga. • Hiperventilasi juga bisa • Dapat dikurangi
Bertambah membuat jari tangan terasa dengan cara
sejalan dengan perih dan mati rasa (jarang) berbaring miring
usia kehamilan
19. Mengidam • Sering dikaitkan dengan • Tidak perlu • Jika yang • Jika
(Pical) anemia akibat defisiensi zat dikhawatirkan selama dimakan tidak pertambahan
besi diet memenuhi sehat atau berat badan
Biasanya kebutuhan gizi dapat tidak sesuai
trimester • Jelaskan tentang menghambat atau terjadi
pertama tetapi bahaya makan yang penyerapan penurunan BB
bisa tidak benar. zat-zat gizi • Disertai dengan
berlangsung • Diskusikan rencana yang penting, gejala anemia
terus selama makanan yang bisa maka harus defisiensi zat
masa diterima, yang dibuat rencana besi atau infeksi.
kehamilan mencakup gizi yang untuk

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 17


diperlukan serta menghentikan • Tanda-tanda
memuaskan rasa makanan kurang gizi
mengidam atau tersebut. (malnutrisi)
kesukaan menurut • Mencari • Jika (substansi)
kultur alternatif pica bersifat
kegiatan atau toksik atau jika
bahan nutrisi yang
alternatif jika dikonsumsi
dirasakan ada jumlahnya
dorongan berlebihan
mengidam yg
tidak sehat..
20. Nafas sesak • Peningkatan kadar • Jelaskan penyebab • Jika disertai
(hiperventilasi) progesteron berpengaruh fisiologinya dengan demam,
secara langsung pada • Untuk mengatur laju batuk,
pusat pernapasan untuk dan dalamnya pernafasan
menurunkan kadar O2

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 18


serta meningkatkan kadar pernafasan pada cepat, malaise
CO2, kecepatan normal. (infeksi)
• Meningkatkan aktifitas • Secara periodik • Pernafasan
metabolik menyebabkan berdiri dan cepat tanpa
peningkatan kadar CO2. merentangkan lengan demam
• Uterus membesar dan diatas kepala serta (embolus)
menekan pada diafragma menarik nafas • Exacerbasi
panjang. (memburuknya)
• Mendorong postur asthma.
tubuh yang baik,
melakukan
pernafasan
interkostal.
21. Nyeri • Hipertropi dan peregangan • Penjelasan mengenai Selalu lakukan
ligeamentum ligamen selama kehamilan penyebab rasa nyeri pemeriksaan
rotundum • Tekanan dari uterus pada • Tekuk lutut kearah untuk
ligamentum abdomen menghilangkan

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 19


Trimester • Mandi air hangat kemungkinan
kedua dan • Gunakan bantalan appendisitis,
ketiga pemanas pada area peradangan
yang terasa sakit kantung empedu,
(hanya jika tidak ulserasi peptik.
kontra indikasi lain).
• Topang uterus
dengan bantal
dibawahnya dan
diantara lutut pada
waktu berbaring
miring.

22. Palpitasi • Pembesaran dalam ukuran • Jelaskan bahwa hal • Palpitasi yang
jantung jantung ini normal terjadi sifatnya, terus
• Peningkatan kardiak output pada kehamilan menerus dan
berat

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 20


Mulai pada • Gangguan pada sistem • mendahului
akhir trimester syaraf simpatik. pingsan atau
pertama jatuh

23. Panas perut • Aliran balik esophagus. • Makan sedikit-sedikit • Gunakan • Kehilangan
(Heart burn) Rasa panas seperti tapi sering antacid berat badan
terbakar di area • Hindari makanan dengan atau keletihan
Mulai terasa retrosternal, timbul dari berlemak, digoreng, kandungan yang amat berat
selama aliran balik asam gastrik berbumbu sodium rendah • Nyeri
trimester kedua kedalam esophagus bagian merangsang. (kombinasi epigastrium
dan makin bawah. • Hindari rokok, kopi, hidroxida disertai dengan
bertambah Faktor penyebab alkohol, cokelat aluminium dan sakit kepala
bersamaan • Produksi progesteron yang (mengiritasi gastrik). magnesium). hebat, tekanan
usia kehamilan, meningkat • Hindari berbaring Cairan lebih darah tinggi, dan
hilang pada • Relaksasi sfingter setelah makan. menetralkan edema
waktu esophagus bagian bawah. Hindari minuman asam daripada • Patologis pada
persalinan. tablet. trimester ketiga

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 21


• Tonus GI yang menurun, selain air putih saat • Hindari (preeklampsia)
dan relaksasi sfingter makan. kalsium nyeri perut yang
kardiak yang meningkat • Kunyah permen karet • Hindari sodium hebat (solusio
• Pergeseran lambung • Tidur dengan kaki bikarbonat, plasenta,
karena pembesaran uterus. ditinggikan. bismuth persalinan
Salicylate. kurang bulan,
apendiksitis).

24. Perut kembung • Motilitas gastrointestinal • Hindari makanan- • Simethicone


menurun sehingga terjadi makanan yang (Efektiftasnya)
Trimester perlambatan waktu mengandung gas ?
kedua dan pengosongan • Mengunyah makanan
ketiga • Penekanan dari uterus dengan baik
yang membesar terhadap • Senam secara teratur
usus besar. • Pertahankan
• Masuk angin. kebiasaan buang air
besar yang normal.

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 22


25. Ptyalion • Patogenesisnya tidak • Gunakan
(sekresi air diketahui pencuci mulut
ludah astringent,
berlebihan) permen karet,
(Dimulai sejak atau permen
2-3 minggu yang keras.
usia kehamilan
dan berhenti
saat
persalinan)
26. Pusing/ sinkop • Hipertensi postural yang • Bangun perlahan- • Jika kehilangan
berhubungan dengan lahan dari posisi kesadaran atau
Trimester perubahan-perubahan istirahat terjatuh
kedua dan hemodinamis • Hindari berdiri terlalu
ketiga • Penggumpalan darah lama dalam • Jika disertai
didalam pembuluh tungkai, lingkungan yang dengan tanda-
yang mengurangi aliran panas atau sesak

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 23


balik vena dan menurunkan • Hindari berbaring tanda/gejala
output kardiak serta dengan posisi anemia.
tekanan darah dengan terlentang.
tegangan orthostatis yang
meningkat
• Mungkin dihubungkan
dengan hipoglikemi
27. Rambut rontok • Peningkatan kadar • Jelaskan tentang
estrogen, laju pertumbuhan terjadinya kerontokan
rambut melambat dan fase rambut dan yakinkah
anagen diperpanjang (8 ibu
jumlah rambut anagen dan bahwa rambut akan
9 rambut telogen). kembali tumbuh
• Pada akhir kehamilan setelah persalinan
beberapa akan wanita • Menjaga kebersihan
mengalami kerontokan rambut
rambut.

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 24


28. Rasa mual Penyebab yang pasti tidak • Hindari bau yg • Gunakan obat- • Pertambahan
/muntah- diketahui. Mungkin merangsang obatan hanya berat badan
muntah disebabkan : • Makan biskuit kering bila tindakan yang tidak
• Peningkatan kadar hCG, atau roti bakar secara non- memadai atau
Antara minggu estrogen/ progesteron sebelum bangun dari farmakologis kehilangan BB
5-12, bisa • Relaksasi otot-otot halus tempat tidur pagi hari. gagal dan • Tanda-tanda
terjadi lebih • Perubahan pada • Makan sedikit-sedikit hanya untuk kurang gizi
awal metabolisme karbohidrat tetapi sering jangka pendek (malnutrisi)
(keletihan) • Minum minuman • Terapi dengan • Hiperemesis
2-3 minggu • Kongesti, peradangan berkarbonat, teh vitamin B6 Gravidarum;
setelah hari (inflamasi), distensi herbal • Antihistamin; perubahan
pertama haid abdomen. • Duduk tegak setiap dimenhidranat, dalam status
terakhir (LMP) • Alergis: sekresi korpus kali selesai makan doksilamin gizi, dehidrasi,
luteum merupakan antigen • Hindari makanan suksinat. ketidakseimban
(“keracunan”, histamin). yang berminyak dan • Metoklorprami gan elektrolit,
berbumbu d hidroklorida kehilangan BB /
(merangsang). bermakna.

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 25


• Bangun dari tidur ketosis,
perlahan-lahan. asetonuria.
• Hindari segera gosok • Pastikan tidak
gigi setelah makan ada apendisitis,
• Hirup udara segar, kolesistitis, dan
jalan-jalan, tidur pankreatitis.
dengan jendela
terbuka, pastikan
cukup udara di dalam
rumah.
29. Sakit kepala • Spasme otot, keletihan • Teknik relaksasi • Parasetamol • Bila bertambah
• Pengaruh hormon, • massase leher dan (hindari berat atau
tegangan mata sekunder otot bahu aspirin, berlanjut
terhadap perubahan okuler, • Penggunaan ibuprofen, • Jika disertai
kongesti hidung, kompres (panas atau semua obat dengan tekanan
• Dinamika cairan syaraf dingin) pada leher, anti darah tinggi, dan
yang berubah, • Istirahat peradangan

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 26


• Alkalosis ringan pada • Mandi air hangat. yang non- proteinuria (pre-
pernapasan. steropidal eklampsia)
(NSAID) • Jika ada migren
narkotik, • Penglihatan
sedativ atau berkurang atau
hipnotik). kabur.

30. Sakit punggung • Lengkungan dari vertebra • Gunakan mekanik • Jika terlalu • Ada perbedaan
atas dan lumbosakral yang tubuh yang baik parah, pada
bawah meningkat saat uterus untuk mengangkat gunakan kelembutan
membesar benda : penopang pojok kosto-
Trimester • Spasme otot karena • berjongkok, dan abdomen vertebral
kedua dan tekanan pada syaraf bukan eksternal. (CVAT)
ketiga • Penambahan ukuran membungkuk, • Persalinan
payudara supaya kaki (paha) kurang bulan
• Hormon yang meningkat dan bukan
menyebabkan kartilago punggung yang

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 27


didalam sendi-sendi besar akan menahan
menjadi lunak oleh karena beban dan
keletihan, posisi tubuh tegangan.
menjadi kurang baik, yakni • Lebarkan kaki dan
menempatkan beban letakkan satu kaki
tegangan pada punggung, sedikit didepan
bukan pada paha. kaki yang lain pada
waktu
membungkuk agar
terdapat dasar
yang luas untuk
Keseimbangan
pada waktu bangkit
dari jongkok.
• Gunakan BH yang
menopang.

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 28


• Berlatih dengan cara
mengangkat panggul.
• Hindari
ketidaknyamanan
dengan sepatu hak
tinggi, mengangkat
beban berat, dan
keletihan
• Gunakan kasur yang
keras untuk tidur
• Gunakan bantal
waktu tidur untuk
meluruskan
punggung.

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 29


31. Spider nevi • Peningkatan estrogen • Yakinkah ibu hal itu • Bisa • Jika disertai
akan hilang setelah menggunakan dengan penyakit
Muncul pada • Peningkatan aliran darah kehamilan berakhir. krim kosmetik kuning (hepatitis
usia kehamilan ke kulit. untuk atau penyakit
antara 2-5 menutupnya hati)
bulan. Bisa
bertambah
ukuran dan
jumlahnya saat
kehamilan
berlanjut
32. Varises pada • Kongesti vena bagian • Tinggikan kaki • Pakai kaos • Tanda-tanda
kaki/vulva bawah yang meningkat sewaktu berbaring kaki yang tromboflebitis
sejalan dengan kehamilan atau duduk. menopang superfisial atau
Trimester karena tekanan dari uterus • Berbaring dengan (jika ada) trombosis vena
kedua dan yg membesar. posisi kaki ditinggikan • Sediakan dalam.
ketiga penopang fisik

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 30


• Kerapuhan jaringan elastis 900. (Beberapa kali untuk
yang diakibatkan oleh sehari) varikositis
estrogen • Hindari duduk bersila vulva dengan
• Bawaan keluarga • Hindari berdiri atau bantalan karet
duduk terlalu lama busa yang
• Istirahat dalam posisi ditahan
berbaring, miring ke ditempat
kiri dengan ikat
• Senam hamil pinggang

• Hindari pakaian dan sanitary.

korset yang ketat


• Jaga postur tubuh
yang baik

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 31


Masalah Kesehatan ibu hamil
1) Gizi
Asupan zat gizi untuk bayi di dalam kandungan berasal dari
persediaan zat gizi di dalam tubuh ibunya. Oleh karena
itu sangat penting bagi calon ibu hamil untuk
mempunyai status gizi yang baik sebelum memasuki
kehamilannya, misalnya tidak kurus dan tidak anemia,
untuk memastikan cadangan zat gizi ibu hamil mencukupi
untuk kebutuhan janinnya. Saat hamil, salah satu indikator
apakah janin mendapatkan asupan makanan yang cukup
adalah melalui pemantauan adekuat tidaknya
pertambahan berat badan (BB) ibu selama
kehamilannya (PBBH). Bila PBBH tidak adekuat, janin
berisiko tidak mendapatkan asupan yang sesuai dengan
kebutuhannya, sehingga dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembanganya didalam kandungan.
Ibu yang saat memasuki kehamilannya kurus dan
ditambah dengan PBBH yang tidak adekuat, berisiko
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.
PBBH yang optimal berbeda-beda sesuai dengan
status gizi Ibu yang diukur dengan Indeks Massa
Tubuh (IMT) sebelum hamil atau pada saat
memasuki trimester pertama seperti dijelaskan pada
tabel dibawah ini. Semakin kurus seorang Ibu, semakin
besar target PBBH-nya untuk menjamin ketercukupan
kebutuhan gizi janin.

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 18


Tabel 1. Peningkatan Berat Badan Selama Kehamilan yang
Direkomendasikan sesuai IMT

Laju kenaikan BB
Kenaikan BB Total
IMT Pra Hamil pada trimester III
Selama kehamilan
(kg/m2) (rentang rata-rata
(kg)
kg/minggu)
Gizi Kurang/KEK (<18,5) 12.71 — 18.16 0.45 (0.45 — 0.59)
Normal (18,5 -24,9) 0.45 (0.45 — 0.59) 0.45 (0.45 — 0.59)
Kelebihan BB (25.0-29.9) 6.81 — 11.35 0.27 (0.23 — 0.32)
Obes (≥30.0) 4.99 — 9.08 0.23 (0.18 — 0.27)

Adapun cara menghitung IMT adalah dengan membagi


besaran Berat Badan (BB) dalam kilogram (kg) dengan
Tinggi Badan (TB) dalam meter (m) kuadrat sesuai formula
berikut:
Kurang Energi Kronik (KEK)

Definisi
Kekurangan energi kalori dan proteindalam jangka
waktu yang lama
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila pemeriksaan Lingkar lengan
atas <23,5 cm

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 40


Faktor Predisposisi
- Asupan nutrisi yang kurang
- Faktor medis, misalnya adanya
penyakit kronik

Tata Laksana Umum


• Pengkajiangizi/asesmen
o KEK (+) apabila lingkar lengan atas (LiLA) < 23,5 cm

ATAU IMT prahamil/trimester I <18,5 kg/m2


o Kadar Hb < 11 g/dL
o Pasien tampak kurus dan konjungtiva pucat
• Penetapan diagnosis gizi
• Intervensi Gizi
o Kebutuhan energi per individu dihitung berdasarkan
aktivitas dan status gizi ibu, serta tambahan 500
kkal untuk usia kehamilan trimester I, II, dan III.
o Perhitungan kebutuhan energi pada trimester I, II,
dan III adalah: 30-35 kkal/kg
BB Ideal sebelum hamil + 500
o Tambahan energi 500 kkal dapat diberikan
melalui pemberian makanan tambahan (PMT),
berupa pangan lokal atau pabrikan dan minuman
padat gizi.
o Konseling/edukasi
o Kolaborasi dan koordinasi dengan tenaga kesehatan
o Monitoring dan evaluasi

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 41


Konseling/edukasi gizi
Membantu ibu hamil KEK dalam memperbaiki status
gizinya melalui penyediaan makanan yang optimal agar
tercapai berat badan standar.
Monitoring dan Evaluasi
Tujuan
Mengetahui tingkat keberhasilan dan kemajuan
status gizi ibu hamil KEK dalam melaksanakan
praktek pemberian makan ibu hamil.
Indikator
- Kenaikan BB,
- Perbaikan nilai laboratorium,
- Perbaikan tanda klinis,
- Asupan makanan termasuk asupan makanan dari PMT.

2) HIV, Sifilis/IMS lainnya & Hepatitis B


Penularan vertikal HIV, Sifilis, Hepatitis B dan IMS lainnya
dapat terjadi dari ibu ke bayi yang dikandungnya selama
dalam kandungan, persalinan dan menyusui. Upaya
kesehatan masyarakat untuk mencegah penularan ini
dimulai dengan skrining pada ibu hamil terhadap HIV,Sifilis
dan Hepatitis B pada saat pemeriksan antenatal pertama
pada trimester pertama. Tes skrining menggunakan tes
cepat (rapid tes) HIV, tes cepat sifilis (TP rapid) dan
tes cepat HBsAg. Tes cepat ini relatif murah, sederhana
dan tanpa memerlukan keahlian khusus sehingga dapat

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 42


dilakukan oleh tenaga kesehatan (pemberi layanan
langsung/bidan). Skrining HIV, sifilis dan hepatitis B pada
ibu hamil dilaksanakan secara bersamaan dalam paket
pelayanan antenatal terpadu. Secara program nasional
upaya pengendalian terhadap ketiga penyakit infeksi
menular langsung ini disebut Program Pencegahan
Penularan HIV, Sifilis dan hepatitis B dari Ibu ke Anak
(PPIA) dengan tujuan eliminasi penularan sesuai
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2017
tentang Eliminasi Penularan HIV Sifilis dan Hepatitis B dari
Ibu ke Anak.
Kebijakan dalam pelaksanaan PPIA diintegrasikan dalam
layanan KIA sebagai berikut:
Kebijakan dalam pelaksanaan PPIA diintegrasikan dalam
layanan KIA sebagai berikut:
a. PPIA merupakan bagian dari program nasional
pengendalian HIV, IMS, Hepatitis B dan prgram
kesehatan ibu dan anak.
b. Pelaksanaan kegiata PPIA diintegrasikan pada layanan
KIA, Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan remaja
di setiap jenjang pelayanan kesehatan dengan
ekspansi secara bertahap dn melibatkan peran non
pemerintah, LSM dan komunitas.
c. Setiap perempuan yang datang ke layanan KIA-KB dan
remaja mendapat layanan kesehatan diberi informasi
tentang PPIA..
d. Di setiap jenjang pelayanan KIA, tenaga kesehatan di
fsilitas pelayanan kesehatan wajib melakukan tes HIV,
Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 43
Sifilis dan hepatitis B kepada semua ibu hamil minimal
1 kali sebagai bagian dari pemeriksaan laboratorium
rutin pada waktu pemeriksaan antenatal pada
kunjungan 1 (K1) hingga menjelang persalinan.
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada kunjungan
pertama trimester 1.
e. Setiap kabupaten kota wajib melakukan orientasi
bagi tenaga kesehatan klinis/kebidanan agar FKTP
dan FKRTL mampu melakukan skrining tes HIV,
Sifilis dan Hepatitis B, karena skrining HIV
merupakan SPM kesehatan kabupaten kota dan
pelaksanaan tesnya sama mudahnya antara HIV,
Sifilis & Hepatitis B yaitu menggunakan rapid tes
(tes cepat).Dalam hal FKTP dan jaringannya belum
mampu maka :
- Merujuk ibu hamil ke fasilitas pelayanan yang
memadai
- Melakukan on the job training bagi tenaga
kesehatan (pemberi pelayanan
- Pelimpahan wewenang kepada tenaga kesehatan
lain yang terlatih dengan Surat Keputusan Kepala
Dinas Kesehatan setempat
f. Setiap ibu hamil yang positif HIV, atau Sifilis atau
Hepatitis B wajib diberikan tatalaksana sesuai standar
meliputi pemberian terapi, pertolongan persalinan di
fasilitas pelayanan kesehatan, konseling menyusui dan
konseling KB.

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 44


g. Perencanaan ketersediaan logistik (obat dan reagen)
dilaksanakan secara berjenjang mulai dari Puskesmas,
Rumah Sakit, Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota
sampai Provinsi dan berkoordinasi dengan Ditjen
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian
Kesehatan.
h. Pencatatan valid berdasarkan nomor induk
kependudukan (NIK), NKK dan domisili (PP 40/2019 psl
30, Permenkes 31/2019).
i. Monitoring, evaluasi, pembinaan dan pengawasan
teknis serta umpan balik PPIA sebagai upaya
kesehatan masyarakat.

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 45


Bagan 1. Alur Pemeriksaan umum PPIA (HIV, Sifilis
dan Hepatitis B)

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 46


Bagan 2. Alur Pencegahan Penularan HIV dan Sifilis Selama
Kehamilan

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 47


Bagan 3. Alur pencegahan dan rujukan hepatitis B

selama Kehamilan

3) Malaria

Strategi pelayanan terpadu pengendalian malaria dalam


antenatal adalah pemeriksaan (skrining) malaria pada
kunjungan pertama antenatal dan pemberian kelambu
berinsektisida terhadap semua ibu hamil yang tinggal di
Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 48
kabupaten/ kota endemis tinggi malaria. Sedangkan
untuk ibu hamil yang tinggal di kabupaten/kota endemis
rendah dilakukan selektif pada ibu hamil yang memiliki
gejala dan:

a) tinggal di desa endemis tinggi malaria (desa merah)


b) ada riwayat berkunjung/tinggal di daerah endemis
malaria 1 (satu) bulan terakhir,
c) Pernah sakit malaria dalam 2 tahun terakhir.

Bagan 4. Alur Kebijakan Terpadu Malaria Dalam Layanan


Antenatal

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 49


Bagan 5. Alur Pelayanan malaria dalam Pelayanan

Antenatal

4) Tuberculosis
Manifestasi klinis TB pada kehamilan umumnya sama
dengan wanita yang

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 50


tidak hamil yaitu manifestasi umum dari TB paru. Semua
wanita hamil harus
diskrining untuk diagnosis TB. Tes HIV juga penting
dilakukan pada wanita hamil
terduga TB. Ibu hamil yang sakit TB, harus segera diberi
pengobatan OAT untuk
mencegah penularan dan kematian. Amikasin,
Streptomisin, Etionamid/Protionamid
TIDAK DIREKOMENDASIKAN untuk pengobatan
tuberkulosis pada ibu hamil.
Skrinning gejala dan tanda TBC:
1. Apakah ada batuk lama (2 minggu atau lebih)?
2. Apakah ada batuk berdarah?
3. Apakah ada demam dan lemas?
4. Apakah ada berkeringat malam tanpa aktivitas?
5. Apakah terjadi penurunan berat badan tanpa penyebab
yang jelas?
6. Apakah ada gejala TB Ekstra Paru (kelenjar, tulang, kulit,
dll)?
7. Apakah ada kontak serumah atau kontak erat dengan
pasien TB?
Apabila hasil skrining menunjukkan gejala TB, maka ibu
hamil dirujuk ke Poli TB untuk tatalaksana lebih lanjut.
5) Penyakit Tidak Menular
Pada masa kehamilan Program PTM terkait ada 3 penyakit,
yaitu:
1. Antenatal Dengan Riwayat Hipertensi

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 51


Hipertensi selama kehamilan tidak hanya melibatkan
perempuan yang hipertensi saat hamil, tetapi juga
perempuan yang memiliki riwayat hipertensi
sebelumnya atau mengalami hipertensi pada kehamilan
sebelumnya. Pada ibu hamil dilakukan skrining untuk
menentukan stratifikasi faktor risiko hipertensi pada
kehamilan dan rencana penanggulangannya. Skirining
hipertensi pada ibu hamil dapat menggunakan tabel
dibawah ini

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 52


Tabel 1. Skrining Preeklampsi pada usia kehamilan <
20 minggu

Skrining preeklamsi dilakukan pada kehamilan 20


minggu. Rekomendasi tata laksana hipertensi pada
kehamilan merujuk pada PNPK komplikasi kehamilan.
Skrining preeklampsia selama masa kehamilan wajib
Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 53
dilakukan pada layananan kesehatan primer. Skrining ini
dimulai dari penilaian tekanan darah selama masa
kehamilan dan dicatat pada lembar grafik evaluasi
kehamilan pada buku KIA. Setiap ibu hamil melakukan
asuhan antenatal, catat tanggal dan hasil pemeriksaan
tekanan darah di kolom yang tersedia. Perhitungan
mean arterial pressure (MAP) harus dilakukan
bersamaan dengan pemeriksaan tekanan darah. Jika
hasil MAP lebih dari 90 maka risiko preeklampsia
meningkat dan lakukan rujukan. Jika didapatkan tanda
centang di dua kotak kuning dan atau 1 kotak merah
maka ibu berisiko mengalami preeklamsia dan lakukan
segera lakukan rujukan ke dokter spesialis obgin.
2. Antenatal Dengan Riwayat Diabetes
Hiperglikemia yang terdeteksi pada kehamilan harus
ditentukan klasifikasinya sebagai salah satu di bawah
ini: a. Diabetes mellitus tipe 2 dengan kehamilan atau b.
Diabetes mellitus gestasional
3. Antenatal Dengan Riwayat Thalasemia
Setiap pasangan yang memiliki sifat atau riwayat
keluarga Thalassemia, dan berencana memiliki anak
dianjurkan untuk melakukan skrining. Pada kehamilan,
penjaringan atau skrining utama ditujukan pada ibu
hamil saat pertama kali kunjungan ANC. Jika ibu
merupakan pembawa sifat atau ”carrier” Thalasemia,
maka skrining kemudian dilanjutkan pada ayah janin
dengan teknik yang sama. Jika ayah janin normal maka
skrining janin (pranatal diagnosis) tidak disarankan. Jika
Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 54
ayah janin merupakan pengidap atau ”carrier”
Thalasemia maka disarankan mengikuti konseling
genetik dan jika diperlukan melanjutkan pemeriksaan
skrining pada janin (pranatal diagnosis).Pemeriksaan
bayi baru lahir tidak umum dilakukan tetapi dapat
dilakukan bila kedua orangtuanya adalah pembawa sifat
Thalassemia. Untuk pasangan dengan yang salah
satunya “carrier”, atau keduanya “carrier” atau salah
satunya penyandang atau keduanya penyandang
diberikan edukasi komprehensive tentang kondisi yang
mungkin dialami oleh anak yang akan dilahirkan.
Diagnosis Prenatal adalah kegiatan pemeriksaan yang
bertujuan mendiagnosis janin apakah menderita
Thalasemia mayor/minor/normal. Pemeriksaan ini
hanya dilakukan pada janin dari pasangan yang
keduanya adalah pembawa sifat Thalassemia.
Bagan 6. Alur Pemeriksaan Laboratorium Darah

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 55


6) Kesehatan Jiwa
Ibu hamil yang sehat mentalnya merasa senang dan
bahagia, mampu
menyesuaikan diri terhadap kehamilannya sehingga dapat
menerima berbagai perubahan fisik yang terjadi pada
dirinya, dan dapat tetap aktif melakukan aktivitas sehari-
hari.Masalah atau gangguan kesehatan jiwa yang dialami
oleh ibu hamil tidak saja berpengaruh terhadap ibu hamil
tersebut, tetapi mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan janinnya saat didalam kandungan, setelah
melahirkan, bayinya,masa kanak-kanak dan masa
remaja.Beberapa masalah dan gangguan kesehatan jiwa
pada ibu hamil yang dapat terjadi antara lain:
a. Stress
ada umumnya, tubuh akan bereaksi terhadap setiap
situasi yang tidak menyenangkan. Stres bersifat
positif dan negatif, stres yang negatif (distress) pada
ibu hamil akan mempengaruhi suasana perasaan,
perilaku dan dapat menimbulkan keluhan fisik yang
membuat ibu hamil menderita jika stres tidak
dikelola.
b. Gangguan Kecemasan menyeluruh
Seringkali suasana perasan kuatir berlebihan
terhadap hal yang kecil-kecil yang tidak dapat
dikendalikan, gelisah, tegang, mudah tersinggung,
sulit konsentrasi berlebihan dan sulit untuk
menenangkan diri disertai gejala fisik seperti gejala
otonom berlebihan, ketegangan motorik, mudah lelah,
Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 56
dan mengalami gangguan tidur yang dialami hampir
setiap hari.
c. Gangguan panik
Rasa gelisah luar biasa yang muncul tiba-tiba tanpa
alasan yang jelas dan mengalami gejala fisik seperti
jantung berdebar, nafas tersengal, leher rasa
tercekat, otot tegang, pusing atau sakit kepala,
berkeringat bisa sampai nyeri dada dan kram otot kaki
dan tangan bisa sampai kesemutan. Serangan ini
berulang beberapa kali dalam sebulan dan berlangsung
dalam beberapa menit
d. Gangguan Obsesif Kompulsif (OCD)
Gangguan ini mempengaruhi pikiran dan perilaku
berulang pada ibu hamil yang disadari namun sulit
dikendalikan. Pikirannya terobsesi pada sesuatu hal
secara terus menerus dan merasa tidak nyaman atau
tertekan jika pikiran obsesifnya tidak dilaksanakan
secara berulang-ulang sebagai respon terhadap
kecemasannya. Gejala ini ditemukan hampir setiap hari
selama 2 minggu berturut-turut.
e. Gangguan Somatoform
Beberapa keluhan fisik disertai dengan permintaan
pemeriksaan medis berulang meskipun tidak
ditemukan adanya kelainan dan tidak mau
mendengarkan penjelasan dokter.
f. Gangguan Stres Paska Trauma
Bisa dialami ibu hamil 6 bulan setelah kejadian
traumatik, dengan gejala stres, kilas balik terhadap
Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 57
peristiwa traumatik dan menghindari tempat atau
pengalaman kejadian.
g. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan
NAPZA
Bisa dialami ibu hamil 6 bulan setelah kejadian
traumatik, dengan gejala stres, kilas balik terhadap
peristiwa traumatik dan menghindari tempat atau
pengalaman kejadian.
h. Gangguan Depresi
Pada kondisi ini, ibu hamil bisa mengalami suasana
perasaan sedih, hilang minat, mudah lelah, sulit
konsentrasi, gangguan pola makan, gangguan tidur,
merasa tidak berharga, harga diri rendah, rasa
bersalah, tidak berguna, suram, putus asa bahkan jika
depresi berat bisa sampai ada ide atau pikiran ingin
bunuh diri yang dialami selama 2 minggu berturut-turut.
i. Gangguan Skizofrenia
Pada ibu hamil terdapat gangguan pikiran, perasaan
dan perilaku yang tidak serasi, sulit dirabarasakan dan
tidak dapat menilai realitas (merasa pikirannya
tersiar keluar, menggema atau dimasukkan dari luar).
Penampilan ibu hamil umumnya tidak merawat diri,
kurang kooperatif, ekspresinya tumpul atau datar,
suasana perasaannya sulit dirabarasakan dan tidak
serasi. Ibu hamil tidak dapat tidur, dapat mengalami
halusinasi suara, dan atau mempunyai keyakinan
yang tidak sesuai dengan kenyataan dan tidak dapat
dikoreksi (waham).
Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 58
Faktor risiko gangguan kesehatan jiwa pada ibu hamil
merupakan pengaruh dari faktor biologis, psikologis
dan sosial antara lain: (1) riwayat gangguan mental
sebelum hamil yang tidak tuntas pengobatannya, (2)
kehamilan karena perkosaan, kekerasan dalam rumah
tangga, tidak diinginkan, dan kehamilan dini diusia
remaja, (4) pernikahan terpaksa atau karena hamil,
dijodohkan, atau terlalu dini, (5) peristiwa traumatik
saat kehamilan kekerasan seksual, (6) faktor
sosioekonomi seperti kurangnya dukungan suami,
keuangan, orang tua tunggal, (7) penggunaan obat,
merokok, alkohol, NAPZA (8) penyakit fisik kronis (9)
retardasi mental, (10) disabilitas fisik, mental dan
sebagainya.
Pemeriksaan kesehatan jiwa pada ibu hamil yang
dapat dilaksanakan saat melaksanakan kunjungan ke
fasilitas pelayanan kesehatan primer sebagai berikut:
- Melaksanakan skrining (deteksi dini) masalah
kesehatan jiwa pada ibu hamil saat pemeriksaan
kehamilan melalui wawancara klinis. Jangan lupa
menanyakan faktor risiko gangguan kesehatan
jiwa, riwayat masalah kesehatan jiwa yang
pernah dialami dan penggunaan NAPZA.
Pemeriksaan kesehatan jiwa pada ibu hamil
minimal dilakukan pada trimester pertama dan
trimester ketiga. Apabila pada trimester pertama
ditemukan masalah/gangguan jiwa, maka akan
dievaluasi setiap kunjungan.
Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 59
- Jika gangguan jiwa tidak dapat ditangani di fasilitas
pelayanan kesehatan primer, segera merujuk ke RS
atau ahli jiwa di wilayah kerja fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
- Kelola stres dengan baik dengan cara: rekreasi,
senam ibu hamil, jalan sehat, relaksasi, curhat
dengan orang yang tepat, makanan berserat,
berpikir positif, kurangi tuntutan diri sendiri,
ekspresikan stres, duduk santai, tidak
membandingkan diri dengan orang lain, menghitung
anugrah, melatih pernafasan, mendengarkan musik
dan sebagainya.
- Mempromosikan gaya hidup Ceria yaitu cerdas
intelektual, emosional dan spiritual, empati dalam
berkomunikasi yang efektif, rajin beribadah sesuai
agama dan keyakinan, interaksi yang bermanfaat
bagi kehidupan, asih, asah dan asuh tumbuh
kembang dalam keluarga dan masyarakat.
- Dengan demikian fasilitas pelayanan kesehatan
primer sedini mungkin mempersiapkan kondisi
kejiwaan ibu hamil agar tetap sehat selama masa
kehamilan, melahirkan bayi dan ibu yang sehat
paska melahirkan.

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 60


7. Bagan Alur Pemeriksaan Kesehatan Jiwa Ibu Hamil

Pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan pada


pemeriksaan ANC meliputi pemeriksaan rutin dan atas
indikasi. Adapun tes laboratorium yang masuk dalam
Standar Pelayanan Minimal adalah:
- Pada indikator pelayanan Kesehatan ibu hamil: tes
kehamilan, kadar hemoglobin darah, golongan darah.
- Pada indikator pelayanan Kesehatan orang dengan
risiko terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan
tubuh manusia (HIV): tes HIV.
7) Kecacingan
Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 61
Infeksi cacing atau cacingan pada ibu hamil dapat
menimbulkan gangguan gizi berupa kekurangan kalori dan
protein serta kehilangan darah (anemia), hal ini akan
mengakibatkan terjadinya hambatan perkembangan fisik
pada calon bayi, bayi dengan berat lahir rendah bahkan
terjadinya kompilkasi pendarahan disaat melahirkan yang
diakibatkan karena anemia kronis. Ada tiga jenis cacing
yang umumnya menginfeksi manusia dan memberikan
dampak yaitu: Ascaris lumbricoides (cacing gelang),
Ancylostoma duodenale (cacing tambang) dan Trichiuris
trichiura (cacing cambuk).
Penanggulangan Cacingan dimulai dengan mengurangi
prevalensi infeksi cacing dengan membunuh cacing
tersebut melalui pengobatan untuk menekan intensitas
infeksi (jumlah cacing per orang), sehingga dapat
memperbaiki tingkat anemia. Namun pengobatan
Cacingan harus disertai dengan upaya berperilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS), sanitasi lingkungan serta asupan
makanan bergizi.
Program Penanggulangan Cacingan pada Ibu Hamil:
1. Ibu hamil dengan pemberian Fe masih tetap anemia
dilakukan pemeriksaan tinja. Jika hasil positif diberikan
obat cacing secara selektif.
2. Skrining (pemeriksaan tinja) bagi ibu hamil yang
mengalami gejala Cacingan atau anemi pada saat
kunjungan Antenatal dan hasil pemeriksaan tinjanya
positif Cacingan diberikan obat cacing secara selektif.

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 62


3. Skrining (pemeriksaan tinja) bagi ibu hamil yang
mengalami gejala Cacingan atau anemi pada saat
kunjungan Antenatal dan hasil pemeriksaan tinjanya
positif Cacingan diberikan obat cacing secara selektif.

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 63


SEKARANG SAYA TAHU

a. Selama kunjungan antenatal, ibu mungkin mengeluh bahwa


ia mengalami ketidaknyamanan, kebanyakan dari keluhan ini
adalah ketidaknyamanan yang normal dan merupakan
bagian dari perubahan yang terjadi pada tubuh ibu selama
kehamilan. Karena itu sangat penting untuk membedakan
antara ketidak nyamanan normal dan tanda-tanda bahaya
dalam kehamilan. Berikut ini adalah ketidaknyamanan yang
umum dapat dialami oleh ibu hamil,yaitu :
- Kloasma (perubahan warna areola)
- Diare
- Udema Dependen
- Sering buang air kecil/nokturia
- Garis-garis di perut (striae Gravidarum)
- Gatal-gatal
- Gusi Berdarah
- Hemorhoid (wasir)
- Hidung tersumbat/ berdarah
- Ngidam makanan
- Insomnia (sulit tidur)
- Kelelahan / Fatique
- Kemerahan di telapak tangan
- Keputihan
- Keringat bertambah
- Konstipasi (sembelit)
- Kram pada kaki
Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 64
- Mati rasa & rasa perih pada jari-jari tangan dan kaki
- Mengidam (Pical)
- Nafas sesak (hiperventilasi)
- Nyeri ligeamentum rotundum
- Palpitasi jantung
- Panas perut (Heart burn)
- Perut kembung
- Ptyalion (sekresi air ludah berlebihan)
- Pusing/ sinkop
- Rambut rontok
- Rasa mual /muntah-muntah
- Sakit kepala
- Sakit punggung atas dan bawah
- Spider Nevi
- Varises pada vulva
b. Masalah kesehatan ibu hamil, meliputi :
- Gizi
- HIV, Sifilis/IMS lainnya & Hepatitis B
- Malaria
- Tuberculosis
- Penyakit Tidak Menular
- Kesehatan Jiwa
- Kecacingan

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 65


REFERENSI

1. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2016, “ Ilmu


Kebidanan, “ Jakarta
2. Kemenkes, Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu Edisi III,
2020
3. Eureka Media Aksara, Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan
Buku Pintar Ibu Hamil 2022
4. Direktorat Kesehatan Keluarga Direktorat Jenderal Kesehatan
Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Buku
acuan komponen maternal, 2022

Masalah – Masalah Dalam Kehamilan (MPI 2) || 66


DAFTAR ISI

Daftar isi ii

A. Tentang Modul Ini 1

Deskripsi Singkat 2

Tujuan Pembelajaran 3

Materi Pokok 3

B. Kegiatan Belajar 4

Materi Pokok 1 Deteksi Dini Komplikasi Dalam 5


Kehamilan dan Tatalaksana Kasus

Pendahuluan 5

Indikator Hasil Belajar 5

Sub Materi Pokok 5

Uraian Materi pokok I 6

Sekarang Saya Tahu Materi Pokok I 66

Referensi 67

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) ii


A Tentang Modul Ini

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 1


DESKRIPSI SINGKAT

Komplikasi kehamilan merupakan gangguan kesehatan yang


terjadi selama kehamilan. Seorang bidan bertugas untuk
memberikan pelayanan pada ibu hamil dan harus dapat
mendeteksi secara dini setiap komplikasi yang dapat dialami oleh
ibu hamil dan memberikan intervensi sesuai kewenangannya.

Mata pelatihan ini membahas tentang deteksi dini komplikasi


dalam kehamilan sehingga bidan dapat melakukan deteksi dini
komplikasi dan memberikan intervensi sesuai kewenangannya
serta dapat melakukan rujukan tepat waktu.

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 2


TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan
deteksi dini komplikasi dalam kehamilan dengan benar.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat melakukan
deteksi dini komplikasi dalam kehamilan dan tatalaksana kasus.

MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah Deteksi Dini Komplikasi
Dalam Kehamilan dan Tatalaksana kasus :
A. Hiperemesis Gravidarum
B. Perdarahan pada kehamilan muda
C. Perdarahan pada kehamilan lanjut
D. Preeklampsia/eklampsia
E. Infeksi pada kehamilan
F. Ketuban pecah sebelum waktunya

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 3


B Kegiatan Belajar

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 4


MATERI POKOK 1
KONSEP KEHAMILAN

Pendahuluan
Komplikasi kehamilan merupakan gangguan kesehatan yang terjadi
selama kehamilan dan dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan
ibu dan kesehatan janin atau keduanya. Seorang bidan bertugas untuk
memberikan pelayanan pada ibu hamil dan harus dapat mendeteksi
secara dini setiap komplikasi yang dapat dialami oleh ibu hamil dan
memberikan intervensi sesuai kewenangannya dan dapat melakukan
rujukan tepat waktu.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mempelajari materi ini peserta mampu melakukan deteksi dini
komplikasi dalam kehamilan dan tatalaksana awal kasus sesuai
kewenangan dan dapat melakukan rujukan tepat waktu.

Sub Materi Pokok


1. Hiperemesis Gravidarum
2. Perdarahan pada kehamilan muda
3. Perdarahan pada kehamilan lanjut
4. Preeklampsia/eklampsia
5. Infeksi pada kehamilan
6. Ketuban pecah sebelum waktunya

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 5


Uraian Materi Pokok 1

1. HIPEREMESIS GRAVIDARUM
A. Pengertian
Adalah mual muntah yang berlebihan pada wanita hamil
sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari, dapat
menjadi berat, dehidrasi, gangguan asam-basa dan
gangguan elektrolit dan ketosis.
B. Etiologi
Sebab pasti belum diketahui. Frekuensi kejadian antara 2
per 1.000 kehamilan. Faktor-faktor predisposisi yang
dikemukakan :
1) Sering terjadi pada primigravida, molahidatidosa,
diabetes, dan kehamilan ganda akibat peningkatan
kadar HCG
2) Faktor organik, karena masuknya vili khorials dalam
sirkulasi maternal dan perubahan metabolik
3) Faktor psikologik : kehamilan yang tidak diinginkan,
keretakan rumah tangga, kehilangan pekerjaan, rasa
takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut
memikul tanggung jawab, dan sebagainya.
C. Diagnosis klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Hiperemesis gravidarum apabila terjadi:

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 6


1. Mual muntah berat
2. Berat badan turun > 5% dari berat sebelum hamil
3. Ketonuria
4. Dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit

D. Gejala dan Tingkat


Batas mual muntah berapa banyak yang disebut
hiperemesis gravidarum tidak ada kesepakatan. Ada yang
mengatakan bisa lebih dari 10 kali muntah; akan tetapi
apabila keadaan umum ibu terpengaruh dianggap
sebagai hiperemesis.

1) Tingkat I = Ringan
Mual muntah terus menerus menyebabkan penderita
lemah, tidak mau makan, berat badan turun dan rasa
nyeri di epigastrium; nadi sekitar 100 kali permenit,
tekanan darah turun, turgor kulit kurang, lidah kering,
dan mata cekung.
2) Tingkat II = Sedang
Mual dan hebat yang hebat menyebabkan keadaan
umum penderita lebih parah; lemah, apatis, turgor kulit
mulai jelek, lidah kering dan kotor; nadi kecil dan cepat
> 100 kali per menit, suhu badan naik (dehidrasi),
ikterus ringan, berat badan turun, mata cekung, tensi
turun, hemokonsentrasi, oliguri dan konstipasi. Dapat
pula terjadi asetonuria, dan dari nafas keluar bau
aseton.
3) Tingkat III = Berat
Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 7
Keadaan umum jelek, kesadaran sangat menurun,
somnolen sampe koma, nadi kecil, halus dan cepat;
dehidrasi hebat, suhu badan naik, dan tensi turun
sekali, ikterus. Komplikasi yang dapat berakibat fatal
terjadi pada susunan syaraf pusat (ensefalopati
Wernicke) dengan adanya: dispolpia, perubahan
mental.

E. Patologi
Pada hyperemesis gravidarum berat kelainan pada
organ-organ tubuh sebagai berikut:
1) Hepar : pada tingkat ringan hanya ditemukan
degenerasi lemak sentrilobuler tanpa nekrosis
2) Jantung : jantung atrofi, kecil dari biasa,. Kadang kala
dijumpai perdarahan sub-endokardial
3) Otak : terdapat bercak perdarahan pada otak
4) Ginjal : tampak pucat, degenerasi lemak pada tubuli
kontorti

F. Penanganan
Penanganan dilakukan dengan target:
Apakah terjadi dehidrasi atau tidak (menentukan derajat
Hiperemesis gravidarum).
Tatalaksana umum:
1) Pencegahan
• Memberikan informasi dan edukasi tentang
kehamilan kepada ibu, suami dan keluarga

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 8


dengan maksud menghilangkan faktor psikis dan
rasa takut.
• Memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-
kadang muntah merupakan gejala fisiologik pada
kehamilan muda dan akan hilang setelah usia
kehamilan 4 bulan.
• Pertahankan kecukupan nutrisi dengan merubah
cara diit ibu hamil, makan jangan sekaligus
banyak; tetapi dalam porsi sedikit-sedikt tapi
sering.
• Anjurkan istirahat yang cukup dan hindari
kelelahan
• Jangan tiba-tiba berdiri waktu bangun pagi, akan
terasa oleng, mual, dan muntah.
▪ Defikasi hendaknya diusahakan teratur
2) Terapi Lini Pertama : Modifikasi gaya hidup dan
Pridoksin (vitamin B6).
Bila perlu berikan obat doksilamin 10 mg
dikombinasikan dengan vitamin B6 hingga 4 tablet per
hari (misalnya 2 tablet saat akan tidur, 1 tablet saat
pagi dan 1 tablet saat siang).
3) Terapi Lini Kedua : Antihistamin
Dosis difenhidramin oral yang dipakai 25 – 50 mg atau
IV 10 – 25 mg setiap 4 – 6 jam sesuai kebutuhan. Bila
masih belum teratasi, tambahkan dimenhidrinat 50 –
100 mg per oral atau supositoria 4 – 6 kali sehari

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 9


(maksimal 200 mg per hari). Atau prometasin 5 – 10
mg 3 – 4 kali sehari per oral atau suposutoria.
4) Terapi Lini Ketiga : Antagonis dopamine
Bila masih belum teratasi, tapi tidak terjadi dehidrasi,
berikan salah satu obat berikut: klorpromazin 10 – 25
mg per oral atau 50 – 100 mg IM tiap 4 – 6 jam,
Proklorperazin 5-10 mg per oral atau IM atau
supositoria tiap 6-8 jam, Prometazin 12,5-25 mg per
oral atau IM tiap 4-6 jam, Metoklopramid 5-10 mg per
oral atau IM tiap 8 jam
5) Terapi Lini Keempat : Antagonis serotonin
Obat golongan ini yang bisa dipakai untuk mual dan
muntah pada kehamilan yakni ondansetron,
granisetron, dan dolasetron. Dosis ondansetron yang
dipakai yakni 4 mg, dapat diberikan secara oral setiap
8 jam sesuai kebutuhan atau dapat juga diberikan
secara IV dengan injeksi secara bolus setiap 8 jam
sesuai kebutuhan. Dosis dapat dinaikkan jika
dibutuhkan dan dibatasi sampai 16 mg/dosis (per satu
kali pemberian). Sakit kepala, kelelahan, konstipasi,
dan mengantuk adalah efek samping yang paling
sering terjadi.
6) Terapi Tambahan : H2 Blocker
Pada perempuan hamil dengan GERD atau mual
muntah, sebuah studi observasional menunjukan
bahwa penggunaan obat-obatan pengurang asam
lambung (mis. antasid, H2 blocker,) yang

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 10


dikombinasikan dengan terapi antiemesis secara
signifikan memperbaiki gejala dalam 3 sampai 4 hari
setelah dimulainya terapi.
Obat pengurang asam lambung yang paling aman dan
direkomendasikan untuk diberikan pada ibu hamil
adalah golongan H2 blocker yakni ranitidin dan
simetidin dengan dosis oral dua kali 150 mg sehari.
Bila perlu, tambahkan metilprednisolon 15-20 mg IV
tiap 8 jam ATAU ondansetron 8 mg selama 15 menit
IV tiap 12 jam atau 1 mg/ jam terus-menerus selama
24 jam.
Awasi komplikasi mual dan muntah serta hiperemesis
gravidarum, seperti gastroesopagheal reflux disease
(GERD), ruptur esofagus, perdarahan saluran cerna
bagian atas, dan defisiensi vitamin, terutama thiamine.
7) Hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus dirawat
inap di rumah sakit.
▪ Kadang-kadang pada beberapa wanita, hanya
tidur dirumah sakit saja, telah banyak mengurangi
mual muntahnya
▪ Isolasi. Jangan terlalu banyak tamu, kalau perlu
hanya perawat dan dokter saja yang boleh masuk.
Kadang kala hal ini saja, tanpa pengobatan
khusus telah mengurangi mual dan muntah
▪ Terapi psikologik. Berikan pengertian bahwa
kehamilan adalah suatu hal yang wajar, normal
dan fisiologis, jadi tidak perlu takut dan khawatir.

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 11


Cari dan coba hilangkan faktor psikologis seperti
keadaan sosio ekonomi, pekerjaan serta
lingkungan
▪ Penambahan cairan. Berikan infus dekstrosa atau
glukosa 5 % sebanyak 2-3 liter dalam 24 jam.
▪ Berikan obat-obatan seperti yang telah
dikemukakan diatas
▪ Pada beberapa kasus bila tidak ada perbaikan
setelah penanganan awal segera melakukan
rujukan.

Kriteria Rujukan

1. Ditemukan gejala klinis dan ada gangguan


kesadaran (tingkat 2 dan 3).
2. Adanya komplikasi gastroesopagheal reflux
disease (GERD), ruptur esofagus, perdarahan
saluran cerna atas dan kemungkinan defisiensi
vitamin terutama thiamine.
3. Pasien telah mendapatkan tindakan awal
kegawatdaruratan sebelum proses rujukan.

2. PERDARAHAN PADA KEHAMILAN MUDA


A. Batasan
Perdarahan dari jalan lahir pada usia kehamilan dibawah
20 minggu.

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 12


B. Penilaian Klinik
Gejala dan tanda jenis-jenis perdarahan pada kehamilan
muda dapat dilihat pada table berikut :
Pemeriks
Gejala Tanda Diagnosis
aan
• Amenore • Uterus lebih • T3&T4 Abortus mola
• Hiperemesis besar dari usia • Titer
• Perdarahan kehamilan hCG
bercak bulanan • Serviks dan • PA
yang berlanjut dgn korpus sangat • Foto
perdarahan lunak thorax
banyak • Keluar
• Tirotoksikosis gelembung
mola dan
jaringan
• Kista lutein
• Amenore • Uterus lebih • Kuldosin Kehamilan
Mengidam kecil dari usia te-sis ektopik
• Perdarahan bercak kehamilan • USG terganggu
atau sedang yang • Massa pada • Reaksi
berlanjut dengan adnexa Arias
nyeri perut bawah • Nyeri goyang Stella
• Pre-syok/syok portio
yang tidak sesuai • Kavum
dengan jumlah Douglasi
perdarahan menonjol

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 13


• Cairan bebas
dalam perut
• Amenore • Uterus sesuai • USG Abortus
• Mengidam dengan usia insipiens
• Kram suprasimfisis kehamilan atau
• Perdarahan • Perdarahan inkomplit
sedang hingga keluar melalui
hebat ostium
• Pre-syok/syok • Serviks
tergantung dari terbuka
jumlah perdarahan • Tampak
selaput
ketuban atau
fragmen
konsepsi
• Amenore • Uterus sesuai • USG Robekan
• Mengidam dengan usia dinding
• Perdarahan kehamilan vagina atau
banyak • Portio livide forniks
pascakoital/traum dan lunak
a • Perdarahan
• Kondisi keadaan dari dinding
umum sesuai vagina atau
dengan jumlah forniks
perdarahan posterior atau
lateral

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 14


• Laserasi pada
fourchette atau
labia minora
Tabel 1. Gejala dan Tanda Perdarahan pada Kehamilan
Muda

1) Abortus
a) Definisi
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
b) Gejala dan Tanda
Untuk wanita yang masih dalam usia reproduksi,
sebaiknya dipikirkan suatu abortus inkomplit apabila :
• Terlambat haid (tidak datang haid lebih dari saru
bulan, dihitung dari haid terakhir)
• Terjadi perdarahan per vaginam
• Spasme atau nyeri perut bawah (seperti kontraksi
saat persalinan)
• Keluarnya massa kehamilan (fragmen plasenta)
Apabila tidak terdapat gejala tersebut diatas,
dipertimbangkan diagnosis lain (mis, infeksi panggul).
Terminasi kehamilan secara paksa dilakukan dengan
memasukkan kayu, plastik atau benda tajam lainnya
kedalam kavum uteri dan ini menjadi penyebab utama
dari berbagai komplikasi serius abortus. Karena

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 15


berbagai alasan tertentu, kebanyakan pasien abortus
provokatus, segan atau dengan sengaja
menyembunyikan penyebab abortus yang dapat
membahayakan atau mengancam keselamatan jiwa
pasien.

c) Penapisan Komplikasi Serius


Bila seorang pasien datang dengan dugaan suatu
abortus inkomplit penting sekali segera menentukan
ada-tidaknya komplikasi berbahaya (syok,
perdarahan hebat, infeksi/sepsis dan trauma intra
abdomen/perforasi uterus). Bila ditemui komplikasi
yang membahayakan jiwa pasien maka harus segera
dilakukan upaya stabilisasi sebelum penanganan
lanjut/merujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.

d) Riwayat Medik
Informasi khusus tentang reproduksi, yang harus
diperoleh diantaranya:
(1) Hari pertama haid terakhir dan kapan mulai
terlambat haid
(2) Perdarahan per vaginam (lama dan jumlahnya)
(3) Alat kontrasepsi yang sedang digunakan (amenore
akibat kontrasepsi hormonal dapat dikelirukan
dengan abortus bila kemudian terjadi menoragia)
(4) Demam, menggigil atau kelemahan umum
(5) Nyeri abdomen atau punggung/bahu (berkaitan

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 16


dengan trauma intra abdomen)
(6) Riwayat vaksinasi dan kemungkinan risiko tetanus
(abortus provokatus).
Informasi medik yang penting meliputi:
• Alergi obat (anestesi atau antibiotika)
• Gangguan hematologi (anemia bulan sabit/sickle
cell anaemia, thalasemia, hemofili atau gangguan
pembekuan darah)
• Penggunaan obat jangka panjang (misalnya,
kortikosteroid)
• Minum jamu atau obat-obatan yang tidak jelas
komposisi dan khasiatnya (apabila bersifat toksik,
dapat menimbulkan efek samping yang serius)
• Kondisi gangguan kesehatan lain (misalnya,
malaria pada kehamilan)
e) Pemeriksaan
(1) Pemeriksaan Fisik
Penting untuk diperhatikan :
• Periksa dan catat tanda vital (temperatur,
tekanan darah, pernafasan, nadi)
• Gangguan kesehatan umum (anemia, kurang
gizi, keadaan umum jelek)
• Periksa keadaan paru, jantung dan ekstremitas
(2) Pemeriksaan Abdomen
Periksa adanya :
• Massa atau kelainan intra abdomen lainnya
• Perut kembung dengan bising usus melemah
Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 17
• Nyeri ulang-lepas
• Nyeri atau kaku dinding perut
(pelvik/suprapubik)
(3) Pemeriksaan Panggul
Tujuan utama pemeriksaan panggul atau bimanual
adalah untuk:
• Mengetahui besar, arah, konsistensi uterus,
nyeri goyang serviks, nyeri tekan parametrium,
pembukaan ostium serviks.
• Melihat sumber perdarahan lain (trauma
vagina/serviks) selain akibat sisa konsepsi.
(4) Pemeriksaan dengan Spekulum (Inspekulo)
Sebelum memasukkan spekulum perhatikan :
• Daerah genitalia eksterna, perhatikan sifat dan
jumlah perdarahan per vaginam
• Darah yang bercampur dengan sekret yang
berbau
Setelah selesai melakukan pengamatan bagian
luar, lakukan inspekulo dengan menggunakan
spekulum untuk melihat dinding vagina dan
serviks.
(5) Pemeriksaan Bimanual
Apabila periksa luar, sulit menentukan tinggi
fundus uteri maka lakukan periksa dalam vagina
untuk mengetahui besar, arah dan konsistensi
uterus.
Nilai besar dan posisi uterus

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 18


Temuan yang pasti tentang besar dan arah uterus,
sangat menentukan keamanan dan keberhasilan
prosedur klinik yang akan dijalankan. Bila uterus
lebih besar dari dugaan usia kehamilan,
kemungkinannya adalah:
• Usia kehamilan lebih besar dari HPHT
• Hamil ganda/kembar
• Uterus dipenuhi bekuan darah (sindroma
pascakeguguran)
• Hamil Molahidatidosa
• Mioma uteri dengan kehamilan
Pada pemeriksaan dalam vagina, arah uterus
retroversi, obesitas atau kekakuan dinding perut,
akan menyulitkan perabaan uterus. Penting sekali
untuk mengetahui besar dan arah uterus sebelum
melakukan prosedur AVM. Arah Uterus Anteversi,
prosedur evakuasi massa kehamilan pada uterus
sangat anteversi atau antefleksi, sebaiknya
dilakukan dengan hati-hati karena uterus retroversi
memiliki risiko perforasi yang cukup tinggi. Arah
Uterus Lateroposisi, apabila oleh sebab tertentu,
uterus berada atau terdorong ke lateral maka
operator harus menyesuai-kan arah kanula pada
saat melakukan proses evakuasi, untuk
menghindarkan terjadinya perforasi.
f) Derajat Abortus

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 19


Dengan memperhatikan temuan dari pemeriksaan
panggul, tentukan derajat abortus yang dialami pasien.
Pada abortus iminens, pasien harus diistirahatkan
atau tirah baring total selama 24-48 jam. Bila
perdarahan berlanjut dan jumlahnya semakin banyak,
atau jika kemudian timbul gangguan lain (misalnya,
terdapat tanda-tanda infeksi) pasien harus dievaluasi
ulang dengan segera. Bila keadaannya membaik,
pasien dipulangkan dan dianjurkan periksa ulang 1
hingga 2 minggu mendatang. Untuk abortus insipiens
atau inkomplit, harus dilakukan evakuasi semua sisa
konsepsi. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
hasil proses evakuasi untuk menentukan adanya
massa kehamilan dan bersihnya kavum uteri.
Karena waktu paruh hCG adalah 60 jam, pada
beberapa kasus, uji kehamilan dengan dasar deteksi
hCG, akan memberi hasil positif beberapa hari pasca
keguguran Evaluasi Medik
Riwayat Medik Tanya dan Catat :
• Lamanya tidak datang haid (HPHT dan
dugaan usia kehamilan)
• Perdarahan per vaginam (lama dan
jumlahnya)
• Apakah sedang menggunakan alat
kontrasepsi (AKDR, Implant, suntik, pil)
• Spasme atau kram (lama dan
intensitasnya)

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 20


• Nyeri abdomen atau punggung (dugaan
trauma intra abdomen)
• Jaringan yang keluar (massa kehamilan)
• Alergi obat
• Gangguan pembekuan darah atau
perdarahan
• Minum jamu atau bahan berbahaya
lainnya
• Kondisi kesehatan lainnya
Pemeriksaan • Periksa dan catat tanda vital (temperatur,
Fisik nadi, tekanan darah, pernafasan)
• Nilai keadaan umum (kurang gizi, anemia,
kelemahan)
• Periksa jantung, paru dan abdomen
(cembung, tegang dan nyeri tekan/peritonitis
lokal, lokasi dan intensitas nyeri, nyeri ulang-
lepas, tumor, bising usus)
Pemeriksaan • Bersihkan bekuan darah dan massa
Panggul kehamilan dalam lumen vagina dan ostium
serviks
• Perhatikan adanya sekret yang berbau
• Sifat dan jumlah perdarahan
• Pembukaan serviks
• Besar (sesuaikan dengan HPHT),
konsistensi dan arah uterus

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 21


• Nyeri goyang serviks atau nyeri tekan
parametrium atau nyeri pada organ
• genitalia dalam lain (lokasi, intensitas)
• Tumor Pelvik

Tabel 2. Evaluasi Medik

Jenis dan Derajat Abortus

Diagnosi Perdaraha Serviks Besar Gejala Lain


s n Uterus
Abortus Sedikit- Tertutu Sesuai - Plano test
Iminens sedang p dengan (+)
usia - Kram
kehamilan - Uterus
lunak
Abortus Sedang - Terbuka Sesuai - Kram
insipiens banyak atau lebih - Uterus
kecil lunak
Abortus Sedikit - Terbuka Lebih kecil - Kram
inkomplit banyak (lunak) dari usia - Keluar
kehamilan jaringan
i - Uterus
lunak

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 22


Abortus Sedikit/tidak Lunak Lebih kecil - Sedikit/tak
komplit ada (terbuka dari usia kram
atau kehamilan - Keluar
tertutup) jaringan
- Uterus
kenyal
Tabel 3. Jenis dan Derajat Abortus
Karena lapisan antara plasenta dan desidua basal baru
sempurna pada minggu ke 28 kehamilan maka (secara histologis)
sulit terjadi pengeluaran spontan seluruh massa kehamilan pada
peristiwa abortus (baik spontan maupun buatan). Secara klinis,
abortus komplit, tidak memerlukan prosedur evakuasi.

Penatalaksanaan Umum

Pada keadaan abortus kondisi ibu bisa memburuk dan


menyebabkan komplikasi. Hal pertama yang harus dilakukan
adalah penilaian cepat terhadap tanda vital (nada, tekanan darah,
pernasapan dan suhu).
Pada kondisi di jumpai tanda sepsis atau dugaan abortus dengan
komplikasi, berikan antibiotika dengan kombinasi:

1. Ampicilin 2 gr IV /IM kemudian 1 gr setiap 6 jam


2. Gentamicin 5 mg/KgBB setiap 24 jam
3. Metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam
4. Segera melakukan rujukan ke pelayanan kesehatan Sekunder
/ RS

Penatalaksaan Khusus sesuai dengan Jenis Abortus


Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 23
1. Abortus imminens:

a. Pertahankan kehamilan
b. Tidak perlu pengobatan khusus
c. Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau hubungan
seksual
d. Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya pada
pemeriksaan

antenatal termasuk pemantauan kadar Hb dan USG panggul


serial setiap 4 minggu. Lakukan penilaian ulang bila
perdarahan terjadi lagi

e. Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan USG,


nilai kemungkinan adanya penyebab lain.
f. Tablet penambah darah
g. Vitamin ibu hamil diteruskan

2. Abortus insipiens

A. Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan risiko dan


rasa tidak nyaman selama tindakan evakuasi, serta
memberikan informasi mengenai

kontrasepsi paska keguguran.

1. Jika usia kehamilan < 16 minggu : lakukan evakuasi isi


uterus; Jika evakuasi tidak dapat dilakuka segera: berikan
ergometrin 0.2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila
perlu)
Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 24
2. Jika usia kehamilan > 16 minggu: Tunggu pengeluaran hasil
konsepsi secara spontan dan evakuasi hasil konsepsi dari
dalam uterus. Bila perlu berikan infus oksitosin 40 IU dalam
1 L NaCl 0,9% atau RL dengan kecepatan 40 tetes per menit
3. Lakukan pemantauan paska tindakan setiap 30 menit
selama 2 jam, Bila kondisi baik dapat dipindahkan ke ruang
rawat.
4. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan
kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium
5. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda
akut abdomen, dan produksi urin tiap 6 jam selama 24 jam.
Periksa kadar Hb setelah 24 jam. Bila kadar Hb > 8gr/dl dan
keadaan umum baik, ibu diperbolehkan pulang

3. Abortus inkomplit

a. Lakukan konseling
b. Observasi tanda vital (tensi, nadi, suhu, respirasi)
c. Evaluasi tanda-tanda syok, bila terjadi syok karena perdarahan,
pasang IV line (bila perlu 2 jalur) segera berikan infus cairan
NaCl fisiologis atau cairan ringer laktat disusul dengan darah.
d. Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan <16
minggu, gunakan jari atau forcep cincin untuk mengeluarkan
hasil konsepsi yang mencuat dari serviks
Jika perdarahan berat dan usia kehamilan < 16 minggu, lakukan
evakuasi isi uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) merupakan
metode yang dianjurkan. Kuret tajam sebaiknya hanya
dilakukan apabila AVM tidak tersedia. Jika evakuasi tidak dapat
Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 25
dilakuka segera: berikan ergometrin 0.2 mg IM (dapat diulang
15 menit kemudian bila perlu)
e. Jika usia kehamilan > 16 minggu berikan infus oksitosin 40 IU
dalam 1 L NaCl 0,9% atau RL dengan kecepatan 40 tetes per
menit
f. Lakukan pemantauan paska tindakan setiap 30 menit selama 2
jam, Bila kondisi baik dapat dipindahkan ke ruang rawat.
g. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan
kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium
h. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda
akut abdomen, dan produksi urin tiap 6 jam selama 24 jam.
Periksa kadar Hb setelah 24 jam. Bila kadar Hb > 8gr/dl dan
keadaan umum baik, ibu diperbolehkan pulang

B. Abortus komplit

Tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila


menderita anemia perlu diberikan sulfas ferosus dan dianjurkan
supaya makanannya mengandung banyak protein, vitamin dan
mineral.

Kriteria Rujukan:
Abortus Insipiens, Abortus Inkomplit, perdarahan yang banyak,
nyeri perut, ada pembukaan serviks, demam, darah cairan
berbau dan kotor.
1) Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
Kehamilan ektopik ialah terjadinya implantasi (kehamilan)
di luar kavum uteri. Kebanyakan kehamilan ektopik terjadi

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 26


di tuba, hanya sebagian kecil di ovarium, kavum abdomen
dan kornu. Kejadian kehamilan ektopik ialah 4,5 – 19,7
per 1000 kehamilan.
Beberapa faktor risiko ialah: radang pelvik, bekas ektopik,
operasi pelvik, anomali tuba, endometriosis dan perokok.

Gejala trias yang klasik pada kasus KET ialah amenore,


nyeri perut dan perdarahan per vaginam.
Pada kondisi perdarahan dapat ditemukan syok dan nyeri
hebat di perut bawah. Uterus mungkin lebih besar sedikit
dan mungkin terdapat massa tumor di adneksa.

Pemeriksaan fisik:

• Anemis

• Tanda-tanda syok: tekanan darah turun, nadi cepat


akral dingin

• Nyeri tekan pada perut

• Perut teraba tegang

• Pemeriksaan Lab : Tes kehamilan (+)

Dengan pemeriksaan USG, kehamilan intrauterin akan


dapat ditentukan, jika tidak didapatkan kantong

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 27


kehamilan intrauterine sebaiknya harus dicari adanya
kantong gestasi atau massa di adneksa/kavum Douglas.
Bila ditemukan kantong gestasi intrauterin (dengan USG
abdomen), biasanya kadar B-hCG ialah 6500 iu atau 1500
iu bila dilakukan USG transvaginal. Bila ditemukan kadar
seperti itu dan tidak ditemukan kehamilan intrauterin,
carilah adanya kehamilan ekstrauterin.

Penanganan : - Pasang infus

- Stabilisasi Pasien dan segera


melakukan rujukan

3. PERDARAHAN PADA KEHAMILAN LANJUT


A. Definisi
Perdarahan dalam kehamilan yang terjadi setelah usia
gestasi di atas 20 minggu sampai sebelum persalinan.
B. Gejala dan Tanda

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 28


Gejala dan Tanda Faktor Penyulit
Diagnosis
Utama Predisposisi Lainnya

• Perdarahan Nullipara atau • Umumnya Plasenta


tanpa nyeri multipara tidak ada Previa
dengan usia • Bagian
gestasi di atas terendah tidak
22 minggu masuk pintu
• Darah segar panggul
atau kehitaman (gangguan
dengan bekuan akomodasi)
• Perdarahan • Gawat janin
dapat setelah
miksi atau
defekasi,
aktivitas fisik,
kontraksi
braxton hicks,
trauma atau
koitus.
• Perdarahan • Hipertensi • Syok yang Solusio
dengan nyeri • Versi luar tidak sesuai Plasenta
intermitten atau • Trauma abdomen dengan
menetap • Polihidramnion jumlah darah
• Warna darah • Gemelli yang keluar
kehitaman dan • Defisiensi nutritif (tipe
cair tetapi tersembunyi)

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 29


mungkin • Anemia berat
terdapat bekuan • Melemah
bila solusio atau
relatif baru hilangnya
• Bila jenis gerak fetus
terbuka, terjadi • Gawat janin
perdarahan atau
dengan warna hilangnya DJJ
merah segar. • Uterus tegang
dan nyeri

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 30


• Kelelahan dan • Pernah operasi • Syok atau Ruptur
dehidrasi sesar takikardi Uteri
• Adanya • Partus lama atau • Hilangnya
konstriksi Bandl kasep gerak dan DJJ
• Nyeri perut • Disproporsi • Bentuk uterus
bawah yang kepala/fetopelvik abnormal atau
hebat sebelum • Kelainan konturnya
terjadi letak/presentasi tidak jelas
perdarahan dan • Persalinan • Nyeri
syok. traumatik raba/tekan
• Setelah fase dinding perut
diatas, dan bagian-
kontraksi, nyeri bagian anak
dan gerakan mudah
bayi dipalpasi
menghilang
(kondisi khas ini
sulit dikenali bila
ibu syok dan
perut kembung)
• Gejala di atas
tidak khas pada
bekas operasi
SC
• Perdarahan • Solusio plasenta • Perdarahan Gangguan
berwarna merah • Janin mati gusi pembekuan
segar dalam rahim darah

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 31


• Uji pembekuan • Eklampsia • Gambaran
darah tidak • Emboli air memar bawah
menunjukkan ketuban kulit
adanya bekuan • Perdarhan dari
darah setelah 7 tempat
menit suntikan dan
• Rendahnya jarum infus
factor
pembekuan
darah,
fibrinogen,
trombosit,
fragmentasi sel
darah merah
• Perdarahan saat • Kehamilan • Sulit dikenali Vasa previa
amniotomi atau multipara pada saat
selaput ketuban • Genetik pembukaan
pecah spontan • Tidak jelas masih kecil
• Pulsasi di kaitannya sehingga
sepanjang alur dengan perdarahan
pembuluh beberapa faktor dapat terjadi
secara
mendadak
Tabel 4. Perdarahan pada Kehamilan Lanjut

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 32


C. Penatalaksaan Umum
• Siapkan fasilitas tindakan gawatdarurat karena
perdarahan antepartum merupakan komplikasi yang
dapat membahayakan keselamatan ibu.
• Setiap tingkat fasilitas pelayanan harus dapat
mengenali, melakukan stabilisasi, merujuk dan
menatalaksana komplikasi pada ibu dan anak sesuai
dengan jenjang kemampuan yang ada.
• Setiap kasus perdarahan antepartum memerlukan
rawat-inap dan penatalaksanaan segera.
• Lakukan restorasi cairan dan darah sesuai dengan
keperluan untuk memenuhi defisit dan tingkat
gawatdarurat yang terjadi.
• Tegakkan diagnosis kerja secara cepat dan akurat
karena hal ini sangat mempengaruhi hasil
penatalaksanaan perdarahan antepartum.
• Tindakan konservatif dilakukan selama kondisi masih
memungkinkan dan mengacu pada upaya untuk
memperbesar kemungkinan hidup bayi yang
dikandung.
• Pada kondisi yang sangat gawat, keselamatan ibu
merupakan pertimbangan utama.
• Luas implantasi plasenta previa akan sangat
menentukan derajat komplikasi yang mungkin terjadi
dan jenis tindakan yang akan dilakukan.
• Perhatikan riwayat perdarahan plasenta previa
(perdarahan bercak dan berhenti secara spontan,
Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 33
perdarahan ulangan atau banyak disertai syok) karena
merupakan masukan bagi tindakan konservatif atau
aktif.
• Pemeriksaan dalam hanya diperkenankan apabila
dilakukan di atas meja operasi dan tindakan seksio
sesar telah disiapkan. Pengecualian untuk manuver ini
adalah pada pasien dengan kondisi sangat anemis
dan kesimpulan klinik menunjukkan bahwa kasus ini
adalah perdarahan hebat yang disebabkan oleh
plasenta previa.
• Pemeriksaan inspekulo secara hati-hati dan benar,
hanya untuk penapisan sumber perdarahan (dari
kanalis servisis yang berkaitan dengan dugaan
plasenta previa atau sumber lain seperti servisitis,
polip, keganasan, laserasi atau trauma)
• Pemeriksaan Ultrasonografi

Bila pemeriksaan ini dilakukan secara akurat maka implantasi


plasenta dapat ditentukan berdasarkan level plasenta dan bagian
terendah janin. Sonogram yang mengesankan perluasan implantasi
plasenta berada di dekat serviks atau lebih rendah dari bagian
terendah janin atau terdapat jarak (gap) antara kepala bayi dan
segmen bawah rahim maka diagnosis plasenta previa sudap dapat
ditegakkan.

Bila tidak dijumpai plasenta previa, lakukan pemeriksaan inspekulo


untuk melihat sumber perdarahan lain (serviks, forniks atau dinding
vagina).

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 34


4. PRE EKLAMPSIA/EKLAMPSIA
a. Pendahuluan
Penyakit tekanan darah tinggi salah satu komplikasi
selama kehamilan yang merupakan penyebab utama
kematian ibu di Indonesia yang terkait dengan 27%
penyebab obstetrik langsung dan 22% dari semua
kematian ibu.
b. Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan
1) Hipertensi Kronis
• Hipertensi yang terjadi sebelum kehamilan atau
sebelum usia kehamilan 20 minggu
• Tekanan darah 140/90 mmHg untuk pertama
kalinya selama kehamilan dan terus bertahan
setelah 12 minggu pasca persalinan.
2) Pre Eklampsia
a) Pre Eklampsia
Tekanan darah > 140/90 mmHg setelah usia
kehamilan 20 minggu dan ada minimal 1 dari
gejala berikut :
• Proteinuria ≥ 1+ pada pengukuran dengan
dipstick urin atau kadar protein total ≥
300mg/24jam
• Serum kreatinin > 1,1 mg/dL
• Edema paru
• Peningkatan fungsi hati > 2 kali

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 35


• Trombosit < 100.0000
• Nyeri kepala, nyeri epigastrium dan gangguan
penglihatan
b) Pre Eklampsia Berat
Jika salah satu dari :
• Tekanan darah ≥ 160/110mmHg
• Proteinuria ≥ 2+ pada pengukuran dengan
dipstick urin atau kadar protein total sebesar 2
gm /24 jam
• Kadar kreatinin darah melebihi 1,2 mg/dL
kecuali telah diketahui meningkat sebelumnya
• Enzim hati yang
meningkat > 2 kali (SGOT,
SGPT, LDH)
• Hitung trombosit
< 100,000/mm3
• Edema paru
• Sakit kepala yang terus bertahan atau
gangguan serebral atau visual lain
• Nyeri epigastrik yang terus menerus
3) Eklampsia
Kelainan pada masa kehamilan, saat persalinan,
atau setelah persalinan yang merupakan komplikasi
berat dari pre-eklampsia, ditandai dengan timbulnya
kejang dan dapat disertai koma. Kejang konvulsi
yang bukan disebabkan oleh infeksi atau trauma
4) Sindrom HELLP
Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 36
Keterlibatan hematologis dan hepatik pada pasien
dengan pre-eklamsia berat yang menyebabkan
hemolisis, peningkatan enzim hati dan hitung
trombosit yang rendah (HELLP)
5) Pre Eklampsia Superimposed
• Kondisi hipertensi kronis yang memberat setelah
usia kehamilan 20 minggu disertai tanda - tanda
preeklampsia
6) Hipertensi Gestasional
• Hipertensi yang terjadi sesudah usia kehamilan
20 minggu tanpa disertai tanda-tanda
preeklampsia
c. Faktor-faktor Predisposisi
• Usia: primigravida dengan usia di bawah 20 tahun dan
semua ibu dengan uasia di atas 35 tahun dianggap
lebih rentan.
• Paritas: primigravida memiliki insidensi hipertensi
hampir dua kali lipat.
• Status sosial ekonomi: pre-eklamsia dan ecklampsia
lebih umum ditemui di kelompok sosial ekonomi
rendah.
• Predisposisi genetik: bukti adanya pewarisan secara
genetik paling mungkin disebabkan oleh turunan
resesif.
• Komplikasi obstetrik: kehamilan kembar, kehamilan
mola atau hydrops fetalis.

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 37


• Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya: hipertensi
kronis, penyakit ginjal, diabetes mellitus, Systemic
Lupus Erythematosus (SLE), sindrom antifosfolipid
antibodi.
d. Perubahan-perubahan Patofiologis dalam Pre-
Eklamsia
Perfusi uteroplasental yang berkurang dan mengarah ke:
• Disfungsi endotel yang menyebabkan edema,
proteinuria dan hemokonsentrasi.
• Vasospasme yang menyebabkan hipertensi, oliguria,
iskemia organ, solusio plasenta dan terjadinya kejang-
kejang.
• Aktifasi koagulasi yang menyebabkan
trombositopenia dan pelepasan zat molekul
berbahaya (sitokin dan lipid peroksidase) yang
menyebabkan penurunan perfusi uteroplasenta lebih
lanjut.
• Pelepasan molekul vasoaktif seperti prostaglandin,
nitrit oksida, dan endotelin, yang seluruhnya
menurunkan perfusi uteroplasenta.
e. Patologi dan Patogenesis
Tiga lesi patologis utama yang terutama berkaitan
dengan pre-eklampsia dan eklampsia:
• Perdarahan dan nekrosis di banyak organ, sekunder
terhadap konstriksi kapiler
• Endoteliosis kapiler glomerular
• Tidak adanya dilatasi arteri spiral

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 38


f. Diagnosis
1) Anamnesis
a) Riwayat pribadi
Usia, pekerjaan, status sosial ekonomi
b) Riwayat di masa lalu
• Pengobatan medis antihipertensi sebelumnya.
• Kerusakan ginjal sebelumnya (gagal ginjal,
glomerulonefritis, jantung polisistik atau
nefropati diabetik).
• Diabetes Mellitus
• Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
c) Riwayat menstruasi
HPHT, tanggal perkiraan kelahiran, usia
kehamilan
d) Riwayat obstetrik
• Jumlah, cara dan hasil akhir persalinan
sebelumnya
• Peningkatan tekanan darah antepartum pada
kehamilan sebelumnya
• Pengobatan anti hipertensi pada kehamilan
sebelumnya
• Komplikasi antepartum terkait dengan pre-
eklampsia pada kehamilan sebelumnya
• Keluhan dan riwayat kehamilan saat ini

Catatan : Dengan asuhan antenatal yang sesuai, mayoritas kasus dapat d


secara dini dan minoritas kasus ditemukan secara tidak sengaja sebagai pre-e
berat.
e) Gejala-gejala :
Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 39
Setiap ibu hamil harus dicurigai preeklampsia
dengan gejala berikut:
• Sakit kepala: Sakit kepala bagian depan, tidak
hilang dengan menggunakan analgesik biasa,
tidak biasa pada kasus ringan, tidak dapat
diandalkan untuk mendiagnosis secara
mandiri.
• Manifestasi gastrointestinal: mual, muntah,
nyeri epigastrik dan hematemesis.

2) Pemeriksaan
a) Pemeriksaan Fisik
• Hipertensi: didefenisikan sebagai hasil
pengukuran sistolik menetap (selama
setidaknya 4 jam) ≥ 140-150 mmHg, atau
diastolik 90-100 mmHg. Pengukuran tekanan
darah bersifat sensitif terhadap posisi tubuh
ibu hamil sehingga posisi harus seragam,
terutama posisi duduk, pada lengan kiri setiap
kali pengukuran. Apabila tensi ≥ 160/110
maka kita dapat menetapkan Preeklampsia
Berat
• Edema: Meskipun tidak bersifat sensitif
maupun spesifik, edema teramati pada
sejumlah persentase besar ibu penderita pre-
eklamsia. Edema muncul secara sekunder
terhadap hipoalbuminemia dan kerusakan

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 40


endotelial kapiler. Edema mandiri yang cukup
jelas (wajah dan tangan) mungkin pula
ditemui. Edema seringkali bermanifestasi
dalam bentuk kenaikan berat badan yang
sangat cepat.
• Manifestasi-manisfestasi ginjal termasuk
oliguria, hematuria, bahkan anuria pada
kasus-kasus parah.
b) Pemeriksaan Penunjang
• Kelainan hematologi: Peningkatan kadar
hematokrit dan trombositopenia merupakan
konsekuensi berkurangnya volume
intravaskuler (hipoalbuminemia) dan
hemolisis mikroangiopati.
• Kerusakan hati: Kerusakan hati tidak umum
ditemui bersamaan dengan pre-eklampsia
tetapi mungkin disebabkan oleh vasospasme
dan iskemia hepatik. Tanda-tandanya terlihat
dalam bentuk peningkatan enzim hati (SGOT,
SGPT).
• Gangguan hepatik dan hematologik: sindrom
HELLP merupakan varian unik dari hipertensi
dalam kehamilan (HDK) yang terjadi ketika
abnormalitas hepatik dan hematologik
muncul secara bersama-sama (hemolisis,
peningkatan enzim hati dan trombosit
rendah).

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 41


• Gangguan kardiopulmoner: resistensi
vaskuler sistemik yang tinggi merupakan
predisposisi bagi ibu dengan pre-eklamsia
berat hingga timbul oliguria, gagal ventrikuler
kiri dan edema paru. Edema paru dalam pre-
eklamsia bersifat sekunder terhadap gagal
ventrikuler kiri, kerusakan endotelial kapiler
paru dan oliguria.
• Gangguan janin: IUGR/ PJT (pertumbuhan
janin terhambat), oligohidramnion, persalinan
prematur iatrogenik dan solusio plasenta
semuanya bersifat sekunder untuk
perubahan perfusi utero-plasenta yang
meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
g. Indikator-indikator keparahan pre-eklamsia
• Keberadaan gejala, terutama sakit kepala, gangguan
penglihatan dan/atau nyeri perut atas (epigastrik
atau hipokondrial)
• TD diastolic ≥ 110 mmHg
• Proteinuria 2+ atau lebih jika diukur dengan dipstick
urin atau kadar protein total 2 gr/liter dalam sampel
urin 24 jam
• Oliguria
• Temuan laboratorium abnormal, khususnya kreatinin
serum yang meningkat, trombositopenia,
hyperbilirubinemia dan/atau enzim hati yang
meningkat.

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 42


• Pertumbuhan janin terhambat yang jelas dan/atau
oligohidramnion
• Efek-efek neurologi :
h. Penatalaksaan Pre Eklampsia
Preeklampsia dapat merupakan suatu penyakit yang
fatal. Tidak terdapat program penapisan yang pasti
tersedia untuk kelainan ini sehingga deteksi dini dan
penatalaksanaan yang baik merupakan hal yang sangat
penting untuk memperbaiki hasil akhir ibu dan janin.
Penentuan persalinan, pencegahan kejang, pengobatan
hipertensi, penatalaksanaan cairan dan asuhan
pendukung untuk pencegahan komplikasi pada organ.

PENATALAKSANAAN PREEKLAMPSIA

Preeklampsia

Usia Usia
Kehamilan < Kehamilan ≥
37 mgg 37 mgg

Perawatan poliklinik
- Kontrol 2 kali perminggu
- Evaluasi gejala pemberatan preeklmapsia (tekanan darah, Terminasi
tanda impending, edemia paru Kehamilan
- Cek laboratorium (trombosit, serum kreatinin, albumin,
(AST/ALT) setiap minggu
- Evaluasi kondisi janin (hitung fetal kick count/hari,
kesejahteraan janin (NST dan USG) 2 kali/minggu, evaluasi
pertumbuhan janin setipa 2 minggu)

Perburukan kondisi maternal dan


janin/Preeklampsia Berat Usia
Kehamilan ≥ 37
mgg
Protokol Preeklampsia Berat

Gambar 1. Penatalaksanaan Pre-eklampsia

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 43


Pasien memenuhi persyaratan
perawatan konservatif
Preeklampsia dengan gejala berat

• Injeksi MgSO4 sesuai prosedur (Alternatif 1 / Alternatif 2 )


dilanjutkan hingga 24 jam
• Berikan pematangan paru (Dexamathason 2 x 6mg i.m
selama 2 hari atau bethametason 1 x 12 mg i.m selama 2
hari)
• Evaluasi keseimbangan cairan

Pindah ruangan, lakukan evaluasi ketat

MANAJEMEN Evaluasi Klinis Evaluasi Evaluasi Janin


KONSERVATIF • Kontrol tekanan darah Laboratorium • NST setiap minggu
• Evaluasi tanda • Trombosit, fungsi liver, • USG untuk evaluasi
PEB impending eklampsia fungsi ginjal, albumin kesejahteraan janin 2
(nyeri epigastrium, setiap minggu kali seminggu
nyeri kepala, mata • Evaluasi pertumbuhan
kabur) janin / 2 minggu

Semua parameter baik Salah satu parameter memburuk

Umur kehamilan ≥ 34 minggu Terminasi kehamilan


Terminasi kehamilan

Gambar 2. Manajemen Konservatif PEB

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 44


PENATALAKSANAAN PREEKLAMPSIA BERAT
Preeklampsia dengan gejala berat
• MRS, Evaluasi gejala, DJJ, dan cek
laboratorium ≥ 34 minggu
• Stabilisasi, pemberian MgSO4
profilaksis
• Anti HT jika TD ≥ 160/110

< 34 minggu

Jika didapatkan :
• Eklampsa
Jika usia kehamilan ≥ 24
• Edema paru minggu, janin hidup :
• DIC Berikan pematangan
Terminasi
• HT berat, tidak terkontrol paru (dosis tidak harus
kehamilan setelah
• Gawat janin Iya selalu lengkap) tanpa
stabilisasi
• Solusio plasenta ida menunda terminasi
• IUFD
• Janin tidak viabel (tergantung kasus)

Tidak

Jika didapatkan : Jika usia kehamilan >


• Gejala persisten 24 minggu :
• Sindrom HELLP Pematangan paru
• Pertumbuhan janin terhambat (inj. dexamethason
• Severe olygohydramnion Iya IM 2x6 mg atau
• Reversed end diastolic flow betamethason IM
• Gangguan renal berat 1x12 mg) 2x24 jam

Tidak

Perawatan konservatif :
• Evaluasi di kamar bersalin selama 24-48 jam • Usia kehamilan ≥
• Rawat inap hingga terminasi 34 minggu
• Stop MgSO4, profilaksis (1x24 jam) • KPP atau inpartu
• Pemberian anti HT jika TD ≥ 160/110 • Perburukan
• Pematangan paru 2x24 jam maternal - fetal
• Evaluasi maternal-fetal secara berkala

Gambar 3. Penatalaksaan Pre-Eklamisa Berat

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 45


Magnesium Sulfat
• Direkomendasikan sebagai terapi lini pertama
preeklampsia/ eklampsia
• Direkomendasikan sebagai profilaksis terhadap
eklampsia pada Pasien preeklamsia berat (I/A)
• Merupakan pilihan utama pada Pasien preeklampsia
berat dibandingkan diazepam atau fenitoin untuk
mencegah terjadinya kejang atau kejang berulang
(1a/A)
• Syarat pemberian MgSO4 :
- Ada reflex patella
- Jumlah urin minimal 0,5 ml/Kg BB/jam
- Pernapasan minimal 16 kali/menit
- Tersedia Calsium Glukonas 10%

Dosis dan cara pemberian MgSO4


• Loading dose : 4 g MgSO4 40% dalam 100 cc NaCL
: habis dalam 30 menit (73 tts/menit)
• Maintenance dose : 6 gr MgSO4 40% dalam 500 cc
Ringer Laktat selama 6 jam : (28 tts/menit)
• Awasi : volume urine, frekuensi nafas, dan reflex
patella setiap jam
• Pastikan tidak ada tanda-tanda intoksikasi
magnesium pada setiap pemberian MgSO4 ulangan
• Bila ada kejang ulangan : berikan 2 g MgSO4 40%, IV

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 46


Anti hipertensi
• Indikasi utama pemberian anti hipertensi ada
kehamilan adalah untuk keselamatan ibu dan
mencegah penyakit serebrovaskuler
• Obat anti hipertensi diberikan bila tekanan darah >
160/110 mmHg (II/A)
• Pemberian anti hipertensi pilihan pertama adalah
nifedipin oral, hydralazine, dan labetalol parenteral
(I/A)
• Alternatif anti hipertensi yang lain adalah: nitrogliserin,
metildopa, labetalol (I/B)
i. Predisi (penapisan) Pre Eklampsia
Saat ini tidak terdapat pemeriksaan tunggal yang dapat
diandalkan untuk digunakan di klinik (skrining dan deteksi
dini pre eklampsia dengan menggunakan buku KIA).
j. Pencegahan Pre Eklampsia
 Pencegahan Primer
- Perlu dilakukan skrining risiko terjadinya
preeklampsia untuk setiap wanita hamil sejak
awal kehamilannya
- Pemeriksaan skrining preeklamsia selain
menggunakan riwayat medis pasien seperti
penggunaan biomarker dan USG Doppler
Velocimetry masih belum dapat
direkomendasikan secara rutin, sampai metode
skrining tersebut terbukti meningkatkan luaran
kehamilan

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 47


 Pencegahan Sekunder
- Istirahat di rumah tidak di rekomendasikan untuk
pencegahan primer preeklamsia
- Tirah baring tidak direkomendasikan untuk
memperbaiki luaran pada wanita hamil dengan
hipertensi (dengan atau tanpa proteinuria).
- Pembatasan garam untuk mencegah
preeklamsia dan komplikasinya selama
kehamilan tidak direkomendasikan
direkomendasikan
- Penggunaan aspirin dosis rendah (75mg/hari)
direkomendasikan untuk prevensi preeklampsia
pada wanita dengan risiko tinggi
- Apirin dosis rendah sebagai prevensi
preeklampsia sebaiknya mulai digunakan
sebelum usia kehamilan 20 minggu
- Suplementasi kalsium minimal 1 g/hari
direkomendasikan terutama pada wanita dengan
asupan kalsium yang rendah
- Penggunaan aspirin dosis rendah dan suplemen
kalsium (minimal 1g/hari) direkomendasikan
sebagai prevensi preeklampsia pada wanita
dengan risiko tinggi terjadinya preeklamsia
- Pemberian vitamin C dan E tidak
direkomendasikan untuk diberikan dalam
pencegahan preeklampsia

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 48


Hipertensi Kronis dalam Kehamilan
• Diagnosis
- Riwayat sebelumnya
Hipertensi yang diobati sebelum kehamilan dengan
berbagai obat anti hipertensi, Masalah ginjal
- Riwayat obstetrik
 Kehamilan sebelumnya mungkin juga mengalami
hal yang sama
 Pre-eklampsia yang terjadi ketika ibu juga
mengalami hipertensi sebelumnya
 IUFD, IUGR, dan aborsi sebelumnya
- Riwayat keluarga
Riwayat hipertensi pada keluarga mungkin ditemui
- Gejala dan tanda
 Biasanya tanpa gejala
 Edema biasanya tidak ditemukan kecuali pre-
eklampsia terjadi bersamaan dengan keadaan
hipertensi kronis
• Pemeriksaan
- Hipertensi ditemui sebelum usia kehamilan 20
minggu
- Pembesaran jantung mungkin ada
- Edema biasanya terjadi ketika pre-eklampsia atau
gagal jantung terjadi akibat komplikasi hipertensi
• Pemeriksaan Laboratorium
- Analisis urin: proteinuria biasanya menunjukkan
adanya pre-eklampsia yang terjadi bersamaan

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 49


dengan hipertensi kronis
- Fungsi ginjal: mencatat kreatinin serum, asam urat
dan BUN baseline
- Pemeriksaan fundus: mendeteksi perubahan yang
terkait dengan hipertensi jangka panjang
• Penatalaksanaan
- Alfa metildopa (obat yang beraksi pada SSP). Dosis:
1-3 gm/hari
- Atenolol atau labetalol (beta blocker). Dosis:
• Atenolol 50 mg dosis awal; dapat ditingkatkan
hingga 200 mg/hari sekali sehari
• Labetalol 200-2000 mg/hari
- Nifedipin
• Blocker kanal kalsium. Dosis 30-90 mg/hari per
oral
• Diuretik tidak direkomendasikan untuk ibu hamil
• Inhibitor enzim yang mengubah angiotensin
merupakan kontraindikasi dalam kehamilan
- Terminasi dilakukan jika:
• Kematangan janin telah tercapai
• Gawat janin dan IUGR parah
• Komplikasi tambahan terjadi (pre-eklampsia
berat, solusio plasenta)

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 50


5. INFEKSI PADA KEHAMILAN
A. Definisi
Ibu hamil sangat peka terhadap terjadinya infeksi dari
berbagai mikroorganisme, secara fisiologik sistem imun
pada ibu hamil menurun. Infeksi bisa disebabkan oleh
bakteri, virus, dan parasit, sedangkan penularan dapat
terjadi intrauterine, pada waktu persalinan atau pasca
lahir.
Infeksi merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
kasus-kasus dengan perdarahan pada kehamilan muda
atau persalinan traumatik Sisa konsepsi atau debris
merupakan media yang baik bagi pertumbuhan

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 51


mikroorganisme. Infeksi tersebut umumnya terjadi akibat
prosedur pencegahan infeksi tidak dilakukan secara
benar. Infeksi lokal perlvik akan cepat berkembang
menjadi infeksi sistemik (sepsis) bila tidak ditangani
dengan segera dan memadai. Stabilisasi dan
pengobatan sumber infeksi, sangat diperlukan untuk
menyelamatkan jiwa pasien.
B. Tanda dan Gejala Infeksi
Berikut ini tanda-tanda atau gejala infeksi lokal atau
sistemik:
• Tanda-tanda:
- Demam (temperatur > 38°C), menggigil atau
berkeringat
- Sekret pervaginam yang berbau/keluar cairan
mukopurulen melalui ostium serviks
- Tegang/kaku dinding perut bawah (dengan atau
tanpa nyeri ulang-lepas)
- Nyeri goyang serviks (pada abortus infeksiosa)
• Gejala:
- Riwayat pengakhiran kehamilan secara paksa
atau persalinan traumatic
- Nyeri perut bawah
- Perdarahan pervaginam yang lama (> 8 hari)
- Kelemahan umum (gejala seperti flu)
Pada kasus infeksi, kemungkinan sepsis/syok septik
dengan melihat:
• Usia kehamilan

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 52


• Penyebab perdarahan
• Adanya trauma atau manipulasi yang berlebihan
• Demam tinggi (>40°C) atau dibawah normal
(<36,5°C)
• Adanya trauma intraabdomen atau syok
C. Jenis-jenis Infeksi
1) Infeksi Virus
a) Varicella – Zoster
Virus ini termasuk kelompok DNA Herpes Virus
dan hidup laten pada ganglion bagian belakang
setelah infeksi primer. Sebagian besar orang
dewasa ( 80 – 90 % ) pernah terinfeksi virus ini
sehingga sudah mempunyai kekebalan . jika
infeksi primer baru terjadi pada orang dewasa,
secara klinis akan lebih parah dan dikatakan 50 %
kematian infeksi ini, terjadi pada 5 % dari orang
dewasa yang terinfeksi secara primer. Pada
kehamilan infeksi primer varisela bisa mengalami
reaktivasi setelah beberapa tahun dalam bentuk
infeksi Herpes Zoster.

Pengaruh infeksi varicela pada kehamilan


Infeksi varisela pada ibu hamil trimester I mungkin
menyebabkan cacat bawaan seperti korioretinitis,
atrofi kortek serebri, hidronefrosis, dan kelainan
pada tulang dan kulit. Jika infeksi pada kehamilan
kurang dari 13 minggu, cacat bawaan terjadi

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 53


sebesar 0,2 %, jika pada kehamilan 13 – 20
minggu sebesar 2 %, tetapi jika infeksi terjadi
setelah 20 minggu umummnya tidak terjadi
kelainan. Masa inkubasi varisela virus umumnya
kurang dari 2 minggu. Jika persalinan terjadi
sebelum masa inkubasi atau pada persalinan,
maka karena antibodi pada tubuh ibu belum
terbentuk, bayi akan terinfeksi dan menimbulkan
cacat pada usus dan susunan saraf pusat.
b) Virus Hepatitis
Sampai saat ini telah dikenal tujuh macam Virus
Hepatitis (HVA,HVB,HCV,HDV, HEV, TTV, HGV).
Dua virus hepatitis yang terakhir belum diketahui
secara jelas pengaruhnya pada manusia. Infeksi
virus hepatitis yang bisa memberikan pengaruh
khusus pada kehamilan adalah infeksi Virus
Hepatitis B (VHB), Virus Hepatitis D ( VHD), dan
Virus Hepatitis E (VHE).
Pencegahan
• Kewaspadaan universal (universal precaution)
Hindari hubungan seksual dan pemakaian alat
atau bahan dari pengidap. Vaksinasi HB bagi
seluruh tenaga kesehatan sangat penting,
terutama yang sering terpapar dengan darah.
• Skrining HbsAg pada ibu hamil
Skrining HbsAg pada ibu hamil, terutama pada
daerah dimana terdapat prevalensi tinggi.

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 54


• Imunisasi
Penularan dari ibu kebayi sebagian besar dapat
dicegah dengan imunisasi. Pemerintah telah
menaruh perhatian besar terhadap penularan
vertikal VHB dengan membuat program
pemberian vaksinasi HB bagi semua bayi yang
lahir difasilitas pemerintah dengan dosis,
5mikrogram pada hari ke 0, 1 dan 6 bulan, tanpa
mengetahui bayi tersebut lahir dengan HbsAg
positif atau tidak.
c) Demam Dengue
Pengertian
Demam Dengue adalah merupakan infeksi Virus
Dengue (sero tipe 1, 2, 3, dan 4) yang merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang menonjol di
Asia Tenggara terutama di Indonesia.
Gejala klinik
Secara umum akan terjadi fase febril (febrile
phase) dimana terjadi panas tinggi mendadak dan
berkesinambungan 2-7 hari, kemudian terjadi fase
afebril, pasien tidak panas. Fase ini merupakan
fase kesembuhan pada DF, tetapi masih
merupakan fase kritis pada DHF. Pada awal sukar
dibedakan berdasarkan gejala apakah akan terjadi
DF atau DHF.
Penanganan

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 55


Tidak ada obat khusus. Pengobatan hanya
simptomatik dan suportif disertai pengawasan
ketat secara klinik maupun laboratorium.
Penanganan secara umum adalah sebagai
berikut:
• Istirahat
• Antiperitek untuk panas diatas diatas 39 °C
dengan paracetamol setiap 6 jam
• Kompres dengan air hangat (tepid water)
• Terapi rehidrasi (minum atau perenteral jika
tidak cukup)
• Pemeriksaan laboratorium khususnya Hb,
Leukosit, trombosit, dan hematokrit
• Pemeriksaan penunjang, antara lain foto
toraks dan USG
Penanganan pada Kehamilan
Sebaiknya ditangani oleh tim kalau mungkin
hindari persalinan berlangsung pada masa kritis.
Kalau terjadi persalinan, dilakukan pengawasan
intensif dan tindakan obstetrik dengan
kewaspadaan. Informasi atau informed consent
untuk pasien, suami serta keluarganya jangan
dilupakan.
d) Infeksi Malaria
Pada kehamilan malaria adalah penyakit infeksi
yang merupakan gabungan antara masalah
obstetrik, sosial, dan kesehatan masyarakat

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 56


dengan pemecahan multi dimensi dan multi
disiplin.
Diagnosis Malaria
• Anamnesis
- Demam, menggigil (dapat disertai mual,
muntah diare, nyeri otot, dan pegal)
- Riwayat sakit malaria, tinggal didaerah
endemik malaria, minum obat malaria 1
bulan terakhir, transfusi darah.
- Untuk tersangka malaria berat, dapat disertai
satu dari gejala dibawah, gangguan
kesadaran, kelemahan, umum, kejang,
panas tinggi, mata dan tubuh kuning,
perdarahan hidung, gusi, saluran cerna,
muntah, warna urin seperti teh tua, oliguria,
dan pucat.
• Pemeriksaan fisik; panas, pucat, splenomegali,
hepatomegali.
• Pemeriksaan mikroskopik; sedioaan darah
(tetes tebal/tipis) untuk menetukan ada tidaknya
parasit malaria, spesies, dan kepadatan parasit
Kompilasi
Terdapat tendensi bahwa komplikasi lebih sering
terjadi pada kehamilan dan lebih berat. Komplikasi
yang sering terjadi pada kehamilan dan lebih
berat. Komplikasi yang sering terjadi adalah:
• Hipoglikemia

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 57


• Edem paru
• Anemia berat
Penanganan malaria pada kehamilan :
• Pengobatan pada malaria
• Penanganan komplikasi
• Penanganan persalinan
e) Demam Tifoid
Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan
masyarakat terutama di daerah yang sedang
berkembang karena erat hubungannya dengan
kemiskinan, pengetahuan yang rendah, hygiene
dan sanitasi jelek. Penyebabnya adalah
Salmonella typhi dengan masa inkubasi antara 3 -
60 hari. Di Indonesia rata-rata terdapat 900.000
kasus, 91 % pada umur 3 – 19 tahun dengan
20.000 kematian setiap tahun. Penyakit ini
ditandai dengan panas tinggi dan persisten 7 - 10
hari, disertai sakit kepala, malaise, gangguan
defikasi ( obstipasi atau diare ). Pada daerah
endemik gejala klinik sering terjadi multidrug
resistant sehingga pasien akan kelihatan lebih
toksik dengan gangguan kesadaran,
hepatomegali, DIC, dan komplikasi lainnya. Infeksi
akut bisa mengalami komplikasisebesar 10,
bergantung pada kondisi klinik dan kualitas
perwatan yang ada. Komplikasi yang sering terjadi

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 58


adalah perforasi usus (3%), dimana keadaan ini
akan sangat mempengaruhi prognosis.
Pengaruh pada kehamilan terjadi karena panas
yang lama dan tinggi disamping keadaan umum
yang jelek sehingga menyebabkan keguguran,
persalinan prematur, dan kematian janin intera
uterin terutama kalau terjadi infeksi pada trimester
pertama dan kedua. Morbidatas dan mortalitas
bisa terjadi lebih tinggi pada kehamilan.
Kehamilan sendiri tidak mempengaruhi jalannya
penyakit. Dengan berkembangnya antibiotika dan
penanganan terhadap penyakit ini morbidatas dan
mortalitas demam tifoid dapat diturunkan secara
bermakna.

2) Infeksi Menular Seksual


Infeksi menular seksual (IMS) adalah infeksi yang
disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, atau jamur,
yang penularannya terutama melalui hubungan
seksual dari seseorang yang terinfeksi kepada mitra
seksualnya. Infeksi menular seksual merupakan salah
satu penyebab infeksi saluran reproduksi (ISR). Tidak
semua IMS menyebabkan ISR, dan sebaliknya tidak
semua ISR disebabkan IMS.
• Infeksi menular seksual, misalnya gonore, sifilis,
trikomonisiasi, ulkus mole, herpes genetalis,
kondiloma akuminata, dan infeksi HIV

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 59


• Infeksi endogen oleh flora normal komensal yang
tumbuh berlebihan, misalnya kandidosis vaginalis
dan vaginosis bakterial
• Infeksi iatrogenik yang disebabkan bakteri atau
mikroorganisme yang masuk ke saluran reproduksi
akibat prosedur medik atau intervensi selama
kehamilan, pada waktu partus atau pacsapartus
dan dapat juga oleh karena kontaminasi instrumen.
Infeksi Menular Seksual (IMS) terdiri atas:
• Gonore
• Klamidiasis
• Trikomoniasis
• Vaginosis Bakterial
• Sifilis
• Genital Warts ( Kutil Kelamin )
• Herpes Genetalis
• Infeksi HIV dan AIDS

3) Infeksi TORCH.
Terdiri atas
• Infeksi Sitomegalovirus
• Toksoplasmosis Kongenital
• Rubela
• Herpes Simplex Virus
D. Penanganan Awal
Pengobatan segera pada sepsis akan menyelamatkan
pasien dari kondisi yang lebih buruk lagi. Sisa konsepsi
Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 60
merupakan sumber infeksi sehingga setelah kondisi
pasien stabil, harus dilakukan evakuasi. Trauma
intraabdomen, abses pelvik dan peritonitis, merupakan
indikasi untuk melakukan tindakan laparotomi (operatif).
Perhatian khusus sangat diperlukan dalam menangani
kasus-kasus infeksi dengan gas gangren dan/atau
tetanus. Bila ada sumber infeksi lain, lakukan tindakan
pengobatan yang sesuai.
E. Penanganan Lanjutan
Setelah penyebab infeksi ditangani dan antibiotika
diberikan, lanjutkan pengamatan tanda vital dan
keseluruhan kondisi pasien, Perhatikan keseimbangan
cairan dan produksi urin. Sesuaikan pengobatan yang
diberikan dengan perubahan kondisi pasien (oksigen,
obat vasoaktif, antibiotika, cairan dan sebagainya).dan
antibiotika diberikan, lanjutkan pengamatan tanda vital
dan keseluruhan kondisi pasien, Perhatikan
keseimbangan cairan dan produksi urin. Sesuaikan
pengobatan yang diberikan dengan perubahan kondisi
pasien (oksigen, obat vasoaktif, antibiotika, cairan dan
sebagainya).

6. KETUBAN PECAH SEBELUM WAKTUNYA (KPSW)


A. Definisi
Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri
atas amnion dan korin yang sangat erat ikatannya.
Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti sel epitel, sel

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 61


mesenkim, dan sel trofoblas yang terikat erat dalam
matriks kolagen. Selaput ketuban berfungsi
menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap
infeksi.
Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam
proses persalinan. Ketuban Pecah Sebelum Waktunya
(KPSW) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban
sebelum usia kehamilan sebelum persalinan. Bila KPSW
terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut KPSW
pada kehamilan prematur. Dalam keadaan normal 8 –
10% perempuan hamil aterm akan mengalami KPSW.
KPSW Prematur terjadi pada 1% kehamilan. Pecahnya
selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses
biokimia yang terjadi dalam kolagen metriks ekstra
selular amnion, korion, dan apoptosis membran janin.
Membran janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli
seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan
memproduksi mediator seperti prostaglandin, sitokinin,
dan protein hormon yang merangsang aktivitas “matrix
degrading enzym”.
B. Faktor Risiko
Faktor risiko untuk terjadinya Ketuban Pecah Sebelum
Waktunya ( KPSW ) adalah:
• Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen
kolagen;

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 62


• Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang
berakibat pertumbuhan struktur abnormal karena
antara lain merokok.
• Faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang yang
menjalar dari vagina. Ketuban Pecah Sebelum
Waktunya ( KPSW ) prematur sering terjadi pada
polihidramnion, inkompeten serviks, solusio
plasenta.
C. Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum
disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan
berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah
tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan
selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh
selaput ketuban rapuh.
Terdapat keseimbangan antara sintetsis dan degradasi
ekstraselular matriks. Perubahan struktur, jumlah sel,
dan katabilisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen
berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
D. Tanda dan Gejala
1) Keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning,
hijau atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus
banyak.
2) Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
3) Janin mudah diraba
4) Pada pemeriksaan dalam selaput ketuban tidak ada,
air ketuban kering

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 63


5) Inspekulo : tanpa air ketuban mengalir atau selaput
ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering.
E. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Sebelum
Waktunya (KPSW) bergantung pada usia kehamilan.
Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal,
persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat,
deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea,
atau gagalnya persalinan normal.
F. Penanganan
• Pastikan diagnosis
• Tentukan umur kehamilan
• Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun
infeksi janin
• Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan
janin
Penderita dengan kemungkinan Ketuban Pecah
Sebelum Waktunya (KPSW) harus masuk Rumah Sakit
untuk diperiksa lebih lanjut. Jika pada perawatan air
ketuban berhenti keluar, pasien dapat pulang untuk rawat
jalan. Bila terdapat persalinan dalam kala aktif,
korioamnionitis, gawat janin, persalinan determinasi. Bila
KPSW pada kehamilan prematur, diperlukan
penatalaksaan yang komprehensif. Secara umum
penatalaksanaan pasien Ketuban Pecah Sebelum
Waktunya (KPSW) yang tidak dalam persalinan serta

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 64


tidak ada infeksi dan gawat janin, penatalaksanaannya
bergantung pada usia kehamilan.

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 65


SEKARANG SAYA TAHU

1. Komplikasi kehamilan merupakan gangguan kesehatan yang


terjadi selama kehamilan dan dapat menyebabkan gangguan
pada kesehatan ibu dan kesehatan janin atau keduanya.
2. Seorang bidan bertugas untuk memberikan pelayanan pada ibu
hamil dan harus dapat mendeteksi secara dini setiap komplikasi
yang dapat dialami oleh ibu hamil dan memberikan intervensi
sesuai kewenangannya dan dapat melakukan rujukan tepat
waktu.
3. Setiap bidan diharapkan mampu melakukan deteksi dini pada
setiap komplikasi yang dapat dialami oleh ibu hamil, mulai dari
kasus Hiperemesis Gravidarum, Perdarahan pada kehamilan
muda, Perdarahan pada kehamilan lanjut,
Preeklampsia/eklampsia, Infeksi pada kehamilan, Ketuban
pecah sebelum waktunya

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 66


REFERENSI

1. Direktorat Kesehatan Keluarga, Peningkatan Kapasitas Bagi


Dokter di Kabupaten/Kota Lokus Percepatan Penurunan AKI
dan AKB Melalui Metode Blended Learning, Buku Acuan
Maternal, Direktorat. Jenderal Kesehatan Masyarakat,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020.
2. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Diagnosis dan
Tatalaksana Pre-Eklamsia, Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran, Himpunan Kedokteran Feto Maternal, 2016.
3. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2016, “Ilmu
Kebidanan“, Jakarta

Deteksi Dini Komplikasi Dalam Kehamilan (MPI 3) 67


Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || i
DAFTAR ISI

A. TENTANG MODUL INI 1

Deskripsi Singkat 2

Tujuan pembelajaran 2

Materi Pokok 3

Materi Pokok 1. Komunikasi Interpersonal/Konseling 5

1. Pendahuluan 5

2. Indikator Hasil Belajar 5

3. Sub Materi Pokok 5

4. Uraian Materi 6

5. Sekarang saya tahu materi pokok 1 18

Materi Pokok 2. Konseling pada Ibu Hamil 19

1. Pendahuluan 19

2. Indikator Hasil Belajar 20

3. Sub Materi Pokok 20

4. Uraian Materi 20

5. Sekarang Saya Tahu Materi Pokok 2 28

Referensi 29

Lampiran 31

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || ii


Tentang Modul Ini
A

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 1


DESKRIPSI SINGKAT

Mata pelatihan ini membahas tentang Komunikasi Interpersonal dan


Konseling. Selain itu dibahas pula mengenai teknik komunikasi efektif
berupa interaksi orang ke orang, dua arah, verbal non verbal saling
berbagi informasi dan perasaan antara individu dengan individu atau
antar individu dalam kelompok kecil melalui proses Komunikasi dan
Konseling, sehingga konseli mampu membuat keputusan untuk
memecahkan masalah kesehatan (Asuhan Ibu Hamil) yang dihadapi.

TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan
konseling pada ibu hamil dengan baik dan benar
2. Indikator Hasil Belajar
a. Menjelaskan KIP/K
b. Melakukan Konseling pada Ibu Hamil

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 2


MATERI POKOK

1. Komunikasi Interpersonal/Konseling
a. Deskripsi KIP/K
b. Pengenalan KIP/K
1) Jenis Komunikasi
2) Pengertian KIP/K
3) Faktor Penghambat KIP/K
4) Pengaruh Pemahaman Diri
2. Konseling pada Ibu Hamil
a. Keterampilan pelaksanaan Konseling
1) Keterampilan mendengar dan mempelajari
2) Keterampilan membangun kepercayaan diri dan
memberi dukungan
b. Konseling pada ibu hamil

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 3


B Kegiatan Belajar

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 4


MATERI POKOK 1
KOMUNIKASI INTERPERSONAL /
KONSELING
1. Pendahuluan

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang paling


banyak dilakukan oleh manusia sebagai makhluk sosial. Oleh
karenanya kemampuan berkomunikasi interpersonal adalah
suatu kemampuan yang paling dasar yang harus dimiliki
seorang yang bekerja pada sektor jasa, terlebih lagi seorang
bidan. Keahlian komunikasi interpersonal bagi bidan sangat
diperlukan oleh klien dan keluarganya. Bidan adalah orang yang
bertanggung jawab untuk menyediakan informasi dan edukasi
yang berkaitan dengan Kesehatan ibu dan anak sepanjang
siklus kehidupan perempuan, oleh sebab itu bidan dituntut untuk
mampu berkomunikasi interpersonal dengan baik dan efektif
sehingga pesan-pesan kesehatan dapat diterima dan diadopsi
dengan baik.

2. Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta mampu


menjelaskan KIP/K

3. Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 1:

a. Deskripsi KIP/K

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 5


b. Pengenalan KIP/K
1) Jenis Komunikasi
2) Pengertian KIP/K
3) Faktor Penghambat KIP/K
4) Pengaruh Pemahaman Diri terhadap KIP/K

4. Uraian Materi
a. Deskripsi KIP/K

1) Komunikasi

Pengertian komunikasi; Komunikasi berasal dari bahasa


latin, yaitu Communication yang berarti pemberitahuan
atau pertukaran pikiran. Dengan kata lain, komunikasi
merupakan sarana untuk mengadakan pertukaran ide,
pikiran dan perasaan atau keterangan dalam rangka
menciptakan rasa saling mengerti, saling percaya antara
bidan dan klien. Karena itu dapat dipahami bahwa
komunikasi besar sekali perannya dalam mewujudkan
hubungan yang baik antara bidan dan klien, dalam
memberikan asuhan kebidanan termasuk asuhan
antenatal.

2) Proses Komunikasi

Proses komunikasi merupakan interaksi antara dua orang


atau lebih, untuk menyampaikan suatu pesan dengan atau
tanpa menggunakan media. Proses komunikasi dilakukan
dua arah dan dinamis. Komunikator memberi pesan,
komunikan menerima pesan, dan memberikan respon

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 6


terhadap pesan yang disampaikan oleh komunikator.
Karena itu, komunikasi dibagi menjadi lima fase yaitu:

a) Menentukan gagasan /ide yang ingin disampaikan


b) Bagaimana ide itu bisa menjadi sebuah pesan
c) Cara mengirim pesan tersebut agar dapat diterima
oleh si penerima pesan
d) Menentukan siapa yang menerima pesan
e) Menerima reaksi dan feedback terhadap pesan
yang disampaikan (Bovee & Thill ,1995).

3) Tahapan Komunikasi; Proses komunikasi terbagi


menjadi empat tahap,

a) Tahap pertama Penyampaian (sending); pada


tahap ini yang mempunyai peran terbesar adalah
mulut atau sistem wicara. Organ-organ wicara
atau organ artikulasi akan mempengaruhi
kejelasan penyampaian suatu pesan. Sebagai
contoh orang tua yang sudah tidak mempunyai
gigi, maka kata-katanya kurang jelas
dibandingkan saat giginya lengkap, demikian juga
dengan seseorang yang menderita bibir sumbing,
kelainan pita suara, atau kelumpuhan pada otot-
otot fasialis / wajah, maka kata-kata yang
diucapkannya tidak jelas juga. Disamping faktor
fisik, pada tahap pertama ini juga dipengaruhi oleh
faktor lingkungan. Kebisingan atau kegaduhan,
suhu ruangan yang terlalu panas atau dingin,

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 7


serta adanya gerakan-gerakan mendadak, juga
dapat mempengaruhi proses penyampaian /
sending suatu pesan. Orang tidak akan nyaman
berbicara jika lingkungan sekitar tidak nyaman.
Sebagai contoh; saat kita presentasi atau
menjelaskan, tiba-tiba ada orang yang menyela
pembicaraan kita, dengan sendirinya konsentrasi
akan pecah, dan terkadang kita lupa sampai
dimana pembicaraan tadi.

b) Tahap kedua Penangkapan (receiving); pada


tahap ini organ anatomi yang berperan adalah
mata dan telinga, kedua organ ini sangat penting
dalam proses menangkap suatu pesan. Raut
wajah, bahasa tubuh atau bahasa isyarat lain,
ditangkap oleh mata, sedangkan telinga
menangkap suara- suara yang ada, baik kata-
kata, intonasi, maupun bunyi lain. Kedua panca
indera ini bisa saling menguatkan, mata melihat
bahasa non verbal sedangkan telinga menangkan
bahasa verbal. Disamping faktor fisik diatas, tahap
kedua proses penangkapan / receiving suatu
pesan bisa juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Seseorang tidak dapat menerima
pesan dengan jelas jika lingkungan sekitar gaduh,
tidak nyaman, serta hal lain yang mengganggu
konsentrasi. Sebagai contoh seseorang akan
kesulitan menangkap pesan jika konsentrasinya

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 8


terpecahkan karena adanya orang yang keluar
masuk ruangan. Pada tahap satu dan dua faktor
fisik sangat berpengaruh terhadap proses
komunikasi. Oleh karena itu jika ingin proses
komunikasi berjalan lancar, maka faktor-fakto fisik
yang mengganggu harus diminimalkan atau
dihilangkan.

c) Tahap ketiga Pengertian (understand); di dalam


tahap pengertian ini organ anatomi yang
mempunyai peran terbesar adalah otak.
Seseorang dapat mengartikan pesan yang
diterima sesuai dengan kemampuan otaknya,
sebagai contoh anak kecil dengan kapasitas
perkembangan otak yang belum maksimal maka
kemampuan mengartikan pesan juga terbatas,
oleh karena itu dalam menentukan pesan pada
anak kecil gunakan kata-kata yang sederhana dan
mudah dimengerti sesuai dengan tingkat
perkembangan usianya. Contoh lain pada
seseorang dengan gangguan retardasi mental
dengan tingkat intelegensi di bawah rata-rata,
maka tingkat pemahaman untuk mengartikan
suatu pesan juga berkurang. Di samping faktor
fisik, pada tahap pengertian juga bisa dipengaruhi
oleh faktor mental / psikologis. Perilaku acuh tak
acuh atau tidak tertarik saat diajak bicara, adanya
prasangka buruk terhadap lawan bicara, serta

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 9


kata-kata yang emosional, dapat mempengaruhi
proses pengertian dari suatu pesan. Seseorang
yang sudah mempunyai prasangka buruk pada
orang lain atau tidak suka, dapat mengartikan
pesan yang positif menjadi negatif. Oleh karena itu
agar pesan dapat diartikan seobjektif mungkin
maka pada saat menjalin komunikasi hilangkan
semua perasaan negatif, bersikap jujur, serta tidak
secara langsung menilai penampilan seseorang
dari luar atau penampilan fisik saja.

d) Tahap keempat penerimaan (accepting); pada


tahap ini yang mempunyai peran terpenting
adalah perasaan atau intuisi. Setelah pesan
dimengerti dan dipahami tahap yang terakhir
adalah apakah pesan tersebut diterima atau tidak,
disetujui atau tidak, atau menganggap pesan
tersebut tidak penting atau masa bodoh. Pada
tahap penerimaan, intuisi individu akan
menentukan bagaimana respon selanjutnya
terhadap pesan tersebut, dan sebagai dasar untuk
kelanjutan proses komunikasi.

b. Pengenalan KIP/K
1) Jenis Komunikasi

Jenis atau macam komunikasi ada dua yaitu


komunikasi verbal dan komunikasi non verbal. Mari
kita lihat satu persatu

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 10


a) Komunikasi verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang


dilakukan melalui ucapan lisan, termasuk
penggunaan tulisan. Pengiriman informasi
atau pesan dalam komunikasi menggunakan
simbol-simbol. Tetapi simbol-simbol yang
dominan adalah kata-kata. Kata-kata yang
digunakan oleh setiap individu dalam
komunikasi verbal sangat bervariasi sesuai
kebudayaan, sosial, ekonomi, latar belakang,
umur dan pendidikan. Keluasan variasi
perasaan dapat disampaikan sewaktu
seseorang berbicara. Intonasi suara dapat
mengekspresikan semangat, antusias,
kesedihan, gangguan atau godaan, lawakan
dan lain-lain. Dengan kata-kata seseorang
menyampaikan pesan, ide, pikiran, dan
perasaannya kepada orang lain. Cara ini
dapat dilakukan secara langsung,
menggunakan telepon atau media-media
lain.

b) Komunikasi non verbal

Komunikasi nonverbal kadang-kadang


disebut juga bahasa tubuh(body language).
Pesan yang dapat disampaikan melalui
komunikasi jenis ini adalah sama halnya

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 11


dengan simbol-simbol yang digunakan
secara sadar atau tidak sadar melalui
ekspresi wajah, gerak dan sikap. Petugas
kesehatan harus mampu mengontrol roman
muka atau ekspresi wajah pada saat
memberikan pelayanan pada pasien. Karena
ekspresi wajah petugas kesehatan sangat
mempengaruhi dalam menjalin komunikasi
efektif dengan klien / pasien, selain itu,
hendaknya juga komunikan harus mampu
mengontrol intonasi suara dan Bahasa
tubuh. contoh komunikasi non-verbal seperti
kerlingan mata, air mata, debaran dan detak
jantung, gelisah, menggigil, dan disorientasi

2) Pengertian KIP/K

Komunikasi interpersonal / antar pribadi


(interpersonal communication) adalah komunikasi
antara satu orang dengan orang lain dilakukan
secara tatap muka, sehingga memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara
langsung, baik secara verbal maupun nonverbal
(Mulyana, 2005:73).

Komunikasi interpersonal merupakan bagian


terpenting dalam membina hubungan baik dengan
klien dan atau keluarganya. Oleh karena itu
diperlukan keterampilan dalam Komunikasi

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 12


Interpersonal dan konseling dalam praktik
kebidanan.

3) Faktor Penghambat KIP/K (sy tdk temukan di file yg


dikirim)

a) Faktor Individual
Orientasi kultural (keterkaitan budaya),
merupakan faktor individual yang dibawa
seseorang dalam melakukan interaksi.
Orientasi ini merupakan gabungan dari :
• Faktor fisik : Kepekaan Panca Indera (
kemampuan untuk melihat, mendengar dan
lain-lain). Usia, Gender, Jenis Kelamin.
• Sudut Pandang & Nilai yang berbeda Antara
konselor & konseling, akan sulit menemukan
titik temu antara keduanya.
• Faktor sosial, Sejarah keluarga dan sebagai
relasi jaringan sosial, peran dalam
masyarakat status sosial, peran sosial.
• Bahasa, sulit menangkap dan mengerti
pesan yang disampaikan dari pelakunya
b) Faktor yang berkaitan dengan interaksi
• Tujuan& harapan terhadap komunikasi
• Sikap terhadap interaksi / sikap yang
terbuka atau tertutup
• Pembawaan diri seseorang terhadap orang
lain. (kehangatan, perhatian, dukungan)
c) Faktor Situasional

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 13


Percakapan dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan, situasi percakapan kesehatan
antara konselor percakapan kesehatan antara
Konselor & Klien akan berbeda dengan situasi
percakapan antara polisi dengan pelanggaran
lalu lintas.
d) Kompeten dalam melakukan percakapan
Agar efektif, suatu interaksi harus menunjukkan
perilaku kompeten dari kedua belah pihak.
Keadaan yang dapat mengakibatkan putusnya
komunikasi adalah : - Kegagalan
menyampaikan inforamasi penting -
Perpindahan topik bicara yang tidaklancer -
Salah pengertian

4) Pengaruh Pemahaman Diri terhadap KIP/K (sy tdk


temukan di file yg dikirim)

a) Memahami diri bertujuan untuk mengetahui


dan mengenal siapakah diri kita. Apakah
persepsi orang lain terhadap diri sendiri, misal:
mungkin anda merasa sudah ramah, namun
menurut orang lain belum tentu. Kita perlu
memahami diri kita agar apa yang menjadi
potensi dari dalam diri kita tetap kita
pertahankan atau bahkan kita tingkatkan dan
apa yang menjadi kelemahan dan kekurangan
kita bisa kita rubah atau kita tutupi, agar

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 14


menjadi lebih baik sehingga hal ini akan
mengantar kita kearah kesuksesan.
b) Pengetahuan, Keterampilan, Sikap yang
dimiliki Konselor Perilaku seseorang
dipengaruhi oleh 3 aspek yaitu, Aspek
Kognitif, Aspek Psikomotor dan Aspek Afektif
(perasaan sifat dan sikap) Pengetahuan
menunjukkan aspek kognitif, Keterampilan
mencerminkan aspek psikomotor, sikap
mencerminkan aspek afektif.
(a) Pengetahuan (Kognitif)
Pengetahuan Tentang Kesehatan Ilmu
Kebidanan/kandungan, kehamilan
/persalinan/nifas, adat istiadat,
Kontrasepsi, HAM, KIP/K.
(b) Keterampilan (Psikomotor)

Terampil dalam :

- Membantu proses persalinan


- Menggunakan Kontrasepsi -
Melakukan KIP/K
- Menggunakan ABV
- Mengatasi Situasi genting
- Mengambil keputusan
- Dll
(c) Sikap (afektif)
Motivasi yang tinggi untuk menolong
orang lain

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 15


- Sikap ramah, sopan dan santun
- Menerima klien apa adanya
- Empati terhadap klien
- Membantu dengan tulus
- Terbuka terhadap pendapat orang lain

Menurut CARL ROGERS Agar Konseling efektif


ada 3 kualitas diri (sikap) yang dimiliki oleh
seorang konselor yakni;
E (empathy) Memandang dengan
: kerangka pikir klien,
berusaha memahami dan
berpikir bersama klien

A (Authenticity) Otientik atau Conkruen


: atau genuiness Konselor
tahu perasaannya sendiri
memahami diri sendiri,
yang dialami dan
dirasakan, selaras tidak
berpura-pura
R (Unconditional menerima klien apa
: Positif Regard ) adanya tanpa syarat
atau Acceptance menghormati dan
menghargai.

Pengaruh Pemahaman diri terhadap KIP/K


(a) Pentingnya pemahaman diri karena :

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 16


• Bekerja melibatkan banyak aspek, orang
dan banyak kondisi  Setiap orang
mempunayi bio, psiko, soaial, spiritual yang
berbeda
• Menghadapi orang dengan berbagai
karakteristik
• Menghadapi kecemasan, kemarahan,
kesedihan dan kegembiraan
• Harus mengetahui bagaimana mengambil
sikap untuk menghindari diri dari hal yang
tidak di inginkan.
• Tahu kelemahan dan bisa mengendalikan
diri, tidak mudah marah/emosi yang bisa
menimbulkan pertengkaran dan
memperkeruh suasana.
(b) Konselor yang memahami dirinya emosional,
pemarah akan berusaha meredam kemarahan
dan pendapat klien akan disikapi sebagai suatu
tukarpendapat.
(c) Konselor yang kurang memahami diri sendiri
kemungkinan akan sulit memahami apa yang
dialami klien, tidak bisa berkomunikasi dengan
baik, karena ada sikap tidak bisa menerima
klien apa adanya.

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 17


SEKARANG SAYA TAHU

1) Komunikasi merupakan sarana untuk mengadakan


pertukaran ide,pikiran dan perasaan atau keterangan
untuk menciptakan rasa saling mengerti, saling percaya
antara bidan dan klien
2) Proses komunikasi terbagi menjadi empat tahap yakni;
Tahap pertama Penyampaian (sending), Tahap kedua
Penangkapan (receiving); Tahap ketiga Pengertian
(understand) dan Tahap keempat penerimaan
(accepting);
3) Jenis Komunikasi ada dua yakni komunikasi verbal dan
komunikasi non-verbal.
4) Komunikasi interpersonal/antar pribadi (interpersonal
communication) adalah komunikasi antara satu orang
dengan orang lain dilakukan secara tatap muka,
sehingga memungkinkan setiap pesertanya menangkap
reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal
maupun nonverbal

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 18


MATERI POKOK 2
KONSELING PADA IBU HAMIL

1. Pendahuluan

Konseling merupakan suatu bentuk komunikasi interpersonal


khusus yaitu suatu proses pemberian bantuan yang dilakukan
orang lain dalam membuat suatu keputusan atau memecahkan
suatu masalah melalui pemahaman terhadap klien meliputi
fakta-fakta harapan, kebutuhan dan perasaan-perasaan klien.
Konseling adalah suatu hubungan timbal-balik antara konselor
(bidan) dengan konseli (klien) yang bersifat profesional baik
secara individu atau kelompok, yang dirancang untuk
membantu konseli mencapai perubahan yang berarti dalam
kehidupan.

Kehamilan adalah peristiwa alamiah, yang akan dialami oleh


seluruh ibu yang mengharapkan anak. Namun demikian setiap
kehamilan perlu perhatian khusus, untuk mencegah dan
mengetahui penyakit-penyakit yang dijumpai pada persalinan,
baik penyakit komplikasi dan lain-lain. oleh karena itu perlu
dilakukan konseling pada masa kehamilan.

Konseling pada ibu hamil merupakan serangkaian kegiatan


berupa bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli pada
konseling dengan cara tatap muka, baik secara individu atau
beberapa orang dengan memberikan pengetahuan tambahan

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 19


untuk mengatasi permasalahan yang dialami oleh konseli,
dengan cara terus menerus dan sistematis. Dalam hal ini konseli
dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang,
dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat
diciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi
untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat.

2. Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta mampu melakukan


Konseling pada Ibu Hamil

3. Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 2 :


a. Keterampilan pelaksanaan Konseling
1) Keterampilan mendengar dan mempelajari
2) Keterampilan membangun kepercayaan diri dan
memberi dukungan
b. Konseling pada ibu hamil

4. Uraian Materi
1. Keterampilan pelaksanaan Konseling

Konseling ibu hamil adalah interaksi antara bidan (konselor)


dengan ibu hamil (konseli) dimana bidan berusaha
memahami perasaan ibu hamil (konseli) serta membantu ibu
hamil memecahkan masalah dan memutuskan pemecahan
masalahnya. Oleh sebab itu bidan perlu menguasai

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 20


keterampilan-keterampilan dalam melaksanakan konseling
sebagai berikut :

a. Keterampilan mendengar dan mempelajari

a) Menggunakan Komunikasi Non Verbal:

- Kepala sejajar dengan kepala ibu atau pengasuh


- berikan perhatian atau kontak mata
- singkirkan penghalang
- sediakan waktu
- sentuhan yang wajar

b) Mengajukan pertanyaan terbuka


c) Menggunakan respon dan gerakan tubuh yang
menunjukkan perhatian
d) Mengatakan kembali (refleck back) apa yang
dikatakan ibu.
e) Berempati menunjukkan Anda (Petugas Kesehatan
:PK) paham perasaan ibu
f) Hindari kata-kata yang menghakimi

b. Keterampilan membangun kepercayaan diri dan


memberi dukungan
Seorang ibu yang sedang hamil mudah sekali kehilangan
kepercayaan dirinya. Apalagi banyak tekanan atau
pengaruh dari keluarga dan teman selama masa hamil.
Konselor memerlukan keterampilan membangun
kepercayaan diri dan memberi dukungan guna
membantu ibu merasa percaya diri dan positif tentang

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 21


dirinya. Rasa percaya diri dapat membantu ibu berhasil
melewati masa-masa kehamilan dengan baik, siap
menghadapi persalinan dan, siap menyusui eksklusif
dan, memberikan makan bayi/anak mereka sesuai
dengan ketentuan. Kepercayaan diri ibu/pengasuh juga
dapat membantu untuk menolak tekanan dari orang lain.
Penting sekali untuk tidak membuat seorang ibu merasa
bahwa ia telah melakukan kesalahan, hal ini akan
menurunkan rasa percaya dirinya. Hindari untuk
mengatur apa yang harus dilakukan ibu/pengasuh dan
bantulah setiap ibu untuk memutuskan sendiri apa yang
terbaik bagi dirinya dan bayi/anaknya. Hal ini dapat
meningkatkan rasa percaya dirinya.
Keterampilan konseling membangun kepercayaan diri
dan memberi dukungan yang dapat konselor lakukan
adalah:
1) Menerima apa yang dipikirkan dan dirasakan
ibu/klien/pengasuh.
2) Mengenali dan memuji apa yang dilakukan oleh
ibu/klien/pengasuh dan bayi dengan benar.
3) Memberikan bantuan praktis.
4) Memerikan informasi yang relevan.
5) Menggunakan bahasa yang sederhana.
6) Menggunakan kartu konseling yang tepat.
7) Memberikan satu atau dua saran, bukan perintah

2. Konseling pada ibu hamil

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 22


Langkah - langkah konseling ANC dilakukan dengan
menilai/bertanya, menganalisis, berpikir dan melakukan atau
bertindak.

Proses konseling langkah-langkah ANC meliputi:

a) Menilai kondisi ibu hamil, tanya, dengarkan dan amati.


b) Menganalisis kesulitan yang dialami saat ini: identifikasi
kesulitannya dan jika ada lebih dari satu, prioritaskan
kesulitan tersebut.
c) Mendiskusikan, berikan sejumlah kecil informasi yang
relevan, sepakati pilihan yang mungkin dilakukan yang
dapat dicoba oleh ibu hamil(klien).
- Tujuan: berikan informasi keluhan yang dirasakan
dan dukungan kepada ibu
- Lihat buku KIA (Buku Ibu)
- Menjelaskan tentang Konseling Langkah-langkah
mengatasi kesulitan yang dialami: Menilai/bertanya,
Menganalisis/berpikir, Melakukan/bertindak.

Langkah 1: Menilai/Bertanya

Menilai/bertanya merupakan langkah pertama yang penting


untuk dilakukan oleh konselor ketika memulai konseling
kepada ibu. Dengan menilai/bertanya, ibu berpartisipasi
dalam sebuah percakapan dengan mengutarakan pendapat
atau pengalamannya. Konselor perlu menggunakan
keterampilan mendengarkan dan mempelajari sehingga
menjadi pendengar yang baik sekaligus dapat

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 23


menilai/bertanya berbagai hal untuk mendapatkan informasi
yang dibutuhkan. Langkah dalam menilai/bertanya adalah;

● Mengucapkan salam pada ibu/klie/pengasuh dan


mengajukan pertanyaan yang dapat mendorong
ibu/klien/pengasuh untuk bicara dengan menggunakan
keterampilan membangun kepercayaan diri dan
memberikan dukungan
● Melengkapi formulir Konseling Ibu Hamil dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:
❖ Siapa nama ibu dan suami ibu?
❖ Usia ibu dan suami?
❖ Pekerjaan ibu dan suami?
❖ Alamat tempat tinggal?
❖ Menanyakan status kepemilikan rumah?
❖ Menanyakan Berat badan, dan tekanan darah
sebelum hamil
❖ Apakah menjadi peserta JKN?
❖ Menanyakan Riwayat Obstetri?
❖ Menanyakan Riwayat Kehamilan, persalinan dan
Nifas lalu(bila Multigravida)
❖ Menanyakan Riwayat Kespro dan KB
❖ Menanyakan Riwayat Kesehatan lalu dan
sekarang, termasuk penyakit keluarga
❖ Menanyakan apakah kehamilan ini
direncanakan(untuk menilai dukungan)?
❖ Menanyakan pola aktivitas ibu sehari-hari (tidur

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 24


dan istirahat)
❖ Mengamati kondisi ibu/klien/pengasuh.
❖ Menanyakan kondisi Kesehatan
ibu/klien/pengasuh saat ini. Jika sakit, rujuk ibu ke
fasilitas kesehatan.
❖ Menanyakan pada ibu/klien/pengasuh apakah
telah memiliki Buku KIA?. Jika Ya, tanyakan
apakah ibu membaca isi buku KIA nya?
❖ Menanyakan pada ibu bagaimana keadaannya
saat ini, amati perilaku verbal dan non-verbalnya
❖ Menanyakan tentang asupan makanan ibu
sebelum dan selama hamiL

Langkah 2: Menganalisis/Berpikir

Langkah kedua pada konseling adalah menganalisis/berpikir.


Pada langkah ini konselor akan menganalisis semua
informasi yang didapatkan dari hasil langkah pertama
sebelumnya yaitu menilai/bertanya. Dibutuhkan kemampuan
yang baik dalam menganalisis sehingga dapat menemukan
prioritas kesulitan/masalah yang sedang dihadapi oleh
ibu/klien/pengasuh. Langkah menganalisis/berpikir ini juga
penting untuk langkah berikutnya sehingga
ibu/klien/pengasuh mendapatkan informasi yang tepat. Hal-
hal yang perlu diperhatikan pada langkah ini adalah:

● Bagaimana perubahan fisik yang terjadi saat ini? Apakah


mengganggu aktivitas sehari-hari? Apakah mampu
mengatasi keluhan-keluhan/perubahan yang terjadi?

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 25


● Mengidentifikasi kesulitan yang dialami ibu (jika ada)
● Jika kesulitan/masalah, prioritaskan kesulitan itu
● Menjawab pertanyaan ibu/klien/pengasuh (jika ada)

Langkah 3: Melakukan/Bertindak

Langkah ketiga merupakan langkah terakhir pada konseling


ANC. Pada langkah ini konselor akan melakukan/bertindak
berdasarkan hasil analisis/berpikir pada langkah
sebelumnya. Pada langkah ini hal-hal yang perlu dilakukan
adalah:

● Tergantung analisis Konselor pada langkah


Menganalisis/Berpikir (Langkah 2 di atas), pilihlah
sejumlah kecil INFORMASI YANG RELEVAN dengan
situasi ibu/klien/pengasuh. Jika tidak ada kesulitan,
berikan pujian pada ibu/klien/pengasuh, karena telah
melakukan hal-hal yang baik dalam mengatasi masalah
kehamilannya.
● Memberikan pujian pada ibu ketika ibu telah melakukan
hal yang benar
● Mendiskusikan dengan ibu/klien/pengasuh bagaimana
mengatasi kesulitan (Untuk kesulitan yang ditemui).
● Memberikan pilihan/perilaku yang mungkin dilakukan
dan bantu ibu/klien/pengasuh memilih alternatif solusi
yang ibu/klien/pengasuh yang bisa dilakukan untuk
mengatasi kesulitan itu.
● Menunjukkan kepada ibu Kartu Konseling yang tepat dan

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 26


mendiskusikannya.
● Memiinta ibu untuk mengulangi perilaku baru yang sudah
disepakati untuk melihat pemahamannya.
● Memberi tahu ibu/klien/pengasuh bahwa anda
(konselor/Bidan) akan menindaklanjuti dengannya pada
kunjungan minggu berikutnya.
● Memberi tahu dimana ibu bisa mendapatkan dukungan
tambahan (misalnya; menghadiri ceramah pendidikan di
masyarakat, pastikan bahwa ibu/klien/pengasuh tahu
(atau ia tahu bagaimana mengaksesnya).
● Memberi rujukan bila perlu
● Mengucapkan terima kasih pada ibu/klien/pengasuh atas
waktunya

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 27


SEKARANG SAYA TAHU

1) Konseling ANC adalah proses komunikasi antara tenaga


terlatih (bidan) sebagai konselor dengan ibu hamil sebagai
konseli untuk membantu dalam memahami dirinya,
memahami beberapa pilihan yang ada kemudian memilih
sesuai dengan kondisinya. Konseling ini diarahkan pada
perbaikan kondisi ibu terhadap masalah-masalah maupun
tanda bahaya yang terjadi pada masa kehamilan.
2) Keterampilan konseling yang penting dimiliki oleh seorang
konselor adalah keterampilan mendengarkan dan
mempelajari serta keterampilan membangun kepercayaan
diri dan memberi dukungan.
3) Langkah-langkah dalam konseling ANC yang perlu
dilakukan adalah menilai/bertanya, menganalisis/berpikir
dan melakukan/bertindak. Pada masing-masing langkah
ini menggunakan keterampilan konseling dengan tujuan
ibu hamil dapat memahami masalah yang dialami dan
melakukan upaya-upaya untuk mengatasi masalah
tersebut. Konselor dapat melakukan konseling sesuai
dengan jadwal kunjungan ANC.

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 28


REFERENSI

● Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal & Komunikasi


Interpersonal, Yogyakarta: Kanisius, 2003.
● Aladaga, Mine Counseling Skills Pre-Practicum Training at
Guidance and Counseling Undergraduate Programs: A
Qualitative Investigation. Ege University, 2013.
● Amalia Putri, Pentingnya Kualitas Pribadi Konselor Dalam
Konseling Untuk Membangun Hubungan Antar Konselor Dan
Konseli Jurnal Bimbingan Konseling Indonesia Volume 1 Nomor
1 Maret 2016. Halaman 10-13 p-ISSN: 2477-5916 e-ISSN:
2477-8370
● Buku Saku Merencanakan Kehamilan Sehat,Kemenkes
R.I,2021
● Burnard, Philip. 1992. Effective Communication Skills for Health
Professionals. Netherland: Springer-Science+Business Media
● Carpenito, at al, (1981), A Guide For Effective Clinical
Instruction, Massachusetts; Nursing Resources.
● Efendy, Onong Ucjana. 2007. Ilmu Komunikasi Teori dan
Praktek. Bandung:Remaja Rosda Karya.
● Fouriana listyawati, Endang. Komunikasi yang Relevan dan
Efektif antara Dokter dan Pasien. 2012. Jurnal Psikogenesis
Volume 1 no.1.
● Marheni Fajar, Ilmu Komunikasi dan praktek, Yogyakarta:
Graha Ilmu. 2009
● Muhammad Ahmad Al-‘Aththar, The Magic of Communication,
Jakarta: Zaman, 2012

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 29


● Tyastuti S, Kusmiyati Y, Handayani S, “Komunikasi dan
Konseling dalam Pelayanan Kebidanan”, Bandung
● Modul pelatihan Komunikasi antar pribadi (KAP), Kementerian
Kesehatan, 2019
● Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu Edisi III, Kemenkes RI
Tahun 2020
Panduan Pelatihan Konseling Menyusui, Kementerian
Kesehatan RI, Direktorat Bina Gizi, 2014

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 30


LAMPIRAN

A. Panduan Penugasan
1. Panduan Pelaksanaan Konseling

Tujuan: Peserta mampu melakukan konseling pada ibu


hamil

Petunjuk:

1) Fasilitator membagi peserta menjadi 7 (tujuh) kelompok


dan memberikan masing-masing kelompok naskah
studi kasus.
2) Fasilitator meminta salah satu peserta sebagai observer
untuk mengamati pelaksanaan praktik konseling
3) Fasilitator mempersilahkan kepada setiap kelompok
untuk mempelajari kasus yang diberikan, selanjutnya
peserta kelompok membagi peran, (sebagai konselor,
konseli dan anggota keluarga lainnya.
4) Fasilitator mempersilahkan anggota kelompok
menyusun skenario proses konseling sesuai dengan
topik yang diberikan selama kurang lebih 30 menit.
5) Fasilitator meminta peserta secara bergiliran untuk
memperagakan hasil diskusi kelompoknya
6) Fasilitator meminta peserta yang lain (audience) untuk
memperhatikan pelaksanaan role play konseling

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 31


7) Fasilitator meminta peserta untuk memberi masukan
dan saran terhadap pelaksanaan role play konseling
(konseling,konselor)

Alat bantu:

1) Buku KIA
2) Alat tulis.

Pilihan Masalah yang harus dipraktikkan dalam konseling

1) Mual muntah berlebihan


2) Demam tinggi
3) Bengkak pada wajah dan tangan
4) Keluar air ketuban dari jalan lahir
5) Perdarahan pada hamil muda
6) Janin kurang bergerak
7) Bahaya KEK bagi ibu dan Janin.

B. Daftar Tilik

1. Keterampilan mendengarkan dan mempelajari

Daftar Tilik Keterampilan mendengarkan dan mempelajari

Dilakukan

Ya Tidak
NO Jenis keterampilan

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 32


1 Komunikasi Non Verbal
Sikap tubuh condong kea rah klien
kontak mata,
penghalang, ketersediaan waktu,
dan
sentuhan

2 Komunikasi Verbal
ya...,
lalu.....,
terus......,
selanjutnya - Konseli; ya, tidak,
informasi data

3 Mengajukan pertanyaan terbuka;


Bagaimana kehamilan saat ini
Bagaimana kehamilan saat ini
lalu? Bagaimana kesehatan Ibu
selama ini?
Apa Ibu bisa ceritakan tentang
kehamilan lalu?

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 33


2. Daftar Tilik Konseling ANC

Daftar Tilik Konseling ANC

Nilai
No Langkah langkah
1 2 3

I TAHAP AWAL

1 Ucapkan salam kepada klien,


sambut klien dengan ramah

2 Memperjelas dan mendefinisikan


masalah

3 Menegosiasikan kontrak apakah


klien telah menyiapkan waktunya
untuk konseling ini (bila tidak,
tanyakan tentang saat yang paling
baik untuk konseling termasuk
waktu, tugas,kerjasama)

4 Ciptakan suasana pribadi dan


menyenangkan

5 Tanyakan identitas ibu dengan


sopan

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 34


6 Sesuaikan identitas ibu dengan apa
yang tercantum dalam kartu atau
status.

7 Tanyakan informasi apa yang


diinginkan oleh ibu, berkaitan
dengan masalah kehamilan yang
klien alami/rasakan

8 Menjelajahi dan mengeksplorasi


masalah klien

9 Dengan hati-hati, menilai


kesesuaian keluhan klien dengan
apa yang tercantum dalam
kartu/status klien

II PEMBERIAN INFORMASI

10 Jelaskan secara lengkap tentang


tanda bahaya pada kehamilan
a. Mual muntah berlebihan dan
efeknya bagi ibu dan janin
b. Demam tinggi dan efeknya bagi
ibu dan janin
c. Bengkak pada wajah dan tangan
dan efeknya bagi ibu dan janin
d. Keluar air ketuban dari jalan lahir
dan efeknya bagi ibu dan janin

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 35


e. Perdarahan pada hamil muda
dan hamil tua dan efeknya bagi
ibu dan janin
f. Janin kurang bergerak
g. Bahaya KEK bagi ibu dan Janin
h. Sekali lagi doronglah klien untuk
bertanya dan konselor
menjawab secara jelas dan
terbuka.

11 Tunjukkan beberapa temuan yang


ada dan dicatat dalam kartu atau
status pasien

12 Jelaskan hubungan temuan


tersebut dengan masalah yang
dihadapi oleh klien

13 Jelaskan tentang pendekatan risiko


yang ada dan kaitannya dengan
penatalaksanaan klien (jika ada)

14 Jelaskan tentang pilihan


penatalaksanaan yang diambil oleh
klien

15 Beri kesempatan kepada klien untuk


bertanya (apabila ibu bersifat pasif,
lakukan upaya untuk memancing

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 36


rasa ingin tahu klien tentang
masalah yang dihadapinya)

16 Diskusikan tentang berbagai


kemungkinan yang dapat terjadi
dalam asuhan antenatal atau
penatalaksanaan klien

17 Bimbing klien untuk membuat


keputusan yang sesuai dengan
kondisi yang dihadap

18 Bimbing klien untuk memilih tenaga


dan tempat untuk
menatalaksana/melakukan asuhan
Antenatal

19 Beri klien kesempatan untuk


memahami semua informasi yang
telah disampaikan

20 Ulangi lagi kesimpulan hasil


konseling dan pilihan yang diambil
oleh ibu/klien

III PENUTUP

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 37


21 Catat semua hasil konseling dan
keputusan yang telah diambil oleh
ibu/klien

22 Bersama klien, membuat


kesimpulan hasil konseling;
a. Mual muntah berlebihan
b. Demam tinggi
c. Bengkak pada wajah dan
tangan
d. Keluar air ketuban dari jalan
lahir
e. Perdarahan pada hamil muda
dan hamil tua
f. Janin kurang bergerak
g. Bahaya KEK bagi ibu dan Janin

20 Buat kolom khusus untuk


mencantumkan tanggal dan waktu
konseling, kemudian ditandatangani
oleh konselor dan ibu/klien

21 Setelah kartu/status telah diisi oleh


konselor, serahkan kembali kartu
tersebut pada ibu/klien

22 Sepakati Jadwal kunjungan


ulang(jika masih diperlukan)
Atas izin klien, akhiri sesi konseling

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 38


23 Antar ibu /klien ke pintu keluar dan
ucapkan salam

Komunikasi Interpersonal / Konseling Ibu Hamil || 39


DAFTAR ISI

Daftar isi ii

A. Tentang Modul Ini 1

Deskripsi Singkat 2

Tujuan Pembelajaran 3

Materi Pokok 4

B. Kegiatan Belajar 5

6
1. Materi Pokok 1 Program Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi dalam Pelayanan ANC
Pendahuluan 6

Indikator Hasil Belajar 6

Sub Materi Pokok 6

Uraian Materi pokok I : 7

12
2. Materi Pokok 2 Pelaksanaan/Penerapan

PPI: Kewaspadaan Isolasi


Pendahuluan 12

Indikator Hasil Belajar 12

Sub Materi Pokok 12

Sekarang Saya Tahu 58

Referensi 62

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || ii


A Tentang Modul Ini

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 1


DESKRIPSI SINGKAT

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) merupakan


aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pelayanan kesehatan
termasuk di FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama).
Permenkes nomor 27 Tahun 2017 tentang PPI menekankan
pentingnya tenaga Kesehatan menerapkan PPI untuk mencegah
terjadinya HAIs (Healthcare Associated Infections). Ruang lingkup
HAIs ini lebih luas dibandingkan dengan infeksi nosokomial, yang
dikenal dengan istilah Hospital Acquired Infection. HAIs dapat terjadi
akibat paparan dari tenaga kesehatan ke klien/pasien, maupun dari
klien/pasien ke tenaga kesehatan. Selain itu bisa juga terjadi antar
klien/pasien dan keluarganya ke klien/pasien lainnya.

Oleh karena itu, dalam pelayanan antenatal care di Puskesmas,


Bidan sebagai ujung tombak pelayanan baik di dalam Gedung
maupun di luar gedung pada Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)
maupun Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) perlu menerapkan
kepatuhan standar PPI dalam memberikan pelayanan. Aspek
pencegahan infeksi lainnya adalah dengan memberikan edukasi
kepada klien/pasien maupun keluarganya mengenai penerapan
pencegahan infeksi baik dalam tatanan pelayanan kesehatan di
lingkup unit pelayanan kesehatan, seperti puskesmas dan posyandu
maupun di lingkungan keluarga.

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 2


TUJUAN PEMBELAJARAN

Mata pelatihan ini membahas tentang program Pencegahan dan


Pengendalian Infeksi (PPI) di FKTP yang berfokus pada pelayanan
Antenatal care (ANC). Ruang lingkup mata pelatihan ini meliputi:

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) dan Prinsip


Kewaspadaan Isolasi.

Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu mampu


menerapkan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) dalam
layanan ANC terpadu sesuai standar

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta latih mampu:

1. Menjelaskan program pencegahan dan Pengendalian Infeksi


dalam Pelayanan ANC

2. Menerapkan prinsip kewaspadaan standar & kewaspadaan


transmisi

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 3


MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:

1. Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dalam


Pelayanan ANC

2. Pelaksanaan/Penerapan PPI: Kewaspadaan Isolasi

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 4


B Kegiatan Belajar

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 5


MATERI POKOK 1
Program Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi dalam
Pelayanan ANC
Pendahuluan

Program pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) merupakan


sebuah program yang wajib dilaksanakan disetiap fasilitas
pelayanan kesehatan di Indonesia untuk meminimalisir risiko
penyebaran infeksi. Menurut KARS (2017) Tujuan pengorganisasian
program pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) adalah
mengidentifikasi dan menurunkan risiko infeksi yang didapat serta
ditularkan diantara pasien, staf, tenaga profesional kesehatan,
tenaga kontrak, tenaga sukarela, mahasiswa, dan pengunjung
(Sundoro T, 2020).

Indikator Hasil Belajar

1. Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta dapat Menjelaskan


Menjelaskan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 1:

1. Pengertian PPI

2. Tujuan PPI

3. Ruang lingkup program PPI dalam pelayanan Antenatal Care


Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 6
Uraian Materi Pokok 1

I. Pengertian PPI
PPI adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan
terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung, dan
masyarakat sekitar fasilitas pelayanan Kesehatan. Program
PPI merupakan upaya untuk memastikan perlindungan kepada
setiap orang terhadap kemungkinan tertular infeksi dari
sumber masyarakat umum dan disaat menerima pelayanan
kesehatan pada berbagai fasilitas kesehatan. Dengan kata
lain, ruang lingkup PPI mencakup upaya pencegahan
penularan/transmisi penyakit infeksi terkait pelayanan atau
Health Care Associated Infections (HAIs) dan infeksi yang
bersumber dari masyarakat. Konsep HAIs ini meliputi aspek
yang lebih luas dibandingkan dengan istilah infeksi nosokomial
yang hanya menitik beratkan pada penularan penyakit infeksi
bersumber dari rumah sakit/ Hospital Acquired Infection.

II. Tujuan Program PPI


Tujuan utama program PPI menurut WHO (2014) adalah guna
menjamin mutu pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Dalam hal ini, pelayanan Kesehatan yang berkualitas
hendaknya menjamin aspek pencegahan dan pengendalian
infeksi dengan mencegah penyebaran penyakit infeksi dari
tenaga ke klien/pasien dan keluarganya, pasien dan
keluarganya ke pasien lain ataupun dari klien/pasien atau

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 7


keluarganya ke tenaga Kesehatan serta lingkungan dengan
tetap menghemat biaya (cost effectiveness).

III. Ruang Lingkup Program PPI Dalam Pelayanan Antenatal Care

Berikut ini beberapa istilah yang perlu dipahami menyangkut


ruang lingkup program PPI menurut Permenkes Nomor 27
tahun 2017.

A. Konsep Infeksi

Penyakit Infeksi bersumber dari rumah sakit sebelumnya


dikenal dengan istilah infeksi nosocomial (Hospital
Acquired Infection), selanjutnya istilah ini berganti menjadi
HAIs (Healthcare Associated Infections / Penyakit Infeksi
berkaitan dengan pelayanan Kesehatan.

1. Definisi Infeksi
Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh
mikroorganisme patogen, dengan/tanpa disertai gejala
klinik. Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health Care
Associated Infections) yang selanjutnya disingkat HAIs
merupakan infeksi yang terjadi pada pasien selama
perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya dimana ketika masuk tidak ada
infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi
dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang,
juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit
dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 8


2. Rantai Infeksi (chain of infection) merupakan
rangkaian yang harus ada untuk menimbulkan infeksi.
Dalam melakukan tindakan pencegahan dan
pengendalian infeksi dengan efektif, perlu dipahami
secara cermat rantai infeksi. Kejadian infeksi di fasilitas
pelayanan kesehatan dapat disebabkan oleh 6
komponen rantai penularan, apabila satu mata rantai
diputus atau dihilangkan, maka penularan infeksi dapat
dicegah atau dihentikan. Enam komponen rantai
penularan infeksi, yaitu: a). Agen infeksi (infectious
agent) adalah mikroorganisme penyebab infeksi. Pada
manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus,
jamur dan parasit. Ada tiga faktor pada agen penyebab
yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu:
patogenitas, virulensi dan jumlah (dosis, atau “load”).
Makin cepat diketahui agen infeksi dengan
pemeriksaan klinis atau laboratorium mikrobiologi,
semakin cepat pula upaya pencegahan dan
penanggulangannya bisa dilaksanakan. b). Reservoir
atau wadah tempat/sumber agen infeksi dapat hidup,
tumbuh, berkembang-biak dan siap ditularkan kepada
pejamu atau manusia. Berdasarkan penelitian,
reservoir terbanyak adalah pada manusia, alat medis,
binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air, lingkungan dan
bahan-bahan organik lainnya. Dapat juga ditemui pada
orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir mulut,
saluran napas atas, usus dan vagina juga merupakan
reservoir. c). Portal of exit (pintu keluar) adalah lokasi
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 9
tempat agen infeksi (mikroorganisme) meninggalkan
reservoir melalui saluran napas, saluran cerna, saluran
kemih serta transplasenta. d). Metode Transmisi/Cara
Penularan adalah metode transport mikroorganisme
dari wadah/reservoir ke pejamu yang rentan. melalui
vektor (biasanya serangga dan binatang pengerat). e).
Portal of entry (pintu masuk) adalah lokasi agen
infeksi memasuki pejamu yang rentan dapat melalui
saluran napas, saluran cerna, saluran kemih dan
kelamin atau melalui kulit yang tidak utuh. f).
Susceptible host (Pejamu rentan) adalah seseorang
dengan kekebalan tubuh menurun sehingga tidak
mampu melawan agen infeksi. Faktor yang dapat
mempengaruhi kekebalan adalah umur, status gizi,
status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas,
trauma, pasca pembedahan dan pengobatan dengan
imunosupresan. Faktor lain yang berpengaruh adalah
jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi,
pola hidup, pekerjaan dan herediter
3. Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan bertujuan untuk
melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung
yang menerima pelayanan kesehatanserta masyarakat
dalam lingkungannya dengan cara memutus siklus
penularan penyakit infeksi melalui kewaspadaan
standar dan berdasarkan transmisi. Bagi pasien yang
memerlukan isolasi, maka akan diterapkan

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 10


kewaspadaan isolasi yang terdiri dari kewaspadaan
standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 11


MATERI POKOK 2
Pelaksanaan/Penerapan PPI:
Kewaspadaan Isolasi

Pendahuluan

Menurut Permenkes Nomor 27 Tahun 2017 tentang program PPI,


ruang lingkup program PPI diantaranya adalah kewaspadaan
isolasi. Kewaspadaan Isolasi yang dimaksud merupakan upaya
untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran infeksi di fasilitas
pelayanan Kesehatan. Adapun kewaspadaan Isolasi mencakup
kewaspadaan standar dan kewaspadaan transmisi.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta dapat menerapkan


prinsip kewaspadaan standar & kewaspadaan transmisi

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 2:

2. Pelaksanaan/Penerapan PPI: Kewaspadaan Isolasi

2.1 Kewaspadaan standar


a. Kebersihan tangan
b. Penggunaan dan pelepasan APD
c. Pengendalian lingkungan
d. Pengelolaan limbah hasil pelayanan

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 12


e. Pengelolaan peralatan perawatan pasien dan alat medis
lainnya
f. Penyuntikan yang aman
g. Kebersihan pernafasan / etika batuk
h. Perlindungan Kesehatan petugas
i. Edukasi klien mengenai perilaku pencegahan infeksi,
PHBS dan GERMAS

2.2 Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi


a. Kontak
b. Droplet
c. Air borne (udara)

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 13


Uraian Materi Pokok 2

A. Pengantar

Menurut Permenkes Nomor 27 Tahun 2017 tentang


program PPI, ruang lingkup program PPI diantaranya
adalah kewaspadaan isolasi. Kewaspadaan Isolasi yang
dimaksud merupakan upaya untuk mencegah dan
mengendalikan penyebaran infeksi di fasilitas pelayanan
Kesehatan. Adapun kewaspadaan Isolasi mencakup
kewaspadaan standar dan kewaspadaan transmisi.

Kewaspadaan isolasi adalah tindakan pencegahan dan


pengendalian penyakit yang harus diterapkan di fasilitas
pelayanan Kesehatan dengan maksud untuk menurunkan
risiko transmisi penyakit dari pasien ke petugas Kesehatan,
pengunjung, masyarakat sekitarnya atau sebaliknya.
Kewaspadaan isolasi dibagi menjadi 2 (dua) aspek,
yaitu Kewaspadaan Standar (Standard precautions) dan
Kewaspadaan Transmisi atau berdasarkan cara penularan
(Transmission based Precautions).
1. Kewaspadaan standar
Kewaspadaan standar meliputi kepatuhan hand hygiene
dan penggunaan APD, kepatuhan pelaksanaan Bundles
dan HAIs, Pengelolaan peralatan perawatan pasien dan
alat medis lainnya meliputi; proses pengelolaan,
dekontaminasi dan pengemasan berdasarkan kategori

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 14


kritikal, semi kritikal, dan non kritikal, serta pengelolaan
kebersihan lingkungan dan limbah hasil pelayanan.

Kewaspadaan standar merupakan Langkah fundamental


pada baseline pada praktik pencegahan infeksi yang
berlaku pada Tindakan terhadap semua pasien/klien
tanpa memandang status terinfeksi, dicurigai ataupun
terkonfirmasi mengidap suatu penyakit infeksius (Budiarti
N, 2021). Praktik kewaspadaan standar terfokus pada
pelayanan Antenatal care di FKTP, penerapan
kewaspadaan standar dan program pencegahan Infeksi
yang perlu diperhatikan oleh bidan pada Ibu hamil
terbatas pada:
a) Kebersihan tangan (hand hygiene)
b) Penggunaan APD sesuai indikasi dan jenis
paparan
c) Kebersihan pernafasan dan Etika batuk
d) Penyuntikan yang aman
e) Pengendalian lingkungan sesuai prinsip PPI
f) Pengelolaan (dekontaminasi) peralatan medis,
g) Pengelolaan limbah medis dan non medis
h) Edukasi dan Pemeriksaan Kebersihan
perseorangan (Personal hygiene) pada klien
meliputi: penerapan mencuci tangan, penggunaan
masker sehubungan dengan masa pandemi
COVID-19, Kebersihan pernafasan dan Etika
batuk, penerapan Perilaku Hidup Bersih Sehat
(PHBS) dan GERMAS.
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 15
Kewaspadaan standar bertujuan untuk mencegah peralatan
cepat rusak, menjaga tetap dalam keadaan terdekontaminasi
sesuai kategorinya, menetapkan produk akhir yang sudah steril
dan aman serta tersedianya peralatan perawatan pasien dan
alat medis lainnya dalam kondisi bersih dan steril saat
dibutuhkan. Berikut adalah penjelasan tentang penerapan
kewaspadaan standar dan program pencegahan Infeksi terfokus
pada pelayanan Ibu hamil di FKTP:

a) Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan dilakukan untuk membunuh mikro-
organisme maupun membersihkan tangan dari kotoran
yang nampak termasuk debu ataupun terkena cairan
tubuh. Kebersihan tangan dapat dilakukan dengan
menggunakan sabun dan air mengalir ataupun
menggunakan alkohol (alcohol based handrubs) bila
tangan tidak nampak kotor. Faktor penting lainnya yang
perlu diperhatikan adalah kuku petugas senantiasa dalam
kondisi pendek, bersih, tidak menggunakan kuku palsu,
dan tidak menggunakan perhiasan cincin. Sehingga
mencuci tangan menggunakan air mengalir maupun
handrub mampu membunuh 99% mikroorganisme.

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 16


Gambar 2.1 Gambar tangan yang penuh mikkroorganisme
penyebab penularan infeksi

Menurut Permenkes Nomor 27 Tahun 2017, cuci tangan


menggunakan air mengalir dilakukan jika:
• Untuk menghilangkan zat, warna dan bau, kotoran, kontak
cairan tubuh pasien, seperti darah, cairan tubuh sekresi,
ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti verband, walaupun
telah memakai sarung tangan.
• Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke
area lainnya yang bersih, walaupun pada pasien yang
sama
• Protap 5 moment mencuci tangan, yakni: Sebelum kontak
pasien, sebelum tindakan aseptik, setelah kontak darah
dan cairan tubuh, setelah kontak pasien, Setelah kontak
dengan lingkungan sekitar pasien.
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 17
Gambar 2.2. Cara Kebersihan tangan dengan Sabun dan Air
Diadaptasi dari: WHO Guidelines on Hand Hygiene in
Health Care: First Global Patient Safety Challenge, World
Health Organization, 2009 Sumber: Permenkes Nomor 27
Tahun 2017

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 18


Gambar 2.2. Cara Kebersihan tangan dengan Sabun dan Air Diadaptasi
dari: WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care: First Global Patient
Safety Challenge, World HealthOrganization, 2009. Sumber: Permenkes
Nomor 27 Tahun 2017

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 19


Pembuatan Handrub:
Gambar 2.3 : Handrub/Hand sanitizer

Campuran 97 ml Alkohol 70 % dalam 3 ML cairan Dlicein/gliserin. Jika


dibuat untuk digunakan secara massal, tidak lebih dari 50 Liter per sekali
pembuatan

Gambar 2.3: salah satu contoh handrub komersil

b) Penggunaan dan Pelepasan Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri (APD) adalah perangkat alat yang


dirancang sebagai penghalang terhadap penetrasi zat,
partikel padat, cair, atau udara untuk melindungi pemakainya
dari cedera atau penyebaran infeksi atau penyakit. Menurut
Permenkes Nomor 27 Tahun 2017, APD adalah pakaian
khusus atau peralatan yang di pakai petugas untuk
memproteksi diri dari bahaya fisik, kimia, biologi/bahan
infeksius.

Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan


membran mukosa dari resiko pajanan darah, cairan tubuh,
sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir dari
pasien ke petugas dan sebaliknya.

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 20


Gambar 2.4 Jenis-jenis Alat Pelindung Diri (APD)

Indikasi penggunaan APD lengkap adalah jika


melakukan tindakan yang memungkinkan tubuh atau
membran mukosa terkena atau terpercik darah atau
cairan tubuh atau kemungkinan pasien terkontaminasi
dari petugas.
Jenis-jenis APD yang dimaksud yaitu: sarung tangan,
masker/Respirator Partikulat, pelindung mata (goggle),
perisai/pelindung wajah, kap penutup kepala, gaun
pelindung/apron, sandal/sepatu tertutup (Sepatu Boot).

! Ketentuan yang perlu diperhatikan dalam penggunaan


APD:

1) APD harus digunakan di tempat dan waktu yang


ditentukan

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 21


a. sesuai indikasi dan resiko pajanan: Petugas menilai
resiko darah, cairan tubuh, eksresi/sekresi atau bahan
infeksius
b. dalam ukuran yang benar
2) Semua APD harus memenuhi standar keamanan,
perlindungan dan keselamatan petugas/pasien
3) Hindari kontak antara APD yang terkontaminasi dengan
alat/permukaan lingkungan
4) Tidak berbagi APD yang sama antara dua
petugas/individu
5) Segera lepaskan APD setiap selesai prosedur
6) Lakukan kebersihan tangan setelah melepaskan APD
untuk prosedur yang baru

Urutan Penggunaan APD :

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 22


Gambar 2.5 Urutan dan cara menggunakan APD

!
! Penting diperhatikan!
! • Jaga agar sarung tangan yang sedang terpakai agar
! jauh dari area wajah
• Batasi menyentuh benda-benda maupun alat
Kesehatan dan permukaan
• Hindari bersentuhan dengan bagian-bagian lainnya
dari APD
• Ganti sarung tangan Ketika telah digunakan/ telah
terkontaminasi maupun sarung tangan yang robek
• Biasakan mencuci tangan
Catatan:
Lihat lampiran untuk detail cara penggunaan

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 23


Sarung tangan:
Berikut ini ketentuan penggunaan sarung tangan sesuai
tabel dari Permenkes Nomor 27 Tahun 2017:

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 24


Gambar 2.6. Teknik Penyuntikan IM pada Fasyankes tidak perlu
menggunakan

➢ Teknik Pelepasan APD


Pelepasan APD dilakukan dengan prinsip: APD yang
digunakan terakhir adalah yang akan dilepaskan pertama
kali.

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 25


Gambar 2.7 Cara dan urutan dalam melepaskan APD

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 26


c) Pengendalian Lingkungan

Pengendalian lingkungan di fasilitas pelayanan kesehatan,


antara lain berupa upaya perbaikan kualitas udara, kualitas
air, dan permukaan lingkungan, serta desain dan konstruksi
bangunan, dilakukan untuk mencegah transmisi
mikroorganisme kepada pasien, petugas dan pengunjung.

➢ Kualitas Udara
Tidak dianjurkan melakukan fogging dan sinar ultraviolet
untuk kebersihan udara, kecuali dry mist dengan H2O2
dan penggunaan sinar UV untuk terminal dekontaminasi
ruangan pasien dengan infeksi yang ditransmisikan
melalui air borne. Diperlukan pembatasan jumlah personil
di ruangan dan ventilasi yang memadai. Tidak
direkomendasikan melakukan kultur permukaan
lingkungan secara rutin kecuali bila ada outbreak atau
renovasi/pembangunan gedung baru.

➢ Kualitas air
Seluruh persyaratan kualitas air bersih harus dipenuhi
baik menyangkut bau, rasa, warna dan susunan kimianya
termasuk debitnya sesuai ketentuan peraturan
perundangan mengenai syarat-syarat dan pengawasan
kualitas air minum dan mengenai persyaratan kualitas air
minum.
Kehandalan penyaluran air bersih ke seluruh ruangan
dan gedung perlu memperhatikan :

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 27


• Sistem Jaringan. Diusahakan ruangan yang
membutuhkan air yang bersih menggunakan jaringan
yang handal. Alternatif dengan 2 saluran, salah satu
di antaranya adalah saluran cadangan.
• Sistem Stop Kran dan Valve.

➢ Permukaan lingkungan
Seluruh pemukaan lingkungan datar, bebas debu,
bebas sampah, bebas serangga (semut, kecoa, lalat,
nyamuk) dan binatang pengganggu (kucing, anjing dan
tikus) dan harus dibersihkan secara terus menerus.
Tidak dianjurkan menggunakan karpet di ruang
perawatan dan menempatkan bunga segar, tanaman
pot, bunga plastik di ruang perawatan. Perbersihan
permukaan dapat dipakai klorin 0,05%, atau H2O2 0,5-
1,4%, bila ada cairan tubuh, pembersihan dilakukan
dengan menggunakan klorin 0,5%.
Fasilitas pelayanan kesehatan harus membuat dan
melaksanakan SPO untuk pembersihan, disinfeksi
permukaan lingkungan,tempat tidur, peralatan disamping
tempat tidur dan pinggirannya yang sering tersentuh.
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai
disinfektan yang sesuai standar untuk mengurangi
kemungkinan penyebaran kontaminasi. Untuk mencegah
aerosolisasi kuman patogen penyebab infeksi pada
saluran napas, hindari penggunaan sapu ijuk dan yang
sejenis, tapi gunakan cara basah (kain basah) dan mop
(untuk pembersihan kering/lantai),bila dimungkinkan
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 28
mop terbuat dari microfiber. Mop untuk ruang isolasi
harus digunakan tersendiri, tidak digunakan lagi untuk
ruang lainnya.

Gambar 2.9 Gambar MOP untuk membersihkan area pelayanan


Kesehatan dalam Gedung

Larutan disinfektan yang biasa dipakai yaitu natrium


hipoklorit 0,05- 0,5%. Bila ada cairan tubuh, alcohol
digunakan untuk area sempit, larutan peroksida (H2O2) 0,5-
1,4% untuk ruangan rawat dan 2% untuk permukaan kamar
operasi, sedangkan 5-35% (dry mist) untuk udara. Ikuti aturan
pakai cairan disinfektan, waktu kontak dan cara
pengencerannya. Untuk lingkungan yang sering digunakan
pembersihannya dapat diulang menggunakan air dan
detergen, terutama bila di lingkungan tersebut tidak ditemukan
mikroba multi resisten.

Pembersihan area sekitar pasien: 1). Pembersihan


permukaan sekitar pasien harus dilakukan secara rutin setiap

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 29


hari, termasuk setiap kali pasien pulang/keluar dari fasyankes
(terminal dekontaminasi); 2). Pembersihan juga perlu
dilaksanakan terhadap barang yang sering tersentuh tangan,
misalnya: nakas disamping tempat tidur,tepi tempat tidur
dengan bed rails,tiang infus, tombol telpon, gagang pintu,
permukaan meja kerja, anak kunci, dll; 3). Bongkaran pada
ruang rawat dilakukan setiap 1 (satu) bulan atau sesuai
dengan kondisi hunian ruangan.

d) Pengelolaan Limbah Hasil Pelayanan

Risiko Limbah Rumah sakit dan fasilitas pelayanan


kesehatan lain sebagai sarana pelayanan kesehatan adalah
tempat berkumpulnya orang sakit maupun sehat, dapat menjadi
tempat sumber penularan penyakit serta memungkinkan
terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan,
juga menghasilkan limbah yang dapat menularkan penyakit.
Untuk menghindari risiko tersebut maka diperlukan pengelolaan
limbah di fasilitas pelayanan kesehatan.
Jenis Limbah Fasilitas pelayanan kesehatan harus mampu
melakukan minimalisasi limbah yaitu upaya yang dilakukan untuk
mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara
mengurangi bahan (reduce), menggunakan kembali limbah
(reuse) dan daur ulang limbah (recycle).

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 30


Gambar 2.10. Lambang klasifikasi limbah yang
ditempelkan pada tempat sampah dan
penentuan warna kantong plastik
pembungkus sampah

➢ Tujuan Pengelolaan Limbah


(1) Melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan
masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan dari
penyebaran infeksi dan cidera.
(2) Membuang bahan-bahan berbahaya (sitotoksik,
radioaktif,
gas, limbah infeksius, limbah kimiawi dan farmasi)
dengan
aman.

➢ Proses Pengelolaan Limbah

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 31


Proses pengelolaan limbah dimulai dari identifikasi,
pemisahan, labeling, pengangkutan, penyimpanan hingga
pembuangan/ pemusnahan.

Identifikasi jenis limbah

Secara umum limbah medis dibagi menjadi padat, cair,


dan gas. Sedangkan kategori limbah medis padat
terdiridari benda tajam, limbah infeksius, limbah
patologi, limbah sitotoksik, limbah tabung bertekanan,
limbah genotoksik, limbah farmasi, limbah dengan
kandungan logam berat, limbah kimia, dan limbah
radioaktif.

Pemisahan Limbah

Pemisahan limbah dimulai pada awal limbah dihasilkan


dengan memisahkan limbah sesuai dengan jenisnya.
Tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya, antara lain:

1) Limbah infeksius: Limbah yang terkontaminasi darah


dan cairan tubuh masukkan kedalam kantong plastik
berwarna kuning. Contoh: sampel laboratorium, limbah
patologis (jaringan, organ, bagian dari tubuh, otopsi,
cairan tubuh, produk darah yang terdiri dari serum,
plasma, trombosit dan lain-lain), diapers dianggap
limbah infeksius bila bekas pakai pasien infeksi saluran
cerna, menstruasi dan pasien dengan infeksi yang di
transmisikan lewat darah atau cairan tubuh lainnya.

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 32


2) Limbah non-infeksius: Limbah yang tidak
terkontaminasi darah dan cairan tubuh, masukkan ke
dalam kantong plastik berwarna hitam. Contoh: sampah
rumah tangga, sisa makanan, sampah kantor.

• Limbah benda tajam: Limbah yang memiliki


permukaan tajam, masukkan kedalam wadah tahan
tusuk dan air. Contoh: jarum, spuit, ujung infus,
benda yang berpermukaan tajam.
• Limbah cair segera dibuang ke tempat
pembuangan/pojok limbah cair (spoelhoek).

3) Wadah tempat penampungan sementara limbah


infeksius berlambang biohazard. Wadah limbah di
ruangan:

• Harus tertutup
• Mudah dibuka dengan menggunakan pedal kaki
• Bersih dan dicuci setiap hari
• Terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak berkarat
• Jarak antar wadah limbah 10-20 meter, diletakkan di
ruang tindakan dan tidak boleh di bawah tempat tidur
pasien
• Ikat kantong plastik limbah jika sudah terisi ¾ penuh

4) Pengangkutan
• Pengangkutan limbah harus menggunakan troli khusus
yang kuat, tertutup dan mudah dibersihkan, tidak boleh
tercecer, petugas menggunakan APD ketika mengangkut
limbah
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 33
• Lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien, bila
tidak memungkinkan atur waktu pengangkutan limbah

5) Tempat Penampungan Limbah Sementara


• Tempat Penampungan Sementara (TPS) limbah
sebelum dibawa ke tempat penampungan akhir
pembuangan.
• Tempatkan limbah dalam kantong plastik dan ikat
dengan kuat.
• Beri label pada kantong plastik limbah.
• Setiap hari limbah diangkat dari TPS minimal 2 kali
sehari.
• Mengangkut limbah harus menggunakan kereta
dorong khusus.
• Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan,
tertutup limbah tidak boleh ada yang tercecer.
• Gunakan APD ketika menangani limbah.
• TPS harus di area terbuka, terjangkau oleh
kendaraan, aman dan selalu dijaga kebersihannya
dan kondisi kering

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 34


Catatan: Kantong plastik untuk limbah
patologis/limbah infeksius bisa menggunakan
kantong plastik dengan warna yang mudah
ditemukan/disediakan sesuai kesepakatan dari tim
tenaga kesehatan di FKTP

6) Penapisan dan pengolahan Limbah

• Limbah infeksius dimusnahkan dengan insenerator.


• Limbah non-infeksius dibawa ke tempat
pembuangan
akhir (TPA).
• Limbah benda tajam dimusnahkan dengan
insenerator.
• Limbah cair dibuang ke spoelhoek.
• Limbah feces, urin, darah dibuang ke tempat
pembuangan/pojok limbah (spoelhoek).

7) Penanganan Limbah Benda Tajam/ Pecahan Kaca


• Jangan menekuk atau mematahkan benda tajam.
• Jangan meletakkan limbah benda tajam sembarang
tempat.
• Segera buang limbah benda tajam ke wadah yang
tersedia
tahan tusuk dan tahan air dan tidak bisa dibuka lagi.
• Selalu buang sendiri oleh petugas segera setelah
Tindakan dilakukan.

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 35


• Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai
(recapping).
• Wadah benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan.
• Bila menangani limbah pecahan kaca gunakan sarung
tangan rumah tangga.

Persyaratan wadah penampung limbah benda tajam


• Tahan bocor dan tahan tusukan
• Harus mempunyai pegangan yang dapat dijinjing dengan
satu tangan
• Mempunyai penutup yang tidak dapat dibuka lagi
• Bentuknya dirancang agar dapat digunakan dengan satu
tangan
• Ditutup dan diganti setelah ¾ bagian terisi dengan limbah
• Ditangani bersama limbah medis

Gambar 2.11 wadah limbah laboratorium

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 36


Gambar 2.12 wadah safety box tahan tusuk

8) Pembuangan Benda Tajam


• Wadah benda tajam merupakan limbah medis dan harus
dimasukkan ke dalam kantong medis sebelum insinerasi.
• Idealnya semua benda tajam dapat diinsinersi, tetapi bila
tidak mungkin dapat dikubur dan dikapurisasi bersama
limbah lain.
• Apapun metode yang digunakan haruslah tidak
menyebabkan kemungkinan perlukaan.

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 37


Gambar 2.13. Alur Tata Kelola Limbah

e. Pengelolaan Peralatan Perawatan Pasien dan Alat Medis


lainnya.

(1) Pengertian
Pengelolaan peralatan perawatan pasien alat medis lainnya
adalah proses pengelolaan, dekontaminasi dan pengemasan
berdasarkan kategori kritikal, semi kritikal, dan non kritikal.

(2) Tujuan
Bertujuan untuk mencegah peralatan cepat rusak, menjaga
tetap dalam keadaan terdekontaminasi sesuai kategorinya,
menetapkan produk akhir yang sudah steril dan aman serta
tersedianya peralatan perawatan pasien dan alat medis
lainnya dalam kondisi bersih dan steril saat dibutuhkan

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 38


(3) Jenis peralatan Kesehatan menurut Dr. Earl Spaulding,
berdasarkan penggunaan dan risiko infeksinya adalah
sebagai berikut :
1. Peralatan kritikal adalah alar-alat yang masuk ke dalam
pembuluh darah atau jaringanlunak. Semua peralatan
kritikal wajib dilakukan sterilisasi yang menggunakan
panas, contoh: semua instrument bedah, periodontal
scalier dan lain-lain.
2. Peralatan semi kritikal adalah alat-alat yang kontak
dengan membran mukosa saat dipergunakan. Semua
peralatan semi krtikal wajib dilakukan minimal Disinfeksi
Tingkat Tinggi (DTT) atau apabila terdapat alat yang
tahanterhadap panas, maka dapat dilakukan
sterilisasimenggunakan panas, contoh: Ambu bag, ETT,
handpiece, speculum.
iii. Peralatan non kritiikal adalah peralatan yang saat
digunakan
hanya menyentuh permukaan kulit saja (kulit utuh), contoh;
tensimeter, stethoscope dan lain lain.
iv. Non-kritikal Pengelolaan peralatan/bahan dan praktik
yang berhubungan dengan kulit utuh yang merupakan
risiko terendah. Walaupun demikian, pengelolaan yang
buruk pada bahan dan peralatan non-kritikal akan dapat
menghabiskan sumber daya dengan manfaat yang
terbatas (contohnya sarung tangan steril digunakan untuk
setiap kali memegang tempat sampah atau memindahkan
sampah).

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 39


(4). Tahapan Pengelolaan : pre-cleaning dimulai pada tahap
awal pembersihan dengan penyemprotan ( flushing)
menggunakan air mengalir atau direndam dengan larutan
detergen, dilanjutkan pembersihan (cleaning) dan
pengeringan

Dalam dekontaminasi peralatan perawatan pasien


dilakukan penatalaksanaan peralatan bekas pakai
perawatan pasien yang terkontaminasi darah atau cairan
tubuh (pre-cleaning, cleaning, disinfeksi, dan sterilisasi)
sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) sebagai
berikut:

i. Rendam peralatan bekas pakai dalam air dan detergen


atau enzyme lalu dibersihkan dengan menggunakan
spons sebelum dilakukan disinfeksi tingkat tinggi (DTT)
atau sterilisasi
ii. Peralatan yang telah dipakai untuk pasien infeksius
harus didekontaminasi terlebih dulu sebelum digunakan
untuk pasien lainnya.
iii. Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan
dimusnahkan sesuai prinsip sampah dan limbah yang
benar. Hal ini juga berlaku untuk alat yang dipakai
berulang, jika akan dibuang.
iv. Untuk alat bekas pakai yang akan di pakai ulang,
setelah dibersihkan dengan menggunakan spons, di
DTT dengan klorin 0,5% selama 10 menit.
v. Peralatan nonkritikal yang terkontaminasi, dapat
didisinfeksi menggunakan alkohol 70%. Peralatan
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 40
semikritikal didisinfeksi atau disterilisasi, sedangkan
peralatan kritikal harus didisinfeksi dan disterilisasi.
vi. Untuk peralatan yang besar seperti USG dan X-Ray,
dapat didekontaminasi permukaannya setelah
digunakan di ruangan isolasi.

Pre Cleaning ( Pembersihan awal ) menggunakan detergen atau


enzymatic, spons ( petugas menggunakan APD yang sesuai

PEMBERSIHAN

STERILISASI PERALATAN
KRITIKAL : Masuk dalam DESINFEKSI
pembuluh darah &
jaringan

Desinfeksi Tingkat Tinggi


Pemanasan Desinfeksi Tingkat Rendah
Autoclaf (peralatan yang masuk
kering (peralatan yang nempel
dalam mukosa ) pada permukaan tubuh)

Gambar 2.8. Alur dekontaminasi peralatan perawatan medis dan alat medis yang terkontaminasi

Keterangan Alur:

1) Pembersihan Awal (pre-cleaning): Proses yang membuat


benda mati lebih aman untuk ditangani oleh petugas sebelum
di bersihkan (umpamanya menginaktivasi HBV, HBC, dan

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 41


HIV) dan mengurangi, tapi tidak menghilangkan, jumlah
mikroorganisme yang mengkontaminasi.
2) Pembersihan: Proses yang secara fisik membuang semua
kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya dari permukaan
benda mati ataupun membuang sejumlah mikroorganisme
untuk mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh kulit
atau menangani objek tersebut. Proses ini adalah terdiri dari
mencuci sepenuhnya dengan sabun atau detergen dan air
atau menggunakan enzim, membilas dengan air bersih, dan
mengeringkan. Jangan menggunakan pembersih yang
bersifat mengikis, misalnya Vim®atau Comet® atau serat
baja atau baja berlubang, karena produk produk ini bisa
menyebabkan goresan. Goresan ini kemudian menjadi
sarang mikroorganisme yang membuat proses pembersihan
menjadi lebih sulit serta meningkatkan pembentukan karat.
3) Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT): Proses menghilangkan
semua mikroorganisme, kecuali beberapa endospora
bakterial dari objek, dengan merebus, menguapkan atau
memakai disinfektan kimiawi.
4) Sterilisasi: Proses menghilangkan semua mikroorganisme
(bakteria, virus, fungi dan parasit) termasuk endospora
menggunakan uap tekanan tinggi (autoklaf), panas kering
(oven), sterilisasi kimiawi, atau radiasi
a. Sterilisator Uap Tekanan Tinggi (autoklaf): Sterilisasi uap
tekanan tinggi adalah metode sterilisasi yang efektif,
tetapi juga paling sulit untuk dilakukan secara benar. Pada
umumnya sterilisasi ini adalah metode pillihan untuk
mensterilisasi instrumen dan alat-alat lain yang digunakan
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 42
pada berbagai fasilitas pelayanan kesehatan. Bila aliran
listrik bermasalah, maka instrumen-instrumen tersebut
dapat disterilisasi dengan sebuah sterilisator uap non-
elektrik dengan menggunakan minyak tanah atau bahan
bakar lainnya sebagai sumber panas. Atur agar suhu
harus berada pada 121°C; tekanan harus berada pada
106 kPa; selama 20 menit untuk alat tidak terbungkus dan
30 menit untuk alat terbungkus. Biarkan semua peralatan
kering sebelum diambil dari sterilisator. Set tekanan kPa
atau lbs/in² mungkin berbeda tergantung pada jenis
sterilisator yang digunakan. Ikuti rekomendasi pabrik, jika
mungkin.

b. Sterilisator Panas Kering (Oven):


Baik untuk iklim yang lembab tetapi membutuhkan aliran
listrik yang terus menerus, menyebabkan alat ini kurang
praktis pada area terpencil atau pedesaan. Selain itu
sterilisasi panas kering yang membutuhkan suhu lebih
tinggi hanya dapat digunakan untuk bendabenda dari
gelas atau logam–karena akan melelehkan bahan lainnya.
Letakkan instrumen di oven, panaskan hingga 170°C,
selama 1 (satu) jam dan kemudian didinginkan selama 2-
2,5 jam atau 160°C selama 2 (dua) jam.Perlu diingat
bahwa waktu paparan dimulai setelah suhu dalam
sterilisator telah mencapai suhu sasaran. Tidak boleh
memberi kelebihan beban pada sterilisator karena akan
mengubah konveksi panas. Sisakan ruang kurang lebih

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 43


7,5 cm antara bahan yang akan disterilisasi dengan
dinding sterilisator.
PROSEDUR

Pembersiha

Pengemasa
JENIS PERALATAN

Sterilisasi
Cleaning
No

DTR
DTT
Pra
KESEHATAN

n
Peralatan Kritikal
Contoh: Instrumen bedah
1 pincet, sonde, klem, needle V V V V
heacting, bak instrumen dan
lain-lain
Peralatan Semi Kritikal
Contoh; Ambu bag, masker
2 V V V
resusitasi, kaca mulut dan
lain lain
Peralatan Non Kritikal
Contoh: Manset Tensimeter,
3 V V
stetoscope, Mesin EKG,
Mesin nebulizer dan lain lain

Tabel 2.1 Jenis peralatan dan prosedur pengelolaannya

Untuk pelayanan ANC, peralatan medis yang digunakan adalah


peralatan non kritikal.

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 44


(5). Peralatan Non Kritikal

Pengelolaan peralatan /bahan dan praktik yang


berhubungan dengan kulit tubuh yang merupakan resiko
terendah. Proses pencucian, desinfeksi dan pembersihan
pada peralatan non kritikal dengan cara sebagai berikut :

5.1. Pencucian dilakukan dengan deterjen dan air mengalir


kemudian dikkeringkan dengan cara digantung,
misalnya manset tensi meter dan lain lain.

5.2. Desinfeksi dilakukan dengan Alkohol swab 70%, misal


stetoscop, thermometer dan lain lain.

5.3. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan kain


bersih yang sudah dilembabkan (disemprotkan)
dengan larutan klorin 0,05% gosok dan lap semua
permukaan yang dibersihkan, misalnya permukaan
tempat tidur, meja dan lain lain.

f. Praktik Menyuntik yang Aman


(1) Pengertian
Penyuntikan yang aman adalah penyuntikan yang
dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip penyuntikan yang
benar mulai saat persiapan penyuntikan obat hingga
penanganan alat alat bekas pakai, sehingga aman untuk
pasien dan petugas dari risiko cedera dan terinfeksi.

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 45


(2) Tujuan
i. Mencegah cedera dan penyebaran penyakit infeksi
pada pasien maupun petugas Kesehatan.
ii. Menurunkan atau meminimalkan angka kejadian
infeksi (lokal atau sistemik).
iii. Pakai spuit dan jarum suntik steril sekali pakai untuk
setiap suntikan, berlaku juga pada penggunaan vial
multidose untuk mencegah timbulnya kontaminasi
mikroba saat obat dipakai pada pasien lain. Jangan
lupa membuang spuit dan jarum suntik bekas pakai ke
tempatnya dengan benar.

(3) Rekomendasi Penyuntikan Yang Aman


i. Menerapkan aseptic technique untuk mecegah
kontaminasi alat-alat injeksi (kategori IA).
ii. Tidak menggunakan semprit yang sama untuk
penyuntikan lebih dari satu pasien walaupun jarum
suntiknya diganti (kategori IA).
iii. Semua alat suntik yang dipergunakan harus satu kali
pakai untuk satu pasien dan satu prosedur (kategori IA).
iv. Gunakan cairan pelarut/flushing hanya untuk satu kali
(NaCl, WFI, dll) (kategori IA).
v. Gunakan single dose untuk obat injeksi (bila
memungkinkan) (kategori IB).
vi. Tidak memberikan obat-obat single dose kepada lebih
dari satu pasien atau mencampur obat-obat sisa dari
vial/ampul untuk pemberian berikutnya (kategori IA).

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 46


vii. Bila harus menggunakan obat-obat multi dose, semua
alat yang akan dipergunakan harus steril (kategori IA).
viii. Simpan obat-obat multi dose sesuai dengan rekomendasi
dari pabrik yang membuat (kategori IA).
ix. Tidak menggunakan cairan pelarut untuk lebih dari 1
pasien (kategori IB)

g. Kebersihan Pernafasan/Etika Batuk dan Bersin

Diterapkan untuk semua orang terutama pada kasus infeksi


dengan jenis transmisi air borne dan droplet. Fasilitas
pelayanan kesehatan harus menyediakan sarana cuci tangan
seperti wastafel dengan air mengalir, tisu, sabun cair, tempat
sampah infeksius dan masker bedah. Petugas, pasien dan
pengunjung dengan gejala infeksi saluran napas, harus
melaksanakan dan mematuhi langkah-langkah sebagai berikut:

✓ Menutup hidung dan mulut dengan tisu atau saputangan


atau lengan atas.
✓ Tisu dibuang ke tempat sampah infeksius dan kemudian
mencuci tangan

Gambar Etika Batuk

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 47


h. Perlindungan Kesehatan Petugas
Lakukan pemeriksaan kesehatan berkala terhadap semua
petugas baik tenaga kesehatan maupun tenaga
nonkesehatan. Fasyankes harus mempunyai kebijakan untuk
penatalaksanaan akibat tusukan jarum atau benda tajam
bekas pakai pasien, yang berisikan antara lain siapa yang
harus dihubungi saat terjadi kecelakaan dan pemeriksaan
serta konsultasi yang dibutuhkan oleh petugas yang
bersangkutan.
Petugas harus selalu waspada dan hati-hati dalam bekerja
untuk mencegah terjadinya trauma saat menangani jarum,
scalpel dan alat tajam lain yang dipakai setelah prosedur, saat
membersihkan instrumen dan saat membuang jarum.
Jangan melakukan penutupan kembali (re-cup) jarum yang
telah dipakai, memanipulasi dengan tangan, menekuk,
mematahkan atau melepas jarum dari spuit. Buang jarum,
spuit, pisau, scalpel, dan peralatan tajam habis pakai lainnya
kedalam wadah khusus yang tahan tusukan/tidak tembus
sebelum dimasukkan ke insenerator. Bila wadah khusus terisi
¾ harus diganti dengan yang baru untuk menghindari
tercecer.
Apabila terjadi kecelakaan kerja berupa perlukaan seperti
tertusuk jarum suntik bekas pasien atau terpercik bahan
infeksius maka perlu pengelolaan yang cermat dan tepat serta
efektif untuk mencegah semaksimal mungkin terjadinya
infeksi yang tidak diinginkan.
Sebagian besar insiden pajanan okupasional adalah
infeksi melalui darah yang terjadi dalam fasilitas pelayanan
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 48
kesehatan (fasyankes). HIV, hepatitis B dan hepatitis C
adalah patogen melalui darah yang berpotensi paling
berbahaya, dan kemungkinan pajanan terhadap patogen ini
merupakan penyebab utama kecemasan bagi petugas
kesehatan di seluruh dunia. Risiko mendapat infeksi lain yang
dihantarkan melalui darah (bloodborne) seperti hepatitis B
dan C jauh lebih tinggi dibandingkan mendapatkan infeksi
HIV. Sehingga tatalaksana pajanan okupasional terhadap
penyebab infeksi tidak terbatas pada PPP HIV saja.
Di seluruh fasyankes, kewaspadaan standar merupakan
layanan standar minimal untuk mencegah penularan patogen
melalui darah.

Bagan 2.8 Elemen kegiatan Program PPI standar


Tatalaksana Pajanan
Tujuan tatalaksana pajanan adalah untuk mengurangi waktu
kontak dengan darah, cairan tubuh, atau jaringan sumber
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 49
pajanan dan untuk membersihkan dan melakukan
dekontaminasi tempat pajanan. Tatalaksananya adalah sebagai
berikut:
✓ Bila tertusuk jarum segera bilas dengan air mengalir dan
sabun/cairan antiseptik sampai bersih
✓ Bila darah/cairan tubuh mengenai kulit yang utuh tanpa
luka atau tusukan, cuci dengan sabun dan air mengalir
✓ Bila darah/cairan tubuh mengenai mulut, ludahkan dan
kumurkumur dengan air beberapa kali.
✓ Bila terpecik pada mata, cucilah mata dengan air mengalir
(irigasi), dengan posisi kepala miring kearah mata yang
terpercik.
✓ Bila darah memercik ke hidung, hembuskan keluar dan
bersihkan dengan air.
✓ Bagian tubuh yang tertusuk tidak boleh ditekan dan
dihisap dengan mulut

Bagan 2.9 Alur penanganan luka tusuk jarum saat bekerja di fasyankes

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 50


i. Edukasi klien/pasien mengenai Perilaku Pencegahan dan
Pengendalian infeksi (PPI), PHBS (Perilaku Hidup Bersih
Sehat) dan GERMAS (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat)

Perilaku Pencegahan dan pengendalian Infeksi bergantung


pada kondisi klien/pasien, kondisi lingkungan dan paparan.
Namun, yang terpenting adalah kondisi klien/pasien dalam hal
ini ketahanan/daya tahan tubuh atau imunitas dalam
menangkal penyakit menular penyebab infeksi. Selain itu, gaya
hidup sehat dengan senantiasa menjaga kebersihan pribadi
dan lingkungan dan pola hidup sehat juga sangat penting
untuk meningkatkan dan mempertahankan kondisi Kesehatan
dan terhindar dari kondisi penyebab penyakit. Oleh karena itu,
penting untuk memberikan edukasi terkait PHBS dan
GERMAS. Adapun edukasi terkait Perilaku Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi, yaitu:

✓ Perilaku mencuci tangan


sebelum dan sesudah melakukan kegiatan, terutama jika
akan menyentuh bayi & balita, sebelum mengelola
makanan, maupun akan menyuapi anak, dan setelah ke
toilet. Selain itu, penting untuk disampaikan bahwa
mencuci tangan dilakukan pada air mengalir, atau
menggunakan gayung jika merupakan air yang ditampung
pada penampungan maupun ember. Namun, jika
menggunakan penampungan, hendaknya air senantiasa

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 51


terganti minimal sekali dalam 3 hari dan bak penampungan
senantiasa ditutup dan dikuras minimal sekali sepekan.

✓ Perilaku bersih dalam mengelola bahan pangan dan


penyajian makanan

Kebersihan peralatan memasak, seperti talenan, pisau,


sendok, dan sebagainya juga perlu diperhatikan sebagai
wujud perilaku bersih & sehat. Selain itu, bahan pangan
perlu dicuci dan dimasak sampai masak menggunakan air
bersih mengalir agar menghindari kandungan pestisida,
hewan-hewan yang menempel, maupun tanah.
Penempatan bahan pangan mentah terutama daging
hewani dan masakan juga perlu dipisahkan/dijauhkan.
Termasuk bahan yang mengandung zat kimia berbahaya,
seperti sabun pencuci piring, karbol, sabun pembersih lantai
maupun zat-zat sejenis lainnya. Hal ini untuk mencegah
terpaparnya makanan kuman penyebab penyakit diare dan
typhoid seperti clostridium typhosa, dan salmonella serta
pajanan dari binatang pengerat, serangga dan racun
berbahaya.

Makanan yang telah dimasak hendaknya ditutup dan


disajikan/dihidangkan pada meja/tempat yang bersih.
Masyarakat juga perlu memperhatikan diet gizi seimbang
seperti mengkonsumsi buah-buahan, lauk hewani dan
nabati juga sayur-mayur (diet tinggi kalori dan protein),
terutama bagi Ibu hamil untuk meningkatkan kekebalan
tubuh dan menunjang aktifitas fisik sesuai kebutuhan.
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 52
✓ Perilaku menjaga personal hygiene, istirahat dan
aktifitas fisik

Kebersihan diri juga penting untuk diperhatikan oleh


setiap Ibu hamil, tidak hanya untuk kenyamanan, namun
juga untuk menghindari penyakit kulit dan infeksi lainnya.
Kebersihan diri seperti mandi dua kali sehari, mengganti
pakaian termasuk pakaian dalam, memotong kuku dan
keramas juga penting.

Istirahat yang cukup pada siang hari dan tidur malam 6-


8 jam setiap hari merupakan bagian untuk mempertahankan
kebugaran dan menjaga daya tahan tubuh, selain
menghindari stress dan enyahkan rokok. Jika terdapat
keluarga yang merokok, sebaiknya menghindari paparan
asap rokok dan asap lainnya.

Perapan etika batuk dan bersin juga penting


diperhatikan bagi ibu dan keluarga untuk mencegah
penyebaran penyakit dan infeksi. Pada kondisi pandemi
COVID-19 seperti saat ini, hendaknya tetap
mempertahankan penggunaan masker dan menjaga jarak
serta rajin mencuci tangan setelah kontak dengan orang
lain, terkhusus jika berkunjung ke pusat keramaian seperti
Puskesmas, pasar, dan lain sebagainya.

2.1 Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi

Kewaspadaan berdasarkan transmisi sebagai tambahan


Kewaspadaan Standar yang dilaksanakan sebelum pasien
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 53
didiagnosis dan setelah terdiagnosis jenis infeksinya. Jenis
kewaspadaan berdasarkan transmisi sebagai berikut:
I. Melalui kontak
II. Melalui droplet
III. Melalui udara (Airborne Precautions)
IV. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat,
peralatan)
V. Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)
Suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara. Dalam
modul ini, akan di bahas yang berkaitan dengan HAIs yaitu
transmisi kontak, droplet dan airborne.

I. Kewaspadaan Transmisi Melalui Kontak


Kewaspadaan ini bertujuan untuk menurunkan risiko
timbulnya Healthcare Associated Infections (HAIs), terutama
risiko transmisi mikroba yang secara epidemiologi diakibatkan
oleh kontak langsung atau tidak langsung.
a. Kontak langsung meliputi kontak dengan permukaan kulit
yang terbuka dengan kulit terinfeksi atau kolonisasi.
Misalnya pada saat petugas membalikkan tubuh pasien,
membantu pasien bergerak, mengganti perban, merawat
oral pasien Herpes Simplex Virus (HSV) tanpa sarung
tangan.
b. Transmisi kontak tidak langsung adalah kontak dengan
cairan sekresi pasien terinfeksi yang ditransmisikan melalui
tangan petugas yang belum dicuci atau benda mati
dilingkungan pasien, misalnya instrumen, jarum, kasa,
mainan anak, dan sarung tangan yang tidak diganti.
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 54
c. Hindari menyentuh permukaan lingkungan lainyang tidak
berhubungan dengan perawatan pasien sebelum
melakukan aktivitas kebersihan tangan (hand hygiene).
d. Petugas harus menahan diri untuk tidak menyentuh mata,
hidung, mulut saat masih memakai sarung tangan
terkontaminasi/tanpa sarung tangan.

II. Kewaspadaan Transmisi Melalui Droplet


Transmisi droplet terjadi ketika partikel droplet berukuran >5
µm yang dikeluarkan pada saat batuk, bersin, muntah, bicara,
selama prosedur suction, bronkhoskopi, melayang di udara
dan akan jatuh dalam jarak < 2 m dan mengenai mukosa atau
konjungtiva, bila memungkinkan dengan masker 4 lapis atau
yang mengandung pembunuh kuman (germ, decontaminator).
Jika transmisi percikan ini dapat terjadi pada kasus antara lain
common cold, respiratory syncitialvirus (RSV), Adenovirus,
H5N1, H1N1.

III. Kewaspadaan Transmisi Melalui Uara (Air-Borne


Precautions)
Transmisi melalui udara secara epidemiologi dapat terjadi bila
seseorang menghirup percikan partikel nuklei yang
berdiameter 1- 5 µm (2 m dari sumber, dapat terhirup oleh
individu rentan di ruang yang sama atau yang jauh dari sumber
mikroba. Penting mengupayakan pertukaran udara >12 x/jam
(12 Air Changes per Hour/ACH).

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 55


Bagan 2.12 alur pasien penyakit infeksi berdasarkan transmisi

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 56


Bagan 2.10 Perbandingan jenis-jenis pencegahan berbasis transmisi

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 57


SEKARANG SAYA TAHU

PPI adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya


infeksi pada pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar
fasilitas pelayanan Kesehatan. dan ruang lingkup PPI mencakup
upaya pencegahan penularan/transmisi penyakit infeksi terkait
pelayanan atau Health Care Associated Infections (HAIs) dan infeksi
yang bersumber dari masyarakat.

Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh


mikroorganisme patogen, dengan/tanpa disertai gejala klinik.

Penyakit Infeksi bersumber dari rumah sakit sebelumnya dikenal


dengan istilah infeksi nosocomial (Hospital Acquired Infection),
selanjutnya istilah ini berganti menjadi HAIs (Healthcare Associated
Infections / Penyakit Infeksi berkaitan dengan pelayanan Kesehatan.

Rantai Infeksi (chain of infection) merupakan rangkaian yang harus


ada untuk menimbulkan infeksi. apabila satu mata rantai diputus
atau dihilangkan, maka penularan infeksi dapat dicegah atau
dihentikan
kewaspadaan Isolasi mencakup kewaspadaan standar dan

kewaspadaan transmisi.

Penerapan kewaspadaan standar dan program pencegahan Infeksi


yang perlu diperhatikan oleh bidan pada Ibu hamil terbatas pada:
a) Kebersihan tangan (hand hygiene)
b) Penggunaan APD sesuai indikasi dan jenis paparan

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 58


c) Kebersihan pernafasan dan Etika batuk
d) Penyuntikan yang aman
e) Pengendalian lingkungan sesuai prinsip PPI
f) Pengelolaan (dekontaminasi) peralatan medis,
g) Pengelolaan limbah medis dan non medis
h) Edukasi dan Pemeriksaan Kebersihan perseorangan
(Personal hygiene) pada klien meliputi: penerapan mencuci
tangan, penggunaan masker sehubungan dengan masa
pandemi COVID-19, Kebersihan pernafasan dan Etika batuk,
penerapan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) dan
GERMAS.

Kebersihan tangan dilakukan untuk membunuh mikro-organisme


maupun membersihkan tangan dari kotoran yang nampak termasuk
debu ataupun terkena cairan tubuh. Kebersihan tangan dapat
dilakukan dengan menggunakan sabun dan air mengalir ataupun
menggunakan alkohol (alcohol based handrubs) bila tangan tidak
nampak kotor.

Alat pelindung diri (APD) adalah perangkat alat yang dirancang


sebagai penghalang terhadap penetrasi zat, partikel padat, cair,
atau udara untuk melindungi pemakainya dari cedera atau
penyebaran infeksi atau penyakit.

1. Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan


membran mukosa dari resiko pajanan darah, cairan tubuh,
sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir
dari pasien ke petugas dan sebaliknya. APD harus
digunakan di tempat dan waktu yang ditentukan

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 59


a. sesuai indikasi dan resiko pajanan : Petugas menilai
resiko darah, cairan tubuh, eksresi/sekresi atau bahan
infeksius
b. dalam ukuran yang benar
Pelepasan APD dilakukan dengan prinsip: APD yang digunakan
terakhir adalah yang akan dilepaskan pertama kali

Pengendalian lingkungan di fasilitas pelayanan kesehatan, antara


lain berupa upaya perbaikan kualitas udara, kualitas air, dan
permukaan lingkungan, serta desain dan konstruksi bangunan,
dilakukan untuk mencegah transmisi mikroorganisme kepada
pasien, petugas dan pengunjung.

Limbah Rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lain sebagai


sarana pelayanan kesehatan adalah tempat berkumpulnya orang
sakit maupun sehat, dapat menjadi tempat sumber penularan
penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan
dan gangguan kesehatan, juga menghasilkan limbah yang dapat
menularkan penyakit. Untuk menghindari risiko tersebut maka
diperlukan pengelolaan limbah di fasilitas pelayanan kesehatan.

Jenis peralatan Kesehatan menurut Dr. Earl Spaulding,


berdasarkan penggunaan dan risiko infeksinya adalah sebagai
berikut :

a. Peralatan kritikal adalah alar-alat yang masuk ke dalam


pembuluh darah atau jaringanlunak. Semua peralatan kritikal
wajib dilakukan sterilisasi

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 60


b. Peralatan semi kritikal adalah alat-alat yang kontak dengan
membran mukosa saat dipergunakan. Semua peralatan semi
krtikal wajib dilakukan minimal Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)

c. Peralatan non kritiikal adalah peralatan yang saat


digunakan
d. hanya menyentuh permukaan kulit saja (kulit utuh),cukup
dilakukan pembersihan saja

Pengelolaan peralatan perawatan pasien alat medis lainnya adalah


proses pengelolaan, dekontaminasi dan pengemasan berdasarkan
kategori kritikal, semi kritikal, dan non kritikal.

Penyuntikan yang aman adalah penyuntikan yang dilakukan


sesuai dengan prinsip-prinsip penyuntikan yang benar : One
needle, One medicatio, One patient
Kebersihan Pernafasan/Etika Batuk dan Bersin diterapkan untuk
semua orang terutama pada kasus infeksi dengan jenis transmisi air
borne dan droplet

Perilaku Pencegahan dan pengendalian Infeksi bergantung pada


kondisi klien/pasien, kondisi lingkungan dan paparan. Namun,
yang terpenting adalah kondisi klien/pasien, penting untuk
memberikan edukasi terkait PHBS dan GERMAS. Adapun
edukasi terkait Perilaku Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Kewaspadaan berdasarkan transmisi sebagai tambahan
Kewaspadaan Standar. Kewaspadaan ini diterapkan untuk
mencegah & memutus rantai penularan penyakit lewat kontak,
droplet & udar

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 61


REFERENSI

1. Permenkes Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Program


Pencegahan Infeksi (PPI)
2. Permenkes RI No 21 Tahun 2021 Tentang Pelayanan
Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan,
dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan
Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan
Seksual
3. Renstra Kemenkes RI Tahun 2020 – 2024
4. Petunjuk Teknis Program PPI Tahun 2020
5. Modul PPI Tahun 2021, KEMENTERIAN KESEHATAN RI
6. Rhapsode Learner, modul online, 2022
7. Kaslam P, dkk, 2021, ”Pencegahan Pengendalian Infeksi”
UI Publishing

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 62


Lampiran 1 :

Teknik Penggunaan APD (Alat Pelindung Diri)

1. Cara Penggunaan Seragam Tenaga Medis

2. Cara Penggunaan Masker

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 63


3. Cara Penggunaan pelindung wajah/face shield atau
kacamata gogles

4. Cara Pemasangan sarung tangan medis


(gloves/hand scoen)

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 64


Gambar Teknik Pelepasan APD

Teknik Pelepasan Medical Gown

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 65


Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (MI.5) || 66
Kolaborasi dan Rujukan Sesuai Kasus (MPI.6) | i
DAFTAR ISI

Daftar Isi ii

A. Tentang Modul Ini 1

Deskripsi Singkat 2

Tujuan Pembelajaran 2

Materi Pokok 2

B. Kegiatan Belajar 3

Materi Pokok ! : Kolaborasi Program Terpadu 4

Pendahuluan 4

Indikator Hasil Belajar 4

Sub Materi Pokok 4

Sekarang Saya Tahu 12

Materi Pokok 2: Rujukan Kompilasi Kehamilan 13

Pendahuluan 13

Indikator Hasil Belajar 14

Sub Materi Pokok 14

Uraian Sub Materi Pokok 14


15
Sekarang Saya Tahu
27
Referensi 28

K o l a b o r a s i d a n R u j u k a n S e s u a i K a s u s ( M P I . 6 ) | ii
A Tentang Modul Ini

Kolaborasi dan Rujukan Sesuai Kasus (MPI.6) | 1


DESKRIPSI SINGKAT

Mata pelatihan ini membahas tentang kolaborasi program terpadu dan


rujukan komplikasi kehamilan.

TUJUAN PEMBELAJARAN

a) Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan
kolaborasi dan rujukan sesuai kasus.

Indikator Hasil Belajar

b) Setelah mengikuti materi ini, peserta latih mampu:

1. Melakukan kolaborasi program terpadu

2. Melakukan rujukan komplikasi kehamilan

MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:


1. Kolaborasi Program Terpadu
2. Rujukan Komplikasi Kehamilan

Kolaborasi dan Rujukan Sesuai Kasus (MPI.6) | 2


B Kegiatan Belajar

Kolaborasi dan Rujukan Sesuai Kasus (MPI.6) | 3


MATERI POKOK 1
KOLABORASI PROGRAM
TERPADU
a) Pendahuluan
Kualitas layanan ANC dinilai masih rendah berdasarkan data
Sirkesnas 2016. Data menunjukkan bahwa Cakupan
Kunjungan Ke-4 (K4) secara nasional sebesar 72,5%,
sedangkan cakupan layanan ANC 10T sangat rendah, yaitu
2,7%. Untuk komponen pemeriksaan laboratorium pada ibu
hamil, tes golongan darah hanya 38,3%, sedangkan
pemeriksaan proteinurin 35,6%. Pemberian tablet tambah
darah 90 tablet hanya 34,8%. Oleh karena itu, diperlukan
peningkatan kualitas layanan antenatal melalui pelaksanaan
ANC terpadu dengan melibatkan kolaborasi lintas program.

b) Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi ini, peserta latih mampu
melakukan kolaborasi program terpadu.

c) Sub Materi Pokok


• Pengertian kolaborasi
• Mekanisme Kolaborasi terpadu

Kolaborasi dan Rujukan Sesuai Kasus (MPI.6) | 4


Uraian Materi Pokok 1

• Pengertian kolaborasi
Kolaborasi di dalam pelayanan kesehatan,
didefinisikan sebagai kerja sama tenaga
kesehatan secara kooperatif, berbagi tanggung
jawab untuk memecahkan masalah dan membuat
keputusan untuk merumuskan dan melaksanakan
rencana perawatan pasien (O’Daniel M & Rosenstein
AH, 2008).
Kolaborasi antarprofesi dibutuhkan dalam suatu
pelayanan kesehatan dapat membawa berbagai manfaat
seperti memberikan pelayanan kesehatan yang
berkualitas dengan menggabungkan keahlian unik
profesional; memaksimalkan produktivitas,
aktivitas, dan efisiensi sumber daya;
meningkatkan profesionalisme, kepuasan, dan
loyalitas kerja; meningkatkan kohesivitas
antarprofesional; dan menetapkan kejelasan
peran dalam berinteraksi secara profesional
(O’Daniel M & Rosenstein AH, 2008).
Kolaborasi yang sukses dapat diwujudkan jika
setiap komponennya dapat bekerja sama. Hasil
rangkuman berbagai literatur menunjukkan bahwa
beberapa faktor dapat membantu membuat model
Kerjasama tim yang berhasil (O’Daniel M &
Rosenstein AH, 2008). Faktor-faktor keberhasilan

Kolaborasi dan Rujukan Sesuai Kasus (MPI.6) | 5


kerja sama tim tersebut adalah:
a. Komunikasi yang terbuka
b. Lingkungan yang tidak represif
c. Arahan yang jelas
d. Anggota tim mengetahui dengan jelas peran
dan tugaskan
e. Saling menghormati
f. Berbagi tanggung jawab untuk kesuksesan
tim
g. Partisipasi anggota seimbang
h. Manajemen konflik yang baik
i. Aturan yang jelas tentang kewenangan dan
akuntabilitas
j. Prosedur pengambilan keputusan yang jelas
dan diketahui
k. Komunikasi dan berbagi informasi secara
rutin
l. Lingkungan yang kondusif, termasuk akses
ke sumber daya yang dibutuhkan
m. Terdapat mekanisme untuk mengevaluasi
hasil dan penyesuaiannya

Pada praktiknya, kolaborasi tim Kesehatan tidak


mudah dan menemui banyak tantangan. Tantangan
utama dalam melakukan kolaborasi adalah melakukan
komunikasi secara efektif antarprofesi Kesehatan.
Menurut pustaka (O’Daniel M & Rosenstein AH, 2008),
ini adalahrangkuman faktor-faktor yang menyebabkan

Kolaborasi dan Rujukan Sesuai Kasus (MPI.6) | 6


barier komunikasi.
a. Nilai dan harapan pribadi yang berbeda
b. Perbedaan kepribadian
c. Hierarki
d. Perilaku yang mengganggu
e. Budaya dan etnis
f. Perbedaan generasi
g. Jenis kelamin
h. Sejarah persaingan antarprofesional dan
intraprofesional
i. Perbedaan bahasa dan jargon
j. Perbedaan jadwal dan rutinitas
k. Berbagai tingkat persiapan, kualifikasi, dan status
l. Perbedaan persyaratan, peraturan, dan norma
dari masing-masing pendidikan profesi
m. Ketakutan akan identitas profesional yang
berubah
n. Perbedaan dalam akuntabilitas, pembayaran, dan
penghargaan
o. Kekhawatiran tentang tanggung jawab klinis
p. Kompleksitas perawatan
q. Penekanan pada pengambilan keputusan yang
cepat

Jika barier-barier tersebut berusaha diatasi oleh anggota


tim, tentunya kolaborasi akan berjalan dengan baik.
Walaupun demikian, ketika tim membutuhkan untuk
mengkomunikasikan informasi yang kompleks dalam

Kolaborasi dan Rujukan Sesuai Kasus (MPI.6) | 7


waktu singkat, sebaiknya Teknik komunikasi
terstrukturlah yang digunakan agar penyampaiannya
dapat akurat.

Salah satu Teknik komunikasi terstruktur adalah SBAR.


Dengan singkatan dari Situation, Background,
Assessment dan Recomemndation, SBAR adalah teknik
untuk mengkomunikasikan informasi penting yang
membutuhkan perhatian dan tindakan segera terkait
kondisi pasien. Berikut ini penjelasan dan contoh dari
SBAR

Situation -Situasi – Apa yang terjadi dengan pasien?


"Saya menelepon tentang Ny. Ani di ruang perawatan 01.
Keluhan utama adalah sesak napas yang baru timbul."
Background - Latar Belakang – Apa latar belakang atau
konteks klinisnya?
“Pasien adalah seorang wanita berusia 35 tahun,
G3P2A0 dengan perdarahan. Tidak ada riwayat penyakit
jantung atau paru-paru sebelumnya.”
Assessment - Penilaian – Menurut saya apa
masalahnya?
“Suara napas menurun di sisi kanan dengan pengakuan
rasa sakit.”
Recommendation- Rekomendasi – Apa yang akan saya
lakukan untuk memperbaikinya?
“Saya merasa sangat pasien harus diases sekarang.
Apakah Anda bersedia untuk masuk?”

Kolaborasi dan Rujukan Sesuai Kasus (MPI.6) | 8


Komunikasi yang efektif akan mendorong kolaborasi dan
membantu mencegah terjadinya kesalahan. Sebuah
fasyankes harus melakukan asesmen terhadap
kemungkinan komunikasi yang buruk dalam jajarannya
dan menyusun program untuk meningkatkan kolaborasi
tim kerjanya. Dengan menyelesaikan masalah ini,
diharapkan organisasi dapat meningkatkan keberhasilan
klinis dari setiap pasien yang datang, dalam konteks
pelayanan ibu hamil adalah untuk memenuhi hak setiap
ibu hamil untuk memperoleh pelayanan antenatal yang
komprehensif dan berkualitas sehingga ibu hamil dapat
menjalani kehamilan dan persalinan dengan pengalaman
yang bersifat positif serta melahirkan bayi yang sehat dan
berkualitas.

• Mekanisme Kolaborasi terpadu


Mekanisme kolaborasi terpadu pada pemeriksaan ibu
hamil tertuang pada pedoman ANC Terpadu tahun 2020
(Kemenkes, 2020). Menurut pedoman tersebut,
pemeriksaan ANC dilaksanakan minimal 6 kali.
Kunjungan tersebut melibatkan bidan, dokter dan
integrasi pelayanan yang melibatkan lintas program.

Pada ANC kunjungan pertama dokter akan melakukan


skrining dan menangani faktor risiko kehamilan. Pada
kunjungan kelima di trimester 3 kehamilan, dokter
melaksanakan skrining faktor risiko persalinan.
Pemeriksaan klinis dan USG oleh dokter di puskesmas

Kolaborasi dan Rujukan Sesuai Kasus (MPI.6) | 9


bertujuan untuk mengidentifikasi kelainan medik terkait
obstetri maupun nonobstetri serta pemberian
rekomendasi ANC dan persalinan. Penemuan masalah
semakin awal membuka peluang mengatasi masalah
tersebut lebih awal pula dan mencegah timbulnya
komplikasi yang dapat berdampak pada kematian ibu
maupun janin.

Bidan, sebagai mitra dokter, diharapkan mampu


berkolaborasi dengan mempermudah proses tersebut.
Bidan juga diharapkan memiliki wawasan mengenai
USG sehingga dapat melakukan edukasi yang tepat di
masyarakat tentang kegunaan pemeriksaan klinis dan
ultrasonografi. Pengetahuan dasar mengenai apa itu
mesin ultrasonografi dan gambaran sederhana cara
kerja mesin ultrasonografi, etika dalam pemeriksaan
ultrasonografi, hal apa saja yang perlu dipersiapkan
dalam proses pemeriksaan ultrasonografi oleh dokter,
serta konsep rujukan dini sangat penting untuk dipahami
oleh bidan dalam melakukan kolaborasi ANC di
fasyankes tingkat pertama bersama dokter. Jika dokter
dan bidan di fasyankes primer menemukan kondisi
abnormal sejak dini, kolaborasi rujukan dapat dilakukan
sebelum terjadi komplikasi berat.
Selain kolaborasi dokter dan bidan, integrasi pelayanan
ANC juga melibatkan lintas program seperti Pencegahan
dan Penanggulangan Penyakit Menular (Tuberkulosis,
Malaria, IMS dan Kecacingan), Penyakit Tidak Menular

K o l a b o r a s i d a n R u j u k a n S e s u a i K a s u s ( M P I . 6 ) | 10
(DM, Hipertensi, Jiwa dan Jantung), Gizi serta beberapa
program lokal dan spesifik lainnya. Penjelasan rinci
mengenai integrasi Pelayanan ANC lintas program telah
dijelaskan di MPI 2 tentang Konsep Pelayanan ANC
Terpadu (Kemenkes, 2020).

Diharapkan kolaborasi antarprofesi tenaga Kesehatan


akan meningkatkan kualitas layanan ANC di level
puskesmas. Hal inilah yang sangat diharapkan menjadi
motor penggerak utama percepatan penurunan angka
kematian ibu dan bayi di Indonesia.

K o l a b o r a s i d a n R u j u k a n S e s u a i K a s u s ( M P I . 6 ) | 11
SEKARANG SAYA TAHU

Kolaborasi dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan yang


berkualitas. Dalam konteks pemeriksaan ibu hamil, pelaksanaan
kolaborasi terpadu dituangkan dalam Pedoman ANC Terpadu tahun
2020. Pada ANC kunjungan pertama dokter akan melakukan skrining
dan menangani faktor risiko kehamilan. Pada kunjungan kelima di
trimester 3 kehamilan, dokter melaksanakan skrining faktor risiko
persalinan. Integrasi pelayanan ANC juga melibatkan lintas program
seperti Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular
(Tuberkulosis, Malaria, IMS dan Kecacingan), Penyakit Tidak Menular
(DM, Hipertensi, Jiwa dan Jantung), Gizi serta beberapa program lokal
dan spesifik lainnya.

K o l a b o r a s i d a n R u j u k a n S e s u a i K a s u s ( M P I . 6 ) | 12
MATERI POKOK 2
RUJUKAN KOMPLIKASI
KEHAMILAN

a) Pendahuluan
Rujukan ibu hamil dan neonatus berisiko tinggi merupakan
komponen yang penting dalam pelayanan asuhan ibu hamil.
Dalam pelayanan maternal, ibu hamil terkadang mengalami
kondisi komplikasi yang tidak mampu diatasi oleh tenaga
dan perlengkapan dari fasilitas pelayanan kesehatan yang
bersangkutan. Risiko tinggi tersebut dapat disebabkan oleh
ibu dan/atau janin yang dikandungnya (Bina Kesehatan
Masyarakat, 2010).

Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan jumlah


penduduk yang besar. Sistem pelayanan kesehatan masih
terfragmentasi dan belum sepenuhnya berkesinambungan.
Pemerataan akses pelayanan rujukan dan penataan jejaring
pelayanan rujukan sangat diperlukan untuk mengatasi
masalah ini. Di dalam Permenkes Nomor 13 Tahun 2022
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 21 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024, penguatan tata
laksana rujukan dilakukan dengan pengembangan
mekanisme komunikasi antara fasilitas pelayanan rujukan
serta membenahi fungsi rujuk balik yang terintegrasi dan
berbasis teknologi. Dengan memahami pengertian dan

K o l a b o r a s i d a n R u j u k a n S e s u a i K a s u s ( M P I . 6 ) | 13
mekanisme rujukan di dalam modul ini, tenaga kesehatan
diharapkan dapat memperbaiki kualitas pelayanan pasien.

b) Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi ini, peserta latih mampu
melakukan rujukan komplikasi kehamilan.

c) Sub Materi Pokok


• Pengertian rujukan
• Mekanisme rujukan

K o l a b o r a s i d a n R u j u k a n S e s u a i K a s u s ( M P I . 6 ) | 14
Uraian Materi Pokok 2

• Pengertian rujukan
Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung
jawab atas masalah kesehatan masyarakat dan kasus-
kasus penyakit yang dilakukan secara timbal balik secara
vertikal maupun horizontal meliputi rujukan sarana,
rujukan teknologi, rujukan tenaga ahli, rujukan
operasional, rujukan kasus, rujukan ilmu pengetahuan
dan rujukan bahan-bahan pemeriksaan laboratorium
(Bina Kesehatan Masyarakat, 2010).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43


Tahun 2019 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat,
sistem rujukan adalah penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan
tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal
balik baik vertikal maupun horizontal.

Berdasarkan sifatnya, rujukan ibu hamil


dibedakan menjadi:
• Rujukan kegawatdaruratan
Rujukan kegawatdaruratan adalah rujukan yang
dilakukan sesegera mungkin karena berhubungan
dengan kondisi kegawatdaruratan yang mendesak.
Rujukan segera ini dibutuhkan pada kondisi
kegawatdaruratan pada kehamilan seperti

K o l a b o r a s i d a n R u j u k a n S e s u a i K a s u s ( M P I . 6 ) | 15
perdarahan, preeklamsia, eklamsia, ketuban pecah
dini, gawat janin, atau kondisi-kondisi
kegawatdaruratan lain yang mengancam nyawa ibu
dan bayi.
• Rujukan berencana
Rujukan berencana adalah rujukan yang dilakukan
dengan persiapan yang lebih panjang ketika keadaan
umum ibu masih relatif lebih baik, misalnya di masa
antenatal atau awal persalinan ketika didapati
kemungkinan risiko komplikasi.
Rujukan ini dilakukan pada kondisi kehamilan yang
mengalami masalah kesehatan dan membutuhkan
rujukan untuk konsultasi dan kerja sama dengan
profesi kesehatan lain dalam penanganannya.
Beberapa contoh kondisi kehamilan tersebut adalah:
i. Pada kehamilan sebelumnya, Ibu
memiliki riwayat janin atau neonatus
mati, keguguran lebih dari 3 kali, bayi
<2500 g dan >4500 g, hipertensi, dan
pembedahan pada organ reproduksi.
ii. Pada kehamilan saat ini, Ibu mengalami
kehamilan ganda, usia ibu <16 atau >40
tahun, Rh(-), hipertensi, massa pelvis,
penyakit jantung, penyakit ginjal, DM, malaria,
HIV, sifilis, TBC, anemia berat,
penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol,
LILA <23,5 cm, tinggi badan < 145 cm,
kenaikan berat badan <1kg atau >2kg setiap

K o l a b o r a s i d a n R u j u k a n S e s u a i K a s u s ( M P I . 6 ) | 16
bulan atau tidak sesuai IMT, TFU tidak sesuai
usia kehamilan, pertumbuhan janin terhambat,
infeksi saluran kemih, penyakit kelamin,
malposisi/malpresentasi, gangguan kejiwaan,
dan kondisi-kondisi lain yang dapat memburuk
kehamilan.
Karena tidak bersifat gawat darurat, rujukan
berencana ini dapat dilakukan dengan pilihan
modalitas transportasi yang lebih variasi, nyaman,
dan aman bagi pasien.

• Mekanisme Rujukan
i. Mekanisme rujukan kegawatdaruratan
Mekanisme rujukan segera untuk kehamilan dengan
kondisi kegawatdaruratan sebagai berikut:
a. Rujuk segera ke fasilitas kesehatan terdekat di
mana tersedia pelayanan kegawatdaruratan
obstetri yang sesuai.
b. Sambil menunggu transportasi, berikan
pertolongan awal kegawatdaruratan, jika perlu
berikan pengobatan.
c. Mulai berikan cairan infus intravena
d. Temani ibu hamil dan anggota keluarganya
e. Bawa obat dan kebutuhan-kebutuhan lain
f. Bawa catatan medis atau kartu kesehatan ibu
hamil, surat rujukan, dan pendanaan yang cukup

K o l a b o r a s i d a n R u j u k a n S e s u a i K a s u s ( M P I . 6 ) | 17
ii. Mekanisme rujukan berencana
Langkah-langkah rujukan berencana secara
sistematis
a. Rencana merujuk dikomunikasikan dengan ibu
dan keluarganya. Rujukan harus mendapatkan
persetujuan dari ibu dan/atau keluarganya. Hal
berikut ini sebaiknya didiskusikan antara tenaga
Kesehatan dengan keluarga adalah:
• Diagnosis dan tindakan medis yang
diperlukan
• Alasan untuk merujuk ibu
• Risiko yang dapat timbul bila rujukan tidak
dilakukan
• Risiko yang dapat timbul selama rujukan
dilakukan
• Waktu yang tepat untuk merujuk dan durasi
yang dibutuhkan untuk merujuk
• Tujuan rujukan
• Modalitas dan cara transportasi yang
digunakan
• Nama tenaga kesehatan yang akan
menemani ibu
• Jam operasional dan nomor telepon rumah
sakit/pusat layanan kesehatan yang dituju
• Perkiraan lamanya waktu perawatan
• Perkiraan biaya dan sistem pembiayaan
(termasuk dokumen kelengkapan untuk

K o l a b o r a s i d a n R u j u k a n S e s u a i K a s u s ( M P I . 6 ) | 18
Jampersal, Jamkesmas, atau asuransi
kesehatan)
• Petunjuk arah dan cara menuju tujuan
rujukan dengan menggunakan modalitas
transportasi lain
• Pilihan akomodasi untuk keluarga
b. Fasyankes tujuan rujukan harus dihubungi dan
disampaikan hal-hal berikut:
• Nama pasien
• Nama tenaga kesehatan yang merujuk
• Indikasi rujukan
• Kondisi ibu dan janin
• Rencana terkait prosedur teknis rujukan
(termasuk kondisi lingkungan dan cuaca
menuju tujuan rujukan)
• Kesiapan sarana dan prasarana di tujuan
rujukan
• Penatalaksanaan yang sebaiknya dilakukan
selama dan sebelum transportasi,
berdasarkan pengalaman-pengalaman
rujukan sebelumnya
c. Beberapa berkas harus dilengkapi dan
dikirimkan ke fasyankes tujuan adalah:
• Formulir rujukan pasien (minimal berisi
identitas ibu, hasil pemeriksaan, diagnosis
kerja, terapi yang telah diberikan, tujuan
rujukan, serta nama dan tanda tangan
tenaga kesehatan yang memberi pelayanan)

K o l a b o r a s i d a n R u j u k a n S e s u a i K a s u s ( M P I . 6 ) | 19
• Fotokopi rekam medis kunjungan antenatal
• Fotokopi rekam medis yang berkaitan
dengan kondisi saat ini
• Hasil pemeriksaan penunjang
• Berkas-berkas lain untuk pembiayaan
menggunakan jaminan kesehatan

d. Pastikan ibu yang dirujuk telah mengenakan


gelang identifikasi.
e. Bila terdapat indikasi, pasien dapat dipasang
jalur intravena dengan kanul berukuran 16 atau
18.
f. Mulai penatalaksanaan dan pemberian obat-
obatan sesuai indikasi segera setelah berdiskusi
dengan tenaga kesehatan di tujuan rujukan.
Semua resusitasi, penanganan
kegawatdaruratan dilakukan sebelum
memindahkan pasien.
g. Periksa kelengkapan alat dan perlengkapan
yang akan digunakan untuk merujuk, dengan
mempertimbangkan juga kemungkinan yang
dapat terjadi selama transportasi.
h. Selalu siap sedia untuk kemungkinan terburuk.
i. Nilai kembali kondisi pasien sebelum merujuk,
meliputi:
• Keadaan umum pasien
• Tanda vital (Nadi, Tekanan darah, Suhu,
Pernafasan)

K o l a b o r a s i d a n R u j u k a n S e s u a i K a s u s ( M P I . 6 ) | 20
• Denyut jantung janin
• Presentasi
• Dilatasi serviks
• Letak janin
• Kondisi ketuban
• Kontraksi uterus: kekuatan, frekuensi,
durasi

j. Catat dengan jelas semua hasil pemeriksaan


berikut nama tenaga kesehatan dan jam
pemeriksaan terakhir
k. Untuk memudahkan dan meminimalkan risiko
dalam perjalanan rujukan, keperluan untuk
merujuk ibu dapat diringkas menjadi BAKSOKU
(Bidan, Alat, Keluarga, Surat, Obat, Kendaraan,
dan Uang)

Sebagai catatan, sebaiknya tidak dilakukan rujukan


pada beberapa kondisi berikut:
• Kondisi ibu tidak stabil untuk dipindahkan
• Kondisi janin tidak stabil dan terancam untuk terus
memburuk
• Persalinan sudah akan terjadi
• Tidak ada tenaga kesehatan terampil yang dapat
menemani
• Kondisi cuaca atau modalitas transportasi
membahayakan

K o l a b o r a s i d a n R u j u k a n S e s u a i K a s u s ( M P I . 6 ) | 21
Saat ini, Kementerian Kesehatan sedang melakukan
pengembangan sistem teknologi rujukan untuk
membenahi mekanisme komunikasi antara fasilitas
pelayanan rujukan serta membenahi fungsi rujuk balik
yang terintegrasi (Kemenkes, 2022). Bidan, selaku
tenaga kesehatan di fasyankes primer, harus
mengetahui sistem rujukan berbasis teknologi
informasi melalui aplikasi Sistem Rujukan Terintegrasi
(Sisrute). Aplikasi ini meningkatkan kinerja fasilitas
pelayanan kesehatan serta mempercepat proses
rujukan sesuai kebutuhan medis pasien dan
kompetensi. Pada proses rujukan menggunakan
SISRUTE diharapkan adanya komunikasi dan
informasi awal sebelum pasien dirujuk melalui media
komunikasi (SMS, aplikasi android dan WEB),
sehingga pelayanan di RS tempat rujukan dapat
memberikan pelayanan yang cepat dan tepat serta
berdampak pada keselamatan pasien dan kepuasan
keluarga/pasien.

iii. Perlengkapan rujukan


Perlengkapan dan modalitas transportasi sangat
penting saat melakukan rujukan, terutama rujukan
segera karena kasus kegawatdaruratan.
Perlengkapan yang digunakan untuk proses rujukan
ibu sebaiknya memiliki kriteria:
• Akurat
• Ringan, kecil, dan mudah dibawa

K o l a b o r a s i d a n R u j u k a n S e s u a i K a s u s ( M P I . 6 ) | 22
• Berkualitas dan berfungsi baik
• Permukaan kasar untuk menahan gerakan akibat
percepatan dan getaran
• Dapat diandalkan dalam keadaan cuaca ekstrem
tanpa kehilangan akurasinya
• Bertahan dengan baik dalam perubahan tekanan
jika digunakan dalam pesawat terbang
• Mempunyai sumber listrik sendiri (baterai) tanpa
mengganggu sumber listrik kendaraan
Perlengkapan Umum
• Formulir rujukan ibu (diisi lengkap, siapkan juga
cadangan)
• Tandu (stretcher)
• Stetoskop
• Termometer
• Baskom muntah
• Lampu senter
• Sfigmomanometer (digital lebih baik)
• Doppler (bila tidak ada, gunakan stetoskop janin)
• Infusion pump (tenaga baterai)
• Sarung tangan steril (3 pasang, berbagai ukuran)
• Pembalut wanita, diutamakan pembalut khusus
pascasalin
• Lubrikan steril
• Larutan antiseptik
Cairan dan Obat-obatan
• 1000 ml 5% D/W

K o l a b o r a s i d a n R u j u k a n S e s u a i K a s u s ( M P I . 6 ) | 23
• 1000 ml Ringer Laktat
• 1000 ml NaCl 0,9% / Asering
• Cairan koloid
• Soluset atau buret
• Plester
• Torniket
• Masing-masing sepasang kanul intravena ukuran
16, 18, dan 20
• Butterfly (kanula IV tipe kupu-kupu) ukuran 21
• Spuit dan jarum
• Swab alkohol
• MgSO4 1 g/ampul
• Ca glukonas
• Oksitosin 10 unit/ml
• Ergometrin 0,2 mg/ml
• 2 ampul diazepam 10 mg/ampul
• Tablet nifedipin 10 mg
• Lidokain 2%
• Epinefrin
• Sulfas atropin
• Diazepam
• Cairan dan obat-obatan lain sesuai kasus yang
dirujuk
Perlengkapan persalinan steril
• Sarung tangan steril/DTT
• 1 buah gunting episiotomi
• 1 buah gunting tali pusat

K o l a b o r a s i d a n R u j u k a n S e s u a i K a s u s ( M P I . 6 ) | 24
• 1 buah pengisap lendir DeLee atau suction
mekanis dengan kateter berukuran 10 Fr
• 2 buah klem tali pusat
• Benang tali pusat steril/DTT atau penjepit tali
pusat
• 2 buah kantong plastik
• 6 buah kasa steril/DTT 4x4
• 1 lembar duk steril/kain bersih
• Selimut bayi (2 buah)
• Selimut ibu
Perlengkapan resusitasi bayi
• Laringoskop bayi dengan blade ukuran 0 dan 1
• Self inflating bag dan sungkup oksigen untuk bayi,
berukuran 0,1, dan 2
• Pipa endotrakeal dengan stylet dan konektor,
berukuran 2,5 sampai 4
• 3 buah ampul epinefrin 1:10.000 1 ml/ampul
• Spuit 1 ml dan 2 ml
• Jarum ukuran 20 dan 25
• Pipa orogastrik
• Gunting dan plester
• Tabung oksigen kecil lengkap
Perlengkapan resusitasi dewasa
Pastikan tenaga kesehatan mampu menggunakan
alat-alat di bawah ini:
• Tabung oksigen lengkap
• Self inflating bag dan sungkup oksigen

K o l a b o r a s i d a n R u j u k a n S e s u a i K a s u s ( M P I . 6 ) | 25
• Airway nomor 3
• Laringoskop dan blade untuk dewasa
• Pipa endotrakeal 7-7,5 mm
• Suction dan kateter ukuran 14 Fr

Kendaraan
Kendaraan yang dipakai untuk merujuk ibu dalam
rujukan tepat waktu harus disesuaikan dengan medan
dan kondisi lingkungan menuju tujuan rujukan.

K o l a b o r a s i d a n R u j u k a n S e s u a i K a s u s ( M P I . 6 ) | 26
SEKARANG SAYA TAHU
Rujukan ibu hamil dan neonatus yang berisiko tinggi merupakan
komponen yang penting dalam sistem pelayanan kesehatan maternal.
Dengan memahami sistem dan cara rujukan yang baik, bidan
diharapkan dapat memperbaiki kualitas pelayanan ibu hamil.

3. Penugasan
Terlampir panduan penugasan

4. Tes Formatif, terdiri dari 10 soal yang mencakup seluruh


indikator hasil belajar

5. Kunci Jawaban, memuat jawaban dari setiap pertanyaan


evaluasi formatif yang terdapat dalam modul

K o l a b o r a s i d a n R u j u k a n S e s u a i K a s u s ( M P I . 6 ) | 27
REFERENSI

Bina Kesehatan Masyarakat. Pedoman Penanganan Kasus


Rujukan Kelainan Tumbuh Kembang Balita. --- Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI, 2010.

Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Kesehatan


Masyarakat. Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu.— Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI. 2020.

Kementerian Kesehatan RI. Permenkes No 13 Tahun 2022


tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21
Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
Tahun 2020-2024.— Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2022.

O’Daniel M, Rosenstein AH. Professional Communication and


Team Collaboration. In: Hughes RG, editor. Patient Safety and
Quality: An Evidence-Based Handbook for Nurses. Rockville (MD):
Agency for Healthcare Research and Quality (US); 2008 Apr.
Chapter 33. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK2637/

Daftar Istilah, merupakan penjelasan istilah atau kata-kata yang


terdapat dalam modul
• Kolaborasi adalah kerja sama tenaga kesehatan secara
kooperatif, berbagi tanggung jawab untuk memecahkan

K o l a b o r a s i d a n R u j u k a n S e s u a i K a s u s ( M P I . 6 ) | 28
masalah dan membuat keputusan untuk merumuskan
dan melaksanakan rencana perawatan pasien
• SBAR (Situation, Background, Assessment dan
Recomemndation) adalah teknik untuk mengkomunikasikan
informasi penting yang membutuhkan perhatian dan tindakan
segera terkait kondisi pasien
• Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab
atas masalah kesehatan masyarakat dan kasus-kasus penyakit
yang dilakukan secara timbal balik secara vertikal maupun
horizontal meliputi rujukan sarana, rujukan teknologi, rujukan
tenaga ahli, rujukan operasional, rujukan kasus, rujukan ilmu
pengetahuan dan rujukan bahan-bahan pemeriksaan
laboratorium

K o l a b o r a s i d a n R u j u k a n S e s u a i K a s u s ( M P I . 6 ) | 29
Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | i
DAFTAR ISI

Daftar isi ii

A. Tentang Modul Ini 1

Deskripsi Singkat 2

Tujuan Pembelajaran 3

Materi Pokok 4

B. Kegiatan Belajar 5

Materi Pokok 1: Standar Pelayanan Antenatal 6

Pendahuluan 6

Indikator Hasil Belajar 6

Sub Materi Pokok 6

Uraian Materi pokok I 7

Sekarang Saya Tahu Materi Pokok I 17

Materi Pokok 2 Tatalaksana Asuhan Ibu Hamil 18


Terpadu

Pendahuluan 18

Indikator Hasil Belajar 18

Sub Materi Pokok 18

Uraian Materi 20

Sekarang Saya Tahu 41

Referensi 42

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | ii


A Tentang Modul Ini

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 1


DESKRIPSI SINGKAT

Saat seorang bidan diberikan tugas memberikan pelayanan pada


ibu hamil dikomunitas tentunya bidan tersebut dituntut untuk
mampu memberikan asuhan ibu hamil terpadu secara efektif,
efisien, aman, holistic berdasarkan standar praktik kebidanan dan
kode etik profesi. Selain itu seorang bidan juga harus dapat
mendeteksi secara dini setiap masalah ataupun komplikasi yang
dapat dialami oleh ibu hamil dan memberikan intervensi sesuai
kewenangannya.
Mata pelatihan ini membahas tentang standar pelayanan
antenatal, identifikasi data dasar, penentuan diagnosa/masalah
antenatal terpadu, perencanaan asuhan antenatal terpadu,
implementasi asuhan antental terpadu, evaluasi dan
pendokumentasian asuhan antenatal terpadu pada kunjungan
awal kehamilan.

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 2


TUJUAN PEMBELAJARAN

A. HASIL BELAJAR
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan
asuhan ibu hamil terpadu sesuai standar

B. INDIKATOR HASIL BELAJAR


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat :
1. Menjelaskan standar pelayanan antenatal
2. Melakukan tatalaksana asuhan ibu hamil terpadu

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 3


MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah sebagai berikut:


A. Standar Pelayanan Antenatal
B. Tatalaksana Asuhan Ibu Hamil Terpadu

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 4


B Kegiatan Belajar

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 5


MATERI POKOK 1
Standar Pelayanan Antenatal

Pendahuluan
Seorang bidan harus memiliki kemampuan untuk melakukan deteksi
dini masalah-masalah seperti masalah gizi, faktor resiko, komplikasi
kebidanan, gangguan jiwa, penyakit menular dan tidak menular yang
dialami oleh ibu hamil serta mampu melakukan tatalaksana secara
adekuat pada saat memberikan pelayanan antenatal. Untuk
mendeteksi secara dini akan dapat dilakukan minimal melalui
penerapan standar pelayanan antenatal.
Pada materi pokok ini peserta pelatihan akan mendapatkan penjelasan
tentang standar pelayanan antenatal yang harus didapatkan oleh
setiap ibu hamil sebagai bagian dari pelayanan yang berkualitas yang
dilakukan oleh bidan di pelayananan Kesehatan.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mempelajari materi ini peserta mampu menjelaskan standar
pelayanan antenatal.

Sub Materi Pokok


1. Defenisi standar pelayanan antenatal
2. Standar pelayanan Antenatal

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 6


Uraian Materi Pokok 1

Anda pasti sudah sering mendengar dan memberikan pelayanan


antenatal. Apakah yang Anda ketahui terkait standar pelayanan
antenatal? Dan apa tujuan pelayanan antenatal sesuai standar?
Pelajarilah materi berikut ini dengan penuh semangat ya!

A. Defenisi Standar Pelayanan Antenatal


Standar pelayanan antenatal adalah ukuran atau parameter
yang digunakan sebagai dasar untuk menilai tingkat kualitas
serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak terjadinya
konsepsi hingga mulainya proses persalinan. Standar
pelayanan antenatal tentunya bertujuan agar semua ibu
hamil dapat menjalani kehamilan dan persalinan dengan
pengalaman yang bersifat positif serta melahirkan bayi yang
sehat dan berkualitas. Hal ini juga untuk memenuhi hak
setiap ibu hamil untuk memperoleh pelayanan Kesehatan
yang berkualitas sehingga mampu menjalani kehamilan
dengan sehat, bersalin dengan selamat dan melahirkan bayi
yang sehat dan berkualitas.
Nah, sekarang Anda telah mengetahui defenisi standar
pelayanan antenatal beserta tujuannya dalam memberikan
asuhan pada ibu hamil.
Materi selanjutnya akan membahas tentang standar
pelayanan minimal antenatal terpadu. Silahkan Anda
pelajari materi berikutnya. Selamat belajar !

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 7


B. Standar Pelayanan Antenatal
Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang standar
pelayanan antenatal di FKTP. Yuk pelajari materi berikut
dengan penuh semangat !

Standar pelayanan antenatal terpadu merujuk pada PMK


Nomor 21 tahun 2021 tentang penyelenggaraan pelayanan
Kesehatan masa sebelum hamil, masa hami, persalinan
dan masa sesudah melahirkan, pelayanan kontrasepsi dan
pelayanan Kesehatan seksual. Adapun standar pelayanan
antenatal terpadu minimal adalah sebagai berikut (10T):

1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

Penimbangan berat badan pada setiap kali


kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi
adanya gangguan pertumbuhan janin. Penambahan
berat badan yang kurang dari 9 kilogram selama
kehamilan atau kurang dari 1 kilogram setiap
bulannya menunjukkan adanya gangguan
pertumbuhan janin.
Pengukuran tinggi badan pada pertama kali
kunjungan dilakukan untuk menapis adanya faktor
risiko pada ibu hamil. Tinggi badan ibu hamil kurang
dari 145 cm meningkatkan risiko untuk terjadinya
CPD (Cephalo Pelvic Disproportion)

Asupan zat gizi untuk bayi didalam kandungan berasal


dari persediaan zat gizi di dalam tubuh ibunya. Oleh
karena itu sangat penting bagi calon ibu hamil untuk

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 8


mempunyai status gizi yang baik sebelum memasuki
kehamilannya, misalnya tidak kurus dan tidak anemi,
untuk memastikan cadangan zat gizi ibu hamil
mencukupi untuk kebutuhan janinnya. Saat hamil, salah
satu indikator apakah janin mendapatkan asupan
makanan yang cukup adalah melalui pemantauan
adekuat tidaknya pertambahan berat badan (BB) ibu
selama hamil. Bila pertambahan BB ibu hamil tidak
adekuat, janin beresiko tidak mendapatkan asupan yang
sesuai dengan kebutuhannya, sehingga dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
didalam kandungan. Ibu yang saat memasuki
kehamilannya kurus ditambah dengan pertambahan BB
yang tidak adekuat, berisiko melahirkan bayi dengan
berat lahir rendah

Pertambahan BB yang optimal berbeda-beda sesuai


dengan status gizi ibu yang diukur dengan Indek Massa
Tubuh (IMT) sebelum hamil atau pada saat memasuki
trimester pertama seperti dijelaskan pada tabel dibawah
ini. Semakin kurus seorang ibu, semakin besar target
pertambahan BB

IMT pra hamil Kenaikan BB total Laju kenaikan BB

(kg/m2) selama kehamilan pada trimester III

(kg) (rentang rerata


kg/mg)

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 9


Gizi Kurang / KEK 12.71 - 18.16 0.45 (0.45 - 0.59)

(<18.5

Normal (18.5 - 24.9) 11.35 - 15.89 0.45 (0.36 - 0.45)

Kelebihan BB (25.0 6.81 - 11.35 0.27 (0.23 - 0.32)

- 29.9)

Obes (>= 30.0) 4.99 - 9.08 0.23 (0.18 - 0.27)

Indikasi merujuk bila IMT:

• IMT>30

• BB turun >2kg/bln pd trimester 1

• BB Naik <1 kg/bln pd trimester 2

• BB Naik >2kg/bln pada trimester 3

2. Ukur tekanan darah

Pengukuran tekanan darah pada setiap kali


kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi
adanya hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg)
pada kehamilan dan preeklampsia (hipertensi disertai
edema wajah dan atau tungkai bawah; dan atau
proteinuria)

Indikasi merujuk bila:

Tekanan Darah >140/90 mmHg

Tekanan Darah <90/60 mmHg

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 10


Kenaikan Sistolik <30mmHg atau Diastolik
>15mmHg

Mean Arterial Presure (MAP) > 90 mmHg

Lakukan Skrining Preeklampsia pada usia kehamilan


<20 minggu pada tabel skrining di buku KIA dengan
menghitung MAP

MAP = (2 x Diastole) + 5
3

3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas/LILA)


Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama
oleh tenaga kesehatan di trimester I untuk skrining ibu
hamil berisiko KEK. Kecuali ibu didapatkan dengan kondisi
KEK, Pemantauan Lila tetap dilakukan setiap
kunjungannya. Kurang energi kronis disini maksudnya ibu
hamil yang mengalami kekurangan gizi dan telah
berlangsung lama (beberapa bulan/tahun) dimana LiLA
kurang dari 23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK beresiko
melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).

4. Ukur tinggi puncak rahim (fundus uteri)

Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan


antenatal dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin
sesuai atau tidak dengan umur kehamilan. Jika tinggi
fundus tidak sesuai dengan umur kehamilan, kemungkinan
ada gangguan pertumbuhan janin.

5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 11


Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir
trimester II dan selanjutnya setiap kali kunjungan
antenatal.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui letak
janin. Jika, pada trimester III bagian bawah janin bukan
kepala, atau kepala janin belum masuk ke panggul berarti
ada kelainan letak, panggul sempit atau ada masalah lain.
Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan
selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. DJJ lambat
kurang dari 110 kali/menit atau DJJ cepat lebih dari 160
kali/menit menunjukkan adanya gawat janin.
Indikasi merujuk bila :
DJJ<110x per menit
DJJ>160x per menit
Terdengar DJJ lebih dari 1 tempat

6. Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi


tetanus difteri (Td) bila diperlukan
Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu
hamil harus mendapat imunisasi TT. Pada saat kontak
pertama, ibu hamil diskrining status imunisasi T-nya.
Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil, disesuaikan
dengan status imunisasi TT ibu saat ini. Ibu hamil minimal
memiliki status imunisasi T2 agar mendapatkan
perlindungan terhadap infeksi tetanus. Ibu hamil dengan
status imunisasi T5 (TT Long Life) tidak perlu diberikan
imunisasi TT lagi.

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 12


Bidan harus memahami tentang: penentuan status
immunisasi Tetanus dan pencatatannya bagi pengelola
KIA maupun petugas Imunisasi

7. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet


selama masa kehamilan

Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus


mendapat tablet tambah darah (tablet zat besi) dan Asam
Folat minimal 90 tablet selama kehamilan yang diberikan
sejak kontak pertama.

8. Tes laboratorium:
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat antenatal
tersebut meliputi:
a. Pemeriksaan golongan darah
b. Pemeriksaan kadar Hemoglobin darah (Hb)
c. Pemeriksaan protein dalam urin
d. Pemeriksaan kadar gula darah
e. Pemeriksaan darah Malaria

f. Pemeriksaan tes Sifilis


g. Pemeriksaan HIV
h. Pemeriksaan Hepatitis (HbSAg)
i. Pemeriksaan BTA

9. Tata laksana/penanganan kasus sesuai kewenangan

Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan


hasil pemeriksaan laboratorium, setiap kelainan yang
ditemukan pada ibu hamil harus ditangani sesuai dengan
standar dan kewenangan bidan. Kasus-kasus yang tidak
dapat ditangani dirujuk sesuai dengan sistem rujukan.

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 13


10. Temu wicara (konseling) dan penilaian Kesehatan jiwa
a) Informasi yang disampaikan saat konseling minimal
meliputi hasil pemeriksaan, perawatan sesuai usia
kehamilan dan usia ibu, gizi ibu hamil, kesiapan
mental, mengenali tanda bahaya kehamilan,
persalinan, dan nifas, persiapan persalinan,
kontrasepsi pascapersalinan, perawatan bayi baru
lahir, inisiasi menyusu dini, ASI eksklusif.
b) Penilaian kesehatan jiwa
Ibu hamil yang sehat mentalnya merasa senang dan
bahagia, mampu menyesuaikan diri terhadap
kehamilannya sehingga dapat menerima berbagai
perubahan fisik yang terjadi pada dirinya dan dapat
tetap aktif melakukan aktifitas sehari hari
Masalah atau gangguan kesehatan jiwa yang
dialami oleh ibu hamil tidak saja berpengaruh
terhadap ibu hamil tersebut, tetapi mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan janinnya saat
didalam kandungan, setelah melahirkan, bayinya,
masa kanak kanak dan masa remaja.
Pemeriksaan kesehatan jiwa pada ibu hamil yang
dapat dilaksanakan saat melaksanakan kunjungan
ke fasilitas pelayanan kesehatan primer sbb:
• Melaksanakan Screening (Deteksi Dini)
masalah kesehatan jiwa pada ibu hamil saat
pemeriksaan kehamilan melalui wawancara
klinis. Jangan lupa menanyakan faktor resiko

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 14


gangguan kesehatan jiwa, riwayat masalah
kesehatan jiwa, riwayat masalah kesehatn jiwa
yang pernah dialami dan penggunaan NAPZA.
Pemeriksaan kesehatan jiwa pada ibu hamil
minimal dilakukan pada trimester pertama dan
trimester ke tiga. Apabila pada trimester
pertama ditemukan masalah/gangguan jiwa,
maka akan di evaluasi setiap kunjungan.
• Jika gangguan jiwa tidak dapat ditangani
difailitas pelayanan kesehatan primer, segera
merujuk ke RS atau ahli jiwa diwilayah kerja
fasilitas pelayanan kesehatn primer
• Kelola stress dengan baik dengan cara:
rekreasi, senam ibu hamil, jalan sehat,
relaksasi, curhat dengan orang yang tepat,
makanan berserat, berfikir positif, kurangi
tuntutan diri sendiri, ekspresikan stress, duduk
santai, tidak membandingkan diri dengan orang
lain, menghitung anugrah, melatih pernafasan,
mendengarkan music dan sebaginya.
• Mempromosikan gaya hidup Ceia yaitu Cerdas,
Intelektual, Emosional dan spiritual, empati
dalam berkomunikasi yang efektif, rajin
beribadah sesuai agama dan keyakinan,
interaksi yang bermanfaat bagi kehidupan,
Asih, Asah, dan Asuh tumbuh kembang dalam
keluarga dan masyarakat
Dengan demikian fasiltas pelayanan kesehatan

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 15


primer sedini mungkin mempersiapkan kondisi
kejiwaan ibu hamil agar tetap sehat selama masa
kehamilan, melahirkan bayi dan ibu yang sehat
pasca melahirkan
Jika melalui deteksi dini dan wawancara klinis
diduga terdapat masalah kejiwaan bagi ibu hamil,
maka petugas kesehatan dapat menggunakan :
• Instrument Strength Difficulties Questionnaire-
25 (SDQ-25) untuk ibu hamil berusia di bawah
18 tahun, guna mendeteksi kecemasan dan
depresi (Ibu hamil mengalami gangguan jiwa
jika pernyataan YA ≥ 6),
• Instrumen Self Reporting Questionnaire-29
(SRQ-29) untuk ibu hamil berusia di atas 18
tahun, Ibu hamil mengalami gangguan jiwa bila
pertanyaan no 1 sampai 20 terdapat ≥ 6 yang
pernyataannya YA untuk cemas dan depresi,
pertanyaan no 21 untuk menskrining
penggunaan NAPZA, pertanyaan No. 22-24
untuk menskrining gangguan psikotik, dan
pertanyaan no 25-29 untuk menskrining
gangguan stres paska trauma

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 16


SEKARANG SAYA TAHU

▪ Standar pelayanan antenatal merupakan parameter dasar


untuk menilai kualitas serangkaian kegiatan yang dilakukan
dalam memberikan asuhan pada ibu hamil
▪ Standar pelayanan antenatal minimal memenuhi unsur 10
T

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 17


MATERI POKOK 2
Tatalaksana Asuhan Ibu Hamil
Terpadu

Pendahuluan
Pelayanan Kesehatan masa sebelum hamil dilaksanakan sesuai
dengan PMK Nomor 21 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
pelayanan Kesehatan masa sebelum hamil, masa hamil, persalinan
dan masa sesudah melahirkan, pelayanan kontrasepsi dan pelayanan
kesehatan seksual. Pelaksanaan asuhan ibu hamil oleh bidan wajib
dilakukan sesuai standar dan secara terpadu.
Pada materi pokok ini peserta pelatihan akan mendapatkan penjelasan
dan mampu melakukan tatalaksana asuhan pada ibu hamil.
Tatalaksana asuhan pada ibu hamil dimulai dengan anamnesa dan
pengkajian data terhadap ibu hamil. Anamnesa dan pengkajian perlu
dilakukan agar dapat memastikan kondisi ibu hamil tersebut sebelum
pemeriksaan fisik dilakukan.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mempelajari materi ini peserta mampu melakukan
tatalaksana asuhan ibu hamil terpadu.

Sub Materi Pokok


1. Anamnesa dan Pengkajian Data
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Laboratorium

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 18


4. Analisis dan Interpretasi Data
5. Penatalaksanaan
6. Pendokumentasian

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 19


Uraian Materi Pokok 2

A. Anamnesa dan Pengkajian data

Anamnesa adalah pengkajian data subjektif yang dilakukan oleh


bidan untuk menggali data subjektif yang berkaitan dengan
kondisi kesehatan ibu hamil dan janinnya.
Pada kunjungan awal, anamnesa dilakukan untuk menggali
secara lengkap yang meliputi :
1. Identitas Ibu dan Suami
Dengan mengetahui identitas ibu dan suami akan
mempermudah bidan dalam mengetahui pasien dan kondisi
umum sehingga dapat diberikan asuhan sesuai dengan
kondisi tersebut, selain itu juga dapat mempererat hubungan
antara bidan dan ibu sehingga dapat meningkatkan rasa
saling percaya. Identitas ibu dan suami dalam hal ini
diantaranya nama, umur, gol. darah, status perkawinan,
pekerjaan, agama, pendidikan dan identitas lain yang akan
berhubungan dengan asuhan yang diberikan.
2. Riwayat kehamilan sekarang
Untuk mengetahui Riwayat kehamilan saat ini, beberapa hal
yang perlu ditanyakan adalah
a. Hari pertama haid terakhir (HPHT)
Hari pertama pada haid terakhir (HPHT) sangat penting
untuk dikaji agar dapat menentukan umur kehamilan dan
perkiraan tanggal persalinan.

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 20


b. Taksiran Persalinan (TP)
Untuk menentukan taksiran persalinan dapat dilakukan
dengan memakai rumus Neagle. Adapun cara
penggunaan Rumus Neagle adalah sebagai berikut :

Jika HPHT ibu ada pada bulan Januari - Maret


Rumusnya :
(Tanggal + 7), (bulan + 9)
Misal :
Jika, HPHT 10 Januari 2021, maka perkiraan lahir :
tanggal (10 + 7), bulan (1 + 9) = tanggal 17, bulan
10,
maka perkiraan lahir adalah 17 Oktober 2021

Jika HPHT ibu ada pada bulan April - Desember


Rumusnya :
(Tanggal + 7), (Bulan - 3 ), (Tahun + 1)
Misal:
Jika HPHT 10 Oktober 2021, maka perkiraan lahir :
tanggal (10 + 7 ), bulan (10 - 3 ), tahun (2021+1) =
17-7-2022,
maka perkiraan lahir adalah 17 Juli 2022
c. Tanggal persalinan sebelumnya
Dengan mengetahui jarak kehamilan yang lalu sehingga
bidan dapat mengkategorikan ibu termasuk dalam resiko
tinggi dalam kehamilan
d. BB sebelum hamil

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 21


Dengan mengetahui BB sebelum hamil, bidan dapat
menghitung IMT pra hamil sehingga dapat
mengkategorikan status gizi ibu dan menentukan
intervensi selanjutnya.
e. Gerakan janin yang pertama kali dirasakan
Hal ini ditanyakan untuk mengetahui gerak janin yang
pertama kali dirasakan ibu pada usia kehamilan berapa
dan mengetahui masalah yang mungkin terjadi pada janin
f. Tanda bahaya dan penyulit kehamilan
Perlu dikaji agar dapat segara mendapatkan penanganan
lebih lanjut.
g. Status TT
Sebelum pemberian imunisasi Td, setiap ibu hamil
mendapatkan skrining status T terlebih dahulu
h. Keluhan umum lainnya dan kekhawatiran khusus
Pengkajian terhadap keluhan yang dirasakan selama
hamil dilakukan agar dapat diberikan penatalaksanaan
untuk mengurangi keluhan dan mencegah agar keluhan
tidak sampai menjadi komplikasi.
3. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Pengkajian pada riwayat kehamilan yang lalu bertujuan untuk
melakukan asuhan kehamilan (konseling, tindakan lanjut dan
perencanaan persalinan). Pengkajian pada riwayat
kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu meliputi :
a. Jumlah persalinan dengan Gravida (G), Para (P) dan
Abortus (A), anak yang lahir hidup, persalinan aterm,
premature atau persalinan dengan tindakan

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 22


b. Riwayat perdarahan pada kehamilan, persalinan atau
nifas sebelumnya
c. Hipertensi disebabkan kehamilan sebelumnya
d. Berat bayi kurang dari 2500 gram atau lebih dari 4000
gram
e. Masalah-masalah lain yang dialami
4. Riwayat medis lainnya
Untuk mengetahui karaktersitik personal, riwayat penyakit
menular/keturunan dan riwayat pengobatan serta kelainan-
kelainan genetik lainnya.
5. Riwayat sosial ekonomi
1. Riwayat perkawinan
2. Respon ibu, suami dan keluarga terhadap kehamilan
3. Hubungan ibu dengan anggota keluarga suami dan
anggota keluarga lain
4. Adat setempat yang dianut dan berhubungan dengan
kehamilan dsb.

B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada ibu hamil dilakukan melalui inspeksi,


palpasi, perkusi dan auskultasi.

1. Pemeriksaan TTV
a. Tekanan Darah
Langkah Pemeriksaan tekanan darah

Langkah 1: Persiapkan pasien dengan benar

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 23


1) Pasien diminta untuk rileks, duduk di kursi dengan
kaki rata di lantai dan punggung ditopang. Pasien
harus duduk selama 3–5 menit tanpa berbicara atau
bergerak sebelum melakukan pengukuran TD
pertama.
2) Pasien harus menghindari konsumsi kafein,
olahraga, dan merokok setidaknya selama 30 menit
sebelum pengukuran.
3) Pastikan pasien telah mengosongkan kandung
kemihnya.
4) Baik pasien maupun pemeriksa tidak boleh berbicara
selama waktu istirahat atau selama pengukuran.
5) Lepaskan pakaian yang menutupi lokasi penempatan
manset.

Langkah 2 : Gunakan teknik yang tepat untuk pengukuran


tekanan darah
1) Gunakan alat pengukuran TD yang telah divalidasi,
dan pastikan alat tersebut dikalibrasi secara berkala.
2) Sangga lengan pasien (misalnya Bertumpu pada
meja). Pasien tidak boleh memegang lengannya
karena akan mempengaruhi tingkat tekanan darah.
3) Posisikan bagian tengah manset pada lengan atas
pasien setinggi atrium kanan (titik tengah sternum).
4) Gunakan ukuran manset yang benar sehingga
manset mengelilingi 75% –100% lengan.
5) Pemeriksa pertama-tama harus meraba arteri
brakialis di fossa antekubital dan menempatkan

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 24


pusat manset (biasanya ditandai pada manset oleh
pabrikan) sehingga berada di atas pulsasi arteri
lengan atas pasien.

Langkah 3: Gunakan teknik yang tepat untuk pengukuran


tekanan darah
1) Ujung bawah manset harus 2 sampai 3 cm di atas
fossa\antekubiti, sehingga terdapat ruang untuk
penempatan stetoskop.
2) Saat melakukan pengukuran auskultasi, manset
awalnya harus hingga setidaknya 30 mmHg di atas
titik di mana denyut radial menghilang.
3) Deflasi manset harus dilakukan secara perlahan
dengan kecepatan 2 mmHg per detik lambat untuk
mendapatkan perkiraan TD yang akurat.
4) Gunakan diafragma stetoskop untuk melakukan
auskultasi.
5) Saat tekanan dalam cuff turun di bawah tekanan
sistolik, akan terdengar bunyi berdetak
o Korotkoff 1 : Bunyi pertama yang terdengar, nilai
tekanan yang ditunjukkan merupakan tekanan
sistolik
o Korotkoff 5 : Titik saat seluruh bunyi hilang, nilai
tekanan yang ditunjukkan merupakan tekanan
diastolic

Langkah 4: Lakukan pengukuran yang tepat yang


diperlukan untuk diagnosis

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 25


1) Pada kunjungan pertama, catat TD di kedua lengan.
(Gunakan lengan yang menunjukkan hasil yang lebih
tinggi untuk pembacaan berikutnya.)
2) Lakukan pengukuran ulang setelah 1–2 menit.

Langkah 5: Dokumentasikan dengan benar pembacaan


tekanan darah yang akurat
1) Catat TD Sistolik dan Diastolik.
2) Catat TD Sistolik dan Diastolik ke bilangan genap
terdekat.
3) Catat waktu penggunaan obat hipertensi terakhir
diambil sebelum pengukuran.

Langkah 6: Rata-rata pembacaan


Gunakan rata-rata 2 pembacaan yang diperoleh pada 2
kesempatan untuk menentukan tekanan darah pasien.

b. Nadi
Pada masa kehamilan terjadi peningkatan frekuensi
jantung sejak usia kehamilan 4 minggu sekitar 15-20
denyut permenit, kondisi ini memuncak pada usia
gestasi 28 minggu karena disebabkan peningkatan
curah jantung karena adanya peningkatan total volume
darah. Frekuensi nadi normal antara 60-90x/menit
c. Suhu
Suhu tubuh yang meningkat dapat menyebabkan
peningkatan kebutuhan oksigen jaringan dan disertai
peningkatan frekuensi jantung. Pada ibu hamil

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 26


mengalami peningkatan suhu tubuh sampai 0,5oC
dikarenakan adanya peningkatan hormon progesterone
yang disertai peningkatan metabolisme tubuh ibu hamil.
Nilai normal suhu tubuh berkisar antara 36oC-37,5oC
d. Pernafasan
Frekuensi nafas dikaji untuk mendeteksi secara dini
adanya penyakit yang berhubungan dengan pernafasan
yang berpotensi sebagai penyulit pada saat persalinan.
Umumnya frekuaensi nafas yang normal yaitu 20-
24x/menit.

2. Pemeriksaan Fisik Umum


a. Timbang Berat Badan
Prosedur penimbangan berat badan pada ibu hamil
dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Siapkan alat timbangan dan pastikan alat
timbangannya dalam keadaan baik dan sudah
dilakukan proses kalibrasi
2) Letakkan alat timbangan berat badan ditempat datar
3) Setelah alat siap, mintalah subjek untuk melepaskan
alas dan aksesoris lainnya
4) Setelah itu mintalah subjek untuk naik ke atas
timbangan, kemudian berdiri tegak pada bagian
tengah timbangan dengan pandangan lurus ke depan
5) Pastikan pula subjek dalam keadaan rileks/tidak
bergerak
6) Catat hasil pengukuran dalam satuan kilogram (Kg)
b. Ukur Tinggi Badan

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 27


Berikut Langkah langkah yang perlu dilakukan dalam
mengukur tinggi badan dengan menggunakan
Microtoise:
1) Pilih bidang Vertikal yang datar (Misalnya
tembok/bidang pengukuran lainnya) sebagai tempat
untuk meletakkan
2) Pasang Mocrotoise pada bidang tersebut dengan kuat
dengan cara meletakkannya di dasar lantai, kemudian
tarik ujung meteran hingga 2 meter ke atas secara
vertical / lurus hingga Microtoise menunjukkan angka
0
3) Pasang penguat seperti paku/lakban pada ujung
microtoise agar posisi alat tidak bergeser
4) Mintalah subjek yang diukur melepaskan alas kaki
(sepatu/ sandal dan kaos kaki)
5) Lepas ikat rambut maupun aksesoris lain yang ada
dikepala yang bisa membuat pengukuran jadi tidak
akurat
6) Persilahkan subjek berdiri tept dibawah Microtoise
7) Pastikan subjek berdiri tegak, pandangan lurus ke
depan, kedua lengan berada disamping, posisi lutut
tegak/tidak menekuk dan telapak tangan menghadap
paha (posisi siap)
8) Setelah itu pastikan pula kepala, punggung, bokong,
betis dan tumit menempel pada bidang
vertical/tembok/dinding dan subjek dalam keadaan
rileks

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 28


9) Turunkan Microtoise hingga mengenai/menyentuh
rambut/ujung kepala subjek namun tidak terlalu
menekan dan posisi Microtoise tegak lurus
10) Catat hasil pengukuran
c. Ukur Lingkar Lengan Atas
Berikut adalah cara mengukur Lingkar Lengan Atas
(LILA)
1) Sasaran pengukuran : wanita usia 15-45 tahun dan
ibu hamil.
2) Alat yang diperlukan: Pita Lila (panjang 36 cm
dengan ketelitian 0,1 cm).
3) Posisi berdiri tegak dan rileks, tidak memegang
apapun dan otot lengan tidak tegang.
4) Jika lebih banyak beraktivitas dengan lengan kanan
maka yang harus diukur adalah lengan kiri begitu
sebaliknya.
Gambar . Mengukur Lila

d. Pemeriksaan kepala, wajah dan leher


1) Kepala

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 29


Amati kebersihan kulit kepala atau terdapat benjolan
abnormal
2) Wajah
Perhatikan adanya pembengkakan pada wajah,
Apabila terdapat pembengkakan atau edema di
wajah, perhatikan juga adanya pembengkakan pada
tangan dan kaki,apabila di tekan menggunakan jari
akan berbekas cekungan yang lambat kembali
seperti semula. Apabila bengkak terjadi pada wajah,
tangan dan kaki merupakan pertanda terjadinya pre
eklampsia.

3) Mata
Periksa perubahan warna konjungtiva
mata.Konjungtiva yang pucat menandakan ibu
menderita anemia sehingga harus dilakukan
penanganan lebih lanjut.
Pada pemeriksaan mata juga lihat warna sklera,
apabila sklera berwarna kekuningan curigai bahwa
ibu memiliki riwayat penyakit hepatitis.
4) Mulut dan gigi
Amati kebersihan gigi dan mulut
5) Leher
Periksa adanya pembengkan pada leher yang
biasanya disebabkan oleh pembengkakan kelenjar
thyroid dan apabila ada pembesaran pada vena
jugularis curigai bahwa ibu memiliki penyakit jantung
e. Pemeriksaan payudara

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 30


Perhatikan kesimetrisan bentuk payudara, bentuk puting
payudara menonjol atau mendatar, apabila putting
payudara mendatar, berikan ibu konseling melakukan
perawatan payudara agar puting payudara menonjol.
Kemudian perhatikan adanya bekas operasi, adanya
perubahan kulit pada daerah payudara, adanya
tarikan/dimpling, dan lakukan palpasi untuk mengetahui
adanya benjolan yang abnormal dan nyeri tekan dimulai
dari daerah axilla sampai seluruh bagian payudara.
Periksa adanya pengeluaran colostrum/cairan lain.
Pemeriksaan payudara ini bertujuan untuk
mempersiapkan ibu dalam menyusui bayi.
f. Pemeriksaan Abdomen
Pemeriksaan Abdomen meliputi apakah pembesaran
abdomen sesuai usia kehamilan, ada tidaknya luka
bekas operasi dan menentukan letak, presentasi, posisi
dan penurunan kepala. Pembesaran abdomen yang tidak
sesuai usia kehamilan ialah faktor resiko terjadinya
kehamilan dengan mola hidatidosa, kehamilan kembar,
Polihidramnion. Sedangkan mengkaji adanya luka bekas
operasi untuk mengetahui adanya faktor resiko terjadinya
robekan pada luka parut uterus karena bekas operasi SC.
1) Pemeriksaan Leopold
Menentukan letak, presentasi, posisi dan penurunan
kepala dengan melakukan pemeriksaan Leopold yang
terbagi menjadi 4 tahap :
a) Leopold I
Tujuan Pemeriksaan :

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 31


Mengetahui tinggi fundus uteri untuk
memperkirakan usia kehamilan Menenetukan
bagian-bagian janin yang berada di fundus uteri
Cara Pemeriksaan :
Pemeriksa menghadap kearah ibu
Mulai pemeriksaan dengan mengumpulkan
fundus uteri kearah tengah dengan menggunakan
jari-jari tangan kiri ukur tinggi fundus uteri dengan
batasan Sympisis Pubis -Pusat - Processus
Xiipoudeus. Berdasarkan hasil pengukuran dari
pemeriksaan palpasi dapat diperkirakan usia
kehamilan dan disesuaikan dengan hasil
anamnesis HPHT.
b) Leopold II
Tujuan Pemeriksaan : Mengetahui bagian-bagian
janin yang berada pada bagian sisi kanan dan kiri
uterus
Cara Pemeriksaan : Setelah melakukan Leopold I
pindahkan tangan ke bagian kanan dan kiri uterus
ibu, tangan kanan meraba bagian janin yang
berada di sisi kiri uterus sedangkan tangan kiri
menahan pada sisi sebelah nya, begitupula
sebaliknya. Apabila teraba bagian yang keras,
datar dan memanjang itu adalah sifat dari
punggung janin, kemudian tentukan pada bagian
sebelah mana punggung janin berada. Lalu,
Apabila pada bagian samping kanan atau kiri ibu
teraba bulat, keras dan melenting (Kepala) dan

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 32


pada sisi sebaliknya teraba bulat, besar, dan lunak
(bokong) maka janin dalam posisi melintang.
c) Leopold III
Tujuan Pemeriksaan :
Menentukan presentasi janin
Menentukan apakah presentasi sudah masuk ke
pintu atas panggul

Cara Pemeriksaan:
Setelah meraba samping kanan dan kiri uterus,
pindahkan tangan kiri kearah fundus dan tangan
kanan ke bagian bawah uterus. Apabila teraba
keras dan saat digoyangkan terasa lentingan
pertanda kepala janin. Apabila teraba lunak dan
bila digoyangkan tidak ada lentingan pertanda
bokong janin. Pada saat bagian terbawah janin
dapat digoyangkan berarti bagian terbawah janin
belum masuk pintu atas panggul, sebaliknya
apabila saat digoyangkan bagian terbawah janin
tidak bergoyang, maka bagian terbawah janin
belum masuk Pintu Atas Panggul.
d) Leopold IV
Tujuan Pemeriksaan:
Memastikan bagian terbawah janin sudah masuk
Pintu Atas Panggul
Menentukan seberapa jauh bagian terbawah janin
sudah memasuki pintu Atas Panggul
Cara Pemeriksaan:

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 33


Pemeriksa merubah posisi menjadi membelakangi
ibu
Setelah melakukan palpasi Leopold III,
pindahkan tangan kesebelah kanan dan kiri ibu
pada perut bagian bawah, raba dan susuri bagian
terbawah janin.
Pertemukan ujung-ujung jari pada tangan kanan
dan kiri, apabila dapat jarijari dapat bertemu maka
disebut Konvergen yang artinya bagian terbawah
janin belum masuk pintu atas panggul. Apabila
ujung-ujung jari tidak dapat dipertemukan disebut
divergen yang artinya sebagian besar bagian
terbawah janin sudah memasuki pintu atas
panggul. Pemeriksaan Leopold dapat dilakukan
pada usia kehamilan 28 minggu. Namun
pemeriksaan leopold sebelum usia kehamilan 36
minggu dianggap tidak efektif dikarenakan letak,
posisi dan presentasi janin masih berubah-ubah.

Palpasi Abdomen dan Teknik Leopold


Teknik Waktu Tujuan
Pengukuran
Palpasi Awal trimester • Meraba ada/tidak massa
Abdomen 1 intra abdomen
• Menentukan tinggi fundus
uteri

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 34


Leopold 1 Akhir trimester Menentukan tinggi fundus
1 uteri dan bagian janin yang
terletak di fundus uteri

Leopold 2 Trimester 2 Menentukan bagian janin


dan 3 pada sisi kiri dan kanan ibu

Leopold 3 Trimester 2 Menentukan bagian janin


dan 3 yang terletak di bagian
bawah uterus

Leopold 4 Timester 3 Menentukan berapa jauh


Usia gestasi > masuknya janin ke pintu atas
36 minggu panggul

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 35


2) Mengukur Tinggi Fundus Uteri (Mc Donald)
Pengukuran tinggi fundus uteri dengan Mc Donald
dengan menggunakan pita meter dimulai dari tepi atas
symfisis pubis sampai fundus uteri.
Salah satu tujuan pemeriksaan TFU dengan Mc
Donald adalah untuk mengetahui pembesaran uterus
sesuai dengan usia kehamilan.
Penggunaan rumus Mc Donald yaitu fundus uteri
diukur dengan pita. Tinggi fundus dikalikan 2 dan
dibagi 7 memberikan umur kehamilan dalam bulan
obsterik dan bila dikalikan 8 dan dibagi 7 memberikan
umur kehamilan dalam minggu.
3) Pemeriksaan Denyut Jantung Janin (DJJ)
Pemeriksaan DJJ pada ibu hamil dengan
menggunakan fetoskop atau Doppler. Bunyi-bunyi
yang terdengar berasal dari bayi yaitu bayi meliputi
bunyi jantung, gerakan, dan bising tali pusat.
Sedangkan bunyi yang terdengar dari ibu berasal dari
bising usus dan bising aorta
Tujuan Pemeriksaan:
a) Mendengarkan denyut jantung janin sebagai
tanda pasti kehamilan dan menilai apakah janin
hidup atau mati
b) Dengan mendengarkan DJJ dapat diketahui
presentasi, posisi, letak dan adanya janin kembar

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 36


c) Mendengarkan irama dan menghitung frekuensi
denyut jantung janin sehingga dapat diketahui
mengenai kondisi janin dalam kandungan baik
atau dalam keadaan gawat janin
Denyut Jantung janin dapat terdengar dengan
fetoskop/ leanec pada usia kehamilan 20 minggu, dan
menggunakan doppler pada usia kehamilan 12
minggu.

Cara Pemeriksaan
a) Tentukan area terdengarnya DJJ yang paling
keras (Punktum Maximum) Apabila janin dengan
posisi membujur dan presentasi kepala, maka
punktum maksimum berada di area antara pusat
dan symfisis tergantung dengan letak punggung
janin. Sedangkan, apabila janin dalam posisi
sungsang dan presentasi bokong, maka punktum
maksimum berada di area pusat dan Processus
Xipoideus. Selain itu melalui pemeriksaan ini
dapat diketahui apakah janin tunggal atau kembar
dari DJJ yang terdengar di dua tempat berbeda.
b) Meletakkan fetoskop/leanec pada area punctum
maksimum, apabila sudah terdengar bunyi denyut
jantung janin maka pastikan DJJ dengan cara
membedakannya dengan denyut nadi ibu pada
arteri radialis
c) Hitung bunyi denyut jantung dengan menghitung
selama 1 menit penuh dan perhatikan iramanya,

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 37


frekuensi DJJ normal pada janin ialah 110- 160x/
menit

g. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah


1) Ekstremitas
Pemeriksaan Ekstremitas meliputi pemeriksaan
tangan dan kaki untuk mengetahui adanya
pembengkakan/edema sebagai indikasi dari
preeklamsia.
Pada kaki dilakukan pemeriksaan varices dan edema.
Pemeriksaan edema dilakukan dengan cara menekan
pada bagian Pretibia, dorsopedis dan maleolus
selama 5 detik,apabila terdapat bekas cekungan yang
lambat kembali menandakan bahwa terjadi
pembengkakan pada kaki ibu, selain itu warna kuku
yang kebiruan menandakan bahwa ibu anemia.
2) Refleks Patella
Pemeriksaan refleks patella adalah pengetukan pada
tendon patella menggunakan refleks hammer. Pada
saat pemeriksaan reflex patella ibu harus dalam
keadaan rileks dengan kaki yang menggantung.
Pada kondisi normal apabila tendon patella diketuk
maka akan terjadi refleks pada otot paha depan di
paha berkontraksi, dan menyebabkan kaki
menendang keluar.
Jika reaksi negatif kemungkinan ibu hamil mengalami
kekurangan vitamin B1. Jika dihubungkan dengan
nantinya saat persalinan, ibu hamil yang refleks patella

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 38


negatif pada pasien preeklampsia/eklampsia tidak
dapat diberikan MgS04.
Jika refleks negatif, ada kemungkinan ibu mengalami
keracunan MgS04

3. Pemeriksaan Laboratorium
Bidan berkolaborasi untuk pelaksanaan pemeriksaan
laboratorium seperti pemeriksaan Hb, proteinuri,
glukosaurin, gol. darah, triple eliminasi (HIV, sifilis, HbsAG
dan tes malaria untuk daerah endemis).

4. Analisis dan Interpretasi Data


Pada langkah ini, kegiatan yang dilakukan adalah
menganalisis dan menginterpretasikan semua data yang
telah dikumpulkan baik dari hasil anamnesa, pemeriksaan
fisik ataupun pemeriksaan laboratorium sehingga bidan
dapat menentukan intervensi yang tepat sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan ibu hamil.Kegiiatan bidan pada tahap
ini dapat berupa KIE, konseling, konsultasi, kolaborasi, dan
/ atau melakukan rujukan.
Contoh hasil analisa dan interpretasi data :
G1 P0 A0, Gestasi 30 minggu 3 hari, Situs Memanjang,
Punggung Kanan, Presentasi Kepala , BAP. Intra Uteri,
Janin Tunggal, Hidup , Keadaan Ibu dan Janin Baik

5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dapat dikerjakan keseluruhan oleh bidan
bekerja sama dengan tim kesehatan lain. Bidan harus

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 39


bertanggung jawab terhadap tindakan langsung,
konsultasi maupun kolaborasi, implementasi yang efisien
akan mengurangi waktu dan biaya perawatan serta
meningkatkan kualitas pelayanan pada klien.
Contoh penatalaksanaan yang dapat dikerjakan oleh bidan
diantaranya :
a) Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada ibu
b) Memberikan konseling dan KIE sesuai kondisi dan
kebutuhan ibu
c) Memberikan imunisasi Td
d) Dsb

6. Pendokumentasian Asuhan.
Rangkaian kegiatan pemberian asuhan pada ibu hamil
dilakukan pencatatan berupa :
a) Dokumentasi dengan SOAP
b) Pengisian Buku KIA/Mengisi kartu Ibu
c) Mengisi E Kohort/ Kohort manual
d) Pelaporan PWS KIA
e) Pengisian Aplikasi E-Ppgbm
f) Pencatatan dan Pelaporan dari program yang sudah
ada (PWS imunisasi, Malaria, Gizi, KB, TB, Triple
Eliminasi)
g) dll

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 40


SEKARANG SAYA TAHU

Tatalaksana asuhan ibu hamil terpadu dimulai dari anamnesa dan


pengkajian data, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium,
analisis dan interpretasi, penatalaksanaan dan pendokumentasian
asuhan.

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 41


REFERENSI

• PMK RI No. 21 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan


Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil,
Persalinan dan Masa Sesudah Melahirkan, Pelayanan
Kontrasepsi dan Pelayanan Kesehatan Seksual.
• Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu Edisi Ketiga,
Kemenkes RI 2020
• Buku Acuan Komponen Maternal, Peningkatan Kapasitas bagi
Dokter di Kab/Kota Lokus Percepatan Penurunan AKI & AKB

Asuhan Ibu Hamil (ANC) Terpadu | 42


DAFTAR ISI

Daftar isi ii

A. Tentang Modul Ini 1

Deskripsi Singkat 2

Tujuan Pembelajaran 4

Materi Pokok 5

B. Kegiatan Belajar 6

Materi Pokok 1 Format Pencatatan Pelayanan 7


ANC Terpadu

Pendahuluan 7

Indikator Hasil Belajar 7

Sub Materi Pokok 8

Uraian Materi pokok I 9

Sekarang Saya Tahu Materi Pokok I 13

Materi Pokok 2 Laporan Hasil Pelayanan ANC 14


Terpadu

Pendahuluan 14

Indikator Hasil Belajar 14

Sub Materi Pokok 15

Uraian Materi pokok II 16

Pencatatan dan Pelaporan ANC Terpadu (MPI.8) || ii


Sekarang Saya Tahu Materi Pokok II 18

Referensi 19

Pencatatan dan Pelaporan ANC Terpadu (MPI.8) || iii


A Tentang Modul Ini

Pencatatan dan Pelaporan ANC Terpadu (MPI.8) || 1


DESKRIPSI SINGKAT

Dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan anak di Indonesia,


sistem pencatatan dan pelaporan merupakan komponen yang sangat
penting. Selain sebagai alat untuk memantau kesehatan ibu hamil, bayi
baru lahir, bayi dan balita, juga untuk menilai sejauh mana
keberhasilan program serta sebagai bahan untuk membuat
perencanaan di tahun tahun berikutnya.

Sistem pencatatan dan pelaporan dimulai dengan mencatat seluruh


ibu hamil, bayi baru lahir, bayi dan Balita yang ada di suatu desa.
Secara berjenjang, hasil pencatatan tersebut dilaporkan oleh Bidan di
Desa ke Puskesmas, Puskesmas ke Dinkes Kabupaten/Kota, Dinkes
Kabupaten/Kota ke Dinkes Propinsi dan Dinkes Propinsi ke Depkes.

Pada tingkat Puskesmas dan Kabupaten, analisis yang dilakukan


adalah menilai hasil cakupan kunjungan ibu hamil, persalinan oleh
tenaga kesehatan, kunjungan nifas, penanganan komplikasi
obstetrik dan neonatal, cakupan pelayanan KB, kunjungan neonatal,
kunjungan bayi dan kunjungan balita. Termasuk dalam analisis
tersebut adalah menentukan prioritas masalah dan
penyelesaiannya. Hasil dari keseluruhan proses tersebut
disampaikan pada sektor - sektor terkait untuk tindak lanjut sesuai
dengan tingkat pelayanan di desa, kecamatan dan kabupaten/kota.

Pencatatan dan Pelaporan ANC Terpadu (MPI.8) || 2


Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan antenatal di wilayah
kerja Puskesmas melaporkan rekapitulasi hasil pelayanan antenatal
terpadu setiap awal bulan ke Puskesmas atau disesuaikan dengan
kebijakan daerah masing-masing.

Puskesmas menghimpun laporan rekapitulasi dari tenaga kesehatan di


wilayah kerjanya dan memasukkan ke dalam register KIA untuk
keperluan pengolahan dan analisa data serta pembuatan formulir
laporan yang sudah ada.

Pencatatan dan Pelaporan ANC Terpadu (MPI.8) || 3


TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan pencatatan


dan pelaporan pelayanan ANC Terpadu dengan baik dan benar

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta latih mampu :

1. Melakukan pengisian Format pencatatan pelayanan ANC

Terpadu

2. Membuat laporan hasil pelayanan ANC Terpadu

Pencatatan dan Pelaporan ANC Terpadu (MPI.8) || 4


MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:

1. Format Pencatatan Pelayanan ANC Terpadu

2. Laporan Hasil Pelayanan ANC Terpadu

Pencatatan dan Pelaporan ANC Terpadu (MPI.8) || 5


B Kegiatan Belajar

Pencatatan dan Pelaporan ANC Terpadu (MPI.8) || 6


MATERI POKOK 1
FORMAT PENCATATAN PELAYANAN
ANC TERPADU

Pendahuluan

Peraturan Menteri Kesehaataan RI Nomor 21 Tahun 2021


pasal 35 ayat 3 menyatakan bahwa Pencatatan dan Pelaporan di
gunakan untuk :
a. Pemantauan dan Evaluasi
b. Kegiatan Pengamatan yang sistimatis dan terus menerus
c. Advokasi dalam penyelengggaraan pelayanan Kesehatan secara
efektif dan efisien dan
d. Perencanaan dan penganggaran terpadu.

Pencatatan dan pelaporan adalah indikator keberhasilan


suatu kegiatan, tanpa ada pencatatan dan pelaporan kegiatan atau
program apapun yang dilaksanakan tidak akan terlihat wujudnya.
Output dari pencatatan dan pelaporan ini adalah sebuah data dan
informasi yang berharga dan bernilai bila digunakan metode yang
tepat dan benar. Jadi data dan informasi yang digunakan merupakan
sebuah unsur terpenting dalam sebuah organisasi, karena data dan
informasilah yang berbicara tentang keberhasilan atau
perkembangan organisasi tersebut.

Indikator Hasil Belajar

Melakukan pengisian Format pencatatan pelayanan ANC Terpadu

Pencatatan dan Pelaporan ANC Terpadu (MPI.8) || 7


Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 1:

1. Kartu Ibu

2. Buku KIA

3. Kohort Ibu

Pencatatan dan Pelaporan ANC Terpadu (MPI.8) || 8


Uraian Materi Pokok 1

Pencatatan pelayanan antenatal terpadu menggunakan formular yang


sudah ada, yaitu:

a. Kartu Ibu atau rekam medis lainnya dengan nomor


KTP/NIK yang disimpan di fasilitas kesehatan
b. Kohort ibu: merupakan kumpulan data-data dari kartu ibu
c. Buku KIA (Lembar ibu)
d. Pencatatan dari program yang sudah ada (catatan imunisasi,
malaria, gizi, KB, TB, triple eliminasi dan lain-lain)

a) Kartu Ibu
Semua ibu hamil yang diperiksa oleh petugas kesehatan
dicatat secara langsung ke dalam Kartu Ibu sebagai Rekam
Medis Pencatatan hasil pelayanan kehamilan, persalinan dan
Nifas, mulai dari identitas, pelayanan (anamnesis dan
pemeriksaan), integrasi program, penilaian komplikasi,
tatalaksana awal termasuk konseling dan kunjungan ulang.

Formulir harus diisi lengkap setiap kali selesai


memberikan pelayanan. Dokumen ini harus disimpan dan
dijaga dengan baik karena akan digunakan pada kontak
berikutnya. Pada keadaan tertentu, dokumen ini
diperlukan untuk kegiatan audit medik, atau keperluan
program lainnya.

Pencatatan dan Pelaporan ANC Terpadu (MPI.8) || 9


b) Register Kohort Ibu

Register Kohort Ibu ini berfungsi untuk merekapitulasi hasil


pelayanan kehamilan, persalinan dan nifas dari kartu ibu.
Setelah divalidasi, data dalam register kohort dapat dianalisa
sebagai bahan masukan bagi program terkait. Register
kohort berguna juga sebagai bahan laporan bulanan dan
bahan evaluasi serta pembinaan oleh Dokter atau Supervisor.

Register kohort seyogyanya diisi lengkap dan diisi segera


setelah selesai pelayanan baik itu kehamilan, persalinan dan
nifas (pada hari yang sama). Dari Register kohort akan
diperoleh informasi mengenai status gizi, data imunisasi, dan
KIE yang disampaikan, serta jumlah kasus yang perlu dirujuk.

Hasil pencatatan dalam Register kohort, dapat ditindaklanjuti


untuk dimasukkan ke Buku KIA, serta kebutuhan pencatatan
lainnya untuk kepentingan lintas program.

Agar memudahkan mendapatkan data sebelumnya untuk


pasien kunjungan ulang atau pasien lama, maka pada rekam
medis atau family folder sebaiknya dicatat hari tanggal serta
nomor urutnya di register kohort.

C) Buku KIA

Buku KIA merupakan alat pencatatan dan edukasi bagi ibu


hamil dan bayi hingga anak usia prasekolah. Buku ini dapat
digunakan sebagai penghubung antara tenaga kesehatan jika
ibu maupun anak berpindah tempat pemeriksaan. Dengan

Pencatatan dan Pelaporan ANC Terpadu (MPI.8) || 10


demikian, dapat dikatakan bahwa selain sebagai catatan
kesehatan ibu dan anak, buku ini merupakan alat monitoring
kesehatan dan alat komunikasi.

Seyogyanya Buku KIA diisi oleh tenaga Kesehatan, dibaca


oleh ibu dan keluarga, serta dibawa setiap kali ibu atau anak
berkunjung ke fasilitas kesehatan.

Informasi yang bisa diperoleh dari Buku KIA, antara lain:


• Deteksi dini terhadap masalah kesehatan
• Pengenalan tanda dan gejala awal masalah kesehatan
• Status gizi dan pertumbuhan anak
• Pemberian imunisasi dan vitamin A
• Catatan kesehatan ibu dan anak

Pencatatan di Buku KIA terkait dengan pelayanan hasil


pelayanan kehamilan, dicatat sesuai dengan kelompok
interval waktu pada halaman Catatan Hasil Pelayanan
Kesehatan Ibu (diisi oleh bidan/perawat/dokter).

c) Pencatatan dari program yang sudah ada (catatan


imunisasi, malaria, gizi, KB, TB, triple eliminasi dll)

Formulir harus diisi lengkap setiap kali selesai memberikan


pelayanan. Dokumen ini harus disimpan dan dijaga dengan
baik karena akan digunakan pada kontak berikutnya. Pada
keadaan tertentu, dokumen ini diperlukan untuk kegiatan audit
medik, atau keperluan program lainnya.

Pencatatan dan Pelaporan ANC Terpadu (MPI.8) || 11


Pada program TB pengelola programnya akan mengambil
pencatatan terkait jumlah ibu hamil yang diperiksa TB
(dilakukan skrining) yang nantinya dibandingkan dengan
target ibu hamil berdasarkan data dari KIA dan jumlah ibu
hamil yang positif TB serta diberikan pengobatan.

Pada program HIV pengelola programnya akan mengambil


pencatatan terkait jumlah ibu hamil yang diperiksa HIV
(dilakukan skrining) yang nantinya dibandingkan dengan
target ibu hamil berdasarkan data dari KIA dan jumlah ibu
hamil yang positif HIV serta diberikan pengobatan.

Pada program malaria pengelola programnya akan


mengambil pencatatan terkait jumlah ibu hamil yang
diperiksa malaria (dilakukan skrining) yang nantinya
dibandingkan dengan target ibu hamil berdasarkan data
dari KIA dan jumlah ibu hamil yang positif malaria serta
diberikan pengobatan.

Pencatatan dan Pelaporan ANC Terpadu (MPI.8) || 12


SEKARANG SAYA TAHU

1. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 21 Tahun 2021 tentang


Penyelenggaraan Pelayanaan Kesehatan masa sebelum hamil,
masa hamil, persalinan dan masa sesudah melahirkan,
Pelayanan kontrasepsi, dan pelayanan kesehatan seksual
Pasal 35 ayat 3 menyatakan bahwa pencatatan dan pelaporan
di gunakan untuk :

a. Pemantauan dan Evaluasi


b. Kegiatan Pengamatan yang sistimatis dan terus
menerus
c. Advokasi dalam penyelengggaraan pelayanan
Kesehatan secara efektif dan efisien dan
d. Perencanaan dan penganggaran terpadu.

2. Formulir harus diisi lengkap setiap kali selesai memberikan


pelayanan. Dokumen ini harus disimpan, di rekap untuk
pelaporan kegiatan setiap bulannya

Pencatatan dan Pelaporan ANC Terpadu (MPI.8) || 13


MATERI POKOK 2
LAPORAN HASIL PELAYANAN ANC
TERPADU

Pendahuluan

Puskesmas yang melakukan pelaporan indikator mendukung


Renstra secara teratur setiap bulan dilaporkan kepada Dinas
Kesehatan untuk selanjutnya di masukkan kedalam aplikasi.

Waktu pelaksanaan pelaporan setiap bulan.

Untuk memantau pemantapan cakupan program KIA telah dilakukan


reformasi Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu
dan Anak (PWS-KIA). Dengan penyempurnaan pedoman tersebut,
langkah-langkah kegiatan program dapat lebih diarahkan ke wilayah
prioritas yang paling perlu untuk mendapatkan peningkatan
pelayanan. PWS-KIA juga merupakan alat manajemen yang penting
untuk dipergunakan oleh sektor lain yang terkait, khususnya aparat
pemerintah daerah setempat.

Indikator Hasil Belajar

Membuat laporan hasil pelayanan ANC Terpadu

Pencatatan dan Pelaporan ANC Terpadu (MPI.8) || 14


Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 2:

- PWS KIA

- LB3 Ibu
- E Kohort

Pencatatan dan Pelaporan ANC Terpadu (MPI.8) || 15


Uraian Materi Pokok 2

Pelaporan pelayanan antenatal terpadu menggunakan formulir


pelaporan yang sudah ada, yaitu:

1. Laporan Bulanan Gizi, Kesehatan Ibu dan Anak


2. Laporan Bulanan Pengendalian Penyakit Menular
3. Laporan PWS KIA
4. Laporan PWS Imunisasi
5. Untuk lintas program terkait, pelaporan mengikuti
formulir yang ada pada program tersebut (ePPGBM,
SIHA, SITT, SISMAL).

Hasil pengolahan dan analisa data dilaporkan ke Dinas


Kesehatan Kabupaten/Kota setiap bulan. Sementara itu grafik
PWS KIA digunakan oleh Puskesmas untuk memantau
pencapaian target dan melihat tren pelaksanaan pelayanan
antenatal terpadu serta digunakan untuk pertemuan dengan
lintas sektor.

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menghimpun hasil


pengolahan dan analisa data dari seluruh Puskesmas di
wilayahnya untuk keperluan pengolahan dan analisa data
serta pembuatan grafik PWS KIA tingkat kabupaten/kota setiap
bulan.

Hasil pengolahan dan analisa data dikaporkan ke Dinas


Kesehatan Provinsi setiap bulan. Sementara itu grafik PWS
KIA digunakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk

Pencatatan dan Pelaporan ANC Terpadu (MPI.8) || 16


memantau pencapaian target dan melihat tren pelaksanaan
pelayanan antenatal terpadu.

Dinas Kesehatan Provinsi menghimpun hasil


pengolahan dan analisa data dari seluruh kabupaten/kota di
wilayahnya untuk keperluan pengolahan dan analisa data.

Hasil pengolahan dan analisa data dilaporkan ke Pusat


Data dan Surveilans Kementerian Kesehatan dengan
tembusan ke Direktorat Kesehatan Keluarga setiap bulan.
Sementara itu grafik PWS KIA digunakan oleh Dinas
Kesehatan Provinsi untuk memantau pencapaian target dan
melihat tren pelaksanaan pelayanan antenatal terpadu.

Pusat Data dan Surveilans Kementerian Kesehatan


bersama dengan Direktorat Kesehatan Keluarga menghimpun
hasil pengolahan dan analisa data dari seluruh provinsi per
kabupaten/kota. Sementara itu melalui Direktorat Kesehatan
Keluarga memberikan umpan balik ke Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi melalui Gubernur.

Lintas program yang terkait pelayanan antenatal terpadu


bertanggung jawab untuk melaporkan rekapitulasi hasil
pelayanan ke penanggung jawab program masing-masing
secara berjenjang (dari Puskesmas sampai pusat) dan
memberikan tembusan ke penanggung jawab program KIA.

Pencatatan dan Pelaporan ANC Terpadu (MPI.8) || 17


SEKARANG SAYA TAHU

1. Hasil pengolahan dan analisa data dilaporkan ke Dinas


Kesehatan Kabupaten/Kota setiap bulan

2. PWS KIA digunakan oleh Puskesmas untuk memantau


pencapaian target dan melihat tren pelaksanaan pelayanan
antenatal terpadu serta digunakan untuk pertemuan dengan
lintas sektor.

Pencatatan dan Pelaporan ANC Terpadu (MPI.8) || 18


REFERENSI

1. Permenkes RI No 21 Tahun 2021 Tentang Pelayanan


Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan
Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan
Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual
2. Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu Edisi III, Kemenkes RI
Tahun 2020

3. Buku KIA

4. Pedoman PWS KIA

5. Buku Panduan Pengsian E Kohort

Pencatatan dan Pelaporan ANC Terpadu (MPI.8) || 19


DAFTAR ISI
Daftar isi ii

A. Tentang Modul Ini 1

Deskripsi Singkat 1

Tujuan Pembelajaran 3

Materi Pokok 4

B. Kegiatan Belajar 5

6
1. Materi Pokok 1 Perkenalan dan Konsep
Perubahan Diri
Pendahuluan 6

Indikator Hasil Belajar 6

Sub Materi Pokok 6

Uraian Materi pokok 1: 7

1. Perkenalan 7

8
2. Konsep Perubahan Diri

Sekarang Saya Tahu 10

11
2. Materi Pokok 2 Komitmen/Kesepakatan dalam
Pembelajaran

Building Learning Commitment (MP.1) || ii


Pendahuluan 11

Indikator Hasil Belajar 11

Sub Materi Pokok 12

Uraian Materi pokok 2: 13

1. Harapan dan Kekhawatiran 13

2. Norma kelas dan kontrol kolektif 14

Sekarang Saya Tahu 16

17
3. Materi Pokok 3 Kerja sama Tim Belajar yang Baik

Pendahuluan 17

Indikator Hasil Belajar 17

Sub Materi Pokok 17

Uraian Materi pokok 3: 18

1. Pembentukan Organisasi Kelas 18

18
2. Penugasan Harian

Sekarang Saya Tahu 19

Referensi 20

Building Learning Commitment (MP.1) || iii


A Tentang Modul Ini

Building Learning Commitment (MP.1) || 1


DESKRIPSI SINGKAT

Sesuai Perlan Nomor 10 Tahun 2018 tentang Pengembangan


Kompetensi Pegawai Negeri Sipil (PNS), pelatihan adalah salah satu
proses pengembangan kompetensi yang mengacu pada proses
pembelajaran di dalam kelas dengan mengacu pada kurikulum.
Pengembangan kompetensi berupa pengetahuan, keterampilan, sikap
perilaku merupakan hasil dari interaksi individu dengan lingkungan
belajar yaitu orang lain, fasilitas fisik, psikologis, metode, media, dan
teknologi pembelajaran.

Untuk mencapai manfaat tersebut, pada saat awal pelatihan


diperlukan kegiatan Building Learning Commitment, yaitu metode
yang merupakan bagian dari manajemen pelatihan dalam
menghasilkan kerja sama kelompok dengan baik, sehingga
pengelolaannya menjadi lebih efektif, tepat dan produktif (Rosana,
2021). Proses BLC adalah proses melalui tahapan dari mulai saling
mengenal antar pribadi, mengidentifikasi dan merumuskan harapan
dari pelatihan ini, sampai terbentuknya norma kelas yang disepakati
bersama serta kontrol kolektifnya. Pada proses BLC setiap peserta
harus berpartisipasi aktif dan dinamis. Keberhasilan atau
ketidakberhasilan proses BLC akan berpengaruh pada proses
pembelajaran selanjutnya.

Mata pelatihan ini membahas tentang perubahan diri, komitmen kelas


dan kerja sama tim belajar yang baik, meliputi: Ruang lingkup mata
pelatihan ini meliputi Perkenalan dan konsep perubahan diri,

Building Learning Commitment (MP.1) || 2


Komitmen/kesepakatan dalam pembelajaran, dan Kerja sama tim
belajar yang baik.

TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menerapkan konsep


“membangun komitmen belajar” atau kesepakatan dalam proses
pembelajaran pelatihan.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta latih mampu:

1. Melakukan perubahan diri untuk mengikuti proses pembelajaran


dengan baik

2. Membuat komitmen/kesepakatan dalam pembelajaran

3. Membangun kerja sama tim belajar yang baik

Building Learning Commitment (MP.1) || 3


MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:

1. Perkenalan dan konsep perubahan diri


2. Komitmen/kesepakatan dalam pembelajaran
3. Kerja sama tim belajar yang baik

Building Learning Commitment (MP.1) || 4


B Kegiatan Belajar

Building Learning Commitment (MP.1) || 5


MATERI POKOK 1
Perkenalan dan Konsep
Perubahan Diri

Pendahuluan

Dalam suatu pelatihan, sekelompok orang yang umumnya belum


saling mengenal bertemu dalam ruang kelas virtual maupun klasikal.
Peserta berasal dari tempat yang berbeda, dengan latar belakang
sosial budaya, pendidikan/pengetahuan, pengalaman, serta sikap
dan perilaku yang berbeda pula. Apabila hal ini tidak diantisipasi
sejak awal pelatihan, kemungkinan besar akan dapat mengganggu
kesiapan peserta dalam memasuki proses pelatihan yang bisa
berakibat pada terganggunya kelancaran proses pembelajaran
selanjutnya. Oleh karena itu, proses perkenalan dan konsep
perubahan diri penting untuk mengawali proses BLC.

Indikator Hasil Belajar

1. Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta dapat melakukan


perubahan diri untuk mengikuti proses pembelajaran dengan baik.

Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 1:

1. Perkenalan

2. Konsep Perubahan Diri

Building Learning Commitment (MP.1) || 6


Uraian Materi Pokok 1

1. Perkenalan
Saat awal sebuah pelatihan, suasana kelas biasanya dalam
kondisi kebekuan (freezing). Para peserta berada dalam
lingkungan belajar yang baru. Peserta dengan latar belakang
berbeda-beda juga biasanya mengakibatkan kecanggungan
dalam bersikap maupun mengemukakan idenya karena tidak
setiap orang dapat dengan mudah beradaptasi dengan
lingkungan yang baru. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perlu
dilakukan suatu proses pencairan (unfreezing).
Proses pencairan dilakukan dengan membangun rasa percaya
antar peserta serta dan menciptakan perasaan positif satu sama
lain, terutama melalui proses perkenalan. Proses perkenalan
melibatkan fasilitator, peserta, dan panitia.
Proses perkenalan biasanya dimulai dengan tahap perkenalan
fasilitator dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan
pembelajaran. Selanjutnya dilakukan proses perkenalan peserta
tentunya dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti
perkenalan secara per individu serta kelompok. Materi yang
penuh dinamika ini sebaiknya diselingi dengan berbagai
permainan dan ice breaking. Proses perkenalan secara menarik
dapat dilakukan secara daring maupun luring. Setelah saling
mengenal, peserta diharapkan akan mudah beradaptasi. Peserta
akan menjadi saling percaya dan siap berkontribusi untuk

Building Learning Commitment (MP.1) || 7


membentuk lingkungan belajar yang partisipasif dan kondusif
untuk kelancaran proses pembelajaran.

2. Konsep Perubahan Diri


Konsep diri memiliki korelasi yang signifikan terhadap motivasi
dan prestasi belajar. Konsep diri adalah pandangan individu
mengenai diri, semakin positif konsep diri individu, semakin positif
individu melihat kemampuan diri dan pandangan mereka
terhadap lingkungan. Peserta yang mempunya konsep diri positif
cenderung akan memandang belajar sebagai kebutuhan atau
belajar karena motivasi berasal dari diri sendiri, sehingga hasil
belajar cenderung menjadi maksimal. Sebaliknya peserta dengan
konsep diri negatif cenderung melihatnya sebagai kewajiban atau
belajar bukan atas dasar motivasi diri sendiri, sehingga belajar
karena dari unsur paksaan untuk mendapatkan nilai atau
kelulusan (Hariyadi dan Darmuki, 2019).

Konsep diri positif seseorang dapat dilihat dari sikap mereka


seperti selalu optimis, berani mencoba hal-hal baru, berani
sukses, berani gagal, percaya diri, antusias, merasa diri
berharga, berani menetapkan tujuan hidup, bersikap dan berpikir
positif, serta dapat menjadi seorang pemimpin yang handal
(Hariyadi dan Darmuki, 2019).

Proses BLC dengan difasilitasi oleh seorang widyaiswara atau


guru diharapkan mendorong peserta untuk mengembangkan
konsep diri positif mereka. Hal ini bisa dilakukan pada saat
perkenalan, tahap awal proses BLC. Dengan mendorong agar
peserta memiliki konsep diri yang baik, diharapkan setiap peserta
Building Learning Commitment (MP.1) || 8
berani berkontribusi dan lebih menyenangi proses belajar dan
membantu kelancaran proses pembelajaran.

Building Learning Commitment (MP.1) || 9


SEKARANG SAYA TAHU

Proses perkenalan dan kesiapan untuk merubah diri merupakan hal


penting dalam proses Building Learning Commitment. Perkenalan
peserta, fasilitator, dan panitia dapat membangun rasa percaya dan
sikap positif. Konsep diri yang positif akan mendorong motivasi
belajar untuk melakukan adaptasi pada lingkungan belajar baru. Rasa
percaya, sikap positif dan adaptasi yang cepat merupakan kunci
untuk membangun lingkungan belajar yang partisipatif dan kondusif.

Building Learning Commitment (MP.1) || 10


MATERI POKOK 2
Komitmen/kesepakatan dalam
pembelajaran

Pendahuluan

Peserta pelatihan miliki latar belakang, dan motivasi yang berbeda-


beda. Motivasi belajar peserta juga mungkin belum terbentuk karena
kehadirannya mungkin karena tuntutan tugas jabatan dan ketentuan
pelatihan atau bahkan sebagian peserta sudah memiliki asumsi
bahwa mereka sudah mengetahui hal yang akan dipelajari dan
membayangkan kejenuhan yang akan dihadapi.

Setelah dilakukan proses pencairan (unfreezing), tahap selanjutnya


dari proses BLC adalah pembentukan kesepakatan atau komitmen
dalam pembelajaran. Pembentukan kesepakatan terjadi dengan
tahapan peserta mengidentifikasi dan merumuskan harapan dari
pelatihan ini sampai terbentuknya norma kelas yang disepakati
bersama serta kontrol kolektifnya. Dengan membangun komitmen
belajar tersebut, maka para peserta akan berupaya untuk mencapai
harapan yang diinginkannya dalam setiap proses pembelajaran.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta dapat membuat


komitmen dalam pembelajaran.

Building Learning Commitment (MP.1) || 11


Sub Materi Pokok
Berikut ini adalah sub materi pokok 2:

1. Harapan dan Kekhawatiran

2. Norma kelas dan kontrol kolektif

Building Learning Commitment (MP.1) || 12


Uraian Materi Pokok 2

1. Harapan dan kekhawatiran


Para peserta pelatihan mempunyai latar belakang dan motivasi
yang berbeda dalam mengikuti pelatihan, tentunya menyebabkan
peserta mempunyai harapan dan kekhawatiran yang berbeda.
Harapan dan kekhawatiran ini harus dikelola dengan baik oleh
peserta dengan panduan fasilitator agar bisa melalui tahap
berikutnya yang menjadi tujuan Building Learning Commitment,
yaitu merumuskan komitmen atau kesepakatan bersama.

Menurut KBBI daring (2016), harapan adalah “keinginan supaya


menjadi kenyataan”. Dalam konteks pelatihan, harapan berarti
keinginan untuk memperoleh atau mencapai tujuan yang
diinginkan sebagai hasil belajar. Peserta diharapkan juga
membuat harapan dalam pelaksanaan pelatihan. Dalam
menentukan harapan harus realistis dan rasional sehingga
kemungkinan untuk mencapainya besar. Harapan juga harus
menimbulkan tantangan atau dorongan untuk mencapainya dan
bukan sesuatu yang diucapkan secara asal-asalan. Harapan
peserta dalam proses pembelajaran menjadi motivasi peserta
dalam mengikuti proses pembelajaran.

Kekhawatiran juga bisa timbul dalam diri peserta. Kekhawatiran


biasanya timbul karena konten pelatihan itu sendiri maupun
karena situasi latar belakang peserta di tempat kerja maupun
keluarga. Selain itu, kekhawatiran juga bisa berupa hal-hal yang
Building Learning Commitment (MP.1) || 13
menghambat belajar seperti suasana kelas yang kurang nyaman,
fasilitas yang kurang mendukung, dan lain-lain. Kekhawatiran ini
harus dikelola dengan baik oleh peserta agar tidak menimbulkan
demotivasi dalam melakukan pembelajaran. Fasilitator harus
membantu peserta untuk menghilangkan atau menurunkan kadar
kekhawatiran yang dihadapinya sehingga performa belajar yang
tinggi. Peran panitia dan peserta lain juga dapat terlibat untuk
memberikan opsi-opsi solusi jika ada permasalahan yang
menimbulkan kekhawatiran sesama peserta.

Harapan yang kuat dan kekhawatiran yang minimal akan


membantu peserta memiliki motivasi yang tinggi dalam mencapai
hasil pembelajaran. Dengan demikian dinamika pembelajaran
akan terus terpelihara sampai akhir proses pelatihan.

2. Norma kelas dan kontrol kolektif


Komitmen belajar merupakan keterikatan dan keterpanggilan
peserta pelatihan terhadap apa yang dijanjikan atau yang menjadi
tujuan dirinya atau kelompoknya yang telah disepakati dan
terdorong berupaya sekuat tenaga untuk mengaktualisasinya
dengan berbagai macam cara yang baik, efektif, dan efisien.
Proses komitmen secara nyata diwujudkan dengan perumusan
norma kelas dan kontrol kolektif.

Norma adalah gagasan, kepercayaan tentang kegiatan, instruksi,


perilaku yang seharusnya dipatuhi oleh suatu kelompok. Norma
dalam suatu pelatihan adalah gagasan, kepercayaan tentang
kegiatan, instruksi, perilaku yang diterima oleh kelompok
pelatihan, untuk dipatuhi oleh semua anggota kelompok yaitu

Building Learning Commitment (MP.1) || 14


peserta, fasilitator, dan panitia. Karena sebuah kelas dibangun
dari berbagai individu yang memiliki kesamaan serta perbedaan
nilai pribadi, maka proses perumusan norma kelas harus
mengakomodir nilai-nilai ptibadi tersebut.

Perbedaan haruslah dipahami sebagai kekayaan cara setiap


individu memandang sesuatu. Semakin banyak perbedaan, maka
semakin kaya dan luas kita memandang sesuatu. Meskipun
demikian semakin banyak perbedaan, maka juga semakin rentan
terjadi konflik dan friksi sehingga peserta latih belajar untuk
memiliki tenggang rasa. Melalui proses interaksi dalam diskusi,
peserta didorong untuk memberikan pendapat/argumentasi atas
pilihannya dan belajar saling menghargai serta saling memahami
akan nilai-nilai yang diyakini peserta lainnya. Selain itu, peserta
dilatih untuk mencari solusi serta mensinergikan perbedaan di
antara kelompok. Hal ini sejalan pula dengan penelitian Rosana
(2021) yang menyatakan bahwa diskusi merupakan metode
pembelajaran yang tepat saat BLC.

Agar nilai-nilai yang telah disepakati tetap terjaga, maka


diperlukan norma belajar yang mengatur tata pergaulan selama
proses belajar sehingga semua memperoleh kesempatan untuk
sukses. Nilai-nilai yang sudah ditetapkan bersama dijabarkan
dalam norma yang terukur dan jelas operasionalisasinya.

Selain norma kelas, diperlukan kontrol kolektif dalam


pembentukan komitmen kelas. Kontrol kolektif merupakan
kesepakatan bersama tentang memelihara agar kesepakatan
terhadap norma kelas ditaati. Biasanya ditentukan dalam bentuk

Building Learning Commitment (MP.1) || 15


sanksi apa yang harus diberlakukan apabila norma tidak ditaati
atau dilanggar. Fasilitator dapat memandu curah pendapat
tentang sanksi apa yang harus diberlakukan bagi orang yang
tidak mematuhi atau melanggar norma yang telah disepakati agar
komitmen yang dibangun menjadi lebih kuat.

SEKARANG SAYA TAHU

Dengan latar belakang dan motivasi peserta pelatihan yang beragam,


harapan yang kuat dan kekhawatiran yang minimal akan membantu
peserta memiliki motivasi yang tinggi dalam mencapai hasil
pembelajaran. Dengan membangun komitmen belajar maka para
peserta akan berupaya untuk mencapai harapan yang diinginkannya
dalam setiap proses pembelajaran. Kesepakatan dibangun
berdasarkan nilai-nilai yang diyakini secara pribadi, dirumuskan
menjadi norma kelas dan dijaga dengan kontrol kolektif. Komitmen
untuk melaksanakan kesepakatan tersebut akan menguntungkan
peserta untuk mencapai keberhasilan individu/ kelompok/kelas
karena dalam diri setiap orang yang memiliki komitmen tersebut akan
terjadi niat baik dan tulus untuk memberikan yang terbaik kepada
individu lain, kelompok, dan kelas secara keseluruhan.

Building Learning Commitment (MP.1) || 16


MATERI POKOK 3
Kerja Sama Tim Belajar yang
Baik

Pendahuluan

Proses BLC yang telah mencapai pembentukan kesepakatan atau


komitmen dalam pembelajaran membutuhkan kerja sama tim belajar
yang baik. Satu kelas pembelajaran merupakan satu tim yang akan
mencapai tujuan pembelajaran yang sama. Pengorganisasian kelas
dan penugasan harian merupakan komponen agar kerja sama tim
dalam kelas dapat terwujud dengan efektif.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta dapat membangun


kerja sama tim belajar yang baik.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 3:

1. Pembentukan Organisasi Kelas


2. Penugasan Harian

Building Learning Commitment (MP.1) || 17


Uraian Materi Pokok 3

1. Pembentukan Organisasi Kelas

Tahap selanjutnya yang penting dalam proses BLC adalah


membentuk kepemimpinan yang efektif. Walaupun pelatihan
merupakan proses jangka pendek, tetap dibutuhkan pemimpin
dalam membangun hubungan, komunikasi interaksi dan sinergi
yang baik di lingkungan kelas. Pemimpin efektif akan membina
kelompok yang berfungsi efektif dan bertekad untuk
menyukseskan proses pembelajaran yang berkualitas (Junaidi,
2021). Agar kelas berjalan dengan lancar dan mengakomodasi
semua kebutuhan peserta, dibentuk pengurus kelas yang akan
mengkoordinasi kegiatan dengan panitia dan fasilitator. Kerja
sama tim belajar yang baik akan mendukung semua peserta untuk
mengeluarkan potensinya demi mencapai hasil pembelajaran
yang baik.

2. Penugasan Harian
Fasilitator/widyaiswara dari materi BLC harus menyediakan
mekanisme manajemen lingkungan agar peserta menyiapkan diri
secara fisik, mental, emosional untuk selalu belajar selama
pelatihan (Junaidi, 2021). Fasilitator dapat memberikan
penugasan harian kepada peserta seperti refleksi, review materi,
energizer, serta tugas lainnya. Pengurus kelas juga dapat
berpartisipasi aktif agar peserta dapat berkomitmen dan konsisten
untuk melaksanakan penugasan harian.
Building Learning Commitment (MP.1) || 18
SEKARANG SAYA TAHU

Kerja sama tim belajar yang baik dapat terwujud dengan adanya
pengorganisasian kelas dan pemberian penugasan harian efektif.
Dengan ada kepemimpinan yang baik, penugasan harian akan
berjalan teratur. Keterlibatan peserta dalam penugasan harian akan
menjadikan peserta terus berkomitmen untuk belajar. Diharapkan
pelatihan bukan hanya belajar yang berisi gudang pengalaman dan
bahan pelajaran yang harus dikuasai, tetapi melihat manajemen
pelatihan dan memastikan proses pelatihan berjalan lancar serta
menyenangkan.

Building Learning Commitment (MP.1) || 19


REFERENSI

harapan. 2016. Pada KBBI Daring. Diambil Okt 2020,


dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/harapan

Hariyadi, A., & Darmuki, A. (2019). Prestasi dan motivasi belajar


dengan konsep diri. In Prosiding Seminar Nasional Penguatan
Muatan Lokal Bahasa Daerah sebagai Pondasi Pendidikan Karakter
Generasi Milenial (pp. 280-286).

Junaidi, J. (2021). Manfaat Building Learning Commitment (BLC)


dalam Pendidikan dan Pelatihan. Diklat Review: Jurnal manajemen
pendidikan dan pelatihan, 5(1), 1-7.

Rosana, R. (2021). Penerapan Metode Pembelajaran Diskusi dalam


Pelatihan untuk Peningkatan Building Learning
Commitment. Tarbiyah Islamiyah: Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama
Islam, 11(2).

Building Learning Commitment (MP.1) || 20


Anti Korupsi || i
Daftar Isi

A. TENTANG MODUL INI 1

Deskripsi Singkat 2

Tujuan pembelajaran 2

B. KEGIATAN BELAJAR 4

Materi Pokok 1. Dampak Korupsi 5

1. Pendahuluan 5

2. Indikator Hasil Belajar 5

3. Sub Materi Pokok 5

4. Uraian Materi 6

5. Sekarang saya tahu materi pokok 1 10

Materi Pokok 2. Semangat perlawanan terhadap korupsi 11

1. Pendahuluan 11

2. Indikator Hasil Belajar 11

3. Sub Materi Pokok 11

4. Uraian Materi 12

5. Sekarang Saya Tahu Materi Pokok 2 20

Materi Pokok 3. Cara Berpikir kritis 21

1. Pendahuluan 21

Anti Korupsi || ii
2. Indikator Hasil Belajar 22

3. Sub Materi Pokok 22

4. Uraian Materi 23

5. Sekarang Saya Tahu Materi Pokok 3 39

Materi Pokok 4. Sikap Anti Korupsi 40

1. Pendahuluan 40

2. Indikator Hasil Belajar 41

3. Sub Materi Pokok 41

4. Uraian Materi 42

5. Sekarang Saya Tahu Materi Pokok 4 49

Referensi 50

Anti Korupsi || iii


A Tentang Modul Ini

Anti Korupsi || 1
DESKRIPSI SINGKAT

Mata pelatihan ini membahas tentang dampak korupsi, semangat


perlawanan terhadap korupsi, cara berpikir kritis terhadap masalah
korupsi dan sikap anti korupsi.

TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu membangun
sikap anti korupsi dengan benar
2. Indikator Hasil Belajar
a. Menjelaskan Dampak Korupsi
b. Menjelaskan semangat perlawanan terhadap korupsi
c. Menjelaskan cara berpikir kritis terhadap masalah korupsi
d. Menjelaskan sikap anti korupsi

Anti Korupsi || 2
MATERI POKOK

1. Dampak Korupsi
a. Dampang korupsi terhadap berbagai bidang
b. Kerugian negara akibat korupsi diindonesia
c. Biaya sosial korupsi
d. Hubungan antar danpak korupsi dan biaya sosial korupsi
2. Semangat perlawanan terhadap Korupsi
a. Indeks persepsi korupsi indonesia
b. 10 potensi indonesia bisa makmur
3. Cara berpikir kritis terhadap masalah korupsi
a. Pengertian korupsi
b. Faktor penyebab korupsi
c. Jenis tindak pidana korupsi
4. Sikap anti korupsi
a. Nilai-nilai anti korupsi
b. Integritas
Indikator seseorang berintegritas

Anti Korupsi || 3
B Kegiatan Belajar

Anti Korupsi || 4
MATERI POKOK 1
DAMPAK KORUPSI

1. Pendahuluan

Korupsi merupakan salah satu contoh kejahatan yang bernama


White Collar Crime (kejahatan Kerah Putih). White Collar Crime
mengandung arti bahwa kejahatan yang hanya bisa dilakukan
oleh individu dan kelompok yang memiliki wewenang cukup
tinggi dalam suatu jabatan. Korupsi memberikan dampak yang
luar biasa dalam bebagai bidang yaitu bidang hukum, bidang
pendidikan, bidang sosial, bidang ekonomi, bidang
pertahanan,bidang kesehatan, dan bidang politik.

2. Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta mampu


menjelaskan Dampak Korupsi

3. Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 1:

a. Dampak Korupsi terhadap berbagai bidang


1) Dampak Korupsi terhadap berbagai bidang
2) Kerugian negara akibat korupsi di indonesia
3) Biaya sosial korupsi

Anti Korupsi || 5
Uraian Materi Pokok 1

a. Dampak Korupsi terhadap berbagai bidang

1) Dampak Korupsi Bidang Hukum


Beberapa dampak korupsi di bidang hukum :
- Hilangnya kepercayaan rakyat terhadap Lembaga
Negara
- Menghambat pemerataan akses dan aset negara
- Melemahkan peran pemerintah dalam menjaga
stabiltas ekonomi dan politik

2) Dampak Korupsi Bidang Pendidikan

Beberapa dampak korupsi di bidang pendidikan :


- Meningkatkan potensi menurunnya kualitas SDM
bangsa
- Keterbatasan akses pendidikan yang merata
- Meningkatnya angka pengangguran

3) Dampak Korupsi Bidang Sosial

Beberapa dampak korupsi di bidang Sosial :


- Meningkatkan angka kriminalitas
- Keterbatasan akses kehidupan yang layak dan
berkualitas
- Jurang kemiskinan semakin besar

4) Dampak Korupsi Bidang Ekonomi

Anti Korupsi || 6
Beberapa dampak korupsi di bidang Ekonomi :
- Menghambat sektor industri dan produksi dalam
berkembang
- Rendahnya Kualitas barang dan jasa untuk publik
- Lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasi

5) Dampak Korupsi Bidang pertahanan

Beberapa dampak korupsi di bidang pertahanan :


- Lemahnya alutista dan sumber daya manusia
- Lemahnya garis batas negara

6) Dampak Korupsi Bidang Kesehatan

Beberapa dampak korupsi di bidang kesehatan :


- Mahalnya fasiltas kesehatan
- Keterbatasan akses yang layak dan mumpuni
- Menurunnya angka harapan hidup

7) Dampak Korupsi Bidang Politik

Beberapa dampak korupsi di bidang Politik :


- Munculnya kepemimpinan korup
- Menguatnya plutokrasi
- Hancurnya kedaulatan rakyat

b. Kerugian negara akibat korupsi di indonesia


Tindakan korupsi merupakan tindakan yang sangat
merugikan negara. Korupsi mengakibatkan melambatnya
pertumbuhan ekonomi negara, menurunnya investasi,
meningkatnya kemiskinan serta meningkatnya

Anti Korupsi || 7
ketimpangan pendapatan. Korupsi juga dapat
menurunkan tingkat kebahagiaan masyarakat di suatu
negara.
Diindonesia, korupsi berkorelasi negatif signifikan dengan
tingkat pertumbuhan ekonomi, investasi, tingkat belanja
kesehatan publik dan pendapatan perkapita. Korupsi di
indonesia juga berkorelasi positif signifikan terhadap
kemiskinan dan ketimpangan pendapatan.
Laporan Indonesian Corruption Watch (ICW) menunjukkan,
kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp 26,83 triliun
pada semester 1 2021. Jumlah ini meningkat 47,63%
dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar
Rp 18,17 triliun. Jumlah kasus korupsi yang berhasil
ditemukan aparat penegak hukum (APH) pada periode
tersebut adalah sebanyak 209 kasus dengan jumlah 482
tersangka yang diproses hukum.

Gambar 1. Kerugian Negara Akibat Korupsi Menurut


Pekerjaan (sumber:Google)

Anti Korupsi || 8
c. Biaya sosial korupsi
Biaya sosial korupsi bisa diartikan sebagai dampak kerugian
dari perilaku korupsi yang membebani keuangan
negara.Dalam metodologi Brand and price, perhitungan
biaya sosial dapat diukur dari tiga unsur yaitu biaya
antisipasi, biaya akibat dan biaya reaksi.
Biaya antisipasi adalah besaran biaya yang dikeluarkan
negara untuk mengantisipasi dan mencegah korupsi.
Contohnya, ketika korupsi telah menjadi endemik di sebuah
negara, maka pemerintah negara itu akan mengeluarkan
kebijakan untuk mengatasi hal tersebut, dan ini
membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Biaya akibat korupsi adalah biaya dari kerugian yang
ditanggung masyarakat akibat korupsi, contohnya dampak
sosial ekonomi, dampak investasi dan lainnya. Biaya akibat
korupsi dibagi menjadi dua yaitu eksplisit dan implisit. Biaya
eksplisit adalah kerugian akibat korupsi yang dihitung oleh
BPK dan BPKP, sedangkan implisit adalah nilai kerugian
yang dihitung akibat efek domino dari korupsi tersebut.
Termasuk dalam biaya implisit adalah berapa banyak
pengaruhnya terhadap investasi sampai ekonomi makro.
Biaya reaksi adalah biaya yang muncul sepanjang proses
penyelesaian perkara. Mulai dari penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, sampai koruptor masuk ke penjara.

Anti Korupsi || 9
SEKARANG SAYA TAHU
MATERI POKOK 1

1) Korupsi memberikan dampak yang luar biasa dalam bebagai


bidang yaitu bidang hukum, bidang pendidikan, bidang sosial,
bidang ekonomi, bidang pertahanan,bidang kesehatan, dan bidang
politik
2) Korupsi mengakibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi
negara, menurunnya investasi, meningkatnya kemiskinan serta
meningkatnya ketimpangan pendapatan. Korupsi juga dapat
menurunkan tingkat kebahagiaan masyarakat di suatu negara
3) Biaya sosial korupsi bisa diartikan sebagai dampak kerugian dari
perilaku korupsi yang membebani keuangan negara, perhitungan
biaya sosial dapat diukur dari tiga unsur yaitu biaya antisipasi, biaya
akibat dan biaya reaksi.

Anti Korupsi || 10
MATERI POKOK 2
SEMANGAT PERLAWANAN
TERHADAP KORUPSI
1. Pendahuluan

Semangat perlawanan terhadap korupsi adalah langkah awal


yang harus dimiliki dalam pemberantasan korupsi. Indonesia
adalah bangsa yang besar dan memiliki potensi yang luar biasa,
jika potensi itu digunakan untuk kepentingan bangsa dan negara
maka akan menciptakan masyarakat adil dan makmur tanpa
korupsi. Kemakmuran itu akan tewujud jika korupsi bisa
dihapuskan. Hal ini terbukti pada negara yang selalu menempati
posisi pertama dalam Indeks persepsi korupsi, seperti negara
Denmark, kondisi negara tersebut sejahtera, makmur, aman
dan sentosa. Semoga Indonesia bisa mewujudkannya.

2. Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta mampu


menjelaskan semangat perlawanan terhadap korupsi

3. Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 2 :


a. Indeks persepsi Korupsi Indonesia
b. 10 Potensi Indonesia bisa makmur

Anti Korupsi || 11
Uraian Materi Pokok 2

a. Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia

Semenjak tahun 1995, Transparansi international telah


menerbitkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) setiap tahun
yang mengurutkan negara-negara di dunia berdasarkan
persepsi publik terhadap korupsi di jabatan publik dan politis.

Indeks Persepsi Korupsi merupakan sebuah penilaian


indikator korupsi di suatu negara yang dilakukan oleh
Transparency International sejak tahun 1995 silam. Sistem
penilaiannya menggunakan survei pandangan publik suatu
negara terhadap kinerja pemerintah dalam pemberantasan
tindak pidana korupsi di negaranya. Indeks ini dikeluarkan
secara rutin setiap tahunnya dengan nilai skor 0-100 dimana
tingkat pemberantasan korupsi suatu negara akan semakin
membaik jika mendekati angka 100 dan semakin buruk jika
mendekati angka 0.

Anti Korupsi || 12
sumber: lokadata/transparancy international

Gambar 2. IPK Indonesia dar tahun 2004-2020

Dari gambar grafik diatas, IPK indonesia mengalami


peningkatan dari tahun 2004 sampai tahun 2019, namun
mengalami penurunan pada tahun 2020 dengan nilai IPK 37
dengan peringkat 102 dari 180 negara. Tahun 2021
indonesia menduduki peringkat 96 dari 180 negara dengan
skor IPK 38. Angka tersebut mengalami peningkatan satu
poin dari tahun 2020 dengan skor 37. Indonesia sempat
menyentuh nilai IPK tertingginya sebesar 40 pada tahun
2019 namun ternyadi penurunan pada tahun 2020.

Menurunnya skor IPK indonesia pada tahun 2020 ini


membuktikan bahwa sejumlah kebijakan yang bertumpu

Anti Korupsi || 13
pada kacamata ekonomi dan investasi tapa mengindahkan
faktor integritas hanya akan memicu terjadinya korupsi,
termasuk penanganan pandemi covid-19, mengingat tahun
2022 memasuki masa pandemi covid-19.

Penurunan terbesar yang dikontribusikan oleh Global


Insight dan PRS dipicu oleh relasi korupsi yang masih lazim
dilakukan oleh pebisnis kepada pemberi layanan publik
untuk mempermudah proses berusaha. Sementara itu pada
sisi demokrasi, penurunan dua poin dikontribusikan
pada Varieties of Democracy yang menandakan bahwa
korupsi politik masih terjadi secara mendalam dalam sistem
politik di Indonesia. Sedangkan kenaikan dua poin
pada World Justice Project – Rule of Law Index perlu dilihat
sebagai upaya perbaikan pada penegakan supremasi
hukum

Oleh karena itu, ada tiga area dalam IPK yang mesti
diperhatikan. Pertama, sektor ekonomi, investasi dan
kemudahan berusaha. Secara umum beberapa indikator
penyusun IPK yang berhubungan dengan sektor ekonomi,
investasi dan kemudahan berusaha mengalami stagnasi
(WEF) bahkan mayoritas turun (PRS; IMD; GI; PERC).
Sehingga janji Pemerintah dalam melakukan perbaikan di
sektor perbaikan iklim usaha perlu ditinjau ulang terkait
dengan prevalensi terhadap korupsi. Kedua, sektor
penegakan hukum dan perbaikan layanan/birokrasi. Salah
satu indikator penegakan hukum naik (WJP-ROL), namun
pada perbaikan kualitas layanan/birokrasi dengan

Anti Korupsi || 14
hubungannya terhadap korupsi stagnan (BFTI;
EIU). Ketiga, adalah sektor integritas politik dan kualitas
demokrasi. Korupsi politik, bahkan saat situasi pandemi
yang melibatkan aktor-aktor politik yang menduduki jabatan
publik perlu mendapatkan perhatian khusus dan perlu
peningkatan kualitas pertanggungjawaban politik secara
serius dan memastikan untuk terbebas dari konflik
kepentingan.
Untuk membuat kemajuan nyata dalam melawan korupsi,
menciptakan iklim demokrasi yang berkualitas dalam
menghadapi situasi pandemi yang menghadirkan krisis
ganda, maka Transparency International Indonesia
memberikan rekomendasi kepada Presiden dan segenap
jajaran Pemerintah, Komisi Pemberantasan Korupsi, DPR
dan Parpol, serta semua pihak agar:

1) Mempunyai komitmen untuk memperkuat peran &


fungsi lembaga pengawas.
Otoritas antikorupsi dan lembaga pengawas harus
memiliki sumber daya dan kemandirian yang
memadai dalam menjalankan tugasnya agar alokasi
sumberdaya penanganan pandemi tidak dikorupsi
dan tepat sasaran.

2) Memastikan transparansi kontrak pengadaan selama


pandemic. kebijakan pelonggaran proses pengadaan
memberikan banyak peluang untuk terjadinya
korupsi. Sehingga keterbukaan pengadaan hingga
kontrak harus dilakukan agar bisa menghindari

Anti Korupsi || 15
penyalahgunaan wewenang, mengidentifikasi
potensi konflik kepentingan, dan memastikan
penetapan harga yang adil.

3) Merawat demokrasi dan mempromosikan partisipasi


warga pada ruang public.
Pelibatan kelompok masyarakat sipil dan media pada
akses pembuatan kebijakan harus dijamin oleh
Pemerintah dan DPR agar kebijakan tersebut
akuntabel.

4) Mempublikasikan dan menjamin akses data yang


relevan.
Pemerintah harus memastikan adanya akses data
bagi masyarakat. Informasi dan data yang mudah
diakses oleh masyarakat, perlu dijamin sebagai hak
masyarakat dalam memperoleh informasi dan data
secara adil dan setara

b. 10 Potensi Indonesia bisa makmur


Dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 berbunyi “Bumi, air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Pasal ini merupakan
petunjuk para pendiri bangsa bahwa indonesia memiliki
potensi kekayaan sebagai modal menjadi negara yang
makmur dan sejahtera.

Anti Korupsi || 16
Sumber:ACLK KPK

Gambar 3. Potensi Indonesia

Ada 10 potensi yang bisa menjadikan indonesia menjadi


negara yang makmur dan sejahtera yaitu :
1) Indonesia merupakan negara kepulauan yang
terdiri dari 13.4668 pulau. Luas terotprial
Indonesia adalah 5.193.250.km24.
2) Indonesia terletak di antara Asia dan Australia
serta di antara Samudera Pasifik dan Samudera
hindia menjadikan indonesia sebagai
persimpangan lalulintas dunia, bai darat maupun
laut serta menjadi titik persilangan kegiatan
perekonomian dunia

Anti Korupsi || 17
3) Indonesia memiliki sekitar 250 suku bangsa yang
menghasilkan keberagaman budaya nusantara
dengan746 bahasa daerah.
4) Indonesia memiliki penduduk dari sabang sampai
merauke sebanyak 255.993.674 jiwa dan
merupakan modal memanfaatkan sumber daya
alam yang tersedia, mempertahankan keutuhan
negara dari ancaman negara lain, peningkatan
kualitas sumber daya manusia.
5) Indonesia memiliki aneka bahan tambang. Minyak
bumi indonesia berada di posisi ke 25 dalam daftar
negara dengan potensi minyak bumi terbesar
disunia. Indonesia juga berada di peringkat ke -8
untuk gas alam, serta berada di peringkat ke -7
dalam potensi emas tersebsar dengan cadangan
berkisar 23% dari total cadangan emas dunia.
6) Indonesia memiliki sekitar 100-150 genus dari
tumbuhan dengan 25.000-30.000 spesies.
7) Indonesia memiliki sekitar 300ribu atau 17 % dari
total jumlah satwa liar dunia. Diantaranya adalah
1.539 jenis burung dan 515 jenis mamalia.
Indonesia menjadi habitat satwa endemik yang
sanat banyak. Tercatat 255 jenis mamaloa, 384
jenis burung dan 173 jenis ampfini hanya hidup di
Indonesia.
8) Indonesia merupakan produsen ikan terbesar di
dunia. Volume produksinya mencapai sekitar 571
juta ton. Itu meliputi 44 juta ton di wilayah tangkap

Anti Korupsi || 18
perairan indonesia dan 18 juta ton berada di
perairan zona ekonomi ekslusif.
9) Total potensi maritim indonesia diperkirakan
mnecapai Rp 7.200 triliun atau 35 kali anggaran
pendapatan dn belanja negara.
10) Indonesia memiliki seajarah besar dengan
mempriklamirkan kemerdekaan pada tahun 1945
setelah dijajah belanja 35 abad dan diduduki
jepang selama 35 tahun. Majapahit pernah
menyatukan nusantara dibawah komando
Mhapatih Gajah Mada. Indonesia pernah memiliki
armada laut sriwijaya uyang digdaya, dan juga
samudera pasai yang sempat menguasai
perdagangan dunia.

Melihat potensi bangsa indonesia yang begitu luar biasa


jika dimanfaat sesuai amanat UUD 1945 tentunya bisa
menjadikan Indonesia menjadi negara makmur dan
sejahtera. Dengan potensi tersebut pula menjadi
penyemangat bagi komponen bangsa untuk mewujudkan
indonesia tanpa korupsi.

Anti Korupsi || 19
SEKARANG SAYA TAHU
MATERI POKOK 2

1) IPK indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2004


sampai tahun 2019, namun mengalami penurunan pada
tahun 2020 dengan nilai IPK 37 dengan peringkat 102 dari
180 negara. Salah satu yang berkontibusi terhadap
tejadinya penurunan adalah Global Insight dan PRS serta
Varieties of Democracy .
2) 10 potensi yang dimiliki jika dimanfaatkan sesuai amanat
UUD 1945 dapat menjadikan indonesia menjadi negara
yang makmur dan sejahtera.

Anti Korupsi || 20
MATERI POKOK 3
CARA BERPIKIR KRITIS

1. Pendahuluan

Korupsi merupakan masalah serius karena dapat


membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, merusak
nilai-nilai demokrasi dan moralitas, dan membahayakan
pembangunan ekonomi, sosial politik, dan menciptakan
kemiskinan secara masif sehingga perlu mendapat perhatian
dari pemerintah dan masyarakat serta lembaga sosial. Salah
satu upaya untuk menekan tingginya angka korupsi adalah
upaya pencegahan. Upaya serius KPK dalam memberantas
korupsi dengan pendekatan pencegahan merupakan upaya
cerdas. Pendekatan ini menunjukkan bahwa KPK menyadari
bahwa masa depan bangsa yang lebih baik perlu dipersiapkan
dengan orang-orang yang paham akan bahaya korupsi bagi
peradaban bangsa.

Setelah membangkitkan semangat melawan korupsi dan


menyadarkan dampak korupsi, maka perlu mengajak
masyarakat untuk berpikir kritis terhadap masalah korupsi yang
dekat denga keseharian masyarakat. Oleh karena perlu dibekali
pengetahuan tentang pengertian korupsi, faktor penyebab
koruspi serta jenis tindak pidana korupsi.

Anti Korupsi || 21
2. Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta mampu


menjelaskan cara berpikir kritis terhadap masalah korupsi

3. Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 3 :


a. Pengertian Korupsi
b. Faktor penyebab korupsi
c. Jenis tindak pidana korupsi

Anti Korupsi || 22
Uraian Materi Pokok 3

a. Pengertian Korupsi
Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau
corruptus. Corruptio memiliki arti beragam yakni tindakan
merusak atau menghancurkan. Corruptio juga diartikan
kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat
disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-
kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.
Kata corruptio masuk dalam bahasa Inggris menjadi kata
corruption atau dalam bahasa Belanda menjadi corruptie.
Kata corruptie dalam bahasa Belanda masuk ke dalam
perbendaharaan Indonesia menjadi korupsi. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi adalah
penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara
(perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk
keuntungan pribadi atau orang lain.
Definisi lainnya dari korupsi disampaikan World Bank pada
tahun 2000, yaitu “korupsi adalah penyalahgunaan
kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi". Definisi World
Bank ini menjadi standar internasional dalam merumuskan
korupsi.
Dari berbagai pengertian di atas, korupsi pada dasarnya
memiliki lima komponen, yaitu:
1. Korupsi adalah suatu perilaku.
2. Ada penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.

Anti Korupsi || 23
3. Dilakukan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau
kelompok.
4. Melanggar hukum atau menyimpang dari norma dan moral.
5. Terjadi atau dilakukan di lembaga pemerintah atau swasta.

b. Faktor penyebab korupsi


Beberapa teori tentang penyebab korupsi, antara lain:
11) Teori korupsi menurut Robert Klitgaard, sering juga
disebut sebagai CDMA Theory. Menurut teori ini, korupsi
terjadi karena adanya faktor kekuasaan dan monopoli
yang tidak dibarengi dengan akuntabilitas.
Corruption = Directionary + Monopoly – Accountability
(CDMA)

12) Teori korupsi menurut Jack Bologne, sering disebut


sebagai GONE Theory. Dikatakan, bahwa faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya korupsi adalah
keserakahan (greed), kesempatan (opportunity),
kebutuhan (needs), dan pengungkapan (expose). Dalam
teori ini, faktor keserakahan potensial dimiliki setiap
orang dan berkaitan dengan individu pelaku korupsi.
Faktor kesempatan, berkaitan dengan keadaan
organisasi, instansi, atau masyarakat yang sedemikian
rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang
untuk melakukan kecurangan. Faktor kebutuhan
berkaitan dengan faktor-faktor yang dibutuhkan individu
untuk menunjang hidupnya yang wajar. Dan, faktor
pengungkapan berkaitan dengan tindakan atau

Anti Korupsi || 24
konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan
apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.

GONE = GREED + OPPORTUNITY + NEED + EXPOSE

13) Teori korupsi menurut Donald R Cressey, dikenal juga


sebagai Fraud Triangle Theory. Menurut teori tersebut,
tiga faktor yang berpengaruh terhadap fraud
(kecurangan) adalah kesempatan, motivasi, dan
rasionalisasi. Ketiga faktor tersebut, menurut Cressey,
memiliki derajat yang sama besar untuk saling
mempengaruhi.

Gambar 4.The Fraud Triangle

Anti Korupsi || 25
14) Teori Willingness and Opportunity to Corrupt. Menurut
teori ini, korupsi terjadi jika terdapat kesempatan/peluang
(kelemahan sistem, pengawasan kurang, dan
sebagainya) dan niat/keinginan (didorong karena
kebutuhan & keserakahan).
15) Teori Cost-Benefit Model. Menurut teori ini, korupsi terjadi
jika manfaat korupsi yang didapat/dirasakan lebih besar
dari biaya/risikonya (Nilai Manfaat Bersih Korupsi > 0).

Jika dijabarkan lagi faktor penyebab korupsi meliputi dua


faktor, yaitu internal dan eksternal.
Faktor internal :
- Sifat serakah/tamak/rakus manusia
Keserakahan dan tamak adalah sifat yang
membuat seseorang selalu tidak merasa cukup
atas apa yang dimiliki, selalu ingin lebih. Dengan
sifat tamak, seseorang menjadi berlebihan
mencintai harta. Padahal bisa jadi hartanya sudah
banyak atau jabatannya sudah tinggi. Dominannya
sifat tamak membuat seseorang tidak lagi
memperhitungkan halal dan haram dalam mencari
rezeki. Sifat ini menjadikan korupsi adalah
kejahatan yang dilakukan para profesional,
berjabatan tinggi, dan hidup berkecukupan

- Gaya hidup konsumtif


Sifat serakah ditambah gaya hidup yang konsumtif
menjadi faktor pendorong internal korupsi. Gaya

Anti Korupsi || 26
hidup konsumtif misalnya membeli barang-barang
mewah dan mahal atau mengikuti tren kehidupan
perkotaan yang serba glamor. Korupsi bisa terjadi
jika seseorang melakukan gaya hidup konsumtif
namun tidak diimbangi dengan pendapatan yang
memadai.
- Moral yang lemah
Seseorang dengan moral yang lemah mudah
tergoda untuk melakukan korupsi. Aspek lemah
moral misalnya lemahnya keimanan, kejujuran,
atau rasa malu melakukan tindakan korupsi. Jika
moral seseorang lemah, maka godaan korupsi
yang datang akan sulit ditepis. Godaan korupsi
bisa berasal dari atasan, teman setingkat,
bawahan, atau pihak lain yang memberi
kesempatan untuk melakukannya.

Faktor eksternal :
- Aspek sosial
Kehidupan sosial seseorang berpengaruh dalam
mendorong terjadinya korupsi, terutama keluarga.
Bukannya mengingatkan atau memberi hukuman,
keluarga malah justru mendukung seseorang
korupsi untuk memenuhi keserakahan mereka.
Aspek sosial lainnya adalah nilai dan budaya di
masyarakat yang mendukung korupsi. Misalnya,
masyarakat hanya menghargai seseorang karena

Anti Korupsi || 27
kekayaan yang dimilikinya atau terbiasa
memberikan gratifikasi kepada pejabat.

Dalam means-ends scheme yang diperkenalkan


Robert Merton, korupsi merupakan perilaku
manusia yang diakibatkan oleh tekanan sosial,
sehingga menyebabkan pelanggaran norma-
norma. Menurut teori Merton, kondisi sosial di
suatu tempat terlalu menekan sukses ekonomi tapi
membatasi kesempatan-kesempatan untuk
mencapainya, menyebabkan tingkat korupsi yang
tinggi.

Teori korupsi akibat faktor sosial lainnya


disampaikan oleh Edward Banfeld. Melalui teori
partikularisme, Banfeld mengaitkan korupsi
dengan tekanan keluarga. Sikap partikularisme
merupakan perasaan kewajiban untuk membantu
dan membagi sumber pendapatan kepada pribadi
yang dekat dengan seseorang, seperti keluarga,
sahabat, kerabat atau kelompoknya. Akhirnya
terjadilah nepotisme yang bisa berujung pada
korupsi

- Aspek politik
Keyakinan bahwa politik untuk memperoleh
keuntungan yang besar menjadi faktor eksternal
penyebab korupsi. Tujuan politik untuk

Anti Korupsi || 28
memperkaya diri pada akhirnya menciptakan
money politics. Dengan money politics, seseorang
bisa memenangkan kontestasi dengan membeli
suara atau menyogok para pemilih atau anggota-
anggota partai politiknya.
Pejabat yang berkuasa dengan politik uang hanya
ingin mendapatkan harta, menggerus kewajiban
utamanya yaitu mengabdi kepada rakyat. Melalui
perhitungan untung-rugi, pemimpin hasil money
politics tidak akan peduli nasib rakyat yang
memilihnya, yang terpenting baginya adalah
bagaimana ongkos politiknya bisa kembali dan
berlipat ganda.
Balas jasa politik seperti jual beli suara di DPR atau
dukungan partai politik juga mendorong pejabat
untuk korupsi. Dukungan partai politik yang
mengharuskan imbal jasa akhirnya memunculkan
upeti politik. Secara rutin, pejabat yang terpilih
membayar upeti ke partai dalam jumlah besar,
memaksa korupsi.

- Aspek hukum
Hukum sebagai faktor penyebab korupsi bisa
dilihat dari dua sisi, sisi perundang-undangan dan
lemahnya penegakan hukum. Koruptor akan
mencari celah di perundang-undangan untuk bisa
melakukan aksinya. Selain itu, penegakan hukum
yang tidak bisa menimbulkan efek jera akan

Anti Korupsi || 29
membuat koruptor semakin berani dan korupsi
terus terjadi.
Hukum menjadi faktor penyebab korupsi jika
banyak produk hukum yang tidak jelas aturannya,
pasal-pasalnya multitafsir, dan ada kecenderungan
hukum dibuat untuk menguntungkan pihak-pihak
tertentu. Sanksi yang tidak sebanding terhadap
pelaku korupsi, terlalu ringan atau tidak tepat
sasaran, juga membuat para pelaku korupsi tidak
segan-segan menilap uang negara

- Aspek ekonomi
Faktor ekonomi sering dianggap sebagai
penyebab utama korupsi. Di antaranya tingkat
pendapatan atau gaji yang tak cukup untuk
memenuhi kebutuhan. Fakta juga menunjukkan
bahwa korupsi tidak dilakukan oleh mereka yang
gajinya pas-pasan. Korupsi dalam jumlah besar
justru dilakukan oleh orang-orang kaya dan
berpendidikan tinggi.
Banyak kita lihat pemimpin daerah atau anggota
DPR yang ditangkap karena korupsi. Mereka
korupsi bukan karena kekurangan harta, tapi
karena sifat serakah dan moral yang buruk.
Di negara dengan sistem ekonomi monopolistik,
kekuasaan negara dirangkai sedemikian rupa agar
menciptakan kesempatan-kesempatan ekonomi
bagi pegawai pemerintah untuk meningkatkan

Anti Korupsi || 30
kepentingan mereka dan sekutunya. Kebijakan
ekonomi dikembangkan dengan cara yang tidak
partisipatif, tidak transparan dan tidak akuntabel.

- Aspek organisasi
Faktor eksternal penyebab korupsi lainnya adalah
organisasi tempat koruptor berada. Biasanya,
organisasi ini memberi andil terjadinya korupsi,
karena membuka peluang atau kesempatan.
Misalnya tidak adanya teladan integritas dari
pemimpin, kultur yang benar, kurang memadainya
sistem akuntabilitas, atau lemahnya sistem
pengendalian manajemen.
Mengutip buku Pendidikan Antikorupsi oleh Eko
Handoyo, organisasi bisa mendapatkan
keuntungan dari korupsi para anggotanya yang
menjadi birokrat dan bermain di antara celah-celah
peraturan. Partai politik misalnya, menggunakan
cara ini untuk membiayai organisasi mereka.
Pencalonan pejabat daerah juga menjadi sarana
bagi partai politik untuk mencari dana bagi
kelancaran roda organisasi, pada akhirnya terjadi
money politics dan lingkaran korupsi kembali
terjadi.

c. Jenis tindak pidana korupsi


Tindak pidana korupsi memang sangat beragam. Baik yang
termasuk korupsi kecil atau (petty corruption) hingga korupsi

Anti Korupsi || 31
kelas kakap (grand corruption). Berdasarkan UU Nomor 31
Tahun 1999, mulanya korupsi dikelompokkan menjadi 30
jenis. Dari ketiga puluh bentuk/jenis tersebut, diklasifikasikan
menjadi hanya tujuh kelompok saja yaitu merugikan
keuangan negara, suap menyuap, penggelapan dalam
jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan
kepentingan dalam pengadaan, gratifikasi.

1) Merugikan Keuangan Negara


Ketentuan mengenai tindak pidana korupsi jenis ini diatur
dalam Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 tahun 1999 juncto
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Disebutkan
bahwa, segala sesuatu yang merugikan negara baik
langsung maupun tidak langsung termasuk kategori
perbuatan korupsi. Contohnya adalah penggunaan
fasilitas yang diberikan negara untuk pejabat ataupun
pegawai negeri sipil, termasuk tentara dan polisi, tetapi
dipergunakan untuk urusan pribadi yang tidak ada
sangkut pautnya dengan pekerjaan. Fasilitas mobil dinas
dari negara adalah fasilitas yang kerap digunakan untuk
urusan pribadi keluarga sehingga hal ini dapat
digolongkan sebagai korupsi.

2) Suap menyuap
Suap sangat populer sebagai upaya memuluskan
ataupun meloloskan suatu harapan/keinginan/kebutuhan
si penyuap dengan memberi sejumlah uang. Aksi suap
banyak dilakukan para pengusaha dan dianggap sebagai

Anti Korupsi || 32
aksi yang umum melibatkan pejabat publik ketika
menjalankan bisnis. Setidaknya itulah yang terungkap
dari Indeks Pemberi Suap (Bribery Payers Index) 2011
yang dirilis Transparency International. Indeks tersebut
dibuat berdasarkan survei terhadap 3.016 pebisnis
eksekutif dari 30 negara-negara maju dan berkembang,
termasuk Indonesia, ketika mereka berbisnis di luar
negeri. Ironisnya pebisnis Indonesia masuk empat besar
dalam survei tersebut.
Suap-suap yang lain juga sudah berkelindan dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Ada suap untuk
memuluskan perizinan usaha agar lebih cepat atau tidak
dipersulit karena kurang lengkap. Ada suap untuk dapat
lulus dalam ujian, baik di sekolah maupun di instansi
untuk pegawai negeri.
Ada suap untuk menang dalam pertandingan. Ada suap
untuk menang dalam persidangan atau mengurangi
masa hukuman. Ada suap untuk mengeluarkan seorang
terpidana dari penjara. Banyak sekali praktik suap
sehingga seperti tidak terkendali dan menggurita. Baik
yang disuap maupun penyuap sama-sama akan dijatuhi
hukuman sesuai dengan undang-undang. Para penyuap
dan yang disuap sama-sama pula dikenakan hukuman
pidana kurungan ataupun denda bernilai ratusan juta
rupiah.

Anti Korupsi || 33
3) Penggelapan dalam jabatan
Pelaku korupsi jenis ini, tentu mereka yang memiliki
jabatan tertentu atau kewenangan tertentu di dalam
pemerintahan. Dengan jabatannya sang pelaku
menggelapkan atau membantu orang lain menggelapkan
uang atau surat berharga milik negara sehingga
menguntungkan dirinya atau orang lain. Hal ini termasuk
unsur-unsur yang memenuhi tindak pidana korupsi
seperti yang dimaksud Pasal 8 UU No. 31 Tahun 1999 jo.
UU No. 20 Tahun 2001.
Bentuk lain dari penyalahgunaan jabatan adalah
pemalsuan dokumen maupun buku untuk pemeriksaan
administrasi sehingga sang pelaku memperoleh
keuntungan untuk dirinya maupun orang lain. Buku di sini
juga mengandung pengertian laporan keuangan sampai
dengan daftar inventaris kantor. Penggunaan bon atau
kuitansi kosong adalah modus yang sering dilakukan
sehingga seseorang dapat merekayasa angka-angka.
Hal ini termasuk perbuatan korupsi. Kaitan lain dengan
penyalahgunaan jabatan atau wewenang adalah
penghancuran bukti-bukti berupa akta, surat, ataupun
data yang dapat digunakan sebagai barang bukti
penyimpangan. Perbuatan ini termasuk korupsi seperti
tertuang dalam Pasal 10 huruf a UU No. 31 Tahun 1999
jo. UU No. 20 Tahun 2001. Pelakunya diancam hukuman
maksimal 7 tahun penjara atau denda maksimal Rp350
juta. Sebaliknya, membiarkan orang lain merusakkan

Anti Korupsi || 34
bukti-bukti penyimpangan juga termasuk korupsi dengan
ancaman yang sama.

4) Pemerasan
pada tipikor ini, seorang pejabat negara atau pegawai
negeri memiliki kekuasaan dan kewenangan, lalu dia
memaksa orang lain untuk memberi atau melakukan
sesuatu yang menguntungkan dirinya, perbuatannya
dianggap korupsi. Model lain pemerasan yang juga
berhubungan dengan uang adalah menaikkan tarif di luar
ketentuan yang berlaku. Misalnya, seorang pegawai
negeri menyatakan bahwa tarif pengurusan dokumen
adalah Rp50 ribu, padahal edaran resmi yang
dikeluarkan adalah Rp15 ribu atau malah bebas biaya.
Namun, dengan ancaman bahwa ini sudah menjadi
peraturan setempat, sang pegawai negeri tetap
memaksa seseorang membayar di luar ketentuan resmi.
Selain itu, ada juga model pemerasan dengan memotong
uang yang seharusnya diterima pegawai negeri lainnya
dengan alasan kepentingan administratif. Misalnya,
kejadian yang kerap menimpa para guru. Para guru
menerima uang rapel gaji dengan jumlah tertentu, tetapi
kemudian dipotong dengan alasan administratif oleh
pegawai negeri yang berwenang

5) Perbuatan curang
Seperti juga pemerasan, tak banyak publik tidak
mengetahui bahwa perbuatan curang juga termasuk

Anti Korupsi || 35
tindak pidana korupsi. Misalnya saja, pemborong proyek
curang terkait dengan kecurangan proyek bangunan
yang melibatkan pemborong (kontraktor), tukang,
ataupun toko bahan bangunan. Mereka dapat melanggar
Pasal 7 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU
No. 20 Tahun 2001 dengan ancaman penjara maksimal
7 tahun atau denda maksimal Rp350 juta.
Pengawas proyek juga curang, dengan membiarkan
bawahannya melakukan kecurangan terkait dengan
pekerjaan penyelia (mandor/supervisor) proyek yang
membiarkan terjadinya kecurangan dalam proyek
bangunan. Pelakunya dianggap melanggar Pasal 7 ayat
(1) huruf b UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun
2001 dengan ancaman penjara maksimal 7 tahun atau
denda maksimal Rp350 juta.

6) Benturan kepentingan dalam pengadaan


Tindak pidana korupsi jenis ini diatur dalam Pasal 12
huruf i. Benturan kepentingan tersebut, juga dikenal
sebagai conflict of interest. Benturan kepentingan ini
terkait dengan jabatan atau kedudukan seseorang yang
di satu sisi ia dihadapkan pada peluang menguntungkan
dirinya sendiri, keluarganya, ataupun kroni-kroninya.
Negara mengindikasikan benturan kepentingan dapat
terjadi dalam proyek pengadaan. Misalnya, meskipun
dilakukan tender dalam proyek, pegawai negeri ikut
terlibat dalam proses dengan mengikutsertakan
perusahaan miliknya meskipun bukan atas namanya. Hal

Anti Korupsi || 36
ini jelas mengandung unsur korupsi dan dikategorikan
korupsi. Pelakunya dianggap melanggar Pelakunya
dianggap melanggar Pasal 12 huruf i UU No. 31 Tahun
1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 dengan ancaman
penjara maksimal 20 tahun atau denda maksimal Rp1
miliar.

7) Gratifikasi
Gratifikasi merupakan jenis tindak pidan korupsi yang
“sangat dekat” dengan keseharian masyarakat. Bahkan
saking dekatnya, sampai-sampai banyak publik tidak
sadar kalau gratifikasi termasuk salah satu jenis tindak
pidana korupsi. Simak saja berbagai praktik berikut.
Seseorang memberikan parsel menjelang Idul Fitri
kepada pejabat publik, memberi hadiah kepada
penyelenggara negara yang mengadakan resepsi
pernikahan, memberikan voucher berbelanja kepada
pegawai negeri, dan sebagainya. Dalam masyarakat, hal
itu sudah lumrah, bukan? Ya, tetapi sekali lagi,
Pemberian yang terkait dengan jabatan seperti itu atau
gratifikasi, merupakan salah satu tindak pidana korupsi.
Dalam gratifikasi, segala hadiah atau fasilitas berupa
uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga,
tiket pesawat, cek perjalanan, liburan gratis, atau biaya
pengobatan, tentu tidak akan diberikan jika si penerima
tidak menduduki jabatan tersebut. Artinya, ada harapan
untuk terjadinya “pemberian” timbal balik dari si
penerima. Entah berupa kemudahan perizinan, lulusnya

Anti Korupsi || 37
penilaian dalam proses pengadaan barang dan jasa, dan
sebagainyanya.
Bagi pegawai negeri yang menerimanya dianggap
melanggar Pasal 12B No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20
Tahun 2001 dan Pasal 12C UU No. 31 Tahun 1999 jo.
UU No. 20 Tahun 2001 dengan ancaman penjara
maksimal 20 tahun atau denda maksimal Rp1 miliar.
Penerimaan gratifikasi harus dilaporkan ke KPK dalam
jangka waktu 30 hari sejak diterimanya gratifikasi.

Anti Korupsi || 38
SEKARANG SAYA TAHU
MATERI POKOK 3
1) Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus.
Corruptio memiliki arti beragam yakni tindakan merusak atau
menghancurkan. Corruptio juga diartikan kebusukan, keburukan,
kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang
menghina atau memfitnah
2) Faktor penyebab korupsi ada faktor eksternal dan internal
3) Jenis tindakan korupsi ada 7 yaitu merugikan keuangan negara,
suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan,
perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan,
gratifikasi

Anti Korupsi || 39
MATERI POKOK 4
SIKAP ANTI KORUPSI

1. Pendahuluan

Budaya anti korupsi merupakan sebuah norma perilaku yang


sedang ditumbuhkan kementerian kesehatan, salah satunya
melalui memasukkan materi anti korupsi dalam setiap pelatihan.
Hal tersebut merupakan salah satu bentuk pencegahan
terjadinya korupsi.

Secara sederhana, korupsi bisa diartikan sebagai


penyalahgunaan wewenang yang biasa dipergunakan untuk
mendapatkan keuntungan bagi diri sendiri, keluarga, maupun
kelompoknya. Hal ini tentu berdampak buruk bagi tempat kerja,
bangsa dan negara. Tindakan korupsi bisa berakibat negatif
pada pelaku, keluarga, maupun unit organisasi. Pembentukan
budaya antikorupsi perlu dibangun di lingkup Kementerian
Kesehatan untuk memperkokoh jati diri Insan Kesehatan yang
berkualitas.

Beragam tantangan di era modern harus dijawab dengan solusi


kreatif sesuai zaman yang dihadapi. Pemahaman tentang arti
korupsi, nilai-nilai antikorupsi, serta upaya-upaya membangun
budaya organisasi yang baik untuk mencegah korupsi harus
terus digalakkan.

Anti Korupsi || 40
2. Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta mampu


menjelaskan sikap anti korupsi

3. Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 2 :


a. Nilai-nilai anti korupsi
b. Integritas
c. Indikator seseorang berintegritas

Anti Korupsi || 41
Uraian Materi Pokok 4

a. Nilai-nilai anti korupsi


KPK merilis sembilan nilai anti korupsi yang bisa mencegah
terjadinya tindak korupsi. Ada 3 aspek dalam nilai- nilai anti
korupsi, yaitu :
1) Inti yaitu Jujur, Disiplin, Tangggung Jawab
2) Etos Kerja yaitu Kerja Keras, Mandiri, Sederhana
3) Sikap yaitu Adil beranin Peduli

Nilai Inti
1) Jujur
Jujur adalah sikap lurus hati, tidak berbohong, tidak
curang dan tulus-ikhlas. Seseorang dengan nilai
kejujuran di hatinya tidak akan pernah korupsi, karena
tahu tindakan tersebut adalah bentuk kebohongan dan
kejahatan. Orang dengan berintegritas jujur akan selalu
berpegang pada prinsip yang diyakininya benar.

Orang dengan nilai kejujuran juga harus menolak


ketidakjujuran. Dia harus berani menegur atau
melaporkan tindak ketidakjujuran seperti korupsi atau
yang lainnya. Pelaporan masyarakat ini menjadi salah
satu yang sarana efektif untuk memberantas korupsi.
Maka dari itu, masyarakat yang berintegritas akan
menciptakan lingkungan yang bebas dari korupsi.

Anti Korupsi || 42
2) Disiplin
Disiplin adalah sikap mental untuk melakukan hal-hal
yang seharusnya pada saat yang tepat dan benar-benar
menghargai waktu. Sikap mental tersebut perlu dilatih
agar segala perbuatannya tepat sesuai aturan yang ada.
Komitmen adalah salah satu kunci terbentuknya disiplin.
Komitmen adalah sikap mental pada diri seseorang
untuk melakukan segala sesuatu yang telah ditetapkan.
Hal itu terbentuk dengan pembiasaan. Seseorang yang
komitmen tinggi akan selalu melakukan segala sesuatu
sesuai yang telah ditetapkannya.
3) Tanggung jawab
Seseorang yang bertanggung jawab berani mengakui
kesalahan yang dilakukan, mereka juga amanah dan
dapat diandalkan. Tanggung jawab akan membuat
seseorang memenuhi tuntutan pekerjaan yang
dibebankan kepadanya. Orang yang bertanggung
jawab tidak akan korupsi, karena yakin segala tindakan
buruknya akan dibayar dengan setimpal pula. Rasa
tanggung jawab tidak begitu saja muncul, akan tetapi
terjadinya melalui sebuah proses. Dimulai dari hal-hal
kecil, seperti jika mengambil sesuatu harus
mengembalikan pada tempatnya. Jika berjanji, janji
tersebut harus ditepati. Hal itu dilakukan secara terus-
menerus sehingga menjadi kebiasaan. Kebiasaan
dibentuk oleh latihan. Seseorang dapat bertanggung
jawab karena telah terbiasa dengan hal-hal yang
memerlukan tanggung jawab.

Anti Korupsi || 43
Nilai Etos Kerja
1) Kerja Keras
Kerja keras adalah kegiatan yang dikerjakan secara
sungguh-sungguh tanpa mengenal lelah atau berhenti
sebelum target kerja tercapai dan selalu mengutamakan
atau memperhatikan kepuasan hasil pada setiap
kegiatan yang dilakukan. Mereka dapat memanfaatkan
waktu optimal sehingga kadang-kadang tidak mengenal
waktu, jarak, dan kesulitan yang dihadapainya. Mereka
sangat bersemangat dan berusaha keras untuk meraih
hasil yang baik dan maksimal. Seseorang yang bekerja
keras tidak bersifat malas dan mengeluh terhadap suatu
pekerjaan karena akan mempengaruhi etos kerja yang
sudah dibangun. Dia juga tidak suka menunda-nunda
pekerjaan yang dapat dilakukan dengan cepat dan tepat.
2) Mandiri
Menurut KBBI, kata mandiri dimaknai dalam keadaan
dapat berdiri sendiri; tidak bergantung pada orang lain.
Adapun kemandirian merupakan hal atau keadaan
dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain.
Pribadi yang mandiri tentunya berani menata diri dan
menjaga diri. Ia terus berlatih untuk menjadi
berkepribadian yang terpuji. Pribadi yang mandiri berani
menetapkan gambaran hidup yang ia inginkan. Dia
berani mengarahkan kegiatan hidupnya untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Ia memiliki
langkah-langkah, kegiatan atau tingkah laku yang efektif
untuk mencapai gambaran kehidupan yang

Anti Korupsi || 44
diidealkannya. Misalnya seseorang yang bercita-cita
menjadi ekonom mulai sekarang belajar dengan
sungguh-sungguh mengenai masalah ekonomi, tidak
berleha-leha.
3) Sederhanas
Menurut KBBI, sederhana memiliki pengertian
bersahaja; tidak berlebih-lebihan atau dapat dinyatakan
sedang, dalam arti pertengahan, tidak tinggi, tidak
rendah, dan sebagainya. Berbeda dengan kemiskinan,
kesederhanaan adalah sebuah pilihan, keputusan untuk
menjalani hidup yang berfokus pada apa yang benar-
benar berarti. Seorang yang sederhana membebaskan
dirinya dari segala ikatan yang tidak
diperlukan.sederhana berarti hidup secara wajar.

Nilai Sikap
1) Adil
Adil berasal dari bahasa Arab yang berarti berada di
tengah-tengah, jujur, lurus, dan tulus. Menurut KBBI, adil
memiliki arti sama berat, tidak berat sebelah, tidak
memihak. Adil juga bisa diartikan berpihak kepada yang
benar, berpegang pada kebenaran. Secara terminologis
adil bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi
dan ketidakjujuran.
2) Berani
Berani adalah tidak takut menghadapi bahaya atau
kesulitan. Orang yang berani memiliki hati yang mantap
dan rasa percaya diri yang besar, pantang mundur dan

Anti Korupsi || 45
tidak gentar. Keberanian diperlukan untuk mencegah
korupsi dan melaporkan tindak pidana korupsi ke aparat.
Keberanian tentu saja mesti dilandasi dengan
kebenaran. Berani karena benar. Seseorang yang
berani melaporkan tindak pidana korupsi karena dia
yakin bahwa itu adalah tindakan yang benar dan korupsi
adalah kejahatan. Nilai keberanian perlu dimiliki oleh
masyarakat untuk mencegah terjadinya korupsi.
3) Peduli
Makna peduli menurut KBBI adalah mengindahkan,
memperhatikan, dan menghiraukan. Jadi kepedulian
berarti sikap memperhatikan kondisi sekitar dan orang
lain. Pendapat lain menyebut, peduli adalah sikap
keberpihakan kita untuk melibatkan diri dalam persoalan,
keadaan, atau kondisi di sekitar kita. Orang yang peduli
adalah mereka yang terpanggil melakukan sesuatu
dalam rangka memberi inspirasi, perubahan, dan
kebaikan. Peduli berarti kita mengasihi dan
memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin
dikasihi atau diperlakukan. Dengan kepedulian, kita
menjadikan dunia ini sebagai tempat tinggal yang
nyaman dan damai bagi semua makhluk.

Nilai-Nilai Antikorupsi di atas sebaiknya dipahami dan


diterapkan dalam keseharian. Nilai-nilai yang diharapkan dapat
memupuk budaya antikorupsi mampu membentuk komitmen
serta konsistensi para pegawai Kemenkes dalam menjauhi diri
dari korupsi.

Anti Korupsi || 46
b. Integritas
Berdasarkan kamus kompetensi perilaku KPK, yang
dimaksud dengan integritas adalah bertindak secara
konsisten antara apa yang dikatakan dengan tingkah
lakunya sesuai nilai-nilai yang dianut (nilainilai dapat berasal
dari nilai kode etik di tempat dia bekerja, nilai masyarakat
atau nilai moral pribadi).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengertian
Integritas adalah mutu, sifat dan keadaan yang
menggambarkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki
potensi dan kemampuan memancarkan kewibawaan dan
kejujuran.

Orang yang Integral:


1) Memiliki Integritas Pribadi
2) Berkepribadian Utuh (setiap tindakan dan perilaku
merujuk pada nilai moral dan etika)
3) Satunya perkataan dan perbuatan
4) Patuh pada kode etik yang telah disepakati, tidak
melanggar sumpah jabatan
5) Tidak tergoda melakukan penyelewengan dengan
wewenang yang dimiliki:
a) Konsumerisme dan hedonism
b) Tata nilai dan ukuran moral masyarakat yang salah
c) Manusia terpukau dan terpedaya oleh uang dan
kekuasaan
d) Menjadi panutan

Anti Korupsi || 47
c. Indikator seseorang berintegritas

Berikut beberapa indikator seseorang dikatakan


berintegritas, diantaranya:

1) Mengakui pelanggaran atau kesalahan integritas yang


pernah dilakukan
2) Memperbaiki pelanggaran atau kesalahan integritas
yang pernah dilakukan
3) Mengingatkan orang lain karena tidak sesuai dengan
nilai-nilai dan norma yang diyakini
4) Menegur orang lain karena melanggar nilai-nilai dan
norma yang diyakini
5) Menyatakan kepada atasan karena melanggar nilai-
nilai dan norma yang diyakini
6) Menentang atasan karena menegur hal-hal yang tidak
benar
7) Menyampaikan kebenaran dalam situasi yang sulit
diceritakan
8) Menjelaskan kerugian-kerugian pribadi yang pernah
dialami akibat penyampaian kebenaran
9) Menguraikan tindakan-tindakan dalam mempraktikkan
atau mempertahankan kebenaran

Anti Korupsi || 48
SEKARANG SAYA TAHU
MATERI POKOK 4

1) Ada 3 aspek dalam nilai-nilai anti korupsi yaitu Inti (Jujur, Disiplin,
Tanggung Jawab); Etos Kerja (Kerja Keras, Mandiri, Sederhana);
Sikap (Adil, Berani, Peduli)
2) Integritas adalah bertindak secara konsisten antara apa yang
dikatakan dengan tingkah lakunya sesuai nilai-nilai yang dianut
(nilai-nilai dapat berasal dari nilai kode etik di tempat dia bekerja,
nilai masyarakat atau nilai moral pribadi).

Anti Korupsi || 49
REFERENSI

• Semua Bisa BerAKSI, Panduan Memberantas Korupsi dengan


Mudah dan Menyenangkan, KPK, Jakarta, 2014
• Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta,
Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006
• Buku pendidikan antikorupsi, kemristekdikti, 2018

Anti Korupsi || 50
DAFTAR ISI

R e n c a n a T i n d a k L a n j u t ( M P P 3 ) || i
DAFTAR ISI

Tentang Modul Ini ..................................................................... 1

Deskripsi Singkat ....................................................................... 2


Tujuan Pembelajaran ................................................................ 3
Materi Pokok ............................................................................. 4

Kegiatan Belajar ....................................................................... 5

Materi Pokok 1 :Pengertian dan Ruang Lingkup ..................... 6


Materi Pokok 2 :Langkah-langkah RTL .................................. 10
Materi Pokok 3 :Penyusunan RTL .......................................... 13

Referensi ................................................................................ 15

R e n c a n a T i n d a k L a n j u t ( M P P 3 ) || ii
A Tentang Modul Ini

R e n c a n a T i n d a k L a n j u t ( M P P 3 ) || 1
DESKRIPSI SINGKAT

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 21 Tahun 2019


tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum
Hamil, Masa Hamil, Persalinan dan Masa sesudah Melahirkan,
Pelayanan Kontrasepsi dan Pelayanan Kesehatan Skesual,
dinyatakan bahwa Pelayanan Kesehatan Masa Hamil yang paling
sedikit 6 kali selama masa kehamilan wajib dilakukan melalui
pelayanan antenatal sesuai standar dan terpadu.
Modul pelatihan rencana tindak lanjut disusun sebagai acuan
peserta latih dalam menyusun rencana tindak lanjut di institusi tempat
mereka bekerja sebagai bahan untuk melakukan monitoring dan
evaluasi pasca pelatihan. Dengan demikian, penyusunan rencana
tindak lanjut ini, harus dibuat secara realistis dan mengakomodir
pengetahuan yang telah diperoleh selama mengikuti pelatihan
Asuhan Ibu Hamil Terpadu bagi Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama.

R e n c a n a T i n d a k L a n j u t ( M P P 3 ) || 2
TUJUAN PEMBELAJARAN

A. HASIL BELAJAR
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu Menyusun
rencana tindak lanjut.

B. INDIKATOR HASIL BELAJAR


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat :
1. Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup rencana tindak
lanjut
2. Menjelaskan Langkah-langkah penyusunan rencana tindak
lanjut
3. Menyusun rencana tindak lanjut

R e n c a n a T i n d a k L a n j u t ( M P P 3 ) || 3
MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah sebagai berikut:


A. Pengertian dan ruang lingkup rencana tindak lanjut
B. Langkah-langkah penyusunan rencana tindak lanjut
C. Rencana Tindak Lanjut

Sebelum memasuki kegiatan belajar, apakah Anda pernah


mendengar tentang materi Rencana Tindak Lanjut? Jika belum,
mari pelajari materi dibawah ini.

R e n c a n a T i n d a k L a n j u t ( M P P 3 ) || 4
B Kegiatan Belajar

R e n c a n a T i n d a k L a n j u t ( M P P 3 ) || 5
MATERI POKOK 1
Pengertian dan Ruang Lingkup
Rencana Tindak Lanjut

Pendahuluan
Penyusunan rencana tindak lanjut merupakan aktifitas peserta
pelatihan untuk merancang kegiatan atau upaya setelah mengikuti
pelatihan. Penyusunan rencana tindak lanjut ini disesuaikan dengan
kondisi serta sumberdaya yang dimiliki oleh setiap peserta.
Penyusunan rencana tindak lanjut pelatihan asuhan ibu hamil terpadu
merupakan implementasi atau aplikasi materi pelatihan yang telah
dibahas dalam menjalankan perannya di tempat kerja. Rencana tindak
lanjut setelah mengikuti pelatihan ini, dipergunakan sebagai bahan
untuk melakukan monitoring dan evaluasi pasca pelatihan.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta dapat menjelaskan
pengertian dan ruang lingkup rencana tindak lanjut.

R e n c a n a T i n d a k L a n j u t ( M P P 3 ) || 6
Uraian Materi Pokok 1

Setelah mengikuti materi pelatihan inti yang telah Anda pelajari, Anda
perlu menyusun Rencana Tindak Lanjut pelatihan. Untuk dapat
menyusun rencana tindak lanjut, Anda perlu mengetahui pengertian
dan ruang lingkup dari rencana tindak lanjut pelatihan.

A. Pengertian Rencana Tindak Lanjut


Pengertian rencana tindak lanjut (RTL) adalah rencana kegiatan
yang dibuat pada tahap akhir pelatihan, dan merupakan pernyataan
rangkaian kegiatan yang disusun secara sistematis dan
berkelanjutan. Dengan demikian, penyusunan rencana tindak lanjut
ini, harus dibuat secara realistis serta mengakomodir pengetahuan
yang telah diperoleh selama mengikuti pelatihan jarak jauh jabatan
fungsional Terapis Gigi dan Mulut.
Berdasarkan pengertian di atas, Anda perlu mengetahui ruang
lingkup rencana tindak lanjut seperti yang terdapat pada uraian di
bawah ini.

Ruang lingkup rencana tindak lanjut adalah sebagai berikut:


a. Jenis kegiatan yang akan dilakukan
Adalah seluruh jenis kegiatan yang dilakukan oleh peserta
pasca pelatihan ketika kembali ke institusi tempat mereka
bekerja. Bentuk dari kegiatan ini dapat berupa pertemuan,
workshop, seminar, dsb.

R e n c a n a T i n d a k L a n j u t ( M P P 3 ) || 7
b. Tujuan kegiatan
Adalah segala sesuatu yang akan dicapai (dituju) atau
dihasilkan melalui kegiatan yang akan dilakukan pasca
pelatihan.

c. Sasaran kegiatan
Adalah target yang ingin dicapai dalam mencapai tujuan

d. Penanggung jawab kegiatan


Adalah orang yang bertanggungjawab melakukan kegiatan

e. Waktu pelaksanaan
Adalah kapan pelaksanaan kegiatan dilakukan

Berdasarkan materi di atas, sebagai peserta pelatihan Anda


perlu memahami pengertian dan ruang lingkup dalam
penyusunan rencana tindak lanjut.

R e n c a n a T i n d a k L a n j u t ( M P P 3 ) || 8
SEKARANG SAYA TAHU
MATERI POKOK 1
▪ Pengertian rencana tindak lanjut (RTL) adalah rencana
kegiatan yang dibuat pada tahap akhir pelatihan dan
merupakan pernyataan rangkaian kegiatan yang disusun
secara sistimatis dan berkelanjutan
▪ Ruang lingkup rencana tindak lanjut (RTL) adalah sebagai
berikut :
1. Jenis kegiatan yang akan dilakukan
2. Tujuan kegiatan
3. Sasaran kegiatan
4. Penanggung jawab kegiatan
5. Waktu pelaksanaan

R e n c a n a T i n d a k L a n j u t ( M P P 3 ) || 9
MATERI POKOK 2
Langkah – Langkah Penyusunan
Rencana Tindak Lanjut

Pendahuluan
Rencana tindak lanjut disusun oleh peserta dengan mengacu
kegiatan apa yang akan dilakukan pada saat mereka Kembali
keinstansi masing-masing. Untuk menyusun rencana tindak lanjut
tersebut perlu dipahami terlebih dahulu Langkah-langkah yang
dilakukan

Indikator Hasil Belajar


Setelah mempelajari materi ini peserta mampu menjelaskan
langkah-langkah penyusunan rencana tindak lanjut

Sub Materi Pokok


Langkah-langkah penyusunan rencana tindak lanjut

Sebelum Anda mempelajari materi ini, apakah Anda punya


pengalaman sebelumnya dalam menetapkan Langkah-langkah
Menyusun rencana tindak lanjut? Jika beelum, silahkan Ands
menyimak materi dibawah ini.

R e n c a n a T i n d a k L a n j u t ( M P P 3 ) || 10
Uraian Materi Pokok 2

Sebelum menetapkan rencana tindak lanjut pelatihan, perlu


diketahui langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai
berikut:

1. Menetapkan judul rencana tindak lanjut.


2. Menetapkan jenis kegiatan yang akan dilakukan oleh
manajer pelatihan bidang kesehatan yang mengacu pada
langkah-langkah dan indikator kegiatan yang akan
dilakukan.
3. Menetapkan tujuan setiap jenis kegiatan
4. Menetapkan sasaran setiap jenis kegiatan
5. Menetapkan penanggung jawab kegiatan setiap jenis
kegiatan
6. Menetapkan waktu pelaksanaan setiap jenis kegiatan

R e n c a n a T i n d a k L a n j u t ( M P P 3 ) || 11
SEKARANG SAYA TAHU
MATERI POKOK 2

Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai berikut :


1. Menetapkan judul rencana tindak lanjut
2. Menetapkan jenis kegiatan yang akan dilakukan oleh
seorang bidan dengan mengacu pada Langkah-langkah dan
indicator kegiatan yang akan dilakukan
3. Menetapkan tujuan setiap jenis kegiatan
4. Menetapkan sasaran setiap jenis kegiatan
5. Menetapkan penanggungjawab kegiatan

R e n c a n a T i n d a k L a n j u t ( M P P 3 ) || 12
MATERI POKOK 3
Menyusun Rencana Tindak
Lanjut

Pendahuluan
Setelah menetapkan langkah-langkah yang harus disusun
selanjutnya adalah bagaimana cara menyusun rencana tindak
lanjut agar pada saat kembali ke institusi asal bekerja peserta
dapat melaksanakan kegiatan yang telah disusun untuk dapat
diterapkan sesuai dengan pengetahuan yang didapat pada saat
pelatihan.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mempelajari materi ini peserta mampu menyusun
rencana tindak lanjut

Sub Materi Pokok


Menyusun rencana tindak lanjut

R e n c a n a T i n d a k L a n j u t ( M P P 3 ) || 13
Uraian Materi Pokok 3

Sebelum Anda mempelajari materi ini, apakah Anda punya


pengalaman sebelumnya dalam Menyusun rencana tindak
lanjut? Jika sudah, yakinlah Anda dapat menyusunnya dengan
benar sesuai langkah-langkah yang telah ditetapkan.

Penyusunan rencana tindak lanjut biasanya dibuat dalam


bentuk matriks, agar mudah dipahami. Penyusunan rencana
tindak lanjut kegiatan asuhan ibu hamil dengan mengacu
standar pelayanan asuhan ibu hamil sesuai dengan
kewenangan seorang bidan.

Tabel 1. Format Penyusunan Rencana Tindak Lanjut Pelatihan


Asuhan Ibu Hamil Terpadu bagi Bidan di FKTP

No. Jenis Tujuan Sasaran PJ Waktu


Kegiatan

R e n c a n a T i n d a k L a n j u t ( M P P 3 ) || 14
REFERENSI

• Pusdiklat Aparatur, Standar Penyelenggaraan Pelatihan, 2012,


Jakarta.

R e n c a n a T i n d a k L a n j u t ( M P P 3 ) || 15

Anda mungkin juga menyukai